Mengukur Tingkat Kematangan Tata Kelola Sistem Informasi Akademik Menggunakan...faisalpiliang1
In the development of educational institutions is largely determined information technology (IT). STIMIK Sepuluh November Jayapura there were problems in terms of not realizing the importance of increasing cost efficiency. Necessary to measure the maturity level of the institution in terms of managing cost efficiency. IT governance of an institution is needed to find out how far IT is used for achieving vision and mission. The most important processes in implementing IT governance is conducting an evaluation that aims to determine the extent of institutions in implementing good governance. This study explains how an educational institution can improve cost efficiency and its contribution to business profitability. The Balanced Scorecard is a good framework for assessing Organizational performance. COBIT and the Balanced Scorecard provide a benchmark for financial perspective that can be used as a reference for management in an institution that wants to make improvements, especially cost efficiency. This study has a way to improve the maturity level that can be used as a reference by the institution in compiling IT governance that is in accordance with COBIT best practices. In this study concluded that the current maturity level of institutional governance, especially PO5=2.37 and DS6=2.69, is at level 2
Mengukur Tingkat Kematangan Tata Kelola Sistem Informasi Akademik Menggunakan...faisalpiliang1
In the development of educational institutions is largely determined information technology (IT). STIMIK Sepuluh November Jayapura there were problems in terms of not realizing the importance of increasing cost efficiency. Necessary to measure the maturity level of the institution in terms of managing cost efficiency. IT governance of an institution is needed to find out how far IT is used for achieving vision and mission. The most important processes in implementing IT governance is conducting an evaluation that aims to determine the extent of institutions in implementing good governance. This study explains how an educational institution can improve cost efficiency and its contribution to business profitability. The Balanced Scorecard is a good framework for assessing Organizational performance. COBIT and the Balanced Scorecard provide a benchmark for financial perspective that can be used as a reference for management in an institution that wants to make improvements, especially cost efficiency. This study has a way to improve the maturity level that can be used as a reference by the institution in compiling IT governance that is in accordance with COBIT best practices. In this study concluded that the current maturity level of institutional governance, especially PO5=2.37 and DS6=2.69, is at level 2
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
1. FAKTOR SUKSES KUALITAS LAYANAN E-GOVERNMENT DI PEMERINTAHAN
INDONESIA
2.Studi Literatur
2.1Penelitian terkait
Berikut ini adalah penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini :
Darmawan [4] mengkaji faktor sukses implementasi e-Government studi kasus di kota Bogor
yang bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran keberhasilan implementasi e-government di
Indonesia khususnya di kota Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah
survei berbasikan quesioner yang berisi daftar faktor sukses. Respondennya merupakan
pegawai yang bekerja dikantor kominfo kota Bogor sebanyak 16 orang khusunya yang terkait
dengan pengembangan sistem e-Government.
Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini berisi pertanyaan tingkat kesetujuan
responden terhadap keseluruhan faktor sukses (CSF) implementasi e-Government.
Dimana skala yang dipakai adalah skala like dimana 1 menunjukan “sangat tidak setuju”,
2 menunjukan “tidak setuju”, 3 menunjukan “netral”, 4 menunjukan “setuju” dan 5
menunjukan “sangat setuju”. Hasil penelitian menunjukan dari 55 faktor sukses yang di
tanyakan tingkat kesetujuannya, hanya ada 50 faktor sukses yang memenuhi kriteria pengujian.
Dengan demikian 50 faktor faktor sukses tersebut harus menjadi perioritas dan fokus bagi
pemerintah daerah lainnya untuk mendukung kesuksesan implementasi e-Government.
Dari hasil penelitian tersebut menurut penulis sangat bermanfaat sekali bagi
implementasi e-goevernment di daerah atau kota-kota, tapi kenyataannya penelitian tersebut
hanya terfokus di kota Bogor saja, sehingga dapat dilakukan penelitian dikota lain, selain dari
pada itu penelitian ini tidak mewakili pemerintah pusat sebagai leader e-government di
republik Indonesia. Dari keseluruhan faktor sukses yang di teliti ada 50 yang memenuhi kriteria
dan dapat di akomodasi oleh pihak terkait agar terhindar dari kegagalan, namun keseluruhan
faktor sukses tersebut agar valid perlu dinilai oleh tenaga ahli untuk memperoleh faktos sukses
yang valid[4].
1.2.1E-Government
Electronic government berhubungan dengan penggunaan teknologi informasi (seperti wide
area network, internet dan mobile computing) oleh organisasi pemerintah yang mempunyai
2. kemampuan membentuk hubungan dengan warga negara, bisnis, dan organisasi lain dalam
pemerintahan (World Bank, 2002).Pada penelitian –penelitan terkait diatas bahwa dalam
strategi pengembangan e-government pemerintah dituntut harus mampu memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan efesiensi ,
efektifitas, transparan dan akuntabilitas pemerintah[8][4]. Berbagai hasil survey menunjukan
bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal adopsi e-Government (UNDESA, 2012).
Keberadaan e-government dalam konteks Indonesia sangat diperlukan karena sejumlah
pertimbangan terkait adanya tuntutan akan terbentuknya kepemerintahan yang bersih.
Terminologi e-government dapat diartikan sebagai kumpulan konsep untuk semua tindakan
dalam sektor publik (baik ditingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah) yang
melibatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam rangka mengoptimalkan proses
pelayanan publik yang efesien, transparan dan efektif. Hal ini dimungkinkan, karena secara
internal pertukaran informasi antara unit organisasi publik menjadi lebih cepat, mudah dan
terintegrasi [3]Dalam inpres no3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi pengembangan e-
government pencapaian tujuan strategis egovernment perlu dilaksanakan melalui 6 (enam)
strategi yang berkaitan erat, yaitu :
a.Mengembangkan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya, serta terjangkau oleh
masyarakat luas.
b.Menata sistem manajemen dan proses kerja pemerintah dan pemerintah daerah otonom
secara holistik.
c.Memanfaatkan teknologi informasi secara optimal.
d.Meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industri telekomunikasi dan
teknologi informasi.
e.Mengembangkan kapasitas SDM baik pada pemerintah maupun pemerintah daerah otonom,
disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat.
f.Melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan-tahapan yang realistik dan
terukur.
Berikut adalah kerangka arsitektur e-government pemerintah Indonesia
3. Gambar 2.1 Kerangka Arsitektur e-government pemerintah Indonesia
Kerangka arsitektur itu terdiri dari empat lapis struktur, yakni:
Akses yaitu jaringan telekomunikasi, jaringan internet, dan media komunikasi lain yang dapat
dipergunakan oleh masyarakat untuk mengakses portal pelayanan publik.
Portal Pelayanan Publik yaitu situs-situs internet penyedia layanan publik tertentu
yang mengintegrasikan proses pengolahan dan pengelolaaninformasi dan dukumen elektronik
di sejumlah instansi yang terkait.
Organisasi Pengelolaan & Pengolahan Informasi yaitu organisasi pendukung (back-office )
yang mengelola, menyediakan dan mengolah transaksi informasi dan dokumen elektronik.
Infrastruktur dan aplikasi dasar yaitu semua prasarana baik berbentuk perangkat keras
penelitian yang relevan telah di bahas bahwa sukses faktor (CSF) dapat membantu suatu
organisasi dalam menghindari kegagalan proyek , pada penelitian pertama menghasilkan 55
faktor sukses di suatu pemerintahan kota, dan penelitian kedua menghasilkan 15 faktor sukses
dengan metode pendekatan kappa. Maka dapat di asumsikan faktor sukses tersebut dapat
4. berpengaruh pada bisnis proses suatu organisasi. Adapan 55 faktor sukses yang akan penulis
kumpukan sebagai data pendukung penelitian yaitu[4]:
1Melibatkan Pengguna dan stakeholder
2Perencanaan yang baik
3Menggunkan Portal/Aplikasi
4Pelatihan
5Usabilitas Sistem yang baik
6Kampanye mengenai kegunaan dan kelebihan sistem
7Membuat prototipe
8Skill dan kepakaran anggota tim yang baik
9Kepemimpinan yang kuat
10Koordinasi yang baik diantara orang-orang yang terlibat didalam proyek
11Mempertimbangkan best practice yang sudah ada
12Pembiayaan yang cukup
13Membuat bisnis proses yang baik
14Ketersediaan dukungan infrastruktur layanan ICT
15Dukungan stabilitas politik
16Strategi Outsourcing yang baik
17Adanya kebijakan pemerintah yang mendukung
18Komputer/internet literacy dari pengguna/masyarakat
19Struktur organisasi yang jelas dan baik
20Dukungan international
21Terjaminnya kemanan sistem
5. 22Adanya kerangka hukum
23Adanya monitoring dan evaluasi
24Kerjasama yang baik dengan institusi lain
25Manajemen perubahan yang tepat
26Lingkungan sosial budaya yang mendukung
27Permodelan sistem yang baik
28Menyesuaikan dengan birokrasi yang ada
29Orientasi pada masyarakat
30Dukungan manajemen tingakat atas
31Mendukung interoperabilitas
32Manajemen proyek yang baik
33Kualitas informasi yang baik di dalam sistem
34Kualitas sistem yang baik
35Kualitas layanan yang baik
36Adanya kepercayaan terhadap sistem dan pemerintah
37Adanya kesadaran dari pmerintah yang baik
38Adanya tata kelola pemerintah yang baik
39Memenuhi kepuasan pengguna/masyarakat
40Adanya metodologi pengembangan sistem yang tepat
41Adanya pembayaran/ transaksi elektronik
42Adanya produk komersial seperti iklan dan banner
43Implementasi yang dilakukan secara bertahap
44Komponen/sistem/sumber daya dapat digunakan kembali
6. 45Peningkatan berkelanjutan
46Kreavitas dan innovasi
47Kemauan berubah berdasarkan perubahan paradigma
48Adanya penghargaan dan pengakuan
49Tingginya minat masyarakat
50Pengingkatan PAD
51Adanya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan/keputusan publik
52Prioritas pengembangan e-government
53Adanya potensi dan sinergi pasar yang baik
54Adanya tekanan eksternal yang mendorong penerapan e-government
55Adanya panduan pengembangan e-Government
Dari 55 faktor sukses diatas akan menjadi acuan dalam penelitian yang validitas nya akan
dibantu tenaga ahli. Diharapkan dapat menghasikan hasil yang berdampak pada implementasi
e-Government di tingkat pemerintah pusat khususnya di pemerintahan Indonesia.Kuisioner
yang digunakan dalam penelitian ini berisi pertanyaan tingkat kesetujuan respinden terhadap
keseluruhan faktor sukses (CSF) implementasi e-government dari hasil penelitian sebelumnya
[4]. Dimana skala yang dipakai adalah 1 = “sangatsetuju”,2=”tidak setuju”, 3=”netral”,
4=”setuju”, dan 5=” setuju”. Dari data yang diperoleh akan di olah dengan mencari frekuensi
dan nilai rata-rata (Mean) setiap faktor. Dengan mengikuti penelitian darmawan[4], suatu
faktor dapat digolongkan menjadi faktor sukses(CSF) dalam implementasi e-government jika
nilai rata-rata (mean) lebih besar atau sama dengan 4.3.