Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap yang terdiri dari ayat-ayat yang saling berhubungan. Wacana harus memiliki kohesi dan koherensi untuk menyampaikan makna yang utuh. Alat-alat gramatikal dan semantik seperti kata penghubung dan kata ganti digunakan untuk menciptakan kohesi dan koherensi dalam wacana.
Wacana tersebut membahas pekerjaan pemeliharaan rutin jalan tol Jakarta-Cikampek yang dilakukan PT Jasa Marga untuk mempersiapkan mudik dan balik Lebaran, yakni rekonstruksi rigid pavement di beberapa kilometer dengan waktu pelaksanaan 24 jam selama beberapa hari.
A.Dengan membuat rujukan kepada beberapa buah buku Semantik, bincangkan tenta...darminladiro
Tugasan ini memberikan ringkasan tentang 5 jenis makna dalam bahasa Melayu yaitu makna leksikal, gramatikal, kontekstual, referensial, dan asosiatif. Makna leksikal adalah makna kata sebelum mengalami perubahan bentuk sedangkan makna gramatikal timbul dari proses gramatikal seperti imbuhan. Makna kontekstual bergantung pada konteks penggunaan kata. Makna referensial menunjuk langsung pada suatu referensi
Teks tersebut membahas tentang pengertian wacana, kohesi, dan koherensi. Wacana didefinisikan sebagai satuan bahasa terlengkap yang memiliki kohesi dan koherensi. Kohesi merujuk pada hubungan antar elemen dalam wacana secara struktural. Koherensi menunjukkan kesatuan makna dalam wacana.
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap yang terdiri dari ayat-ayat yang saling berhubungan. Wacana harus memiliki kohesi dan koherensi untuk menyampaikan makna yang utuh. Alat-alat gramatikal dan semantik seperti kata penghubung dan kata ganti digunakan untuk menciptakan kohesi dan koherensi dalam wacana.
Wacana tersebut membahas pekerjaan pemeliharaan rutin jalan tol Jakarta-Cikampek yang dilakukan PT Jasa Marga untuk mempersiapkan mudik dan balik Lebaran, yakni rekonstruksi rigid pavement di beberapa kilometer dengan waktu pelaksanaan 24 jam selama beberapa hari.
A.Dengan membuat rujukan kepada beberapa buah buku Semantik, bincangkan tenta...darminladiro
Tugasan ini memberikan ringkasan tentang 5 jenis makna dalam bahasa Melayu yaitu makna leksikal, gramatikal, kontekstual, referensial, dan asosiatif. Makna leksikal adalah makna kata sebelum mengalami perubahan bentuk sedangkan makna gramatikal timbul dari proses gramatikal seperti imbuhan. Makna kontekstual bergantung pada konteks penggunaan kata. Makna referensial menunjuk langsung pada suatu referensi
Teks tersebut membahas tentang pengertian wacana, kohesi, dan koherensi. Wacana didefinisikan sebagai satuan bahasa terlengkap yang memiliki kohesi dan koherensi. Kohesi merujuk pada hubungan antar elemen dalam wacana secara struktural. Koherensi menunjukkan kesatuan makna dalam wacana.
Konjungsi Koordinatif dan Subordinatif Bahasa MinangkabauRusdi Noor Rosa
This article is a part of the book entitled "Konjungsi Koordinatif dan Subordinatif Lintas Bahasa" which focuses on coordinate and subordinate conjunctions of Minangkabaunese Language.
Makna dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan semantiknya, yaitu makna leksikal, gramatikal, dan kontekstual. Makna leksikal adalah makna dasar suatu kata, makna gramatikal dipengaruhi proses gramatika, dan makna kontekstual dipengaruhi oleh situasi penggunaan kata.
Teks tersebut membahas tentang jenis-jenis makna, relasi makna, dan perubahan makna dalam bahasa Indonesia. Jenis-jenis makna dibedakan berdasarkan kriteria seperti jenis semantik, adanya referen, makna denotatif dan konotatif, sedangkan relasi makna meliputi sinonim, antonim, dan hiponim. Teks juga membahas tentang perubahan makna yang dapat terjadi secara diakronis."
Dokumen tersebut membahas tentang semantik dan aspek-aspek makna, termasuk pengertian, nilai rasa, nada, dan maksud. Juga dibahas mengenai ragam makna seperti makna konotatif, stilistik, afektif, refleksi, kolokatif, konseptual, dan tematik. Hubungan antar makna juga dijelaskan melalui relasi dan prinsip-prinsipnya.
1. Wacana adalah rangkaian kalimat yang saling berkaitan dan membentuk makna. Analisis wacana melibatkan pengkajian unit bahasa lebih besar dari kalimat.
2. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis, dan memiliki ciri seperti mengungkapkan suatu topik secara teratur dan koheren.
3. Contoh analisis wacana lisan dan tulis dijelaskan untuk memperjelas hakikat dan ciri wacana
1. Implikatur adalah makna tambahan yang tersirat dalam sebuah percakapan
2. Terdapat dua jenis implikatur yaitu implikatur konvensional dan nonkonvensional
3. Ada empat ciri implikatur percakapan menurut Levinson, yaitu bergantung pada konteks, dapat dibatalkan, tidak dapat dilepaskan, dan dapat diperhitungkan
Bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki beberapa karakteristik seperti cendekia, lugas dan jelas, menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari gagasan, formal dan objektif, ringkas dan padat, serta konsisten. Karakteristik tersebut mencakup penggunaan kata dan kalimat yang tepat, jelas, dan menghindari unsur subjektivitas untuk dapat menyampaikan informasi secara ilmiah.
Dokumen tersebut membahas tentang prinsip-prinsip bahasa ilmiah dalam penulisan artikel, termasuk pilihan kata, penataan kalimat, pengembangan paragraf, dan kaidah EYD. Prinsip-prinsip tersebut mencakup logis, lugas, jelas, bertolak dari gagasan, formal, objektif, ringkas dan padat, serta konsisten."
Konjungsi Koordinatif dan Subordinatif Bahasa MinangkabauRusdi Noor Rosa
This article is a part of the book entitled "Konjungsi Koordinatif dan Subordinatif Lintas Bahasa" which focuses on coordinate and subordinate conjunctions of Minangkabaunese Language.
Makna dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan semantiknya, yaitu makna leksikal, gramatikal, dan kontekstual. Makna leksikal adalah makna dasar suatu kata, makna gramatikal dipengaruhi proses gramatika, dan makna kontekstual dipengaruhi oleh situasi penggunaan kata.
Teks tersebut membahas tentang jenis-jenis makna, relasi makna, dan perubahan makna dalam bahasa Indonesia. Jenis-jenis makna dibedakan berdasarkan kriteria seperti jenis semantik, adanya referen, makna denotatif dan konotatif, sedangkan relasi makna meliputi sinonim, antonim, dan hiponim. Teks juga membahas tentang perubahan makna yang dapat terjadi secara diakronis."
Dokumen tersebut membahas tentang semantik dan aspek-aspek makna, termasuk pengertian, nilai rasa, nada, dan maksud. Juga dibahas mengenai ragam makna seperti makna konotatif, stilistik, afektif, refleksi, kolokatif, konseptual, dan tematik. Hubungan antar makna juga dijelaskan melalui relasi dan prinsip-prinsipnya.
1. Wacana adalah rangkaian kalimat yang saling berkaitan dan membentuk makna. Analisis wacana melibatkan pengkajian unit bahasa lebih besar dari kalimat.
2. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis, dan memiliki ciri seperti mengungkapkan suatu topik secara teratur dan koheren.
3. Contoh analisis wacana lisan dan tulis dijelaskan untuk memperjelas hakikat dan ciri wacana
1. Implikatur adalah makna tambahan yang tersirat dalam sebuah percakapan
2. Terdapat dua jenis implikatur yaitu implikatur konvensional dan nonkonvensional
3. Ada empat ciri implikatur percakapan menurut Levinson, yaitu bergantung pada konteks, dapat dibatalkan, tidak dapat dilepaskan, dan dapat diperhitungkan
Bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki beberapa karakteristik seperti cendekia, lugas dan jelas, menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari gagasan, formal dan objektif, ringkas dan padat, serta konsisten. Karakteristik tersebut mencakup penggunaan kata dan kalimat yang tepat, jelas, dan menghindari unsur subjektivitas untuk dapat menyampaikan informasi secara ilmiah.
Dokumen tersebut membahas tentang prinsip-prinsip bahasa ilmiah dalam penulisan artikel, termasuk pilihan kata, penataan kalimat, pengembangan paragraf, dan kaidah EYD. Prinsip-prinsip tersebut mencakup logis, lugas, jelas, bertolak dari gagasan, formal, objektif, ringkas dan padat, serta konsisten."
Similar to KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA.docx (20)
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024Kanaidi ken
Dlm wktu dekat, Pelatihan/WORKSHOP ”CSR/TJSL & Community Development (ISO 26000)” akn diselenggarakan di Swiss-BelHotel – BALI (26-28 Juni 2024)...
Dgn materi yg mupuni & Narasumber yg kompeten...akn banyak manfaat dan keuntungan yg didpt mengikuti Pelatihan menarik ini.
Boleh jga info ini👆 utk dishare_kan lgi kpda tmn2 lain/sanak keluarga yg sekiranya membutuhkan training tsb.
Smga Bermanfaat
Thanks Ken Kanaidi
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Fathan Emran
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka.
1. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Aflahah
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012
1
KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Oleh: Aflahah
(Dosen Jurusan Syari’ah STAIN Pamekasan [aflahahismail@gmail.com])
Abstrak:
Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya
dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik atau koheren.
Profil wacana yang kohesif ditunjukkan oleh penanda formal yang
menghubungkan apa yang telah dikatakan dengan apa yang segera akan
dikatakan. Piranti kohesi dalam wacana ditandai dengan penggunaan piranti formal
yang berupa bentuk linguistik yang berfungsi sebagai sarana
penghubung. Unsur kohesi terdiri atas dua macam, yaitu unsur gramatikal dan
leksikal. Istilah koherensi mengacu pada aspek tuturan, bagaimana proposisi yang
terselubung disimpulkan untuk menginterpretasikan ilokusinya dalam
membentuk sebuah wacana. Koherensi sebuah wacana tidak hanya terletak
pada adanya sebuah piranti kohesi. Di samping piranti kohesi, masih banyak faktor
lain yang memungkinkan terciptanya koherensi itu. Syarat lain untuk tercapainya
koherensi adalah proposisi itu harus positif.
Kata Kunci:
Kohesi, koherensi, wacana
2. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Aflahah
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 2
Pendahuluan
Sebagaimana dipaparkan oleh Sara Mills,
pengertian wacana itu beragam. Bahkan
kajian wacana tidak hanya menjadi bidang
garapan disiplin kebahasaan saja tetapi
juga bidang sosiologi, filsafat, dan
psikologi sosial. Ini semakin menguatkan
bahwa kajian wacana memiliki rentangan
sudut pandang kajian yang luas. Tidak
mengherankan kalau dalam pemakaian
bahasa sehari-hari terdengar kata-kata
“itu masih menjadi wacana, bukan
keputusan final pemerintah”.1
Namun, untuk keperluan penjelasan dua
konsep di atas-kohesi dan koherensi-penulis
akan mengutip salah satu definisi wacana
yang mengatakan bahwa wacana secara
kasar adalah organisasi bahasa yang lebih
luas dari kalimat atau klausa dan oleh karena
itu dapat juga dimaksudkan sebagai satuan
linguistik yang lebih besar, misalnya
percakapan lisan atau tertulis.2
Lebih lanjut
dikatakan bahwa analisis wacana itu
sebenarnya analisis bahasa dalam
penggunaannya. Oleh karena itu, analisis
wacana tidak dapat dibatasi hanya pada
deskripsi bentukbentuk linguistik yang
terpisah dari tujuan dan fungsi bahasa dalam
proses interaksi antar manusia.
A. Konsep Dasar Kohesi dan
Koherensi
Kohesi adalah keserasian
hubungan antara unsur yang satu
dengan unsur yang lain dalam wacana
1
Sara Mills, Discourse, (New York:
Routlledge, 1997), hlm. 1-6.
2
Abdul Wahab, Isu Linguistik, (Surabaya:
Airlangga University Press, 2006), hlm. 126.
sehingga tercipta pengertian
yang apik atau koheren.3
Halliday dan Hasan mengungkapkan
bahwa penentu utama untuk
menentukan apakah seperangkat
kalimat itu merupakan suatu teks
sangat bergantung pada hubungan-
hubungan kohesif yang ada di dalam
dan di antara kalimatkalimat itu yang
dapat membentuk suatu jaringan atau
tekstur (texture). Suatu teks itu
mempunyai jaringan dan inilah yang
membedakannya dengan yang bukan
teks. Jaringan ini dibuat oleh hubungan
yang padu (cohesive relation). Profil
wacana yang kohesif ditunjukkan oleh
penanda formal yang menghubungkan
apa yang telah dikatakan dengan apa
yang segera akan dikatakan.4
(1) Annelies dan ibunya harus berpisah
karena ia akan pergi ke Belanda.
10
Kalimat (1) tidaklah kohesif karena
kata ia tidak jelas mengacu kepada siapa-
Annelies atau ibunya. Oleh karena itu,
pengertian yang dibangun oleh konstruksi
kalimat (1) tidaklah utuh. Akan berbeda
halnya jika kalimat (1) diubah menjadi
kalimat (2) atau (3) berikut ini.
3
Anton Moeliono dkk, Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Balai Pustaka,
1997), hlm. 343.
4
Baca dalam Gilian Brown dan George
Yule, Discourse Analysis, (Cambridge University
Press,1985), hlm. 191.
3. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Aflahah
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 3
(2) Annelies dan ibunya harus berpisah
karena Annelies akan pergi ke
Belanda.
(3) Annelies dan ibunya harus berpisah
karena ibunya akan pergi ke Belanda.
Dengan demikian kalimat (2) dan (3)
memberikan pemahaman yang utuh atau
koheren kepada pembaca. Hal ini disebabkan
oleh piranti kohesi yang dipakai dalam
struktur kalimat (2) dan (3) yaitu berupa
pengulangan kata. Macammacam piranti
kohesi ini akan dijelaskan lebih lanjut.
Untuk mendapatkan
pemahaman yang utuh atau
koheren memang tidak
selalu digunakan piranti kohesi. Jalinan
makna dalam konteks yang jelas juga
dapat menjadikan suatu wacana itu
koheren. Wacana (4) berikut ini menyatakan
akan hal itu.
(4) a. Arai: Kal, ada telepon dari Universitas
Sorbonne.
b. Ikal : Saya masih mandi.
Apa yang dikemukakan oleh Ikal
memang hanya alasan mengapa ia
tidak dapat menerima telepon dari
Universitas Sorbonne. Meskipun tidak ada
piranti kohesi antara kalimat (4.a) dan (4.b)
tetapi jalinan arti yang terungkap tidak akan
membingungkan atau tidak diragukan sama
sekali.
B. Piranti Kohesi dalam Wacana
Piranti kohesi dalam wacana
ditandai dengan penggunaan piranti
5
Rani dkk, Analisis Wacana, (Malang:
Bayumedia Publishing,2004), hlm. 94.
formal yang berupa bentuk linguistik
yang berfungsi sebagai sarana
penghubung. Menurut Halliday dan
Hasan unsur kohesi itu terdiri atas dua
macam, yaitu unsur gramatikal dan
leksikal. Hubungan gramatikal itu dapat
diklasifikasikan berdasarkan bentuk
bahasa yang digunakan. Hubungan
gramatikal selanjutnya dibedakan
menjadi referensi, substitusi, dan elips.
Sedangkan hubungan leksikal dapat
diciptakan dengan menggunakan
bentuk-bentuk leksikal seperti
reiterasi dan kolokasi.5
Hubungan-hubungan padu atau
utuh di dalam teks terjalin yang kadang
kala suatu tafsiran di dalam wacana itu
tergantung pada unsur yang lainnya.
Tipe hubungan utuh dalam teks-teks
yang secara eksplisit tertanda dan tidak
asing lagi ditunjukkan oleh
penandapenanda formal yang
menghubungkan apa yang akan segera
dikatakan dengan apa yang telah
dikatakan sebelumnya. Taksonomi
penanda hubunganhubungan konjungtif
yang eksplisit meliputi beberapa macam
jenis seperti dikemukakan oleh Brown
dan Yule di bawah ini:6
(a) penambahan: dan, atau,
selanjutnya, senada, dan lagi,
(b) adversatif: tetapi, namun, di satu
sisi, meskipun demikian,
(c) kausal: sehingga, akibatnya,
untuk itu, berangkat dari hal itu,
(d) temporal: kemudian, setelah itu,
beberapa jam kemudian,
akhirnya, pada akhirnya.
6
Gilian Brown dan George Yule,
Discourse Analysis, (Cambridge University Press
1985), hlm. 191.
4. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Aflahah
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 4
Sementara itu Moeliono dkk.
menyatakan bahwa kohesi dapat
dibentuk dengan cara berikut:7
1) Penggunaan hubungan unsurunsur
yang menyatakan:
(a) pertentangan dengan
memakai kata penghubung
tetapi atau namun,
(b) kelebihan dengan memakai
kata penghubung malahan
atau bahkan,
(c) perkecualian dengan
menggunakan kata
penghubung kecuali,
(d) konsesif dengan memakai kata
penghubung walaupun atau
semakin,
(e) tujuan dengan memakai kata
penghubung agar atau
supaya.
2) Pengulangan kata atau frasa
Contoh: Ibu membelikan adik novel
baru. Ibu tahu kalau adik memang
suka membaca novel.
3) Penggunaan kata yang maknanya
berbeda tetapi kata yang
digantikan dan yang menggantikan
menunjuk pada acuan yang sama.
Contoh: (5) Andrea Hirata pernah
menempuh pendidikan di
Universitas Sorbonne
Perancis. Penulis novel laskar
pelangi itu sekarang bekerja di
PT. Telkom Bandung.
7
Anton Moeliono dkk, Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Balai Pustaka,
1997), hlm. 344.
Pada contoh wacana (6) frasa
Andrea Hirata dan frasa Penulis
novel laskar pelangi mengacu ke
acuan yang sama atau koreferensi.
4) Penggantian bentuk yang tidak
mengacu ke acuan yang sama,
melainkan ke kumpulan yang
sama. Ini tampak dalam kalimat
(7) berikut ini.
(5) Annelies berjalan di
tengahtengah kebun tulip.
Sewaktu tiba di dekat pintu keluar,
ia memetik sekuntum dan
disematkan di dada blusnya. Pada
wacana (7) mengacu ke kumpulan
yang sama, yaitu bunga. Pada
contoh itu terdapat persesuaian
alami karena bentuk kuntum
merupakan penggolongan bunga.
Karena itu antara bunga dan
kuntum merupakan persesuaian
alami, suatu hubungan yang
bersifat
12
gramatikal tentulah kohesif dan
menjadi dasar koherensi.
5) Penggantian lain dalam wacana
adalah penggantian melalui
metafora. Penggantian seperti ini
mempunyai konteks tertentu
untuk dapat dimakluminya karena
tidak setiap hal dapat dinyatakan
dengan metafora. Contoh
penggunaannya dapat dilihat
dalam contoh kalimat di bawah ini.
(6) Tidak mengherankan kalau Annelies
tumbuh menjadi gadis cantik
5. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Aflahah
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 5
dengan mata biru dan kulit
kemerahmerahan, karena bunga itu
berayahkan seorang
Belanda, Mellema.
Bunga merupakan metafora bagi gadis
cantik. Hubungan kedua frasa yang
bersangkutan merupakan hubungan
metaforis dan koherensi tetap terjadi
karenanya.
6) Kohesi juga dapat dibentuk dengan
adanya hubungan leksikal.
Contoh penggunaan cara ini tampak
dalam wacana (9) berikut ini.
(7) Semenjak kepergian Annesia
ke Negeri Belanda, bunga
yang biasanya semerbak di
depan rumah Nyai
Ontosoroh tak tampak lagi. Hanya
anggrek bulan yang masih tampak
menawan oleh karena ketahanannya
terhadap terpaan panas. Hubungan
antara bunga dan anggrek bulan
adalah hubungan hiponimi.
Hubungan ini dapat pula dikatakan
sebagai hubungan antara kata
umum dan kata spesifik. Anggrek
bulan sebagai kata spesifik,
merupakan bagian dari kata bunga.
7) Kohesi juga dapat dibentuk dengan
menunjukkan hubungan
“bagian-keutuhan”.
Contoh penggunaan cara ini
tampak dalam wacana (10) berikut
ini.
(8) Bintang laut selatan telah
dipeluk samudera. Nakhoda
menghidupkan mesin utama
8
Evelyn Hatch, Discourse and Language
Education, (Cambridge University Press, 1992),
hlm. 223-233.
dan di buritan kulihat luapan
buih melonjak-lonjak karena
tiga baling-baling raksasa
menerjang air. Aku disergap
sepi di tengah bunyi gemuruh
dan aku pegang erat pada
besi pagar haluan saat
kapal mulai diayun ombak
musim barat, kepalaku tak
terhenti mengingat satu kata:
Ciputat.
Pada contoh wacana (10)
Bintang laut selatan atau kapal
sebagai suatu entitas tentu
memiliki bagian-bagian yang
membentuk entitas itu.
Bagianbagian itu adalah mesin
utama, buritan, dan besi pagar
haluan. Hubungan bagian-
keutuhan itu tentu menjadikan
wacana itu kohesif sekaligus
koheren.
Halliday dan Hasan (1976)
dalam Hatch8
mengemukakan bahwa
piranti kohesi itu dapat dibentuk
dengan beberapa cara. Halliday dan
Hasan membedakan lima tipe utama
piranti kohesi gramatikal menjadi:
reference, substitution, ellipsis,
conjuction, dan lexical ties yang
masing-masing akan diuraikan berikut
ini.
Referen (Reference)
Reference sebagai piranti kohesi
dalam pembahasan lain dikatakan sebagai
pemarkah deiksis yang mengacu pada
bagian-bagian wacana seperti orang, tempat,
temporal, deiksis wacana. Istilah-istilah inilah
6. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Aflahah
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 6
yang oleh Helliday dan Hasan dikatakan
sebagai piranti kohesi.
Referen itu dibentuk dengan bantuan item-
item leksikal. Item-item leksikal yang
digunakan sebagai pembentuk referen ini
meliputi pronominal (pronoun),
demonstrative (demonstratives), dan
komparatif (comparatives) untuk referen
gramatikal. Pronominal sebagai ikatan
kohesif (pronoun as cohesive ties).
Pronominal digunakan untuk menyatakan
hubungan benda dalam suatu wacana.
Demonstratif sebagai ikatan kohesif
(demonstrantive as cohesive ties). Piranti
dapat digunakan baik secara anaforis
maupun kataforis. Contoh wacana (11)
berikut ini menggambarkan hal itu.
(9) Pameran buku terbesar akan
dilaksanakan pada 9 sampai 15
Februari 2012. Jika Anda akan
membeli buku, Anda harus tahu ini.
Kata ini mengacu pada pameran
buku terbesar sehingga hubungan itu
bersifat anaforis. Akan berbeda halnya jika
wacana itu seperti dilengkapi
dengan untaian kalimat lain seperti tampak
dalam wacana (12) di bawah ini.
(10)Pameran buku terbesar akan
dilaksanakan pada 9 sampai 15
Februari 2012. Jika Anda akan
membeli buku, Anda harus tahu ini.
Seperti pameran tahun yang lalu,
Anda akan mendapatkan harga yang
spesial dan rabat sampai lima puluh
persen.
Pada wacana (12) kata ini dapat
diacukan ke harga yang spesial atau rabat
sampai lima puluh persen. Dengan
demikian hubungan tersebut
dapat bersifat kataforis.
Komparatif sebagai ikatan kohesif
(comparative as cohesive ties).
Kebanyakan komparatif ini digunakan untuk
referen anaforis. Contoh mengenai hal ini
tampak dalam wacana
(13) berikut ini.
(11) Saya tidak meminta lebih
Pada contoh wacana (13) kata lebih
yang mengimplikasikan komparatif mengacu
pada kata sebelumnya.
14
Substitusi (Substitution)
Substitusi ini tidak mengacu pada
entitas yang khusus tetapi pada kelas.
Contoh: (12) Did you find the blankets? Only
the blue ones. (Apakah kamu sudah
mendapatkan selimut? Hanya yang biru.
Dalam hal ini ones (yang biru) tidak
mengacu ke blankets (selimut) tetapi
mengacu kepada kelas selimut. Substitusi
dapat dibentuk untuk nominal, verba, dan
klausal. Levinson menyebutnya dengan
pemarkah deiksis yang menunjuk ke
kelompok-kelompok (deictic merkers to
point to these groups), Halliday dan Hasan
menyebutnya dengan pemarkah yang
mengikat pemarkah dan kelompok secara
bersama-sama (tying the marker and
group together). Secara berturutturut
wacana (15), (16), dan (17) berikut ini
menunjukkan substitusi untuk kategori
nominal, verbal, dan klausal.
(12)Do you want the blankets? Yes,
I will take one. (One
mensubstitusi blankets)
(13)Did you sing? Yes, I did. (did
mensubstitusi sing)
(14)The blankets needed to be
cleaned. Yes, they did. (did
7. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Aflahah
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 7
mensubstitusi needed to be
cleaned)
Elipsis (Ellipsis)
Ellipsis dapat dikatakan sebagai
ikatan kosong atau zero tie sebab ikatan itu
secara actual tidak dikatakan. Wacana
(18) memberikan gambaran akan hal itu.
(15)Would you like to hear another
verse? I know twelve. (verses).
Kata verse pada bagian awal disebut
dan dihilangkan untuk bagian kedua.
Sebagaimana substitusi, ellipsis dapat
digunakan untuk kategori nominal, verbal,
dan klausal. secara berturut-turut wacana
(19), (20), dan (21) berikut ini menyatakan
hal itu.
(16)They are small. Take two. (cookies)
(17)Were you typing? No, I wasn’t.
(typing)
(18)I don’t know to work this
computer. I will have to learn how.
(to work the computer)
Konjungsi (conjunction)
Dalam membentuk wacana,
khususnya teks tulis, diperlukan konjungsi.
Konjungsi berfungsi untuk merangkaikan
atau mengikat beberapa proposisi dalam
wacana agar perpindahan ide dalam wacana
itu terasa lembut. Sesuai dengan fungsinya,
konjungsi dalam bahasa Indonesia dapat
digunakan untuk merangkaikan ide, baik
dalam satu kalimat
(intrakalimat) maupun antar kalimat.9
Lebih
lanjut dijelaskan bahwa dalam
pengembangan tata bahasa transformasi
9 Rani dkk, Analisis Wacana, (Malang:
Bayumedia Publishing,2004), hlm. 107.
seperti yang dilakukan oleh Samsuri (1984),
konjungsi digunakan sebagai sarana
transformasi rapatan. Khusus konjungsi
antarkalimat digunakan sebagai sarana
transformasi lanjut.
Penggunaan konjungsi sebagai
piranti kohesi dalam bahasa Indonesia
menunjukkan pola tertentu. Konjungsi
digunakan dengan mempertimbangkan
logika berpikir. Penggunaan konjungsi yang
tidak mempertimbangkan logika akan
membuat wacana menjadi tidak apik. Logika
berpikir itu bergantung pada piranti kohesi
yang digunakan atau sebaliknya.
Uraian mengenai konjungsi ini sama
dengan apa yang dikemukakan oleh Yule dan
Brown ataupun yang dikemukakan oleh
Moeliono dkk. Namun ada yang
mengeksplorasi lebih lanjut dengan merinci
jenis-jenis konjungsi yang digunakan seperti
yang dilakukan oleh Rani, dkk yang
mendasarkan eksplorasinya pada tata
bahasa transformasi. Beberapa piranti kohesi
dalam bentuk sarana transformasi lanjut
adalah:10
1) Piranti urutan waktu (setelah itu,
mula-mula, akhirnya, dan lalu)
2) Piranti pilihan (atau)
3) Piranti alahan (meskipun begitu,
walaupun demikian, dan walaupun
begitu)
4) Piranti paraphrase ( dengan kata lain
atau dengan perkataan lain)
5) Piranti ketidakserasian (padahal dan
dalam kenyataannya)
6) Piranti serasian (demikian juga)
10 Ibid. hlm. 110-128.
8. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Aflahah
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 8
7) Piranti tambahan (selain itu dan
tambahan lagi, dan di samping
itu)
8) Piranti pertentangan (namun,
sebaliknya, dan tetapi)
9) Piranti perbandingan (sama halnya,
berbeda dengan itu, seperti, dalam
hal seperti itu, lebih dari itu, serupa
dengan itu, dan sejalan dengan itu)
10) Piranti sebab akibat (akibatnya,
dengan demikian, oleh Karena
itu, dan sebab itu)
11) Piranti harapan
(mudahmudahan)
12) Piranti ringkasan dan simpulan
(singkatnya, pendeknya, pada
umumnya, jadi, kesimpulannya, dan
dengan ringkasnya)
13) Piranti misalan atau contohan
(contohnya dan umpamanya)
14) Piranti keragu-raguan (janganjangan,
barangkali, mungkin, dan
kemungkinan besar)
15) Piranti konsessi (memang dan tentu
saja)
16) Piranti tegasan (bahkan)
17) Piranti jelasan (yang dimaksud)
Mengenai pemakaian konjungsi ini,
beberapa ahli meneliti spesifikasi
penggunaannya untuk bidang
tertentu. Winter (1971)
mengategorikan konjungsi yang
digunakan oleh penulis ilmu
pengetahuan. Penemuannya adalah
sejumlah konjungsi yang sering
digunakan oleh penelis tersebut
adalah:
1) Urutan logis (logical sequence)
seperti thus,therefore, then,
thence,consequently, so.
2) Kontras (contrast) seperti however,
in fact, conversely. 3)
Keraguan/kepastian
(doubt/certainty) seperti probably,
possibly,indubitably.
16
4) Nonkontras (noncontras) seperti
moreover, likewise, similarly.
5) Ekspansi (expansion) seperti for
example, in particular.
Ikatan leksikal (lexical ties)
Ikatan leksikal bias panjang dan juga
bias pendek. Ikatan leksikal dapat dibentuk
oleh pengulangan (repetition), sinonim
(synonym), superordinat
(superordinate), atau hipernim, dan katakata
umum (general word). Pengulangan dapat
dilakukan dengan pengulangan utuh,
pengulangan sebagian atau pengulangan
dengan bentuk lain. Contoh penggunaannya
secara berturutturut tampak dalam wacana
(22) sampai dengan (25) berikut ini.
(19)Dia akan berlaga dalam
pertandingan itu. Hampir semua
orang percaya bahwa ia akan
menang dalam pertandingan itu.
(20)Dia sering menjadi MC dalam
upacara perkawinan pasangan
terkenal. Tidak mengherankan
bahwa sebagai pembawa acara ia
mendapatkan bayaran mahal. (21)
Dia mendapatkan tropi.
Penghargaan itu tidak
menyebabkannya lupa diri.
(22)Pelari perlu mempersiapkan diri
dengan baik sebelum berlaga
9. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Aflahah
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 9
Item-item leksikal itu dapat diikat
oleh penggunaan kolokasi, yaitu katakata
yang maknanya masih selingkup. Misalnya
bila kita berbicara masalah bunga, kita akan
berpikir juga masalah tangkainya,
kelopaknya, atau bahkan vas bunga. Contoh
penggunaannya tampak dalam wacana (26)
berikut ini.
(23)Saya tidak dapat mengoreksi
pekerjaan siswaku. Bolpoin merah
yang biasa kugunakan ketinggalan
di rumah.
Untuk membentuk kohesivitas yang
lebih kokoh, dapat pula digunakan rantai
klausa yang tampak dalam
wacana (27) berikut ini.
(24)Kita menginginkan suasana baru.
Suasana baru yang memberi
kebebasan untuk
mengemukakan pendapat.
Kebebasan untuk
mengemukakan pendapat
yang memang dijamin oleh
konstitusi kita.
Yang perlu dicatat bahwa
penggunaan piranti kohesi belum
merupakan jaminan untuk koherensi suatu
wacana. Struktur semantik dalam wacana
dan urutan yang logis berperan penting
dalam hal ini.
C. Piranti Koherensi
Dengan menggunakan piranti
kohesi seperti di atas diharapkan
sebuah wacana dapat menjadi
koherensi. Istilah koherensi mengacu
pada aspek tuturan, bagaimana
proposisi yang terselubung disimpulkan
11
Ibid, hlm. 134.
untuk menginterpretasikan ilokusinya
dalam membentuk sebuah wacana.
Proposisi-proposisi di dalam suatu
wacana dapat membentuk suatu
wacana yang runtut (koheren)
meskipun tidak terdapat pemarkah
penghubung kalimat yang digunakan.
Dengan kata lain, koherensi sebuah
wacana tidak hanya terletak pada
adanya sebuah piranti kohesi. Di
samping piranti kohesi, masih banyak
faktor lain yang memungkinkan
terciptanya koherensi itu, antara lain
latar belakang pemakai bahasa atas
bidang permasalahan (subject matter),
pengetahuan atas latar belakang
budaya dan sosial, kemampuan
“membaca” tentang
hal-hal yang tersirat, dan lain-lain.11
Syarat lain untuk tercapainya
koherensi adalah proposisi itu harus
positif. Wacana Jimbron belum
mempunyai istri tidak bias
menciptakan referen wacana untuk
konsep istri. Oleh karena itu tuturan
tersebut tidak dapat diikuti oleh tuturan
istrinya cantik. Kulitnya kuning
langsat dan matanya sipit. Di samping
itu, pada koherensi juga dapat
diciptakan penerapan praanggapan
yang logis, pemahaman akan variasi
ujaran dalam situasi yang berbeda.
Penguraian sumber variasi
menghendaki sejumlah persyaratan,
misalnya kita harus melihat peranan
partisipan tutur, hubungan
antarpartisipan: apakah mereka itu
sahabat, orang asing, muda, tua,
berasal dari status yang sama, dan
seterusnya.
10. KOHESI DAN KOHERENSI DALAM WACANA
Aflahah
OKARA, Vol. I, Tahun 7, Mei 2012 10
Penutup
Koherensi dan kohesi merupakan unsur
wacana yang penting. Kedua unsur itu
digunakan untuk membengun teks yang
baik. Wacana yang baik ditandai dengan
penggunaan piranti kohesi yang sesuai dan
dijelmakan oleh struktur semantik yang logis
atau berdasarkan fakta empiris. Hubungan
kohesi dapat dilihat dari penggunaan piranti
kohesi. Piranti kohesi ada bermacam-
macam.
Sebagaimana dijelaskan di atas.
Akan tetapi penggunaan piranti
kohesi semata bukanlah suatu jaminan
bahwa profil wacana tersebut koheren. Di
samping piranti kohesi, masih banyak faktor
lain yang memungkinkan terciptanya
koherensi wacana sebagaimana yang
dijelaskan di atas.
18
Daftar Pustaka
Brown, Gilian dan Yule, George. 1985.
Discourse Analysis. Cambridge
University Press
Hatch, Evelyn. 1992. Discourse and
Language Education. Cambridge
University Press
Mills, Sara. 1997. Discourse. New York:
Routlledge
Moeliono, Anton M dkk. 1997. Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT. Balai Pustaka
Rani, Abdul dkk. 2004. Analisis Wacana.
Malang: Bayumedia Publishing
Wahab, Abdul. 2006. Isu Linguistik.
Surabaya: Airlangga University
Press