Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai kebijakan relaksasi penyaluran dan penggunaan Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) serta pemberian insentif bagi tenaga kesehatan daerah dalam penanganan Covid-19, termasuk sumber dana, kriteria penerima manfaat, dan mekanisme pelaksanaannya.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020Arif Efendi
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK. 01.07/MENKES/238/2020JalinKrakatau
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK. 01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Deisease 2019 (COVID-19)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020Arif Efendi
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK. 01.07/MENKES/238/2020JalinKrakatau
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK. 01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Deisease 2019 (COVID-19)
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
1. FAQ terkait Kebijakan Relaksasi Penyaluran dan penggunaan
Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) serta Pemberian
Insentif bagi Tenaga Kesehatan (Nakes) Daerah
2. DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN -KEMENTERIAN KEUANGAN RI
Q #1: Apakah Dana BOS boleh dipergunakan untuk Covid-19 ? Jika boleh untuk apa saja
dan bagaimana kriterianya
Sesuai Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan
Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Desease (COVID- 1 9),
Dana BOS atau Bantuan Operasionai Pendidikan dapat digunakan untuk pengadaan
barang sesuai kebutuhan sekolah termasuk untuk membiayai keperluan dalam
pencegahan pandemi Covid-19 seperti penyediaan alat kebersihan, hand sanitizer,
disinfectant, dan masker bagi warga sekolah serta untuk membiayai pembelajaran
daring/jarak jauh.
Kriteria sekolah yang dapat menggunakan untuk pencegahan Covid-19 adalah untuk
semua jenjang sekolah.
A. Kebijakan Relaksasi Penyaluran dan Penggunaan DAK Nonfisik untuk penanganan Covid-19
3. Q #1: Apakah untuk tenaga medis dan dokter di daerah mendapatkan insentif?
Anggarannya dari mana ?
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN -KEMENTERIAN KEUANGAN RI
B. Pemberian Insentif bagi Tenaga Kesehatan (Nakes) Daerah
• Tenaga medis dan dokter yang terlibat langsung dalam penanganan Covid-19 akan
mendapatkan insentif tenaga kesehatan. Besaran insentif per-bulannya (sesuai Surat
Menkeu No:S-239/MK.02/2020) sebagai berikut:
i. Dokter Spesialis maksimal Rp15.000.000,00
ii. Dokter Umum dan Gigi maksimal Rp10.000.000,00
iii. Bidan dan Perawat maksimal Rp 7.500.000,00
iv. Tenaga Kesehatan Lainnya maksimal Rp 5.000.000,00
• Besaran insentif yang diterima Nakes akan berbeda bagi setiap individu, bergantung pada
assessment risiko paparan Covid-19 bagi setiap nakes yang dilakukan oleh RS, sesuai
petunjuk teknis dari Kemenkes. Asesmen risiko paparan Covid-19 terdiri atas: sangat
tinggi; tinggi; sedang; atau rendah, yang masing-masing mempunyai bobot pengali
insentif berbeda sesuai yang diatur oleh Kemenkes.
• Anggaran pemberian insentif tenaga kesehatan daerah tersebut bersumber dari Dana BOK
Tambahan sebagaimana ditetapkan dalam Perpres No.54 Tahun 2020
4. Q #2: Bagaimana gambaran insentif sesuai dengan resiko paparan Covid-19?
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN -KEMENTERIAN KEUANGAN RI
B. Pemberian Insentif bagi Tenaga Kesehatan (Nakes) Daerah
Sebagai contoh utk Rumah Sakit Rujukan Covid-19, sebagai berikut:
Zonasi Berbasis Resiko
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah
Seluruh ruang isolasi
seperti:
ICU isolasi,
HCU Isolasi,
ICCU isolasi
yang menangani
COVID-19
Tempat pelayanan
yang mengelola
PDP/positif (Contoh :
kamar bedah,
tindakan pasien
dengan COVID-19)
IGD Triase
Laboratorium
Instalasi CSSD
Instalasi Laundry
Kamar Jenazah
Instalasi Radilogi
Poliklinik infeksius
seperti poliklinik ISPA
Poli rawat jalan penyakit
dalam, poli umum, dan poli
lainnya
Ruang hemodialisis
(screening pasien)
Pelayanan rehabilitasi
medik
(screening pasien)
Pelayanan farmasi
Instalasi gizi
IPSS/IPRS
Rekam medis
5. Q #3: Bagaimana mekanismenya pemberian insentif tenaga kesehatan di daerah?
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN -KEMENTERIAN KEUANGAN RI
RSUD dan RS Swasta Kab/Kota yang menjadi rujukan Covid-19 serta Puskesmas
mengusulkan pembayaran insentif kepada Dinas Kesehatan Kab/Kota; RSUD dan RS
Swasta Provinsi yang menjadi rujukan Covid-19 mengusulkan pembayaran insentif kepada
Dinas Kesehatan Provinsi. Selanjutnya Dinas Kesehatan Prov/Kab/Kota mengajukan
usulan kepada Tim Verifikasi Kemenkes (Badan PPSDM Kesehatan).
Tim verifikator Kemenkes (Pusat) menyampaikan rekomendasi atau hasil verifikasi kepada
Kemenkeu untuk pencairan dana insentif tenaga kesehatan ke RKUD.
Dinas Kesehatan Prov/Kab/Kota mennyalurkan insentif ke rekening masing-masing
individu sesuai usulan atau rekomendasi dari tim verifikator Kemenkes (Pusat).
Mekanisme pencairan dari RKUD mengacu pada mekanisme yang ditetapkan oleh
daerah.
B. Pemberian Insentif bagi Tenaga Kesehatan (Nakes) Daerah
6. Q #5: Bagaimana jika alokasi Dana BOK Tambahan yang diperoleh daerah tidak
dapat mencukupi kebutuhan pembayaran insentif nakes?
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN -KEMENTERIAN KEUANGAN RI
Daerah yang mengalami kekurangan Dana BOK Tambahan dapat mengusulkan kekurangan
tersebut kepada Kementerian Kesehatan untuk kemudian disampaikan kepada Kementerian
Keuangan c.q DJPK agar dapat disalurkan dana cadangan untuk memenuhi kekurangan
pembayaran tersebut.
Q #4: Bagaimana Dana BOK Tambahan dialokasikan per daerah?
Dana BOK Tambahan dialokasikan berdasarkan usulan Kementerian Kesehatan dengan basis
data berupa jumlah nakes per daerah (sesuai spesialisasinya) yang ada di RSUD milik
Pemerintah maupun Swasta yang menjadi rujukan penanganan Covid-19, termasuk pada
puskesmas dan labkesda serta personil dinas kesehatan yang turut ditugaskan melakukan
penanganan Covid-19 di daerah sesuai penetapan yang dilakukan oleh RSUD ataupun Dinas
Kesehatan.
B. Pemberian Insentif bagi Tenaga Kesehatan (Nakes) Daerah
7. DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN -KEMENTERIAN KEUANGAN RI
Q #6: Apakah daerah harus membuat laporan realisasi Dana BOK Tambahan?
Daerah perlu melakukan pelaporan atas realisasi Dana BOK Tambahan sebagai bentuk
akuntabilitas atas pelaksanaan pembayaran insentif tenaga kesehatan di daerah. Laporan
dibuat dalam format sederhana dan hanya dibuat satu kali, yaitu pada akhir tahun anggaran
2020.
Q #7: Apakah pasien Covid-19 yang dirawat di Rumah Sakit rujukan, dibiayai oleh
APBN?
Klaim atas pasien yang dirawat di Rumah Sakit rujukan karena Covid-19, akan dibiayai dari
anggaran pusat, melalui mekanisme sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor HK.01.07/MENKES/238/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan
Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
8. DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN -KEMENTERIAN KEUANGAN RI
Q #8: Bagaimana kriteria pasien Covid-19 yang dirawat di Rumah Sakit rujukan dan
pelayanan yang diperoleh?
Rumah sakit penyelenggara pelayanan Covid-19 dapat mengajukan pembebasan biaya pasien Covid-19
untuk pasien yang dirawat sejak tanggal 28 Januari 2020.
Kriteria pasien yang dapat diklaim biaya perawatannya, meliputi:
1. Orang Dalam Pemantauan (ODP)
a. ODP usia di atas 60 (enam puluh) tahun dengan atau tanpa penyakit penyerta;
b. ODP usia kurang dari 60 (enam) tahun dengan penyakit penyerta.
2. Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
3. Konfirmasi Covid-19 berlaku bagi WNI dan WNA yang dirawat pada rumah sakit di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Tempat pelayanan: (1) Rawat Jalan dan (2) Rawat Inap Rumah sakit rujukan penanggulangan penyakit
infeksi emerging tertentu dan rumah sakit lain yang memberikan pelayanan pasien Covid-19.
Pelayanan yang dapat dibiayai :
pelayanan pada rawat jalan dan rawat inap meliputi: administrasi pelayanan, akomodasi (kamar dan
pelayanan di ruang gawat darurat, ruang rawat inap, ruang perawatan intensif, dan ruang isolasi), jasa
dokter, tindakan di ruangan, pemakaian ventilator, bahan medis habis pakai, pemeriksaan penunjang
diagnostik (laboratorium dan radiologi sesuai dengan indikasi medis), obat-obatan, alat kesehatan
termasuk penggunaan APD di ruangan, rujukan, pemulasaran jenazah, dan pelayanan kesehatan lain
sesuai indikasi medis.
9. DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN -KEMENTERIAN KEUANGAN RI
Q #9: Bagaimana mekanisme pasien Covid-19 yang dirawat di Rumah Sakit rujukan,
yang dapat dibiayai oleh APBN?
Rumah sakit mengajukan klaim penggantian biaya perawatan pasien Covid-19 secara
kolektif kepada Kemenkes cq. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan ditembuskan ke BPJS
Kesehatan untuk verifikasi dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melalui email.
Berkas klaim penggantian biaya perawatan pasien Covid-19 yang dapat diajukan rumah
sakit adalah pasien yang dirawat sejak tanggal 28 Januari 2020.
Berkas klaim yang diajukan rumah sakit dalam bentuk softcopy hasil scanning/foto berkas
klaim (berkas klaim hardcopy di simpan di rumah sakit) untuk di-upload secara online.
Pengajuan klaim dapat diajukan oleh rumah sakit setiap 14 (empat belas) hari kerja.
BPJS Kesehatan mengeluarkan Berita Acara Verifikasi Pembayaran Klaim Tagihan
Pelayanan paling lambat 7 hari kerja sejak klaim diterima oleh BPJS Kesehatan.
Kementerian Kesehatan akan membayar ke rumah sakit dalam waktu 3 hari kerja setelah
diterimanya Berita Acara Hasil Verifikasi Klaim dari BPJS Kesehatan.
Kasus dispute akan dilakukan klarifikasi dan verifikasi ulang.
10. DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN -KEMENTERIAN KEUANGAN RI
Q #10: Apa batasan penggunaan barang medis dalam rangka Covid-19 untuk DAK
Kesehatan? Apakah nantinya tidak akan dipersalahakan oleh APIP?
Batasan penggunaan DAK Kesehatan untuk barang medis dalam rangka penanganan Covid- 19
adalah sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menkes Nomor: HK.02.01 /MENKES/215/2020
tentang Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan untuk Pencegahan dan/atau
Penanganan Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) TA. 2020
Penggunaan DAK Kesehatan melalui Dana BOK untuk kegiatan surveilans dan intervensi faktor
risiko kesehatan lingkungan dapat dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan:
a. Alat Pelindung Diri (APD)
b. Masker
c. Hand Sanitizer
d. Sarung Tangan
e. Bahan Desinfektan; dan
f. Formulir Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Pemantauan Kontak
Sepanjang penggunaan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan telah sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor: HK.01.07/Menkes/215/2020 dan peraturan perundangundangan
terkait lainnya, maka seharusnya tidak menjadi masalah bagi APIP, dan justru APIP harus
memahami dan mengawal aturan-aturan tersebut.
11. DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN -KEMENTERIAN KEUANGAN RI
Q #11: Apakah Silpa DAK Nonfisik dapat digunakan untuk kegiatan pencegahan
dan/atau penanganan Covid-19?
Sisa DAK Nonfisik (dalam hal ini Dana BOK) mengacu kepada PMK Nomor
48/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan DAK Nonfisik dan KMK Nomor 6/KM.7/2020
tentang Penyaluran DAK Fisik Bidang Kesehatan dan Dana BOK dalam rangka
Pencegahan dan/atau Penanganan Covid-19, maka akan diperhitungkan dengan
penyaluran tahun berikutnya, sehingga penyaluran yang dilakukan pada TA 2020
akan memperhitungkan sisa DAK Nonfisik BOK TA 2019.
Sedangkan Silpa Dana BOK dapat digunakan dengan berpedoman pada Juknis pada
tahun anggaran berjalan, sehingga penggunaan Silpa TA 2019 bisa menggunakan
Juknis TA 2020 termasuk untuk penanganan Covid-19 di daerah melalui Permenkes
No.86 Tahun 2019; Kepmenkes No. HK 01.07/ MENKES/215/2020, dan SE Menkes
No. HK.02.01 /MENKES/215/2020