1. Tanah & Bangunan: Aset Tetap,
Properti Investasi, atau Aset Tidak
Lancar yang Dimiliki untuk Dijual
Pertemuan 12
2. • Tanah, bangunan, peralatan, & “aset tetap”
lainnya mungkin seringkali dianggap sebagai
“aset tetap”. Tetapi, dalam akuntansi suatu
aset yang seringkali dianggap “aset
tetap” belum tentu aset tetap. Suatu Wujud
fisik (berbentuk bangunan atau tanah
misalnya) belum tentu secara substansi
merupakan aset tetap (dalam PSAK 16 tentang
Aset Tetap). Bangunan, misalnya, bisa saja
merupakan aset tetap atau properti investasi.
3. Untuk membedakan aset tetap, properti
investasi, dan inventory,
pemahaman definisi masing-masing jenis aset
tersebut penting.
• Aset tetap adalah aset berwujud yang
(a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau
penyediaan barang atau jasa, untuk
direntalkan kepada pihak lain, atau untuk
tujuan administratif
(b)diperkirakan untuk digunakan selama lebih
dari satu periode (PSAK 16.06)
4. • Properti investasi adalah properti (tanah atau
bangunan atau bagian dari suatu bangunan
atau keduanya) yang dikuasai (oleh pemilik
atau lesee melalui sewa pembiayaan) untuk
menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai
atau keduanya, dan tidak untuk
(a) digunakan dalam produksi atau
penyediaan barang atau jasa atau untuk
tujuan administratif; atau
(b) dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari
(PSAK 13.05)
5. • PSAK 58, Aset Tidak Lancar yang Dimiliki
untuk Dijual dan Operasi yang
Dihentikan menyatakan bahwa : “Entitas
mengklasifikasikan suatu aset tidak lancar
(atau kelompok lepasan) sebagai dimiliki
untuk dijual jika jumlah tercatatnya akan
dipulihkan terutama melalui transaksi
penjualan daripada melalui pemakaian
berlanjut.”
6. Aset Tetap VS Properti Investasi
• Berdasarkan definisi tersebut, jelas bahwa aset tidak
lancar (misalnya tanah dan bangunan) diklasifikasikan
sebagai aset tetap jika digunakan selama lebih dari satu
tahun dan digunakan untuk menghasilkan produk atau
jasa dalam operasi utama perusahaan.
• Sedangkan properti investasi adalah aset tidak lancar
(properti) yang dikuasai perusahaan untuk
menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau
keduanya, tetapi tidak untuk digunakan dalam kegiatan
usaha sehari-hari.
• Perhatikan, terdapat kesamaan di dalam definisi aset
tetap dan properti investasi, yaitu kata “rental”.
7. • Jika perusahaan menyewakan (merentalkan)
suatu aset tidak lancar, kapan aset tersebut
diakui sebagai aset tetap? Kapan diakui
sebagai properti investasi?
• Untuk mengetahui kapan “rental” merupakan
aktivitas operasi utama dan kapan “rental”
bukan merupakan operasi utama, PSAK 13
memberikan panduan untuk
membedakannya.
8. • PSAK 13 paragraf 6-15 menyediakan panduan
implisit dalam mengklasifikasikan suatu aset tidak
lancar sebagai properti investasi atau aset tetap
yang disajikan secara singkat berikut ini:
• Beberapa hal perlu diperhatikan untuk
mengklasifikasikan suatu aset tidak lancar sebagai
properti investasi atau aset tetap
• Dalam PSAK 13 paragraf 7 (selanjutnya disingkat
menjadi PSAK 13.XX, di mana XX merupakan
paragraf, jadi contohnya PSAK 13.07) disebutkan
bahwa properti investasi menghasilkan arus kas
yang sebagian besar tidak bergantung pada aset
lain yang dikuasai oleh entitas.
9. • Misalnya, perusahaan multinasional seperti Trans Corp.
(yang beberapa propertinya antara lain Trans Studio
Mall dan Trans Luxury Hotel di Bandung) membeli
sebuah bangunan di Jakarta. Jika Trans menyiapkan
bangunan tersebut secara signifikan dalam rangka agar
dapat dioperasionalkan sebagai pusat perbelanjaan
yang memadai (dijadikan mall), maka bangunan
merupakan aset tetap bukan properti investasi. Tapi
jika Trans hanya menyewakan saja bangunan tersebut
kepada merchant-merchant untuk berdagang, tanpa
menyediakan bangunan tsb dengan fasilitas yang
memadai untuk dijadikan pusat perbelanjaan, maka
properti tersebut adalah properti investasi. Persyaratan
ini disebut dengan Independence of Generation of
cash flow (atau disingkat Generation of cash flow).
10. • Jadi, secara konseptual, generation of cash flow
merupakan kriteria untuk menentukan apakah
suatu properti digunakan untuk kegiatan
operasional atau bukan. Kalau perusahaan
menyediakan fasilitas yang signifikan agar
bangunan dapat digunakan untuk dioperasikan
sebagai pusat perbelanjaan maka bangunan
tersebut adalah aset tetap karena dengan
fasilitas yang signifikan berarti perusahaan
menjalankan usaha pengelolaan pusat
perbelanjaan.
• Tapi kalau fasilitas untuk melengkapi bangunan
tidak signifikan, berarti bangunan tersebut
diibaratkan “bangunan kosong” yang hanya
disewakan. Sehingga bangunan diklasifikasi
sebagai properti investasi
11. • Penentuan signifikansi fasilitas atau aset lain yang
terdapat di dalam suatu bangunan atau properti
tergantung dari judgement profesional (penyusun
laporan keuangan).
• Masih dengan contoh bangunan yang digunakan
sebagai pusat perbelanjaan. Di dalam pusat
perbelanjaan biasanya akan terdapat sarana dan
prasarana pendukung, seperti ruangan-ruangan toko,
kios, eskalator, lift, toilet, dan lain-lain. Signifikan atau
tidaknya fasilitas yang diberikan tergantung dari
apakah Trans menyediakan secara signifikan fasilitas
pusat perbelanjaan yang diperlukan, misalnya Trans
dapat membangun eskalator, lift, toilet, dan ruangan-
ruangan untuk toko, tetapi pedagang yang hendak
berdagang dengan kios harus menyediakan sendiri
kiosnya
12. • Tapi kalau Trans hanya menyewakan
bangunan kepada pengelola pusat
perbelanjaan, dan manajemen pusat
perbelanjaan yang mengadakan dan
mengelola seluruh fasilitas pusat
perbelanjaan, maka bangunan diklasifikasikan
sebagai properti investasi.
13. • PSAK 13.11 menyatakan bahwa suatu properti
diperlakukan sebagai properti investasi jika
entitas menyediakan jasa tambahan yang
tidak signifikan terhadap penghuni properti
yang dimilikinya. Persyaratan ini adalah terkait
signifikansi jasa tambahan (Significance of
ancillary services). Serupa dengan Generation
of cash flow, hanya saja dalam persyaratan ini,
yang diukur signifikansinya adalah “jasa
tambahan” yang diberikan perusahaan
14. • Contoh, misalnya masih dalam kasus pusat
perbelanjaan. Jasa yang diberikan perusahaan
pengelola pusat perbelanjaan antara lain
misalnya jasa customer service, tata ruang
bangunan toko, cleaning service, sekuriti, dan
lain-lain. Kalau Trans menyediakan seluruh jasa
tersebut, berarti bangunan diklasifikasikan
sebagai aset tetap karena diasumsikan Trans
menjalankan usaha pengelolaan pusat
perbelanjaan menggunakan bangunan tersebut.
Tetapi kalau Trans, misalnya, hanya menyediakan
jasa customer service dan sekuriti maka
diasumsikan jasa tambahan yang diberikan tidak
signifikan sehingga bangunan diperlakukan
sebagai properti investasi.
15. • Dalam definisi properti investasi terdapat “…yang
dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui sewa
pembiayaan)” sehingga mensyaratkan properti
investasi dikuasai atau disewa dalam suatu
kontrak finance lease. Jadi, hanya properti yang
dibeli atau disewa dalam sewa pendanaan
(finance lease) yang boleh diklasifikasikan sebagai
properti investasi.
• Ketiga kriteria pengklasifikasian properti investasi
harus terpenuhi (properti dapat menghasilkan
arus kas secara independen dari aset yang lain,
jasa tambahan yang diberikan tidak signifikan,
dan dikuasai atau dilease melalui finance lease)
agar suatu properti dapat diklasifikasikan sebagai
properti investasi.
16. • Kalau salah satu dari ketiga kriteria tersebut tidak
terpenuhi, maka bisa jadi properti terkait merupakan
aset tetap. Judgement diperlukan untuk menganalisis
properti tersebut apakah aset tetap atau properti
investasi.
• Satu Properti terdiri dari Aset Tetap dan Properti
Investasi
• Entitas bisa saja memiliki satu bangunan yang
digunakan untuk berbagai kegiatan. Jadi, dalam satu
bangunan bisa terdapat aset tetap dan juga properti
investasi. Sebagai contoh, sebuah bangunan dibeli oleh
yayasan untuk dijadikan universitas. Bangunan tersebut
memiliki sepuluh lantai: lantai dasar merupakan
foodcourt dan sisanya digunakan untuk sarana
perkuliahan. Bagaimana mengklasifikasikan bangunan
universitas ini menjadi aset tetap atau properti
investasi?
17. • Bangunan tersebut dapat diklasfikasi menjadi dua
jenis aset: aset tetap dan properti investasi jika
bagian properti dapat dijual atau dilease (finance
lease) kepada pihak lain maka bagian properti
tersebut merupakan properti investasi. Namun
jika bagian dari properti tidak dapat dijual atau
dilease (finance lease), bagian properti tersebut
diklasifikasikan sebagai properti investasi hanya
jika bagian tersebut jumlahnya signifikan
dibandingkan bagian yang digunakan untuk
operasi utama perusahaan.
18. • Dalam kasus universitas tersebut, karena
bagian foodcourt tidak signifikan (hanya
sebagian dari lantai dasar) dibandingkan
bagian properti yang digunakan untuk
aktivitas perkuliahan (9 lantai), maka
keseluruhan bangunan diklasifikasikan sebagai
aset tetap.
19. Aset Tetap vs Aset Tidak Lancar yang
Dimiliki untuk Dijual
• Aset tidak lancar juga dapat diklasifikasikan
sebagai aset tidak lancar yang dimiliki untuk
dijual.
• Misalnya, masih melanjutkan kasus Trans, Trans
memiliki bangunan yang dijadikan pusat
perbelanjaan (diasumsikan bangunan
diklasifikasikan sebagai aset tetap). Namun,
karena rendahnya penghasilan yang diperoleh
dari pengoperasian bangunan tersebut, Trans
berencana untuk menjual bangunan itu. Apakah
bangunan tersebut diklasifikasikan sebagai aset
tetap atau aset tidak lancar yang dimiliki untuk
dijual?
20. • Untuk menentukan apakah suatu aset
diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual, aset
tidak lancar harus merupakan aset tidak lancar
yang jumlah tercatatnya akan dipulihkan
terutama melalui transaksi penjualan daripada
melalui pemakaian berlanjut (PSAK 58.08)
• Aset tidak lancar yang nilai tercatatnya akan
dipulihkan terutama melalui transaksi penjualan
adalah aset yang berada dalam keadaan dapat
dijual dengan syarat-syarat yang biasa dan umum
diperlukan dalam penjualan aset dan
penjualannya harus sangat mungkin terjadi (PSAK
58.09)
21. Agar penjualan sangat mungkin terjadi, maka:
• manajemen di tingkat yang sesuai harus
berkomitmen terhadap rencana penjualan aset
dan memulai program aktif untuk mencari
pembeli dan menyelesaikan rencana tersebut
• aset harus dipasarkan secara aktif pada harga
yang pantas sesuai dengan nilai wajarnya kini
• penjualan akan dilakukan dalam waktu 1 tahun
setelah tanggal klasifikasi
• tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan
rencana penjualan aset mengindikasikan bahwa
tidak mungkin terjadi perubahan signifikan atau
pembatalan atas rencana tersebut (PSAK 58.10)
22. Seluruh kriteria tersebut harus terpenuhi agar aset
dapat diklasifikasikan sebagai aset tdk lancar yang
dimiliki untuk dijual.
• Tetapi, mungkin Trans tidak dapat menyelesaikan
penjualan aset dalam 1 tahun (kriteria 3 di atas)
mungkin karena Trans sedang membangun pusat
perbelanjaan baru sehingga bangunan yang akan
dijual masih tetap digunakan atau karena kondisi
pasar yang kurang kondusif sehingga bangunan
memerlukan waktu lebih lama untuk terjual. Lalu,
apakah bangunan tsb tetap dapat diklasifikasikan
sbg dimiliki untuk dijual?
• PSAK 58 memberikan panduan implementasi
untuk membantu kita menerapkan kriteria-
kriteria dalam paragraf 9 dan 10.
23. • Dalam pedoman ilustrasi, contoh 1 terdapat panduan
bilamana entitas menunda penjualan aset hingga
entitas menyelesaikan konstruksi bangunan baru.
Penundaan waktu pengalihan gedung yang ditentukan
oleh entitas (sebagai penjual) menunjukan bahwa
gedung tidak tersedia untuk segera dijual. Sehingga
bangunan tidak diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk
dijual.
• Kemudian, di lain kasus, jika bangunan tidak terjual
dalam jangka waktu satu tahun karena kondisi pasar
yang memburuk, tetapi Trans secara aktif menawarkan
penjualan aset karena tidak menerima penawaran
pembelian yang pantas dan sebagai responnya, Trans
menurunkan harga penjualan aset untuk menyesuaikan
dengan harga pasar, berarti aset dapat diklasifikasikan
sebagai dimiliki untuk dijual karena kriteria-kriteria di
paragraf 9 dan 10 terpenuhi.
24. • Kriteria-kriteria pengklasifikasian aset tidak lancar
yang dimiliki untuk dijual diterapkan sehingga
aset disajikan sesuai dengan substansi
ekonomiknya. Kalau kriteria tsb tdk terpenuhi,
berarti aset sama saja masih digunakan dalam
operasi perusahaan (diklasifikasikan sebagai aset
tetap) dan tidak dalam keadaan siap untuk dijual.
• Demikian panduan pengklasifikasian aset tidak
lancar ke dalam aset tetap, properti investasi,
atau aset tidak lancar yang dimiliki untuk dijual.
Semoga dapat memberi wawasan yang
bermanfaat dalam mengklasifikasikan aset tidak
lancar sesuai dengan substansi ekonomiknya
25. Empat aspek terkait standar akuntansi aset
tetap, properti investasi, dan aset tidak lancar
yang dimiliki untuk dijual:
a) pengakuan (recognition),
b) pengukuran (measurement),
c) penyajian (presentation), dan
d) pengungkapan (disclosure).
27. • Baik aset tetap maupun properti investasi diakui
jika kos perolehan dapat diukur dengan andal.
Kos perolehan adalah jumlah kas atau setara kas
yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain
yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset …
(PSAK 16.06). Jadi, hanya bila kos perolehan
dapat diukur dengan andal baru aset tetap dan
properti investasi dapat diakui. Kalau nilai wajar
aset dapat diukur dengan andal tetapi kos
perolehan tidak dapat diukur dengan andal, aset
tetap atau properti investasi tidak dapat diakui
(Picker et al, 2012).
28. • Aset tidak lancar hanya boleh diklasifikasikan sebagai
aset tidak lancar yang dimiliki untuk dijual jika aset
berada dalam keadaan dapat dijual dengan syarat-
syarat yang biasa dan umum diperlukan dalam
penjualan aset tersebut dan penjualannya harus sangat
mungkin terjadi (PSAK 58.9). Jadi, aset yang diperoleh
untuk kemudian dijual kembali dalam waktu 1 tahun
setelah akhir periode tidak dapat diakui sebagai aset
yang dimiliki untuk dijual kalau PSAK 58.9 tidak
terpenuhi. Misalnya, perusahaan memperoleh
kendaraan yang akan digunakan hanya selama 3 bulan
dan kemudian dijual kembali tidak dapat diakui sebagai
dimiliki untuk dijual kalau kriteria dalam PSAK 58 tdk
terpenuhi. Panduan penerapan kriteria klasfikasi
dimiliki untuk dijual terdapat pada bagian pedoman
implementasi PSAK 58
29. Pengukuran Aset tetap:
Pengukuran pada saat pengakuan:
• Kos perolehan meliputi:
• harga perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian
yang tidak dapat dikreditkan setelah dikurangi diskon
pembelian dan potongan lain;
• setiap kos yang dapat diatribusikan secara langsung untuk
membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan
supaya aset tersebut siap digunakan sesuai dengan maksud
manajemen;
• estimasi awal kos pembongkaran dan pemindahan aset
tetap dan restorasi lokasi aset tetap. kewajiban tersebut
timbul ketika aset tetap diperoleh atau sebagai konsekuensi
penggunaan aset tetap selama periode tertentu untuk
tujuan selain untuk menghasilkan persediaan. (PSAK 16.16)
30. • Contoh kos yang dapat diatribusikan secara langsung
adalah :
• kos imbalan kerja (sebagaimana didefinisikan dalam
PSAK 24: Imbalan Kerja) yang timbul secara langsung
dari konstruksi atau perolehan aset tetap;
• kos penyiapan lahan;
• kos penanganan dan penyerahan awal;
• kos perakitan dan instalasi;
• kos pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik,
setelah dikurangi hasil neto penjualan setiap produk
yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian
tersebut; dan
• komisi profesional. (PSAK 16.17)
31. • Contoh kos yang bukan merupakan kos perolehan aset
tetap adalah:
• kos pembukaan fasilitas baru;
• kos pengenalan produk atau jasa baru;
• kos penyelenggaraan bisnis di lokasi baru atau
kelompok pelanggan baru; dan
• kos administrasi dan overhead umum lain. (PSAK
16.19)
• Bila perusahaan membangun sendiri aset tetapnya dan
menggunakan dana yang diperoleh dari pinjaman yang
menimbulkan biaya bunga, biaya bunga dapat diakui
bila memenuhi kriteria pengakuan dalam PSAK
26: Biaya Pinjaman
32. Pengukuran setelah pengakuan:
• Entitas memilih model biaya di PSAK 16.30
atau model revaluasi di PSAK 16.31 sebagai
kebijakan akuntansinya dan menerapkan
kebijakan tersebut terhadap seluruh aset
tetap dalam kelompok yang sama. ( PSAK
16.29) Jadi, perusahaan memiliki dua
alternatif pengukuran setelah pengakuan :
model kos historis (biaya) dan model
revaluasi.
33. • Model biaya: setelah pengakuan sebagai aset, aset
tetap dicatat pada kos perolehan dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai. (PSAK
16.30)
• Model revaluasi: setelah pengakuan sebagai aset, aset
tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal
dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada
tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai setelah tanggal
revaluasi. Revaluasi dilakukan dengan keteraturan yang
cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah
tercatat tidak berbeda secara material dengan jumlah
yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada
akhir periode pelaporan. (PSAK 16.31)
34. Properti investasi:
• Pengukuran saat pengakuan:
• Properti investasi pada awalnya diukur sebesar
kos perolehan. Kos transaksi termasuk dalam
pengukuran awal tersebut. (PSAK 13.20)
• Kos perolehan properti investasi yang dibeli
meliputi harga pembelian dan setiap pengeluaran
yang dapat diatribusikan secara langsung.
Pengeluaran yang dapat diatribusikan secara
langsung termasuk, misalnya, biaya jasa hukum,
pajak penjualan, dan kos transaksi lain. (PSAK
13.21)
35. • Kos perolehan properti investasi tidak termasuk:
• kos perintisan;
• kerugian operasional yang terjadi sebelum
properti investasi mencapai tingkat hunian yang
direncanakan; atau
• pemborosan bahan baku, tenaga kerja, atau
sumber daya lain yang terjadi selama masa
pembangunan atau pengembangan properti.
(PSAK 13.22)
36. Pengukuran setelah pengakuan:
• Perusahaan dapat memilih kebijakan pengukuran
properti investasi antara metode nilai wajar atau
metode biaya (kos historis). (PSAK 13.29)
• Pada umumnya, properti investasi diukur pada
nilai wajar kecuali dalam beberapa kasus yang
jarang terjadi, yaitu di mana perusahaan tidak
dapat mengukur nilai wajar properti investasi
dengan andal, maka perusahaan menggunakan
model biaya sama seperti PSAK 16 (Aset tetap).
37. • Nilai wajar properti investasi merupakan harga
pertukaran properti antar pihak-pihak yang
memiliki pengetahuan memadai dan
berkeinginan dalam suatu transaksi yang
wajar. Nilai wajar tidak mencakup estimasi
kenaikan atau penurunan harga karena kondisi
atau keadaan khusus seperti perjanjian
pembiayaan, jual dan sewa balik tidak umum,
atau konsesi khusus yang diberikan oleh pihak
yang terkait dengan penjualan. (PSAK 13.38)
38. • Dalam pengukuran kos perolehan, baik aset tetap
maupun properti investasi, terdapat kata “dapat
diatribusikan secara langsung”. Dalam IFRS frase ini
disebut “directly attributable”. Maksudnya, hanya kos
yang benar-benar memiliki keterkaitan langsung
dengan perolehan aset yang dapat diakui sebagai kos
perolehan aset. Kos yang terkait langsung (misalnya,
overhead) tidak dapat diakui sebagai kos perolehan.
Contoh overhead: perusahaan menggunakan jasa
profesional tata ruang kota untuk menentukan lokasi
yang strategis untuk mendirikan 3 lokasi usaha baru.
Fee jasa profesional tersebut terkait dengan 3 tanah
yang akan dibeli perusahaan. Sehingga fee jasa
profesional tersebut merupakan kos overhead yang
tidak dapat diatribusikan langsung pada aset sehingga
tidak diakui sebagai kos perolehan tanah.
39. Aset tidak lancar yang dimiliki untuk dijual
• Aset tidak lancar yang dimiliki untuk dijual
awalnya dicatat pada kos perolehan lalu pada
saat pelaporan keuangan diukur pada yang
lebih rendah di antara jumlah perolehan dan
nilai wajar setelah dikurangi kos untuk
menjual. (PSAK 58.19)
40. Penyajian
• Aset tetap : disajikan sebagai aset tidak lancar, karena
akan digunakan lebih dari 1 tahun setelah akhir
periode pelaporan.
• Properti investasi: disajikan sebagai aset tidak
lancar,karena akan digunakan lebih dari 1 tahun setelah
akhir periode pelaporan.
• Aset tidak lancar yang dimiliki untuk dijual: disajikan
sebagai aset lancar, karena akan dijual dalam waktu 1
tahun setelah akhir periode. Pengecualian diterapkan
bila aset akan dijual lebih dari 1 tahun (sehingga tetap
diklasifikasikan sebagai aset lancar) (Lih. PSAK 58.12
dan lampiran B)
41. Pengungkapan
Aset tetap:
• Laporan keuangan mengungkapkan untuk setiap
kelompok aset tetap:
• dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan
jumlah tercatat bruto;
• metode penyusutan yang digunakan;
• umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
• jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan; dan
• rekonsiliasi jumlah tercatat awal dan akhir periode.
(PSAK 16.74)
42. • Jika aset tetap disajikan pada jumlah revaluasian, hal
berikut diungkapkan:
• tanggal efektif revaluasi;
• apakah melibatkan penilai independen;
• metode dan asumsi signifikan yang digunakan dalam
estimasi nilai wajar;
• penjelasan mengenai nilai wajar aset tetap yang ditentukan
secara langsung dengan mengacu pada harga terobservasi
dalam pasar aktif atau transaksi pasar terkini yang wajar
atau diestimasi menggunakan teknik penilaian lain;
• untuk setiap kelompok aset tetap, jumlah tercatat aset
seandainya aset tersebut dicatat dengan model biaya; dan
• surplus revaluasi, yang menunjukkan perubahan selama
periode dan setiap pembatasan distribusi kepada
pemegang saham
43. Properti investasi:
• Entitas mengungkapkan:
• menerapkan model nilai wajar atau model biaya;
• jika menerapkan model nilai wajar , apakah, dan dalam
keadaan bagaimana, hak atas properti yang dimiliki dalam
sewa operasi diklasifikasikan dan dicatat sebagai properti
investasi;
• jika pengklasifikasian sulit dilakukan, kriteria yang
digunakan untuk membedakan properti investasi dengan
properti yang digunakan sendiri dan dengan properti yang
dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari;
• metode dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam
menentukan nilai wajar properti investasi, yang mencakup
pernyataan apakah penentuan nilai wajar tersebut
didukung oleh bukti pasar atau lebih banyak berdasarkan
faktor lain karena sifat properti tersebut dan keterbatasan
data pasar yang dapat dibandingkan;
44. • sejauh mana penentuan nilai wajar properti investasi
didasarkan pada penilaian oleh penilai independen
memiliki kualifikasi profesional yang telah diakui dan
relevan serta memiliki pengalaman mutakhir di lokasi dan
kategori properti investasi yang dinilai.
• jumlah yang diakui dalam laba rugi untuk penghasilan
rental dari properti investasi, biaya operasi langsung,
perubahan kumulatif nilai wajar.
• keberadaan dan jumlah pembatasan atas kemampuan
realisasi dari properti investasi atau atas pengiriman
penghasilan dan hasil pelepasan;
• kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun atau
mengembangkan atau untuk memperbaiki, memelihara,
atau meningkatkan properti investasi.
• Untuk masing-masing model pengukuran (biaya dan nilai
wajar) terdapat ketentuan pengungkapan tambahan
masing-masing yang dapat dilihat dalam PSAK 13 paragraf
80-83.
45. • Aset tidak lancar yang dimiliki untuk dijual
• Untuk periode di mana aset tidak lancar (atau kelompok
lepasan) telah diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual
atau telah dijual, entitas mengungkapkan informasi berikut
ini dalam catatan atas laporan keuangan:
• uraian dari aset tidak lancar (atau kelompok lepasan);
• uraian fakta dan keadaan dari penjualan, atau yang
mengarah kepada pelepasan yang diharapkan, dan cara dan
waktu pelepasan;
• keuntungan atau kerugian yang diakui sesuai dengan
paragraf 25-27 dan, jika tidak disajikan secara terpisah
dalam laporan laba rugi komprehensif, dijelaskan judul pos
dalam laporan laba rugi komprehensif yang di dalamnya
terdapat laba atau rugi tersebut;
• jika dapat diterapkan, segmen yang dilaporkan dari aset
tidak lancar (atau kelompok lepasan) disajikan sesuai
dengan PSAK 5: Segmen Operasi
46. Contoh:
PT Ciliwung Persada membeli mesin yang diakui sebagai
aset tetap pada 1 Januari 2008 pada biaya perolehan Rp
100 juta. Aset ini diestimasi akan mempunyai nilai residu
Rp 10 juta dan masa manfaat 10 tahun. Pada tanggal 1
Januari 2011 aset tersebut di klasifikasikan sebagai
dimiliki untuk dijual. Nilai wajarnya Rp 60 juta dan di
perkirakan akan mengeluarkan biaya ongkos angkut ke
tempat pembeli sebesar Rp 2 juta. Pada tanggal 1 Januari
2011, mesin tersebut diklasifikasikan sebagai aset tidak
lancar yang dimiliki untuk dijual dan diukur pada mana
yang terendah antara nilai tercatat dengan nilai wajar
neto.
47. Nilai tercatat aset = Rp 100 juta -((Rp 100 juta -Rp
10 juta)x3/10))=Rp 73.000.000
Nilai wajar neto = Rp 60 juta-Rp 2 juta = Rp 58 juta
Nilai yang harus diakui adalah yang lebih rendah,
yaitu Rp 58 juta
Dengan demikian entitas harus mencatat rugi
penurunan nilai untuk menurunkan nilai tercatat ke
nilai wajar netonya, yaitu sebesar Rp 73 juta-Rp 58
juta=Rp 15 juta
Jurnalnya adalah sebagai berikut :
Rugi penurunan nilai Rp 15.000.000
Mesin Rp 15.000.000
48. Jurnal pengakuan rugi penurunan nilai juga dapat
dikreditkan sebagai cadangan penurunan nilai, tidak
langsung mengurangi nilai aset.
Kemudian entitas juga membuat jurnal reklasifikasi
aset sebagai berikut :
Mesin dimiliki untuk dijual Rp 58.000.000
Mesin Rp58.000.000
Jika diasumsikan nilai wajar neto adalah Rp 75 juta,
maka nilai yang lebih rendah adalah nilai tercatat
aset sebesar Rp 73 juta. artinya, entitas tidak perlu
mengakui rugi penurunan nilai, namun tetap perlu
membuat jurnal reklasifikasi ke aset tersedia untuk
di jual.
49. Masih melanjutkan ilustrasi sebelumnya pada PT Ciliwung Persada,
misalnya pada tanggal 31 Januari, akhir periode pelaporan bulanan,
nilai wajar neto mesin menjadi Rp 55 juta, maka entitas membuat
jurnal penyesuaian pada 31 Januari 2011 sebagai berikut :
Rugi penurunan nilai Rp 3.000.000
Mesin dimiliki untuk dijual Rp 3.000.000
Selanjutnya jika pada 30 Juni 2011, nilai wajar neto aset tersebut
mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp 57 juta, dan diasumsikan
antara 31 Januari 2011 sampai 30 Juni 2011 tidak terdapat perubahan
nilai, maka PT Ciliwung Persada harus membuat jurnal penyesuaian
pada 30 Juni 2011, sebagai berikut :
Mesin dimiliki untuk dijual Rp 2.000.000
Keuntungan dari pemulihan rugi penurunan nilai Rp 2.000.000
Entitas dapat mengakui keuntungan dari pemulihan rugi penurunan
nilai karena pemulihan tersebut masih belum melampaui akumulasi
rugi penurunan nilai yang telah diakui sebelumnya atas nilai aset pada
awal klasifikasi sebesar Rp 58 juta
50. Aset Tidak Lancar yang Diukur
Menggunakan Model Revaluasi
Ketika Perusahaan menggunakan model
revaluasi dalam mengukur aset tidak lancar yang
kemudian diklasifikasi sebagai aset dimiliki
untuk dijual, maka aset tersebut harus
direvaluasi ke nilai wajarnya sesaat sebelum di
reklasifikasi. Setelah reklasifikasi, biaya menjual
dikurangkan dan diakui sebagai rugi penurunan
nilai sebagai bagian laba rugi periode berjalan.
51. PT ABC mempunyai aset tetap berupa tanah dan mengukur tanahnya
menggunakan model ravaluasi. Tanah mempunyai nilai tercatat
sebesar Rp 120 juta. Tanah pada 1 Januari 2010 diklasifikasikan sebagai
aset tidak lancar dimiliki untuk dijual, dan diketahui nilai wajarnya
sebesar Rp 140 juta dan estimasi biaya menjual sebesar Rp 4 juta. Aset
tersebut terjual pada 30 Juni 2010 pada harga Rp 134 juta.
Pada tanggal 1 Januari 2010, tanah tersebuut harus direvaluasi ke nilai
wajarnya sebesar Rp 140 juta. Keuntungan Rp 20 juta diakui sebagai
surplus revaluasi pada pendapatan komprehensif lain. Selanjutnya
tanah tersebut diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar dimiliki untuk
dijual. Kemudian,biaya menjual sebesar Rp 4 juta akan diakui di laba
rugi periode berjalan sebagai rugi penurunan nilai sehingga nilai
tercatatnya menjadi Rp 136 juta.
Pada saat penjualan tanggal 30 Juni 2010 terdapa rugi sebesar Rp 2
juta yang diakui sebagai rugi pelepasan aset karena harga jual lebih
rendah dari pada nilai tercatat ( Rp 136 juta – Rp 134 juta). Pada saat
ini surplus revaluasi telah terealisasi dan ditransfer seluruhnya ke saldo
laba.
52. PENGHENTIAN PENGAKUAN DAN
PERUBAHAN RENCANA
Aset tidak lancar yang dihentikan pengklasifikasiannya
sebagai dimiliki untuk dijual, maka selanjutnya harus
diukur pada nilai yang lebih rendah antara :
• Nilai tercatat aset tersebut sebelum aset diklasifikasi
sebagai dimiliki untuk dijual, disesuaikan dengan
penyusutan , amortisasi atau penilaian kembali yang
telah diakui jika tersebut tidak diklasifikasikan sebagai
dimiliki untuk dijual,atau
• Nilai terpulihkan pada saat tangga keputusan untuk
tidak dijual
53. Misalnya diketahui bahwa nilai terpulihkan aset Rp 57 juta,
sama dengan nilai tercatat aset saat ini pada 31 Desember
2011 sebelum penyesuaian adalah Rp 57 juta. Nilai tercatat
aset jika tidak diklasifikasikan sebagai aset tersedia dijual
dapat dihitung = Rp 100 juta – (Rp 100 juta – Rp 10 juta) x
4/10))= Rp 64 juta. Nilai yang lebih rendah adalah nilai
terpulihkan sebesar Rp 57 juta akan digunakan sebagai nilai
aset pada 31 Desember 2011.
Dengan demikian , tidak ada jurnal penyesuaian atas nilai
tercatat yang perlu dibuat pada 31 Desember 2011, kecuali
jurnal reklasifikasi sebagai berikut.
Mesin Rp 57.000.0000
Mesin dimiliki untuk dijual Rp 57.000.000
54. Penghentian pengakuan juga dapat terjadi ketika
aset tersebut dijual. Pengakuan penjualan aset
tidak lancar yang dimiliki untuk dijual, pada
prinsipnya sama seperti penjualan aset biasa.
Keuntungan/kerugian muncul dari selisih antara
nilai tercatat akhir aset tersebut dengan haarga
penjualan. Keuntungan/kerugian tersebut diakui
di Laba Rugi
55. Contoh, PT XYZ telah mereklasifikasikan aset
tetapnya sebagai aset tidak lancar dimiliki untuk
dijual pada 2 Januari 2011. Penjualan terjadi pada
tanggal 2 Juli 2011 dengan harga jual Rp 70 juta,
nilai tercatat aset tidak lancar dimiliki untuk dijual
pada 2 Juli 2011 adalah sebesar Rp 70juta. PT XYZ
harus mencatat penjualan tersebut sebagai
berikut.
Kas Rp 70.000.000
Aset tidak lancar dimiliki untuk dijual Rp 57.000.000
Laba penjualan aset Rp.13.000.000
56. PENYAJIAN
Ilustrasi penyajian aset tidak lancar yang dimiliki untuk dijual pada laporan
posisi keunguan adalalah sebagai berikut.
(ribuan rupiah)
2011 2012
Aset lancar :
Kas dan setara kas 20.000 24.000
Piutang usaha 150.000 135.000
Persediaan 365.000 402.000
Aset tidak lancar dimiliki untuk
dijual 56.500 -
Aset tidak lancar :
Aset
tetap 670.000 740.000
Aset tak
berwujud 159.000 165.000