ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
1. EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Dosen : Ade Fauji, SE.,MM
Disusun Oleh :
Nama : Rasdi Riki Andreana
NIM : 11140133
Kelas : 7o-MSDM
Ruangan/Hari : B.1.1/Senin
JL Raya Serang - Jakarta, KM. 03 No. 1B, Panancangan, Serang, Panancangan,
Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten 42124
Phone: (0254) 220158
1
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
yang berjudul “Evaluasi Kinerja dan Kompensasi Kompensasi”.
Dalam penyusunan makalah ini kami mendapatkan banyak kesulitan, akan
tetapi berkat bantuan dari teman-teman dan arahan dari dosen kami, hal itu dapat
diatasi.
Kami menyadari akan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki sangat terbatas,
sehingga baik dari penyusunan maupun pengkajian materi serta isi dari makalah
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran, agar makalah ini akan menjadi lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya kami
sebagai mahasiswa.
Serang, 22 Januari 2018
Penyusun
2
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 3
D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Evaluasi Kerja ........................................................................ 4
B. Aspek yang dinilai dalam Evaluasi Kerja ............................................ 4
C. Tujuan Evaluasi Kerja .......................................................................... 5
D. Kegunaan Evaluasi Kerja ..................................................................... 6
E. Metode Evaluasi Kerja ......................................................................... 8
F. Jenis/Elemen Penilaian Kerja ............................................................... 10
G. Definisi Kompensasi ............................................................................ 14
H. Tujuan Kompensasi .............................................................................. 15
I. Jenis-jenis Kompensasi yang diberikan Pada Karyawan ..................... 17
J. Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi ............................................ 19
K. Hubungan Evaluasi Kinerja dan Kompensasi ...................................... 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 47
B. Saran ..................................................................................................... 48
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia
(dalam tulisan ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah
evaluasi kinerja pegawai dan pemberian kompensasi. Ketidak tepatan dalam
3
4. melakukan evaluasi kinerja akan berdampak pada pemberian kompensasi yang
pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan, karyawan akan
merasa tidak puas dengan kompensasi yang didapat sehingga akan berdampak
terbalik pada kinerja pegawai yang menurun dan bahkan karyawan akan mencoba
mencari pekerjaan lain yang memberi kompensasi baik.
Hal ini cukup berbahaya bagi perusahaan apabila pesaing merekrut atau
membajak karyawan yang merasa tidak puas tersebut karena dapat membocorkan
rahasia perusahaan atau organisasi.
Kompensasi dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk melamar sebuah
pekerjaan, tetap bersama perusahaan, atau bekerja lebih produktif. Jika dikelola
secara pantas, gaji dapat menyebabkan karyawan mengurangi upaya mereka untuk
mencari pekerjaan alternatif. kompensasi mempengaruhi sikap dan perilaku kerja
karyawan ini adalah alasan yang mendorong untuk memastikan bahwa sistem gaji
dirancang dan dilaksanakan secara wajar dan adil. Evaluasi kinerja pada dasarnya
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar profesionalisme karyawan serta
seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Penilaian kinerja
dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis perlakuan yang tepat sehingga
karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai dengan harapan. Ketepatan
pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap
pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan.
Tidak sedikit di perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang
melakukan evaluasi kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada, pada akhirnya akan berdampak pada pemberian kompensasi.
Oleh karena itu, banyak para karyawan yang kinerjanya menurun dan pada
akhirnya harus mengundurkan diri karena kompensasi yang tidak sesuai. Dengan
adanya kasus seperti inilah bagi instansi pemerintahan, maupun perusahaan
swasta, evaluasi kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi
perubahan, motivasi para aparatur serta melakukan pengawasan dan perbaikan.
Kinerja aparatur yang optimal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
produktivitas dan menjaga kelangsungan hidup instansi ini. Setiap instansi tidak
akan pernah luput dari hal pemberian balas jasa atau kompensasi yang merupakan
4
5. salah satu masalah penting dalam menciptakan motivasi kerja aparatur, karena
untuk meningkatkan kinerja aparatur dibutuhkan pemenuhan kompensasi untuk
mendukung motivasi para aparatur. Dengan terbentuknya motivasi yang kuat,
maka akan dapat membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualitas
dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, rumusan masalah
makalah adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud evaluasi kinerja dan kompensasi?
2. Aspek-aspek apa sajakah yang dinilai dalam evaluasi kinerja?
3. Apakah tujuan dari evaluasi kinerja dan kompensasi?
4. Apakah kegunaan evaluasi kinerja?
5. Apa saja metode yang digunakan dalam evaluasi kinerja?
6. Bagaimana jenis-jenis dan elemen dalam penilaian kinerja?
7. Apa macam - macam / jenis - jenis Kompensasi yang diberikan pada pegawai?
8. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi?
9. Apa hubungan antara Evaluasi kinerja dan kompensasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian evaluasi kinerja dan kompensasi
2. Untuk mengetahui aspek-aspek yang dinilai dalam evaluasi kinerja
3. Untuk mengetahui tujuan dan kegunaan evaluasi kinerja dan kompensasi
4. Untuk mengetahui jenis-jenis dan elemen penilaian kinerja
5. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam evaluasi kinerja.
6. Untuk mengetahui Jenis-jenis dan elemen dalam penilaian kinerja.
7. Untuk mengetahui macam-macam/jenis kompensasi yang diberikan pada
pegawai atau karyawan.
8. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi.
5
6. 9. Untuk mngetahui hubungan Evaluasi kinerja dengan kompensasi.
D. Manfaat Penulisan
Dari hasil kajian yang telah di laksanakan oleh penulis, maka penulis
berharap untuk memberikan manfaat bagi proses evaluasi kinerja, penetapan,
fungsi dan tujuan adanya kompensi bagi pegawai/karyawan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Evaluasi Kinerja
GT. Milkovich dan Bourdreau mengungkapkan bahwa evaluasi/penilaian
kinerja adalah suatu proses yang dilakukan dalam rangka menilai kinerja pegawai,
6
7. sedangkan kinerja pegawai diartikan sebagai suatu tingkatan dimana karyawan
memenuhi/mencapai persyaratan kerja yang ditentukan.
Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak
(2005:105) yang menyatakan evaluasi kinerja adalah penilaian pelaksanaan tugas
(performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit kerja organisasi atau
perusahaan. Dengan demikian, evaluasi kinerja dapat dikatakan sebagai suatu
sistem dan cara penilaian pencapaian hasil kerja individu pegawai, unit kerja
maupun organisasi secara keseluruhan.
B. Aspek yang Dinilai Dalam Evaluasi Kinerja
Aspek-aspek yang dinilai dalam evaluasi kinerja adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan Teknis
Yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan
yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman serta pelatihan
yang diperoleh.
2. Kemampuan Konseptual
Yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan
penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional
perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami
tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.
3. Kemampuan Hubungan Interpersonal
Yaitu antara lain untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi
karyawan / rekan, melakukan negosiasi dan lain-lain.
C. Tujuan Evaluasi Kinerja
Suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua alasan
pokok, yaitu :
7
8. 1. Manajer memerlukan evaluasi yang obyektif terhadap kinerja karyawan
pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang
SDM di masa yang akan datang ; dan
2. Manajer memerlukan alat yang memungkinan untuk membantu karyawan
memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan
kemampuan dan ketrampilan untuk perkembangan karir dan memperkuat
hubungan antara manajer yang bersangkutan dengan karyawannya.
Tujuan dari evaluasi kinerja menurut Mangkunegara (2005:10) adalah
untuk :
1. Meningkatkan saling pengertian di antara karyawan tentang persyaratan
kinerja
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya
berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan
dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau
terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui
rencana itu jika tidak ada hal-hal yang ingin diubah.
Dalam cakupan yang lebih umum, Payaman Simanjuntak
(2005:106) menyatakan bahwa tujuan dari evaluasi kinerja adalah untuk
menjamin pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan, terutama bila terjadi
kelambatan atau penyimpangan.
Bila terjadi kelambatan, harus segera dicari penyebabnya
diupayakan mengatasinya dan dilakukan percepatan. Demikian pula bila
terjadi penyimpangan harus segera dicari penyebabnya untuk diatasi dan
diluruskan atau diperbaiki sehingga dapat menjadi sasaran dan tujuan
sebagaimana direncanakan semula.
8
9. D. Kegunaan Evaluasi Kinerja
Kegunaan dari evaluasi kinerja SDM menurut Mangkunegara (2005:11)
adalah :
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk
prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa
2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya
3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam
perusahaan
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan
jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi
kerja dan pengawasan
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi
karyawan yang ada di dalam organisasi
6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan
7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan
8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job
description)
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa manfaat
evaluasi kinerja (EK) adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukkan kinerja
seseorang rendah atau dibawah standar yang telah ditetapkan, maka
orang yang bersangkutan dan atasannya akan segera membuat segala
upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut, misalnya dengan bekerja
lebih keras dan tekun. Untuk itu, setiap pekerja perlu menyadari dan
memiliki.
2. Kemampuan tertentu sebagai dasar untuk mengembangkan diri lebih
lanjut.
3. Keinginan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan kerja.
9
10. 4. Sikap tertarik pada pekerjaan dan etos kerja yang tinggi.
5. Keyakinan untuk berhasil.
6. Pengembangan SDM , Evaluasi Kinerja sekaligus mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan setiap individu, serta potensi yang dimilikinya.
Dengan demikian manajemen dan individu dimaksud dapat
mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan dan potensi individu yang
bersangkutan, serta mengatasi dan mengkompensasi kelemahan -
kelemahannya melalui program pelatihan. Manajemen dan individu, baik
untuk memenuhi kebutuhan perusahaan atau organisasi, maupun dalam
rangka pengembangan karier mereka masing-masing.
7. Pemberian Kompensasi. Melalui evaluasi kinerja individu, dapat
diketahui siapa yang memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil
akhir organisasi atau perusahaan. Pemberian imbalan atau kompensasi
yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang
kepada perusahaan. Pekerja yang menampilkan evaluasi kinerja yang
tinggi patut diberi kompensasi, antara lain berupa: pemberian
penghargaan dan atau uang, pemberian bonus yang lebih besar daripada
pekerja lain, dan atau percepatan kenaikan pangkat dan gaji.
8. Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masing-
masing individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi
yang mereka miliki manajemen dapat menyusun program peningkatan
produktivitas perusahaan.
9. Program Kepegawaian. Hasil evaluasi kinerja sangat bermanfaat untuk
menyusun program-program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan
mutasi, serta perencanaan karier pegawai.
10. Menghindari Perlakuan Diskriminasi. Evaluasi kinerja dapat menghindari
perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian
akan didasarkan kepada kriteria obyektif, yaitu hasil evaluasi kinerja.
E. Metode Evaluasi Kinerja
10
11. Seperti yang dikemukakan oleh Mondy dan Noe dalam Mutiara S.
Panggabean (2004, h. 68), metode evaluasi kinerja terdiri dari :
a. Skala Peringkat (rating scale)
b. Insiden Kritis (critical inscidents)
c. Esai (essay)
d. Standar Kerja (works Standard)
e. Peringkat (ranking)
f. Distribusi yang Dipaksakan (forced distribution)
g. Pilihan yang Dipaksakan dan Laporan Kinerja Tertimbang (forced-choiced
and weighted checklist performance report)
h. Skala Jangkar Perilaku (behaviorally anchored scale)
i. Pendekatan Manajemen melalui Sasaran (management by objectives).
Evaluasi kinerja organisasi pada umumnya dilakukan bersifat tahunan
sehingga dapat memperoleh gambaran kinerja organisasi selama satu tahun.
Penilaian kinerja organisasi sebenarnya dapat dilakukan setiap saat dipandang
perlu, berdasarkan waktu secara periodik seperti bulanan, triwulan, atau tengah
tahunan. Namun, penilaian tersebut dinamakan evaluasi apabila dilakukan di akhir
tahun sehingga dapat diperoleh gambaran menyeluruh kinerja organisasi.
Menurut Robbins dalam Wibowo (2007,h 364) merupakan beberapa
metode yang dapat dipergunakan tentang mengevaluasi kinerja karyawan. Teknik
yang dapat dipergunakan dalam evaluasi individu adalah sebagai berikut:
a. Written Essays
Teknik ini memberikan evaluasi kerja dengan cara mendeskripsikan apa yang
menjadi penilaian terhadap kinerja individu, tim maupun organisasi.
b. Critical Incidents
Teknik ini mengevaluasi perilaku yang menjadi kunci dalam membuat perbedaan
antara menjalankan pekerjaan secara efektif dengan tidak efektif.
c. Graphic Rating Scales
Teknik ini merupakan metode evaluasi di mana evaluator memperingkat faktor
kinerja dalam skala inkermental.
d. Behaviorally Anchored Rating Scales
11
12. Teknik ini merupakan pendekatan skala yang mengkombinasi elemen utama dari
critikal incident dan graphic ranting scale. Penilai memeringkat pekerja
berdasarkan butir-butir sepanjang kontinum, tetapi titiknya adalah contoh prilaku
aktual pada pekerjaan tertentu daripada deskripsi umum atau sifat.
e. Group Order Ranking
Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menempatkan pekerja dari terbaik ke
terburuk.
f. Individual Ranking
Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menyusun/rank-order pekerja dari
terbaik ke terburuk.
g. Paired Comparison
Teknik ini merupakan metode evaluasi yang membandingkan masing-masing
pekerja dengan setiap pekerja lain dan menyusun peringkat berdasarkan pada
jumlah nilai supervisor yang dicapai pekerja.
F. Jenis/Elemen Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan
gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian tidak
hanya ditujukan untuk menilai dan memperbaiki kinerja yang buruk, namun
juga untuk mendorong para pegawai untuk bekerja lebih baik lagi. Berkaitan
dengan hal ini, penilaian kinerja membutuhkan standar pengukuran, cara
penilaian dan analisa data hasil pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil
pengukuran. Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja Werther dan
Davis (1996:344) adalah:
1. Performance Standard
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar
penilaian kinerja yang baik dan benar yaitu
a) Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan
yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut
12
13. memang benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan yang akan
dinilai tersebut.
b) Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut disetujui
dan diterima oleh semua pegawai yang akan mendapat penilaian. Ini
berkaitan dengan prinsip validity di atas.
c) Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat dicapai
oleh para pegawai dan sesuai dengan kemampuan pegawai.
d) Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil, mampu
mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa menambah atau
mengurangi kenyataan dan sulit untuk dipengaruhi oleh bias -bias penilai.
2. Kriteria Manajemen Kinerja
Kriteria penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi, yaitu
a) Kegunaan fungsional (functional utility), bersifat krusial, karena hasil
penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, kompensasi,
dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil,
dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.
b) Valid (validity) atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari
penilaian kinerja tersebut.
c) Bersifat empiris (empirical base), bukan berdasarkan perasaan semata.
d) Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja,
yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan
kinerja.
e) Sistematika kriteria (systematic development). Hal ini tergantung dari
kebutuhan organisasi dan lingkungan organisasi. Kriteria yang sistematis
tidak selalu baik. Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat
berubah mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang
sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga sebaliknya.
f) Kelayakan hukum (legal appropriateness) yaitu kriteria itu harus sesuai
dengan hukum yang berlaku.
13
14. 3. Pengukuran Kinerja (Performance Measures)
Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai
dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memang
menentukan kinerja Werther dan Davis (1996:346). Pengukuran kinerja dapat
bersifat subyektif atau obyektif . Jenis-jenis penilaian adalah sebagai berikut :
1) Penilaian hanya oleh atasan
a. cepat dan langsung
b. dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi.
2) Penilaian oleh kelompok lini : atasan dan atasannya lagi bersama – sama
membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai.
a. obyektifitas lebih lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasannya
sendiri.
b. Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.
3) Penilaian oleh kelompok staf : atasan meminta satu atau lebih individu
untuk bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan
akhir.
4) Penilaian melalui keputusan komite : sama seperti pada pola sebelumnya
kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil
keputusan akhir; hasil didasarkan pada pilihan mayoritas.
5) Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan : sama sepeti kelompok staf ,
namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen
SDM yang bertindak sebagai peninjau independen
6) Penilaian yang dilakukan oleh bawahan dan sejawat.
4. Tantangan dalam Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi. Apapun bentuk atau
metode penilaian yang dilakukan oleh pihak manajemen harus adil, realistis,
valid, dan relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai karena penilaian
kinerja ini tidak hanya berkaitan dengan masalah prestasi semata, namun juga
menyangkut masalah gaji, hubungan kerja, promosi/demosi, dan penempatan
14
15. pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul menurut Werther dan Davis
(1996:348) adalah:
a) Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat
pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh
penilai cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua aspek
penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak disukai
akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;
b) Liniency and Severity Effect. Liniency effectialah penilai cenderung
beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai,
sehingga mereka cenderung memberi nilai yang baik terhadap semua
aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai cenderung
mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai
sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;
c) Central tendency,yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan juga
tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-
tengah). Toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan
penilai cenderung memberikan penilaian dengan nilai yang rata-rata.
d) Assimilation and differential effect. Assimilation effect,yaitu penilai
cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti
mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan
dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri
dengannya. Sedangkan differential effect,yaitu penilai cenderung
menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak ada
pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan, sehingga penilai
akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang lainnya;
e) First impression error,yaitu penilai yang mengambil kesimpulan tentang
pegawai berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan
membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka waktu yang
lama;
15
16. f) Recency effect,penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku
yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu
selama suatu jangka waktu tertentu.
5. Pelaku Evaluasi Kinerja
Yang melakukan evaluasi kinerja karyawan biasanya adalah atasan
langsung. Evaluasi kinerja unit atau bagian organisasi adalah kepala unit itu
sendiri. Alas an langsung pada umumnya mempunyai kesempatan dan akses
yang luas untuk mengamati dan menilai prestasi kerja bawahannya. Namun,
penilaian oleh atasan langsung sering dianggap kurang objektif.
Setiap pekerja atau karyawan pada dasarnya merupakan orang yang paling
mengetahui apa yang di lakukannya sendiri. Oleh sebab itu, masing-masing
individu dapat diminta mengevaluasi kinerjanya sendiri, baik secara tidak
langsung melalui laporan, maupun secara langsung melalui permintaan dan
petunjuk. Setiap individu melaporkan hasil yang dicapai dan mengemukakan
alas an-alasan bila tidak mampu mencapai hasil yang ditargetkan. Untuk lebih
menjamin objektifitas penilaian, perusahaan atau organisasi dapat pula
membentuk tim evaluasi kinerja yang dianggap dapat objektif baik untuk
mengevaluasi kinerja individu maupun mengevaluasi kinerja kelompok dan
unit atau bagian organisasi.
6. Waktu Pelaksanaan
Evaluasi kinerja dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan atau menurut
kondisi pekerjaan atau kondisi perusahaan. Pertama, bagi pekerjaan yang
bersifat sementara atau harus diselesaikan dalam waktu yang relative pendek,
evaluasi kinerja dilakukan menjelang atau segera setelah pekerjaan itu
diselesaikan. Kedua, untuk pekerjaan dalam jangka lama, seperti unit-unit
dalam perusahaan atau organisasi, evaluasi kinerja dilakukan secara rutin
periodik. Evaluasi tersebut dapat dilakukan setiap akhir minggu, setiap akhir
kuartal, setiap akhir semester atau setiap akhir tahun.
16
17. Ketiga, evaluasi kinerja dapat dilakukan secara khusus pada saat tertentu
bila dirasakan timbul masalah atau penyimpangan sehingga perlu melakukan
tindakan korektif. Keempat, evaluasi kinerja diperlukan untuk atau dalam
rangka program organisasi dan kepegawaian, seperti identifikasi kebutuhan
latihan, perencanaan karir, pemberian penghargaan, rotasi dan promosi,
penyusunan skala upah, analisi jabatan, dll.
G. Defenisi Kompensasi
Menurut Gary Dessler (1997,h.85), kompensasi karyawan adalah setiap bentuk
pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari
dipekerjakannya karyawan itu.
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja
karyawan tersebut pada organisasi. Pemberian kompensasi merupakan salah satu
pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian
penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian.
Kompensasi merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan
dalam bisnis perusahaan pada abad ke-21 ini. Perusahaan dalam memberikan
kompensasi kepada para pekerja terlebih dahulu melakukan penghitungan kinerja
dengan membuat sistem penilaian kinerja yang adil. Sistem tersebut umumnya
berisi kriteria penilaian setiap pegawai yang ada misalnya mulai dari jumlah
pekerjaan yang bisa diselesaikan, kecepatan kerja, komunikasi dengan pekerja lain,
perilaku, pengetahuan atas pekerjaan, dan lain sebagainya.
Para karyawan mungkin akan menghitung-hitung kinerja dan pengorbanan
dirinya dengan kompensasi yang diterima. Apabila karyawan merasa tidak puas
dengan kompensasi yang didapat, maka dia dapat mencoba mencari pekerjaan lain
yang memberi kompensasi lebih baik. Hal itu cukup berbahaya bagi perusahaan
apabila pesaing merekrut / membajak karyawan yang merasa tidak puas tersebut
karena dapat membocorkan rahasia perusahaan / organisasi.
Kompensasi yang baik akan memberi beberapa efek positif pada
organisasi/perusahaan sebagai berikut di bawah ini:
a. Mendapatkan karyawan berkualitas baik.
17
18. b. Memacu pekerja untuk bekerja lebih giat dan meraih prestasi gemilang.
c. Memikat pelamar kerja berkualitas dari lowongan kerja yang ada.
d. Mudah dalam pelaksanaan dalam administrasi maupun aspek hukumnya.
e. Memiliki keunggulan lebih dari pesaing / kompetitor.
H. Tujuan Kompensasi
Secara umum tujuan kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai
tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan internal
dan ekternal. Keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan akan
dikompensasi secara adil dengan membandingkan pekerjaan yang sama di pasar
kerja. Kadang-kadang tujuan ini bisa menimbulkan konflik satu sama lainnya,
dan trade-offs harus terjadi. Misalnya, untuk mempertahankan karyawan dan
menjamin keadilan, hasil analisis upah dan gaji merekomendasikan pembayaran
jumlah yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama. Akan tetapi, perekrut
pekerja mungkin menginginkan untuk menawarkan upah tidak seperti biasanya,
yaitu upah yang tinggi untuk menarik pekerja yang berkualitas. Maka
terjadilah trade-offs antara tujuan rekrutmen dan konsistensi tujuan dari
manajemen kompensasi. Tujuan manajemen kompensasi efektif, meliputi:
a. Memperoleh SDM yang Berkualitas
Kompensasi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk memberi daya tarik
kepada para pelamar. Tingkat pembayaran harus responsif terhadap penawaran dan
permintaan pasar kerja karena para pengusaha berkompetisi untuk mendapatkan
karyawan yang diharapkan.
b. Mempertahankan Karyawan yang Ada
Para karyawan dapatkeluar jika besaran kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya
akan menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi.
c. Menjamin Keadilan
Manajemen kompensasi selalu berupaya agar keadilan internal dan eksternal dapat
terwujud. Keadilan internal mensyaratkan bahwa pembayaran dikaitkan dengan
nilai relatif sebuah pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama dibayardengan
18
19. besaran yang sama. Keadilan eksternal berarti pembayaran terhadap pekerjaan
merupakan yang dapat dibandingkan dengan perusahaan lain di pasar kerja.
d. Penghargaan terhadap Perilaku yang Diinginkan
Pembayaran hendaknya memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak
sebagai insentif untuk memperbaiki perilaku di masa depan, rencana kompensasi
efektif, menghargai kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab, dan perilaku-
perilaku lainnya.
e. Mengendalikan Biaya
Sistem kompensasi yang rasional membantu perusahaan memperoleh dan
mempertahankan para karyawan dengan biaya yang beralasan. Tanpa manajemen
kompensasi efektif, bisa jadi pekerja dibayar di bawah atau di atas standar.
f. Mengikuti Aturan Hukum
Sistem gaji dan upah yang sehat mempertimbangkan faktor-faktor legal yang
dikeluarkan pemerintah dan menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan.
g. Memfasilitasi Pengertian
Sistem manajemen kompensasi hendaknya dengan mudah dipahami oleh spesialis
SDM, manajer operasi, dan para karyawan.
h. Meningkatkan Efisiensi Administrasi
Program pengupahan dan penggajian hendaknya dirancang untuk dapat dikelola
dengan efisien, membuat sistem informasi SDM optimal, meskipun tujuan ini
hendaknya sebagai pertimbangan sekunder dibandingkan dengan tujuan-tujuan
lain.
I. Jenis-Jenis Kompensasi Yang Diberikan Pada Karyawan
Macam-Macam Kompensasi Yang Diberikan Pada Karyawan
a) Imbalan ektrinsik yang berbentuk uang antara lain misalnya :
• Gaji : kompensasi dalam bentuk uang yang dibayarkan atas pelepasan
tanggung jawab atas pekerjaan
• Upah : kompensasi dalam bentuk uang dibayarkan atas waktu yang telah
dipergunakan
• Honor : Imbalan jasa yang diberikan kepada seseorang.
19
20. • Bonus : Upah tambahan di luar gaji atau sebagai hadiah atas hasil kerja
seseorang.
• Komisi
• Insentif : merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan
karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Insentif merupakan
bentuk lain dari upah langsung di luar upah dan gaji yang merupakan
kompensasi tetap, yang bisa disebut kompensasi berdasarkan kinerja (pay
for performance plan)
• upah, dll
b) Imbalan ektrinsik yang bentuknya sebagai benefit / tunjangan pelengkap
contohnya seperti :
• uang cuti
• uang makan
• uang transportasi / antar jemput
• asuransi
• jamsostek / jaminan sosial tenaga kerja
• uang pensiun
• rekreasi
• beasiswa melanjutkan kuliah, dsb
c) Imbalan Intrinsik
Imbalan dalam bentuk intrinsik yang tidak berbentuk fisik dan hanya dapat
dirasakan berupa kelangsungan pekerjaan, jenjang karir yang jelas, kondisi
lingkungan kerja, pekerjaan yang menarik, dan lain-lain.
Menurut Wibowo (2007, h 134) dilihat dari cara pemberiannya, kompensasi
dapat merupakan kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung.
Kompensasi langsung merupakan kompensasi manajemen seperti upah dan gaji
atau pay for performance, seperti insentif dan gain sharing. Sementara itu,
kompensasi tidak langsung dapat berupa tunjangan atau jaminan keamanan dan
20
21. kesehatan. Pemberian kompensasi dapat terjadi tanpa ada kaitannya dengan
prestasi, seperti upah dan gaji.
Namun, kompensasi dapat pula diberikan dalam bentuk insentif, yang
merupakan kontra prestasi di luar upah atau gaji, dan mempunyai hubungan
dengan prestasi sehingga digunakan pula sebagai pay for performance atau
pembayaran atas prestasi. Apabila upah dan gaji diberikan sebagai kontra
prestasi atas kinerja standar pekerja, dalam insentif merupakan tambahan
kompensasi atas kinerja di atas standar yang ditentukan. Adanya insentif
diharapkan menjadi faktor pendorong untuk meningkatkan prestasi kerja di atas
standar.
Di samping upah dan insentif, kepada pekerja dapat diberikan rangsangan
lain berupa penghargaan atau reward. Perbedaan antara insentif dan reward
adalah insentif bersifat memberi motivasi agar pekerja lebih meningkatkan
prestasinya, pada reward, atasan memberikan penghargaan tambahan lain
kepada pekerja.Bentuk kompensaasi berupa tunjangan, yang pada umumnya
tidak dikaitkan dengan prestasi kerja. Tunjangan lebih banyak dikaitkan dengan
pemberian kesejahteraan dan penciptaan kondisi kerja sehingga pekerja menjadi
lebih merasa nyaman dan merasa mendapat perhatian atasan.
J. Faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi
Menurut Drs. Malayu S.P. Hasibuan (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya kompensasi, antara lain yaitu:
a.Penawaran dan permintaan tenaga kerja;
b. Kemampuan yang dan kesediaan perusahaan;
c.Serikat buruh/organisai karyawan;
d. Produktivitas kerja karyawan
e.Pemerintah dengan undang-undang dan kepresnya;
f. Biaya hidup/cost of living,
g. Posisi jabatan karyawan;
h. Pendidikan dan pengalaman karyawan;
i. Kondisi perekonomian nasonal;
21
22. j. Jenis dan sifat pekerjaan
Dari-uraian di atas dapat diketahui bahwa penawaran dan permintaan akan
tenaga kerja mempengaruhi program kompensasi, di mana jika penawaran jumlah
tenaga kerja langka gaji cenderung tinggi, sebaliknya jika permintaan tenaga kerja
yang berkurang/kesempatan kerja menjadi langka, gaji cenderung rendah.
K. Hubungan Evaluasi Kinerja Dan Kompensasi
Evaluasi memenuhi kebutuhan umpan balik bagi pekerja tentang bagaimana
pandangan organisasi terhadap kinerjanya. Selanjutnya, evaluasi kinerja
dipergunakan sebagai dasar untuk mengalokasi reward. Keputusan tentang siapa
yang mendapatkan kenaikan upah, kompensasi dan reward lain yang sering
dipertimbangkan melalui evaluasi kinerja.
Melalui evaluasi kinerja individu, dapat diketahui siapa yang memberikan
kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir organisasi atau perusahaan.
Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja
atau kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang menampilkan evaluasi
kinerja yang tinggi patut diberi kompensasi, antara lain berupa: pemberian
penghargaan dan atau uang ; pemberian bonus yang lebih besar daripada pekerja
lain, dan atau percepatan kenaikan pangkat dan gaji.
Kompensasi sangat penting bagi pegawai, hal ini karena kompensasi merupakan
sumber penghasilan bagi mereka dan keluarganya. Kompensasi juga menjadi suatu
gambaran status sosial seorang pegawai. Kompensasi yang sesuai juga akan
menentukan apakah pegawai akan tetap bertahan bekerja atau keluar dari tempatnya
bekerja. Pemberian kompensasi dimaksudkan agar pegawai dapat bekerja secara
maksimal sehingga menghasilkan kinerja yang optimal.
HR SCORE CARD (PENGUKURAN KINERJA SDM)
Manajemen Kinerja (MK) adalah tentang bagaimana kinerja dikelola. Dasar MK
adalah perumusan perumusan tujuan, terdapatnya konsensus dan kerjasama,
sifatnya berkelanjutan, terjadinya komunikasi dua arah, dan terdapat umpan balik.
22
23. MK merupakan kebutuhan mutlak bagi organisasi untuk mencapai tujuan dengan
mengatur kerjasama secara harmonis dan terintegrasi antara pemimpin dan
bawahannya.
Perkembangan kegiatan bisnis dewasa ini berkembang sangat pesat, kompleks
dan turbulent, sehingga memaksa organisasi usaha untuk mengadakan perubahan
pada lingkup organisasinya agar dapat terus memiliki daya saing dan memenuhi
konsep going concern. Transformasi organisasi merupakan faktor yang mendesak
untuk segera dilaksanakan terutama bagi perusahaan yang selalu ingin
meningkatkan daya saing dan peran strategisnya terhadap sumber daya manusia
(Isiatiningsih, Ventura, 2002). Peran sumber daya manusia dalam organisasi adalah
sangat dominant, karena merupakan motor penggerak paling utama di dalam suatu
organisasi, sehingga perhatian serius terhadap pengelolan sumber daya manusia
sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan mutlak diperlukan. Peran
sumberdaya manusia yang sangat besar akan keberhasilan perusahaan ikut
terpengaruh dengan dengan adanya globalisasi pasar dan kompetisi yang tinggi,
sehingga peran baru sumberdaya manusia dicerminkan melalui berbagai perubahan.
(Widyantoro, 2001). Adapun perubahan tersebut adalah dari fungsionalis ke partner
stratejik dari penjaga kebijakan perusahaan ke agen perubahan, dari fungsi yang
tidak efisien dan tidak kompeten menjadi fungsi yang efisien dan berkualitas.
Dengan demikian, dalam lingkungan bisnis saat ini, perusahaan yang sukses adalah
perusahaan yang secara cepat mewujudkan strategi dalam aksi, yang mengelola
proses secara intelijen dan efisien, yang memaksimumkan komitmen dan kontribusi
karyawan, dan yang menciptakan kondisi untuk perubahan (Ulrich,1998, dikutip
Istianingsih, 2002). Miles & Snow (1978) mengemukakan bahwa strategi
perusahaan yang berorientasi pada kreativitas dan inovasi mendorong perusahaan
menjadi pemimpin pasar melalui penciptaan produk-produk baru. Pemilihan strategi
bisnis harus didukung oleh strategi sumberdaya manusia, struktur dan budaya
perusahaan yang tepat. Strategi prospector misalnya perlu didukung oleh sumber
daya manusia yang commited dan kompeten serta manganut nilai inovatif,
professional, terbuka dan flekskibel. Kesesuaian antara strategi perusahaan, strategi
sumberdaya manusia, struktur dan budaya perusahaan sangat penting untuk
23
24. mendukung pencapaian kinerja perusahaan. (Budiharjo, Usahawan 2004).
Selanjutnya Norton & Kaplan (1998) memberikan solusi bahwa keterkaitan antara
strategi perusahaan, strategi sumberdaya manusia, struktur serta budaya perusahaan
dalam mencapai sasarannya dapat diukur dengan menggunakan Balanced
Scorecard. Suatu organisasi sangat didominasi oleh human capital dan modal
intangible lainnya. Oleh sebab itu perlu adanya pengukuran terhadap strategi
sumberdaya manusia. Salah satu konsep yang diperkenalkan adalah human
resources scorecard ( Becker, Huselid, Ulrich, 2001) yang menawarkan
langkahlangkah penting guna mengelola strategi sumberdaya manusia. Sumberdaya
manusia hendaknya menjadi sebuah nilai tambah (valueadding) bagi organisasi,
dimana pengukuran dan penilaian kinerja perusahaan harus terus dikembangkan
untuk mendukung srategi perusahaan. Artikel ini akan membahas mengenai konsep
atau cara keterkaitan antara strategi perusahaan dan strategi sumberdaya manusia
dalam pencapaian kinerja perusahaan yang dikenal dengan human resources
scorecard yang diperkenalkan Becker et al (2001).
THE HUMAN RESOURCES
STRATEGIC HUMAN RESOURCES MANAGEMENT
Becker & Gerhart (1996) dalam Kananlua (2001) mengatakan bahwa
sumberdaya manusia merupakan sarana strategis yang dapat memberikan pengaruh
ekonomi secara signifikan melalui perubahan focus menuju pembentukan nilai.
Manajemen sumberdaya manusia strategis saat ini telah mulai muncul sebagai
paradigma utama. Alasanya cukup beragam namun, ada dua hal yang paling
mencolok yaiotu semakin kerasnya persaingan di tingkat global dan adanya usaha-
usaha untuk mencarki atau menumbuhkan sejumlah keungulan kompetitif. Dengan
demikian popularitas yang semakin tinggi dari strategic human resources
management berkaitan erat dengan kemungkinan dicapainya tingkat efektivitas
organisasional yang lebih besar. Menurut Huselid (1997 dalam Kananlua (2001)
kinerja perusahaan dipengaruhi oleh serangkaian praktek manajemen sumberdaya
manusia yang dilaksanakan oleh perusahaan. Dengan demikian perlu adanya
pendekatan yang dapat mengukur praktek-prktek manajemen sumberdaya manusia
24
25. terutama kinerja sumberdaya manusia itu sendiri dalam upaya mendukung
pencapaian kinerja organisasi perusahaan.
KONSEP HUMAN RESOURCES SCORECARD
Patience Mmetje Naves (2002), dalam disertasinya, menjelaskan bahwa HR
scorecard telah didesain secara khusus yang melekat pada sistem sumberdaya
manusia yang ada pada sebuah strategi organisasi secara keseluruhan dan
memanage arsitektur sumberdaya manusia sebagai sebuah strategic asset. Hal
tersebut didasarkan pada model balancescorecard yang menunjukan bagaimana
hubungan sumberdaya manusia yang diukur seperti profitability-nya dan
shareholder value dari line manager. Becker et al memperkenalkan pertama kali
konsep HR scorecard (2001), menunjukan sumberdaya manusia sebagai strategic
asset dan menunjukan kontribusi sumberdaya manusia terhadap keberhasilan
keuangan organisasi. HR Scorecard memiliki empat focus utama yaitu : • the key
HR deliverables that will leverage HR’s role in the firm’s overall strategy • the high
performance work system • the extent to which that system is aligned to strategy •
the efficiency with which the deliverables are generated HR scorecard ketika
digunakan secara efektif akan menghubunkan antara strategi perusahaan dengan
aktivitas sumberdayanya, sehingga HR scorecard selalu diikuti oleh HR arsitektur
untuk pengelolaan pengukuran kinerja yang sistematik.
MEMBANGUN HR SCORECARD SEBAGAI MODAL STRATEJIK
Menurut Becker et al (2001) dikutip Surya dan Yuanita (2001), sistem
pengukuran kinerja sumberdaya manusia yang efektif mempunyai dua tujuan
penting yaitu (1). Memberikan petunjuk bagi pembuatan keputusan dalam
organisasi, dan (2) berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja sumberdaya
manusia. Konsep yang dikembangkan dalam HR scorecard tersebut lebih ditujukan
kepada peran penting dari para profesi sumberdaya manusia dimasa datang. Bila
focus strategi perusahaan adalah menciptakan competitive advantage yang
berkelanjutan, maka focus strategi sumberdaya manusia harus disesuaikan. Hal ini
25
26. untuk memaksimalkan kontribusi sumberdaya manusia terhadap tujuan organisasi,
dan selanjutnya menciptakan nilai (value) bagi organisasi. Dasar dari peran
sumberdaya manusis yang stratejik terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain)
yang dikembangkan oleh arsitektur sumberdaya manusia perusahaan, yaitu fungsi,
sistem dan perilaku karyawan. Gambar berikut ini menggambarkan proses arsitektur
strategi sumberdaya manusia (Becker et al, 2001),dimana sebuah
perusahaan/organisai memiliki tiga komponen atau dimensi dari arsitektur
sumberdaya manusianya sebagai berikut : 1. The HR function, 2. The HR
Management system Strategic Employee Behaviors.
1. Fungsi sumberdaya manusia Dasar penciptaan nilai strategi sumberdaya
manusia adlah mengelola infrastruktur untuk memahami dan mengimplementasikan
strategi perusahaan. Biasanya profesi dalam fungsi sumberdaya manusia diharapkan
dapat mengarahkan usaha ini. Becker et al (2001) menemukan bahwa kebanyakan
manajer sumberdaya manusia lebih memusatkan kegiatannya pada penyampaian
(delivery) yang tradisional atau kegiatan manajemen sumberdaya manajemen
teknis, dan kurang memperhatikan pada dimensi manajemen sumber daya manusia
yang stratejik. Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi manajer sumberdaya
manusia masa depan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja
organisasi adalah kompetensi manajemen sumberdaya manusia stratejik dan bisnis.
2. Sistem sumberdaya manusia (the human resources system) Sistem
sumberdaya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam suberdaya
manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut sebagai High performance work
system (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada system sumberdaya manusia
dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human capital melalui organisasi.
Untuk membangun dan memelihara persediaan human capital yang berkualitas,
HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut :
• Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi
model kompetensi
26
27. • Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang
efektif untuk ketermpilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi
• Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang
menarik, mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan
peningkatan kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja
organisasi berkualitas. Agar sumberdaya manusia mampu menciptakan value,
organisasi perlu membuat struktur untuk setiap elemen dari sitem sumberdaya
manusia dengan cara menekankan,mendukung dan me-reinforce HPWS. HPWS
secara langsung menciptakan customer value atau nilaii lainnya yang berkaitan.
Dalamhal ini proses kemitraan (Alignment) dimulai dari pemahaman yang jelas
terhadap rantai nilai perusahaan, suatu pemahaman solid apa saja yang dijadikan
nilai perusahaan dan bagaimana manfaat nilai tercebut diciptakan. Kuncinya, bahwa
karakteristik HPWS tidak hanya mengadopsi kebijaksanaan dan praktek
sumberdaya manusia yang tepat 3 tetapijuga bagaimana mengelola praktek
sumberdaya manusia tersebut. Dalam HPWS kebijaksanaan dan praktek
sumberdaya manusia perusahaan menunjukan aligment (kemitraan) yang kuat
dengan sasaran operasional dan strategi bersaing organisasi. Setiap HPWS akan
berbeda diantara organisasi, sehingga HPWS dapat disesuaikan dengan keunikan,
kekuatan dan kebutuhan masing-masing organisasi.
1. Perilaku karyawan yang stratejik (strategic employee behaviour) Peran
sumberdaya manusia yang stratejikl akan memfokuskan pada produktivitas perilaku
karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah perilaku produktif yang secara
langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua
kategori umum seperti :
• Perilaku inti (core behaviour) adalah alur yang langsung berasal dari
kompetensi inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat
fundamental untuk keberhasilan organisasi.
27
28. • Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai key point dalam
organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis.misalnya berupa keterampilan cross-
selling yang dibutuhkan oleh Bank Cabang. Mengintegarsikan perhatian pada
perilaku kedalam keseluruhan usaha untuk mempengaruhi dan mengukur kontribusi
sumberdaya manusia terhadap organisasi merupakan suatu tantangan
2.4 MENGGUNAKAN HR SCORECARD SEBAGAI “STRATEGIC
BUSINESS ASSET”
Menurut Becker, Huselid dan Ulrich (2001) perlu diilustrasikasn bagaimana
sumberdaya manusia dapat menghubung-hubungkan fungsi-fungsi yang
dilaksanakannya kedalam proses implementasi stratejik organisasi perusahaan.
• Clarify and articulate the business strategy Memfokuskan pada
implementasi strategi daripada hanya memfokuskan pada isi strateginya sendiri
sehingga pemimpin senior sumberdaya manusia dapat memfasilitasi diskusi
mengenai bagaimana mengkomunikasikan sasaran perusahaan melalui organisasi.
• Develop the business case for HR as a strategic asset Didalam membuat
kasus bisnis perlu dilakukan penelitian untuk mendukung rekomendasi perumusan
kasus tersebut : hasil penelitian menunjukan bahwa sukses atau tidaknya perusahaan
ditentukan oleh bagaimana mengimplentasikan strategi secara efektif, bukan isi dari
stratregi itu sendiri.
• Create a strategy map for the firm Kejelasan strategi organisasi mentapkan
langkah-langkah untuk pelaksanaan strategi. Dikebanyakan organisasi, nilai
pelanggan (customer value) tercakup didalam produk dan jasa yang dihasilkan
organisasi sebagai suatu hasil yang komleks dan proses kumulatif yang disebut
Michael Porter (1985) sebagai 4 “Value Chain”. Semua organisasi memiliki value
chain walaupun itu belum diartikulasikan,dan system pengukuran kinerja organisasi
harus memperhatikan setiap hubungan didalam rantai itu.
• Identify HR deiliverables within the strategy map Memaksimalkan value
membutuhkan pemahaman dari berbagai sisi yang saling berhubungan. Bila
28
29. manajer sumberdaya manusia tidak memahami aspek bisnis, maka para manajer
tidak akan menghargai bagian sumberdaya manusia tersebut. Dalam halini
menetapkan apa yang dapat mendukung kinerja perusahaan seperti yang ditentukan
dalam peta strategi dan berusaha focus pada tingkah laku stratejik yang memperluas
fungsi kompetensi, reward, dan tugas organisasi. Misalnya: perusahaan
memutuskan bahwa stabilitas karyawan atau rendahnya turn over (enables) dapat
meningkatkan perputaran waktu (life cycle) bagian R &D (high performance
driver).
• Align the HR Architecture with HR Deliverables Adanya ketidaksejajaran
anatara system sumberdaya manusia dengan implentasi strategi dapat
menghancurkan value yang telah ditetapkan.
• Design the strategic measurement system Dalam tahap ini dibutuhkan
tidak hanya perspektif baru dalam pengukuran kinerja sumberdaya manusia, tetapi
juga resolusi dari beberapa hal teknis yang belum banyak dikenal oleh professional
sumberdaya manusia.
• Execute management by measurement Bila HR scorecard disejajarkan
dengan pentingnya strategi perusahaan, maka professional sumberdaya manusia
akan menemukan insight baru tentang apa yang hajrus dilakukan untuk mengelola
sumberdaya manusia sebagai asset stratejik. Dengan demikian untuk
mengembangkan system pengukuran kinerja kelas dunia tergantung pada
pemahaman yang jelas apa strategi bersaing dan sasaran operasional perusahaan,
serta pernyataan definitive tentang kompetensi karyawan dan tingkah laku yang
dibutuhkan untuk mencapai sasaran perusahaan.
PENGUKURAN KINERJA MENGGUNAKAN HR SCORECARD
Mengukur efisiensi sumberdaya manusia mencerminkan fungsi
sumberdaya manusia yang secara umum membantu organisasi memperoleh
penghasilan dan laba. (Naves,2002). Fokus mereka adalah pada ”do-ables”
memastikan bahwa penyerahan jasa dilakukan dengan cara cost efective.
Sumberdaya manusia harus mempunyai akses dalam cakupan luas ke benchmarks
29
30. dan standar biaya agar efisiensinya dapat terukur. Keseluruhan gagasan HR
Scorecard adalah untuk memastikan bahwa ada suatu kesejajaran antara biaya
sumberdaya manusia dan penciptaan nilai sumberdaya manusianya. Kesejajaran
antara pengendalian biaya dan pengukuran penciptaan nilai membantu manajer
sumberdaya manusia untuk menhindari kencederungan usaha strategic
sumberdaya manusia yang mengabaikan biaya dibanding manfaat yang didapat.
Kesejajaran ini merupakan dasar interface antara balance scorecard dengan HR
scorecard. Selanjutnya, terdapat beberapa tahapan dalam merancang system
pengukuran sumberdaya manusia melalui pendekatan HR Scorecard yaitu sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasikan HR Competency Kompetensi yang dimaksud
adalah berupa pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan karakteristik
kepribadian yang mempengaruhi secara langsung terhadap kinerhjanya.
Pengelolaan kompetensi sumberdaya manusia perlu mengacu pada visi, misi,
strategi dan sasaran perusahaan. Dalam penelitiannya, McClleland (1973)
menyimpulkan bahwa kompetensi memiliki daya prediksi pada kinerja. Menurut
beberapa pakar, kompetensi tidak sama dengan trait, tetapi fakta menunjukan
bahwa beberapa trait tidak bias dipisahkan dengan kompetensi, misalnya
influence, flexibility, innovation, team orientation,dan commitment (Cooper,
2000). Pada dasarnya, model kompetensi ini diperlukan untuk memperjelas
ekspektasi suatu jabatan, mengoptimalkan produktivitas, serta mendukung
penyesuaian terhadap perubahan.
2. Pengukuran high performance work system (HPWS) menempatkan
dasar untuk membangun sumberdaya manusia menjadi aset stratejik. HPWS
memaksimalkan kinerja karyawan. Setiap pengukuran sistem sumberdaya
manusia harus memasukan kumpulan indikasi yang merefleksikan pada ‘fokus
pada kinerja’ dari setiap elemen system sumberdaya manusia. Pengukuran HPWS
lebih pada bagaimana organisasi bekerja melalui setiap fungsi sumberdaya
manusia mulai dari tingkat makro dan menekankan pada orientasi kinerja pada
setiap aktivitas. Manajer sumber daya manusia memerlukan suatu set pengukuran
30
31. dari dimensi kinerja mengenai aktivitas sumberdaya manusia pada perhatian
utamanya. Ukuran ini dapat direpresentasikan dalam scorecard sebagai simple
toggles, dengan indicator “tidak puas” atau “puas”.(Navez, 2002).
3. Mengukur HR system alignment berarti menilai sejauhmana system
sumberdaya manusia memenuhi kebutuhan implemntasi strategi perusahaan atau
disebut kesejajaran eksternal (external aligment) sedangkan yang dimaksud
dengan kesejajaran internal (internal aligment) adalah bagaimana setiap elemen
dapat bekerja bersama dan tidak mengalami konflik. Dalam hal ini tidak perlu
dilakukan pengukuran kesejajaran internal, karena bila system sumberdaya
manusia sudah focus pada implementasi strategi (kesejajaran external) atau dapat
dapat mengelola kesejajaran eksternal, maka ketidaksejajaran internal cenderung
tidak terjadi. Fokus pada kesejajaran internal lebih sesuai bila pengukuran untuk
suatu perusahaan tidak mengadopsi perspektif strategi sumberdaya manusia.
(Surya dan Yuanita, 2001).
4. HR deliverable Untuk mengintegrasikan sumberdaya manusia kedalam
system pengukuran kinerja bisnis, manajer harus mengidentifikasi hal yang
menghubungkan antara sumberdaya manusia dan rencana-rencana implementasi
strategi organisasi. Hal tersebut dinamakan “strategi HR deliverable” yang
merupakan outcome dari arsitektur sumberdaya manusia yang akan melaksanakan
strategi perusahaan.
HUMAN CAPITAL dan HUMAN CAPITAL SCORECARD
Human capital merupakan salah satu sumber daya intangible. Sumberdaya
manusia yang ada pada suatu organisasi hendaknya menjadi nilai tambah bagi
organisasi itu sendiri. Agar value adding, pembangunan human capital harus
menjadikan produk dan jasa yang dihasilkann oleh perusahaan unggul dalam
persaingan, disamping itu pembangunan human capital harus menjadikan
organisasi perusahaan mampu dengan cepat,fleksibel, terpadu dan inovatif
melayani kebutuhan customer. (Mulyadi, 2001). Human Capital terdiri dari dua
komponen : kapabilitas personel dan komitmen personel. Untuk berdaya saing
31
32. dilingkungan bisnis yang kompetitif, personel perusahaan harus memiliki
kapabilitas unggulan. Kapabilitas unggulan adalah keterampilan yang diperlukan
oleh perusahaan untuk memanfaatkan secara optimum aktivanya.
The human capital scorecard menyediakan suatu cara untuk para agent
dalam mencapai status siap bersaing dengan meningkatkan fungsi pengelolaan
dan penyebaran sumberdaya manusia. The human capital scorecard memiliki 4
tahapan yaitu dimension of human capital, performance goals,measures,and
operational application of measures.( from : http://www.opm.gov/hrmc/2001/msg-
112b.htm.) Kemudian, Ada dua sasaran stratejik dalam perspektif human capital
yaitu kapabilitas karyawan dan komitmen karyawan. Manajemen sumberdaya
yang stratejik menyangkut hubungan antara sumberdaya manusia dengan tujuan
dan sasaran stratejik dalam rangka meningkatkan kinerja bisnis dan
mengembangkan kultur organisasi yang mendorong inovasi dan fleksibilitas.
MOTIVASI & KEPUASAN KERJA
Motivasi menurut Luthans (1992) berasal dari kata latin movere, artinya
“bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya
kekurang psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan
maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat
difahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan).
Motivasi di dalam dunia kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangat
atau dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya
biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang
tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Beberapa tujuan motivasi :
• Meningkatkan moral & kepuasaan kerja karyawan
• Meningkatkan produktifitas kerja karyawan
• Mempertahankan kestabilan karyawan
32
33. • Meningkatkan kedisiplinan
• Mengefektifkan pengadaan karyawan
• Menciptakan hubungan & suasana kerja yang baik
• Meningkatkan loyalitas, kreativitas, & partisipasi
• Meningkatkan kesejahteraan karyawan
• Mempertinggi rasa tanggung jawab terhadap tugas
• Meningkatkan efisiensi penggunaan alat & bahan
Asas-asas Motivasi
• Asas Mengikutsertakan
Memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi mengajukan ide/saran
dalam pengambilan keputusan
• Asas Komunikasi
Menginformasikan tentang tujuan yang ingin dicapai, cara mengerjakannya &
kendala yang dihadapi
• Asas Pengakuan
Memberikan penghargaan & pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan
atas prestasi yang dicapainya
• Asas Wewenang yang didelegasikan
Mendelegasikan sebagian wewenang serta kebebasan karyawan untuk
mengambil keputusan dan berkreativitas dan melaksanakan tugas-tugas
atasan
33
34. • Asas Perhatian Timbal Balik
Memotivasi bawahan dengan mengemukakan keinginan atau harapan
perusahaan disamping berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang
diharapkan bawaha dari perusahaan
Model-model Motivasi
• Model Tradisional
Untuk memotivasi bawahan agar bergairah dalam bekerja perlu diterapkan
sistem insentif. Motivasi bawahan hanya untuk mendapatkan insentif
saja
• Model Hubungan Manusiawi
Memotivasi bawahan dengan mengakui kebutuhan sosial disamping kebutuhan
materil
• Model Sumberdaya Manusia
Memotivasi bawahan dengan memberikan tanggung jawab dan kesempatan
yang luas dalam menyelesaikan pekerjaan dan mengambil keputusan
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi
kerja yang proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-
kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan
berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang di mana ia akan
menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berprestasi yang tinggi.
Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif, cenderung menunggu upaya
atau tawaran dari lingkungannya.
Motivasi kerja merupakan pemberian dorongan. Pemberian dorongan ini
dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau karyawan agar mereka
bersemangat dan dapat mencapai hasil sesuai dengan tuntutan perusahaan. Oleh
karena itu seorang manajer dituntut pengenalan atau pemahaman akan sifat dan
34
35. karateristik karyawannya, suatu kebutuhan yang dilandasi oleh motif dengan
penguasaan manajer terhadap perilaku dan tindakan yang dibatasi oleh motif,
maka manajer dapat mempengaruhi bawahannya untuk bertindak sesuai dengan
keinginan organisasi.
Menurut Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang
menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan
Mulyono (1999) motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk
melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi
sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap
tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti memiliki sesuatu faktor
yang mendorong perbuatan tersebut. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini
sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya
motivasi dari para karyawan atau pekerja untuk bekerja sama bagi kepentingan
perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya
apabila terdapat motivasi yang besar dari para karyawan maka hal tersebut
merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai
tujuannya.
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama
demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
1. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan
imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut
insentif.
2. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam
bentuk finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian,
penghargaan, pendekatan manusia dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah
kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau
activities) dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian
kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidak seimbangan.
35
36. Teori motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan
(content theory) dan teori proses (process theory). Teori ini dikenal dengan
nama konsep Higiene, yang mana cakupannya adalah:
1. Isi Pekerjaan, Hal ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu
pekerjaan yang dimiliki oleh tenaga kerja yang isinya meliputi:
Prestasi, upaya dari pekerjaan atau karyawan sebagai aset jangka
panjang dalam menghasilkan sesuatu yang positif di dalam
pekerjaannya, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab,
pengembangan potensi individu.
2. Faktor Higienis, suatu motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya :
gaji dan upah, kondisi kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan,
hubungan antara pribadi, kualitas supervisi.
Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah
menunjukkan keseimbangan antara dua faktor.
TEORI-TEORI MOTIVASI
Teori motivasi bervariasi, yaitu menurut isi motivasi dan proses
motivasi. Teori yang berhubungan dengan pengidentifikasian isi motivasi
berkaitan dengan apa yang memotivasi tenaga kerja. Sedangkan teori
proses lebih berkaitan dengan bagaimana proses motivasi berlangsung.
1. Teori Motivasi Isi
a. Teori Tata Tingkat-Kebutuhan
Setiap individu memiliki needs (kebutuhan, dorongan intrinsic dan
ekstrinsic factor), yang pemunculannya sangat terkait dengan dengan
kepentingan individu. Dengan kenyataan ini, kemudian Maslow membuat
“need hierarchy theory” untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan
manusia. Bagitu juga individu sebagai karyawan tidak bisa melepaskan
diri dari kebutuhan-kebutuhannya.
36
37. Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat digolongkan
dalam lima tingkatan sebagai berikut:
1) Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis). Merupakan suatu
kebutuhan yang sangat mendasar. Contohnya: kita memerlukan
makan, air, dan udara untuk hidup. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan ini telah ada sejak
lahir. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti
eksistensinya.
2) Safety needs (kebutuhan rasa aman). Merupakan kebutuhan untuk
merasa aman baik secara fisik maupun psikologis dari gangguan.
Apabila kebutuhan ini diterapkan dalam dunia kerja maka individu
membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja.
3) Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial). Manusia pada dasarnya
adalah makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-
kebutuhan sosial, sehingga mereka mempunyai kebutuhan-kebutuhan
sosial sebagai berikut:
• Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di mana ia hidup
dan bekerja
• Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa
dirinya penting
• Kebutuhan untuk dapat berprestasi
• Kebutuhan untuk ikut serta (sense of participation)
4) Esteem needs (kebutuhan akan harga diri). Penghargaan meliputi
faktor internal, sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi,
dan prestasi; dan faktor eksternal, sebagai contoh, status, pengakuan,
dan perhatian. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat
terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui
37
38. prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai
pandangannya.
5) Self Actualization. Kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk
kemampuan berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan
mencukupi diri sendiri. pada tingkatan ini, contohnya karyawan
cenderung untuk selalu mengembangkan diri dan berbuat yang
terbaik.
Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai tingkat tinggi dan
tingkat rendah. Kebutuhan tingkat rendah, kebutuhan yang harus
dipuaskan pertama kali adalah kebutuhan fisiologi. Kemudian kebutuhan
itu diikuti oleh kebutuhan keamanan, sosial dan kebutuhan penghargaan.
Di puncak dari hirarki adalah kebutuhan akan pemenuhan diri sendiri.
Setiap kebutuhan dalam tata tingkat tersebut harus dipuaskan menurut
tingkatannya. Ketika kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan
berhenti memotivasi perilaku, dan kebutuhan berikutnya dalam hirarki
selanjutnya akan mulai memotivasi perilaku. Dalam dunia kerja, orang
sewaktu kerja melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan paling rendah
yang belum terpuaskan.
b. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori ERG adalah siangkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth
needs, yang dikembangkan oleh Alderfer, yang merupakan suatu modifikasi
dan reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow.
Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:
1) Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan
substansi material, seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air,
perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan
fisiological dan rasa aman dari Maslow.
38
39. 2) Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk
memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Individu berkeinginan
untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap
penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang
bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja. Kebutuhan ini
mencakup kebutuhan sosial dan dan bagian eksternal
dari esteem(penghargaan) dari Maslow.
3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan
yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara
penuh. Selain kebutuhan aktualisasi, juga termasuk bagian intrinsik dari
kebutuhan harga diri Maslow.
Teori ERG mengandung suatu dimensi frustasi-regresi. Dalam teori ERG,
dinyatakan bahwa apabila suatu tingkat kebutuhan dari urutan tertinggi
terhalang, akan terjadi hasrat individu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat
lebih rendah. Sebagai contoh, ketidakmampuan memuaskan suatu kebutuhan
akan interaksi sosial, akan meningkatkan keinginan untuk memiliki banyak
uang atau kondisi yang lebih baik. Jadi frustasi (halangan) dapat mendorong
pada suatu kemunduran yang lebih rendah.
c. Teori Dua Faktor
Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenai teori
tersebut yaitu:
1) Serangkaian kondisi ekstrinsik, yaitu kondisi kerja ekstrinsik seperti
upah dan kondisi kerja tersebut bersifat ekstren tehadap pekerjaan sepeti:
jaminan status, prosedur, perusahaan, mutu supervisi dan mutu hubungan
antara pribadi diantara rekan kerja, atasan dengan
bawahan.
2) Serangkaian kondisi intrinsik, yaitu kondisi kerja intrinsik seperti
tantangan pekerjaan atau rasa berprestasi, melakukan pekerjaan yang baik,
terbentuk dalam pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari rangkaian kondisi
39
40. intrinsik dsebut pemuas atau motivator yang meliputi: prestasi
(achivement), pengakuan (recognation), tanggung jawab (responsibility),
kemajuan (advencement), dan kemungkinan berkembang (the possibility
of growth).
Herzberg (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) membedakan dua faktor yang
mempengaruhi motivasi para pekerja dengan cara yang berbeda, faktor
motivator dan faktor hygiene. Faktor motivasi mencakup faktor-faktor yang
berkaitan dengan isi pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari
pekerjaan, yaitu: tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri,
pencapaian prestasi, dan pengakuan. Herzberg menyatakan ini sebagai faktor
motivator. Dinamakan sebagai faktor motivator, karena masing-masing
diasosiasikan dengan usaha yang keras dan kinerja yang bagus. Motivator
menyebabkan seseorang bergerak (move) dari keadaan tidak puas kepada
kepuasan. Oleh karena itu Herzberg memprediksikan bahwa manajer dapat
memotivasi individu dengan memasukkan motivator ke dalam pekerjaan
individu.
Ketidakpuasan kerja terutama diasosiasikan dengan faktor-faktor di dalam
keadaan atau lingkungan pekerjaan. Yaitu berupa: aturan-aturan administrasi
dan kebijaksanaan perusahaan, supervisi, hubungan antar pribadi, kondisi
kerja, gaji dan sebagainya. faktor-faktor ini dinamakan dengan faktor hygien.
Manajer yang ingin menghilangkan faktor-faktor ketidakpuasan kerja lebih
baik menempuh cara dengan menciptakan ketentraman kerja.
Jadi, menurut teori ini, perbaikan salary dan working conditions tidak akan
enimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidak puasan. Selanjutnya
dikatakan oleh Herzberg, bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja
dengan baik dan bergairah (motivator) hanyalah kelompok satisfiers. Untuk
satisfiers ini kadang-kadang diberi nama lain sebagai intrinsic factor, job
content, dan motivator. Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk
dissatisfiers ialah extrinsic factor, cob context dan danhygiene factor .
40
41. Kunci untuk memahami teori motivator-hygien adalah memahami bahwa
lawan “kepuasan” bukan “ketidakpuasan”. Lawan kepuasan adalah “tidak ada
kepuasan”. Dan lawan ketidakpuasan adalah “tidak ada ketidakpuasan”.
d. Teori Motivasi Berprestasi
Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati, 1995) ada tiga
macam motif atau kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu:
1) The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi,
untuk mencapai sukses.
2) The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah orang
lain.
3) The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab
antar pribadi.
Menurut Mc Clelland (dalam As’ad, 2004) ketiga kebutuhan tersebut
munculnya sangat dipengaruhi oleh situasi yang sangat spesifik. Apabila
individu tersebut tingkah lakunya didorong oleh tiga kebutuhan maka tingkah
lakunya akan menampakkan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi yang
tinggi akan nampak sebagai berikut:
• Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan kreatif
• Mencari feed back (umpan balik) tentang perbuatannya
• Memilih resiko yang moderat (sedang) di dalm perbuatannya. Dengan
Memilih resiko yang sedang berarti masih ada peluang untuk
berprestasi yang lebih tinggi
• Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya
2) Tingkah laku individu yang didorong oleh untuk berkuasa yang tinggi
akan nampak sebagai berikut:
41
42. • Berusaha menolong orang lain walaupun pertolongan itu tidak diminta
• Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari organisasi di mana ia
berada
• Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu
perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise
• Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok
atau organisasi
3) Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan untuk bersahabat
akan nampak sebagai berikut:
• Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam
pekerjaannya, daripada segi tugas-tugas yang ada pada pekerjaan itu
• Melakukan pekerjaannya lebih efektif apabila bekerjasama bersama
orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif
• Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain
• Lebih suka dengan orang lain daripada sendiri
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi tantangan
untuk berprestasi dari pada imbalannya. Perilaku diarahkan ke tujuan dengan
kesukaran menengah. Karyawan yang memiliki nPow tinggi, punya semangat
kompetisi lebih pada jabatan dari pada prestasi. Ia adalah tipe seorang yang
senang apabila diberi jabatan yang dapat memerintah orang lain. Sedangkan
pada karyawan yang memiliki nAff tinggi, kurang kompetitif. Mereka lebih
senang berkawan, kooperatif dan hubungan antar personal yang akrab.
Kebutuhan-kebutuhan yang bervariasi ini akan muncul sangat dipengaruhi
oleh situasi yang sangat spesifik.
2. Teori Motivasi Proses
a. Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
42
43. Teori penguatan menggunakan pendekatan tingkah laku. Penganut teori ini
memandang tingkah laku sebagai akibat atau dipengaruhi lingkungan.
Keadaan lingkungan yang terus berulang akan mengendalikan tingkah laku.
Jewell dan Siegall (1998) menjelaskan lebih lanjut model dari penguatan,
yaitu melalui tiga prinsip:
1) Orang tetap melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan
penghargaan
2) Orang menghindari melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang
memberikan hukuman
3) Orang akhirnya akan berhenti melakukan hal-hal yang tidak mempunyai
hasil yang memberikan penghargaan ataupun hukuman.
KEPUASAN KERJA DALAM ORGANISASI
1. Tinjauan Teoritis tentang Kepuasan Kerja
Pada kesempatan ini dikemukan beberapa pendapat para ahli mengenai
pengertian kepuasan kerja diantaranya apa yang dikemukakan Robbins (2001)
bahwa kepuasan kerja adalah sikap suatu umum terhadap suau pekerjaan
seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja
dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pendapat lain
bahwa kepuasaan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para
individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka (Winardi.1992).
juga pendapat Siagian (1999) bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara
pandang seorang yang bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaannya.
Pendapat lain bahwa kepuasan kerja yaitu keadaan emosional yang
meyenangkan dan yang tidak menyenangkan dengan mana para pegawai
memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja ini mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya (Handoko.2000). selain itu
pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa kepuasan kerja secara umum
menyangkut sika seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut
43
44. sikap, maka pengertian kepuasan kerja menyangkut berbagai hal seperti
kognisi, emosi dan kecendrungan perilaku seseorang.
Apa yang menetukan kepuasan kerja sebagaimana dikemukakan
oleh Robbins(2001) adalah Pertama Kerja yang secara mental menantang
pegawai yang cenderung menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan
menggunakan ketrampilan dan kemampuan dalam bekerja. Kedua Gagasan yang
pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan promosi yang adil,
tidak meragukan dan sesuai degan pengharapan mereka. Ketiga Kondisi kerja
yang mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk kenyamanan
pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang
baik. Keempat Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara
sesama pegawai yang saling mendukung menghatar meningkatkan kepuasan
kerja.Kelima Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan. Holand
dalam Robbins(2001) mengemukakan bahwa kecocokan yang tinggi antara
kepribadian seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual
yang lebih terpuaskan. KeenamAda dalam gen bahwa 30 % dari kepuasan
individual dapat dijelaskan oleh keturunan. Hasil riset lainnya megemukakan
bahwa sebagian besar kepuasan beberapa orang diketemukan secara genetis.
Mengenai Pendapat lain bahwa kepuasaan kerja merupakan suatu sikap
yang dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan
mereka (Winardi.1992).:Kesatu Kepuasan dan produktivitas, hakikatnya bahwa
seseorang pekerja yang bahagia adalah seorang pekerja yang
produktif.Kedua Kepuasan dan kemangkiran, kepuasan berkolerasi secara negatif
dengan kemangkiran (Ketidakhadiran). Dalam studi bahwa bekerja dengan skor
kepuasan tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih tinggi dibandingkan
pekerja dengan tingkat kepuasan lebih rendah. Ketiga Kepuasan dan tingkat
keluar masuknya pegawai/karyawan, kepuasan yang dihubungkan yang
dihubungkan secara negatif dengan keluarnya pegawai namun korelasi ini lebih
kuat daripada kemangkiran. Dalam hubungaN kepuasan keluarnya pegawai
adalah tingkat kinerja pegawai itu.
44
45. Selain itu ada 5 (lima) dimensi yang berkaitan dengan kepuasan kerja
(Winardi.1992) yaitu:
1) Gaji dan upah yang diterima ( Jumlah gaji atau upah yang diterima dan
kelayakan imbalan tersebut)
2) Pekerjaan (Tugas Pekerjaan dianggap menarik dan memberikan peluang untuk
belajar dan menerima tanggung jawab).
3) Peluang promosi ( Terjadinya peluang untuk mencapai kemajauan dalam
jabatan).
4) Supervisor (Kemampuan untuk menunjukkan perhatian terhadap para
pegawai/karyawan).
5) Para rekan sekerja. (dimana rekan sekerja bersikap bersahabat, kompeten,
saling Bantu membantu, dan berkomitmen untuk mencapai misi dan visi
organisasi.
Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud jika
analisa tentang kepuasan kerja dihubungkan dengan prestasi kerja, tingkat
kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerja, tingkat jabatan dan besar kecilnya
organisasi (Siagian.1999). Untuk lebih jelasnya hal tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut : Kesaatu Kepuasan kerja dan preastasi , menjadikan kepuasan
untuk memacu prestasi kerja yang lebih baik. Kedua Kepuasan kerja dan
kemangkiran artinya bahwa karyawan/ pegawai yang tinggi tingkat
kepuasan kerja akan rendah tingkat kemangkirannya. Ketiga Kepuasan kerjja dan
keinginan pindah, salah satu penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah
ketidakpuasan pada tempat bekerja saat ini.Keempat kepuasan kerja dan usia ,
kecndrungan yang terlihat bahwa semakin lanjut usia pegawai tingkat kepuasan
kerjanya semakin tinggi. Kelima Kepuasan kerja dan tingkat jabatan , semakin
tinggi tingkat kedudukan seseorang dalam suatu organisasi pada umumnya
semakin tingkat kepuasannya cendrung lebih tinggi pula. KeenamKepuasan kerja
dan besar kecilnya organisasi , Jika karena besarnya organisasi para pegai
terbenam dalam masa kerja yang jumlahnya besar sehingga jati diri dan
identitasnya menjadi kabur, karena hanya dikenal nomor pegawainya saja. Hal
tersebut berdampak negatif pada kepuasan kerja.
45
46. Dalam mengelola personalia (kepegawaian) harus senantiasa memonitor
kepuasan kerja, karena hal itu akan mempengaruhi tingkat absensi, perputaran
tenaga kerja, semangat kerja, keluhan keluhan dan masalah personalia vital
lainnya (Handoko.2000). Oleh karena itu fungsi personalia mempunyai pengaruh
baik langsung maupun tidak langsung, selain itu berbagai kebijakan dalam
kegiatan personalia berdampak pada iklim organisasi memberikan suatu
lingkungan kerja yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan bagi
anggota organisasi itu yang akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota
organisasi (pegawai).
Hubungan kepuasan kerja sebagaimana dikemukakan Handoko (2001)
yaitu :
a. Prestasi, kepuasan kerja yang lebihtinggi terutama yang dihasilkan oleh
prestasi kerja, bukan sebaliknya. Bahwa prestasi kerja lebih baik
menaakibatkan penghargaan yang lebih tinggi, jika penghargaan dirasakan
adil dan memadai maka kepuasan pegawai /karyawan akan
meningkat.sebaliknya jika penghargaan dipandang tidak mencukupi untuk
suatu tingkat prestasi kerja pegawai/karyawanmaka ketidakpuasan kerja
cendrung terjadi.kondisi kepuasan atau ketidakpuasan kerja selanjutnya
menjadi umpan balik (feed back) yang akan mempengaruhi prestasi kerja di
waktu mendatang. Oleh karena itu hubungan prestasi dan kepuasan kerja
menjadi suatu sistem yang berkelanjutan.
b. Perputaran pegawai dengan absensi.Perusahaan atu organisasi senantiasa
mengharapkan kepuasan kerja meningkat perputaran karyawan dan absensi
menurun bukan sebaliknya. Bahwa kepuasan kerja yang lebih rendah baisanya
akan mengakibatkan perputaran karyawan /pegawai lebih tinggi.Yang
bersangkutan lebih mudah meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan
di perusahaan lainnya. Hubungan ini berlaku juga untik absensi
(Kemangkiran). Para karyawan yang kurang memperoleh keouasan kerja akan
cendrung lebih sering absent.
c. Umur dan jenjang pekerjaan, bahwa semakin tua umur karyawan/pegawai
mereka cenrung lebih terpuaskan dengan pekerjaan-pekerjaannya. Dengan
46
47. alasan seperti: Pengharapan yang lebih rendah dan penyesuaian lebih baik
terhadap situasi kerja dan lebih berpengalaman. Sedangkan pegawai/karyawan
yang lebih muda cendrung kurang terpuaskan karena berbagai harapan yang
lebih tinggi kurang penyesuian dan alasan lainnya.
d. Besar organisasi, bahwa ukuran organisasi cedrung mempunyai hubungan
berlawanandengan kepuasan kerja yaitu semakin besarorganisasi kepuasan
kerja cenrung turun secara moderat kecuali manajemen mengambil tindakan
korektif. Tanpa tindsakan korektif organisasi besar tersebut
akan menenggelamkan anggotanya dan berbagai proses seperti halnya
partisipasi, komunikasi dan koordinasi kurang lancer. Oleh karena terdapat
adanya hubungan antara besarnya organisasi dan kepuasan kerja maka fungsi
personalia dalam organisasi besar kemungkinan menghadapi kesulirtan dalam
mempertahankan kepuasan kerja pegawainya/anggotanya.
Pendapat Siagian dan Handoko tersebut kiranya adanya kesamaan yang
berkaitan dengan kepuasan kerja berhubungan dengan Prestasi, Usia, Mutasi
Pegawai dan Absensi, Tingkat Jabatan serta besar kecilnya organisasi.
Sebenarnya ada beberapa alasan lain yang dapat menimbulkan dan
mendorong kepuasan kerja (Indrawijaya.2000) yaitu :
• Pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian
• Pekerjaan yang menyediakan perlengkapan yang cukup
• Pekerjaan yang menyediakan informasi yang cukup lengkap
• Pimpinan yang lebih banyak mendorong tercapainya suatu hasil yang tidak
terlalu banyak atau ketat melakukan pengawasan.
• Pekerjaan yang memberikan penghasilan yang cukup memadai.
• Pekerjaan yang memberikan tantangan untuk lebig mengembangkan diri.
• Pekerjaan yang memberikan rasa aman dan ketenangan.
• Harapan yang dikandung pegawai itu sendiri.
Kepuasan kerja berkaitan pula dengan teori motivasi salah satunya yang
dikemukakan oleh Herzberg dalam Hicks dan Guliet (1996) yaitu teori motivasi
hygiene, teori motivasi/pemeliharaan dan teori kedua faktor merupakan teori
47
48. motivasi eksternal, karena manajer mengendalikan faktor yang menghasilkan
kepuasaan atau ketidakpuasan pekerjaan. Dari penelitian Herzberg bahwa faktor
hygiene yang mempengaruhi ketidakpuasan kerja dan para motivator yang
mempengaruhi kepuasan kerja seperti halnya faktor hygiene membantu individu
dalam menghindarkan individu merasa senang dengan ekerjaannya. Sedangkan
faktor yang menyebabkan ketidakpuasan tidak secara langsung akan
menimbulkan kepuasan kerja (Indrawijaya.2000).
Selain kepuasan kerja para pegawai atau anggota organisasi dapat
menyatakan ketidakpuasan dengan sejumlah cara misalnya mengeluh, tidak patuh
dan mengelak dari tanggung jawab. Ada 4 (empat) respon dari ketidakpuasan baik
yang konstruktif/destruktif maupun aktif/pasip (Robbins.2001) yaitu :
• Eksit, Ketidakpuasan yang diungkapkan melalui prilaku yang mengarah untuk
meninggalkan organisasi( Mencari formasi baru atau berhenti ).
• Suara, Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif dan
kontruktifmencoba memperbaiki kondisi organisasi ( mencakup saran
perbaikan, membahas masalah dengan atasan dan beberapa bentuk kegiatan )
• Kesetiaan Ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif, menunggu
membaiknya kondisi organisasi (berbicara membela organisasi menghadapi
kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk melakukan hal
yang tepat).
• Pengabaian, ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan kondisi
memburuk (termasuk kemangkiran atau dating terlambatsecara kronis, upaya
yang dikurangi dan tingkat kekeliruan yang meningkat).
48
49. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penilaian kinerja memang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan pemberian imbalan/kompensasi. Penilaian kinerja dapat
merupakan umpan balik atau masukan bagi organisasi untuk menentukan
langkah selanjutnya, misalnya memberitahukan kepada karyawan tentang
pandangan organisasi atas kinerja mereka.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk mendeteksi kebutuhan
pelatihan karyawan, yakni pelatihan apakah yang sebenarnya dibutuhkan
oleh karyawan agar kenerja organisasi dapat optimal. Penilaian kinerja
juga dapat digunakan untyuk menilai apakah pelatihan yang pernah
diadakan efektiv atau tidak. Hasil dari penilaian kinerja dapat membantu
manajer untuk mengambil keputusan siapa yang layak dipromosikan,
dipertahankan, atau bahkan harus dikeluarkan dari organisasi.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk membuat sebuah
perencanaan (pengembangan) SDM, untuk mengidentifikasi siapa layak
duduk dimana, dengan tingkat gaji berapa. Diluar daripada itu, perusahaan
melaksanakan evaluasi/penilaian kinerja kadang juga bertujuan untuk
melaksanakan riset saja.
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas
hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi. Pemberian kompensasi
merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan
49
50. dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran
dalam melakukan tugas keorganisasian. Kompensasi merupakan biaya
utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan dalam bisnis perusahaan
pada abad ke-21 ini.
Secara umum tujuan kompensasi adalah untuk membantu
perusahaan mencapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan
menjamin terciptanya keadilan internal dan ekternal. Keadilan eksternal
menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan akan dikompensasi secara adil
dengan membandingkan pekerjaan yang sama di pasar kerja. Kadang-
kadang tujuan ini bisa menimbulkan konflik satu sama lainnya, dan trade-
offs harus terjadi. Misalnya, untuk mempertahankan karyawan dan
menjamin keadilan, hasil analisis upah dan gaji merekomendasikan
pembayaran jumlah yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama.
B. Saran
Di dalam suatu perusahaan atau organisasi perlu di adakan evaluasi
kinerja yang optimal agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian
kompensasi kepada pegawai atau karyawan. Karena apabila terjadi
kesalahan dalam penilaian kinerja yang secara langsung berdampak pada
pemberian kompensasi akan membuat karyawan merasa tidak betah yang
berujung pada penurunan kinerja pegawai, pada akhirnya perusahaan atau
organisasi akan menjadi dirugikan. MSDM sangat diperlukan di dalam
suatu perusahan atau organisasi, termasuk di dalamnya adalah evaluasi
kinerja dan pemberian kompensasi.
50