2. PENDAHULUAN
Berbagai kebijakan lingkungan menyangkut udara, air, limbah,
hutan, dan lain sebagainya telah diterbitkan oleh pemerintah
dengan harapan dapat mencegah kerusakan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup. Namun ternyata harapan itu tidak
sesuai dengan kenyataan. Kebijakan lingkungan dalam bentuk
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan
Daaerah (Perda) belum mampu mengatasi permasalahan
lingkungan di Indonesia.
Pernyataan di atas, diperkuat oleh hasil penelitian tesis
mahasiswa Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas
padjadjaran, yang menyimpulkan bahwa kebijakan
lingkungan belum mampu mencegah, mengurangi efek yang
merugikan sumber daya alam. Kebijakan lingkungan belum
berhasil mengatasi permasalahan lingkungan di Indonesia.
3. APA PENYEBABNYA ?
Bad Policy, Bad Executions, atau Bad Luck?
Untuk dapat menjawab pertanyaan itu, mari kita simak beberapa kasus
lingkungan, diantaranya Kasus DAS Citarum dan Waduk Cirata.
Kebijakan lingkungan yang telah diterbitkan pemerintah baik pusat maupun
daerah yang terkait dengan DAS Citarum dan Waduk Cirata, adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air
2. Peraturan Pemerintah No 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran
3. Surat Keputusan Gubernur No. 39/2000 tentang Peraturan Air dan Baku
Mutu pada Sungai Citarum dan Anak-anak Sungai di Jawa Barat.
4. KASUS DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CITARUM
Peran dan fungsi DAS Citarum sangat strategis, yaitu:
1. Menerangi peradaban dua pulau yaitu Jawa dan Bali
melalui tiga Waduk : Saguling, Cirata, dan Jatiluhur.
2. Mengairi irigasi pertanian, perikanan, pemasok air untuk
industri, dan mensuplai bahan baku air minum, khusunya
bagi 80% warga DKI Jakarta.
Eksistensi sungai yang mengalir dari Situ Cisanti di kaki Gunung
Wayang Bandung Selatan sejauh 269 km hingga Muara
Bendera, Kecamatan Muara Gembong
Bekasi Jawa Barat telah memberikan kehidupan bagi puluhan
juta penduduk di Pulau Jawa dan Bali (Ekspedisi Citarum 2011).
Eksintensi dan Kondisi DAS Citarum Saat ini
serta Penyebabnya
6. Kondisi DAS Citarum saat ini dan Penyebabnya
Kondisi kualitas air sungai Citarum saat ini sangat
memprihatinkan, pencemaran dan sedimentasi
merupakan masalah utama Citarum. Menurut
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2005, kondisi
air citarum tercemar sedang – berat.
Daerah Aliran Sungai (DAS) di hulu saat ini telah
mengalami pencemaran hebat akibat limbah industri
maupun domestik. Indikasi kerusakan DAS tampak dari
indikator fungsi hidrologis, yaitu tinggi perbedaan atau
selisih (gap) suplai air pada musim hujan dan musim
kemarau, di mana terjadi banjir pada musim hujan
sementara pada musim kemarau suplai air rendah.
7. Limbah Sungai Citarum
Limbah Domestik Limbah Industri
Sampah
Limbah Industri Tekstil di Sungai Citepus
di Palasari
8. Menurut data Badan Pengelola Lingkungan Hidup Jawa Barat, di DAS Citarum
tidak satu lokasipun yang kualitas airnya memenuhi kriteria mutu air baik
untuk minum maupun kegiatan perikanan/pertanian. Perhatikan tabel kondisi
DAS Citarum Hulu.
Luas (Hektar)
“Run off”
(M3 per Tahun) Sedimentasi
(ribu ton per tahun)
Sedimentasi
(ribu ton per tahun)
Area Lahan Kritis
Cirasea 34.208,64 3.234,50 696,80 1.755,52
Cisangkuy 30.456,00 6.084,95 559,60 1.332,69
Ciminyak 34.295,04 4.626,00 616,90 1.132,35
Cikapundung 43.439,00 3.865,00 529,50 857,45
Cihaur 17.150,40 2.447,78 497,10 1.023,89
Ciwidey 29.374,56 1.982,00 389,10 1.023,89
Citarik 45.164,16 3.782,24 343,50 773,00
Tabel dan Kondisi Air sungai
Sumber : Balai Besar Sungai Citarum
9. Hasil pengukuran kualitas air, kondisi DAS Citarum sudah
masuk ketingkat pencemaran berat jadi ada peningkatan
predikat jika kita bandingkan dengan pengukuran KLH di
tahun 2005.
Sekitar 40 persen limbah DAS Citarum merupakan limbah
organik dan rumah tangga. Sisanya merupakan limbah
kimia atau industri dan limbah peternakan serta
pertanian.
Disamping kualitas air, sedimentasi juga bagian yang
memperparah kondisi DAS Citarum. Pada tahun 2011
sedimentasi mencapai 10 juta meter kubik pertahun
(Ekspedisi Citarum: 2011). Sedimentasi kemudian
bergerak ke daerah Waduk Saguling Cirata dan Jatiluhur.
10. Waduk Cirata dan Permasalahan KJA
Apa itu Waduk Cirata ?
Waduk Cirata adalah salah satu waduk yang terdapat di
DAS Citarum yang memiliki peran yang sangat strategis
dalam pembangunan di Indonesia. Penggenangan Waduk
Cirata di lakukan pada tanggal 27 September 1987, yang
memiliki prioritas tujuan yakni sarana penopang utama
energi listrik nasional.
Namun demikian sebagai ekosistem binaan yang terbuka
Waduk Cirata faktanya memiliki fungsi majemuk misalnya
saja untuk pengembangan budidaya perikanan, suplai air
untuk irigasi, sarana transportasi dan pengembangan
pariwisata.
12. Kebijakan Yang Mengawal Waduk Cirata :
1. Surat Keputusan Gubemur No 41 Tahun 2002
tentang Pengembangan Pemanfaatan Perairan
Umum, Lahan Pertanian dan Kawasan Waduk
Cirata.
2. Surat Keputusan Bersama No 15 Tahun 2003
tentang Pengembangan Pemanfaatan Kawasan
Waduk Cirata.
13.
14. Kondisi Saat ini
Pengelolaan Keramba Jaring Apung (KJA)
semakin melampaui daya dukung Waduk Cirata.
Jumlah KJA saat ini adalah 56.000 petak, jadi
sudah melampaui dari yang tersirat dalam SK
Gubernur No 4 1/2002 yaitu hanya 12.000 petak.
16. Mayoritas pemilik KJA bukan masyarakat lokal
sekitar waduk yang terkena Dampak. Diperkirakan
80 persen pengusaha KJA dari luar (Jakarta,
Makasar, Sumatera, dll). Hal ini sudah tidak sesuai
dengan pesan yang tersirat dalam SK Gubernur No
41/2002, yang isinya Pemanfaatan Waduk Cirata
untuk kegiatan usaha KJA diprioritaskan bagi warga
masyarakat sekitar waduk yang terkena dampak
pembangunan. Pembagiannya adalah 80% untuk
Masyarakat dan 20% diperuntukan bagi dunia
usaha. Jadi apabila populasi KJA yang
diperbolehkan ada di Waduk Cirata adalah 12.000
petak maka 9.600 petak diperuntukan bagi
masyarakat sekitar Waduk Cirata.
17. Dampak Pertumbuhan Populasi KJA Terhadap
Kualitas Air Waduk Cirata
1. Jumlah KJA yang telah mencapai 56.000 petak,
jauh melebihi yang direkomendasikan oleh SK
Gubernur maupun UPTD Kabupaten Cianjur
yaitu 6200 petak, berkontribusi terhadap
degradasi kualitas dan kuantitas air waduk yang
disebabkan oleh limbah yang dihasilkan oleh KJA
(misalnya: sisa pakan ikan).
2. Turut serta menyumbang angka sedimentasi
yang saat ini mencapai rata-rata
7,30 juta M3/tahun telah melampaui asumsi
desain yang hanya 5,67 juta M3/tahun.
18. Menurut Tuarso (BPWC) hasil penelitian tahun 2007
menunjukkan bahwa sedimentasi yang disuplai oleh DAS
Citarum dan dari berbagai aktifitas usaha di Waduk Cirata
7,41 juta M3/tahun, sebelumnya hanya 5,5 juta M3/tahun.
Dengan waduk yang didesain berusia 100 tahun itu akan
berkurang 20 tahun.
Kasus-kasus yang terjadi di DAS Citarum dan Waduk Cirata
itu menandakan bahwa kebijakan lingkungan yang
diterbitkan oleh pemerintah dengan biaya tinggi, tidak
berdaya mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
Penulis menduga bahwa tidak efektif sebuah kebijakan
untuk kasus di atas, disebakan oleh belum efektifnya
implementasi kebijakan. Yang jadi pertanyaan.
19. Faktor-Faktor Apa yang Menyebabkan Implementasi Kebijakan
Lingkungan tidak efektif?
Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita kupas masalah tersebut dengan
Model implementasi Kebijakan dan George Edward III, yang terkenal dengan
“Four critical factor or variable in implementing public policy: communication,
resources, dispositions or attitudes, and bureaucratic structure.”
Communication
Bureaucratic
Structure
Resources
Dispositions
Implementation
Direct and Indirect Impact or Implementation
Sumber: (Edward III, 1980 : 148)
20. Namun yang perlu ditambahkan untuk kasus
lingkungan di Indonesia adalah:
Law Enforcement
(penegakan hukum)
Pelanggaran harus diikuti dengan sanksi maupun
hukuman yang tegas.
21. SIMPULAN :
1. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum
termasuk kepada pencemaran berat. Sekitar 40
persen limbah DAS Citarum merupakan limbah
organik dan rumah tangga. Sisanya merupakan
limbah kimia atau industri dan limbah peternakan
serta pertanian.
2. Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) mencapai 56.000
petak, telah melampaui daya dukung waduk cirata,
berkontribusi terhadap degradasi kualitas dan
kuantitas air waduk yang disebabkan oleh limbah
yang dihasilkan oleh KJA.
22. 3. Ketidakberdayaan kebijakan lingkungan di Indonesia
disebakan oleh pelaksanaan kebijakan yang tidak
efektif bukan disebakan oleh isi kebijakan (content
policy).
4. Faktor-faktor yang dominan mempengaruhi tidak
efektifnya implementasi kebijakan adalah factor
komunikasi dalam hal ini koordinasi, faktor
disposisi/sikap, dan Law Enforcement (penegakan
hukum).
23. DAFTAR PUSTAKA
Edward III, C. George, 1980, Implementing Public Policy,
Washington DC; Conrenssional Quartely Press.
Ekspedisi Citarum 2011
Sunardi Dkk 2014, Penyusunan Rencana Pengelolaan Lahan
Kawasan Waduk dan Pembentukan Masyarakat Peduli
Waduk Cirata. Pusat Penelitian dan Pengembangan SDA dan
Lingkungan LPPM – UNPAD.
Surat Keputusan Gubernur No.41 Tahun 2002. Tentang
Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum, Lahan
Pertanian dan Kawasasn Waduk Cirata.
Surat Keputusan Bersama No.15 Tahun 2003 Tentang
Pengembangan Pemanfaatan Kawasan Waduk Cirata.