Wawancara Khusus MetroTV, 7 April 2016
Reporter: Tri Kurniawan, Misbahol Munir
Sumber: bit.ly/MetroTVWawancaraEkslusifSandi
Slide design: Ardian P. Putra (Komunitas Jakarta Tersenyum)
http://bit.ly/SlideWawancaraSandiMetroTV
Wawancara Khusus MetroTV, 7 April 2016
Reporter: Tri Kurniawan, Misbahol Munir
Sumber: bit.ly/MetroTVWawancaraEkslusifSandi
Slide design: Ardian P. Putra (Komunitas Jakarta Tersenyum)
http://bit.ly/SlideWawancaraSandiMetroTV
Mobile Marketing, a copy of the presentation delivered by Mark Challinor, Telegraph Media Group from the CIM Peterborough, Digital Marketing Boot Camp held on 25th May 2011 at Perkins Innovation Centre
The Effect Of Testing Parameters On The Functional Impact Resistance Of UPVC ...LDriscoll11
The testing of polymeric materials has become decidedly different and as technology improves, it is necessary to evaluate the accuracy of results based on testing methods, particularly when functional durability is critical. The research discussed in this paper focuses on the effect of changing a variety of test parameters in relation to the falling dart impact test, more commonly referred to as the Gardner impact test (ASTM D5420).
The Power of Blogging, a copy of the presentation delivered by Graham Jones, Internet Psychologist from the CIM Essex, Social Media Marketing Boot Camp held on 12th May 2011 at Anglia Ruskin University
Mobile Marketing, a copy of the presentation delivered by Mark Challinor, Telegraph Media Group from the CIM Peterborough, Digital Marketing Boot Camp held on 25th May 2011 at Perkins Innovation Centre
The Effect Of Testing Parameters On The Functional Impact Resistance Of UPVC ...LDriscoll11
The testing of polymeric materials has become decidedly different and as technology improves, it is necessary to evaluate the accuracy of results based on testing methods, particularly when functional durability is critical. The research discussed in this paper focuses on the effect of changing a variety of test parameters in relation to the falling dart impact test, more commonly referred to as the Gardner impact test (ASTM D5420).
The Power of Blogging, a copy of the presentation delivered by Graham Jones, Internet Psychologist from the CIM Essex, Social Media Marketing Boot Camp held on 12th May 2011 at Anglia Ruskin University
Majalah online Lentera, dalam edisi ini, mengetengahkan pemikiran Kardinal Robert Sarah mengenai keheningan.
Baca juga tulisan feature mengenai terobosan membaca cepat, Bacakilat.
majalah online Lentera News edisi Maret 2015Ananta Bangun
majalah online Lentera News edisi Maret 2015 ini mengetengahkan sosok Muhammad Maulana sebagai penulis muda bukan dari bakat, namun minat yang besar.
Sila baca rubrik lainnya untuk menggugah anda. :)
Presentasi ni saya susun dan bawakan dalam sesi Panduan Internet Bijak dalam Pelatihan "Pemanfaatan TIK dalam Pendidikan"
bertempat di PPm Ar-Rasyid, Labuhanbatu Selatan. Tanggal 3 Nov 2012
1. 1
EDISI #16 JULI 2015
Sumber gambar:
http://mungkopas.blogspot.com/
MUDIK
2. 2
DUKUNG MAJALAH LENTERA NEWS
DENGAN DOA DAN DANA
Kunjungi kami di sini:
Bank Nasional Indonesia
Rek.No. 0307532799 a.n. Hubertus Agustus Lidy
/LENTERA-NEWS MAJALAHLENTERA.COM
daftarisi
Tajuk Redaksi3
Telisik
4
6 Lentera khusus
10 Embun katekese
14
Opini
22 Ilham sehat
Mudik ke Pohon Zaitun
19
Rumah Joss
16
Sastra
RP Hubertus Lidi, OSC [Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi], Ananta Bangun [Redaktur Tulis], Jansudin
Saragih [Redaktur Foto], Rina Malem Barus [Keuangan]
Penerbit: Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Medan (KOMSOS-KAM) Jalan S.Parman No. 107
Telp. +62614572457 , mp. 085361618545| www.majalahlentera.com | redaksi@majalahlentera.com ,
beritalentera@gmail.com | Facebook Fan Page: facebook.com/lentera-news
REDAKSI
Korupsi Kini Menjadi Mode
Pelanggaran Liturgi
Dalam Perayaan
Ekaristi (bag. II)
Kepada Yang Terhormat,
Calon Medan 1
Serangan Semut
Sinta (bag. II)
24 Pollung
Gereja & Global Warming
(bag. II)
29 Lapo Aksara
Kapak Penebang Pohon
3. 3
Redaksi
3
TAJUK REDAKSI
Satu peristiwa besar dalam bulan ini ialah
perayaan Hari Raya Idul Fitri 1436 H. Tidak
hanya bagi sahabat umat Muslim, Redaksi
Lentera News juga tergerak menyerap
inspirasi dalam momentum ini. Diantaranya
ialah semangat mudik yang lazimberlang-
sung semenjak moyang kita dahulu.
Redaksi Lentera News sungguh berterima kasih
pada bapak Ahmad Kusaeni yang berkenan
memberi sumbangsih gagasannya perihal mudik
ini. Tentang bagaimana kita bisa menyelami
ihwal dan semangat mudik dari kacamata
eks Pemimpin Redaksi Lembaga Kantor Berita
Nasional (LKBN) ANTARA tersebut. Lebih dari
sekedar sebuah tindak mengepak pakaian dan
oleh-oleh saat hendak pulang ke kampung
halaman.
Berbicara tentang kampung halaman, tentu tak
ada salahnya mengerjapkan pandang pada kota
Medan. Tempat di mana sebagian besar awak
redaksi dan para pembaca bercokol. Meskipun
jarak waktu masih cukup lama, Vinsensius Sitepu
telah menguak isi hatinya kepada para insan
yang hendak mencalon di Pilkada Kota Medan.
Harapan Vinsensius untuk menemukan calon
Pemimpinyangmumpunibersih,seiramadengan
keprihatinan Pemimpin Redaksi RP Hubertus Lidi,
OSC. Tanpa tanggung, Romo Hubert mengupas
isu korupsi di Medan dan Sumatera Utara. Isu
yang kini menghangat seiring penangkapan
Gubernur Sumut oleh KPK.
Sahabat pembaca Lentera News, dalam edisi Juli
2015 ini, kami kembali mengetengahkan dua
karya tulis Dian Purba. Baik dalam essay tentang
permasalahan global warming, dan karya
sastra-nya yang terbalut dalam cerpen berjudul
‘Sinta’.
Jangan lupa sempatkan waktu melirik
perenungan Bung Joss dalam artikelnya tentang
serangan semut.
Akhirul kata, kami Redaksi Lentera News juga
mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436
H bagi sahabat pembaca dan umat Muslim yang
merayakannya.
4. 4
RP Hubertus Lidi, OSC
hubertuslidiosc@gmail.com
KORUPSI
KINI MENJADI MODE
TELISIK | KORUPSI
U
ngkapan Korupsi
<Perbuatannya> dan
Koruptor <Pelakukannya>
sudah sangat bersahabat dengan
kita. Hampir setiap hari media-
media sosial, baik cetak maupun
elektronik menulis, memberitakan,
dan mempertontonkannya. Bahkan
korupsi itu telah menghantar
koruptornya, bak selebritis. Ia dinanti
dan dikerumuni oleh para kuli tinta
dari dalam dan luar negeri.
Sorotan lampu kamera serta kilapan
blitz membuat aura‘sang subyek’
menjadi makin indah saja. Seragam yang
membalut raganya,yang seharusnya
menjadi symbol aib malah menjadi
atribut yang membuat bahu orang yang
mengenakannya‘terangkat.’Laki maupun
perumpuan sama saja. Hal yang paling
mengejutkan masyarakat Indonesia
adalah beberapa orang yang bekerja
di bagian rana hukum justru menjadi
subyek dan aktor utama korupsip.
Beberapa saudara yang berkerja di
Depertemen yang berurusan dengan
‘hal-hal Suci’justru memanfaatkan
pekerjaan yang ilahi itu untuk korupsi.
Berkenaan dengan gencarnya korupsi
di Indonesia, suatu waktu temanku
berseloroh,“Wan sari-sari korupsi di
negaramu, kayanya udah meresap ke
semua orang dan semua lini kehidupan
ini, termasuk kepadamu.”“Ohya?”
“Yalah….siapa tahu sumbangan, kolekte,
dan ucapan-ucapapan terimakasih
yang kamu dapat, adalah dari hasil
dari korupsi.”“Ah .. bisa-bisa saja kamu.
Bagaimanapun masih ada orang baik
di tanah Indonesia ini, wan, ”aku
membantah kata-katanya, yang senang
mengeneralisasikan hal itu.
5. 5
Harian kota Medan,‘Analisa’, Jumat
10 Januari 2014, memberitakan
di halaman depan;“Hasil Iktisar
Badan Pemeriksaan Keuangan 2013.
Sumatera Utara Provinsi Terkorup di
Indonesia. Potensi kerugiannya Rp.
400.100.810. 000,-, dengan jumlah
kasus 278”. Wah….. luar biasa menjadi
sebuah prestasi gemilang. Tentu kita
bedecak dalam ketidak mengertian…
..’koh bisa ya!’Gradasi paling atas.
Koran yang sama, pada hari sama
pula di rubrik kota, hal 6, menulis bah-
wa korupsi sudah menjadi masalah
utama bangsa, bahkan sudah pada
tahap darurat. Luar biasa seakan kita
sedang hidup di dunia angkara murka
yang buram durjana.
Pertanyaan di balik ini semua adalah:
apakah pemberitaan, seremoni Pra
Penahanan, uniform, dan hukuman
penjara, dll itu mendatangkan efek
jera? Kita tetap berharap upaya-upaya
dari penegak hukum secara khusus
dari KPK, bisa membantu mengurangi
dan tidak menambah subyek yang
baru, lebih jauh dari itu menyiapkan
sebuah generasi yang bermental“say
no to corruption”
Secukupnya Vs Berlebihan
Ada sebuah Doa Katolik‘Bapa
Kami’yang selalu didoakan oleh
orang-orang Katolik pada setiap
kesempatan. Dari sekian permohonan
yang termaktub dalam rumusan
doa itu, ada satu permohonan
yang berkaitan dengan Rezeki
atau Nafkah. Menarik kalau kita
refleksikan bersama, berkaitan
dengan topik Korupsi. Para Jemaat
Katolik bermohon:“Berilah Kami
rezeki secukupnya pada hari ini.”
Secukupnya dalam konteks ini adalah
yang wajar dan pas, sesuai den-
gan kebutuhan. Dengan kata lain
menghindari mentalitas yang menim-
bun rezeki.
Para jemaat, berasumsi dalam
iman, bahwa mentalitas menimbun
rezeki yang berlebihan lawan
dari secukupnya membuat sang
penimbun menjadi rakus alias tamak
dan tidak segan-segan mencaplok
hak orang lain demi memenuhi
hasrat serakahnya. Korupsi yang
dipertontonkan sekarang ini
adalah mode penimbunan harta
yang berlebihan dengan cara
mencaplok hak orang lain sehingga
menimbulkan kerugian pada pihak
lain. Mentalitas yang dipertotonkan
kepada kita adalah orang menjadi
tidak mau tahu dan tidak perduli
dengan orang lain, yang penting diri
dan kroninya menikmati.
Aspek lain membuat sang penimbun
itu menjadi licik dan lihai. Licik dalam
konteks ini ialah memanfaatkan
kuasa dan wewenang yang
dipercayakan kepadanya demi
kepentingannya. Lihai dalam konteks
ini ialah‘mengotak-ngatik’aturan
dan kebijakan demi membenarkan
dan memuluskan akal bulus alias
akal gundulnya. Yang menarik para
tersangka korupsi dan koruptor selalu
berteriak hak azazi manusia, kala
mereka ditangkap oleh pihak-pihak
yang berwajib.
Tanpa sadar mereka sedang
mempromosikan diri sebagai
Pejuang hak azazi yang merusak hak
azazi itu sendiri. Lagi-lagi temanku
berkomentar:“Wan, kalau kepandaian
berbohong, kelicikan dan kelihaian
para koruptor itu diformulasikan
untuk sebuah kebaikan, pasti bangsa
ini maju dan rakyaknya sejahtera.
Benar juga sih!”
(bersambung)
Copyright ilustrasi: HarianTerbit.com
Pertanyaan di balik
ini semua adalah:
apakah pemberitaan,
seremoni pra Pena-
hanan, uniform, dan
hukuman penjara,
dll itu mendatangkan
efek jera?
“
6. 6
LENTERA KHUSUS | MUDIK
M
udik adalah kata yang paling sering
diucapkan pada hari-hari terakhir
menjelang Hari Raya Idul Fitri. Orang-
orangmembicarakanmudikdimanasaja,dilobi,
di lift, di tempat kerja, di mesjid atau mushola,
bahkan di dapur.
Sugianti, asisten rumah tangga di rumah saya, sejak
mempersiapkan sahur untuk puasa hari pertama sudah
sibuk merencanakan mudiknya. Ia membelanjakan uang
THR yang diberikan isteri saya untuk membeli android
dan langganan paket internet.
“Biar di kampung nanti gampang upload facebook dan
Instagram,” katanya dalam suatu obrolan dengan isteri
saya di dapur sambil mempersiapkan kolak pembuka
puasa.
Sugianti yang sudah bekerja di rumah lebih 3 tahun itu
cukup aktif di media sosial. Akun facebooknya dengan
nama alter “AiCko BarbIe-cweett” ramai diisi postingan
soal rencana mudik sesama asisten rumah tangga.
“Tiap buka fb..ngliat sttus otw otw otw. Kampung
halman muluk..... “Kok pda lbih awal ya pulangnya..
Ongkos.y msih murahh x..hahahaha,” begitu postingan
Sugianti yang ramai di-likes dan dikomentari teman-
temannya yang juga semangat 45 untuk pulang ke
kampung halaman di Kendal, Jawa Tengah.
Sugianti dan Tuyono, sopir saya, adalah bagian dari 20
juta orang yang akan mudik dari Jakarta ke berbagai
daerah diTanah Air. Saya sendiri yang asal Lebak, daerah
di Banten yang hanya sekitar 80 km dari Jakarta, selalu
merasa kikuk kalau ada yang nanya apakah saya lebaran
ini mudik apa tidak.
MUDIK
KE POHON ZAITUN
oleh : Ahmad Kusaeni
7. 7
“Saya nggak mudik, cuma geser pantat
ke Lebak,” begitu selalu jawaban saya.
Orang Betawi tentunya lebih kikuk dari
saya kalau ditanya soal mudik.
Mengapa banyak orang, tak peduli
pembantu rumah tangga, sopir atau
direktur, selalu bersemangat untuk
mudik lebaran?
Jawabannya pasti beraneka ragam. Bisa
dijawab dari berbagai macam segi baik
itu agama, ekonomi, sosial dan budaya.
Sudah banyak kajian dari ipoleksosbud
hamkanas seperti itu.
Yang akan saya sampaikan di tulisan
ini adalah alasan yang dilatarbelakangi
kajian dari bukuThomas L Friedman yang
berjudul “The Lexus and the Olive Tree
(Understanding Globalization)” terbitan
Anchor Book tahun 1999.
Friedman adalah kolumnis beken dari
koran The New York Times. Ia menulis
bahwa di zaman globalisasi sekarang
ini, meskipun orang sudah maju dan
hidup dalam teknologi tinggi, tetap saja
memerlukan akar rumput budayanya
dan asal mula dirinya.
Lexus dan pohon zaitun adalah simbol
yang pas untuk menggambarkan kondisi
zaman globalisasi sekarang ini. Lexus
yang merupakan merk mobil termahal
dan tercanggih adalah simbol kemajuan.
Sedangkan pohon zaitun yang banyak
tumbuh di kawasan Israel dan Masjidil
Aqsa adalah simbol kepurbaan atau asal
muasal kemanusiaan.
Modernisasi,privatisasidanpertumbuhan
ekonomi, serta perkembangan teknologi
memungkinkan orang untuk menikmati
kemajuan dan kehidupan yang tidak bisa
lagi dibatasi oleh ruang dan perbatasan.
Tapi, pohon zaitun tetap penting.
Pohon zaitun memanifestasikan akar
kita sebagai manusia, ia merupakan
jangkar tempat berlabuh kita, yang bisa
mengidentifikasi kita dan menempatkan
titik kita di dunia ini. Pohon zaitun bisa
berbentuk keluarga, komunitas, suku
bangsa, atau yang paling mendasar
adalah tempat yang kita sebut sebagai
“rumah”.
Kehangatan keluarga
Pohon zaitun adalah apa yang bisa
memberikan kita kehangatan keluarga,
persahabatan, keintiman personal
dan ritual, kedalaman hubungan antar
pribadi, silaturahmi, dan juga keamanan
danketentramandiriketikaberhubungan
dengan “ayah, ibu, om, tante, kakek,
nenek, cucu, sepupu, kawan-kawan masa
kecil”.
Kitaberjuangkerasdalamkehidupankita,
meniti karier, bekerja, mencari nafkah
dan sesuap nasi. Sedikit demi sedikit kita
mengumpulkan harta dan kekayaan. Kita
berkelana, bermigrasi dan pindah kota.
Di tempat baru kita menjadi sesuatu,
memiliki pekerjaan, dan juga kekayaan.
Tapi, sebagai manusia, kita tidak bisa
menjadi manusia yang utuh seutuhnya
sendirian.
Kita tidak bisa menjadi kaya sendirian.
Kita tidak bisa menjadi pintar sendirian.
Kita tidak bisa menjadi orang terhormat
sendirian.
Kita baru merasa komplit dan kaffah
sebagai manusia bila ada manusia lain
yang mengakui dan ikut menikmati
apa yang kita miliki. Untuk itu kita
membutuhkan akar, rumah, kampung,
yang bisa menjadi pohon zaitun kita.
Setahun sekali pada saat lebaran orang
merasa harus mudik. Ia kembali ke pohon
zaitunnya, akar kehidupannya yang
purba, dan menyiraminya dengan air
yang mereka bawa, uang yang mereka
bagikan ke sanak saudara, atau sekadar
kisah suka dan duka menaklukan Jakarta.
Kembali ke akar itulah makna mudik
yang paling hakiki. Sejenak di kampung
halaman kita isi baterai kehidupan kita
yang kering kerontang untuk kembali ke
tempat pengelanaan kita.
Selamat mudik dan bersukacitalah
kembalikeakarpurbamu,wahaimanusia.
(Akhmad Kusaeni adalah mantan Direktur
PemberitaanLKBNAntara,mendapatMasterof
Arts dari Ateneo de Manila University, Filipina)
Copyright ilustrasi: Litbang.Depkes.go.id
Kita baru
merasa komplit
dan kaffah
sebagai
manusia bila
ada manusia
lain yang
mengakui dan
ikut menikmati
apa yang kita
miliki.
Untuk itu kita
membutuhkan
akar, rumah,
kampung, yang
bisa menjadi
pohon zaitun
kita
“
11. 11
Selama Liturgi
Sabda, sangat
cocok disisipkan
saat hening
sejenak,
tergantung pada
besarnya jemaat
yang berhimpun.
Saat hening
ini merupakan
kesempatan
bagi umat untuk
meresapkan
sabda Allah
“
Pada edisi Juni lalu, telah dipaparkan
dua pelanggaran dalam bagian-bagian
Misa Kudus. Berikutnya akan kembali
dilanjutkan pada tiga pelanggaran
lainnya yang umum terjadi.
3. Kurangnya saat hening.
Seharusnya:
PUMR 45 Beberapa kali dalam Misa
hendaknya diadakan saat hening.
Saat hening juga merupakan bagian
perayaan, tetapi arti dan maksudnya
berbeda-beda menurut makna bagian
yangbersangkutan.Sebelumpernyataan
tobat umat mawas diri, dan sesudah aja-
kan untuk doa pembuka umat berdoa
dalam hati. Sesudah bacaan dan homili
umat merenungkan sebentar amanat
yang didengar.Sesudah komuni umat
memuji Tuhan dan berdoa dalam hati.
Bahkan sebelum perayaan Ekaristi,
dianjurkan agar keheningan
dilaksanakan dalam gereja, di sakristi,
dan di area sekitar gereja, sehingga
seluruh umat dapat menyiapkan diri
untuk melaksanakan ibadat dengan
cara yang khidmat dan tepat.
PUMR 56 Liturgi Sabda haruslah dilak-
sanakan sedemikian rupa sehingga men-
dorong umat untuk merenung. Oleh ka-
rena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan
yang dapat mengganggu permenungan
harus sungguh dihindari. Selama
Liturgi Sabda, sangat cocok disisipkan
saat hening sejenak, tergantung pada
besarnya jemaat yang berhimpun. Saat
hening ini merupakan kesempatan
bagi umat untuk meresapkan sabda
Allah, dengan dukungan Roh Kudus,
dan untuk menyiapkan jawaban dalam
bentuk doa. Saat hening sangat
tepat dilaksanakan sesudah bacaan
pertama, sesudah bacaan kedua, dan
sesudah homili.
4. Diizinkannya seorang awam untuk
berkhotbah/ memberikan kesaksian
di dalam homili (misalnya untuk
mengisi homili Minggu Panggilan,
homili di misa requiem, ataupun
kesempatan khusus lainnya).
Seharusnya:
RS 64 Homili yang diberikan dalam
rangka perayaan Misa Kudus, dan yang
merupakan bagian utuh dari liturgi
itu “pada umumnya dibawakan oleh
Imam perayaan. Ia dapat menyerahkan
tugas ini kepada salah seorang imam
konselebran, atau kadang-kadang, ter-
gantung situasi, kepada diakon, tetapi
tidak pernah kepada seorang awam….”
RS 66 Larangan terhadap orang
awam untuk berkhotbah dalam Misa,
berlaku juga untuk para seminaris, untuk
mahasiswa teologi dan untuk orang
yang telah diangkat dan dikenal sebagai
“asisten pastoral”; tidak boleh ada
kekecualianuntukorangawamlain,atau
kelompok, komunitas atau perkumpulan
apa pun.
RS 74 Jika dipandang perlu bahwa
kepada umat yang berkumpul di dalam
gereja, diberi instruksi atau kesaksian
tentang hidup Kristiani oleh seorang
awam, maka sepatutnya hal ini dibuat
di luar Misa. Akan tetapi jika ada alasan
kuat, maka dapat diizinkan bahwa suatu
instruksi atau kesaksian yang demikian
disampaikan setelah Doa sesudah
Komuni. Namun hal ini tidak boleh
menjadi kebiasaan. Selain itu, instruksi
atau kesaksian itu tidak boleh bercorak
seperti sebuah homili, dan tidak boleh
homili dibatalkan karena ada acara
dimaksud.
RS67Perlulahdiperhatikansecarakhusus,
agar homili itu sungguh berdasarkan
misteri-misteri penebusan, dengan
menguraikan misteri-misteri iman serta
patokanhidupKristiani,bertitiktolakdari
bacaan-bacaan Kitab Suci serta teks-teks
liturgi sepanjang tahun liturgi, dan juga
memberi penjelasan tentang bagian
umum (Ordinarium) maupun bagian
khusus (Proprium) dala Misa ataupun
suatu perayaan gerejawi lain…..
5. Pemberian Salam Damai yang
dilakukanterlalumeriahdanpanjang,
sampai imam turun dari panti imam.
Seharusnya:
RS 71 Perlu mempertahankan
kebiasaan seturut Ritus Romawi, untuk
12. 12
saling menyampaikan salam damai men-
jelang Komuni. Sesuai dengan tradisi Ritus
Romawi, kebiasaan ini bukanlah dimak-
sudkan sebagai rekonsiliasi atau pengam-
punan dosa, melainkan mau menyatakan
damai, persekutuan dan cinta sebelum
menyambut Ekaristi Mahakudus. Segi re-
konsiliasi antara umat yang hadir lebih
diungkapkan dalam upacara tobat pada
awal Misa, khususnya dalam rumus per-
tama.
RS 72 “Salamdamaihendaknyadiberikan
oleh setiap orang hanya kepada mereka
yang terdekat dan dengan suatu cara yang
pantas.” “Imam boleh memberikan salam
damai kepada para pelayan, namun tidak
meninggalkan panti imam agar jalannya
perayaan jangan terganggu….”
Salam Damai perlu dipertahankan, han-
ya hal dinyanyikan atau tidak, itu tidak
secara eksplisit dinyatakan di dalam
dokumen Gereja. Bagi yang memilih
untuk menyanyikannya, dasarnya ka-
rena menganggap bahwa nyanyian itu
merupakan cara menyampaikan damai.
Sedangkan yang tidak menyanyikannya,
kemungkinan menganggap bahwa hal
dinyanyikannya Salam Damai tidak ek-
splisit disyaratkan dalam dokumen Ger-
eja, dan karena jika dinyanyikan malah
dapat mengganggu pusat perhatian saat
itu yang seharusnya difokuskan kepada
Kristus. Jika kelak ingin diseragamkan,
maka pihak KWI-lah yang berwenang un-
tuk menentukan apakah Salam Damai ini
akan dinyanyikan atau tidak dinyanyikan.
Pelanggaran dalam hal penerimaan
Komuni:
1. Umat mencelupkan sendiri Hosti ke
dalam piala anggur.
Seharusnya:
RS 94 Umat tidak diizinkan mengambil
sendiri–apalagimeneruskankepadaorang
lain- Hosti Kudus atau Piala kudus.
RS 104 Umat yang menyambut, tidak
diberi izin untuk mencelupkan sendiri
hosti ke dalam piala; tidak boleh juga ia
menerima hosti yang sudah dicelupkan itu
pada tangannya…..
PUMR 160 Umat tidak diperkenankan
mengambil sendiri roti kudus atau piala,
apalagi saling memberikannya antar
mereka. Umat menyambut entah sambil
berlutut atau sambil berdiri, sesuai dengan
ketentuan Konferensi Uskup…
Pada hakekatnya Komuni adalah sesuatu
yang “diberikan” oleh Kristus: “Terimalah
dan makanlah inilah Tubuh-Ku yang
diserahkan bagi-Mu…. Terimalah dan
minumlah, inilah darah-Ku yang
ditumpahkan bagimu….”. Jadi bukan
sesuatu yang dapat diambil sendiri.
2. Pengantin saling menerimakan
Komuni.
Seharusnya, tidak boleh:
RS 94 Umat tidak diizinkan mengambil
sendiri- apalagi meneruskan kepada
orang lain- Hosti Kudus atau Piala kudus.
Dalam konteks ini harus ditinggalkan juga
penyimpangan di mana kedua mempelai
saling menerimakan Komuni dalam misa
perkawinan.
Ekaristi kudus adalah kurban Kristus, dan
diberikan oleh Kristus (melalui imam
ataupun petugas pembagi Komuni
tak lazim yang diberi tugas tersebut),
sehingga bukan untuk saling diterimakan
oleh umat sendiri.
(bersambung...)
14. 14
KOLOM “RUMAH JOSS” | SEMUT
Yoseph Tien
Wakil Ketua KomIsi
Kepemudaan di
Keuskupan Agung
Medan
14
Pkl. 03.00 WIB, ketika saya baru saja
tidur, tiba-tiba bagian punggung
terasa nyeri, seperti disengat listrik.
Terbangunlah saya secara spontan,
rupanya ada banyak semut diatas
tempat tidur, tepatnya dibawah bantal.
Serangan semut yang serupa, pada
malamminggukemarinjugamembuat
istri saya harus terbangun tengah
malam, bahkan mengungsi ke kamar
anak-anak.
Pagi ini semut menyerang lagi. Dan kali
ini, titik serangan dan targetnya adalah
saya. Jitu! Hehehe...
Memang beberapa bulan terakhir
ini, semut sepertinya sedang ramai-
ramainya mengunjungi rumah kami.
Semut selalu ada pada hampir semua
penjuru rumah. Mungkin karena
penghuni rumah kami manis-manis
dan segala isi rumahnya juga manis-
manis. Hahaha...
Setelah melakukan prosedur‘pulbaket’
atau pengumpulan bahan dan
keterangan, saya melihat sendiri
bahwa rupanya satu-satunya jalan
masuk semut-semut tersebut adalah
melalu lubang angin pada dinding
belakang dapur kami.
Setelah mengetahui locus tersebut,
berbagai cara kami lakukan untuk
menghadang pasukan merah mungil
ini. Mulai dari penggunaan baygon,
jeruk, kapur barus, dan entah apalagi.
Setelah operasi kami lakukan, mereka
hilang dan tak muncul, namun
beberapajamkemudianataubesoknya
mereka muncul lagi.
Akhirnya kami jadi terbiasa, bahkan
sepertinya kami mulai mengakrabi
mereka. Haha..! Kami tak pernah lagi
melakukan operasi penghadangan
atau operasi militer alias perang.
Tapi dua hari ini, tampaknya mereka
mulai menyerang ring satu, pusat ken-
dali nuklir, markas komando alias tem-
pat tidur pemilik rumah. Gawat!
Perang total tampaknya harus
dimainkan! Semoga ada bantuan dari
para sahabat tentang strategi perang,
apakah perang gerilya atau strategi ala
Sun Tzu.
***
Belajar dari semut
Pagi ini setelah terbangun, saya
membaca status facebook seorang
sahabat, tentang bagaimana caranya
seekor yang gajah mati dapat dimakan
semut dan jawaban tersuratnya
semut makan secara perlahan-lahan
jawaban tersiratnya semut makan
bersama-sama.
Pesan dari status kawan saya tersebut,
bahwa sebesar apapun masalahnya,
selesaikan sedikit demi sedikit atau
tahap demi tahap alias tak bisa
sekaligus.
Saya kemudian teringat dengan semut
yang masuk ke rumah kami, bahwa
ternyata mereka melewati sebuah
tembok yang sangat tinggi, mungkin
ribuan kali panjang tubuhnya sendiri.
Tiada jalan mundur dalam diri semut.
Ketika mereka menghadapi masalah,
SERANGAN SEMUT
15. 1515
tembok tinggi, mereka memanjatnya, naik ke
atas. Mereka maju terus, tidak meratapi tingginya
tembok, apalagi balik kanan dan pulang. Bagi
mereka pulang harus membawa hasil.
Perjuangan pasukan semut mengais atau mencari
makan, selalu dilakukan bersama-sama. Dan bila
panen tiba, mereka panen bersama-sama, lalu
menikmatinya juga bersama-sama.
Siapapun diantara pasukan semut tersebut, yang
pertama kali menemukan makanan, dia akan
memanggil teman-temannya, para saudaranya
dan memberitahu bahkan mengantar teman
atau saudaranya menuju ke sumber makanan itu,
lalu bersama-sama mereka menikmati bahkan
membawa pulang makanan tersebut.
Pada daerah-daerah dekat sumber makanan, semut
membangun sarang atau rumah mereka. Di sana,
mereka tinggal dan hidup bersama, bekerja dan
makan bersama. Semut tahu, bahwa mereka tak
bisa hidup sendiri, mereka harus hidup bersama
dan bekerja sama. Semut tahu, bahwa mereka harus
‘dekat sumber makanan’!
Dalam kehidupan sehari-hari, sedang dalam
perjalanan apapun mereka, para semut akan selalu
berhenti dan saling ‘berciuman’, saling menegur
sapasatusamalain.Semutjugatahuartipentingnya
komunikasi secara langsung! Kata demi kata, wajah
berhadapan wajah!
Jadi, kita bisa belajar tentang kehidupan dari
perilaku semut:
1) Ketika menghadapi masalah, tetaplah maju
terus menghadapi masalah tersebut dan per-
cayalah bahwa selalu ada jalan ke atas. Tembok
tantangan adalah jalan naik mencapai puncak.
Pantang menyerah dan selalu berusaha mencari
‘lubang’ penyelesaian, itu penting. Setiap masalah
sebesar apapun, hendaknya diselesaikan tahap-
demi tahap secara cermat dan pasti.
2) Dalam hidup bersama, kerjasama dan
sama-sama kerja sungguh merupakan sesuatu
yang mutlak dan mampu membuat kita melakukan
banyak hal besar.
3) Dalam hal rejeki, apapun bentuk dan warnanya,
semangatberbagihendaknyaselaludiperjuangkan
terus menerus. Berapa banyakpun yang kita
peroleh, selalu ada bagian orang lain di dalamnya.
4) Hidup bersama yang harmonis hanya terbangun
dari komunikasi efektif dan penuh cinta, yang
terdorong dari semangat membuka diri dan
menerima kelebihan-kekurangan sesama apa
adanya. Dalam bekerja, semut selalu berbaris
dengan rapi dan tertib.
5) Ketika menghadapi ‘musuh’, dan tak cukup
bertahan saja, terpaksa harus menyerang,
seranglah mereka secara bertahap, mulai dari
pinggir-pinggir kemudian masuk ke tengah pada
‘pusat kendali nuklir’.
Para Sahabat Joss Terkasih,Semoga 5 pelajaran dari
semut ini bermanfaat mengawali Senin Ceria kita
masing-masing.
SERANGAN SEMUT....Serangkai Ancaman dan Tan-
tangan....Selalu Engkau Mampu Untuk Teruji! Per-
cayalah..!
Salam Joss..!
16. 16
Vinsensius G.K. Sitepu
Founder Komunitas Mahapala
be_web2001@yahoo.com
OPINII | POLITIK
KEPADA YANG TERHORMAT,
CALON MEDAN 1
Saya lahir di Bandung pada tahun
1982. Sekadar“menumpang lahir”,
dari kota itu, setahun kemudian,
saya dibesarkan di Medan, kota
besar sarat hiruk pikuk. Hingga 32
tahun kemudian, saya adalah salah
satu dari warga Medan lainnya seba-
gai saksi hidup pembangunan yang
penuh dinamika. Maka, kepada para
calon pemimpin Medan, tulisanku
ini adalah lukisan luka di hati.
Engkau jangan menghempasnya,
jikalau tidak ingin kau sentuh. Saya
tahu pasti hatimu tahu, walau tidak
membacanya.
Tiga kalimat terakhir itu adalah
plesetan atas syair lagu apik yang
dibawakan oleh Hedi Yunus pada
tahun 1990-an, tentang curahan
isi hati seorang anak manusia
yang sedang jatuh cinta. Ia in-
gin diperhatikan dan ingin kasih
sayang. Sebagai sebuah pesan
komunikasi, tiga kalimat itu paling
layak dikumandangkan menjelang
perhelatan pemilihan Walikota
Medan alias Medan 1, tentang
beragam kegundahan banyak anak
Medan hebat mengenai kota yang
kian tidak ramah ini.
Mengharapkan Medan berubah
seperti yang tergambar dalam
benak kita, mestilah dimulai dari
mendorong calon pemimpin
yang benar-benar memahami
hasrat paling hakiki orang Medan,
serta tentu saja setiap individu
warga yang harus kerap tertunduk
bercermin, tidak berharap seratus
persen kepada pemimpin. Mimpi
idealnya adalah sifat kerjasama dan
komunikasi yang efektif di antara
17. 17
Kami berharap
hidup hari
ini di Medan
adalah mimpi
buruk, tetapi
kenyataannya
tidak. Sekuat
apapun kami
mencubit, ia tetap
nyata.
Tanpa kejujuran,
ketulusan, serta
kerja nyata dan
tegas, calon Medan
1 akan tampak
kerdil dan rendah
di hadapan warga
“
pemimpin dan warga kota.
Sekali peristiwa dan setiap pertemuan
sebelumnya, termasuk beragam artikel
di halaman ini, kalau membincangkan
kota Medan, wacana yang selalu
mengemuka adalah, pertama jalan
kota yang rusak tidak terawat. Kedua,
orang Medan masih bisa hidup tanpa
walikota. Ketiga, orang Medan itu
individualistis. Keempat, angkutan kota
terlalu banyak dan tidak digantikan
mass rapid transportation. Kelima,kok
sok kali menyebut Medan Kota
Metropolitan? Keenam, di atas semua
itu, sebagian dari jajaran pemimpin
kota ini tidak memiliki kepedulian
yang tinggi, karena moralnya bobrok.
Dan ketujuh, masalah itu semakin
bertambah. Ketujuh masalah itu
berlangsung selama lebih dari dua
dekade. Bayangkan, 20 tahun!
Tentu saja kita iri dengan Kota Bogor
dan Bandung yang memiliki pemimpin
yang berhasil membuat gebrakan
signifikan, walaupun permasalahan
mendasar kurang dalam tersentuh.
Medan, seperti Bogor dan Bandung
masih pening kepalanyamengurus
kemacetan lalu lintas. Padahal kalau
mau jujur, kalau pajak mobil sebagai
kendaraan mewah dinaikkan tiga kali
lipat, serta pembatasan kepemilikan
kendaraan bermotor roda dua
dilakukan, kemacetan tidak akan
muncul. Kenyamanan bertransportasi
digantikan dengan bus dalam kota
yang nyaman.
Kepadatan tinggi lalu lintas Medan
membawa preseden buruk dan
berdampak negatif. Ambulans
yang seharusnya lekas membawa
pasien ke rumah sakit, harus pasrah
“terjepit”di tengah jalan. Bunyi sirene
yang meraung lebih terasa seperti
suara orang bodoh yang memelas.
Sebelum terjepit meraung, ambulans
tentu saja sudah masuk ke lubang
jalanan. Kalau saja pasiennya adalah
seorang perempuan hamil, ia berisiko
melahirkan di ambulan. Tetapi jujur,
saya berharap ada sapi di jalan yang
berkubang itu.
Di masa depan, Medan harus ber-
solek kemuliaan dan kesejahteraan-
nya dan saya yakin ini, bagi sebagian
orang adalah absurd. Di Medan kelak
tidak ada lagi kemacetan kendaraan
bermotor yang menambah polusi
udara. Ia digantikan dengan budaya
bersepeda atau pilihan kendaraan
ramah lingkungan. Moda transportasi
publik lebih banyak, termasuk kereta
bawah tanah. Para pengusaha kecil
menjadi lebih tertib, karena pindah
dari trotoar ke tempat yang lebih layak,
rapi dan bersih. Pusat bisnis ini tentu
saja harus memiliki lahan parkir yang
luas, tidak seperti kondisi di pasar-pasar
tradisional saat ini. Dengan demikian
pelebaran atas jalan kota yang sempit
seperti sekarang ini dapat dapat
dilakukan.
Wacana kedua dan ketiga berkorelasi
erat, bahwa seseorang akan
menilai dirinya berdikari, tatkala
muncul pemimpin kota yang tidak
berkompeten menata pembangunan
yang merata dan berkeadilan.
Perkataan,“Kami bisa hidup tanpa
pemimpin.”adalah pseudo-entity,
tampak nyata, tetapi rapuh dalam
perjalanan. Benar orang Medan dapat
hidup tanpa walikota, karena walikota
tidak bekerja keras menghidupi
kota. Walikota yang bekerja layaknya
kapitalis-manajerial dan bukan kapitalis
sejati menghasilkan Medan yang penuh
tikus yang rakus uang.
Kapitalis-manajerial mencari uang
untuk dirinya, sedangkan kapitalis sejati
mencetak uang sendiri bagi dirinya
termasuk orang lain, karena tipe ini
mengajak orang bekerja bersamanya,
lalu menularkan semangat bekerja itu
membentuk perusahaan lain. Itulah
semangat menjadi kupu-kupu, bukan
sekadar kepompong.
Anggapan karakter individualistis
adalah resultan kepemimpinan kota
yang tidak akur dengan warganya.
Alhasil secara konkret dalam membuka
perusahaan rintisan misalnya, sulit
mencari rekan yang bisa diajak
kerjasamanya. Yang membuat miris,
ide kita dicaplok lalu mendirikan
perusahaan rintisan dengan karakter
yang serupa bersama rekanan lain
yang dipikirnya bisa dengan cepat
mendulang laba. Mengapa tidak
18. 18
misalnya, dengan satu ide serupa dipadu-
kan dengan tujuan menghasilkan profit
besar, ketimbang terpecah-pecah bentuk
usaha yang kurang solid berencana.
Gambaran Medan tidak punya pemimpin
adalah gambaran ketidaktegasan
pemimpin, seperti misalnya menertibkan
pedagang kaki lima dengan cara santun
atau misalnya mendidik pengendara
kendaraan bermotor agar disiplin berhenti
di belakang garis zebra cross tatkala lampu
merah menyala. Ketidaktegasan pemimpin
adalah entitas nyata gagalnya pemimpin
berkomunikasi dengan warga. Pemimpin
gagal mengakomodir keinginan warga
untuk maju lebih baik, hingga dengan
soknyamemamerkan sebutan Medan
Kota Metropolitan. Bukankah itu sangat
menjijikkan?
Tren dan pola pemimpin muda
Mengambil contoh menggembirakan
dari pemimpin kota Bima Arya Sugiarto
dan Ridwan Kamil adalah gambaran tren
dan pola kepemimpin publik yang paling
mencolok di tengah perubahan dunia.
Untuk menyebut yang lebih hebat adalah
si muda kaya raya seperti Mark Zucker-
berg, Sergey Brin dan Larry Page, dan
Merry Riana. Pemimpin muda ternama
dan kaya bukan tidak mungkin diusung
oleh kemajuan teknologi informasi, di
mana komunikasi berlangsung cair dan
relatif terbuka. Percepatan era itu lebih
cepat, sekitar 15 tahun perubahannya.
Bandingkan dengan Era Revolusi Industri
yang perlu waktu beberapa dekade untuk
mencapai kebulatannya.
Tren anak muda sebagai pemimpin adalah
cerminan bahwa orang-orang kini lebih
rasional memilih, bahwa orang-orang
lama yang didominasi orang-orang tua
yang lebih senior diasosiakan tak lagi
berkompeten memimpin. Bahwa kondisi
ini didorong pula oleh faktor bonus
demografi, di mana orang-orang Indonesia
berusia produktif sudah berjumlah
140 juta orang yang memiliki harapan
lebih baik tentang masa depannya. Ini
artinya orang-orang muda lebih kreatif
menelurkan beragam gagasan segar dan
punya tekad mewujudkannya.
Namun demikian, mengusung para
pemimpin muda naik menjadi pemimpin
Kota Medan masih menyimpan halangan.
Sebut saja misalnya, anggapan bahwa
orang muda Medan tidak memiliki
pengalaman memimpin serumit
memimpin kota yang sarat birokratik.
Pemimpin muda kota Medan selanjutnya
harus lahir dari kepemimpinan organisasi
kepemudaan yang juga kompleks
dan memiliki jam terbang tinggi pada
program-program berkarakter penguatan
yang pernah dijalankannya. Pengalaman
memimpin organisasi di kampus, tentu
saja menjadi nilai tambah.
Harus diakui beragam organisasi
kepemudaan di Medan, tetapi sepak
terjangnya tidak terlalu dirasakan oleh
masyarakat luas. Kalau mau jujur organisasi
kepemudaan di Medan masih banyak yang
pragmatis dan hanya mengunggulkan
kepentingan pribadi untuk naik ke
tingkat berikutnya yang lebih tinggi. Ya,
pokoknya geraknya di situ-situ saja. Saya
tidak mengatakan mereka jahat atau
memiliki motif jangka pendek, namun
karena didera bisikan anggota lain, alhasil
program organisasi tidak menjadi besar. Ia
sehausnya mengarah ke lembah, di mana
masyarakat merasakannya demi tujuan
jangka panjang.
Contoh misalnya, belum ada program kerja
organisasi kepemudaan yang mendorong
secara total perihal pengembangan
ekonomi kreatif di Medan. Orang-orang
Medan yang kreatif, seperti penyanyi justru
berangkat ke Jakarta untuk mengail rejeki,
tidak mengembangkan bersama kawan-
kawan di Medan untuk bersaing dengan
kota lain. Padahal kalau mau ditelisik lebih
jauh, potensi ekonomi kreatif tidak kalah
dengan anak muda di kota lainnya di
Indonesia.
Organisasi kepemudaan ataupun
komunitas lain harus mengembangkan
program kerja mereka dalam wujud nyata
yang memiliki nilai kewirausahaan, ada
nilai tambah ekonomi. Jikalau seorang
anak Medan memiliki bakat membuat
komik strip misalnya, mereka jangan
berhenti memamerkannya di media
sosial. Organisasi kepemudaan bersama
perusahaan swasta mendorong mereka
menambah nilainya dalam bentuk visual
lainnya, seperti film animasi dalam format
iklan produk lokal atau dengan durasi yang
19. 19
lebih panjang, tetapi berkonten budaya
Medan yang beragam.
Hal yang sama dapat diterapkan pada
bakat membuat peranti lunak mobile,
pembuat film dan lain-lain. Semuanya
dipadukan pada lembaga inkubator
yang menjembatani mereka dengan
para calon investor dalam membuat
startup company(perusahaan rintisan).
Tanpa pemanfaatan konsep itu
potensi kreatif akan menjadi sia-sia
dan hanya berakhir di lemari. Pada
pokoknya, mesti ada entitas kota ini
yang mempunyai nyali besar untuk
menyusun kerangka besar masa depan,
tempat anak muda ini berkreasi dan
memiliki sikap berwirausaha.
Sekolah Wirausaha
Satu lagi pekerjaan rumah organisasi
kepemudaan dan komunitas di Medan,
dan tentu saja ini didorong oleh
pemimpin-pemimpin senior lainnya
adalah menggagas sekolah wirausaha
secara serius. Sekolah dalam hal ini ada
kajian kurikulum yang tepat, bukan
sekadar workshop sehari-dua hari
yang ecek-ecek atau seminar yang
terkadang lebih mirip kuliah daripada
mendekatkan mereka kepada dunia
nyata. Sekolah wirausaha bertujuan
mendidik perihal uang, utang, aset,
liabilitas dan investasi. Rentang
waktunya bisa 6 bulan ataupun 2 tahun.
Kelak jikalau sekolah ini berhasil, maka
bisa diterapkan dalam muatan lokal di
sekolah-sekolah. Peserta didik bukanlah
kaum mahasiswa, tetapi ibu rumah
tangga bahwa anak SD sekalipun.
Saya mengungkapkan ini, sebab karak-
ter bangsa kita ini masih bernyali pega-
wai, bukan pengusaha yang tidak bera-
ni mengambil resiko, yang tidak berani
berutang untuk sejahtera. Mental orang
Indonesia masih dihiasi pemikiran,
bahwa dengan bersekolah setinggi-
tingginya, maka mendapatkan gaji,
tunjangan dan bonus sebesar-besarnya.
Ketika gaji sudah tinggi pada perusa-
haan besar, ia merasa sudah menjadi
kapitalis, padahal ia tidak lebih adalah
kapitalis manajerial, bukan kapitalis
sejati yang bersandarkan diri pada cara
mengatasi resiko dan menghadapi rasa
takut dengan memiliki bisnis sendiri
dan berinvestasi di perusahaan lain.
Maaf pula kalau saya katakan
masyarakat kita masih terlalu
bergantung pada pemerintah, berharap
menyediakan lapangan pekerjaan,
mendapatkan insentif dan mendorong
pemimpin kota menghadirkan investor
asing masuk. Padahal sesungguhnya
dengan menjadi pengusaha di negeri
sendiri, nilai tambahnya lebih besar
daripada mengajak perusahan asing
di tanah sendiri. Kita kurang terdorong
mengimbangi kinerja pemerintah yang
sebenarnya sudah cukup kompleks.
Mengapa tidak memulai membuang
sampah pada tempatnya, misalnya.
Bukankah perubahan sikap itu efektif
menghindari banjir di rumah kita,
daripada sekadar memaki-maki petu-
gas kebersihan yang enggan menyapu
pinggiran jalan kita?
Akhir kata ini yang harus saya
sampaikan kepada calon Medan 1. Saya
dan segenap anak Medan memiliki
harapan besar kepada pemimpin kota
ini nantinya. Kami berharap hidup hari
ini di Medan adalah mimpi buruk, tetapi
kenyataannya tidak. Sekuat apapun
kami mencubit, ia tetap nyata. Tanpa
kejujuran, ketulusan, serta kerja nyata
dan tegas, calon Medan 1 akan tampak
kerdil dan rendah di hadapan warga
serta pasti akan tampak“sebelas dua
belas”dengan para pemimpin kota
ini sebelumnya yang berakhir dalam
keterpurukan, membawa kota ini ke
jalan yang tidak jelas.
20. 20
SASTRA | SINTA
19
Sinta
Toh setelah
mencari-cari alasan
yang membuatnya
menyukainya, dia
hanya menemukan
kegantengan sematalah
penyebabnya.
“Tidak takut sendiri?”tanya Ganup.
“Sudah biasa.”
“Tadi sudah ke sopo yang itu,”
sambung Ganup sembari menunjuk
ke sebelah kanannya,“atapnya bocor.”
Sinta mencoba memperhatikan
lebih dalam tamu tiba-tibanya itu.
Sedari tadi mereka nyaris tidak
bertatapan. Ganup menghadap ke
sebelah sungai. Sinta menghadap
Ganup. Dengan begitu dia leluasa
menata diri. Terbersit sekilas angan.
Sesungguhnya bukan angan.
Semester silam tertera beberapa nilai
di rapornya yang mendatangkan
amarah ibunya. Dia merasa sudah
mengerahkan semua tenaga untuk
belajar. Di titik inilah dia menemukan
satu jalan terang.“Ganup,”bisiknya
dalam hati. Tiba-tiba Ganup berpaling
sempurna.“Semester depan kita akan
satu sekolah.”
Lama Sinta terdiam. Dia perhati-
kan lagi pria, yang entah kenapa,
dia rasai telah mencubit satu sisi
kecil hatinya. Cubitan kecil yang
mendatangkan asa. Dia kemudian
membayangkan bangku sekolah.
Lalu teringat guru-gurunya. Melintas-
lintas pula beberapa teman-teman
sekelas. Sekarang dia baru saja
menambahkan satu teman baru di
daftar teman-temannya: Ganup.
“Aku akan dapat saingan baru.”Sinta
mencoba mencairkan kebekuan.
Ganup tidak membalas.
“Maksudku, aku akan sangat berun-
tung berteman denganmu.”
“Kita bahkan belum kenalan,”jawab
Ganup sembari mengumbar senyum.
Sinta mengulurkan tangan. Dia
tidak menyadari senyum simpulnya
membuat teman barunya itu tak
segera menyambut tangannya.
“Kenapa?”tanya Sinta. Agak-agaknya
Ganup grogi. Sinta memang ayu.
Semua ungkapan puja-puji ke
bidadari kerap dialamatkan teman-
temannya kepadanya. Meski hidung
tidak bisa disebut mancung, kedua
mata itu sangat bening. Rambutnya
menyapu-nyapu keningnya. Warna
kulitnya yang tak begitu cerah
berpadu dengan senyum renyah
ditambah pula tutur kata yang
anggun membuat siapa saja yang
bersua dengannya serasa diawasi
bidadari-bidadari sorgawi karena satu
orang temannya sedang terdampar di
bumi.
Ganup tidak berencana sedikit pun
untuk menyerangnya dengan rayuan.
(bagian II)
Dian Purba
purbadian@gmail.com
21. 21
Sesuatu yang sering dilakukan tiap kali
bertemu gadis cantik. Bukan karena dia
menggigil kedinginan, namun lebih-lebih
karena sesuatu alasan yang dia sendiri
pun tidak tahu.
“Padi-padi itu sudah menguning,”Ganup
mengalihkan suasana.“Belum bisa
dipanen?”
“Semestinya sudah. Tapi anak tulangku
menikah hari ini.”
“Besok aku bisa ke mari lagi?”
“Besok hujan tidak akan turun lagi.”
Ganup tertawa.“Tidak untuk hujan, tapi
untuk padi itu,”seru Ganup. Sebelum
Sinta berhasil menyimpulkan, Ganup
kembali berujar,“Bapak sering cerita
tentang hauma. Aku rela tak digaji mem-
bantu Sinta manggotil [v].”
Sesingkat itu sesungguhnya perkenalan
mereka. Sore itu mereka berjalan
beriringan di jalan sempit ke kampung.
Tentu saja hujan masih turun. Dua helai
daun pisang mereka tebas dan dijadikan
pengganti payung. Hampir-hampir
mereka tidak bercakap sepanjang jalan.
Pastilah Sinta terpeleset di jalan yang
sesekali licin. Dan pasti pulalah Ganup
bertindak semestinya melihat Sinta
nyaris terjatuh. Setelah itu kemudian
mereka tertawa bersama. Mereka
kemudian mengambil ranting kayu dan
memasukkan sandal mereka berdua ke
sana. Memilih bertelanjang kaki di jalan
licin sepertinya cukup ampuh. Parit di
dekat desa mereka manfaatkan mencuci
kaki dan membersihkan sandal mereka
yang kotor.
“Kalaupun besok tak mendapat ijin dari
orangtuamu ikut manggotil, harapan
terakhirku hanyalah pada hujan,”ujar
Ganup sebelum jalan memisahkan
mereka. Sebelum Sinta berpaling, tam-
pak jelas wajahnya memerah.
***
Masa panen sudah usai. Emak-emak
bahkan sudah menggiling gabah mereka
dan menjualnya untuk keperluan-
keperluan sekolah anak-anak. Banyak
orang kota yang berkunjung ke desa ini
berpendapat warga desa sesungguhnya
tidak mendapat untung apa-apa dari
menanam padi. Terlebih-lebih, menurut
mereka, pola bertani yang sekarang ini
sudah sangat tradisional, tidak mengikuti
jaman.
Namun, warga desa tidak ambil pusing
dengan pendapat mereka. Bagi mereka
padi, sawah, dan hauma tidak semata-
mata perkara untung-rugi. Bagi mereka
padi adalah bagian dari penghuni rumah.
Kita akan menjumpai rumah-rumah
warga tidak akan pernah kering dari
padi. Mereka selalu meninggalkan paling
tidak satu karung padi meski mereka
mesti membeli beras untuk ditanak
di dapur. Kepercayaan ini lebih-lebih
untuk menggambarkan kesiapsiagaan
untuk menangkal sesuatu yang tidak
diharapkan terjadi.
Inilah yang diterangkan Sinta ke Gan-
up suatu siang saat mereka pulang
dari sekolah. Mereka cukup banyak
waktu untuk berganti kisah tentang
diri mereka masing-masing. Jarak dari
desa ke sekolah enam kilometer. Saban
pagi, pukul enam, mereka sudah mesti
berjalan kaki. Demikian juga di selepas
sekolah. Waktu sejam untuk menempuh
yang enam kilometer itu terpakai
sempurna. Sinta merasakan kakinya
semakin ringan saja melangkah.
Sinta selalu bertanya-tanya kenapa
Ganup menganggurkan motornya
di rumah oppungnya dan memilih
berjalan kaki 12 kilometer setiap hari.
Tapi dia selalu berusaha menutupinya
dengan senyum sumringah. Dia
tahu Ganup melakukan itu demi dia.
Setiap kali memikirkan itu Sinta selalu
mengakhirinya dengan senyuman.
(bersambung ...)
20
22. 22
ILHAM SEHAT | TIDUR SIANG
22
S
emasa kecil dahulu, kita tentu
ingat, orangtua kita kerap
mengingatkan untuk tidur siang.
Anjuran tersebut tidak sekedar kiat
‘mengheningkan’ suasana rumah
sejenak.Namun,adasejumlahmanfaat
penting dalam jeda sementara bagi
tubuh kita.
Kebanyakan orang menggunakan waktu
malam hari untuk tidur dan siang hari untuk
bekerja.Olehkarenaitubagibeberapaorang
yang sibuk bekerja mungkin tidak memiliki
waktu untuk tidur siang. Tidur merupakan
aktivitas penting, karena dapat membantu
memulikan tenaga setelah kelelahan
beraktivitas. Disamping juga bermanfaat
bagi kesehatan otak dan tubuh kita.
Sila lirik lima manfaat penting Tidur Siang,
yang kami rangkum dalam edisi ini.
5 MANFAAT
TIDUR SIANG
23. 23
Manfaat
Tidur Siang
bagi
Kesehatan
Meningkatkan daya ingat
Sebuah penelitian tahun 2008 menemukan bahwa
tidur siang selama 45 menit bisa membantu
meningkatkan daya ingat. Peningkatan ini terjadi
dalam fase slow-wave sleep atau tidur gelombang
pendek sebagaimana biasa terjadi saat tidur siang.
Meningkatkan produktivitas
Tidur siang dapat melindungi otak dari pengolahan
informasi yang terjadi secara berlebihan dan
membantu mengkonsolidasikan informasi yang
baru dipelajari.
Mengobati insomnia
Penelitian telah menemukan bahwa orang yang tidur
siang selama 15 menit merasa lebih waspada dan
kurang mengantuk, bahkan ketika malam hari sebel-
umnya kurang tidur.
Menurunkan stres
Ingin memotong hormon stres kortisol sebanyak
separuh? Penelitian menunjukkan bahwa hormon
stres secara dramatis mengalami penurunan setelah
tidur siang, terutama jika semalam tidurnya kurang
begitu nyenyak.
Mencegah penyakit jantung
Tidur siang yang pendek selama 20-40 menit bisa
mengurangi risiko penyakit kardiovaskular seperti
jantung dan stroke.
25. 25
Gereja dan Pemanasan Global
I
nilah yang kita namai dengan
kamuflase hijau. Perubahan bentuk
perusahaan-perusahaan perusak
lingkungan menjadi laiknya penyelamat
bumi dengan mengenakan topeng
“hijau”. Salah satu topeng itu adalah
dengan menggunakan media-media besar
berpromosi. Iklan-iklan itu akan sangat
berbahaya saat anak-anak tumbuh dengan
pikiran bahwa perusahaan-perusahaan
tersebut jagoan pelestari lingkungan.
Dan tidak ada yang lebih menyedihkan selain
pemerintah dan organisasi antarpemerintah dapat
diyakinkan agar lebih banyak mengalah dalam
menuntut penuaian kewajiban dan pertanggung-
jawaban mereka karena telah merusak alam.
Food Estate di tanah Papua membuat kesedihan
itu terjadi. Di bawah panji “Menjaga ketahanan
pangan Indonesia”, pemerintah lewat Departemen
Pertanian menggulirkan megaproyek penggunaan
lahan 1,6 juta hektar tanah Merauke untuk lahan
pertanian. Tidak kita temukan masalah cukup
berarti andai lahan yang luasnya sama dengan
setengah luas Jawa tengah itu diperuntukkan
bagi rakyat Papua. Kekuatiran kita memuncak saat
pemerintah memastikan proyek ini diserahkan 100
persen ke swasta. Yang kita saksikan kemudian
adalah berbondongnya para konglomerat
Indonesia membagi-bagi jatah bererbut kue baru
(bagian II)Gereja dan Pemanasan Global
(bagian II)
26. 26
Gereja tidak
terpisah dari
semua proses
itu. Proses
penghancuran
terjadi kasat
mata. Gereja
melihat. Gereja
mendengar.
Gereja
mengalami
sendiri
bagaimana
kekuatan-
kekuatan itu
menjajah
kehidupan di
bumi. Orang
Kristen tidak
hidup dalam
komunitasnya
sendiri.
“
di bumi Papua. Sebut saja beberapa: Arifin
Panigoro di bawah bendera Medco Foundation
& Conservation Internasional mendapat jatah
35.000 hektar; Siswono Yudo Husodo di bawah
bendera PT Bangun Tjipta Sarana mendapat
jatah 8.000 hektar; Hashim Djojohadikusumo,
PT Cemexindo Internasional, mendapat jatah
200 hektar; Tomy Winata, bos Grup Artha
Graha, mendapat jatah 2.500 hektar.
Pemerintah memanjakan pengusaha kakap
itu dengan insentif semenarik mungkin. Bank
Mandiri menggelar acara khusus yang mereka
namai “Papua Invesment Day”. Pertemuan
ini untuk menyinergikan korporasi sebagai
investor dengan pemerintah dan perbankan.
Pemerintah juga menjamin, melalui Bupati
Merauke John Gluba Gebze, para investor
takkan mendapat gangguan dari masyarakat
adat di sana. Selain itu, dana awal Rp 3 triliun
telah disiapkan guna membangun jalan dan
pembangunan pelabuhan.
Tujuan food estate sangatlah mulia: menjaga
perut penduduk Indonesia tidak kekurangan
makanan. Kita lantas bertanya, kenapa urusan
teramat penting ini diserahkan sepenuhnya
kepada swasta? Di kemanakan rakyat
Papua? Kenapa pemerintah tidak pernah
memberdayakan mereka? Para konglomerat
itu mendapat tanah gratis, insentif pajak,
serta upah buruh murah. Petani Merauke
akan semakin terpinggirka karena lahan
semakin sempit. Cara pandang pemerintah
dengan cara pandang rakyat Papua dengan
tanah itu bertolak belakang. Rakyat Papua
memperlakukan tanah itu sebagai tanah adat,
pemerintah memandangnya sebagai lahan
produksi. Sekali lagi, rakyat Papua yang petani
kecil akan diposisikan sebagai penonton di
pinggiran saja.
Dampak lain penggunaan lahan seluas itu
tentu saja menunjukkan ketidakkonsistenan
pemerintah menjalankan apa yang sudah
disepakatinya sendiri saat KTT Perubahan Iklim
berlangsung di Kopenhagen, Denmark, be-
berapa waktu lalu. Pemerintah RI berjanji akan
mereduksi emisi gas rumah kaca hingga 26
persen pada 2020.Target itu hanya akan terjadi
apabila pemerintah mengurangi alih fungsi
lahan sebesar 14 persen, manajemen sampah
yang benar 6 persen, dan efisiensi energi 6
persen.
Selanjutnya kita akan menyaksikan
penebangan besar-besaran pohon hutan
tropis dan menggantinya dengan tana-
man satu jenis. Kekayaan alam berupa fauna
dan hayati akan terancam keberadaannya.
Pemerintah memandangnya berbeda: “Itu
lahan kosong dan tidak terpakai. Jadi, per-
gilah ke sana, lihatlah betapa luasnya lahan
kosong itu,” kata Wakil Menteri Pertanian RI
Bayu Krisnamurti. Gejala kebijakan seperti
ini dinamai pemerintah sebagai perwujudan
“iklim bisnis yang kondusif”. Iklim di mana:“kini
pejabat negara bertindak sebagai “pengusaha”
yang menjual kota, wilayah, dan apa (pun)
yang bisa ditawarkan kepada investor global.
Policy disebut sukses apabila pengusaha
berdatangan melakukan investasi, dalam
supermarket dan malls, sekolah dan rumah
sakit internasional (dan juga hutan)”.
Dan sampailah kita ke penyumbang terbesar
karbon dioksida: pembakaran bahan bakar
fosil. Bahan bakar fosil terdiri dari minyak bumi,
gas alam, dan batubara. Untuk keperluan
pembahasan topik ini, kita mesti melebarkan
diskusi kita betapa perusahaan-perusahaan
besar lintasnegara (perusahaan transnasional:
selanjutnya disingkat PTN) memainkan peran
maksimal memanaskan suhu bumi. Lantas,
kampanye-kampanye raksasa mereka yang
“memaksa” kita betapa mereka seolah-olah
bertindak sebagai penyelamat bumi harus kita
artikansebagaipenggunaantopengkamuflase
hijau semata.
Penggunaan bahan bakar fosil melonjak naik
saat revolusi industri abad ke-18 meletus.
Saat itu batubara menjadi sumber energi
dominan. Pertengahan abad ke-19 minyak
bumi menggeser posisi batubara. Abad ke-
20 penggunaan gas diperkenalkan. Pasca
penemuan mesin uap, industri berkembang
laiknya jamur di musim hujan. Dan kini,
kegiatan-kegiatan PTN menghasilkan 50
persen lebih dari semua gas rumah kaca yang
dikeluarkan oleh seluruh sektor industri.
“Kita”menggalilebihdarienammiliartonbahan
bakar fosil yang menghasilkan gas rumah kaca
terbanyak dari bumi setiap tahunnya. Dari
ketiga bahan bakar fosil itu, batubara berbiaya
paling rendah, harganya murah, berjumlah
banyak, dan yang paling kotor dibandingkan
koleganya. Kabar buruk kita terima dari negeri
Tiongkok. Cina berencana membangun 762
pembangkit listrik tenaga batu bara. Efek yang
dihasilkan bagi lingkungan dari pembakaran
2,5 miliar ton batubara setiap tahun sangat
serius dan luas cakupannya. Kualitas udara
yang buruk mengakibatkan sekitar 400.000
kematian premature setiap tahun di Cina. Dan
kemungkinan besar negeri Tirai Bambu ini
telah mengalahkan Amerika Serikat sebagai
penghasil CO2 terbesar di dunia.
Di perkotaan, kendaraan motor bertanggung
jawab atas 90 persen polusi udara. Tahun 1970,
jumlah kendaraan bermotor sekurangnya 200
juta kendaraan. Tahun 2006 lebih dari 860 juta.
Dan di Amerika Serikat saja, 1,4 miliar bensin
dikonsumsi setiap hari tahun 2004.
Inilah akibat dari penggunaan bahan bakar
27. 27
fosil: emisi partikel, SO2, NOx, dan CO2. Emisi
partikel, SO2, dan NOx adalah bahan polutan
yang berhubungan langsung dengan kesehatan
manusia. SO2 menyebabkan problem saluran
pernapasan; radang paru-paru menahun;
hujan asam yang dapat merusak lingkungan
danau, sungai, dan hutan; mengurangi jarak
pandang. NOx menyebabkan sakit pada saluran
pernapasan; hujan asam; dan ozon menipis
yang mengakibatkan kerusakan hutan. Par-
tikel/debu mengakibatkakn iritasi pada mata
dan tenggorokan; bronkitis dan kerusakan
saluran pernapasan; dan mengganggu jarak
pandang. Emisi CO2 merupakan sumber terbesar
yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
pemanasan global dan kerusakan ekosistem.
Emisi CO2 tidak berhubungan langsung dengan
kesehatan.
Pada tahun 1995 total emisi CO2 sebesar 156 juta
6 ton per tahun dan meningkat menjadi 1.077 juta
ton per tahun pada tahun 2025 atau meningkat
rata-rata sebesar 6,6 % per tahun dalam kurun
waktu 30 tahun. BerdasarkanWorld Development
Report 1998/99 dari Bank Dunia, total emisi CO2
dunia pada tahun 1995, baik berasal dari peng-
gunaan energi maupun dari sumber lain sebesar
22.700 juta ton. Negara yang mempunyai emisi
CO2 terbesar adalah Amerika Serikat yaitu sebesar
5.468 juta ton atau sebesar 24,1 % dari total emisi
CO2 dunia, sedangkan Indonesia mempunyai
emisi sebesar 296 juta ton atau sebesar 1,3 % dari
total emisi CO2 dunia.
Pertobatan ekologis
Lantas, setelah begini, langkah kita jejakkan ke
sebelah mana? Di mana gereja menempatkan
posisinya? Atau pertanyaannya barangkali
boleh diubah: bagaimana kesiapan gereja
menghadapi arus deras perusakan lingkungan
tersebut? Deretan pertanyaan itu mengingatkan
kita dengan kelahiran teologi pembebasan di
Amerika Latin yang gaungnya juga kedengaran
di Indonesia.
Amerika Serikat dan Eropa Barat teramat
kuatir paham komunisme menjamur di dunia
ketiga. Berbagai cara yang mereka lakukan
menghempang penyebaran paham yang
bersebarangan dengan paham kapitalisme itu
kita kenal dengan Perang Dingin. Amerika dan
sekutunya menelurkan istilah “pembangunan”
(developmentalism). Penerapan paham ini di
lapangan: aliran kenikmatan luar biasa dirasakan
rezim-rezim korup dengan bantuan persenjataan
dan dana-dana segar. Tentulah rakyat tidak men-
dapat apa-apa selain “menikmati” asiknya negara
memperkaya diri sembari memiskinkan rakyat.
Dan senjata-senjata itu terarah langsung ke wajah
rakyat saat mereka mencoba berdiri berseberan-
gan. Penolakan dengan kondisi inilah yang mel-
ahirkan istilah “pembebasan” itu. Demikianlah,
gereja bangkit menggaungkan suara kenabian
menentang kezoliman ini. Teologi pembebasan
diracik dari perpaduan apik iman Kristen dengan
Marxisme.
Di Indonesia kita mengenal Romo Mangunwijaya
yang dengan istilah berbeda, teologi
pemerdekaan, mengaktualisasikan nalar dan
pikiran selaku instrumen pertanggungjawaban
sikap manusia beriman terhadap diri sendiri,
sesama manusia, dan Tuhan.
Mengacu ke teologi pembebasan di Ameri-
ka Latin, Romo Mangun mengartikan teologi
pemerdekaan ke dalam dua hal. Pertama, pen-
emuan bahwa, teologi, apalagi gereja, pada haki-
katnya bukanlah kumpulan dogma-dogma yang
abstrak, tetapi sistematisasi sikap serta peristiwa
konkret, kontekstual. Karena itu ia harus selalu
diuji dan ditinjau kembali di dalam dan oleh pen-
galaman serta penghayatan peristiwa-peristiwa
dunia, bangsa, maupun perorangan. Kedua, bah-
wa teologi pemerdekaan pun bukan segugusan
tesis-tesis abstrak yang tugas pertamanya harus
dikuliahkan, melainkan sesuatu yang dikerjakan,
dalam suatu perjalanan praktis konkret dalam
dialog dan proses meremajakan diri dengan
fakta dan data-data; sekaligus suatu sumbangan
hidup demi sejarah pemerdekaan manusia yang
tertindas dan terbelenggu.
Gereja-gereja ditantang. Ijinkan saya
menghaturkan ini: terima tantangan itu. Semua
data-data di atas, dan semua data-data yang
belum tercatum tentang betapa planet yang kita
tempati ini sudah begitu rusak, mestilah menjadi
pengetahuan wajib setiap anggota jemaat.
Tantangan ini ditujukan bukan hanya semata
ke geraja secara institusional, melainkan wujud
mendasar dari pertanggungjawaban iman.
Gereja tidak terpisah dari semua proses itu. Proses
penghancuran terjadi kasat mata. Gereja melihat.
Gereja mendengar. Gereja mengalami sendiri
bagaimana kekuatan-kekuatan itu menjajah
kehidupan di bumi. Orang Kristen tidak hidup
dalam komunitasnya sendiri. Juga tidak hidup
hanya untuk kepentingan komunitasnya sendiri,
tetapi hidup bersama dan punya kepentingan
dengan yang lain.
Mata air di lembah sudah lama kering. Gunung-
gunung tak lagi dikitari aliran air kehidupan.
Binatang-binatang di padang sudah lama punah.
Siulan burung merdu di pepohonan di antara
daun-daun sudah lama tidak bersenandung
bersahut-sahutan. Dengan demikian, diskusi ini
menemukan kembali awal baru memulai sebuah
pembicaraan serius dan kemudian melanjutkan
perjalanannya: tindakan apa semestinya dilakoni
menyelamatkan bumi?
29. 29
LAPO AKSARA
Ananta Bangun
anantabangun.com
Redaktur Tulis di
Lentera News
29
KAPAK PENEBANG POHON
S
eorang pria bertenaga kuat, pada
satu hari, melamar pekerjaan di
Usaha Perkayuan. Kepada si Pemilik
usaha itu, ia memohon diterima sebagai
penebang kayu. Menilik postur tubuh
dan ototnya yang besar si pemilik usaha
itu pun coba menguji pria tersebut.
Sesuai posisinya, ia diuji berapa banyak
pohon yang mampu ditebangnya dalam
satu hari itu.
Hasilnya memuaskan. Pria tersebut
dapat menebang sebanyak 20 pohon
dalam satu hari itu. Pemilik Usaha
Perkayuan pun menerimanya, dan dapat
mulai bekerja mulai esok hari. Pada
lima hari pertama bekerja, tak ada yang
berubah dari hasil kerja pria tersebut.
Dengan bersemangat, ia kerap mampu
menebang 20 pohon dalam satu hari.
Keanehan terjadi di hari ke-6, hanya
19 pohon yang mampu ia tebas.
VHatinya pun sedikit gusar. Perasaan
heran dan gelisahnya semakin hari
semakin membubung. Tatkala cuma 15
pohon yang dapat ditebangnya pada
hari ke-10.“Ada apa dengan diriku?”Ia
bertanya dalam hati.
Pada akhirnya sang penebang tersebut
tak kuasa menahan jengkel di hari
ke-20. Musababnya, pada satu hari
itu ia cuma menebang 2 pohon saja.
Sembari menahan malu, ia kemudian
mengadukan permasalahannya itu
kepada si Pemilik Usaha Perkayuan.
Perihal penurunan kinerjanya selama 20
hari tersebut.
Sang Pemilik usaha pun menjawab anak
buahnya dengan bertanya:“Apakah
selama 20 hari tersebut, kamu pernah
mengasah kapakmu?”
“Tidak, Pak. Karena saya sungguh
sibuk untuk bekerja memenuhi target,
menebang banyak pohon,”aku pria itu.
“Nah. Ini lah yang menjadi akar
masalahmu. Kegigihan dalam bek-
erja tak dibarengi perhatian pada
alat yang menopang pekerjaanmu,”
terang si Pemilik.“Tentu mustahil
engkau mencapai targetmu, jika hanya
mengandalkan tenaga fisikmu saja.”
Kisah di atas bukanlah ihwal baru
dalam perjalanan hidup kita. Namun,
kerap saja kita terlupa bahwa setiap
profesi yang kita tekuni membutuhkan
‘perkakas khusus’. Bila penebang pohon
mengandalkan pohon, maka petani juga
memberdayakan cangkul. Pun nelayan,
polisi dan rupa profesi lainnya.
Bagaimana dengan profesi yang
mengandalkan kecerdasan semata.
Terlebih bagi sosok pemimpin bagi
banyak insan. Dengan apakah kita
mengasahnya? Boleh jadi fikiran kita
lalu mencuat pada kisah silam di Alkitab.
Yakni ketika Raja Salomo memohon
hikmat kebijaksanaan dari Allah; alih-alih
meminta kekayaan berlimpah.
Maka Allah pun menjawab permohonan
putra Daud itu:“Oleh karena itu yang
kauingini dan engkau tidak meminta
kekayaan, harta benda, kemuliaan atau
nyawa pembencimu, dan juga tidak mem-
inta umur panjang, tetapi sebaliknya eng-
kau meminta kebijaksanaan dan penger-
tian untuk dapat menghakimi umat-Ku
yang atasnya Aku telah merajakan
engkau, maka kebijaksanaan dan penger-
tian itu diberikan kepadamu ; selain itu
Aku berikan kepadamu kekayaan, harta
benda dan kemuliaan, sebagaimana
belum pernah ada pada raja-raja sebelum
engkau dan tidak akan ada t pada raja-
raja sesudah engkau.”(2 Tawarikh 1:8-12).
Marilah kita tetap‘mengasah’hati dan
‘perkakas’kita dengan tekun, rendah
hati dan penuh syukur yang selalu
ditengadahkan bagi-Nya.