Ini adalah refleksi perjalanan perjuangan saya dalam pemberdayaan masyarakat dan untuk mengubah sistem menuju Indonesia yang lebih baik. Ini hanya salah satu saja kisah dari banyak kisah yang dilakukan anak-anak bangsa yang lain.
Disampaikan pada Pelatihan TOT Revolusi Mental
Pusdiklat Teknis Fungsional LAN-RI
Jakarta, 20 Feb 2018
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Jl. Veteran No. 10 Jakarta
http://inovasi.lan.go.id
Ruang Publik Kreatif (RPK) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh BPPT dalam menumbuhkan kreativitas dan budaya inovasi masyarakat berbasis ruang yang dimmplementasi di daerahdaerah yang menerapkan Sistem Inovasi Daerah (SIDa).
Ini adalah refleksi perjalanan perjuangan saya dalam pemberdayaan masyarakat dan untuk mengubah sistem menuju Indonesia yang lebih baik. Ini hanya salah satu saja kisah dari banyak kisah yang dilakukan anak-anak bangsa yang lain.
Disampaikan pada Pelatihan TOT Revolusi Mental
Pusdiklat Teknis Fungsional LAN-RI
Jakarta, 20 Feb 2018
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Jl. Veteran No. 10 Jakarta
http://inovasi.lan.go.id
Ruang Publik Kreatif (RPK) adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh BPPT dalam menumbuhkan kreativitas dan budaya inovasi masyarakat berbasis ruang yang dimmplementasi di daerahdaerah yang menerapkan Sistem Inovasi Daerah (SIDa).
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
inofasi Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan
1. 1
INOVASI DESAIN MODEL GANG KAMPUNG KOTA
RAMAH ANAK DAN RAMAH LINGKUNGAN
PROPOSAL TESIS
UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN
MEMPEROLEH GELAR S2 ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI
PENGELOLAAN
SUMBERDAYA LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN
Oleh:
JUNI APRI MULYO,ST.
NIM: 186 000 100 111 011
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
2. 2
Daftar isi
BAB I ...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang......................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................5
1.3. Tujuan Penelitian..................................................................................................6
1.4. Manfaat Penelitian................................................................................................6
BAB II..................................................................................................................................8
KAJIAN PUSTAKA.............................................................................................................8
2.1. Inovasi ...................................................................................................................8
2.2. Gang..................................................................................................................... 11
2.3. Kampung Kota.................................................................................................... 11
2.4. Interaksi Sosial....................................................................................................12
2.5. Jaringan Jalan Pemukiman................................................................................13
2.6. Lingkungan Permukiman Kota .........................................................................14
2.7. Kota Layak Anak (KLA) ....................................................................................15
2.8. Pengertian Lingkungan Ramah Anak ...............................................................17
2.9. Anak-anak dalam ruang publik .........................................................................18
2.10. Perilaku sosial ......................................................................................................20
2.11. Teritorialitas dan perilaku .................................................................................25
2.12. Ruang Publik Berdasarkan Sifatnya .................................................................27
2.13. Peran Ruang Publik............................................................................................27
BAB III ..............................................................................................................................29
METODE PENELITIAN....................................................................................................29
3. 3
3.1. Metode .................................................................................................................29
3.2. Prosedur Penelitian.............................................................................................30
3.3. Populasi dan Sampel...........................................................................................31
3.4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data............................................................31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................34
4. 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap “Gang” jalan kecil ( path ) di permukiman kota memiliki ciri khas ruang publik
yang digunakan warga setempat untuk melakukan berbagai aktivitas. Gang adalah jalan
lingkungan yang berfungsi sebagai sarana sirkulasi warga yang menghubungkan satu tempat
ke tempat lainnya. Adapun kampung kota merupakan area permukiman yang umumnya
terletak di belakang pertokoan atau perumahan elit dipinggir jalan besar “Gang” dapat juga
diartikan sebagai jalan lingkungan, kondisi ini terjadi dikarenakan pada permukiman
kampung kota, lahan yang penuh dengan padatnya penduduk dan bangunan seringkali tidak
menyisakan tempat untuk masyarakat melakukan kegiatan-kegiatan kesehariannya dan
ketiadaan ruang publik yang bisa digunakan untuk bersosisialisasi sehingga keberadaan ruang
gang mau tidak mau akhirnya menjadi wadah bagi beragam aktivitas warga permukiman
kampung kota .
Gang di permukiman kampung-kota tidak hanya menjadi ruang jalan yang berfungsi
sebagai sarana sirkulasi untuk menghubungkan satu tempat ke tempat lain tetapi juga menjadi
sarana berbagai aktivitas masyarakat lainnya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
(Ramelan,2007). Sehingga dapat dikatakan gang merupakan pusat kehidupan sebuah
permukiman kampung kota
Kenyataan tersebut di atas memunculkan fenomena-fenomena yang penting untuk
dikaji karena multifungsi ruang gang menjadikan jenis jalan ini penuh dengan aktivitas
masyarakat sepanjang hari. Mulai dari terbit fajar hingga tengah malam koridor gang tidak
pernah sepi dari aktivitas warga yang tidak hanya menjadikan ruang jalan yang tetapi juga
menjadi sarana berbagai aktivitas masyarakat lainnya dalam menjalankan kehidupan sehari-
hari.
5. 5
Gang merupakan ruang publik terbuka secara responsive, gang dirancang sebagai alur
sirkulasi. Tetapi, gang disini bernilai meaningful karena dipakai berulang kali oleh anak-anak
untuk bermain sepeda dan berlari-larian. Stephen Carr dkk (1992:19) Meskipun lebar jalan
tidak cukup comfort untuk dilalui banyak orang, tetapi jalan pada gang ini dianggap cukup
democratic bagi pengguna untuk berbagai macam kegiatan
Fungsi gang di kampung kota tidak sekedar sebagai sarana sirkulasi warga, tetapi juga
menjadi ruang publik berbagai aktivitas warga dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Fungsi ruang publik secara umum di kampung kota sebagai sarana hiburan dan rekreasi
secara alamiah, aktivitas konomi, promosi budaya dan religi, serta untuk estetika lingkungan.
Gang juga menjadi sarana bermain anak ketika keberadaan ruang khusus untuk anak
semakin terbatas. Dengan demikian, gang sebagai ruang publik memiliki kondisi yang
bersifat dinamis menyesuaikan kompleksitas ruang dan kemajemukan pelaku warga
setempat.
Gang Teratai di RT 06 dan RT 07, RW 01, Kelurahan Cepokomulyo, Kepanjen,
Malang, Jawa Timur, tidak hanya berfungsi sebagai jalan penghubung, namun juga sebagai
sarana bersosialisasi warga, aktivitas ekonomi, rekreasi hingga tempat bermain anak. Kondisi
jalur gang menyesuaikan rumah-rumah warga dengan segala bentuk aktivitasnya, termasuk
anak-anak di lingkungan setempat. Keberadaan Gang Teratai penting untuk dikaji karena
multifungsi ruang gang dengan aktivitas warganya, terutama bagai mana mendapatkan ide
kreatif sebagai tujuan mendapatkan inovasi desain model gang pemukiman kota ramah anak
dan ramah lingkungan
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang terkait multifungsi ruang gang dengan aktivitas warganya,
maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
6. 6
1. Bagaimana karakteristik fisik gang dan aktivitas harian warga dalam
pemanfaatan ruang gang?
2. Bagaimana desain ruang gang permukiman kampung kota sebagai ruang publik
ramah anak yang ada pada saat ini?
3. Bagaimana desain ruang gang yang mampu mengakomodir akvitas bermain
anak tanpa menganggu fungsi utama gang sebagai sarana sirkulasi milik
publik?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan desain model gang permukiman kampung
kota sebagai ruang publik ramah anak dan lingkungan. Tujuan pokok tersebut dirinci
dalam beberapa tujuan khusus seperti berikut:
1. Untuk mengidentifikasi karakteristik fisik gang dan aktivitas harian warga
dalam pemanfaatan ruang gang.
2. Untuk mengidentifikasi desain ruang gang permukiman kampung kota sebagai
ruang publik ramah anak dan lingkungan yang ada pada saat ini.
3. Menemukan inovasi model gang yang mampu mengakomodir akvitas bermain
anak tanpa menganggu fungsi utama gang sebagai sarana sirkulasi milik
publik.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, serta kontribusi pemikiran bagi pembuat kebijakan untuk bahan kajian dalam
membuat putusan-putusan bagi perbaikan permukiman kumuh di masa yang akan datang.
Secara terinci penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk desain model gang
permukiman kampung kota sebagai ruang publik ramah anak dan lingkungan .
7. 7
1. Memberikan sumbangan pengetahuan, khususnya di bidang arsitektur
lingkungan dan perilaku dalam hubungannya dengan penggunaan ruang gang
sebagai wadah bagi aktivitas masyarakat di permukiman kampung kota
2. Memberi masukan bagi pengembangan interaksi masyarakat permukiman
kampung kota dengan lingkungannya dan antar anggota masyarakat sendiri,
untuk meningkatkan kehidupan bermukim yang lebih berkualitas.
3. Memberi masukan bagi perencanaan dan perancangan arsitektur perumahan
dan permukiman kampung kota yang berkualitas dan mampu mengakomodasi
kebutuhan karakteristik masyarakat pengguna
8. 8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Inovasi
Schumpeter (1934) merupakan ahli yang pertama kali mengemukakan konsep inovasi.
Ia mendefinisikan “inovasi” sebagai kombinasi baru dari faktor-faktor produksi yang dibuat
oleh pengusaha dan pemikiran inovasi adalah kekuatan pendorong yang penting (critical
driving force) dalam pertumbuhan ekonomi. Konsep inovasi Schumpeter melibatkan inovasi
produk, inovasi proses, inovasi pasar, penggunaan bahan baku baru dan mendapatkan bahan
baku tersebut dengan cara-cara dan inovasi pada organisasi. Dengan demikian Schumpter
telah meletakkan pondasi dasar teori mengenai inovasi untuk penelitian selanjutnya.
Yang kemudian oleh beberapa peneliti dilakukan pergeseran fokus dalam penelitiannya, dari
konsep inovasi secara makro bergeser pada konsep inovasi yang lebih mikro. Konsep inovasi
makro ini terkait dengan inovasi yang dilakukan secara makro yang berhubungan dengan
pertumbuhan ekonomi sedangkan konsep inovasi secara mikro terkait dengan inovasi yang
dilakukan oleh perusahaan (Xu dkk., 2006). Dengan berkembangnya inovasi dari sisi fokus
penelitian secara makro oleh para ahli, terdapat dua pendekatan yang berbeda mengenai
konsep inovasi yang mereka kemukakan sebagai pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan
dalam menciptakan inovasi. Pendekatan pertama adalah “innovation as a process”, dimana
inovasi didefinisikan dengan lebih menekankan pada proses inovasi dalam organisasi dan
proses sosial yang menghasilkan inovasi sebagai kreativitas individu (individual creativity),
budaya organisasi (organization culture), kondisi lingkungan (environment context), dan
faktor-faktor sosio – ekonomi (social and economic factors) (Xu dkk,2009;Castro dkk, 2011)
Pendekatan kedua adalah “innovation as an outcome”, dimana dikatakan bahwa inovasi
adalah produk yang dibuat atau penciptaan produk yang memiliki nilai tambah. Dalam
perspektif inovasi sebagai sebuah hasil (an outcome), inovasi dibagi menjadi dua jenis yaitu
inovasi radikal dan inovasi inkremental , inovasi radikal adalah adanya teknologi yang
9. 9
mendorong inovasi (technology push) dalam menciptakan sesuatu yang baru bagi perusahaan
dan juga untuk pasar atau pelanggan. Inovasi inkremantal (incremental innovation) biasanya
dikategorikan sebagai inovasi yang berorientasi pasar (market pull) karena ide-ide yang
didapatkan dalam penciptaan produk baru berasal pasar, sehingga sering disebut sebagai
produk yang berorientasi pasar atau marketable product (Darroch dan McNAughton, 2002).
Untuk membuat terobosan diatas perlu adanya dukungan untuk menfasilitasi inovasi
1. Kreatifitas, kreatifitas adalah sebuah ide, gagasan yang mampu membawa
perubahan dalam sebuah aktifitas kehidupan. Organisasi membutuhkan ide
atau gagasan baik dari internal organisasi maupun eksternal organisasi
2. Pengetahuan, pengetahuan merupakan semua pemahaman relevan yang
membawa individu mengusahakan kreativitas. Sehingga sebuah inovasi akan
muncul apabila kreatifitas dan pengetahuan menjadi satu.
3. Selain kreativitas dan pengetahuan inovasi menuntut berbagai kompetensi
pada setiap tahapan proses
4. Inovasi perlu didorong oleh kebutuhan masyarakat daripada kebijakan dan
proses.
Manajemen pengetahuan adalah suatu upaya yang sistematis, tegas, dan sengaja untuk
membangun, memperbaharui dan mengaplikasikan knowledge dalam rangka untuk
10. 10
menciptakan creation dan innovation (Wiig,1998). KM (Knowledge Management) adalah
suatu upaya yang sistematis, tegas dan sengaja untuk membangun, memperbaharui dan
mengaplikasikan knowledge dalam rangka memaksimumkan efektifitas keterkaitan
knowledge di perusahaan dan menyimpannya sebagai knowledge assets untuk diperbaharui
secara berkelanjutan untuk menciptakan creation dan innovation
Salah satu konsep yang dikembangkan oleh Universitas di Amerika yaitu University of
George Washington mempublikasikan judul University Research the Architecture of
Enterprise Enginering yang digambarkan pada gambar Sebagai berikut :
Multi disiplin adalah merupakan fondasi dari sebuah bangunan yang mana dalam setiap
perusahaan bisa terdiri dari berbagai multi disiplin, dimana antar perusahaan kadang memiliki
multi disiplin yang berbeda Sementara empat pilar utama yang mendukung implementasi
konsep dan sistem KM (Knowledge Management) adalah:
1. Leadership/Management terdiri dari strategy, values, decision-making process,
prioritization, resource allocation promote system thinking, integrative management
roles
2. Organization terdiri dari operational aspects: functions, processes, structures, control
& measurements support system technology, utilization
3. Technology terdiri dari various IT product support the collaboration and codification
11. 11
4. Learning terdiri dari various learning forums, principles and behaviors promote
collaborative learning environment
Dalam membuat perencanaan penerapan knowledge management merupakan strategi jangka
panjang yang meliputi tiga komponen dalam penciptaan nilai (value creation) yang meliputi
kualitas/mutu (quality), efisiensi (efficiency), dan pertumbuhan (growth), dengan magang
pengalaman tujuan strategi (strategy objective intern)
2.2. Gang
Gang di permukiman kampung-kota tidak hanya menjadi ruang jalan yang berfungsi
sebagai sarana sirkulasi untuk menghubungkan satu tempat ke tempat lain tetapi juga menjadi
sarana berbagai aktivitas masyarakat lainnya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
(Ramelan,2007). Sehingga dapat dikatakan gang merupakan pusat kehidupan sebuah
permukiman kampung kota
2.3. Kampung Kota
Secara umum diketahui sebagai suatu pemukiman yang tumbuh di kawasan urban
tanpa perencanaan infrastruktur dan jaringan ekonomi kota. Kampung Kota juga bisa disebut
dengan berbagai istilah akademik lainnya seperti informal settlement, illegal settlement,
slums atau spontaneous settlement/shelter (Pidato Pengukuhan Prof. Ir. Bakti Setiawan, MA.
Ph.d). Kampung Kota merupakan sebuah sistem permukiman pedesaan, mewakili suatu
budaya bermukim, memberi corak dan aktifitas khas perkotaan tersendiri yang berkaitan
dengan konsep survival (mempertahankan diri) terhadap kultur moderen perkotaan
disekitarnya (Budihardjo, 1997). Adapun pengertian Kampung Kota dalam kamus tata ruang
adalah merupakan bagian dari kota, berupa kelompok perumahan, memiliki penduduk yang
tinggi, kurang sarana dan prasarana, tidak terdapat luasan tertentu, dapat lebih besar dari satu
kelurahan dan mengandung arti perumahan yang dibangun secara tidak formal.
12. 12
Kampung kota dapat dijelaskan sebagai sebuah perumahan atau pemukiman yang seperti
kampung di pedesaan, tapi berada di perkotaan (Setiawan, 2010). Jika dilihat secara fisik
sebagian kampung kota biasanya identik dengan ketidakteraturan hingga kondisi kumuh.
Namun demikian kampung kota juga biasanya memiliki ciri khas tertentu berdasar sejarahnya
masing-masing.
Dilihat dari sisi lain kepadatan penduduk, efisiensi lahan, sarana prasarananya
maupun pola guna lahan campuran/mixed used yang terdapat di dalamnya cukup memberikan
alternatif pola guna lahan yang efisien. Percampuran antara guna lahan perumahan dan bukan
perumahan, termasuk untuk berbagai kegiatan komersial di kampung justru menjamin
keberlanjutan kampung dan menciptakan kondisi kota yang liveable (Roychansyah dan
Diwangkari, 2009).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa kampung kota adalah suatu
bentuk permukiman di wilayah perkotaan yang khas Indonesia dengan ciri: penduduk masih
membawa sifat dan perilaku kehidupan pedesaan; kondisi fisik bangunan dan lingkungan
kurang baik dan tidak beraturan; kerapatan bangunan dan penduduk tinggi serta memiliki
pola guna lahan campuran/mixed used
2.4. Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan- hubungan yang dinamis menyangkut hubungan
antar orang, antar kelompok, maupun antar individu dengan kelompok manusia (Gillin dalam
Waluyo, 2008:43). Tidak selamanya interaksi sosial berupa tindakan yang bersifat kerjasama,
contohnya adalah tindakan pertengkaran yang termasuk interaksi sosial. Hal ini karena
keduanya melakukan hubungan timbal balik walaupun dalam bentuk pertikaian. Gillin (dalam
Soekanto, 2006) membedakan bentuk interaksi sosial ada dua macam yaitu asosiatif
(menguatkan ikatan sosial, bersifat mendekatkan atau positif) dan disosiatif (merusak ikatan
sosial, bersifat negatif).
13. 13
Ruang publik sebagai ruang interaksi sosial merupakan ruang bersama suatu komunitas yang
di dalamnya terdapat aktifitas sosial kemasyarakatan secara rutin/ setiap hari dan aktifitas ketika ada
event tertentu (Carr, et al,1992:11). Ruang publik dapat berbentuk cluster maupun linier dalam ruang
terbuka maupun tertutup. Carr et al (1992:79-84) menjelaskan tipologi/ bentuk kontemporer dari
suatu ruangpublik perkotaan yaitu taman-taman publik, lapangan dan plasa,tempat peringatan, pasar,
jalan(pedestrian ways, pedestrian mall,jalurlambat, gang/ jalan kecil), lapangan bermainanak, ruang
terbuka untuk masyarakat, jalur hijau, atrium/ pasar tertutup, dan ruang di lingkungan bertetangga.
2.5. Jaringan Jalan Pemukiman
Jalan perumahan merupakan salah satu struktur penting dari dalam suatu sistem
jaringan jalan perkotaan. Sehingga, peranan jalan ini jika berfungsi dengan baik dapat
menentukan kualitas sebuah kota, serta memberikan kenyamanan dan kesejahteraan bagi
warganya (SNI 03-6967-2003 Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan
perumahan).
Michael Southworth & Eran ben – Joseph (1996:6-7) menjelaskan bahwa jalan-jalan
di lingkungan permukiman tidak hanya berfungsi sebagai akses kendaraan, tetapi sebagai
tempat aktivitas sosial termasuk tempat bermain anak dan tempat rekreasi. J.B. Jackson
(dalam Girling dan Helpband, 1994:34) menjelaskan pengertian jalan adalah koridor
sirkulasi, tempat orang berjalan, ruang sosial, dan ruang terbuka utama untuk rekreasi. Lynch
(1991:306) berpendapat bahwa jalan jalan juga dapat berfungsi sebagai identitas yang
mencerminkan karakter dari suatu tempat dan menjadi tempat yang bisa dikenang/ tak
terlupakan.
(Lesson Learn) belajar dari pengalaman Jalan Permukiman ( gang )
Jalan dan trotoar memiliki arti khusus di Asia, karena kehidupan sehari-hari (pagi
sampai larut malam) berlangsung di jalan yang ramai oleh ikatan sosial yang dibentuk di sisi
jalan. Banyak fenomena- fenomena yang tidak terduga di negara barat namun terjadi di
14. 14
negara-negara di Asia. Hal seperti inilah yang menjadi dasar untuk menyelenggarakan Great
Asian Streets Symposium (GASS) pada tahun 2001.
Karakteristik jalan di Sri Lanka yakni jalan didekorasi untuk sebuah acara keagamaan,
acara pemakaman, dan juga jalan dipergunakan sebagai pasar (Dayaratne dalam Kiang et al,
2010:63-73). Sedangkan Malaysia menerapkan prinsip multidimensi yaitu jalan multifungsi,
multi kelas, multi agama, dan multi ras. Jalan multifungsi di Malaysia adalah jalan yang
dipergunakan untuk berbagai aktivitas yaitu sebagai pasar, tempat penyelenggaraan festival
dan aktivitas sehari-hari masyarakat (Utaka dan Fawzi dalam Kiang et al, 2010:79-85).
Permukiman di Sampaloc memiliki karakteristik jalan yang sempit, sehingga jalan sebagai
utilitas umum dipergunakan sebagai tempat untuk bekerja (jasa cuci baju), tempat menjemur
pakaian, dan tempat bermain anak (Dela Paz dalam Kiang et al, 2010:93-102).
2.6. Lingkungan Permukiman Kota
Permukiman merupakan wadah fisik (perumahan) beserta sarana prasarana penunjangnya
dan merupakan perpaduan antara wadah dan isinya yakni manusia yang hidup bermasyarakat
dengan unsur budaya dan lingkungannya (Sudharto, 2005:104). Permukiman terbentuk atas
kesatuan antara manusia dan lingkungan di sekitarnya. Permukiman terdiri dari dua bagian yaitu
manusia (baik sebagai pribadi maupun dalam hubungan sosial) dan tempat yang mewadahi
manusia berupa bangunan (baik rumah maupun elemen penunjang lain). Menurut Costantinos A.
Doxiadis (1968), terdapat lima elemen dasar permukiman, yakni alam (nature), manusia (antropos),
masyarakat (society), ruang kehidupan (shell), dan jaringan atau sarana prasarana (networks).
Berkaitan dengan masalah penelitian yaitu jalan digunakan masyarakat sebagai ruang interaksi
sosial, maka elemen lingkungan permukiman yang berkaitan secara langsung adalah masyarakat
dan jaringan. Masyarakat merupakan kesatuan kelompok orang (keluarga) dalam suatu permukiman
yang membentuk suatu komunitas tertentu.
15. 15
Penilaian terhadap kondisi sosial masyarakat dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kekerabatanmasyarakat dan permasalahan yang ditimbulkan dari kegiatan masyarakat di jalan dan
gang. Penilaian terhadap jaringan yaitu penilaian terhadap kondisi fisik jalan dan sekitarnya
(drainase dan kebersihan lingkungan). Kedua penilaian tersebut dilakukan untuk memperlihatkan
pengaruh yang telah diberikan dari berbagai macam kegiatan di jalan dan gang permukiman.
2.7. Kota Layak Anak (KLA)
Konsep Kota Layak Anak (KLA) sebenarnya berawal dari proyek yang diinisiasi oleh
UNESCO dengan program Growing Up City. Kegiatan ini sendiri diujicobakan di empat
negara terpilih, yaitu Argentina, Australia, Mexico dan Polandia. Tujuan dari program ini
adalah mengetahui bagaimanakah sekelompok anak-anak usia belasan tahun menggunakan
dan menilai lingkungan keruangan (spatial space) sekitarnya. Selanjutnya, konsep kota layak
anak diperkenalkan oleh UNICEF dengan tujuan menciptakan suatu kondisi yang
mengaspirasi hak-hak anak melalui tujuan, kebijakan, program-program dan struktur
pemerintahan lokal Konsep Kota Layak Anak diharapkan pemerintah di suatu kota mampu
memberikan suatu jaminan terhadap hak-hak anak, seperti: kesehatan, perlindungan,
perawatan, pendidikan, tidak menjadi korban diskriminasi, mengenal lingkungan dan
budayanya dalam arti yang luas, berpartisipasi dalam merencanakan kota tempat tinggalnya,
memiliki kebebasan bermain, dan memperoleh lingkungan yang bebas dari polusi. Pada
dasarnya tujuan dari suatu kota layak anak bagi anak-anak muda adalah
a) Mampu berkontribusi dalam pengambilan keputusan mengenai kota tempat
tinggalnya
b) Mengekspresikan pendapat
c) Berpartisipasi di dalam keluarga, komunitas dan kehidupan sosialnya
d) Memperoleh akses terhadap pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan
tempat tinggal
e) Memperoleh akses untuk meminum air yang sehat dan sanitasi yang memadai
16. 16
f) Terlindungi dari eksploitasi, kekerasan dan pelecehan
g) Berjalan dengan aman di jalanan
h) Berjumpa teman dan bermain
i) Memiliki ruang hijau untuk tanaman dan hewan peliharaan
j) Tinggal di lingkungan yang sehat yang bebas polusi
k) Berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan kebudayaan
l) Didukung, dicintai dan memperoleh kasih saying
m) Sama seperti warga lainnya dalam memperoleh akses terhadap setiap
n) pelayanan tanpa memandang suku, agama, pendapatan, jenis kelamin dan
o) keterbatasan (disability)
Di Indonesia, konsep kota layak anak sudah terakomodasi dalam satu Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 02 Tahun 2009 mengenai Kebijakan
Kabupaten/Kota Layak Anak. Di dalam Peraturan Menteri tersebut diketahui bahwa terdapat
indikator kota layak anak di Indonesia, antara lain kesehatan, pendidikan, perlindungan,
infrastruktur, lingkungan hidup dan pariwisata. Indikator-indikator tersebut menurut
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan di atas merupakan indikator umum,
sedangkan kebijakan mengenai Kota Layak Anak merupakan indikator khusus. Dari konsep
Kota Layak Anak yang mengacu pada tumbuh kembang anak, Bupati Kabupaten Malang
menginstruksikan terbentuknya Ruang Terbuka Hijau dengan harapan terdapat
keseimbangan polusi udara terhadap kehidupan kota yang merupakan pengembangan
ekosistem berdampak pada kehidupan sosial termasuk pendidikan, kesehatan, dan hak
perlindungan. Hal ini relevan dengan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Malang tentang
Rencana Aksi Daerah Pengembangan Kota Layak Anak sebagaimana yang tercantum
Peraturan Bupati Malang Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Kabupaten Layak Anak
17. 17
2.8. Pengertian Lingkungan Ramah Anak
Lingkungan ramah adalah lingkungan sosial bagi perkembangan anak. Menurut Urin
Bonfrenbrenner, seorang pakar perkembangan mengatakan bahwa, anak-anak berkembang dipengaruhi
oleh konteks sosial dalam kehidupan anak-anak. Lingkuangan atau Ruang publik menurut teori ekologi
ditempatkan sebagai mesosistem, yakni ruang kolektif di mana anak-anak melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya di luar rumah. Ruang kolektif ini sangat menentukan kualitas perkembangan anak,
sehingga ruang publik adalah bagian penting dari pembentukan kualitas sosial perkembangan anak
di luar rumah. Ruang publik berupa taman bermain adalah suatu lingkungan yang penting bagi anak-
anak untuk bermain dan bergaul dengan teman sebaya mereka.
Aktivitas anak-anak pada taman bermain akan lebih hidup jika pada taman bermain dilengkapi
dengan fasilitas bermain yang aman dan nyaman sehingga anak-anak merasa senang dan menikmati
waktu mereka. Meskipun aman dan nyaman, pengawasan orang tua tetapdibutuhkan untuk memastikan
bahwa anak-anak tersebut dijaga sehingga aman. Mengawasi anak secara langsung atau bahkan bermain
dengan anak adalah suatu kesempatan bagi orang tua untuk mengakrabkan diri sekaligus menjalankan
kewajiban orang tua untuk mendidik anak. Pengawasan orang tua menjadi hal yang penting dan
merupakan salah satu persyaratan ruang publik ramah anak. Perlindungan anak diusahakan oleh setiap
orang, orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun negara. Sesuai dengan Undang- Undang
No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak. Kalau kita merujuk kembali ke Undang-Undang Perlindungan Anak No 35 Tahun
2014 dan peraturan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, berikut ini adalah
beberapa hak anak yang dapat terpenuhi dengan adanya taman bermain yang ramah anak
1. Anak dapat bertemu dan bermain bersama teman-temannya
2. Anak aman bermain di taman ini
3. Merupakan ruang hijau dan pohon-pohonnya berfungsi membersihkan udara
4. Semua orang bisa mengakses taman karena tidak dikenakan biaya masuk
18. 18
5. Menjadi sarana berkegiatan bersama keluarga (membantu orang tua
melaksanakan kewajiban orang tua untuk mengasuh dan mendidik anak,
pasal 26, Perkembangan ruang ramah anak tidak membutuhkan modal besar,
hanya sebuah taman yang dilengkapi sarana permainan anak dan berbagai
jenis pohon dan tanaman sebagai vegetasi yang dapat menyejukkan dan
memberi rasa nyaman.
2.9. Anak-anak dalam ruang publik
Ruang Publik, adalah ruang yang dirancang dan dibangun sebagai wadah aktifitas
bersifat publik bagi masyarakat. Pengguna ruang publik bermacam, dan secara umum
dibedakan berdasarkan usia dan juga gender. Perbedaan usia berhasil meraih perhatian yang
berlebih. Karena dalam setiap fase perkembangan usia, manusia akan mengalami perubahan
baik dari segi fisik, psikis maupun mental dan hal itu secara langsung maupun tidak langsung
pasti akan berdampak pada kondisi lingkungan di sekitarnya, tak terkecuali pada ruang publik
yang dipakai atau diakses. kata ‘publik’ menunjukkan adanya kebebasan, atau sifat dapat
digunakan atau diakses oleh siapa saja. Sehingga sudah sewajarnya bahwa ruang publik dapat
memenuhi kebutuhan penggunanya melalui desain yang sesuai atau responsive, tidak
terkecuali untuk anak-anak.
Lingkungan sekitar anak-anak merupakan faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak-anak, baik secara fisik, sosial dan mental. Pengaruh lingkungan (keluarga,
teman, atau masyarakat) sangat menentukan bagaimana seorang anak dapat tumbuh. Jika
anak-anak mendapat perlindungan yang aman dan kondisi nyaman di dalam rumah dan bisa
melakukan aktifitas dengan baik seperti belajar, bermain dan beristirahat, begitu pula yang
harus terjadi di luar rumah.
19. 19
Ruang ruang luar rumah harus dibentuk sebagai wadah yang sesuai bagi anak-anak
dalam perkembangan mereka. ruang tersebut tidak harus berupa area bermain tetapi juga
ruang publik yang dapat diakses dengan aman oleh siapapun termasuk anak-anak. Sehingga
sudah sewajarnya bahwa ruang publik dapat memenuhi.
Ruang publik sebagai ruang yang dapat diakses oleh setiap orang dengan sendirinya
harus memberikan kebebasan bagi penggunanya tidak terkecuali anak anak. Secara
fungsional ruang publik adalah jalan raya, tetapi berdas arkan kesepakatan formal dan
komunikasi massa maka berubah menjadi ruang interaksi. ruang publik tidak terbentuk dari
aktifitas atau proses komunikasi tapi berdasarkan adanya akses. kebutuhan penggunanya
melalui desain yang sesuai atau responsive, tidak terkecuali untuk anak-anak. Lingkungan
sekitar anak-anak merupakan faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak-anak, baik
secara fisik, sosial dan mental.
Pengaruh lingkungan (keluarga, teman, atau masyarakat) sangat menentukan
bagaimana seorang anak dapat tumbuh. Jika anak-anak mendapat perlindungan yang aman
dan kondisi nyaman di dalam rumah dan bisa melakukan aktifitas dengan baik seperti belajar,
bermain dan beristirahat, begitu pula yang harus terjadi di luar rumah. Ruang ruang luar
rumah harus dibentuk sebagai wadah yang sesuai bagi anak-anak dalam perkembangan
mereka.ruang tersebut tidak harus berupa area bermain tetapi juga ruang publik yang dapat
diakses dengan aman oleh siapapun termasuk anak-anak.
Ruang publik sebagai ruang yang dapat diakses oleh setiap orang dengan sendirinya
harus memberikan kebebasan bagi penggunanya tidak terkecuali anak anak. Secara
fungsional ruang publik adalah jalan raya, tetapi berdas arkan kesepakatan formal dan
komunikasi massa maka berubah menjadi ruang interaksi. ruang publik tidak terbentuk dari
aktifitas atau proses komunikasi tapi berdasarkan adanya akses.
20. 20
Aktivitas yang dilakukan di ruang publik oleh anak-anak lebih mengarah pada
aktivitas bermain meskipun ruang yang digunakan tidak dirancang secara khusus untuk
permainan misalnya kolam air mancur yang dibangun sebagai point of view untuk dinikmati
secara visual dapat menjadi tempat bermain air oleh anak anak, sehingga erat kaitannya
antara kondisi fisik dengan perilaku anak pada suatu ruang publik. Seperti manusia pada
umumnya, anak-anak tidak bisa hanya berdiam diri di dalam rumah. Ruang gerak motorik
pada pemukiman sangat tidak memungkinkan anak-anak untuk bermain, sehingga anak- anak
badran membutuhkan ruang publik. Ketersediaan ruang publik adalah bagian dari lingkungan
belajar anak, kecuali anak-anak yang mengalami gangguan atau hambatan perkembangan.
2.10. Perilaku sosial
Seorang individu dalam lingkungannya menurut Laurens (2004) dapat diamati dari: (1)
fenomena perilaku lingkungan, (2) kelompok- kelompok pemakai dan (3) tempat terjadinya
aktivitas. Fenomena-fenomena tersebut menunjuk pada pola-pola perilaku pribadi yang berkaitan
dengan lingkungan fisik yang ada, terkait dengan perilaku interpersonal manusia atau perilaku
sosial manusia.
1. Ruang Publik (Public space) dan Ruang Privat (Personal space)
Berbicara mengenai ruang publik dan ruang privat tidak akan terlepas dari pembicaraan
mengenai ruang (space) sebab ruang adalah wadah fisik dari kegiatan kegiatan yang dilakukan
oleh manusia. Warga masyarakat di permukiman kampung kota dalam kegiatan hari-harinya tidak
terlepas dari kebutuhan akan ruang/wadah untuk melaksanakannya Dalam kegiatan kesehariannya
tersebut warga melakukannya secara sendiri-sendiri maupun berkelompok sehingga ruang yang
terbentuk pun mempunyai besaran, nilai, makna dan fungsi serta batasan yang berbeda-beda.
Perbedaan tersebut terjadi karena individu-individu dalam kelompok masyarakat tersebut
mempunyai perilaku yang berbeda yang diakibatkan oleh latar belakang yang berbeda diantaranya
perbedaan sosial, budaya, ekonomi, dan religi.
21. 21
a. Ruang Publik
Menurut Hertzberger (1999) Ruang publik adalah sebuah area yang dapat diakses oleh
setiap orang pada setiap waktu, tanggung jawab pemeliharaannya ditanggung secara bersama.
Ruang publik bisa diartikan secara psikologis sebagai social space. Kebalikan dari ruang publik
adalah ruang privat (private space) yaitu area yang aksesiblitasnya ditentukan oleh kelompok kecil
atau satu orang, berikut tanggung jawab pemeliharaannya. Pengertian lain dari ruang privat ini
menurut ilmu psikologi adalah personal space dengan perbedaan bahwa aktivitas personal space
dapat dilakukan di ruang publik.
Dalam konteks permukiman kampung kota, ruang privat adalah rumah tinggal warga
termasuk ruang dalam dan ruang luarnya sebatas petak kepemilikannya. Di luar batas petak
kepemilikannya tersebut sudah merupakan ruang publik termasuk gang yang berada tepat di
depannya, berbatasan dengan petak miliknya. Di permukiman kampung kota seringkali
rumah tinggal pribadi tidak memiliki pagar pembatas yang jelas dengan ruang gang yang
menjadi ruang public
Salah satu fungsi utama ruang publik adalah sebagai wahana interaksi antar warga
untuk berbagai tujuan, baik individu maupun kelompok. Dalam hal ini ruang publik
merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat yang keberadaannya tidak dapat dilepaskan
dari dinamika social
b. Ruang personal
Ruang personal menurut Secara sederhana Sommer mendefinisikan ruang personal
sebagai batas tak nampak di sekitar seseorang, dimana orang lain tidak boleh atau merasa enggan
untuk memasukinya (Haryadi, 1996). Jarak individu yang dijaga untuk mendapatkan ruang
personal ini oleh Sommer disebut sebagai jarak inclividu (individual distance) yang bisa
bertambah atau mengecil tergantung situasi lingkungan dan psikologis seseorang.
22. 22
Ruang personal dapat cliartikan sebagai suatu komponen jarak dalam relasi interpersonal
yang menjadi indikator sekaligus bagian integral dari perkembangan hubungan interpersonal.
Dalam pengendalian terhadap gangguan-gangguan yang datang, manusia mengatur jarak
personalnya dengan pihak lain. Edward Hall (Laurens 2004) membagi jarak tersebut ke dalam
empat kategori yaitu:
a. Jarak intim: fase dekat (0,00 - 0,15 m) dan fase jauh (0,15 - 0,50 m). Jarak ini
adalah jarak untuk saling merangkul kekasih, sahabat atau anggota keluarga. Pada
jarak ini tidak cliperlukan usaha keras seperti berteriak atau menggunakan gerak
tubuh untuk berkomunikasi, cukup dengan berbisik. CJ Jarak personal: fase dekat
(0,50 - 0,75 m) dan fase jauh (0,75 - 1,20 m). Jarak ini adalah jarak untuk
percakapan yang sudah saling akrab. Gerakan tangan diperlukan untuk
berkomunikasi normal CJ Jarak sosial: fase dekat (1,20 - 2,10 m) dan fase jauh
(2,10 - 3,60 m). Jarak ini merupakan batas normal bagi individu dengan kegiatan
serupa atau kelompok sosial yang sama, Pada jarak ini komunikasi dapat terjacli
dengan baik apabila seseorang berbicara dengan suara agak keras dan dengan gerak
anggota badan disengaja untuk membantu maksud dalam berkomunikasi.
b. Jarak publik: fase dekat (3,60- 7,50 m) dan fase jauh (>7,50 m). Jarak ini adalah
untuk hubungan yang lebih formal seperti aktor dengan hadirinnya.
Dalam pembentukan ruang atau perancangan ruang yang dijadikan patokan dasar
adalah Jarak Sosial dimana individu-individu masih merasa nyaman untuk berkomunikasi tidak
seperti jarak publik dimana pada jarak ini orang sudah tidak mengindahkan sesamanya dan
diperlukan usaha keras untuk saling berkomunikasi dengan baik.
Sehubunga dengan ruang personal danjarak interpersonal ini Laurens (2004) mengulas
lebih jauh tentang tatanan ruang yang digunakan untuk memfasilitasi atau mengurangi
interaksi sosial. Perbedaan ruang tersebut adalah:
23. 23
a. Ruang sosiopetal (Sociopetal) yaitu merujuk pada tatanan ruang yang mampu
memfasilitasi interaksi sosial, contoh sederhananya adalah meja makan tempat
anggota keluarga berkumpul mengelilingi meja dan saling berhadapan lain.
b. Ruang sosiofugal (Sociofagal) merujuk pada tatanan ruang yang mampu mengurangi
interaksi sosial seperti mudah ditemukan pada ruang tunggu di stasiun KA atau
bandara dimana para penguniung duduk saling membelakangi.
Dalam hal perancangan koridor gang pada permukiman kampung kota, kedua jenis
ruang tersebut di atas diperlukan sesuai dengan interaksi sosial yang diharapkan terjadi di
lingkungan tersebut. Pada ruang gang dimana diharapkan terjadi interaksi sosial maka
penerapan tatanan sosiopetal perlu diakomodasi, namun pada ruang gang dimana masyarakat
seringkali melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat personal maka tatanan sosifugal perlu
diterapkan.
2. Kesesakan (Crowding)
Ruang personal seperti telah dijelaskan terdahulu menunjukkan secara jelas pengaruh
psikologis individu atau kultural sekelompok individu terhadap kognisinya mengenai ruang.
Ruang personal merupakan konsep yang dinamis dan adaptif, tergantung pada situasi
lingkungan dan psikologis seseorang. Berbicara mengenai ruang personal dalam permukiman
kampung kota yang padat dengan penduduk maupun bangunan, maka akan berkaitan erat
dengan kesesakan (crowding).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa crowding adalah situasi dimana seseorang
atau sekelompok orang sudah tidak mampu memmpertahankan ruang personalnya. Dalam
konteks kampung yang padat penduduk, masing-masing telah mengintervensi batas-batas
ruang personal. Menurut Laurens (2004), ciri pertama kesesakan adalah persepsi terhadap
kepadatan jumlah manusia. Ciri kedua kesesakan adalah bersifat subjektif.
24. 24
Situasi crowding apabila terus menerus terjadi akan mengarah pada munculnya
stres. Namun karena konsep ruang personal menyangkut aspek psikologis dan kultur
seseorang maka masalah crowding tidak hanya berkaitan dengan densitas fisik semata
tetapi juga menyangkut (1) faktor sosial yang meliputi nonna, kultur, serta adat istiadat
masyarakat; (2) faktor situasional seperti karakteristik dari hubungan antar individu,
lama serta intensitas kontak dan (3) faktor intrapersonal seperti karakteristik dari
individu seperti • usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, sikap.
Sehubungan dengan hal tersebut bisa terjadi bahwa meskipun di permukiman
kampung kota kepadatan penduduk sangat tinggi namun karena hubungan
ketetanggaan yang erat serta lama kontaknya terbatas (misal pada saat bersama-sama
mencuci baju peralatan dapur di MCK umum) maka tidak dapat dikatakan muncul
situasi crowding. Salah satu kerangka studi mengenai kesesakan yang diusulkan Loo
(1977) seperti dikutip Haryadi (1996) dapat diterangkan dalam skema berikut ini:
Berkenaan dengan masalah kesesakan ini Altman (1975) seperti dikutip oleh Halim
(2005) mengajukan suatu model yang menghubungkan privasi, ruang personal, teritorial dan
25. 25
kesesakan dengan menganggap "sesak" (crowding) sebagai akibat dari kegagalan mencapai
tingkat privaci yang diinginkan seperti digambarkan berikut ini
2.11. Teritorialitas dan perilaku
Teritorialitas adalah suatu konsep sosio-arsitektur yang diturunkan dari konsep
psikokologi-lingkungan tentang perasaan kepemilikan (psychological ownership) yang menurut
Pierce (2001) adalah suatu perasaan memiliki dan keterikatan secara psikologis dengan suatu
objek tertentu. Teritorialitas diartikan sebagai suatu set perilaku dan kognisi yang ditampilkan
oleh individu atau kelompok yang didasarkan pada pemahaman atas kepemilikan ruang fisiknya
(Halim, 2005).
Teritori adalah area yang secara spesifik dimiliki dan dipertahankan baik secara fisik
maupun non fisik (dengan aturan-aturan atau norma-norma tertentu). Teritori ini biasanya
dipertahankan oleh sekelompok penduduk yang mempunyai kepentingan yang sama dan saling
bersepakat untuk mengontrol areanya (Haryadi, 1996). Misalkan anak-anak di kampung yang
mempunyai teritori untuk bermain, yang menyiratkan pemahaman, penguasaan atas area bermain
tersebut.
Salah satu bentuk pelanggaran terhadap teritori diantaranya adalah invansi yang berarti
seseorang secara fisik memasuki teritori yang bukan miliknya dengan maksud mengambil kendali
atas teritori tersebut dari pemiliknya. Hal ini bisa terjadi pada berbagai tingkatan, misalnya warga
yang mengambil alih ruang gang yang berada tepat di depan petak rumahnya yang semula adalah
untuk jalur sirkulasi dan menggantikannya untuk perluasan lahan rumah dengan menjadikannya
tempat penyimpanan benda-benda yang tidak tertampung di rumahnya (sebagai gudang atau lebih
parah lagi dengan mendirikan kandang ayam/burung).
Fisher seperti dikutip oleh Laurens (2004) mengatakan bahwa kepemilikan atau hak dalam
teritorialitas ditentukan oleh persepsi orang yang bersangkutan sendiri. Persepsi ini bisa aktual
yaitu memang pada kenyataannya ia benar memiliki seperti hak milik atas rumah yang disahkan
26. 26
secara hukum tetapi juga bisa hanya merupakan kehendak untuk menguasai atau mengontrol suatu
tempat seperti meja makan di kantin atau restoran.
Masalah aktualitas persepsi bisa jadi sangat subjektif, misalnya seorang penghuni liar
dipermukiman kampung kumuh diharuskan meninggalkan gubuknya, ia menolak karena ia merasa
gubuk itu sudah menjadi teritorinya. Ia merasa sudah menguasai tempat itu bertahun-tahun tanpa
ada yang mengusiknya.
Menurut Altman (Haryadi, 1996), Laurens (2004) dan Halim (2005) Teritori terdiri dari
tiga kelompok, yaitu: (1) Teritori utama (primary), (2) Teritori sekunder (secondary); dan (3)
Teritori publik.
Teori primer adalah tempat-tempat yang sangat pribadi sifatnya, yang hanya boleh
dimasuki oleh orang-orang yang sudah sangat akrab atau yang sudah mendapatkan izin-izin
khusus. Teritori ini dimiliki oleh perseorangan atau sekelompok orang yang juga mengendalikan
penggunaan teritori tersebut secara relatif tetap, berkenaan dengan kehidupan sehari-hari ketika
keterlibatan psikologis penghuninya sangat tinggi. Misalnya, ruang tidur atau ruang kantor.
Meskipun ukuran dan jumlah penghuninya tidak sama, kepentingan psikologis dan teritori primer
bagi penghuninya selalu tinggi.
Teritori sekunder adalah tempat-tempat yang dimiliki bersama oleh sejumlah orang
yang sudah cukup saling mengenal. Kendali pada teritori ini tidaklah sepenting teritori primer
dan kadang berganti pemakai, atau berbagi penggunaan dengan orang asing. Misalnya, ruang
kelas, kantin kampus, dan ruangan latihan olah raga.
Teritori publik adalah tempat-tempat yang terbuka untuk umum. Pada prinsipnya,
setiap orang diperkenankan untuk berada di tempat tersebut. Misalnya pusat perbelanjaan,
tempat rekreasi, lobi hotel, dan ruang sidang pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk
umum. Kadang-kadang terjadi teritori publik dikuasai oleh kelompok tertentu dan
27. 27
tertutupbagi kelompok yang lain, seperti bar yang hanya untuk orang dewasa atau tempat-
tempat hiburan yang terbuka untuk dewasa umum, kecuali anggota TNI, misalnya.
2.12. Ruang Publik Berdasarkan Sifatnya
Menurut Stephen Carr dkk (1992:19) terdapat 3 (tiga) kualitas utama sebuah ruang
publik, yaitu:
1. Tanggap (responsive), berarti bahwa ruang tersebut dirancang dan dikelola
dengan mempertimbangkan kepentingan para penggunanya.
2. Demokratis (democratic), berarti bahwa hak para pengguna ruang publik
tersebut terlindungi, pengguna ruang publik bebas berekspresi dalam ruang
tersebut, namun tetap memiliki batasan tertentu karena dalam penggunaan
ruang bersama perlu ada toleransi diantara para pengguna ruang.
3. Dan bermakna (meaningful), berarti mencakup adanya ikatan emosional
antararuang tersebut dengan kehidupan para penggunanya.
2.13. Peran Ruang Publik
Menurut Carr et al. dalam Carmona dkk.(2003), ruang publik dalam suatu permukiman
akan berperan secara baik jika mengandung unsur antara lain :
a. Comfort,
Merupakan salah satu syarat mutlak keberhasilan ruang publik. Lama tinggal
seseorang berada di ruang publik dapat dijadikan tolok ukur comfortable tidaknya suatu ruang
publik. Dalam hal ini kenyamanan ruang publik antara lain dipengaruhi oleh : environmental
comfort yang berupa perlindungan dari pengaruh alam seperti sinar matahari, angin; physical
comfort yang berupa ketersediannya fasilitas penunjang yang cukup seperti tempat duduk;
social and psychological comfort.
28. 28
b. Relaxation,
Merupakan aktifitas yang erat hubungannya dengan psychological comfort. Suasana
rileks mudah dicapai jika badan dan pikiran dalam kondisi sehat dan senang. Kondisi ini
dapat dibentuk dengan menghadirkan unsur-unsur alam seperti tanaman / pohon, air dengan
lokasi yang terpisah atau terhindar dari kebisingan dan hiruk pikuk kendaraan di
sekelilingnya.
c. Passive engagement,
Aktifitas ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Kegiatan pasif dapat
dilakukan dengan cara duduk-duduk atau berdiri sambil melihat aktifitas yang terjadi di
sekelilingnya atau melihat pemandangan yang berupa taman, air mancur, patung atau karya
seni lainnya.
d. Active engagement,
Suatu ruang publik dikatakan berhasil jika dapat mewadahi aktifitas kontak/interaksi
antar anggota masyarakat (teman, famili atau orang asing) dengan baik.
e. Discovery,
Merupakan suatu proses mengelola ruang publik agar di dalamnya terjadi suatu
aktifitas yang tidak monoton
29. 29
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berkaitan dengan problematikan relasi antara perilaku manusia dengan
lingkungan, khususnya perilaku individu-individu masyarakat di permukiman kampung kota,
yang secara metodologis, substansi akan dikaitkan atas dasar paradigma naturalistik dengan
pendekatan fenomenologis. Model pendekatan ini menekankan pada pemahaman yang
holistik terhadap suatu fenomena. Untuk melihat keseluruhan fenomena dilakukan dengan
melakukan observasi keadaan dan kegiatan di lokasi yang dijadikan sampel penelitian agar
mendapatkan suatu kondisi tertentu dengan segala keunikan yang terjadi di dalamnya.
Untuk mendapatkan tolok ukur inovasi perancangan ruang gang dengan berbagai
ragam aktivitas warga, data dikumpulkan dari sejumlah kawasan permukiman kampung kota
yang dapat mewakili segmen sosial masyarakat (dibedakan atas masyarakat dengan penghasil
menengah dan masyarakat dengan penghasilan rendah). Permukiman kampung kota yang
berada di kawasan kelurahan Cepokomulyo Kecamatan Kepanjen merupakan kasus terpilih
sebagai sampel penelitian dengan alasan bahwa di kelurahan ini terdapat banyak kampung
kota yang dihuni masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus terdapat kampung kota yang
dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah.
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan parameter penelitian yang disusun berdasar
kajian pustaka dan studi literature. Penggalian dan perekaman data menggunakan teknik-
teknik observasi dan wawancara.
3.1. Metode
Penelitian ini berkaitan dengan problematikan relasi antara perilaku manusia dengan
lingkungan, khususnya perilaku individu-individu masyarakat di permukiman kampung kota,
yang secara metodologis, substansi akan dikaitkan atas dasar paradigma naturalistik dengan
pendekatan fenomenologis. Model pendekatan ini menekankan pada pemahaman yang
30. 30
holistik terhadap suatu fenomena. Untuk melihat keseluruhan fenomena dilakukan dengan
melakukan observasi keadaan dan kegiatan di lokasi yang dijadikan sampel penelitian agar
mendapatkan suatu kondisi tertentu dengan segala keunikan yang terjadi di dalamnya.
Pengamatan dilakukan terhadap aspek-aspek penelitian pada objek fisik ruang gang di
permukiman kampung kota yang dipilih menjadi lokasi penelitian beserta nilai sosial kultural
yang terkandung dalam aktivitas masyarakat penghuninya dalam menggunakan ruang gang
dalam kehidupan sehari-hari dan bentuk-bentuk invansi lahan oleh warga terhadap ruang
gang
3.2. Prosedur Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian, disusun langkah-langkah/prosedur penelitian
dengan sistematika sebagai berikut:
1. Pengkajian dan pengembangan teori yang mencakup teori-teori tentang interaksi
manusia dengan lingkungan yang mencakup teori-teori tentang permukiman, teori
perilaku spasial: teritori dan kesesakan (crowding), dan teori perancangan ruang
publik. Pengkajian dan pengembangan teori yang mendukung tujuan penelitian ini
dilakukan secara deduktif
2. Merumuskan parameter penelitian untuk digunakan sebagai indikator pengukur
gejala.
3. Menyusun instrumen pengumpulan data sesuai dengan parameter yang dirumuskan
4. Pemilihan unit analisis penelitian, yaitu sejumlah permukiman kampung kota
5. Pengumpulan data melalui observasi lapangan, dokumentasi dan wawancara untuk
menggali fenomena yang terjadi pada sejumlah kasus sampel di lapangan
6. Melakukan analisis data secara induktif melalui pengkategorisasian fenomena yang
disusun atas dasar karakteristik perilaku dan tuntutan arsitektural.
31. 31
7. Perumusan temuan penelitian yang berupa tolok ukur untuk membuat kerangka acuan
(guidelines) untuk perancagan ruang gang yang mampu mengakomodasi karakteristik
sosial kultural masyarakatnya.
3.3. Populasi dan Sampel
Untuk mendapatkan tolok ukur perancangan ruang gang dengan berbagai ragam
aktivitas warga, data dikumpulkan dari sejumlah kawasan permukiman kampung kota yang
dapat mewakili segmen sosial masyarakat ( dibedakan atas masyarakat dengan penghasil
menengah dan masyarakat dengan penghasi1an rendah). Pennukiman kampung kota yang di
kawasan kelurahan Teratai RT.06 dan RT.07 kecamatan Kepanjen Malang merupakan kasus
terpilih sebagai sampel penelitian dengan alasan bahwa di kelurahan ini terdapat banyak
kampung kota yang dihuni masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus terdapat .kampung
kota yang dihuni oJeh masyarakat berpenghasilan menengah.
Sampel lokasi gang untuk permukiman kampung kota dengan penghuni mayoritas
berpenghasilan rendah adalah gang Teratai RT.06 dan RT.07 yang terletak di lingkungan
Kelurahan Cepokomulyo Kecamatan Kepanjen, sedangkan sampel lokasi untuk permukiman
kampung kota dengan penduduk mayoritas berpenghasilan menengah adalah gang kampung
kota di jalan yang terletak di lingkungan RW 01 gang Teratai RT.06 dan RT.07 Kelurahan
Cepokomulyo Kecamatan Kepanjen (untuk kampung kota di jalan Teratai RT.06 dan RT.07
rencanannya penelitian akan dilakukan di tahun kedua). Kedua gang ini meskipun berada
pada kelurahan yang sama namun memiliki ciri-ciri fisik gang yang berbeda. Demikian pula
dengan kegiatan-kegiatan warganya dalam melakukan aktivitas di ruang gang lingkungan
permukimannya terlihat perbedaan yang mencolok.
3.4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan parameter arsitektural yang telah disimpulkan
dari Kajian Pustaka. Penggalian dan perekaman data menggunakan teknikteknik berikut ini:
32. 32
1. Observasi awal yang dalam penelitian ini menggunakan istilah grand tour untuk
pengamatan awal guna mendapatkan unit- unit amatan yang sesuai dengan tujuan
penelitian yang dalam penelitian ini
2. Observasi mendalam yang dalam penelitian ini menggunakan istilah mini tour untuk
pengamatan mengenai adalah karakteristik fisik gang dan jenis-jenis kegiatan yang
dilakukan masyarakat pada ruang gang. Karakteristik ruang gang yang diamati dan
direkam berupa dimensi gang, material penutup tanah pada gang, akses masuk.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan warga/masyarakat diruang gang diamati dan
direkam pada pagi, siang dan malam.
3. Observasi dan wawancara dilakukan untuk pengambilan data berupa invasi lahan
yang dilakukan oleh warga pada ruang gang sehingga membuat fungsi utama gang
terganggu.
Untuk mendapatkan data-data penelitian seperti tersebut di atas, disusun langkah langkah
pengumpulan data dengan sistematika sebagai berikut:
1. Melakukan grand tour atau pengamatan awal yang menyeluruh, dengan tujuan untuk
menemukan unit-unit amatan penelitian.
2. Melakukan mini tour atau pengamatan mendalam, dengan tujuan untuk menemukan
unit-unit informasi/fenomena berdasar parameter dan indicator gejala seperti yang
telah dirumuskan.
3. Melakukan pengamatan dan perekaman terhadap unit-unit informasi yang berupa: (i)
sistem aktivitas atau perilaku manusia, (ii) sistem spasial, dan (iii) bentukan fisik dan
(iv) invasi lahan oleh warga terhadap ruang gang.
4. Melakukan wawancara dan perekaman terhadap unit-unit informasi yang berupa
system nilai atau segala sesuatu yang dipikirkan atau diketahui oleh warga
(responden) tentang hal-hal yang berhubungan dengan parameter penelitian.
33. 33
5. Melakukann pengelompokan atau kategorisasi fenomena-fenomena yang sama, mirip,
atau saling berhubungan sehingga memunculkan tema-tema.
6. Melakukan analisa hubungan atau dialog antar tema untuk tolok ukur perancangan
ruang gang.
34. 34
DAFTAR PUSTAKA
Bronfenbrenner, “Ecology of the Family As A Context for Human Development Research
Perspectives” dalam Developmental Psychology, 22 Juni 1986.
Bronfenbrenner, U., Morris, P. A., The Ecology of Developmental Processes. In W. Damon
(Series Ed.) & R. M. Lerner (Vol. Ed.), dalam Handbook of Child Psychology: Vol. 1:
Theoretical Models of Human Development, New York: Wiley, 1998.
Carr, Stephen et al. 1992. Public Space. United States of America: Cambridge University
Press.
Dimitriou, Harry T. 1995. A Development Approach to Urban Transport Planning: An
Indonesian Illustration. Aldershoot: Avebury.
Doxiadis, Constantinos A. 1968, An Introduction To The Science Of Human Settlements-
Ekistics, London: Hutchinson of London.
Girling, Cynthia L dan Kenneth I. Helpband. 1994. Yard Street Park. America: John Wiley &
Sons, Inc.
Kiang, Heng Chye et al. 2010. On Asian Streets and Public Space. Singapore: Mainland Press
Pte Ltd.
Koppelman, Lee.e and De Chiara, Joseph. 1997. Site Planning Standar. Cetakan keempat.
Terjemahan Januar Hakim. Jakarta: Erlangga.
Lynch, Kevin. 1991. City Sense and City Design. Second Printing. Edited by: Banerje and
Southworth. Cambridge: MIT Press. Lynch, Kevin. 1979. The Image of the City. Cambrigde:
MIT Press
Majumder, Ahmad Kamruzzaman. 2007. “Urban Environmental Quality Mapping : A
Perception Study On Chittagong Metropolitan City.” Journal of Science Engineering and
Technology, Vol.I, No. IV, 1-14.
Potterfield, Gerald A dan Hall, Kenneth B. 1995. A Concise Guide to Community Planning.
New York: McGraw-Hill,Inc.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengatar.
Jakarta:Rajagrafindo Persada.
Soemarwoto, Otto. 1989. Analisis Dampak Lingkungan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Southworth, Michael and Eran Ben-Joseph. 1996. Street and The Shaping of Town and Cities.
United States of America: MCGraw-Hill Companies
Waluyo, et al. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.
Altman, Irwin. 1980. Environmental and Culture. New York: Plenum Press
Boedojo, Poedio, dkk. 1986. Arsitektur, Manusia, dan Pengamatannya. Penerbit Djambatan.
35. 35
Jakarta.
Halim, Deddy, 2005, Psikologi Arsitektur: Pengantar Kajian LintasDisiplin, Jakarta.
Grasindo.
Haryadi. Setiawan. B 1996. Arsitektur Lingkungan dan Perilaku Suatu Pengantar ke Teori,
Metodologi dan Aplikasi. Dirjen Dikti Dep. Pendidikan dan Kebudayaan.
Haryono, Paulus. 2007. Sosiologi Untuk Arsitek. Bumi Aksara. Jakarta
Hershberger, Robert G., 1999, Architectural Programming and Predesign Manager, Mc. Graw
Hill Inc., New York.
Kamil, M. Ridwan (2004). Forgotten Space; Fenomena Koridor Jalan yang terabaikan sebagai
Ruang Publik Kota. Info URDI Vol. 17
Laurens, Joyce Marcella. 2004. Arsitektur dan Perilaku Manusia. PT. Grasindo.
Jakarta.
Rapoport, Amos. 1982. The Meaning of the Built Environment. Beverly Hills, California: Sage
Publications.
Saptorini, Hastuti et al, Studi Tipologi dan Morfologi Karakter Permukian Tepian Sungai.
Studi Kasus Permukiman S. Code Yogyakarta, Jurnal Teknisia Vol.1, April 2004.
Sarwono, Wirawan Sarlito. 1994. Psikologi Lingkungan. Jakarta. Gramedia. Shirvani, Hamid
(1985). The Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold Co. Sarwono Wirawan.
(1992). Psikologi Lingkungan.
Wiryomartono., A. Bagoes P. 1995. Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia.
Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
http://www.tera. net. id. http://www.ypr. co. id.
Dirks, K. T., Cummings, L. L., & Pierce, J. L. (1996). Psychological ownership in
organizations: Conditions underwhich individuals promote and resist change. In R.
W. Woodman & W. A. Pasmore (Eds.), Research in organizational change and development
(Vol. 9 pp. 1–23). Greenwhich, CT: JAI Press.
Buku
Alpha Febela Priyatmono (November 2011). Peran Ruang Publik Di Permukiman Tradisional
Kampung Laweyan Surakarta.
Clay, Philip (1979). Neighbourhood Renewal. DC Heath and Company
Khomarudin. (1997). Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman. Jakarta: Yayasan
Real Estate Indonesia, PT. Rakasindo, Jakarta.
Putri Suryandari (Oktober 2011). Geliat Nafas Kampung Kota Sebagai Bagian Dari Pemukiman.
Small, Christopher. Global Analysis Of Urban Population Distribution and The Physical
Environment. New York: Columbia University.
Undang-undang perumahan & permukiman no.4 tahun 1992.
Wakely, Patrick J. et all. (1976). Urban Housing Strategies. Education and Realization. New
36. 36
York: Pitnan Publisher.
Media Internet
http://www.blogger.com/static/v1/jsbin/3001404816-ieretrofit.js, 29 Oktober 2011.
http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentuk-ciri.html.November
2011.
http://www.Perpustakaan/Digital/ITB. 29 Oktober 2011