Makalah ini membahas tentang HIV (Human Immunodeficiency Virus) dengan menjelaskan pengertian, cara penularan, struktur, siklus hidup, diagnosa, dan deteksi virus tersebut. HIV dapat menular melalui darah, cairan tubuh, hubungan seksual, dan dari ibu ke anak.
1. 1
MAKALAH
HIV (Human Immunodeficiency Virus)
OLEH :
HARDIANTI PO713251161055
MILTA PO713251161065
ORANTI DATU SAMBARA PO713251161075
RUSNIATI PO713251161085
SULWESTI PO713251161095
KELOMPOK / MATERI : 5 / 8
KELAS : 1 B / DIII
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN FARMASI 2016/201
2.
3. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran ALLAH swt atas limpah hidayah, rahmat dan
lindungan-nya. Sehingga akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan dengan
lancar. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah mikrobiologi
dan parasit pada semester 2 dan untuk menambah wawasan dan pemahaman
tentang VIRUS HIV (Human Immunodeficiency Virus) . Mungkin makalah yang
kami buat masih jauh dari kata sempurna karna sehingga masih terdapat banyak
kekurangan dalam penyusunan materi maupun tulisan karena kami masih perlu
banyak belajar, oleh karena itu saya minta saran/kritikan anda menyangkut
makalah ini agar makalah selanjutnya bisa lebih baik dari sebelumnya.
Dalam makalah ini kami membahas tentang HIV (Human
Immunodeficiency Virus) Semoga makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat
bagi pembaca. Demikianlah makalah yang kami susun dan jika ada tulisan atau
perkataan yang kurang berkenan(sopan) saya mohon maaf sebesar-besarnya,
semoga makalah ini bermanfaat buat pembaca.
4. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakan ............................................................................... 1
B. Maksud Dan Tujuan ...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Pengertian HIV (Human Immunodeficiency Virus) ................... 3
B. Transmisi HIV (Human Immunodeficiency Virus) .................... 4
a. Ciri-ciri Penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus).. 9.
b. Cara Pencegahan HIV (Human Immunodeficiency Virus) .. 11
C. Klasifikasi HIV (Human Immunodeficiency Virus) ................... 11
D. Struktur HIV (Human Immunodeficiency Virus) ........................ 13
E. Siklus Hidup HIV (Human Immunodeficiency Virus) ................ 18
F. Diagnosa HIV (Human Immunodeficiency Virus) ..................... 20
G. Cara Pemeriksaan HIV (Human Immunodeficiency Virus) ....... 23
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 26
A. Kesimpulan .......................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 28
5. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKAN
Virus adalah parasit mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis.
Virus dapat berkembang biak hanya dalam materi oleh invasi dan memanfaatkan sel
hidup karena mereka tidak memiliki mesin seluler untuk berkembang biak. Dalam
sel inang, virus merupakan parasit obligat, dan di luar inangnya tidak berdaya.
biasanya membawa sejumlah kecil asam nukleat dikelilingi oleh bentuk bahan
pelindung yang terdiri dari protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi keduanya.
Kode genom virus untuk protein yang digunakan untuk kedua bahan genetik dan
protein yang diperlukan, siklus hidup.
Istilah ini biasanya merujuk pada partikel virus yang eukariota (organisme
multisel dan banyak organisme uniseluler) menginfeksi, sedangkan bakteriofag
istilah atau fag digunakan untuk yang jenis jenis sel jatuh prokariota (bakteri dan
organisme lain yang tidak ada sel-sel dengan inti),
Virus sering statusnya kontroversial sebagai makhluk hidup, karena ia tidak
mampu melaksanakan secara bebas fungsi biologisnya. Karena karakteristik khas
dari virus ini selalu dikaitkan dengan penyakit tertentu, baik pada manusia
(misalnya, virus influenza dan HIV), hewan (misalnya, virus flu burung), atau
tanaman (misalnya, virus mosaik tembakau)
Acquired immue deficiency syandrome (AIDS) merupakan suatu penyakit
relatif baru yang di tandai dengan adanya kelainan yang kompleks dari sistem
pertahanan seluler tubuh dan menyebabkan korban menjadi sangat peka terhadap
mikroorganisme oportunistik .pada orang yang sehat biasanya tidak akan terjadi
infeksi oportuni.
Disamping itu gangguan pada sistem kekebalan seluler akibat penyakit AIDS
merupakan predisposisi bagi seorang individu untuk terjadinya neoplasia seperti
6. 2
sarkoma Kaposi dan limfoma.gambaran klinik yang mencolok dari AIDS ialah
adanya infeksi oportunistik dan neoplasia pada individu yang sebelum sehat infeksi
oportunistik dan neoplasia pada penderita AIDS merupakan penyakit yang
menimbulkan kematian dengan harapan hidup selama 2-3 tahun setelah timbulnya
secara penuh mami festasi klinik(full-blown) AIDS.
Etiologi AIDS ialah human immunodeficiencry virus (HIV) ,suatu nama
yang berdasarkan konvensi telah terima pada tahun 1986. Sebelumnya virus
tersebut dinamai untuk pertama kalinya Lympbadenopathy-associated virus(LAV)
atau Human T-lymphotropic virus type 111(HTL V-111).berdasarkan penelitian
analitik perbadingan dari LAV dan HTLV-111,telah terbukti bahwa kedua jenis
virus tersebut merupakan anggota dari golongan yang sama ,yaitu HIV-1 dan
dengan ini pula etiologi AIDS telah ditetapkan secara resmi.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan HIV(human Imunodeficiency
Virus )
2. Untuk mengetahui bagaimana transmisi, klasifikasi, struktur, siklus hidup,
diagnosa, dan cara mendeteksi Human Imunodeficiency Virus (HIV)
7. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HIV (Human Immunodeficiency Virus)
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS. Virus ini ditemukan oleh Montagnier, seorang ilmuan
Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari seorang
penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan
Lymphadenophaty Associated Virus (LAV) (Tjokronegoro, 2003). HIV
termasuk keluarga virus retro, yaitu virus yang memasukkan materi
genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan infeksi dengan cara
yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu
dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro-virus dan kemudian melakukan
replikasi (Riono, 1999).
HIV memiliki enzim reverse transcriptase yang dapat berfungsi
mengubah informasi genetik untuk kemudian diintegrasikan ke dalam
informasi sel limfosit yang diserang. Dengan demikian HIV dapat
memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi
virus baru yang memiliki ciri-ciri HIV. HIV menyerang sistem imun
manusia yaitu menyerang limfosit T helper yang memiliki reseptor CD4
dipermukaannya. Limfosit T helper antara lain berfungsi menghasilkan zat
kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-
sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi sehingga yang
terganggu bukan hanya fungsi limfosit T tetapi juga limfosit B, monosit,
makrofag dan sebagainya dan merusak sistem imunitas. Selanjutnya bisa
memudahkan infeksi oportunistik di dalam tubuh. Kondisi inilah yang kita
sebut AIDS.
Definisi AIDS menurut CDC (Centers for Disease Control and
Prevention) lebih melihat pada gejala yang ditimbulkan pada tahapan
perubahan penderita HIV/AIDS, yaitu pada orang dewasa atau remaja umur
8. 4
13 tahun atau lebih adalah terdapatnya satu dari beberapa keadaan yang
menunjukkan imunosupresi berat yang berhubungan dengan infeksi HIV,
seperti Pneumocystis Carnii Pneumonia (PCP), suatu infeksi paru yang
sangat jarang terjadi pada penderita yang tidak terinfeksi HIV mencakup
infeksi oportunistik yang jarang menimbulkan bahaya pada orang yang
sehat. Selain infeksi dan kanker dalam penetapan CDC 1993, juga termasuk:
ensefalopati, sindrom kelelahan yang berkaitan dengan AIDS dan hitungan
CD4 < 200/ml.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut
HIV. Dalam bahasa Indonesia AIDS disebut sindrom cacat kekebalan tubuh
(Depkes, 1997). Sedangkan menurut Weber (1986) AIDS diartikan sebagai
infeksi virus yang dapat menyebabkan kerusakan parah dan tidak bisa diobati
pada sistem imunitas, sehingga mudah terjadi infeksi oportunistik.
HIV adalah virus yang menyerang dan merusak sistem kekebalan
tubuh kita sehingga kita tidak bisa bertahan terhadap penyakit-penyakit
yang menyerang tubuh kita.Bila sistem kekebalan tubuh kita sudah rusak
atau lemah,maka kita akan terserang oleh berbagai penyakit yang ada di
sekitar kita seperti TBC,diare,sakit kulit,dll. Kumpulan gejala penyakit yang
mnyerang tubuh kita itulah yang disebut AIDS,yaitu :
AIDS
A =Acquired (didapat)
I =Immune (kekebalan tubuh)
D =De .ciency (kekurangan)
S =Syndrome (gejala)
B. TRANSMISI ( Human Immunodeficiency Virus)
Di Indonesia, sejak pertama kali ditemukannya infeksi HIV pada tahun
1987 HIV tersebar di 368 dari 497 kabupaten/kota di seluruh provinsi. Pulau
Bali adalah provinsi pertama tempat ditemukannya infeksi HIV/AIDS di
Indonesia.
9. 5
Menurut UNAIDS, di Indonesia ada sekitar 690 ribu orang pengidap
HIV sampai tahun 2015. Dari jumlah tersebut, setengah persennya berusia antara
15 hingga 49 tahun. Wanita usia 15 tahun ke atas yang hidup dengan kondisi
HIV sekitar 250 ribu jiwa. Angka kematian akibat AIDS mencapai 35 ribu
orang. Dengan demikian terdapat anak-anak yatim piatu akibat kematian orang
tua karena AIDS berjumlah 110.000 anak.
Epidemologi infeksi HIV telah menyebar di seluruh dunia, ditransmisikan
melalui rute paranteral dan seksual .infeksi paling sering terjadi pada pasien yang
berisiko tinggi mengalami penyakit menular seksual ,terutama kelompok berisiko
utama adalah pria yang berhubungan seks dengan pria dan pengguna obat
intravena .transmisi heteroseksual lebih jarang tetapi juga terjadi.di Negara
berkembang ,HIV menyebar terutama melalui transmisi heteroseksual dan melalui
transfusi yang tidak diskring atau peralatan medis yang terkontaminasi.infeksi
dapat ditransmisikan dari ibu ke janin.
Cara penularan HIV yang paling penting pada anak adalah dari ibu
kandungnya yang sudah mengidap HIV baik saat sebelum dan sesudah
kehamilan. Penularan lain yang juga penting adalah dari transfusi produk darah
yang tercemar HIV, kontak seksual dini pada perlakuan salah seksual atau
perkosaan anak oleh penderita HIV, prostitusi anak, dan sebab-sebab lain yang
buktinya sangat sedikit.
Meskipun HIV dapat ditemukan pada cairan tubuh pengidap HIV seperti
air ludah (saliva) dan air mata serta urin, namun ciuman, berenang di kolam
renang atau kontak sosial seperti pelukan dan berjabatan tangan, serta dengan
barang yang dipergunakan sehari-hari bukanlah merupakan cara untuk
penularan. Oleh karena itu, seorang anak yang terinfeksi HIV tetapi belum
memberikan gejala AIDS tidak perlu dikucilkan dari sekolah atau pergaulan.
Ibu hamil dengan HIV (+) Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat
menularkan virus tersebut ke bayi yang dikandungnya. Cara transmisi ini
dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi melalui
plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar dengan
10. 6
darah ibu atau sekret genitalia yang mengandung HIVselama proses
kelahiran, dan post partum melalui ASI. Transmisi dapat terjadi pada 20-
50% kasus. Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in
utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan
dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke
anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun
demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan
melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar
1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban
virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi
risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%Faktor
prediktor penularan adalah stadium infeksi ibu, kadar Limfosit T CD4 dan
jumlah virus pada tubuh ibu, penyakit koinfeksi hepatitis B, CMV atau
penyakit menular seksual lain pada ibu, serta apakah ibu pengguna
narkoba suntik sebelumnya dan tidak minum obat ARV selama hamil.
Proses intrapartum yang sulit juga akan meningkatkan transmisi, yaitu
lamanya ketuban pecah, persalinan per vaginam dan dilakukannya
prosedur invasif pada bayi. Selain itu prematuritas akan meningkatkan
angka transmisi HIV pada bayi. HIV dapat diisolasi dari ASI pada ibu
yang mengandung HIV di dalam tubuhnya baik dari cairan ASI maupun
sel-sel yang berada dalam cairan ASI (limfosit, epitel duktus laktiferus).
Risiko untuk tertular HIV melalui ASI adalah 11-29%. Bayi yang lahir
dari ibu HIV (+) dan mendapat ASI tidak semuanya tertular HIV, dan
hingga kini belum didapatkan jawaban pasti; tetapi diduga IgA yang
terlarut berperan dalam proses pengurangan antigen. WHO menganjurkan
untuk negara dengan angka kematian bayi tinggi dan akses terhadap
pengganti air susu ibu rendah, pemberian ASI eksklusif sebagai pilihan
cara nutrisi bagi bayi yang lahir dari ibu HIV (+). Transmisi melalui
perawatan ibu ke bayinya belum pernah dilaporkan.
Transfusi Penularan dapat terjadi melalui transfusi darah yang
mengandung HIV atau produk darah yang berasal dari donor yang
11. 7
mengandung HIV. Dengan sudah dilakukannya skrining darah donor
untuk HIV, maka transmisi melalui cara ini menjadi jauh berkurang.
Resiiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di
negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan
pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas
populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan “antara
5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang
terinfeksi
Jarum suntik yang tercemar HIV Penularan melalui cara ini terutama
ditemukan pada penyalahguna obat intravena yang menggunakan jarum
suntik bersama. Sekali tertulari, maka seorang pengguna akan dapat
menulari pasangannya melalui hubungan seksual. Untuk mengantisipasi
tersebarnya aneka penyakit melalui cara ini, di banyak negara maju sudah
dilakukan program harm reduction bagi pengguna narkoba dengan
membagikan jarum suntik steril pada pemakai. Jalur penularan ini
terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia,
dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan
kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang
terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen),
tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis
B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab
sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di
Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi
dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang
terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis
dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu.Pekerja
fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain)
juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga
terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.
Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub
Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang
12. 8
tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di
Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas
kesehatan yang tidak aman.Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini,
mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal
untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
Hubungan seksual dengan pengidap HIV Penularan cara ini ditemukan
pada anak remaja yang berganti-ganti pasangan seksual, atau korban
perkosaan, atau prostitusi anak. Penderita AIDS yang berumur 20-an
mendapat infeksi HIV pada masa remaja. Penularan (transmisi) HIV
secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau
cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran
mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung
lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan
risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa
dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk
melalui seks oral reseptif maupun insertif.Kekerasan seksual secara umum
meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak
digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang
memudahkan transmisi HIV.Penyakit menular seksual meningkatkan
risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan
jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena
adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga)
pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-
Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar
empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat
kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko
tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya
penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan
trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan
makrofaga.Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan
13. 9
dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi.
Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan
tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi
tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat
kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah
sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.Wanita lebih
rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta
fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap
penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat
terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
a. Ciri-ciri Penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus)
Sebelum seseorang bisa dikatakan terkena penyakit HIV/AIDS. Ia akan
mengalami gejala-gejala sebagai berikut :
1. Demam berulang Demam
adalah tubuh respon pertama tubuh dalam melawan setiap infeksi atau invasi
benda asing. Jika seseorang terinfeksi HIV, pada tahap awal muncullah demam
kemudian disertai dengan gejala seperti flu selama empat minggu pertama. Kondisi
ini disebut dengan sindrom retroviral akut atau ARS atau infeksi HIV primer. Ini
adalah respon alami tubuh terhadap HIV yang menjadi gejala HIV awal. Tingginya
suhu tubuh dapat bervariasi mulai dari sedang hingga tinggi sekitar 38-39° C.
Biasanya demam akan disertai dengan kelelahan, sakit tenggorokan, pembengkakan
kelenjar getah bening dan kecenderungan mual. Sementara demam berlanjut, virus
bergerak jauh ke dalam aliran darah dan mulai mereplikasi (memperbanyak diri),
mengganggu fungsi sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan reaksi peradangan.
2. Ruam Kulit
Ketika muncul ruam atau kemerahan yang terjadi tanpa ada reaksi alergi atau
overdosis obat, maka harus diwaspadai jangan-jangan ini merupakan salah satu dari
ciri-ciri HIV AIDS. Ruam ini dapat terjadi pada tahap awal penyakit atau tahap
lanjut ketika sisitem kekebalan tubuh menjadi lemah. Ruam dapat muncul berupa
warna merah, coklat, merah muda, atau bercak keunguan. Jika ruam kulit terus
bertahan meskipun sudah diobati, pertimbangkan untuk menjalani tes HIV.
14. 10
3. Pembengkakan Kelenjar Getah Bening
Tahukah Anda bahwa kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem
kekebalan tubuh sehingga organ ini seringkali dipengaruhi ketika tubuh mengalami
inflamasi atau infeksi, tak terkecuali pada HIV AIDS. Demam yang disertai dengan
pembengkakan kelenjar getah bening memang menjadi indikasi dari setiap masalah
kesehatan lainnya. Tapi apabila pembengkakan kelenjar getah bening di leher,
selangkangan, atau di ketiak tak kunjung pulih maka kita juga harus mewaspadai
HIV AIDS.
4. Kelelahan Kronis
Badan yang terus menerus mengalami lelah dan tidak jelas penyebabnya
mengindikasikan adanya masalah pada tubuh, salah satunnya adalah gejala HIV
AIDS. Karena infeksi HIV akan melemahkan sistem kekebalan tubuh yang berarti
juga melemahkan stamina tubuh
5. Nyeri Otot Dan Sendi
Pembengkakan kelenjar getah bening bersama dengan sakit otot dan nyeri
sendi adalah gejala HIV lain yang menonjol.
6. Sakit Kepala Ekstrim S
Sakit kepala dengan demam dan nyeri sendi bisa menjadi gejala dari
beberapa kondisi kesehatan lainnya tetapi juga umum terjadi pada infeksi HIV.
7. Diare
Diare yang berlangsung selama lebih dari seminggu adalah masalah yang
perlu diperhatikan. Diare tak henti-hentinya yang tidak berhenti bahkan setelah
diberikan pengobatan bisa menjadi gejala kemungkinan infeksi HIV.
8. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan yang cepat bersama dengan diare bisa berarti bahwa
virus tersebut telah benar benar mengganggu sistem pertahanan tubuh. Kehilangan
10 persen berat badan bersama dengan diare dan mual merupakan kombinasi yang
pas.
9. Pneumonia
Batuk, demam, penurunan berat badan, dan sesak nafas yang merupakan
tanda-tanda pneumonia bisa menjadi indikasi infeksi HIV. Ingat pneumonia adalah
kejadian yang sangat umum bagi orang-orang yang terkena HIV
15. 11
10. Keringat Malam
Banyak orang yang terkena infeksi HIV AIDS mengalami gejala sering
berkeringat di malam hari meskipun pada saat itu udara tidak panas dan sedang
tidak melakukan aktifitas fisik.
11. Infeksi Jamur
Ketika daya tahan tubuh melemah, maka tubuh mudah terserang infeksi,
terutama infeksi jamur. Pada prinsipnya semua bagian tubuh dapat terserang, jika
jamur menyerang kuku, maka kuku akan kuning, berubah warna, menebal dan rapuh
ini merupakan tanda infeksi sekunder setelah terinfeksi HIV. Demikian pula
sariawan di mulut karena infeksi jamur dapat menjadi indikasi yang sama.
12. Penurunan Daya Ingat atau Depresi
Meskipun hal ini biasanya terjadi pada penyakit HIV tahap lanjut, namun
tetap harus diwaspadai secara dini.
b. Cara Pencegahan HIV (Human Immunodeficiency Virus)
Berikut ini acara yang dapat dilakukan agar terhindar dari infeksi virus HIV
1. Hindari seks bebas
2. Jangan berganti-ganti pasangan seksual.
3. Gunakan kondom, terutama untuk kelompok perilaku resiko tinggi jangan
menjadi donor darah.
4. Seorang ibu yang didiagnosa positif HIV sebaiknya jangan hamil.
5. Penggunaan jarum suntik sebaiknya sekali pakai
6. Jauhi narkoba.
C. KLASIFIKASI HIV (Human Immunodeficiency Virus)
Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa menurut CDC (Centers for Disease
Control) dibagi atas empat tahap, yakni:
(1) Infeksi HIV akut
Tahap ini disebut juga sebagai infeksi primer HIV. Keluhan muncul
setelah 2-4 minggu terinfeksi. Keluhan yang muncul berupa demam,
ruam merah pada kulit, nyeri telan, badan lesu, dan limfadenopati. Pada
16. 12
tahap ini, diagnosis jarang dapat ditegakkan karena keluhan menyerupai
banyak penyakit lainnya dan hasil tes serologi standar masih negatif
(Murtiastutik, 2008).
(2) Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis
Pada tahap ini, tes serologi sudah menunjukkan hasil positif tetapi gejala
asimtomatis. Pada orang dewasa, fase ini berlangsung lama dan penderita
bisa tidak mengalami keluhan apapun selama sepuluh tahun atau lebih.
Berbeda dengan anak- anak, fase ini lebih cepat dilalui (Murtiastutik,
2008).
(3) Persisten Generalized Lymphadenopathy (PGL)
Pada fase ini ditemukan pembesaran kelenjar limfe sedikitnya
di dua tempat selain limfonodi inguinal. Pembesaran ini terjadi karena
jaringan limfe berfungsi sebagai tempat penampungan utama HIV. PGL
terjadi pada sepertiga orang yang terinfeksi HIV asimtomatis.
Pembesaran menetap, menyeluruh, simetri, dan tidak nyeri tekan
(Murtiastutik, 2008).
(4) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, yang tidak mendapat
pengobatan, akan berkembang menjadi AIDS. Progresivitas infeksi HIV
bergantung pada karakteristik virus dan hospes. Usia kurang dari lima
tahun atau lebih dari 40 tahun, infeksi yang menyertai, dan faktor genetik
merupakan faktor penyebab peningkatan progresivitas. Bersamaan
dengan progresifitas dan penurunan sistem imun, penderita HIV lebih
rentan terhadap infeksi. Beberapa penderita mengalami gejala
konstitusional, seperti demam dan penurunan berat badan, yang tidak
jelas penyebabnya. Beberapa penderita lain mengalami diare kronis
dengan penurunan berat badan. Penderita yang mengalami infeksi
oportunistik dan tidak mendapat pengobatan anti retrovirus biasanya akan
meninggal kurang dari dua tahun kemudian (Murtiastutik, 2008).
17. 13
D. STRUKTUR HIV (Human Immunodeficiency Virus)
HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical)
hingga oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus
(virion).Selubung virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar
tersusun dari lipida.Di dalam selubung terdapat bagian yang disebut protein
matriks. Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu
genom dan kapsid. Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang
berupa dua kopi utas tunggal RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang
membungkus dan melindungi genom.
Berbeberbeda dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga
gen (gag, pol, dan env), HIV memiliki enam gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat,
ref, dan nef).Gen-gen tersebut disandikan oleh RNA virus yang berukuran 9
kb.[13] Kesembilan gen tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori
berdasarkan fungsinya, yaitu gen penyandi protein struktural (Gag, Pol,
Env), protein regulator (Tat, Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-
1, Vpx hanya pada HIV-2; Vpr, Vif, Nef).
18. 14
Nama Gen dan
Protein yang
disandikan
Ukuran Lokalisasi Fungsi
Tat (trans-aktivator
transkripsi)
86 asam amino
(AA), 2 ekson,
14 kDalton
nukleus,
nukleolus, protein
awal
Penting untuk replikasi;
Trans-aktivasi ekspresi
mRNA virus, mengatur
ekspresi sitokin dan
reseptor
Rev (regulator
ekspresi protein
virus)
116 AA, 2
ekson, 19
kDalton
nukleus di antara
sitoplasma dan
nukleolus
Penting untuk replikasi;
mengatur transkripsi dan
ekspresi protein Gag, Pol,
Env, Vif, Vpu, dan Vpr.
Vif (faktor
infektivitas virus)
192 AA, 23
kDalton
sitoplasma,
beberapa molekul
yang terbungkus
dalam virion
dewasa
Penting untuk infektivitas
dan replikasi pada sel
primer; berperan dalam
tahap awal replikasi HIV
Vpr (Protein R virus)
96-106 AA, 10-
15 kDalton
komponen dari
inti virus dan
kompleks
membran
Mediasi replikasi di sel
yang tidak membelah
Vpx (Protein X virus)
112 AA, 12-16
kDalton
komponen virion Berfungsi seperti Vpr
Vpu (Protein U virus)
81 AA
(terfosforilasi),
9,2 & 16
kDalton
retikulum
endoplasma,
protein
transmembran
Degradasi CD4;
meningkatkan pelepasan
HIV; pembentukan
membran protein integral;
regulasi ekpresi
permukaan sel terhadap
MHC I
19. 15
Sifat-sifat khusus HIV :
1. Morfologi, membentuk tonjolan pada permukaan sel, partikel virus dewasa
(mature) mempunyai inti eksentrik berbentuk batang ( gambar D-3)
2. Densitas 1,16-1,17 dalam gradien sukrosa
3. Struktur antigenik , ada 2 , yaitu HIV-I dan HIV-II yang mempunyai
persamaan dalam tropisme spesifiknya terhadap limfosit T4, tipe efek
sitofatik yang spesifik pada biakan sel Ni vitro , tetapi berbeda secara
biologi molekuler dan tropismanya pada anggota golongan kera (HIV-I
menginfeksi simpanse dan HIV-II golongan Makakus ).
4. Asam nukleat : mempunyai RNA yang terdiri dari dua subunit identik (9200
pasang basa ) dengan tiga gen utama (Gag,pol, dan env ) serta beberapa gen
tambahan (LTR, tar, Red, via,vpr,apu dan net ) seperti yang tertera pada
(Gambar D-4)
5. Enzim reverse transcriptase (RT) bekerja dengan menggunakan primer
RNA-lysin dengan bantuan Mg++, untuk memeriksa RT dapat
menggunakan template primer pol A dan oligo St atau Ploy C dan oligo Ag.
6. Perkusor Gag p53, perkusor env Gap 160
7. Glikoprotein selubung terdiri dari Gap 120 , Gap 41.
8. Tropisme, spesifik, selektif tinggi dari HIV terhadap sel limfosit T-helper
(OKT4-reactive, CD4; TH)
9. Simtomatologi; HIV pada biakan sel limfosit menimbulkan efek sitopatik
yang khas, berupa sel raksasa berinti banyak (Multi nucleated giat cell ).
10. Pada permukaan sel dari biakan sel leukemik secara Ni vitro, akan terlihat
adanya tonjolan –tonjolan (budding ) dari virion HIV (Gambar D-3)
Nef (Faktor Negatif)
206 AA, 27
kDalton
virion,
sitoplasma,
nukleus
Meningkatkan produksi
HIV di tahap akhir;
mengatur ekspresi MHC I
dan CD4
20. 16
(Gambar D-1. Struktur anatomik retrovirius )
( Gambar D-2. Struktur virion human immunodeficiency virus /HIV )
21. 17
(Gambar D-3 HIV dilihat dengan mikroskop elektron )
(Gambar D-4 susunan dan struktur genetik HIV. Gen –gen tersusun
sepanjang rantai DNA proviral dengan tiga gen utama, yaitu gen Gag yang
mengode protein cor, env protein selubung dan pol enzim-enzim yang
diperlukan bagi proses replikasi virus, serta gen-gen tambahan lainnya
yang juga memegang peranan penting dalam proses replikasi HIV).
22. 18
E. SIKLUS HIDUP HIV (Human Immunodeficiency Virus)
HIV secara bertahap merusak sistem imun dengan menyerang dan
membunuh sel CD4 dalam tubuh jenis sel darah putih yang berperan penting
dalam melindungi tubuh dari infeksi.
HIV menggunakan sel CD4 sebagai alat untuk memperbanyak diri dan
menyebar ke seluruh tubuh. Proses ini disebut sebagai siklus hidup HIV. Obat-
obatan HIV melindungi sistem imun dengan menghambat HIV di berbagai tahap
siklus hidup HIV.
Ada 7 tahap dari siklus hidup virus HIV dalam tubuh, meliputi:
1. Pengikatan (atau penempelan): HIV mengikat pada reseptor di
permukaan sel CD4.
2. Penggabungan: Amplop HIV dan membran sel CD4 bergabung, dimana
HIV masuk ke dalam sel CD4.
3. Reverse transcription: Di dalam sel CD4, HIV melepas dan
menggunakan transkriptase terbalik di mana enzim dari HIV mengubah
materi genetik yang disebut RNA HIV menjadi DNA HIV. Konversi dari
RNA HIV menjadi DNA HIV menyebabkan HIV masuk ke dalam
nukleus sel CD4 dan menggabungkannya dengan materi genetik sel,
yang disebut sel DNA.
4. Penyatuan (Integrasi): Di dalam nukleus sel CD4, HIV menghasilkan
enzim yang disebut intergrase untuk meleburkan DNA viral menjadi
DNA dari sel CD4.
5. Replikasi: Begitu terintegrasi pada DNA sel CD4, HIV mulai
menggunakan CD4 untuk menghasilkan rantai panjang protein HIV.
Rantai protein HIV merupakan blok pembangun untuk HIV lainnya.
6. Perakitan: Protein HIV baru dan RNA HIV berpindah ke permukaan sel
dan merakit menjadi HIV yang belum matang (tidak menular).
7. Bertunas: HIV yang baru dan belum matang menembus sel CD4. HIV
yang baru menghasilkan enzim HIV yang disebut protease. Protease
berperan untuk memecah rantai panjang protein yang membentuk virus
23. 19
yang belum matang. Protein HIV yang lebih kecil berkombinasi untuk
membentuk HIV yang matang.
(Gambar Siklus hidup HIV )
24. 20
F. DIAGNOSA HIV( Human Immunodeficiency Virus)
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.
Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah
menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan.
Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi
fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani
pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi
di fasilitas kesehatan umum pedesaan. Dengan demikian, darah dari para
pendonor dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian
medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western
blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan
mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi
dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window
period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan
waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat
pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan
HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun
perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode
tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah
digunakan secara rutin di negara-negara maju.
Diagnosis HIV AIDS Pada Anak
1) Anak yang berumur kurang dari 18 bulan Diagnosis definitif laboratoris
infeksi HIV pada anak yang berumur kurang dari 18 bulan hanya dapat
ditegakkan melalui uji virologik. Hasil yang positif memastikan terdapat
infeksi HIV. Tetapi bila akses untuk uji virologik ini terbatas, WHO
menganjurkan untuk dilakukan pada usia 6-8 minggu, dimana bayi yang
tertular in utero, maupun intra partum dapat tercakup. Uji virologik yang
dilakukan pada usia 48 jam dapat mengidentifikasi bayi yang tertular in
25. 21
utero, tetapi sensitivitasnya masih sekitar 48%. Bila dilakukan pada usia 4
minggu maka sensitivitasnya naik menjadi 98%.
2) Satu hasil positif uji virologik pada usia berapa pun dianggap diagnostik
pasti. Meskipun demikian tetap direkomendasikan untuk melakukan uji
ulang pada sampel darah yang berbeda. Bila tidak mungkin dilakukan dua
kali maka harus dipastikan kehandalan laboratorium penguji. Pada anak yang
didiagnosis infeksi HIV hanya dengan satu kali pemeriksaan virologik yang
positif, harus dilakukan uji antibodi anti HIV pada usia lebih dari 18 bulan.
[
3) Diagnosis infeksi HIV pada bayi yang mendapat ASI Bila seorang bayi yang
terpapar infeksi HIV mendapat ASI, ia akan terus berisiko tertulari HIV
selama masa pemberian ASI; karenanya uji virologik negatif pada bayi yang
terus mendapat ASI tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi HIV.
Dianjurkan uji virologik dilakukan setelah bayi tidak lagi mendapat ASI
selama minimal 6 minggu. Bila saat itu bayi sudah berumur 9-18 bulan saat
pemberian ASI dihentikan, uji antibodi dapat dilakukan sebelum uji
virologik, karena secara praktis uji antibodi jauh lebih murah. Bila hasil uji
antibodi positif, maka pemeriksaan uji virologik diperlukan untuk
mendiagnosis pasti, meskipun waktu yang pasti anak-anak membuat antibodi
anti HIV pada yang terinfeksi post partum belum diketahui. Bila uji
virologik tidak dapat dilakukan tetapi ada tempat yang mampu memeriksa,
semua bayi kurang dari 12 bulan yang terpapar HIV dan menunjukkan gejala
dan tanda infeksi HIV harus dirujuk untuk uji virologik. Hasil yang positif
pada stadium apapun menunjukkan positif infeksi HIV.
4) Pada usia 12 bulan, sebagian besar bayi yang terpapar HIV sudah tidak lagi
memiliki antibodi maternal. Hasil uji antibodi yang positif pada usia ini
dapat dianggap indikasi tertular (94.5% seroreversi pada usia 12 bulan;
Spesifisitas 96%) dan harus diulang pada usia 18 bulan.
5) Secara umum waktu pendeteksian tidak berbeda, assay DNA dapat mulai
diperiksa pada usia 48 jam. Pemakaian ARV pada ibu dan bayinya untuk
PMTCT tidak akan mempengaruhi hasilnya. DNA HIV akan tetap terdeteksi
26. 22
pada sel mononuklear darah tepi anak yang terinfeksi HIV dan sudah
mendapat ARV meskipun hasil assay RNA HIVnya tidak terdeteksi. Sampai
saat ini belum ada data pasti apakah sensitivitas RNA HIV atau assay
antigen ICD p24 dipengaruhi oleh profilaksis ARV pada ibu dan bayi. WHO
menyatakan bahwa pemeriksaan RNA tidak berbeda dengan DNA, dalam
hal sensitivitas dan spesifisitas, pada bayi yang lahir mendapat ARV.
6) Diagnosis infeksi bila ibu minum ARV Belum diketahui apakah pemakaian
ARV pada ibu yang menyusui bayinya dapat mempengaruhi deteksi RNA
HIV atau p24 pada bayi, meskipun sudah dibuktikan uji DNA HIV tidak
terpengaruh.
7) Anak yang berumur lebih dari 18 bulan Diagnosis definitif infeksi HIV pada
anak yang berumur lebih dari 18 bulan (apakah paparannya diketahui atau
tidak) dapat menggunakan uji antibodi, sesuai proses diagnosis pada orang
dewasa. Konfirmasi hasil yang positif harus mengikuti algoritme standar
nasional, paling tidak menggunakan reagen uji antibodi yang berbeda.
8) Tidak ada algoritme diagnosis klinis tunggal yang terbukti sangat sensitif
atau spesifik untuk mendiagnosis HIV. Akurasi diagnosis berdasarkan
algoritme klinis jarang yang mencapai sensitifitas 70% dan bervariasi
menurut umur; bahkan tidak dapat diandalkan unutk mendiagnosis infeksi
HIV pada bayi yang berumur kurang dari 12 bulan. Uji antibodi anti HIV
(dapat berupa rapid test) dan peningkatan akses untuk uji virologik dini
dapat membantu dokter membuat algoritme diagnostik yang lebih baik.
Dalam situasi sulit diperbolehkan menggunakan dasar klinis untuk memulai
pengobatan ARV pada anak kurang dari 18 bulan dan terpapar HIV yang
berada dalam kondisi sakit berat. Penegakan diagnosis berdasarkan gejala
klinis yang dikombinasikan dengan pemeriksaan CD4 atau parameter lain
saat ini belum terbukti sebagai alat diagnosis infeksi HIV. Untuk bayi dan
anak berumur kurang dari 18 bulan yang berada di tempat dimana uji
virologik tidak mungkin dilakukan, terdapat gejala yang sugestif infeksi
27. 23
HIV, diagnosis presumtif ineksi HIV secara klinis dapat dibuat. Diagnosis
infeksi ini dapat menjadi dasar untuk menilai apakah diperlukan pemberian
ARV segera.
9) Pada anak yang berumur lebih dari 18 bulan dengan gejala dan tanda sugestif
infeksi HIV, dapat digunakan pemeriksaan antibodi untuk menegakkan
diagnosis. Diagnosis presumtif pada kondisi ini tidak dianjurkan karena
pemeriksaan antibodi saja dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis.
Beberapa kondisi seperti pneumonia pneumositis, kandidiasis esofagus,
meningitis kriptokokus jarang terjadi pada anak yang tidak terinfeksi HIV.
Karenanya kondisi klinis seperti ini menjadi faktor penentu untuk
pemeriksaan antibodi anti HIV.
10) Metode yang direkomendasikan untuk mendiagnosis infeksi HIV pada bayi
dan anak Metode Rekomendasi Tingkat rekomendasi/bukti Uji virologik(
DNA, RNA, ICD) Untuk mendiagnosis infeksi pada bayi < 18 bulan ; uji
inisial direkomendasi mulai umur 6-8 minggu A(I) Uji antibodi anti HIV
Untuk mendiagnosis infeksi HIV pada ibu atau identifikasi paparan pada
bayi A(I)
11) Untuk mendiagnosis infeksi pada anak > 18 bulan Untuk mengidentifikasi
infeksi HIV pada umur < 18 bulan dengan kemungkinan besar HIV positif*
* Anak kurang dari 18 bulan dengan hasil uji antibodi positif termasuk di
antaranya adalah anak yang benar-benar terinfeksi, dan anak yang tidak
terinfeksi tetapi masih membawa antibodi maternal.
G. CARA MENDETEKSI HIV (Human Immunodeficiency Virus)
Dalam mendeteksi HIV dapat dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium yaiti pemeriksaan assay antibodi dapat mendeteksi antibodi
terhadap HIV. Tetapi karena antibodi anti HIV maternal ditransfer secara
pasif selama kehamilan dan dapat dideteksi hingga usia anak 18 bulan, maka
adanya hasil antibodi yang positif pada anak kurang dari 18 bulan tidak serta
28. 24
merta menjadikan seorang anak pasti terinfeksi HIV. Karenanya diperlukan
uji laboratorik yang mampu mendeteksi virus atau komponennya seperti:
assay untuk mendeteksi DNA HIV dari plasma assay untuk mendeteksi
RNA HIV dari plasma assay untuk mendeteksi antigen p24 Immune
Complex Dissociated (ICD)
Teknologi uji virologi masih dianggap mahal dan kompleks untuk
negara berkembang. Real time PCR(RT-PCR) mampu mendeteksi RNA dan
DNA HIV, dan saat ini sudah dipasarkan dengan harga yang jauh lebih
murah dari sebelumnya. Assay ICD p24 yang sudah dikembangkan hingga
generasi keempat masih dapat dipergunakan secara terbatas. Evaluasi dan
pemantauan kualitas uji laboratorium harus terus dilakukan untuk kepastian
program. Selain sampel darah lengkap (whole blood) yang sulit diambil pada
bayi kecil, saat ini juga telah dikembangkan di negara tertentu penggunaan
dried blood spots (DBS) pada kertas saring tertentu untuk uji DNA maupun
RNA HIV. Tetapi uji ini belum dipergunakan secara luas, masih terbatas
pada penelitian.
Meskipun uji deteksi antibodi tidak dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis definitif HIV pada anak yang berumur kurang dari 18
bulan, antibodi HIV dapat digunakan untuk mengeksklusi infeksi HIV,
paling dini pada usia 9 sampai 12 bulan pada bayi yang tidak mendapat ASI
atau yang sudah dihentikan pemberian ASI sekurang-kurangnya 6 minggu
sebelum dilakukannya uji antibodi. Dasarnya adalah antibodi maternal akan
sudah menghilang dari tubuh anak pada usia 12 bulan. Pada anak yang
berumur lebih dari 18 bulan uji antibodi termasuk uji cepat (rapid test) dapat
digunakan untuk mendiagnosis infeksi HIV sama seperti orang dewasa.
Pemeriksaan laboratorium lain bersifat melengkapi informasi dan membantu
dalam penentuan stadium serta pemilihan obat ARV. Pada pemeriksaan
darah tepi dapat dijumpai anemia, leukositopenia, limfopenia, dan
trombositopenia. Hal ini dapat disebabkan oleh efek langsung HIV pada sel
asal, adanya pembentukan autoantibodi terhadap sel asal, atau akibat infeksi
oportunistik.
29. 25
Jumlah limfosit CD4 menurun dan CD8 meningkat sehingga rasio
CD4/CD8 menurun. Fungsi sel T menurun, dapat dilihat dari menurunnya
respons proliferatif sel T terhadap antigen atau mitogen. Secara in vivo,
menurunnya fungsi sel T ini dapat pula dilihat dari adanya anergi kulit
terhadap antigen yang menimbulkan hipersensitivitas tipe lambat. Kadar
imunoglobulin meningkat secara poliklonal. Tetapi meskipun terdapat
hipergamaglobulinemia, respons antibodi spesifik terhadap antigen baru,
seperti respons terhadap vaksinasi difteri, tetanus, atau hepatitis B menurun.
30. 26
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS. HIV menyerang sistem imun manusia yaitu menyerang
limfosit T helper antara yang berfungsi menghasilkan zat kimia yang
berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain
dalam sistem imun dan pembentukan antibodi .
infeksi HIV telah menyebar di seluruh dunia, ditransmisikan melalui rute
paranteral dan seksual .infeksi paling sering terjadi pada pasien yang berisiko
tinggi mengalami penyakit menular seksual ,terutama kelompok berisiko utama
adalah pria yang berhubungan seks dengan pria dan pengguna obat intravena
.transmisi heteroseksual lebih jarang tetapi juga terjadi.
Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa menurut CDC (Centers for
Disease Control) dibagi atas empat tahap yaitu; Infeksi HIV akut, Infeksi
Seropositif HIV Asimtomatis , Persisten Generalized Lymphadenopathy (PGL)
, AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome.
HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical)
hingga oval karena bentuk selubung yang menyelimuti partikel virus
(virion).Selubung virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar
tersusun dari lipid. HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan
kapsid. Genom adalah materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua
kopi utas tunggal RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang membungkus
dan melindungi genom.
31. 27
HIV secara bertahap merusak sistem imun dengan menyerang dan
membunuh sel CD4 dalam tubuh jenis sel darah putih yang berperan penting
dalam melindungi tubuh dari infeksi. Tes HIV umum, termasuk imunoasai
enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi
HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Dalam
mendeteksi HIV dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yaiti
pemeriksaan assay antibodi dapat mendeteksi antibodi terhadap HIV.
32. 28
DAFTAR PUSTAKA
Gillespie,Stephen dan Baford,Kathleen. at a glance mikrobiologi medis dan
infeksi. Edisi tiga. Cl.H. Baping Raya No. 100 Ciracas, Jakarta 13740.
ERLANGGA
STAF PENGAJAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
INDONESIA. Buku ajar mikrobiologi kedokteran. Gedung
Karisma,Cl.moh.toha. No 2 Pndok Cabe Ciputat-Tangerang 15418. BINARUPA
AKSARA
Evi Jayanti . Deskripsi dan factor , FKM UI, 2008. Universitas Indonesia
Dr.Nursalam, M.Nurs.(Hons) dan Ninuk Dian Kurniawati, S. Kep. Ns. Asuhan
keperawanan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. jl.Wijaya 2, Jakarta 12160.
Salemba. MEDIKA WIJAYA GRAND CENTER.
Geo.f.brooks, Janet S. Butel, L. Nicholas Ornston. Jawetz,melnick & adelberg
Mikrobiologi kedokteran Ed 20,-jakarta, 1996. EGC
Dokter Indonesia .com
Wilkipedia.com