SlideShare a Scribd company logo
Perbarengan Tindak
pidana ( Samenloop )
Dan
Pengulangan Tindak
Pidana ( Recidive )
Disusun oleh
Bayu Jakkobus Simorangkir
A1011211197
Perbarengan Tindak Pidana (Samenloop )
 Gabungan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih melakukan satu
perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan,Ia melanggar beberapa
peraturan pidana.
Persoalan concursus ada dua
pandangan :
Pemberian Pidana
Bentuk khusus tindak pidana
Bentuk concursus
 Concursus Idealis ( Perbarengan Peraturan ) Pasal 63 KUHP
 Concursus Berlanjut pasal 64 KUHP
 Concursus Realis ( Perbarengan Perbuatan ) pasal 65 – 67 KUHP
KUHP mengatur perbarengan tindak pidana
dalam Bab. VI Pasal 63 – 71. Dalam rumusan
pasal maupun Bab. IX, KUHP tidak
memberikan definisi perbarengan tindak
pidana (Concursus). Namun, dari rumusan
pasal-pasalnya dapat diperoleh pengertian
dan sistem pemberian pidana bagi concursus
sebagai berikut.
A. Concursus Idealis
 Pengertian dari concursus idealis adalah suatu perbuatan yang masuk kedalam
banyak (Lebih dari satu) aturan pidana.
 Sistem pemberian pidana dalam concursus idealis adalah Absorbsi, yaitu hanya
dikenakan pidana pokok yang terberat.
Contoh :
Terjadi pemerkosaan dijalan umum, maka pelaku dapat diancam dengan pidana
penjara 12 tahun menurut pasal 285, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan
menurut pasal 281.
Dengan sistem asorbsi maka yang dijatuhkan pidana adalah pasal 285, yaitu 12
tahun.
Namun ketika terjadi perbedaan pada jenis pidana pokoknya, maka di ambil jenis
pidana pokok yang terberat menurut pasal 10 KUHP.
Selanjutnya didalam pasal 63 ayat (2) terkandung adagium (Lex specialis
derogate legi generali) atau aturan undang-undang yang khusus meniadakan UU
yang umum. Jadi ketika ada perbedaan antara aturan yang umum dan yang
khusus maka diambil yang khusus.
B.Concursus Berlanjut
 Pengertian dari concursus berlanjut adalah suatu perbuatan yang dilakukan
secara berulang-ulang atau berangsur-angsur dimana perbuatan itu sejenis
berhubungan dan dilihat dalam satu perbuatan.
Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada
hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut” adalah :
1. Harus ada satu keputusan kehendak
2. Masing- masing perbuatan harus sejenis
3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama
4. Batasan waktu yang terciri dalam concursus berlanjut adalah dibatasi pada
putusan hakim (in kracht).
Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan
sistem absorbs, yaitu hanya dikenakan ancaman terberat. Dan apabila
berbeda-beda, maka dikenakan ketentuan pidana pokok yang terberat.
C.Concursus Realis
Pengertian concursus realis adalah seseorang melakukan beberapa perbuatan,
dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri. Sebagai suatu tindak pidana
(tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan).
Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam :
-Absorbsi dipertajam
Pengertian, apabila diancam dengan pidana pokok sejenis maka hanya dikenakan
satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih
dari jumlah maksimum terberat ditambah sepertiga.
-Kumulatif diperlunak
Apabila diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis maka setiap pidana
pokok akan dikenakan dengan ketentuan jumlahnya tidak boleh melebihi jumlah
pidana pokok terberat ditambah sepertiga.
Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem hukum
kumulitf (Jumlah), Jumlah semua pidana yang diancamkan. Maksimum 1 tahun 4
bulan
Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan, maka digunakan
sistem pemberian pidana kumulatif, Maksimum pidana penjara 8 bulan.
Pengulangan Tindak Pidana ( Recidive )
 Terjadi dalam hal seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana yang
telah di jatuhi pidana dengan suatu putusan Hakim yang berkekuatan Hukum
tetap, kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi.
 Recidive merupakan suatu alasan untuk memperberat pidana.
A.Recidive Menurut Doktrin
 Ada dua sistem pemberatan pidana berdasarkan Recidive :
1. Recidive umum
Setiap pengulangan tindak pidana apapun dan dilakukan kapanpun.
Menurut sistem ini, setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan
dilakukan dalam waktu kapan saja, merupakan alasan untuk memperberat pidana
yang akan dijatuhkan. Jadi tidak ditentukan jenis tindak pidana dan tidak ada
daluwarsa dalam residivenya.
2. Recidive khusus
Menurut sistem ini tidak semua jenis pengulangan merupakan alasan pemberatan
pidana. Pemberatan hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan
terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu
yang tertentu pula.
Dalam KUHP ketentuan mengenai Residive tidak diatur secara umum dalam
“Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus untuk kelompok tindak
pidana tertentu baik berupa kejahatan dalam Buku II maupun pelanggaran dalam
Buku III.
Disamping itu di dalam KUHP juga memberikan syarat tenggang
waktu pengulangan yang tertentu. Jadi dengan demikian KUHP
termasuk ke dalam sistem Residive Khusus, artinya pemberatan
pidana hanya dikenakan pada pengulangan-pengulangan jenis-jenis
tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan yang
dilakukan dalam tenggang waktu tertentu.
B. Recidive menurut KUHP
 Recidive menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Tidak sama
dengan pecobaan, penyertaan, pengulangan, dalam KUHP mengenai
pengulangan tindak pidana tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum”
Buku I, tetapi diatur secara khusus secara sekelompok tindak pidana tertentu
baik berupa kejahatan di dalam Buku II maupun berupa pelanggaran di dalam
Buku III.
 Dalam KUHP juga terdapat syarat tenggang waktu pengulangan tertentu.
Sehingga KUHP menganut sistem Recidive Khusus menjelaskan bahwa
pemberatan pidana hanya dapat dikenakan pada pengulangan jenis-jenis
tindak pidana(kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan dapat dilakuakn
dalam tenggang waktu tertentu.
C.Recidive Pelanggaran
Dengan dianutnya sistem recidive khusus, maka recidive pelanggaran menurut
KUHP juga merupakan recidive terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu saja
yang disebut dalam Buku III KUHP.
Ada 14 jenis pelanggaran didalam Buku III KUHP yang apabila diulangi dapat
merupakan alasan untuk adanya pemberatan pidana, yaitu pelanggaran-
pelanggaran terhadap : Pasal : 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540,
541, 544, 545, 549 KUHP.
Adapun persyaratan recidive pelanggaran disebutkan dalam masing-masing pasal
yang bersangkutan, yang pada umumnya sebagai berikut :
1.Pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis dengan pelanggaran yang
terdahulu, jadi baru dapat dikatakan recidive pelanggaran apabila yang
bersangkutan melanggar pasal yang sama.
2.Harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang telah berkekuatan
hukum tetap untuk pelanggaran yang terdahulu;
3.Tenggang waktu pengulangannya belum lewat 1 atau 2 tahun sejak adanya
putusan pemiudaan yang berkekuatan tetap.
 Berdasarkan syarat ketiga ini maka
perhitungan tenggang waktu
pengulangannya tidak tidak tergantung
pada jenis pidana yang pernah dijatuhkan
terdahulu dan apakah pidana tersebut
sduah dijalankan atau belum (seluruh atau
sebagian).
Sumber referensi
 Pengulangan Tindak pidana S Maronie
 Wikipedia
 IG Lawyers—law office

More Related Content

Similar to Hukum Pidana_Bayu Jakkobus Simorangkir_A1011211197.pptx

Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
Indah Greensei
 
Perwujudan Keadilan HAM
Perwujudan Keadilan HAMPerwujudan Keadilan HAM
Perwujudan Keadilan HAM
Fenti Anita Sari
 
Pengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptxPengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptx
marcoorias2
 
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptxHK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
girimekar
 
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAsas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Achmad98
 
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
OopickPick
 
dasar hukum pidana bidang migas.pdf
dasar hukum pidana bidang migas.pdfdasar hukum pidana bidang migas.pdf
dasar hukum pidana bidang migas.pdf
BUMIManilapai1
 
Perbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak PidanaPerbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak Pidana
alsalcunsoed
 
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkapPPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
AhmadMuhtadi11
 
467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana
Frans Newtony
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum Pidana
Nakano
 
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptxPPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PuputDachi
 
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum PidanaPengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
NasiPadang7
 
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
AZIS50
 
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
ssuser0a01f91
 
PIDANA BERSYARAT DAN BEBAS BERSYARAT.pptx
PIDANA BERSYARAT DAN BEBAS BERSYARAT.pptxPIDANA BERSYARAT DAN BEBAS BERSYARAT.pptx
PIDANA BERSYARAT DAN BEBAS BERSYARAT.pptx
wamasasahan2024
 
1 pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana
1  pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana1  pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana
1 pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana
GradeAlfonso
 
Slide hukum pidana rose
Slide hukum pidana roseSlide hukum pidana rose
Slide hukum pidana rose
Bagoes Prasetya
 
Sistem hukum 1
Sistem hukum 1Sistem hukum 1
Sistem hukum 1Riya Zayn
 
Makalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahanMakalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahan
Roberto Pecah
 

Similar to Hukum Pidana_Bayu Jakkobus Simorangkir_A1011211197.pptx (20)

Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
 
Perwujudan Keadilan HAM
Perwujudan Keadilan HAMPerwujudan Keadilan HAM
Perwujudan Keadilan HAM
 
Pengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptxPengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptx
 
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptxHK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
 
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAsas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
 
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
 
dasar hukum pidana bidang migas.pdf
dasar hukum pidana bidang migas.pdfdasar hukum pidana bidang migas.pdf
dasar hukum pidana bidang migas.pdf
 
Perbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak PidanaPerbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak Pidana
 
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkapPPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
 
467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum Pidana
 
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptxPPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
 
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum PidanaPengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
 
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
 
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
 
PIDANA BERSYARAT DAN BEBAS BERSYARAT.pptx
PIDANA BERSYARAT DAN BEBAS BERSYARAT.pptxPIDANA BERSYARAT DAN BEBAS BERSYARAT.pptx
PIDANA BERSYARAT DAN BEBAS BERSYARAT.pptx
 
1 pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana
1  pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana1  pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana
1 pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana
 
Slide hukum pidana rose
Slide hukum pidana roseSlide hukum pidana rose
Slide hukum pidana rose
 
Sistem hukum 1
Sistem hukum 1Sistem hukum 1
Sistem hukum 1
 
Makalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahanMakalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahan
 

Recently uploaded

Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptxAksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
dhenisarlini86
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa IndonesiaPengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
sucibrooks86
 
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdfDemonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
d2spdpnd9185
 
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pdf.pdf
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pdf.pdfRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pdf.pdf
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pdf.pdf
OswaldusDiwaDoka
 
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptxPAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
xtemplat
 
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
StevanusOkiRudySusan
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
RENCANA + Link2 Materi BimTek _"Ketentuan TERBARU_PTK 007 Rev-5 Tahun 2023 & ...
RENCANA + Link2 Materi BimTek _"Ketentuan TERBARU_PTK 007 Rev-5 Tahun 2023 & ...RENCANA + Link2 Materi BimTek _"Ketentuan TERBARU_PTK 007 Rev-5 Tahun 2023 & ...
RENCANA + Link2 Materi BimTek _"Ketentuan TERBARU_PTK 007 Rev-5 Tahun 2023 & ...
Kanaidi ken
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada AnakMengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
Modul Ajar PJOK Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 4 Fase B Kurikulum MerdekaModul Ajar PJOK Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdfCP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
andimagfirahwati1
 
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
BAHTIARMUHAMAD
 
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
RizkiArdhan
 
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptxPEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
dwiwahyuningsih74
 
Aksi Nyata Buku Non Teks Bermutu Dan Manfaatnya .pdf
Aksi Nyata Buku Non Teks Bermutu Dan Manfaatnya .pdfAksi Nyata Buku Non Teks Bermutu Dan Manfaatnya .pdf
Aksi Nyata Buku Non Teks Bermutu Dan Manfaatnya .pdf
DenysErlanders
 
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan marthaKoneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
johan199969
 
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptxPRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
Hasbullah66
 

Recently uploaded (20)

Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptxAksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa IndonesiaPengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
 
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdfDemonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pdf.pdf
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pdf.pdfRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pdf.pdf
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pdf.pdf
 
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptxPAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
PAPARAN PELATIHAN SATKAMLING DALAM RANGKA LOMBA.pptx
 
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
5. Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas_SDN 8n Kranji.docx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
RENCANA + Link2 Materi BimTek _"Ketentuan TERBARU_PTK 007 Rev-5 Tahun 2023 & ...
RENCANA + Link2 Materi BimTek _"Ketentuan TERBARU_PTK 007 Rev-5 Tahun 2023 & ...RENCANA + Link2 Materi BimTek _"Ketentuan TERBARU_PTK 007 Rev-5 Tahun 2023 & ...
RENCANA + Link2 Materi BimTek _"Ketentuan TERBARU_PTK 007 Rev-5 Tahun 2023 & ...
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
 
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada AnakMengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
 
Modul Ajar PJOK Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 4 Fase B Kurikulum MerdekaModul Ajar PJOK Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka
 
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdfCP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
 
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
(Fase B ) - Gaya Hidup Berkelanjutan (P5).docx
 
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
 
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptxPEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
 
Aksi Nyata Buku Non Teks Bermutu Dan Manfaatnya .pdf
Aksi Nyata Buku Non Teks Bermutu Dan Manfaatnya .pdfAksi Nyata Buku Non Teks Bermutu Dan Manfaatnya .pdf
Aksi Nyata Buku Non Teks Bermutu Dan Manfaatnya .pdf
 
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan marthaKoneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
 
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptxPRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
PRESENTASI PROGRAM KERJA TATA USAHA SMP.pptx
 

Hukum Pidana_Bayu Jakkobus Simorangkir_A1011211197.pptx

  • 1. Perbarengan Tindak pidana ( Samenloop ) Dan Pengulangan Tindak Pidana ( Recidive ) Disusun oleh Bayu Jakkobus Simorangkir A1011211197
  • 2. Perbarengan Tindak Pidana (Samenloop )  Gabungan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih melakukan satu perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan,Ia melanggar beberapa peraturan pidana.
  • 3. Persoalan concursus ada dua pandangan : Pemberian Pidana Bentuk khusus tindak pidana
  • 4. Bentuk concursus  Concursus Idealis ( Perbarengan Peraturan ) Pasal 63 KUHP  Concursus Berlanjut pasal 64 KUHP  Concursus Realis ( Perbarengan Perbuatan ) pasal 65 – 67 KUHP
  • 5. KUHP mengatur perbarengan tindak pidana dalam Bab. VI Pasal 63 – 71. Dalam rumusan pasal maupun Bab. IX, KUHP tidak memberikan definisi perbarengan tindak pidana (Concursus). Namun, dari rumusan pasal-pasalnya dapat diperoleh pengertian dan sistem pemberian pidana bagi concursus sebagai berikut.
  • 6. A. Concursus Idealis  Pengertian dari concursus idealis adalah suatu perbuatan yang masuk kedalam banyak (Lebih dari satu) aturan pidana.  Sistem pemberian pidana dalam concursus idealis adalah Absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat. Contoh : Terjadi pemerkosaan dijalan umum, maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara 12 tahun menurut pasal 285, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut pasal 281. Dengan sistem asorbsi maka yang dijatuhkan pidana adalah pasal 285, yaitu 12 tahun.
  • 7. Namun ketika terjadi perbedaan pada jenis pidana pokoknya, maka di ambil jenis pidana pokok yang terberat menurut pasal 10 KUHP. Selanjutnya didalam pasal 63 ayat (2) terkandung adagium (Lex specialis derogate legi generali) atau aturan undang-undang yang khusus meniadakan UU yang umum. Jadi ketika ada perbedaan antara aturan yang umum dan yang khusus maka diambil yang khusus.
  • 8. B.Concursus Berlanjut  Pengertian dari concursus berlanjut adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang atau berangsur-angsur dimana perbuatan itu sejenis berhubungan dan dilihat dalam satu perbuatan. Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut” adalah : 1. Harus ada satu keputusan kehendak 2. Masing- masing perbuatan harus sejenis 3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama 4. Batasan waktu yang terciri dalam concursus berlanjut adalah dibatasi pada putusan hakim (in kracht).
  • 9. Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan sistem absorbs, yaitu hanya dikenakan ancaman terberat. Dan apabila berbeda-beda, maka dikenakan ketentuan pidana pokok yang terberat.
  • 10. C.Concursus Realis Pengertian concursus realis adalah seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri. Sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan). Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam : -Absorbsi dipertajam Pengertian, apabila diancam dengan pidana pokok sejenis maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari jumlah maksimum terberat ditambah sepertiga.
  • 11. -Kumulatif diperlunak Apabila diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis maka setiap pidana pokok akan dikenakan dengan ketentuan jumlahnya tidak boleh melebihi jumlah pidana pokok terberat ditambah sepertiga. Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem hukum kumulitf (Jumlah), Jumlah semua pidana yang diancamkan. Maksimum 1 tahun 4 bulan Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan, maka digunakan sistem pemberian pidana kumulatif, Maksimum pidana penjara 8 bulan.
  • 12. Pengulangan Tindak Pidana ( Recidive )  Terjadi dalam hal seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana yang telah di jatuhi pidana dengan suatu putusan Hakim yang berkekuatan Hukum tetap, kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi.  Recidive merupakan suatu alasan untuk memperberat pidana.
  • 13. A.Recidive Menurut Doktrin  Ada dua sistem pemberatan pidana berdasarkan Recidive : 1. Recidive umum Setiap pengulangan tindak pidana apapun dan dilakukan kapanpun. Menurut sistem ini, setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, merupakan alasan untuk memperberat pidana yang akan dijatuhkan. Jadi tidak ditentukan jenis tindak pidana dan tidak ada daluwarsa dalam residivenya.
  • 14. 2. Recidive khusus Menurut sistem ini tidak semua jenis pengulangan merupakan alasan pemberatan pidana. Pemberatan hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu yang tertentu pula. Dalam KUHP ketentuan mengenai Residive tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus untuk kelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan dalam Buku II maupun pelanggaran dalam Buku III.
  • 15. Disamping itu di dalam KUHP juga memberikan syarat tenggang waktu pengulangan yang tertentu. Jadi dengan demikian KUHP termasuk ke dalam sistem Residive Khusus, artinya pemberatan pidana hanya dikenakan pada pengulangan-pengulangan jenis-jenis tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu.
  • 16. B. Recidive menurut KUHP  Recidive menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Tidak sama dengan pecobaan, penyertaan, pengulangan, dalam KUHP mengenai pengulangan tindak pidana tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus secara sekelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan di dalam Buku II maupun berupa pelanggaran di dalam Buku III.  Dalam KUHP juga terdapat syarat tenggang waktu pengulangan tertentu. Sehingga KUHP menganut sistem Recidive Khusus menjelaskan bahwa pemberatan pidana hanya dapat dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tindak pidana(kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan dapat dilakuakn dalam tenggang waktu tertentu.
  • 17. C.Recidive Pelanggaran Dengan dianutnya sistem recidive khusus, maka recidive pelanggaran menurut KUHP juga merupakan recidive terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu saja yang disebut dalam Buku III KUHP. Ada 14 jenis pelanggaran didalam Buku III KUHP yang apabila diulangi dapat merupakan alasan untuk adanya pemberatan pidana, yaitu pelanggaran- pelanggaran terhadap : Pasal : 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541, 544, 545, 549 KUHP.
  • 18. Adapun persyaratan recidive pelanggaran disebutkan dalam masing-masing pasal yang bersangkutan, yang pada umumnya sebagai berikut : 1.Pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis dengan pelanggaran yang terdahulu, jadi baru dapat dikatakan recidive pelanggaran apabila yang bersangkutan melanggar pasal yang sama. 2.Harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk pelanggaran yang terdahulu; 3.Tenggang waktu pengulangannya belum lewat 1 atau 2 tahun sejak adanya putusan pemiudaan yang berkekuatan tetap.
  • 19.  Berdasarkan syarat ketiga ini maka perhitungan tenggang waktu pengulangannya tidak tidak tergantung pada jenis pidana yang pernah dijatuhkan terdahulu dan apakah pidana tersebut sduah dijalankan atau belum (seluruh atau sebagian).
  • 20. Sumber referensi  Pengulangan Tindak pidana S Maronie  Wikipedia  IG Lawyers—law office