Cerita seorang wanita bernama Intan yang sedang bersiap menikah namun mengalami kesulitan karena tidak memiliki wali nikah. Ia kemudian menceritakan kisahnya kepada dosen lamanya yang menjadi pendengar yang baik. Intan pun akhirnya mengucapkan pesan harapan kepada ayah kandungnya yang tak pernah ditemuinya dengan harapan ayahnya dapat hadir di pernikahannya.
1. “True Story”
PULANG LAH AYAH…
Sore itu di kediaman rumah dinas saya di jalan Gumba no. 7 kota Binjai-
Sumatera Utara, tanggal 12 Maret 2016, di tengah hening dzikir sore selepas
shalat ashar, tiba-tiba handphone saya berdering. Seorang perempuan muda
menelpon saya. Sebut saja namanya “Intan” (maaf..nama dan identitas saya
hidden).
“ Father.. saya siswa anda untuk mata kuliah Marketing
Strategy ketika di kampus IBIi dulu, mohon ijin waktu untuk
bicara. “
saya pun tersenyum senang, seorang murid lama saya teringat dan
menghubungi ku. Lalu saya persilahkan ia bicara.
Setelah agak lama kami saling cerita. Dia pun bilang bahwa ia sedang cuti kantor
dan tengah pulang kampung di Perbaungan, suatu kota kecil berjarak +/- 42 Km
dari kota medan. Ia berujar bahwa ia akan segera menikah tanggal 20 Maret
berikutnya. Saya pun makin gembira mendengar berita ini.
Di tengah suasana suka, tiba-tiba terdengar suara lirih sedikit terisak dirinya…
lalu ia pun terdiam sesaat. Saya agak heran tapi saya coba bertanya,
“ Lho.. ‘Intan’ ada apa ….? “ saya penasaran.
Sesaat “Intan” terdiam lalu ia pun mencoba bercerita bahwa menjelang
pernikahannya, ia mengalami beberapa hal yang membuatnya merasa sangat
sedih. Pertama, ibunya baru saja meninggal dunia 2 bulan yang lalu. Kedua,
sampai saat ini permohonan nikahnya belum mendapat persetujuan dari kantor
Urusan agama (KUA) setempat karena hingga kini belum ada kejelasan siapa
yang akan menjadi wali nikahnya.
“ Lho.. Kenapa bisa begitu….?” Saya tambah penasaran.
“Intan” tidak menjawab, saya hanya mendengar isak tangisnya dan terkesan ia
sangat sedih seolah seperti orang yang terpukul bathin. Sampai beberapa lama
akhirnya saya berhasil menenangkannya, hingga akhirnya ia pun berusaha untuk
tegar dan mencoba bercerita pada saya. Dan ia pun mulai bercerita:
2. “True Story”
Ia menuturkan bahwa selama ini ia belum pernah melihat AYAH
kandungnya. Ia menuturkan bahwa sejak ia bayi berusia 10
bulan ia sudah ditinggal oleh ayahnya karena alasan ayahnya
berpisah- cerai dengan ibunya. Yang “Intan” tahu, selama ini ia
tinggal bersama ibu, ayah tirinya dan 2 adik tirinya- semuanya
perempuan hingga ayah tirinya wafat 3 tahun lalu. Selama ini
“Intan” sudah berusaha mencari tahu tentang keberadaan ayah
kandungnya. Satu hal lain jika “Intan” bertanya tentang hal ini
kepada ibunya, ia (ibunya) hanya bisa menangis. Menurut
“Intan” asal mula berpisahnya orangtuanya karena diawali
dengan pernikahan mereka yang tidak pernah direstui kedua
belah pihak orang tua ditambah lagi terjadi perselisihan paham
antara ayahnya dengan mertua (orangtua ibunya “Intan”) yang
berujung pada hal yang bersifat sentimen kesukuan hingga
akhirnya ayahnya “diusir” oleh mertuanya. Sejak saat itulah sang
ayah tidak pernah lagi muncul dan tidak pernah ada kabar
beritanya hingga kini. Selama ini pula “Intan” mencari tahu
tentang ayahnya melalui sanak saudara ibunya. Semuanya tidak
ada yang tahu persis tentang ayahnya. Yang mereka tahu
hanyalah nama lengkap ayahnya, dan ayahnya seorang yang
berasal dari Makasar, Sulsel yang pernah bekerja sebagai anak
buah kapal yang sering berlabuh di pelabuhan Belawan. Hingga
menjelang dewasa, ia pun terus mencari tahu tentang ayahnya
dengan berbagai cara hingga menyebar foto, identitas di
berbagai media termasuk media sosial. Namun tidak
mendapatkan hasil apa-apa. Sebenarnya, pihak keluarga mertua
ayahnya sudah lama memaafkannya dan turut juga mencari
tentang keberadaan ayahnya, namun tidak juga mendapatkan
hasil apa-apa. Sebagian besar pihak keluarga “Intan”
menyarankan agar keberadaan ayahnya “Intan” agar diikhlaskan
dan dianggap sudah WAFAT dengan alasan rasanya tidak
mungkin di zaman saat ini dengan teknologi sedemikian canggih
mencari keberadaan seseorang tapi tidak juga ditemukan hingga
lebih 25 tahun.
Hmm.. jadi wajarlah… jika ia sangat merindukan sosok ayah dalam hidupnya.
Namun NALURI nya sebagai anak berkata bahwa ayahnya MASIH HIDUP hingga
saat ini dan “Intan” pun terus berharap dan terus menerus berdoa suatu saat
ayahnya akan pulang dan datang menemuinya dan menjadi wali nikahnya.
Mungkin inilah yang menjadi hambatan, kenapa pihak KUA belum memberikan
persetujuan permohonan nikah karena “Intan” sendiri yang berharap wali
nikahnya adalah ayah kandungnya dengan bayangan suatu hal yang rasanya
3. “True Story”
“mustahil”. Dan menurut “Intan” mungkin juga latar belakang kisah inilah dan
ketidak jelasan keberadaan ayahnya yang membuatnya beberapa kali kandas
dalam menjalin asmara. Demikianlah tutur “Intan” dengan suara yang lirih.
Saya sangat berempati dengan kisah nya. Lalu saya pun memberikan beberapa
nasehat dan dorongan semangat padanya. Tentang wali nikah, saya sarankan
padanya agar segera mengajukan permohonan wali hakim. Alhamdulilah… ia pun
menerima saran saya. Lalu ia meminta saya untuk hadir dalam pernikahannya
dan menjadi perwakilan pihak keluarga yang nantinya berperan sebagai
penasehat pernikahan. Dengan penuh rasa suka dan bangga saya menerima
tawaran itu, walaupun dalam hati saya merasa malu apakah orang seperti saya
layak menjadi penasehat di acara nikah ? demikian Tanya saya dalam hati.
Kepada “Intan” saya janji akan hadir dan memenuhi permintaannya.
“ Father… benar ya… serius…”Intan” tunggu….”
Katanya sungguh-sungguh dengan kesan gembira. Dan
dapat dirasakan dari suaranya yang kembali riang.
“ Iya “Intan” ….father janji akan datang, yang penting
kamu tenang dan bahagia.” Kata saya
“ Ciiipppp…. Makasih father….makasih father”. kata “
Intan” sambil terdengar suara tertawa pelan sebagai tanda ia
kembali suka dan bahagia.
“Intan tunggu ya father… Daaghhh… sampai nanti.”
tambahnya. Lalu ia pun menutup komunikasi telpon sore itu.
Hingga pada hari yang ditetapkan, hari itu Minggu tanggal 20 Maret
2016. Setelah mempersiapkan diri saya pun berangkat menuju
lokasi pernikahan di kota Perbaungan. Untuk menuju lokasi
tersebut, dari tempat kediaman saya tentunya melintasi kota
Medan. Karena saat itu saya merasa masih terlalu pagi dan saya
anggap waktu masih banyak tersisa, maka saya sempatkan mampir
ke kediaman kakak saya di kawasan Simpang Limun, Medan.
Memang… selama saya bertugas di kota ini, setiap libur atau akhir
pekan saya selalu mampir ke kediaman kakak saya itu.
Saat mampir sejenak di rumah kakak saya, tanpa sengaja saya bertemu
dengan seorang bapak tua yang sudah saya kenal, pak Acang namanya.
Dahulunya pak Acang terkenal sebagai preman bengis di terminal Sambu-
4. “True Story”
Medan sekaligus sopir angkot untuk rute kampong baru- terminal Sambu.
Namun di hari tuanya ia insyaf dan banyak habiskan waktu sebagai marbot
masjid di sekitar situ. Setelah saling tegur sapa dan berbincang sejenak,
saya mengajak pak Acang untuk menemani saya ke acara di Perbaungan.
Kebetulan saat itu kaki saya masih nyeri-sakit akibat keseleo sehingga saya
rasa tidak kuat untuk mengemudi sampai lokasi dan saya meminta pak
Acang untuk mengemudikan mobil saya, dan pak Acang setuju dan
menerima tawaran saya itu.
Selepas Shalat Dzuhur kami pun berangkat menuju lokasi. Pak Acang
memang orang yang jenaka, sepanjang perjalanan pak Acang selalu
membawakan cerita yang lucu sehingga saking lucunya beberapa kali saya
minta pak Acang menepi ke SPBU (hanya untuk …sssttt..pipis..hehe). Sambil
berjalan, Kadang kala pak Acang cerita tentang masa lalunya yang kelam
dan hitam, hingga akhirnya ia mendapat hidayah lalu bertaubat
(Alhamdulilllah….) hingga kini menjadi marbot masjid, namun semua itu ia
lalui dengan penuh rasa syukur.
Setiba di lokasi kami menghampiri tempat dimana akan dilangsungkan akad
nikah. Tampak berbagai persiapan tengah di lakukkan. Tampak pula calon
mempelai sudah siap dan menunggu kedatangan Tuan Kadi (bagi
masyarakat Melayu, tuan kadi adalah penghulu nikah). Setelah
mengucapkan salam kepada sanak yang ada di lokasi, maka saya pun
memperkenalkan diri dan sampaikan bahwa saya adalah orang yang
diundang secara khusus oleh “Intan” . seorang ahli ba’it pak Rahmat
namanya (pamannya Intan dari ayah tirinya) tampak sumringah menyambut
hadir saya.
“Selamat datang di ‘gubuk’ kami Bapak Tri…” kata
pak Rahmat.
“Intan…. Ini orang tuamu juga yang datang”. ujar
pak Rahmat pada “Intan”. Sesaat “Intan” tampak
gembira melihat saya sambil sedikit berkaca-kaca
matanya. Lalu “Intan” menghampiri saya bersama
dengan calon mempelai pria. Setelah bersalaman ia
berkata:
“Father… kenalkan, ini Jaka calon suami saya” lalu
saya pun menerima salam kenal dari Jaka.
5. “True Story”
“Bang… dulu waktu di kampus beliau selalu
memberi dorongan semangat dan motivasi pada
kami. Father ini sudah kami anggap seperti orang
tua kami juga. “ kata “Intan” pada calon suaminya.
“Mari…silahkan Bapak Tri…” kata ahli ba’it yang lain.
Lalu saya pun duduk di samping mihrab nikah dekat balai-balai
(suatu sajian yang bersifat simbol untuk beberapa acara khusus
termasuk penikahan pada adat Melayu). Tak lama duduk, terdengar
suara yang saling bersahutan :
“Tuan Kadi datang…tuan Kadi datang”. Kata
mereka bersahutan sambil diiringi musik rebana.
Setalah Tuan kadi masuk dan duduk, pernikahan pun siap dimulai. Mulai dari
mempelai, saksi, mas kawin hingga wali nikah, yang menjadi wali nikah
adalah wali hakim dan Tuan Kadi sendiri bertindak sebagai wali hakim
sebagai perwakilan majelis hukum negara.
“Bagaimana mempelai.. sudah siap ?” Tanya Tuan
Kadi.
“Insha Allah….Tuan kadi”. Jawab mempelai.
Setelah Wak Pengacara (MC-kalau kita disini) membacakan tertib nikah, dan
setelah dilantunkan pembacaan ayat suci Al Qur’an, lalu Tuan Kadi
mempersilahkan mempelai wanita untuk berucap atau membacakan tilmat
yaitu ucapan yang berisi meminta restu orang tua dan wali untuk dinikahkan.
Kurang lebih seperti inilah isi tilmat yang disampaikan oleh “Intan”
“ Nenek.., pak cik/buk Cik… (“Intan” berhenti
sejenak sambil terisak, sekilas ia melirik ke arah saya dan
saya pun sedikit mengangguk tanda memberi dorongan
semangat untuknya, lalu ia lanjutkan tilmatnya).. dengan
penuh rasa rendah hati saya memohon restu kalian
semua, ikhlas-kan saya untuk menikahi lelaki pilihan
saya… Datuk Tuan Kadi, Bapak Haji Horman
Hutabarat… dengan berharap ridha Allah SWT dan
atas dorongan hasrat teriring niat yang luhur,
mohon kiranya kesediaan datuk untuk menikahkan
saya sebagai wali hakim sesuai dengan syariat
agama yang saya anut.ISLAM”.
6. “True Story”
Intan berhenti bicara sejenak sambil menghapus air mata. Lalu kembali ia
melirik ke arah saya, sambil senyum saya mengangguk tanda mendorong
semangatnya. Lalu ia pun melanjutkan tilmat nya. Namun apa yang
diucapkan kali ini terkesan di luar dugaan dan di luar rencana.
“ Abangda Jaka Hidayat, papa..mama (orangtua
mempelai lelaki) inilah aku dengan segala
kelemahan dan kekurangan. Dengan penuh rasa
rendah hati terimalah aku dengan penuh rasa kasih
ke dalam keluarga ini.”
Tiba-tiba “Intan” meminta kameramen untuk mengambil video ucapanya.
“Mas Kameramen…tolong ambil rekaman ini, dan
kita semua yang hadir disini ijinkan saya
menyampaikan PESAN kepada ayahanda saya
terkasih. “ kata “Intan” dengan teguh hati.
“Ayah…inilah aku putri kandungmu, dimanapun kau
berada, ketahuilah selama 28 tahun aku selalu
merindukanmu, aku selalu menyebutmu dalam doa
ku, tak henti aku memohon kepada Allah untuk
dirimu. Ayah… jika kau mendengar dan melihat
rekaman ini, satu pinta untukmu. PULANG LAH
AYAH….. lihat lah aku dan suamiku disini walau
sekejap. Aku bersumpah … seperti apapun rupamu,
bagaimana pun keadaan mu, akau akan menerima
hadirmu dan selalu mengasihimu… Kepada
Bapak/ibu, saudara hadirin semua, setelah acara ini
saya mohon bantuan dari kita semua yang hadir
disini. Tolonglah… sebarkan, posting, share video
rekaman ini saya berharap semoga kelak ayahku
dapat melihat dan menyaksikan ini dimanapun ia
berada”
Lalu “Intan” berhenti berucap tampak ia menangis tipis pilu. Suasana pun
ikut hanyut menjadi haru termasuk saya pun mengalaminya. Beberapa ahli
ba’it membantu membasuh air mata Intan. Kemudian Tuan Kadi meminta
agar semuanya kembali hikmat.
“Bagaimana para saksi… sudah siap ?” Tanya Tuan
kadi
7. “True Story”
“ Insha Allah… Siap Tuan kadi.” Jawab para saksi
nikah.
Lalu Tuan kadi memimpin proses akad nikah. Dengan membuka
menyampaikan kalimat ijab. Kemudian kalimat ijab ini disambut mempelai
pria dengan kalimat qabul.
“Saya terima nikah dan kawin nya “Intan…..” binti
Andi Mahasan Leleang dengan mas kawin……..
dibayar TUNAI…” demikian kalimat qabul mempelai
lelaki.
“Bagaimana saksi dan hadirin… apakah Sah ?” Tanya
Tuan Kadi kepada hadirin.
Belum sempat saksi dan hadirin menjawab tanya Tuan Kadi, Tiba-
tiba….. ada suara yang membuat seluruh hadirin kaget.
“TUNGGUUU……!”
Terdengar suara teriakan yang lumayan keras dari arah samping saya. Lalu
saya pun melirik ke arah samping, penasaran dengan suara itu. Ternyata pak
Acang-marbot masjid yang saya bawa. Terus terang…. Saya sedikit agak
risih melihat sikap dan Tindakan pak Acang tersebut.
“Pak Acang…apa-apaan ini !” tegur saya
“Maaf jika membuat suasana jadi seperti ini. “ kata
pak Acang, lalu pak Acang kembali berkata.
“ Maaf nak… siapa nama lengkapmu tadi ?” tanya pak
Acang pada “Intan”, lalu ia pun menjawab tanya pak
Acang dan menyebutkan nama lengkapnya. Dan pak Acang
kembali bertanya.
“ Lalu.. siapa nama ibumu dan binti siapa ?” tanya pak
Acang kembai. Dan “intan” pun kembali menjawab
pertanyaan pak Acang dan menyebutkan nama lengkap
ibunya.
“ Nama almarhumah ibu saya, Ratih Elyana binti
Ja’san Muhammad Arsyad “. Kata Intan. Dan kembali
pak Acang bertanya pada “intan”.
“ Coba ulangi sekali lagi nama lengkap ayahmu ?”
tanya pak Acang penasaran. Dan kembali “Intan”
8. “True Story”
menyebutkan nama lengkap ayahnya. Kemudian Tuan Kadi
kembali meminta agar semua kembali hikmat.
“ Tolong pak… jangan ganggu prosesi ini “. Kata Tuan
kadi.
Namun sepertinya pak Acang tidak menghiraukan ucapan Tuan Kadi. Dan tiba-
tiba… pak Acang berdiri dan menghampiri mempelai seperti tergesa dan spontan
pak Acang memeluk “Intan”dengan erat sambil berkata dengan suara keras.
“ANAK KUUUU…..!”
Teriak pak Acang. Melihat sikap pak Acang dan mendengar suara nya, suasana
menjadi tambah tidak menentu. Sedikit saya menjadi rikuh, malu dan merasa ikut
bersalah karena pak Acang lah, orang yang saya bawa suasana menjadi terkesan
kacau. Suasana tambah kacau lagi karena pada saat itu pula mempelai wanita
“Intan” jatuh pingsan. Spontan saja ahli ba’it lain membopong “Intan” ke kamar
dan berusaha membuat “Intan” siuman. Beberapa saat tampak hadirin seperti
merasa kesal melihat ulah tingkah pak Acang.
Lalu Tuan kadi dengan bijak mencoba menenangkan suasana.
“ Maaf Bapak… suasana seperti ini sungguh tidak
diharapkan, coba Jelaskan maksud anda dengan
bersikap seperti itu ?” tanya tuan Kadi. Lalu pak Acang
dengan sedikit terisak mencoba angkat bicara.
“Tuan Kadi.. Bapak/Ibu hadirin sekalian, sekali lagi
mafkan lah saya. Sungguh.. saya tak bermaksud
merusak suasana kayak gini. Sebenarnya… saya ini
lah yang bernama Andi Mahasan Leleang yang
disebutkan itu, betul almarhumah ibunya “Intan”
adalah istri saya dulu. Dan demi Allah.., saya yang
memberi nama pada “Intan”. Lalu pak Acang
menjelaskan seluruhnya dan seutuhnya kepada yang hadir
di sana.
Pak Acang menceritakan bahwa 29 tahun lalu ia menikahi
ibunya “Intan” di kota Medan dengan tanpa restu masing-
masing pihak keluarga. Saat itu mertuanya tinggal di kota
Tanjung Balai (-/+ 450 Km dari kota Medan). Pada masa itu
jarak demikian ditambah masih minimnya sarana
transportasi maka jarak tersebut dianggap cukup jauh. Lalu
setelah ibunya “Intan” mengandung nya dalam usia
9. “True Story”
kandungan 8 bulan, mereka sepakat untuk pulang ke
Tanjung Balai tempat mertua pak Acang dan berencana
untuk melahirkan di sana. Namun kepulangan nya tidak
disambut hangat oleh pihak keluarga di Tanjung Balai.
Hingga “Intan” lahir sering terjadi perselisihan antara pak
Acang dengan mertuanya hingga puncaknya terjadi
perselisihan karena pak Acang ingin mengajak ibunya
“Intan” untuk hijrah dan tinggal di Makasar. Hal itu sangat
dilarang oleh mertuanya. Hingga akhirnya terjadi
ketersinggungan yang bermuara kepada sentimen
kesukuan. Ditengah emosi yang memuncak, mertuanya
meminta pak Acang untuk menceraikan istrinya dan
“mengusir” pak Acang.
Setelah perceraian itu, pak Acang kembali ke Makasar, tak
lama Kemudian pak Acang kembali bekerja sebagai pelaut.
Hingga pada suatu saat ia mengalami suatu peristiwa huru-
hara di atas kapal yang membawanya berlayar. Dari
peristiwa itu pak Acang ikut terseret ke dalam konflik antar
ABK dan mengakibatkan tewasnya kapten kapal oleh
tusukan badik pak Acang dengan tanpa sengaja. Akibat
kejadian itu pak Acang mendapat hukuman kurungan
selama 12 tahun. Setelah ia lepas dari hukuman, ia sempat
pergi ke kota Tanjung balai bermaksud ingin bersilaturahmi
dan menemui mantan mertua dan istrinya sekaligus rindu
dengan anaknya. Namun sesampai di sana, ternyata
mertuanya sudah tidak tinggal di kota itu dan mengenai
keberadaan ibunya “Intan”, tidak banyak sanak dan
tetanggga di kota itu yang tahu. Ada sebagian orang
mengatakan bahwa ibunya “Intan” merantau menjadi TKW
ke Malaysia, ada yang bilang bekerja di kota Medan, ada
juga yang bilang ibunya “Intan” sudah menikah lagi dan
tinggal di Jakarta, namun tidak ada seorang pun tahu
dengan persis keberadaan mereka. Pak Acang pun sudah
coba mencari dan menemui teman-teman lama ibunya
“Intan” dan minta keterangan dari mereka namun tidak ada
hasil apa-apa. Hal itu terus menerus dilakukan pak Acang
hingga beberapa tahun kemudian.
Akhirnya pak Acang merasa hidupnya hampa dan sia-sia,
ditengah situasi jiwa yang tak menentu tersebut, akhirnya
pak Acang terjermus ke dunia hitam, ia menjadi preman di
10. “True Story”
terminal, rampok dan menjadi sopir angkutan. Hingga
akhirnya ia insyaf dan menjadi marbot masjid di kawasan
jalan gang mulai, dekat Simpang limun, Medan. Oleh orang-
orang di kawasan itu ia dipanggil dengan nama Acang yang
diambil dari nama Hasan nama kecilnya.
Demikian penjelasan dan cerita pak Acang. Orang-orang yang hadir di sana
tampak tertegun dan rasanya hampir tak percaya dengan cerita pak Acang.
“Iya benar, dia orangnya….” Kata salah
seorang bibinya “intan” yang hadir mengkonfirmasi
pejelasan pak Acang.
Kebetulan bibinya “Intan” tersebut mengetahui jalan cerita kehidupan “intan”
dengan lengkap. Lalu bibinya “Intan” tersebut ikut menambah penjelasan pak
Acang dari sisi ibunya “Intan”
Bibinya “Intan” menjelaskan bahwa sejak perceraian itu,
ibunya sangat pilu dan sedih berkepanjangan, sering
ibunya ke pantai dan ke pelabuhan ikan hanya berharap
suatu saat pak Acang datang dan berlabuh di situ. Akhirnya
orangtua ibunya “Intan” merasa prihatin, sedih dan
menyesal telah mengambil sikap dengan penuh emosi dan
ego. Untuk membayar penyesalan tersebut, orangtua
ibunya “Intan” membawa seluruh keluarganya pindah ke
kota Lubuk Pakam dengan harapan mampu mengubur rasa
pilu ibunya “Intan” yang berkepanjangan. Namun perasaan
ibunya “Intan” tetap saja masih dirudung rasa sedih. Hingga
akhirnya datanglah seorang pemuda asal Perbaungan
(kampong Intan kini) datang melamar ibunya “Intan” waktu
itu ia (Intan) masih berumur 2 tahun. Lalu ibunya “Intan”
pun menikah dengan lelaki tersebut dengan suasana yang
sederhana dan terkesan tertutup. Dari hasil perkawinan itu
mereka di karuniai 2 orang putri. Setelah “Intan” berusia 5
tahun, ayah tirinya “Intan” memboyong mereka semua
pindah ke Jakarta karena ayah tirinya saat itu bekerja di PT.
Astra sebuah perusahaan otomotif terbesar di Indonesia dan
mereka pun tinggal di kawasan perumahan di Sunter hingga
“Intan” dewasa. Selama itu pula keluarga “Intan” sangat
jarang pulang ke Perbaungan. Baru setelah 3 tahun lalu,
setelah ayah tirinya “Intan” wafat, ibunya tinggal di
11. “True Story”
perbaungan menemani mertuanya yang sudah renta hingga
ibunya “Intan” wafat di sana. Demikian penjelasan bibinya
“Intan”.
Dari penjelasan keduanya dapat kita simpulkan bahwa selama ini mereka
saling mencari dan berselisih temu. Tanpa mereka sadari “Intan” yang sudah
siuman sejak tadi ternyata menguping pembicaraan. Kini setelah semuanya
sudah mulai jelas tiba-tiba “Intan” keluar dari kamarnya dan langssung
menyeruduk ke arah pak Acang.
“ AYAHHHHH…..!”
Seru intan sambil langsung bersimpuh dan memeluk pak Acang.
Melihat anak dan ayah itu saling berpelukkan erat, Suasanapun kembali
haru… hingga akhirnya Tuan kadi kembali angkat bicara.
“Baiklah Bapak/ibu, saudara sekelian….kita tidak bisa
terus berlarut seperti ini. Mohon masing-masing pihak
keluarga segera putuskan tentang proses acara ini
selanjutnya. “ kata Tuan kadi.
Akhirnya acara pernikahan pun Mengalami jeda hampir 2 jam, kedua pihak
keluarga saling runding tentang kelanjutan acara itu. Akhirnya disepakati,
pernikahan tetap dilanjutkan, namun wali nikah berubah kini yang menjadi
wali nikahnya adalah pak Acang. Sedangkan laporan petikan administrasi
negara di KUA akan dilakukan pembetulan dan koreksi setelah acara
pernikahan. Sehingga pernikahan berjalan Tanpa ada pemberian surat/buku
nikah. Lalu prosesi akad nikahpun diulang kembali. Setelah proses ijab qabul
selesai dibacakan, dan hadirin yang menyaksikan memberikan kesaksian.
“ SAH…SAH…SAH..” kata semua orang yang hadir.
Alhamdulillah… kini “Intan” sudah sah menjadi istri. Setelah selasai prosesi
ta’jim salam, kembali “Intan” angkat bicara. Melalui microphone ia berkata:
“ Father… hari ini langit dan bumi jadi saksi, sungguh
saya orang yang merasa paling bahagia dan haru. Saya
lah orang yang paling berterima kasih pada father.
Kerana Allah telah mengutus father untuk
mengembalikan ayah ku.”
Mendengar ucapan “Intan” saya haya bisa senyum namun dalam hati saya
menangis haru melihat peristiwa yang terjadi di depan saya ini. Tak lama
12. “True Story”
setelah itu, pak Acang datang menghampiri saya dan langssung memeluk
saya. Sambil membisik dengan penuh tangis pak Acang berkata sama saya:
“Terima kasih pak Tri…. Karena Allah Bapak sudah
antarkan saya kepada orang yang selalu saya doakan
dan selalu saya sebut namanya dalam doa. Semoga
Allah tetap menjaga Bapak dengan segala kebaikan…”
demikian kata pak Acang.
Ucapan dan kata-kata itu terus menerus ia ulang-ulang sampai ia
melepaskan pelukannya. Terus terang saat itu saya menjadi speechless ….
Akhirnya tak kuat menahan haru saya pun ikut meneteskan air mata sambil
memeluk pak Acang dan memeluk kedua mempelai seperti memeluk putra-
putri ku sendiri dengan erat….
Demikian lah rahasia Allah. “ Kekuatan do’a mampu mengubah takdir.” Dan
Allah telah berjanji akan memberikan rahmat dan Rizki pada hamba-Nya
yang bertakwa dari jalan dan arah yang tak terduga. (QS : At Thalaq, 2-3)
Subhanallah wa bihamdika..Astaghfiruhuka wa’atubu ilaika…
Note :
Cerita ini sudah diketahui oleh pelaku kehidupan (Intan). Dan kini beliau tinggal
bersama keluarga kecilnya di kawasan Cibubur dan telah dikaruniai 2 orang putra-
putri.
Dan kabar yang saya terima, tanggal 20 Januari 2020 yang lalu, pak Acang (Andi
Mahasan Leleang) telah wafat di kampung kelahirannya di Mandai, dekat kota
Makasar dan dikebumikan di sana ( Inna lillahi wa Inna Ilaihi Roji’un…)