SlideShare a Scribd company logo
1 
LAPORAN KASUS 
BLOK ELEKTIF 
“Kolaborasi Dokter Paliatif dengan Tim Medis Lain Dalam 
Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Kanker” 
Nama : Dewi Rahmita Sari 
NPM : 1102011078 
Kelompok 2 
Bidang Kepeminatan Perawatan Paliatif 
Dosen Pengampu : dr. Hj. Riyani W, DMM, MSc 
Tutor : dr. Zwasta Pribadi Mahardika, M. Med Ed 
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI 
2014/2015
2 
“Kolaborasi Dokter Paliatif dengan Tim Medis Lain Dalam Meningkatkan 
Kualitas Hidup Pasien Kanker” 
Abstract 
Background – The incidence of cancer in Indonesia has been rising in elderly people. When a cancer patient’s 
health care team determines that the cancer can no longer be controlled, cancer treatment often stop. But the 
person’s care continues, with an emphasis on improving their quality of life. In such circumstances the patient 
should be given palliative care. Patients with cancer receiving palliative care during chemotherapy are more likely to 
complete their cycle of treatment than similar patients who did not receive palliative care. A healthcare system that 
supports effective teamwork can improve the quality of patient care, enhance patient safety. 
Case Report – Patient B is 46-year-old who is suffering from brain cancer which she had suffered in 2009 before. 
Her disease recovered when she got treatment in Singapura. She came to Dharmais hospital in 2014 with 
unconscious condition. When consciousness was recovered, she felt mad with her condition. Her disease is no 
longer curable, so she is referred by her doctor to attend palliative care. 
Discussion – Quality of life (Qol) tools like SF-36(Surey Questionnaire), AQoL (Assessment Quality of Life), 
LOT-R (Life Orientation Test), MQoL(McGill Quality of Life Questionnaire), CGI (Client Genererated Index) that 
commonly use in patients with advance stage. The purpose of all this questionnaire for assess physical, 
psychological, existential which include outlook in life and support domains. Palliative care teams ensuring good 
communication with everyone: the patient, the family, the primary doctor and nurse, all the consulting physicians 
and the rest of the interdisciplinary health care team. The need for greater collaboration is being driven by the same 
pressures as those driving the cancer services, the pressure for timely access to care, lack of continuity in care, needs 
unmet by current services, demand for supportive care and dearth of health human resources. 
Conclusion – Application of Interprofessional Collaborative Practice according to POBC3 program and 
recommendations from RNAO can be implemented to the medical team collaboration in Indonesia. It can be 
implemented since in medical college. This collaboration is absolutely necessary to providing quality, coordinated 
care of patients. 
Keywords: palliative physician collaboration, medical teams, quality of life 
Abstrak 
Latar belakang- Angka kejadian kanker di Indonesia meningkat pada orang tua. Ketika tim kesehatan pasien kanker 
menentukan bahwa kanker tidak lagi dapat dikendalikan, pengobatan kanker seringkali tidak dilanjutkan. Tapi 
perawatan pada pasien harus terus dilakukan, dengan penekanan pada peningkatan kualitas hidup mereka. Dalam 
keadaan tersebut pasien harus diberikan perawatan paliatif. Pasien dengan kanker yang menerima perawatan paliatif 
selama kemoterapi lebih mungkin untuk melengkapi siklus pengobatan dibandingkan pasien kanker yang tidak 
menerima perawatan paliatif. Sistem kesehatan yang mendukung kerja sama tim, efektif dapat meningkatkan 
kualitas perawatan pasien, meningkatkan keselamatan pasien. 
Kasus – Pasien B, 46 tahun, menderita kanker otak yang diderita sejak tahun 2009 sebelumnya. Penyakitnya 
sembuh ketika ia mendapat perawatan di Singapura. Dia datang ke rumah sakit Dharmais tahun 2014 dengan kondisi 
tak sadarkan diri. Ketika kesadaran itu pulih, ia merasa marah dengan kondisinya. Penyakitnya tidak lagi dapat 
disembuhkan, sehingga dia dirujuk oleh dokter untuk perawatan paliatif. 
Diskusi – Alat yang umum digunakan pada pasien dengan stadium lanjut untuk menilai kualitas hidup (Qol) seperti 
SF-36(Surey Questionnaire), AQoL (Assessment Quality of Life), LOT-R (Life Orientation Test), MQoL(McGill 
Quality of Life Questionnaire), CGI (Client Genererated Index). Tujuan dari semua kuesioner ini untuk menilai 
fisik, psikologis, eksistensial yang meliputi pandangan hidup dan faktor pendukung. Tim perawatan paliatif 
memastikan komunikasi yang baik dengan semua orang: pasien, keluarga, dokter primer dan perawat, semua dokter 
konsultasi dan seluruh tim kesehatan interdisipliner. Perlunya kerja sama yang lebih besar didorong oleh tekanan 
yang sama seperti usaha peningkatan dalam layanan kanker, tekanan untuk akses yang tepat terhadap perawatan, 
kurangnya kontinuitas dalam perawatan, kebutuhan yang belum terpenuhi oleh layanan saat ini, permintaan untuk 
perawatan suportif dan terbatasnya sumber daya pada tenaga kesehatan. 
Kesimpulan - Penerapan kolaborasi interprofesional sesuai dengan program POBC3 dan rekomendasi dari RNAO 
dapat diimplementasikan untuk kolaborasi tim medis di Indonesia. Hal ini dapat diterapkan sejak di perguruan tinggi 
kesehatan. Kerjasama ini diperlukan untuk menyediakan kualitas, perawatan terkoordinasi pasien. 
Kata kunci: kolaborasi dokter paliatif, tim medis, kualitas hidup
3 
Latar Belakang 
Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/ jaringan yang tidak terkendali, terus 
bertumbuh/bertambah, immortal (tidak dapat mati). Prevalensi kanker di Indonesia pada tahun 
2013 meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi kanker agak tinggi pada bayi (0,3‰) dan 
meningkat pada umur ≥15 tahun, dan tertinggi pada umur ≥75 tahun (5‰). (Riskesdas, 2013) 
Profesi kedokteran berjuang terus dalam mengobati pasien. Peluang 5% keberhasilan 
menjadi alasan untuk mengusahakan kemoterapi bagi pasien kanker stadium lanjut walaupun 
pasien menderita lebih banyak. Ketika tim kesehatan pasien kanker menentukan bahwa kanker 
tidak lagi dapat dikendalikan, pengobatan kanker seringkali tidak dilanjutkan. Profesi medis 
tidak perlu merasa “kalah”, bila pasien meninggal. Kematian harus diterima sebagai sebagian 
dari kehidupan. Tugas dokter berusaha agar pasien bisa disembuhkan, tetapi apabila pasien tidak 
dapat disembuhkan lagi (sudah terminal) dokter bertugas untuk menjaga agar cara meninggalnya 
berlangsung dengan baik. Dalam keadaan tersebut pasien harus diberikan asuhan paliatif. Paliatif 
berasal dari kata Latin pallium yang berarti mantol, artinya menciptakan keadaan nyaman bagi 
pasien dan sedapat mungkin meringankan penderitaannya. (Bertens. K, 2011). 
Kualitas hidup pada kanker stadium lanjut menjadi faktor penting. Instrumen yang 
termasuk dalam kualitas hidup atau Quality of Life (QoL) adalah gejala klinis, fungsi psikologis, 
spiritual dan kehidupan sosial. (Maria, 2007). Perawatan paliatif membantu pasien melakukan 
pengobatan secara lengkap, penelitian menunjukkan bahwa pasien kanker yang menerima 
perawatan paliatif selama kemoterapi lebih mungkin untuk melengkapi siklus pengobatan 
mereka, daripada pasien kanker yang tidak menerima perawatan paliatif. 
Oleh karena itu dalam perawatan paliatif pasien terminal pada kanker, diperlukan peranan 
dari berbagai tenaga medis seperti dokter onkologi, dokter paliatif, perawat, psikolog, apoteker, 
dan lainnya sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidup pasien kanker. Kerjasama yang 
efektif oleh tenaga kesehatan dari berbagai profesi merupakan kunci penting dalam 
meningkatkan kualitas perawatan pasien dan meningkatkan keselamatan pasien. 
Kasus 
Pasien B seorang wanita berusia 46 tahun memiliki riwayat tumor otak. Keluhan awal 
dirasakan sejak tahun 2009. Ia menjalankan pengobatan kemoterapi di Singapura. Setelah 
melakukan pengobatan di Singapura kondisinya membaik dan dinyatakan sembuh. Ia dapat 
beraktivitas kembali sebagai istri sekaligus ibu dari tiga orang anak dan pengusaha. 
Pada bulan April 2014 ia datang ke RS Dharmais dalam keadaan sudah tidak sadar. 
Dokter menyatakan bahwa kondisi tumor di otaknya semakin buruk. Ketika sadar kembali 
pasien tidak dapat berbicara, hanya dapat menangis, ekstremitas kaku, dan terlihat kurang dapat 
menerima keadaanya. 
Setelah dokter onkologi menyatakan sudah tidak dapat dilakukan pengobatan lagi, 
akhirnya ia dirawat di rumah oleh keluarga dan “care giver”. Pasien saat ini hanya dapat 
berbaring di tempat tidur. Ia menggunakan NGT sebagai alat bantu untuk asupaan nutrisi, 
disamping itu pasien masih dapat minum dengan bantuan sendok. Ia juga menggunakan kateter. 
Kesadarannya cukup baik hanya saja ia tidak dapat berkomunikasi secara verbal. Komunikasi
yang dilakukan hanya dapat dilihat dari mata saja. Kondisinya juga semakin memburuk karena 
tubuhnya semakin kaku yang disebabkan kejang akibat penyakit tumor otak nya berkembang. 
Selain sakit fisik yang dideritanya ia juga mengalami penderitaan secara emosionalnya. 
Hal tersebut dikarenakan pasien dengan suaminya telah berpisah sejak sakitnya memburuk. 
Selain itu usaha yang dimilikinya juga diambil oleh suaminya. Saat ini ia tinggal bersama ibu 
dan anak-anaknya. 
Pada awalnya keluarga juga belum dapat menerima kondisinya. Ibu dari pasien juga 
mengatakan apabila ia menjaga pola makan dengan baik pasti penyakit tersebut tidak akan 
muncul kembali dan makin memburuk seperti ini. Tetapi dokter paliatif meluruskan 
pernyataannya tersebut dengan mengatakan bahwa pasien yang didiagnosa tumor atau ca dapat 
mengalami kekambuhan kembali walaupun telah membaik setelah 20 tahun. 
Dokter paliatif dan perawat dari rumah sakit secara rutin datang ke rumah untuk melihat 
kondisinya dan memberikan obat yang dibutuhkan. Kegiatan yang disenangi olehnya adalah 
karaoke atau mendengarkan lagu. Kondisinya saat ini sudah terlihat lebih tenang walaupun 
apabila bertemu dengan orang asing terlihat lebih sensitif. Keluarga juga sudah semakin 
menerima keadaan pasien dan juga rutin mengajak pasien untuk berdoa. Ketika berdoa ia 
terlihat semakin tenang. 
4 
Diskusi 
Neoplasma SSP mencakup neoplasma yang berasal dari dalam otak, medulla spinalis, 
atau meningen, serta tumor metastatik dari tempat lain. Neoplasma SSP primer berbeda dengan 
neoplasma yang timbul di tempat lain, lesi yang secara histologis jinak dapat menyebabkan 
kematian karena penekanan terhadap struktur vital. Prognosis dipengaruhi oleh beberapa faktor 
termasuk letak, derajat histologik tumor, dan usia. 
Manifestasi dari tumor otak bermacam-macam diantaranya peningkatan tekanan 
intrakranial (nyeri kepala) atau kelainan fokal yang berkaitan dengan lokasinya (kejang). (Kumar 
et al, 2007) Manifestasi, komplikasi penyakit dan peristiwa terkait pengobatan dapat 
mengurangi kualitas hidup pasien. Pasien tumor otak dengan prognosis buruk sehingga terapi 
oleh dokter onkologi sudah tidak bermanfaat lagi, maka pasien sebaiknya dimasukkan ke dalam 
perawatan paliatif agar kualitas hidup yang dijalani lebih baik. 
Kondisi psikologis pasien terminal juga tidak boleh lepas dari perhatian tenaga medis. 
Psikologis pada pasien terminal berbeda – beda namun dapat digariskan suatu perkembangan 
tertentu yang meliputi lima fase, yaitu : 1. Fase pertama pasien menyangkal begitu saja, setelah 
memperoleh kabar buruk tentang penyakitnya yang fatal. 2. Fase kedua pasien memberontak. 3. 
Fase ketiga pasien coba tawar menawar dengan penyakit yang mengancam dirinya. 4. Fase 
depresif. 5. Fase terakhir adalah penerimaan nasibnya dengan pasrah.(Bertens, 2011). Pada kasus 
ini awalnya keluarga korban tidak menerima bahwa pasien tidak dapat ditangani dan pasien juga 
tidak menerima dengan kondisinya yang tidak dapat beraktivitas seperti dahulu. Tetapi setelah 
mendapatkan perawatan paliatif pasien terlihat lebih tenang dan keluarga juga sudah lebih 
menerima keadaan pasien. 
Kualitas hidup sesorang dapat dinilai dengan beberapa metode kuesioner diantaranya 
dengan SF-36(Surey Questionnaire), AQoL (Assessment Quality of Life), LOT-R (Life
Orientation Test), MQoL(McGill Quality of Life Questionnaire), CGI (Client Genererated 
Index), dll. Kuesioner ataupun indikator yang digunakan dalam Qol bertujuan untuk menilai 
secara fisik, psikologis, eksistensial termasuk pandangan hidup dan perkembangan dari kondisi 
pasien yang bermakna secara sosisal dan faktor pendukung seperti keluarga maupun tenaga 
kesehatan. Kuesioner yang cocok digunakan bagi pasien perawatan paliatif di Asia adalah 
MQoL. (Maria, 2007) 
Pada kasus pasien tumor otak ini, pasien memiliki kualitas hidup yang lebih baik setelah 
mendapatkan perawatan paliatif. Pasien sudah dapat mengatasi sakit yang disebabkan oleh 
masalah pribadinya. Hal tersebut dikarenakan dokter paliatif bersama tim selalu memantau 
perkembangan dari pasien baik fisik maupun psikis. 
Pasien kanker mengharapkan mendapatkan pelayanan perawatan paliatif yang baik 
diantaranya dapat mengontrol rasa sakit pasien dan gejala lainnya, selain itu pasien ingin 
perawatan terkoordinasi dengan baik. Keinginan pasien agar dapat terkoordinasi dengan baik 
ditentukan dari koordinasi dokter paliatif dengan tim medis lainnya. Untuk mencapai tujuan 
tersebut diperlukan komunikasi dan kerjasama yang baik antar profesi medis. Komunikasi yang 
baik diperlihatkan seperti pada model kolaboratif tipe 2. 
5 
Dokter 
pasien 
pemberi 
layanan 
lain 
perawat 
Dokter 
Pemberi 
layanan lain 
pasien 
perawat 
Gambar 1. Model praktek kolaboratif, tipe 1 Gambar 2. Model praktek kolaboratif tipe 2 
(sumber: Siegler & Whitney, 1999) 
Praktek kolaboratif yang ditunjukkan oleh tim paliatif pada pasien ini sudah mengacu 
pada model kolaboratif tipe 2. Dokter bersama perawat berusaha meningkatkan kualitas hidup 
pasien. Selama perawatan selain dengan dokter paliatif, dokter spesialis ikut berperan. 
Contohnya apabila terjadi hal yang tidak terduga seperti adanya edema paru maka dokter paliatif 
segera berkonsultasi dengan dokter spesialis. Dokter juga bekerja sama dengan pemberi layanan 
lain pada pasien ini dalam mengurus asuransi kesehatan pasien seperti BPJS (Badan 
Penyelenggara Jaminan Sosial). 
Ada beberapa hal yang sebaiknya dicermati antar tim medis yaitu: 
1. instruksi yang diberikan kurang jelas dan petugas yang diberikan instruksi tidak minta 
klarifikasi, 
2. tidak terjadi interaksi verbal sama sekali, biasanya antar dokter ahli kecuali bila ada 
konferensi kasus, 
3. pemberi instruksi tidak meyakinkan bahwa instruksinya dimengerti oleh petugas, 
4. dokter ahli tidak menganggap dokter ruangan, perawat sebagai mitra kerja, 
5. Lemahnya aturan mengenai hak dan tanggung jawab masing-masing petugas kesehatan.
Instruksi yang diberikan kurang jelas dan yang diberikan instruksi tidak minta klarifikasi 
merupakan hal sering terjadi. Seperti pada kasus, perawat mengatakan bahwa pernah terjadi 
kesalahan karena adanya komunikasi yang salah dengan dokter sehingga perawat salah 
memberikan obat. 
Perlunya kerja sama yang lebih besar didorong oleh tekanan yang sama seperti usaha 
peningkatan dalam layanan kanker, tekanan untuk akses yang tepat terhadap perawatan, 
kurangnya kontinuitas dalam perawatan, kebutuhan yang belum terpenuhi oleh layanan saat ini, 
permintaan untuk perawatan suportif dan terbatasnya sumber daya pada tenaga kesehatan. 
Untuk menerapkan praktek kolaborasi interprofesional (EIPCP) dengan baik banyak 
komponen yang harus dipenuhi. Cara yang ditempuh untuk menghasilkan kolaborasi tersebut 
menurut program POBC3, educational workshop, yang dihubungkan dengan rekomendasi 
Registered Nurses' Association of Ontario (RNAO) sebagai panduan praktik terbaik yaitu : 
6 
Tabel 1. Penerapan Praktek Kolaborasi Interprofesional 
Strategi POBC3 Rekomendasi RNAO 
Peserta membahas komponen praktik 
kolaboratif untuk memahami apa yang terlibat 
dan argumen yang mendasari. Intervensi ini 
membangkitkan minat para profesional dan 
membantu untuk menentukan kecocokan 
dengan lingkungan kerja mereka. 
Mengembangkan pengetahuan tentang nilai-nilai 
dan perilaku yang mendukung kerja tim 
serta dampak dari kerja sama tim terhadap 
keselamatan pasien Dengan demikian : 
▪Menginformasikan diri sendiri tentang atribut 
tim yang mendukung. 
▪Mengartikulasikan keyakinan mereka nilai 
kerja sama tim. 
▪Menunjukkan kesediaan mereka untuk bekerja 
secara efektif dengan orang lain. 
Peserta yang terlibat dalam pendidikan latihan 
strategi komunikasi dari beragam profesi 
mengembangkan kapasitas relasional mereka. 
Strategi ini mengidentifikasi hambatan 
komunikasi yang efektif 
Berkontribusi terhadap budaya yang 
mendukung kerja sama tim yang efektif 
dengan: 
▪Mendemonstrasikan akuntabilitas atas 
tindakan, antusiasme, motivasi, dan komitmen 
untuk tim. 
▪Memahami peran sendiri, ruang lingkup 
praktek, dan tanggung jawab, serta mencari 
informasi dan mengembangkan pemahaman 
tentang peran dan lingkup praktik lainnya. 
▪Bertanggung jawab dan saling menghormati 
dalam berkomunikasi. 
Setelah peserta mengidentifikasi situasi klinis 
yang menarik, mereka mendiskusikan 
intervensi psiko-sosial dengan cara kolaboratif. 
Kegiatan dilakukan oleh peserta bekerjasama 
dengan ahli psikososial dan profesional 
terlatih. 
Tim menetapkan proses yang jelas dan struktur 
kolaborasi yang mengarah ke kualitas kerja 
lingkungan dan hasil yang berkualitas bagi 
pasien dengan: 
▪Proses untuk membangun resolusi konflik dan 
pemecahan masalah. 
▪Menetapkan proses untuk mengembangkan,
7 
Mentoring oleh para ahli profesional 
menargetkan strategi pemecahan masalah, 
untuk menjamin kelanjutan dalam melakukan 
pembelajaran, dan mengidentifikasi untuk 
kebutuhan lokakarya pendidikan lebih lanjut. 
mencapai, dan mengevaluasi kinerja tim, 
tujuan bersama, dan hasil. 
▪Membangun kapasitas untuk pemecahan 
masalah yang sistematis. 
▪Berpartisipasi dengan pelaksanaan praktek 
untuk mendukung peningkatan kerjasama di 
tingkat fungsional dan organisasi. 
▪Memasukkan non-hirarki, praktek kerja yang 
demokratis untuk memvalidasi semua 
kontribusi dari anggota tim. 
Membangun proses pengambilan keputusan 
untuk berbagai keadaan seperti: 
• darurat; 
• hari-hari fungsi; 
• perencanaan jangka panjang; 
• pengembangan kebijakan; 
• perencanaan perawatan 
Menilai persepsi peserta dari fungsi mereka 
saat ini antar-profesional dan memberikan 
umpan balik satu sama lain. 
Tim melakukan dengan terbuka, jujur, dan 
transparan: 
▪Proses membangun untuk memastikan 
komunikasi yang efektif. 
▪Mengembangkan kemampuan dalam 
mendengarkan aktif. 
Sumber : Tremblay dkk , 2010. 
Gambar 4. Faktor yang mempengaruhi kerjasama interprofesi 
Jika setiap orang yang akan melakukan kerjasama mengetahui kelemahan dari dirinya 
maka hambatan yang mempengaruhi proses kerjasama dapat diatasi. Berbagai strategi dalam 
mewujudkan kolaborasi interprofesional yang baik dapat diterapkan sejak menempuh pendidikan 
kesehatan. Sehingga timbul metode pembelajaran IPE (Interprofessional Education) yang 
bertujuan agar tim medis selanjutnya dapat berkolaborasi secara baik. Metode Pembelajaran 
Interprofesional yang mungkin dapat diterapkan di perguruan tinggi yaitu: 
1) Kuliah klasikal 
Perkuliahan melibatkan beberapa pengajar dari berbagai disiplin ilmu dan melibatkan mahasiswa 
dari berbagai profesi kesehatan. 
2) Kuliah Tutorial (PBL)
Kuliah tutorial dilakukan dengan diskusi kelompok kecil melibatkan mahasiswa dari berbagai 
profesi kesehatan kemudian membahas suatu masalah dan mencoba mengindentifikasi serta 
mencari penyelesaian dari masalah yang dihadapi. 
8 
3) Kuliah Laboratorium 
Kuliah laboratorium dilaksanakan pada tatanan laboratorium. Modul yang digunakan adalah 
modul terintegrasi yang melibatkan mahasiswa yang berasal dari berbagai profesi kesehatan. 
4) Kuliah Skills Laboratorium 
Dalam pembelajaran skills laboratorium, mahasiswa dapat mempraktekkan cara berkolaborasi 
dengan mahasiswa dari berbagai profesi dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien. 
5) Kuliah Profesi/Klinis-Lapangan 
Pada pendidikan profesi mahasiswa dihadapkan pada situasi nyata di lapangan untuk 
memberikan pelayanan kepada pasien nyata. 
Gambar 4. Pendidikan Interprofesi untuk mempersiapkan Praktik Kolaborasi 
(sumber: Dikti, 2014) 
Kerjasama Interprofesional dalam Islam 
Rasulullah sangat memahami bahwa manusia itu memiliki kemampuan sekaligus 
keterbatasan. Masing- masing orang memiliki keterbatasan skill individu yang tidak dimiliki 
orang lain. Beliau juga memahami bahwa tidak ada orang yang bisa menguasai segala bidang, 
karena dalam satu keunggulan seseorang dihalangi oleh keterbatasan-keterbatasan lain. 
“Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai kesanggupannya” (Al- Baqarah: 286) 
Sebagai contoh adalah Sibawaih yang dikenal sebagai pakar ilmu Nahwu. Dia pernah 
belajar hadits, namun tidak mampu dan daya tangkapnya rendah. Kemudian dia berpindah 
belajar tentang Nahwu. Ternyata dalam bidang ini, dia sangat cerdas menangkap disiplin ilmu 
Nahwu. Bahkan dia banyak merintis teori teori baru dalam ilmu Nahwu. 
Dalam sebuah hadits disebutkan : “Setiap sesuatu dimudahkan berdasarkan (untuk apa) ia 
diciptakan.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Timirdzi, Ibnu Hibban, dll dari Imran bin 
Hushain).
Al- Khalil bin Ahmad berkata bahwa manusia itu terdiri dari empat macam yaitu 
pertama, orang yang paham dan ia tahu bahwa dirinya paham. Itulah tipe orang alim, maka 
ikutilah dia. Kedua, orang yang paham, namun dia tidak tahu bahwa dirinya paham. Itulah tipe 
orang tidur, maka bangunkanlah dia. Ketiga, orang yang tidak paham, dan tahu bahwa dirinya 
tidak paham. Itulah orang yang belajar, maka ajarkanlah dia. Keempat, orang yang tidak paham 
dan dia tidak tahu bahwa dirinya tidak paham. Itulah orang jahil, maka tolaklah dia. 
Mengenali lapisan kepribadian kita sangat penting sebelum berkontribusi. Tujuannya, 
untuk mengenal berapa banyak daya dan amunisi yang sanggup kita berikan. Tanpa mengetahui 
peta kemampuan pribadi, maka dikhawatirkan kontribusi tidak akan maksimal dan tidak terarah 
dengan baik. Rasulullah bersabda : “Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar; yang 
paling keras memperjuangkan agama Allah adalah Umar; yang paling benar malunya adalah 
Utsman; yang paling adil dalam menetapkan hukum adalah Ali bin Abi Thalib; yang paling fasih 
bacaan Al Qur’annya adalah Ubay bin Ka’ab; yang paling mengerti halal dan haram adalah 
Mu’adz bin Jabal; yang paling pintar berargumentasi dari mereka adalah Zaid bin Tsabit. 
Ingatlah, setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu 
Ubaidah bin Al Jarrah” (HR. Ibnu Majah dari Anas bin Malik). (Yasir. M, 2012) 
Belajar dari Rasulullah yang memahami secara detil lapisan- lapisan kepribadian dirinya 
bahkan juga sahabatnya, sehingga bisa memaksimalkan mereka dalam membangun peradaban 
Islam. Begitu juga dalam membangun kerjasama antar profesi, harus menyadari terlebih dahulu 
bahwa masing-masing memiliki keterbatasan dalam pengetahuan. Sehingga akan terjalin 
komunikasi baik antar profesi dan akan maksimal dalam mencapai tujuan dari kerjasama 
tersebut. 
9 
Simpulan 
Pasien kanker dengan perawatan paliatif diharapkan memiliki kualitas hidup yang lebih 
baik dibandingkan pasien kanker yang tidak mendapatkan perawatan paliatif. Untuk memperoleh 
kualitas hidup pasien yang lebih baik diperlukan kolaborasi dari tim medis. Komunikasi 
interprofesional yang baik diperlukan dalam membangun kerjasama untuk perbaikan kualitas dan 
perawatan pasien. Penerapan Praktek Kolaborasi Interprofesional menurut program POBC3 dan 
rekomendasi RNAO dapat diterapkan pada kolaborasi tim medis di Indonesia. Kerjasama 
interprofesional ini dapat dibangun dari masa menempuh pendidikan kesehatan. Dalam 
bekerjasama tentunya kita akan memberikan kontribusi, seperti Rasulullah, sebelum memberikan 
kontribusi sebaiknya kita mengenal potensi diri. 
Acknowledgment 
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT atas rahmat-Nyalah penyusunan 
case Report ini dapat terlaksana, DR. Drh. Hj. Titiek Djannatun dan dr. Hj. RW. Susilowati, 
Mkes selaku koordinator penyusun dan pelaksana blok elektif, dr. Hj. Riyani W, DMM, MSc 
selaku dosen pengampu kepeminatan perawatan paliatif, dr. Zwasta Pribadi Mahardika, M. Med 
Ed selaku dosen tutor, dr. Maria Asterina Witjaksono, Pall Med dari RS Kanker Dharmais selaku 
koordinator lapangan serta rekan-rekan kelompok yang telah membantu dalam penyusunan 
laporan ini.
10 
Daftar Pustaka 
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan 
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. 
Basuki, Endang. 2008. Komunikasi Antar Petugas Kesehatan. Maj Kedokt Indon, Volum: 58, 
No: 9. 
Bertens, K. 2011. Etika Biomedis. Yogyakarta : Kanisius. 
Center to advance palliative care. The Case For Hospital Palliatie Care. Improving Quality. 
Reducing Cost. Available at: www.capc.org. 15 November 2014 (14:30). 
Dikti. 2014. Nilai Kolaborasi Antar Profesi dan Pengembangan Pendidikan Interprofesi Menuju 
Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas. Kementrian pendidikan dan kebudayaan. 
IDACC. Questionnaires. Available at: http://idacc.healthbase.info/questionnaires.html. 16 
November 2014 (13:05). 
Foxman, Stuart. 2013. It Takes a Team. Complexity of palliative care demands interprofessional 
collaboration. End-of-Life Care. 
Kumar, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC. 
Sedyowinarso, Mariyono, Mora Claramita. Buku Acuan Umum CFHC-IPE. Bab II. Yogyakarta : 
UGM. 
Siegler, Fay.W. 1999. Kolaborasi perawat – dokter. Perawatan orang dewasa dan lansia. 
Jakarta: EGC. 
Tremblay, Dominique, dkk. 2010. Interprofessional collaborative practice within cancer teams: 
Translating evidence into action. A mixed methods study protocol. Implementation Science, 
5:53. 
Witjaksono, Maria. A. 2007. Quality of Life Assessment in Palliatie Stage Cancer Patients. 
Indonesian Journal of Cancer, 2 : 77-79. 
World Health Organization. WHO Palliative care is an essential part of cancer control. 
Available at: http: http://www.who.int/cancer/palliative/en/. 15 November 2014 (09:25). 
Yasir, Muhamad. 2012. Jangan Hidup Jika tak Memberi Manfaat. Jakarta : Pustaka Al- Kautsar.

More Related Content

What's hot

Menyampaikan Kabar Buruk dengan Protokol SPIKES
Menyampaikan Kabar Buruk dengan Protokol SPIKESMenyampaikan Kabar Buruk dengan Protokol SPIKES
Menyampaikan Kabar Buruk dengan Protokol SPIKES
I Putu Cahya Legawa
 
format pengkajian keperawatan komunitas
format pengkajian keperawatan komunitasformat pengkajian keperawatan komunitas
format pengkajian keperawatan komunitas
LSIM
 
Teknologi Tepat Guna dalam Kebidanan
Teknologi Tepat Guna dalam KebidananTeknologi Tepat Guna dalam Kebidanan
Teknologi Tepat Guna dalam Kebidanan
pjj_kemenkes
 
Neoplasma
NeoplasmaNeoplasma
Neoplasma
pjj_kemenkes
 
Ruang lingkup keperawatan
Ruang lingkup  keperawatanRuang lingkup  keperawatan
Ruang lingkup keperawatan
STIKES GRAHA MEDIKA
 
Keluarga asuhan keperawatan pada keluarga melepas anak dewasa muda
Keluarga asuhan keperawatan pada keluarga melepas anak dewasa mudaKeluarga asuhan keperawatan pada keluarga melepas anak dewasa muda
Keluarga asuhan keperawatan pada keluarga melepas anak dewasa mudaElvia Malbeni HarLen
 
Pembahasan Soal UKOM KMB
Pembahasan Soal UKOM KMBPembahasan Soal UKOM KMB
Pembahasan Soal UKOM KMB
HenriantoKarolusSire
 
Makalah pencegahan primer sekunder tersier
Makalah pencegahan primer sekunder tersierMakalah pencegahan primer sekunder tersier
Makalah pencegahan primer sekunder tersier
Muhammad Iqbal
 
PPT kanker serviks
PPT kanker serviksPPT kanker serviks
PPT kanker serviks
Dea Fahmi
 
Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...
Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...
Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...
Yolly Finolla
 
Modul 3 kb1 pemeriksaan fisik sistem pencernaan
Modul 3 kb1 pemeriksaan fisik sistem pencernaanModul 3 kb1 pemeriksaan fisik sistem pencernaan
Modul 3 kb1 pemeriksaan fisik sistem pencernaan
Uwes Chaeruman
 
Askep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaAskep Retinoblastoma
Askep Retinoblastoma
Sri Nala
 
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluarga
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluargaRuang lingkup dan trend issue keperawatan keluarga
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluarga
ayu rahmadani
 
Pre konferens
Pre konferensPre konferens
Pre konferens
Riska Gistiyani
 
MODEL EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP).pdf
MODEL EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP).pdfMODEL EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP).pdf
MODEL EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP).pdf
Ikakusumawardani5
 
Perspektif Keperawatan Maternitas
Perspektif Keperawatan MaternitasPerspektif Keperawatan Maternitas
Perspektif Keperawatan Maternitas
Fransiska Oktafiani
 
Asuhan keperawatan kehilangan dan berduka
Asuhan keperawatan kehilangan dan berdukaAsuhan keperawatan kehilangan dan berduka
Asuhan keperawatan kehilangan dan berduka
Amalia Senja
 
Standar Praktek Keperawatan Jiwa
Standar Praktek Keperawatan JiwaStandar Praktek Keperawatan Jiwa
Standar Praktek Keperawatan Jiwarest_istirahat
 

What's hot (20)

Menyampaikan Kabar Buruk dengan Protokol SPIKES
Menyampaikan Kabar Buruk dengan Protokol SPIKESMenyampaikan Kabar Buruk dengan Protokol SPIKES
Menyampaikan Kabar Buruk dengan Protokol SPIKES
 
format pengkajian keperawatan komunitas
format pengkajian keperawatan komunitasformat pengkajian keperawatan komunitas
format pengkajian keperawatan komunitas
 
Teknologi Tepat Guna dalam Kebidanan
Teknologi Tepat Guna dalam KebidananTeknologi Tepat Guna dalam Kebidanan
Teknologi Tepat Guna dalam Kebidanan
 
Neoplasma
NeoplasmaNeoplasma
Neoplasma
 
Ruang lingkup keperawatan
Ruang lingkup  keperawatanRuang lingkup  keperawatan
Ruang lingkup keperawatan
 
Masalah Kesehatan Di Indonesia
Masalah Kesehatan Di IndonesiaMasalah Kesehatan Di Indonesia
Masalah Kesehatan Di Indonesia
 
Keluarga asuhan keperawatan pada keluarga melepas anak dewasa muda
Keluarga asuhan keperawatan pada keluarga melepas anak dewasa mudaKeluarga asuhan keperawatan pada keluarga melepas anak dewasa muda
Keluarga asuhan keperawatan pada keluarga melepas anak dewasa muda
 
Pembahasan Soal UKOM KMB
Pembahasan Soal UKOM KMBPembahasan Soal UKOM KMB
Pembahasan Soal UKOM KMB
 
Makalah pencegahan primer sekunder tersier
Makalah pencegahan primer sekunder tersierMakalah pencegahan primer sekunder tersier
Makalah pencegahan primer sekunder tersier
 
PPT kanker serviks
PPT kanker serviksPPT kanker serviks
PPT kanker serviks
 
Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...
Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...
Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...
 
Modul 3 kb1 pemeriksaan fisik sistem pencernaan
Modul 3 kb1 pemeriksaan fisik sistem pencernaanModul 3 kb1 pemeriksaan fisik sistem pencernaan
Modul 3 kb1 pemeriksaan fisik sistem pencernaan
 
Askep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaAskep Retinoblastoma
Askep Retinoblastoma
 
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluarga
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluargaRuang lingkup dan trend issue keperawatan keluarga
Ruang lingkup dan trend issue keperawatan keluarga
 
Pre konferens
Pre konferensPre konferens
Pre konferens
 
MODEL EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP).pdf
MODEL EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP).pdfMODEL EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP).pdf
MODEL EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP).pdf
 
Perspektif Keperawatan Maternitas
Perspektif Keperawatan MaternitasPerspektif Keperawatan Maternitas
Perspektif Keperawatan Maternitas
 
Florence nightingale
Florence nightingaleFlorence nightingale
Florence nightingale
 
Asuhan keperawatan kehilangan dan berduka
Asuhan keperawatan kehilangan dan berdukaAsuhan keperawatan kehilangan dan berduka
Asuhan keperawatan kehilangan dan berduka
 
Standar Praktek Keperawatan Jiwa
Standar Praktek Keperawatan JiwaStandar Praktek Keperawatan Jiwa
Standar Praktek Keperawatan Jiwa
 

Similar to palliative

Kb 3 perawatan paliatif pada anak dan pasien usia lanjut
Kb 3 perawatan paliatif pada anak dan pasien usia lanjutKb 3 perawatan paliatif pada anak dan pasien usia lanjut
Kb 3 perawatan paliatif pada anak dan pasien usia lanjut
Uwes Chaeruman
 
ARTIKEL ADAPTASI.pdf
ARTIKEL ADAPTASI.pdfARTIKEL ADAPTASI.pdf
ARTIKEL ADAPTASI.pdf
Yelmi Reni Putri SY
 
paliatif di bidang kandungan.pptx
paliatif di bidang kandungan.pptxpaliatif di bidang kandungan.pptx
paliatif di bidang kandungan.pptx
AlceAlceEverdien
 
2023 PRINSIP PP DAN ETIKA KEMKES dr. Maria.pptx
2023 PRINSIP PP DAN ETIKA KEMKES dr. Maria.pptx2023 PRINSIP PP DAN ETIKA KEMKES dr. Maria.pptx
2023 PRINSIP PP DAN ETIKA KEMKES dr. Maria.pptx
Mariaankira
 
jurnal
jurnaljurnal
jurnal
Nanang Soleh
 
Presentasi sidang rara
Presentasi sidang raraPresentasi sidang rara
Presentasi sidang rara
Pocut Kasim
 
2026 4024-1-sm
2026 4024-1-sm2026 4024-1-sm
2026 4024-1-sm
putriisriyanti
 
komunikasidalampraktekfarmasi-121107014428-phpapp01.pptx
komunikasidalampraktekfarmasi-121107014428-phpapp01.pptxkomunikasidalampraktekfarmasi-121107014428-phpapp01.pptx
komunikasidalampraktekfarmasi-121107014428-phpapp01.pptx
anditia3
 
Juknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif CareJuknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif Care
Irene Susilo
 
Naskah publikasi
Naskah publikasiNaskah publikasi
Naskah publikasi
Dewi Afifi
 
219 218-1-pb
219 218-1-pb219 218-1-pb
219 218-1-pb
Yabniel Lit Jingga
 
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kankerKb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
Uwes Chaeruman
 
Novi.ppt
Novi.pptNovi.ppt
Novi.ppt
hipgabisulteng
 
PERSPEKTIF KEPERAWATAN.ppt
PERSPEKTIF KEPERAWATAN.pptPERSPEKTIF KEPERAWATAN.ppt
PERSPEKTIF KEPERAWATAN.ppt
deltaaprianti1
 
Bab i
Bab iBab i
Komunikasi dalam praktek farmasi
Komunikasi dalam praktek farmasiKomunikasi dalam praktek farmasi
Komunikasi dalam praktek farmasi
Nur Fadillah
 
Wawasan Penting tentang Perawatan Paliatif.pdf
Wawasan Penting tentang Perawatan Paliatif.pdfWawasan Penting tentang Perawatan Paliatif.pdf
Wawasan Penting tentang Perawatan Paliatif.pdf
papahku123
 
Mekanisme koping dan kesiapan diri preoperatif pada pasien
Mekanisme koping dan kesiapan diri preoperatif pada pasienMekanisme koping dan kesiapan diri preoperatif pada pasien
Mekanisme koping dan kesiapan diri preoperatif pada pasien
Yelmi Reni Putri SY
 

Similar to palliative (20)

Kb 3 perawatan paliatif pada anak dan pasien usia lanjut
Kb 3 perawatan paliatif pada anak dan pasien usia lanjutKb 3 perawatan paliatif pada anak dan pasien usia lanjut
Kb 3 perawatan paliatif pada anak dan pasien usia lanjut
 
ARTIKEL ADAPTASI.pdf
ARTIKEL ADAPTASI.pdfARTIKEL ADAPTASI.pdf
ARTIKEL ADAPTASI.pdf
 
paliatif di bidang kandungan.pptx
paliatif di bidang kandungan.pptxpaliatif di bidang kandungan.pptx
paliatif di bidang kandungan.pptx
 
2023 PRINSIP PP DAN ETIKA KEMKES dr. Maria.pptx
2023 PRINSIP PP DAN ETIKA KEMKES dr. Maria.pptx2023 PRINSIP PP DAN ETIKA KEMKES dr. Maria.pptx
2023 PRINSIP PP DAN ETIKA KEMKES dr. Maria.pptx
 
jurnal
jurnaljurnal
jurnal
 
Presentasi sidang rara
Presentasi sidang raraPresentasi sidang rara
Presentasi sidang rara
 
2026 4024-1-sm
2026 4024-1-sm2026 4024-1-sm
2026 4024-1-sm
 
komunikasidalampraktekfarmasi-121107014428-phpapp01.pptx
komunikasidalampraktekfarmasi-121107014428-phpapp01.pptxkomunikasidalampraktekfarmasi-121107014428-phpapp01.pptx
komunikasidalampraktekfarmasi-121107014428-phpapp01.pptx
 
Jurnal keperawatan soedirman
Jurnal keperawatan soedirmanJurnal keperawatan soedirman
Jurnal keperawatan soedirman
 
Juknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif CareJuknis HIV: Paliatif Care
Juknis HIV: Paliatif Care
 
Naskah publikasi
Naskah publikasiNaskah publikasi
Naskah publikasi
 
219 218-1-pb
219 218-1-pb219 218-1-pb
219 218-1-pb
 
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kankerKb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
Kb 2 perawatan paliatif pada pasien kanker
 
2159 3918-1-sm
2159 3918-1-sm2159 3918-1-sm
2159 3918-1-sm
 
Novi.ppt
Novi.pptNovi.ppt
Novi.ppt
 
PERSPEKTIF KEPERAWATAN.ppt
PERSPEKTIF KEPERAWATAN.pptPERSPEKTIF KEPERAWATAN.ppt
PERSPEKTIF KEPERAWATAN.ppt
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Komunikasi dalam praktek farmasi
Komunikasi dalam praktek farmasiKomunikasi dalam praktek farmasi
Komunikasi dalam praktek farmasi
 
Wawasan Penting tentang Perawatan Paliatif.pdf
Wawasan Penting tentang Perawatan Paliatif.pdfWawasan Penting tentang Perawatan Paliatif.pdf
Wawasan Penting tentang Perawatan Paliatif.pdf
 
Mekanisme koping dan kesiapan diri preoperatif pada pasien
Mekanisme koping dan kesiapan diri preoperatif pada pasienMekanisme koping dan kesiapan diri preoperatif pada pasien
Mekanisme koping dan kesiapan diri preoperatif pada pasien
 

Recently uploaded

Lp persalinan normal maternitas keperawatan
Lp persalinan normal maternitas keperawatanLp persalinan normal maternitas keperawatan
Lp persalinan normal maternitas keperawatan
jeanlomirihi1
 
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmaskesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
IrmaFitriani7
 
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdfBuku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
SIMRS Cendana
 
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptxLAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
GregoryStevanusGulto
 
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 202425 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
SriyantiSulaiman
 
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docxLAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
YuniAfridaniHasibuan
 
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptxPMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
kartikaoktarini
 
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.pptPenanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
SuryaniAnggun2
 
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdfVaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
ShaoranAulia1
 
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.pptPencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Rizkiyahnovianti
 
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptxPPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
kartikaoktarini
 
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdfPanduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
AbdulWahid24425
 
lp HERNIA keperawatan medical bedah stase
lp HERNIA keperawatan medical bedah staselp HERNIA keperawatan medical bedah stase
lp HERNIA keperawatan medical bedah stase
jeanlomirihi1
 

Recently uploaded (13)

Lp persalinan normal maternitas keperawatan
Lp persalinan normal maternitas keperawatanLp persalinan normal maternitas keperawatan
Lp persalinan normal maternitas keperawatan
 
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmaskesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
 
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdfBuku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
Buku Panduan Penggunaan Terminologi LOINC.pdf
 
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptxLAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
 
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 202425 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
25 Kecakapan Kader.pptx Puskesmas Kota Ratu Tahun 2024
 
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docxLAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
LAPORAN AUDIT INTERNAL UKM PKM PP 1.docx
 
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptxPMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
 
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.pptPenanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
 
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdfVaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
 
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.pptPencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
 
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptxPPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
 
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdfPanduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
 
lp HERNIA keperawatan medical bedah stase
lp HERNIA keperawatan medical bedah staselp HERNIA keperawatan medical bedah stase
lp HERNIA keperawatan medical bedah stase
 

palliative

  • 1. 1 LAPORAN KASUS BLOK ELEKTIF “Kolaborasi Dokter Paliatif dengan Tim Medis Lain Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Kanker” Nama : Dewi Rahmita Sari NPM : 1102011078 Kelompok 2 Bidang Kepeminatan Perawatan Paliatif Dosen Pengampu : dr. Hj. Riyani W, DMM, MSc Tutor : dr. Zwasta Pribadi Mahardika, M. Med Ed Fakultas Kedokteran Universitas YARSI 2014/2015
  • 2. 2 “Kolaborasi Dokter Paliatif dengan Tim Medis Lain Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Kanker” Abstract Background – The incidence of cancer in Indonesia has been rising in elderly people. When a cancer patient’s health care team determines that the cancer can no longer be controlled, cancer treatment often stop. But the person’s care continues, with an emphasis on improving their quality of life. In such circumstances the patient should be given palliative care. Patients with cancer receiving palliative care during chemotherapy are more likely to complete their cycle of treatment than similar patients who did not receive palliative care. A healthcare system that supports effective teamwork can improve the quality of patient care, enhance patient safety. Case Report – Patient B is 46-year-old who is suffering from brain cancer which she had suffered in 2009 before. Her disease recovered when she got treatment in Singapura. She came to Dharmais hospital in 2014 with unconscious condition. When consciousness was recovered, she felt mad with her condition. Her disease is no longer curable, so she is referred by her doctor to attend palliative care. Discussion – Quality of life (Qol) tools like SF-36(Surey Questionnaire), AQoL (Assessment Quality of Life), LOT-R (Life Orientation Test), MQoL(McGill Quality of Life Questionnaire), CGI (Client Genererated Index) that commonly use in patients with advance stage. The purpose of all this questionnaire for assess physical, psychological, existential which include outlook in life and support domains. Palliative care teams ensuring good communication with everyone: the patient, the family, the primary doctor and nurse, all the consulting physicians and the rest of the interdisciplinary health care team. The need for greater collaboration is being driven by the same pressures as those driving the cancer services, the pressure for timely access to care, lack of continuity in care, needs unmet by current services, demand for supportive care and dearth of health human resources. Conclusion – Application of Interprofessional Collaborative Practice according to POBC3 program and recommendations from RNAO can be implemented to the medical team collaboration in Indonesia. It can be implemented since in medical college. This collaboration is absolutely necessary to providing quality, coordinated care of patients. Keywords: palliative physician collaboration, medical teams, quality of life Abstrak Latar belakang- Angka kejadian kanker di Indonesia meningkat pada orang tua. Ketika tim kesehatan pasien kanker menentukan bahwa kanker tidak lagi dapat dikendalikan, pengobatan kanker seringkali tidak dilanjutkan. Tapi perawatan pada pasien harus terus dilakukan, dengan penekanan pada peningkatan kualitas hidup mereka. Dalam keadaan tersebut pasien harus diberikan perawatan paliatif. Pasien dengan kanker yang menerima perawatan paliatif selama kemoterapi lebih mungkin untuk melengkapi siklus pengobatan dibandingkan pasien kanker yang tidak menerima perawatan paliatif. Sistem kesehatan yang mendukung kerja sama tim, efektif dapat meningkatkan kualitas perawatan pasien, meningkatkan keselamatan pasien. Kasus – Pasien B, 46 tahun, menderita kanker otak yang diderita sejak tahun 2009 sebelumnya. Penyakitnya sembuh ketika ia mendapat perawatan di Singapura. Dia datang ke rumah sakit Dharmais tahun 2014 dengan kondisi tak sadarkan diri. Ketika kesadaran itu pulih, ia merasa marah dengan kondisinya. Penyakitnya tidak lagi dapat disembuhkan, sehingga dia dirujuk oleh dokter untuk perawatan paliatif. Diskusi – Alat yang umum digunakan pada pasien dengan stadium lanjut untuk menilai kualitas hidup (Qol) seperti SF-36(Surey Questionnaire), AQoL (Assessment Quality of Life), LOT-R (Life Orientation Test), MQoL(McGill Quality of Life Questionnaire), CGI (Client Genererated Index). Tujuan dari semua kuesioner ini untuk menilai fisik, psikologis, eksistensial yang meliputi pandangan hidup dan faktor pendukung. Tim perawatan paliatif memastikan komunikasi yang baik dengan semua orang: pasien, keluarga, dokter primer dan perawat, semua dokter konsultasi dan seluruh tim kesehatan interdisipliner. Perlunya kerja sama yang lebih besar didorong oleh tekanan yang sama seperti usaha peningkatan dalam layanan kanker, tekanan untuk akses yang tepat terhadap perawatan, kurangnya kontinuitas dalam perawatan, kebutuhan yang belum terpenuhi oleh layanan saat ini, permintaan untuk perawatan suportif dan terbatasnya sumber daya pada tenaga kesehatan. Kesimpulan - Penerapan kolaborasi interprofesional sesuai dengan program POBC3 dan rekomendasi dari RNAO dapat diimplementasikan untuk kolaborasi tim medis di Indonesia. Hal ini dapat diterapkan sejak di perguruan tinggi kesehatan. Kerjasama ini diperlukan untuk menyediakan kualitas, perawatan terkoordinasi pasien. Kata kunci: kolaborasi dokter paliatif, tim medis, kualitas hidup
  • 3. 3 Latar Belakang Kanker atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel/ jaringan yang tidak terkendali, terus bertumbuh/bertambah, immortal (tidak dapat mati). Prevalensi kanker di Indonesia pada tahun 2013 meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi kanker agak tinggi pada bayi (0,3‰) dan meningkat pada umur ≥15 tahun, dan tertinggi pada umur ≥75 tahun (5‰). (Riskesdas, 2013) Profesi kedokteran berjuang terus dalam mengobati pasien. Peluang 5% keberhasilan menjadi alasan untuk mengusahakan kemoterapi bagi pasien kanker stadium lanjut walaupun pasien menderita lebih banyak. Ketika tim kesehatan pasien kanker menentukan bahwa kanker tidak lagi dapat dikendalikan, pengobatan kanker seringkali tidak dilanjutkan. Profesi medis tidak perlu merasa “kalah”, bila pasien meninggal. Kematian harus diterima sebagai sebagian dari kehidupan. Tugas dokter berusaha agar pasien bisa disembuhkan, tetapi apabila pasien tidak dapat disembuhkan lagi (sudah terminal) dokter bertugas untuk menjaga agar cara meninggalnya berlangsung dengan baik. Dalam keadaan tersebut pasien harus diberikan asuhan paliatif. Paliatif berasal dari kata Latin pallium yang berarti mantol, artinya menciptakan keadaan nyaman bagi pasien dan sedapat mungkin meringankan penderitaannya. (Bertens. K, 2011). Kualitas hidup pada kanker stadium lanjut menjadi faktor penting. Instrumen yang termasuk dalam kualitas hidup atau Quality of Life (QoL) adalah gejala klinis, fungsi psikologis, spiritual dan kehidupan sosial. (Maria, 2007). Perawatan paliatif membantu pasien melakukan pengobatan secara lengkap, penelitian menunjukkan bahwa pasien kanker yang menerima perawatan paliatif selama kemoterapi lebih mungkin untuk melengkapi siklus pengobatan mereka, daripada pasien kanker yang tidak menerima perawatan paliatif. Oleh karena itu dalam perawatan paliatif pasien terminal pada kanker, diperlukan peranan dari berbagai tenaga medis seperti dokter onkologi, dokter paliatif, perawat, psikolog, apoteker, dan lainnya sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidup pasien kanker. Kerjasama yang efektif oleh tenaga kesehatan dari berbagai profesi merupakan kunci penting dalam meningkatkan kualitas perawatan pasien dan meningkatkan keselamatan pasien. Kasus Pasien B seorang wanita berusia 46 tahun memiliki riwayat tumor otak. Keluhan awal dirasakan sejak tahun 2009. Ia menjalankan pengobatan kemoterapi di Singapura. Setelah melakukan pengobatan di Singapura kondisinya membaik dan dinyatakan sembuh. Ia dapat beraktivitas kembali sebagai istri sekaligus ibu dari tiga orang anak dan pengusaha. Pada bulan April 2014 ia datang ke RS Dharmais dalam keadaan sudah tidak sadar. Dokter menyatakan bahwa kondisi tumor di otaknya semakin buruk. Ketika sadar kembali pasien tidak dapat berbicara, hanya dapat menangis, ekstremitas kaku, dan terlihat kurang dapat menerima keadaanya. Setelah dokter onkologi menyatakan sudah tidak dapat dilakukan pengobatan lagi, akhirnya ia dirawat di rumah oleh keluarga dan “care giver”. Pasien saat ini hanya dapat berbaring di tempat tidur. Ia menggunakan NGT sebagai alat bantu untuk asupaan nutrisi, disamping itu pasien masih dapat minum dengan bantuan sendok. Ia juga menggunakan kateter. Kesadarannya cukup baik hanya saja ia tidak dapat berkomunikasi secara verbal. Komunikasi
  • 4. yang dilakukan hanya dapat dilihat dari mata saja. Kondisinya juga semakin memburuk karena tubuhnya semakin kaku yang disebabkan kejang akibat penyakit tumor otak nya berkembang. Selain sakit fisik yang dideritanya ia juga mengalami penderitaan secara emosionalnya. Hal tersebut dikarenakan pasien dengan suaminya telah berpisah sejak sakitnya memburuk. Selain itu usaha yang dimilikinya juga diambil oleh suaminya. Saat ini ia tinggal bersama ibu dan anak-anaknya. Pada awalnya keluarga juga belum dapat menerima kondisinya. Ibu dari pasien juga mengatakan apabila ia menjaga pola makan dengan baik pasti penyakit tersebut tidak akan muncul kembali dan makin memburuk seperti ini. Tetapi dokter paliatif meluruskan pernyataannya tersebut dengan mengatakan bahwa pasien yang didiagnosa tumor atau ca dapat mengalami kekambuhan kembali walaupun telah membaik setelah 20 tahun. Dokter paliatif dan perawat dari rumah sakit secara rutin datang ke rumah untuk melihat kondisinya dan memberikan obat yang dibutuhkan. Kegiatan yang disenangi olehnya adalah karaoke atau mendengarkan lagu. Kondisinya saat ini sudah terlihat lebih tenang walaupun apabila bertemu dengan orang asing terlihat lebih sensitif. Keluarga juga sudah semakin menerima keadaan pasien dan juga rutin mengajak pasien untuk berdoa. Ketika berdoa ia terlihat semakin tenang. 4 Diskusi Neoplasma SSP mencakup neoplasma yang berasal dari dalam otak, medulla spinalis, atau meningen, serta tumor metastatik dari tempat lain. Neoplasma SSP primer berbeda dengan neoplasma yang timbul di tempat lain, lesi yang secara histologis jinak dapat menyebabkan kematian karena penekanan terhadap struktur vital. Prognosis dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk letak, derajat histologik tumor, dan usia. Manifestasi dari tumor otak bermacam-macam diantaranya peningkatan tekanan intrakranial (nyeri kepala) atau kelainan fokal yang berkaitan dengan lokasinya (kejang). (Kumar et al, 2007) Manifestasi, komplikasi penyakit dan peristiwa terkait pengobatan dapat mengurangi kualitas hidup pasien. Pasien tumor otak dengan prognosis buruk sehingga terapi oleh dokter onkologi sudah tidak bermanfaat lagi, maka pasien sebaiknya dimasukkan ke dalam perawatan paliatif agar kualitas hidup yang dijalani lebih baik. Kondisi psikologis pasien terminal juga tidak boleh lepas dari perhatian tenaga medis. Psikologis pada pasien terminal berbeda – beda namun dapat digariskan suatu perkembangan tertentu yang meliputi lima fase, yaitu : 1. Fase pertama pasien menyangkal begitu saja, setelah memperoleh kabar buruk tentang penyakitnya yang fatal. 2. Fase kedua pasien memberontak. 3. Fase ketiga pasien coba tawar menawar dengan penyakit yang mengancam dirinya. 4. Fase depresif. 5. Fase terakhir adalah penerimaan nasibnya dengan pasrah.(Bertens, 2011). Pada kasus ini awalnya keluarga korban tidak menerima bahwa pasien tidak dapat ditangani dan pasien juga tidak menerima dengan kondisinya yang tidak dapat beraktivitas seperti dahulu. Tetapi setelah mendapatkan perawatan paliatif pasien terlihat lebih tenang dan keluarga juga sudah lebih menerima keadaan pasien. Kualitas hidup sesorang dapat dinilai dengan beberapa metode kuesioner diantaranya dengan SF-36(Surey Questionnaire), AQoL (Assessment Quality of Life), LOT-R (Life
  • 5. Orientation Test), MQoL(McGill Quality of Life Questionnaire), CGI (Client Genererated Index), dll. Kuesioner ataupun indikator yang digunakan dalam Qol bertujuan untuk menilai secara fisik, psikologis, eksistensial termasuk pandangan hidup dan perkembangan dari kondisi pasien yang bermakna secara sosisal dan faktor pendukung seperti keluarga maupun tenaga kesehatan. Kuesioner yang cocok digunakan bagi pasien perawatan paliatif di Asia adalah MQoL. (Maria, 2007) Pada kasus pasien tumor otak ini, pasien memiliki kualitas hidup yang lebih baik setelah mendapatkan perawatan paliatif. Pasien sudah dapat mengatasi sakit yang disebabkan oleh masalah pribadinya. Hal tersebut dikarenakan dokter paliatif bersama tim selalu memantau perkembangan dari pasien baik fisik maupun psikis. Pasien kanker mengharapkan mendapatkan pelayanan perawatan paliatif yang baik diantaranya dapat mengontrol rasa sakit pasien dan gejala lainnya, selain itu pasien ingin perawatan terkoordinasi dengan baik. Keinginan pasien agar dapat terkoordinasi dengan baik ditentukan dari koordinasi dokter paliatif dengan tim medis lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan komunikasi dan kerjasama yang baik antar profesi medis. Komunikasi yang baik diperlihatkan seperti pada model kolaboratif tipe 2. 5 Dokter pasien pemberi layanan lain perawat Dokter Pemberi layanan lain pasien perawat Gambar 1. Model praktek kolaboratif, tipe 1 Gambar 2. Model praktek kolaboratif tipe 2 (sumber: Siegler & Whitney, 1999) Praktek kolaboratif yang ditunjukkan oleh tim paliatif pada pasien ini sudah mengacu pada model kolaboratif tipe 2. Dokter bersama perawat berusaha meningkatkan kualitas hidup pasien. Selama perawatan selain dengan dokter paliatif, dokter spesialis ikut berperan. Contohnya apabila terjadi hal yang tidak terduga seperti adanya edema paru maka dokter paliatif segera berkonsultasi dengan dokter spesialis. Dokter juga bekerja sama dengan pemberi layanan lain pada pasien ini dalam mengurus asuransi kesehatan pasien seperti BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Ada beberapa hal yang sebaiknya dicermati antar tim medis yaitu: 1. instruksi yang diberikan kurang jelas dan petugas yang diberikan instruksi tidak minta klarifikasi, 2. tidak terjadi interaksi verbal sama sekali, biasanya antar dokter ahli kecuali bila ada konferensi kasus, 3. pemberi instruksi tidak meyakinkan bahwa instruksinya dimengerti oleh petugas, 4. dokter ahli tidak menganggap dokter ruangan, perawat sebagai mitra kerja, 5. Lemahnya aturan mengenai hak dan tanggung jawab masing-masing petugas kesehatan.
  • 6. Instruksi yang diberikan kurang jelas dan yang diberikan instruksi tidak minta klarifikasi merupakan hal sering terjadi. Seperti pada kasus, perawat mengatakan bahwa pernah terjadi kesalahan karena adanya komunikasi yang salah dengan dokter sehingga perawat salah memberikan obat. Perlunya kerja sama yang lebih besar didorong oleh tekanan yang sama seperti usaha peningkatan dalam layanan kanker, tekanan untuk akses yang tepat terhadap perawatan, kurangnya kontinuitas dalam perawatan, kebutuhan yang belum terpenuhi oleh layanan saat ini, permintaan untuk perawatan suportif dan terbatasnya sumber daya pada tenaga kesehatan. Untuk menerapkan praktek kolaborasi interprofesional (EIPCP) dengan baik banyak komponen yang harus dipenuhi. Cara yang ditempuh untuk menghasilkan kolaborasi tersebut menurut program POBC3, educational workshop, yang dihubungkan dengan rekomendasi Registered Nurses' Association of Ontario (RNAO) sebagai panduan praktik terbaik yaitu : 6 Tabel 1. Penerapan Praktek Kolaborasi Interprofesional Strategi POBC3 Rekomendasi RNAO Peserta membahas komponen praktik kolaboratif untuk memahami apa yang terlibat dan argumen yang mendasari. Intervensi ini membangkitkan minat para profesional dan membantu untuk menentukan kecocokan dengan lingkungan kerja mereka. Mengembangkan pengetahuan tentang nilai-nilai dan perilaku yang mendukung kerja tim serta dampak dari kerja sama tim terhadap keselamatan pasien Dengan demikian : ▪Menginformasikan diri sendiri tentang atribut tim yang mendukung. ▪Mengartikulasikan keyakinan mereka nilai kerja sama tim. ▪Menunjukkan kesediaan mereka untuk bekerja secara efektif dengan orang lain. Peserta yang terlibat dalam pendidikan latihan strategi komunikasi dari beragam profesi mengembangkan kapasitas relasional mereka. Strategi ini mengidentifikasi hambatan komunikasi yang efektif Berkontribusi terhadap budaya yang mendukung kerja sama tim yang efektif dengan: ▪Mendemonstrasikan akuntabilitas atas tindakan, antusiasme, motivasi, dan komitmen untuk tim. ▪Memahami peran sendiri, ruang lingkup praktek, dan tanggung jawab, serta mencari informasi dan mengembangkan pemahaman tentang peran dan lingkup praktik lainnya. ▪Bertanggung jawab dan saling menghormati dalam berkomunikasi. Setelah peserta mengidentifikasi situasi klinis yang menarik, mereka mendiskusikan intervensi psiko-sosial dengan cara kolaboratif. Kegiatan dilakukan oleh peserta bekerjasama dengan ahli psikososial dan profesional terlatih. Tim menetapkan proses yang jelas dan struktur kolaborasi yang mengarah ke kualitas kerja lingkungan dan hasil yang berkualitas bagi pasien dengan: ▪Proses untuk membangun resolusi konflik dan pemecahan masalah. ▪Menetapkan proses untuk mengembangkan,
  • 7. 7 Mentoring oleh para ahli profesional menargetkan strategi pemecahan masalah, untuk menjamin kelanjutan dalam melakukan pembelajaran, dan mengidentifikasi untuk kebutuhan lokakarya pendidikan lebih lanjut. mencapai, dan mengevaluasi kinerja tim, tujuan bersama, dan hasil. ▪Membangun kapasitas untuk pemecahan masalah yang sistematis. ▪Berpartisipasi dengan pelaksanaan praktek untuk mendukung peningkatan kerjasama di tingkat fungsional dan organisasi. ▪Memasukkan non-hirarki, praktek kerja yang demokratis untuk memvalidasi semua kontribusi dari anggota tim. Membangun proses pengambilan keputusan untuk berbagai keadaan seperti: • darurat; • hari-hari fungsi; • perencanaan jangka panjang; • pengembangan kebijakan; • perencanaan perawatan Menilai persepsi peserta dari fungsi mereka saat ini antar-profesional dan memberikan umpan balik satu sama lain. Tim melakukan dengan terbuka, jujur, dan transparan: ▪Proses membangun untuk memastikan komunikasi yang efektif. ▪Mengembangkan kemampuan dalam mendengarkan aktif. Sumber : Tremblay dkk , 2010. Gambar 4. Faktor yang mempengaruhi kerjasama interprofesi Jika setiap orang yang akan melakukan kerjasama mengetahui kelemahan dari dirinya maka hambatan yang mempengaruhi proses kerjasama dapat diatasi. Berbagai strategi dalam mewujudkan kolaborasi interprofesional yang baik dapat diterapkan sejak menempuh pendidikan kesehatan. Sehingga timbul metode pembelajaran IPE (Interprofessional Education) yang bertujuan agar tim medis selanjutnya dapat berkolaborasi secara baik. Metode Pembelajaran Interprofesional yang mungkin dapat diterapkan di perguruan tinggi yaitu: 1) Kuliah klasikal Perkuliahan melibatkan beberapa pengajar dari berbagai disiplin ilmu dan melibatkan mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan. 2) Kuliah Tutorial (PBL)
  • 8. Kuliah tutorial dilakukan dengan diskusi kelompok kecil melibatkan mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan kemudian membahas suatu masalah dan mencoba mengindentifikasi serta mencari penyelesaian dari masalah yang dihadapi. 8 3) Kuliah Laboratorium Kuliah laboratorium dilaksanakan pada tatanan laboratorium. Modul yang digunakan adalah modul terintegrasi yang melibatkan mahasiswa yang berasal dari berbagai profesi kesehatan. 4) Kuliah Skills Laboratorium Dalam pembelajaran skills laboratorium, mahasiswa dapat mempraktekkan cara berkolaborasi dengan mahasiswa dari berbagai profesi dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien. 5) Kuliah Profesi/Klinis-Lapangan Pada pendidikan profesi mahasiswa dihadapkan pada situasi nyata di lapangan untuk memberikan pelayanan kepada pasien nyata. Gambar 4. Pendidikan Interprofesi untuk mempersiapkan Praktik Kolaborasi (sumber: Dikti, 2014) Kerjasama Interprofesional dalam Islam Rasulullah sangat memahami bahwa manusia itu memiliki kemampuan sekaligus keterbatasan. Masing- masing orang memiliki keterbatasan skill individu yang tidak dimiliki orang lain. Beliau juga memahami bahwa tidak ada orang yang bisa menguasai segala bidang, karena dalam satu keunggulan seseorang dihalangi oleh keterbatasan-keterbatasan lain. “Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai kesanggupannya” (Al- Baqarah: 286) Sebagai contoh adalah Sibawaih yang dikenal sebagai pakar ilmu Nahwu. Dia pernah belajar hadits, namun tidak mampu dan daya tangkapnya rendah. Kemudian dia berpindah belajar tentang Nahwu. Ternyata dalam bidang ini, dia sangat cerdas menangkap disiplin ilmu Nahwu. Bahkan dia banyak merintis teori teori baru dalam ilmu Nahwu. Dalam sebuah hadits disebutkan : “Setiap sesuatu dimudahkan berdasarkan (untuk apa) ia diciptakan.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Timirdzi, Ibnu Hibban, dll dari Imran bin Hushain).
  • 9. Al- Khalil bin Ahmad berkata bahwa manusia itu terdiri dari empat macam yaitu pertama, orang yang paham dan ia tahu bahwa dirinya paham. Itulah tipe orang alim, maka ikutilah dia. Kedua, orang yang paham, namun dia tidak tahu bahwa dirinya paham. Itulah tipe orang tidur, maka bangunkanlah dia. Ketiga, orang yang tidak paham, dan tahu bahwa dirinya tidak paham. Itulah orang yang belajar, maka ajarkanlah dia. Keempat, orang yang tidak paham dan dia tidak tahu bahwa dirinya tidak paham. Itulah orang jahil, maka tolaklah dia. Mengenali lapisan kepribadian kita sangat penting sebelum berkontribusi. Tujuannya, untuk mengenal berapa banyak daya dan amunisi yang sanggup kita berikan. Tanpa mengetahui peta kemampuan pribadi, maka dikhawatirkan kontribusi tidak akan maksimal dan tidak terarah dengan baik. Rasulullah bersabda : “Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar; yang paling keras memperjuangkan agama Allah adalah Umar; yang paling benar malunya adalah Utsman; yang paling adil dalam menetapkan hukum adalah Ali bin Abi Thalib; yang paling fasih bacaan Al Qur’annya adalah Ubay bin Ka’ab; yang paling mengerti halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal; yang paling pintar berargumentasi dari mereka adalah Zaid bin Tsabit. Ingatlah, setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al Jarrah” (HR. Ibnu Majah dari Anas bin Malik). (Yasir. M, 2012) Belajar dari Rasulullah yang memahami secara detil lapisan- lapisan kepribadian dirinya bahkan juga sahabatnya, sehingga bisa memaksimalkan mereka dalam membangun peradaban Islam. Begitu juga dalam membangun kerjasama antar profesi, harus menyadari terlebih dahulu bahwa masing-masing memiliki keterbatasan dalam pengetahuan. Sehingga akan terjalin komunikasi baik antar profesi dan akan maksimal dalam mencapai tujuan dari kerjasama tersebut. 9 Simpulan Pasien kanker dengan perawatan paliatif diharapkan memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan pasien kanker yang tidak mendapatkan perawatan paliatif. Untuk memperoleh kualitas hidup pasien yang lebih baik diperlukan kolaborasi dari tim medis. Komunikasi interprofesional yang baik diperlukan dalam membangun kerjasama untuk perbaikan kualitas dan perawatan pasien. Penerapan Praktek Kolaborasi Interprofesional menurut program POBC3 dan rekomendasi RNAO dapat diterapkan pada kolaborasi tim medis di Indonesia. Kerjasama interprofesional ini dapat dibangun dari masa menempuh pendidikan kesehatan. Dalam bekerjasama tentunya kita akan memberikan kontribusi, seperti Rasulullah, sebelum memberikan kontribusi sebaiknya kita mengenal potensi diri. Acknowledgment Penulis mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT atas rahmat-Nyalah penyusunan case Report ini dapat terlaksana, DR. Drh. Hj. Titiek Djannatun dan dr. Hj. RW. Susilowati, Mkes selaku koordinator penyusun dan pelaksana blok elektif, dr. Hj. Riyani W, DMM, MSc selaku dosen pengampu kepeminatan perawatan paliatif, dr. Zwasta Pribadi Mahardika, M. Med Ed selaku dosen tutor, dr. Maria Asterina Witjaksono, Pall Med dari RS Kanker Dharmais selaku koordinator lapangan serta rekan-rekan kelompok yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
  • 10. 10 Daftar Pustaka [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Basuki, Endang. 2008. Komunikasi Antar Petugas Kesehatan. Maj Kedokt Indon, Volum: 58, No: 9. Bertens, K. 2011. Etika Biomedis. Yogyakarta : Kanisius. Center to advance palliative care. The Case For Hospital Palliatie Care. Improving Quality. Reducing Cost. Available at: www.capc.org. 15 November 2014 (14:30). Dikti. 2014. Nilai Kolaborasi Antar Profesi dan Pengembangan Pendidikan Interprofesi Menuju Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas. Kementrian pendidikan dan kebudayaan. IDACC. Questionnaires. Available at: http://idacc.healthbase.info/questionnaires.html. 16 November 2014 (13:05). Foxman, Stuart. 2013. It Takes a Team. Complexity of palliative care demands interprofessional collaboration. End-of-Life Care. Kumar, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC. Sedyowinarso, Mariyono, Mora Claramita. Buku Acuan Umum CFHC-IPE. Bab II. Yogyakarta : UGM. Siegler, Fay.W. 1999. Kolaborasi perawat – dokter. Perawatan orang dewasa dan lansia. Jakarta: EGC. Tremblay, Dominique, dkk. 2010. Interprofessional collaborative practice within cancer teams: Translating evidence into action. A mixed methods study protocol. Implementation Science, 5:53. Witjaksono, Maria. A. 2007. Quality of Life Assessment in Palliatie Stage Cancer Patients. Indonesian Journal of Cancer, 2 : 77-79. World Health Organization. WHO Palliative care is an essential part of cancer control. Available at: http: http://www.who.int/cancer/palliative/en/. 15 November 2014 (09:25). Yasir, Muhamad. 2012. Jangan Hidup Jika tak Memberi Manfaat. Jakarta : Pustaka Al- Kautsar.