Peran masyarakat dalam pemantauan pemilu 2019Ahsanul Minan
Pemilu 2019 merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan secara setengah serentak yang mencakup pileg dan pilpres. pemilu serentak penuh akan dimulai tahun 2024
Program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang dimaksudkan untuk meningkatkan parisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih. Program ini melibatkan peran serta masyarakat yang seluas-luasnya di mana mereka ditempatkan sebagai pelopor (pioneer) demokrasi bagi komunitasnya.
Komitmen moral polisi new1;AKBP H.DADANG DJOKO KARYANTO,AMd Mar,SH,SIP,MHDadang DjokoKaryanto
Komitmen moral polisi new1;AKBP H.DADANG DJOKO KARYANTO,AMd Mar,SH,SIP,MH; Sebagai Langkah Awal & Sumbangan Pemikiran dalam Rangka Menambah Motivasi kepada Personil Lapangan dalam Pelaksanaan Kegiatan Pengamanan Pemilu
Peran masyarakat dalam pemantauan pemilu 2019Ahsanul Minan
Pemilu 2019 merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan secara setengah serentak yang mencakup pileg dan pilpres. pemilu serentak penuh akan dimulai tahun 2024
Program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang dimaksudkan untuk meningkatkan parisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih. Program ini melibatkan peran serta masyarakat yang seluas-luasnya di mana mereka ditempatkan sebagai pelopor (pioneer) demokrasi bagi komunitasnya.
Komitmen moral polisi new1;AKBP H.DADANG DJOKO KARYANTO,AMd Mar,SH,SIP,MHDadang DjokoKaryanto
Komitmen moral polisi new1;AKBP H.DADANG DJOKO KARYANTO,AMd Mar,SH,SIP,MH; Sebagai Langkah Awal & Sumbangan Pemikiran dalam Rangka Menambah Motivasi kepada Personil Lapangan dalam Pelaksanaan Kegiatan Pengamanan Pemilu
Slide ini dibuat sebagai materi diskusi dalam acara Bimtek DPRD Kota Metro Lampung. Slide ini menjelaskan beberapa potensi konflik yang rawan muncul dalam Pilkada
Slide ini dibuat sebagai materi diskusi dalam acara Bimtek DPRD Kota Metro Lampung. Slide ini menjelaskan beberapa potensi konflik yang rawan muncul dalam Pilkada
4. ii
Judul Buku :
[BUKAN] Catatan Kaki DEMOKRASI
Penulis:
Komisioner Bawaslu & Staf Bawaslu Kabupaten Pekalongan
Penata sampul dan tata letak :
Moh Khusnul Kowim
Sadam Husyin
Diterbitkan Oleh :
Bawaslu Kabupaten Pekalongan
Cetakan Pertama
Desember 2019
Alamat : Jalan Mandurorejo Kajen, Kab. Pekalongan 51161
Email : panwaskabpekalongan18@gmail.com
Website : pekalongankab.bawaslu.go.id
13. 1
Jalan Terjal Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Nur Anis Kurlia
emilu sebagai pranata wajib dalam pelaksanaan kedaulatan
rakyat dan konstitusi memberikan arah dan mengatur tentang
prinsip-prinsip dasar pemilu, maka sudah menjadi sebuah keharusan
pelaksanaan ketentuan Pemilu dapat terlaksana diiringi dengan
kemampuan mengaktualisasikan dengan mendayaguna-kan seluruh
sumber daya yang ada. Di sinilah peran serta semua unsur jika telah
memiliki kesepahaman dalam proses pemuta-khiran data pemilih maka
akan
P
14. 2
g untuk pemenuhan logistiknya hingga sangat
penting pada proses pemungutan dan penghitungan suara, DPT juga
dapat menjadi peta untuk memperhitungkan kekuatan masa pendukung
dari partai politik peserta Pemilu itu sendiri. Sehingga peluang untuk
terjadinya pelanggaran pemilu nyaris terjadi dari hulu hingga hilir pada
tahapan ini, Padahal munculnya DPT dalam tahapan pemilu didesain
untuk menjadi semacam single data untuk pemilu selanjutnya, dengan
sedikit perbaikan data daftar pemilih yang bersifat dinamis karena
penduduk jumlahnya bisa bertambah dan berkurang setiap hari. Di
Kabupaten Pekalongan sendiri, perjalanan pemutakhiran dan
penetapan daftar pemilih sangat dinamis.
Namun demikian, harusnya dinamisasi data itu juga diukur
secara rasional, sistematis yang terencana dengan melakukan klarifikasi
dan verifikasi dengan serta pihak-pihak terkait seperti lembaga
pemerintahan yang berkompeten yaitu kependudukan. Bukan hanya
pada waktu terjadinya missing data, yang terjadi pada saat penetapan
15. 3
daftar pemilih tetap ( DPT) di Pemilu 2019 yang ada pada hasil
pengawasan Bawaslu Kabupaten Pekalongan terhadap DPT di tiap
tahapan penetapan.
Tabel 1: Pengawasan DPT Tiap Tahapan
Berkembangnya persoalan daftar pemilih yang tak kunjung jadi
dari pemilu ke pemilu hingga Pemilu 2019 tersebut, salah satunya
disebabkan pada update data lapangan. Seperti mencantumkan orang
yang sudah meninggal atau pindah di tempat pemungutan suara yang
sama dan
17. 5
pemilih untuk bersama-sama melakukan pencermatan
pada daftar pemilih serta memberikan masukan dan tanggapan bila
mana terdapat data pemilih yang tidak sesuai. Selain itu, bersama-sama
juga mendorong masyarakat yang belum melakukan perekaman data
untuk segera melakukan perekaman, khususnya pemilih pemula, demi
18. 6
menjaga hak konstitusional warga sebagai pemilih. Karena ini sudah
menjadi tugas dan kebutuhan bersama karena kita semua adalah kunci
dari data pemilih yang akurat, komperhensif, dan mutakhir dan
pembentukan kembali kontrak sosial.
19. 7
Drama Logistik Pemilu 2019 di Kabupaten
Pekalongan
Nur Anis Kurlia
ajat demokrasi berupa Pemilu terbesar di Indonesia kali pertama
berupa pemilu serentak eksekutif (Pilpres) dan legislatif (Pileg)
untuk DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota memang
telah usai tinggal menyisakan pelantikan. Namun demikian, sepanjang
penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) 2019 di sejumlah daerah
tidak berjalan semulus yang dibayangkan, beragam hiruk-pikuk dan
kendala turut melengkapinya termasuk soal perlengkapan
penyelenggaraan yang digunakan dalam pemilu atau yang disebut
H
20. 8
dengan logistik pemilu. Pentingnya logistik pemilu dalam proses
konversi suara pemilih menjadi kursi dalam pemilu. Tanpa logistik
pemilu yang terpenuhi, tidak terdistribusi dan disimpan dengan baik
maka pelaksanaan
23. 11
langkah yang kiranya dapat dilaksanakan
oleh KPU dalam hal pengadaan logistik harus dimulai dari awal, seperti
halnya dalam memilih petugas penyortiran hingga penyiapan surat
suara harus memperhatikan kompetensinya. Jangan sampai cukup
dengan pertimbangan efisiensi atau perhatian tertentu, yang akibatnya
bisa menjadikan pemilu berjalan fatal. Tidak cukup demikian, kesiapan
petugas pemungutan suara dengan segudang sistem yang ada, agar
segala tahapan hingga pelaksanaan dapat berjalan dengan profesional.
Kedua, pengawasan dari unsur penyelenggara seperti bawaslu dan
pihak terkait serta masyarakat perlu ditingkatkan, dimulai dengan
sosialisasi yang lebih sistematis agar persoalan mengawasi menjadi
bagian dari kewajiban masyarakat juga berjalan. Dan ketiga,
koordinasi dan konsolidasi dengan instrumen keamanan seperti TNI -
Polri perlu ditingkatkan untuk menjamin keamanan semua tahapan
pemilu, agar tidak terjadi hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak
pelaksanaan pemilu itu sendiri.
25. 13
Pembuktian Desain Baru Pemilu Jurdil
dan Berintegritas
Nur Anis Kurlia
eskipun Pemilu serentak tahun 2019 ini telah selesai
dilaksanakan, dan patut mendapat apresiasi dari semua pihak
untuk segenap instrumen pelaksanaannya baik dari sipil, TNI-Polri
khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga teknis
bertugas merencanakan, mengatur, menilai, dan melaksanakan dengan
baik, jujur, adil, transparan, dan proporsional. Dan Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga pengawas bertugas mengawasi dan
memastikan seluruh proses pelaksanaan berjalan sesuai dengan
amanah yang diatur dalam konstitusi. Namun tidak sedikit kritik dan
saran dari
M
30. 18
pemilu yang jujur dan adil serta
berintegritas dari sekitar 192.828.520 suara masyarakat Indonesia.
31. 19
Menggalakkan Pengawasan Partisipatif,
Untuk Pemilu yang Berkualitas
(Catatan kecil tentang kampanye)
Ulil Albab
elaran Pemilu serentak 2019 telah usai. Pada 17 April 2019 lalu,
warga yang memiliki hak pilih telah menunaikan haknya untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi
dan DPRD Kab/Kota. Pesta demokrasi yang riuh dengan berbagai
dinamika, telah menghantarkan para kontestan terpilih, untuk
menduduki “tampuk kekuasaan”, setelah berhasil mengumpulkan
pundi-pundi suara. Tentu saja, dalam sebuah kontestasi, masing-masing
G
32. 20
pihak mengatur pola dan menyusun strategi untuk dapat meraup simpati
dan dukungan sebanyak mungkin dari warga pemilih. Sehingga pada
akhirnya, dalam sebuah kontestasi, ada yang menang dan ada yang
tersingkir.
Jika ditarik ke belakang, dalam rentang waktu yang cukup
panjang, lebih dari 6 bulan, sejak 23 September 2018 sampai 13 April
2019, peserta pemilu melakukan kampanye dengan berbagai metode,
baik terbatas maupun umum. Kampanye merupakan sarana bagi para
peserta pemilu, untuk menyampaikan visi dan misi kepada masyarakat
luas. Kampanye adalah ruang untuk menyampaikan gagasan maupun
program. Karena itu, kampanye semestinya bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kampanye menjadi ajang sosialisasi
dan juga merupakan hak warga pemilih untuk mendapatkan informasi
dan untuk dapat mengenali para calon yang hendak dipilih. Peserta
Pemilu diperkenankan memasang Alat Peraga Kampanye (APK).
Selain itu, dalam kegiatan kampanye, pelaksana kampanye dapat
membagikan Bahan Kampanye (BK) sebagai media untuk
memperkenalkan diri calon yang bersangkutan.
Sebagai lembaga yang diberi amanah oleh undang-undang untuk
melakukan pengawasan penyelenggaraan pemilu, Bawaslu memiliki
tanggung jawab untuk memastikan bahwa kegiatan kampanye yang
dilakukan oleh peserta pemilu, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang ada. Dalam melakukan kampanye, pelaksana, peserta ataupun tim
kampanye, harus mematuhi prosedur dengan terlebih dahulu
menyampaikan STTP dari kepolisian sebagai prasyarat legalitas suatu
giat kampanye. Tanpa adanya STTP, maka kegiatan kampanye yang
dilakukan menjadi illegal alias tidak sah. Kampanye juga dibatasi oleh
hal-hal yang dilarang dilakukan baik oleh pelaksana, peserta maupun
33. 21
tim kampanye, sebagaimana ditegaskan dalam UU No 7 Tahun 2017
pasal 280. Pada prinsipnya, aturan-aturan yang ada dibuat untuk
dipedomani bersama. Tujuannya tidak lain adalah untuk terciptanya
ruang kontestasi yang sehat dan kompetisi yang fair.
Tentu saja, disamping lebih intensif dalam mensosialisasikan
ketentuan-ketentuan kampanye kepada para pihak yang
berkepentingan, Bawaslu sekaligus perlu merangkul dan mengajak
seluas mungkin komponen masyarakat, untuk turut berpartisipasi
dalam melakukan pengawasan kegiatan kampanye yang ada.
Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, harus
mendapatkan kesempatan yang sama untuk, disamping menggunakan
hak pilih dengan suka rela, juga mengawal proses demokrasi, dengan
cara terlibat dalam mengawasi proses maupun tahapan pemilu, salah
satunya adalah tahapan kampanye.
Tahapan kampanye merupakan tahapan yang cukup krusial dan
membutuhkan pengawasan yang ektra. Tidak dimungkiri dari
pengalaman setiap pemilu yang ada, terdapat peserta, pelaksana
maupun tim kampanye yang membandel, dengan berupaya melakukan
kecurangan-kecurangan dalam kampanye. Praktik kampanye
terselubung tanpa STTP dengan menunggangi kegiatan tertentu,
“membeli suara” calon pemilih dengan iming-iming finansial (money
politic), adalah beberapa contoh praktek pelanggaran kampanye yang
masih marak terjadi di tengah-tengah masyarakat. Karena itu, strategi
yang perlu dilakukan adalah bagaimana potensi-potensi kecurangan
sebagaimana biasa terjadi dalam praktek kampanye, dapat terlebih
dahulu dilakukan pencegahan. Strategi pencegahan harus lebih
diutamakan, sehingga potensi pelanggaran atas ketentuan kampanye
yang ada, dapat diminimalisir.
34. 22
Bisa jadi, pelanggaran kampanye terjadi karena pihak pelaksana
kampanye kurang memahami ketentuan ataupun aturan yang ada.
Namun bisa juga terjadi, pelanggaran itu terjadi karena ada unsur
kesengajaan untuk melanggar ketentuan yang ada, dengan
memanfaatkan celah keterbatasan tenaga pengawas pemilu, sehingga
mereka merasa luput dari pengawasan.
Kecenderungan terjadinya pelanggaran, salah satunya
disebabkan karena keterbatasan jumlah pengawas pemilu. Tidak semua
potensi pelanggaran dapat terdeteksi sejak dini oleh pengawas pemilu.
Oleh karena itu, merupakan sebuah keniscayaan, untuk melibatkan
seluas mungkin partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu.
Berbagai ormas keagamaan, ormas kepemudaan, komponen pelajar
sebagai pemilih pemula, kalangan mahasiswa, maupun unsur lainnya,
perlu bersatu padu dalam mengawal proses kampanye agar tidak
menyalahi ketentuan yang ada, agar dapat berjalan tertib, tidak
menimbulkan ekses negative dan tidak mengorbankan kepentingan
bersama yang lebih besar.
Kita ketahui bersama, di era yang serba digital saat ini, informasi
apapun dapat masuk dan hilir mudik tanpa selalu dapat dikonfirmasi
kebenarannya. Bisa jadi, teknologi informatika dimanfaatkan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan, untuk melakukan kampanye hitam,
dengan tujuan yang bermacam-macam. Adakalanya, kampanye hitam
tersebut mengandung unsur SARA, yang dapat berpotensi mengganggu
keharmonisan sosial. Adakalanya pula, kampanye hitam dilakukan
untuk menjatuhkan pihak lain. Berita hoax dan juga ujaran kebencian,
juga harus menjadi perhatian bersama untuk dapat dicegah dan
ditangkal.
35. 23
Bagaimana bentuk pengawasan partisipasif masyarakat?
Demi terciptanya pemilu berkualitas, maka sudah semestinya
seluruh komponen masyarakat mempunyai persepsi yang sama, bahwa
proses pemilu harus dilaksanakan sesuai dengan asas pemilu, yakni
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Berkaca dari
pengalaman munculnya pelanggaran yang ada, semua pihak perlu
terlibat dalam mengawasi kegiatan kampanye, di samping tentunya
secara bersama-sama mengupayakan suasana kondusif dan
menciptakan suasana yang aman dan damai. Dalam konteks kampanye,
maka tidak boleh ada pihak yang melakukan intimidasi ataupun
memaksakan kehendak kepada masyarakat pemilih, dalam menentukan
pilihan. Setiap pemilih bebas untuk menyalurkan hak pilihnya, sesuai
hati nurani. Masyarakat harus didorong untuk dapat menolak setiap
ujaran kebencian, berita hoax, kampanye hitam, dan pelanggaran
kampanye lainnya.
Beberapa kasus menunjukkan maraknya praktik money politik
dalam setiap gelaran pemilu yang ditengarai dilakukan dengan pola
yang canggih, sehingga luput dari jeratan. Money politic tersebut
dilakukan untuk mempengaruhi calon pemilih atas pilihannya. Oleh
Karena itu, perlu digalakkan gerakan masyarakat untuk menolak setiap
upaya politik uang, kampanye hitam dan pelanggaran kampanye
lainnya dalam gelaran pemilu.
Bawaslu harus menjadi garda terdepan dalam melakukan
pendidikan politik, untuk bersama-sama masyarakat luas, melakukan
pengawasan tahapan-tahapan pemilu, utamanya tahapan kampanye,
sehingga masyarakat dapat memberikan “hukuman” kepada para
peserta pemilu, jika melakukan upaya kampanye yang bertentangan
dengan asas pemilu tersebut. Masyarakat juga didorong agar tidak ragu
36. 24
untuk ikut melakukan upaya pencegahan, memberikan informasi awal,
maupun melaporkan setiap praktik kampanye yang melanggar, kepada
Bawaslu untuk dapat ditindaklanjuti. Keterlibatan masyarakat dalam
turut mengawasi kampanye bertujuan, agar pesta demokrasi dapat
berjalan dengan baik dan berkualitas, dengan kedaulatan yang benar-
benar berada di tangan rakyat, karena masyarakat dapat melakukan
kontrol secara nyata kepada para kontestan pemilu.
Semakin tumbuh kesadaran masyarakat yang berpartisipasi
dalam pengawasan dan semakin banyak “mata yang mengawasi”,
semakin kecil kemungkinan terjadinya potensi pelanggaran. Oleh
karena itu, “masyarakat yang mengawasi” adalah sebuah keniscayaan.
Hal ini sesuai dengan slogan yang selama ini didengungkan oleh
Bawaslu; “Bersama rakyat awasi Pemilu. Bersama Bawaslu, tegakkan
keadilan Pemilu”.
37. 25
Lika
Moh Khusnul Kowim
da yang berujar pileg (pemilihan legislatif) pemilu 2019 adalah
lowongan kerja terbesar serentak di Indonesia. Kenyataannya
demikian, setiap daerah setidaknya 30an posisi sebagai anggota dewan
diperebutkan oleh ratusan pelamar. Di Kabupaten Pekalongan saja
dengan 45 kursi diperebutkan oleh 422 (empat ratus dua puluh dua)
orang yang tersebar di 5 dapil.
422 orang berlomba-lomba menawarkan diri, memamerkan
kemampuan, prestasi, pengalaman untuk meyakinkan masyarakat
bahwa dia lah yang pantas menjadi wakil mereka. Di tahapan kampanye
A
38. 26
lah, mereka bisa dengan leluasa dan legal berkreasi mensosialisasikan
diri kepada masyarakat.
Tahapan kampanye pemilu 2019 berjalan cukup panjang,
dimulai tanggal 23 September 2018 dan berakhir hingga 13 April 2019.
Kurang lebih 7 bulan atau 203 hari tahapan kampanye berlangsung,
selama itu pula para kandidat mencurahkan segala daya dan upaya
untuk meyakinkan calon pemilih. Muda, tua, milenial, non-milenial,
laki-laki perempuan dan kaya miskin tak terkecuali menjadi target
kampanye. Bahkan tak jarang yang menabrak aturan larangan
keterlibatan anak-anak dalam kampanye.
Peraturan Bawaslu (perbawaslu) Nomor 28 Tahun 2018 tentang
Kampanye Pemilihan Umum mengamanatkan Bawaslu, Bawaslu
Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk melakukan pengawasan
terhadap tahapan kampanye Pemilihan Umum Tahun 2019.
Pengawasan dilakukan terhadap setiap kegiatan kampanye peserta
Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta Pemilu dalam hal
meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau
menyampaikan citra diri peserta pemilu.
Selama tahapan kampanye, Peserta Pemilu dapat melakukan
kegiatan kampanye dengan metode pertemuan terbatas, pertemuan
tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan
alat peraga kampanye di tempat umum, media sosial, iklan media cetak,
media elektronik dan media dalam jaringan, rapat umum, debat
pasangan calon presiden dan wakil presiden serta kegiatan lain yang
tidak melanggar larangan kampanye Pemilu dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
39. 27
Sejak tahapan kampanye berlangsung, Bawaslu melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye melalui pertemuan
terbatas, pertemuan tatap muka, pemasangan alat peraga dan iklan
kampanye di media cetak dan elektronik.
Awal-awal dimulainya pemilu sempat terjadi kegaduhan soal
teknis pemasangan alat peraga kampanye (APK). Beberapa media
kampanye berbentuk spanduk, baliho dan banner yang boleh dipasang
oleh masing-masing calon. Kontestan pemilu yang mempunyai modal
besar bisa dipastikan akan memenuhi sudut-sudut ruang publik dengan
gambar-gambar senyum harap mereka. Pemasangan APK tidak bisa
sendiri dipasang dengan jumlah dan lokasi seenaknya. Ada regulasi
tentang jumlah dan perda dimana titik-titik yang boleh dan tidak
dipasang oleh peserta pemilu. Bisa dibayangkan jika jumlah, ukuran
dan materi APK tidak diatur setiap desa akan penuh sesak dengan APK
yang tentu akan mengganggu estetika, rambu-rambu jalan dan fasilitas
publik lainnya.
Saat ini kandidat masih percaya strategi untuk memperkenalkan
diri kepada masyarakat adalah dengan cukup memasang gambar, nomer
urut, logo partai dan jargon diatas lembaran spanduk. Akibatnya di
minggu pertama dimulainya tahapan kampanye sudah bertebaran
spanduk-spanduk paslon presiden-wakil presiden maupun caleg di
jalan-jalan dan ruang-ruang publik.
Fungsi pemasangan alat peraga kampanye (APK) adalah
mempersuasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pemilu tahun 2019.
Jelas ini yang diharapkan oleh KPU, selaku penyelenggara pemilihan
umum, pemilu yang demokratis dimana masyarakat terlibat aktif
memilih para pemimpinnya. Alat peraga kampanye lebih efektif dalam
40. 28
menyebarkan informasi mengenai calon legislatif, calon Presiden dan
calon Wakil Presiden.
Aturan
Menurut UU No 7/2017 tentang Pemilu, yang dimaksud dengan
kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta Pemilu untuk meyakinkan
pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri
peserta pemilu.
Unsur kampanye menurut UU No 7 tahun 2017 terdiri dari :
1. Kegiatan peserta Pemilu untuk meyakinkan pemilih
2. Menawarkan visi, misi, program dan/atau
3. Citra diri peserta pemilu.
Menurut gugus tugas pengawasan kampanye pemilu 2019 citra
diri meliputi :
a. Logo partai
b. Nomor Urut Partai
Unsur citra diri tersebut di atas harus bersifat kumulatif sehingga
apabila hanya terdiri dari salah satu saja belum bisa dikatakan
memenuhi unsur citra diri.
Antusiasme kontestan terhadap kampanye diawal masa
kampanye sangat tinggi. Tak butuh waktu lama di minggu pertama
masa kampanye sudah tumbuh aneka baliho, spanduk dan banner
bergambar caleg. Seperti halnya jamur dimusim hujan, APK caleg
bertebaran dimana memenuhi ruang-ruang publik.
Sudah diduga sebelumnya jamak pemasangan APK yang
menyalahi aturan, sebagian besar kekeliruan terletak pada lokasi dan
41. 29
cara pemasangan. Penertiban pertama kali oleh Bawaslu dan
stakeholder, telah berhasil menertibkan 400-an lebih APK. Poin
pelanggaran terletak pada lokasi pemasangan yang bukan
peruntukkannya, yakni di jalan-jalan protokol, di fasilitas publik seperti
jembatan dan dipasang dipaku di pohon.
Pelanggaran selanjutnya yakni terkait ukuran yang melebihi
batas ketentuan. Aturannya, baliho tidak boleh lebih dari 3×5 meter,
spanduk 1×5 meter. Kali ini Bawaslu kesulitan menertibkan APK
model demikian. Dengan ukuran media yang tidak masuk dalam aturan.
Untuk berkenaan dengan lokasi, APK yang dipasang di tempat-tempat
yang dilarang juga banyak dijumpai, seperti di fasilitas pemerintah,
sekolah, lembaga pendidikan, tempat ibadah, dan lainnya.
Aturan perihal APK yang sulit untuk didefinisikan adalah APK
harus sesuai kaidah estetika. Estetika seperti apa yang tidak boleh
dilanggar menjadi susah untuk dirumuskan batasan-batasannya.
Pemasangan APK yang alakadarnya dengan hanya memakai bambu
jika dilihat standar keindahan sudah masuk dalam kategori
mengganggu estetika. Oleh karenanya semoga kedepan aturan-aturan
yang multi tafsir ataupun batasan yang tidak jelas bisa diminimalisir.
Baliho efektif??
Menurut pengawasan Bawaslu, ternyata didapati fakta bahwa
tidak semua caleg DPRD Kabupaten, Provinsi dan RI memasang
gambarnya pada APK. Dan yang membuat kaget, beberapa terpilih
menjadi anggota legislatif. Fenomena ini menarik untuk dijadikan
evaluasi dan ditarik kesimpulan sementara bahwa banyaknya APK
tidak menjamin keterpilihan. Ada faktor lain yang lebih penting. Yakni
bentuk kampanye lain, pertemuan tatap muka!
42. 30
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Sinyal Sosial, cerita para
tetangga lebih efisien, dalam mempengaruhi preferensi masyarakat di
hari pemungutan suara. Efisiensi cerita tetangga, demikian Pangeran
Siahaan, Chief Data Evangelist, menyampaikan, melebihi poster dan
selebaran.
Dengan banyaknya APK yang terpasang sebenarnya
penyelenggara pemilu mempunyai harapan besar terhadap peningkatan
jumlah partisipasi pemilih. Semakin banyak media sosialisasi semakin
besar harapan partisipasi masyarakatnya.
43. 31
Peran Penting Pemantau Pemilu
Lukmanul Hakim
emilu 2019 adalah pemilu serentak pertama yang dilaksanakan
berdasarkan UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.
Pemilihan serentak ini merupakan fenomena baru bagi perkembangan
Demokrasi di Negara Republik Indonesia. Keterbatasan jumlah kursi
dan semakin besarnya prosentase parliamentary threshold membuat
kontestan Pemilu berlomba-lomba untuk meraup suara sebanyak-
banyaknya bagaimanapun caranya. Sehingga munculnya berbagai
potensi pelanggaran tak dapat dihindarkan, seperti politik uang, korupsi
politik untuk menyokong pembiayaan kampanye, ketidaknetralan
P
44. 32
aparatur pemerintah, manipulasi dana kampanye, serta manipulasi
dalam penghitungan suara.
Dalam menyikapi berbagai jenis pelanggaran diatas, upaya
Bawaslu bekerjasama dengan lembaga Pemantau Pemilu untuk
membantu melakukan peran pengawasan pemilu. Dalam kerjasama ini,
lembaga pemantau tidak serta merta mengambil alih peran Bawaslu,
dan juga Bawaslu juga tidak boleh mengandalkan dan membebankan
tugas dan fungsi pengawasan kepada lembaga pemantau. Sebab, tugas
dan fungsi Bawaslu dalam melakukan pengawasan sudah ditegaskan
dalam Undang-Undang yang berlaku. Kerelaan dan kesediaan
Pemantau Pemilu ini, harus diletakkan dalam konteks membangun
sinergitas yang lebih komplementer antara Bawaslu dengan Pemantau
Pemilu untuk mengawasi. Adanya Pemantau Pemilu ini juga tidak
mengurangi anggaran Pemerintah, karena sejumlah lembaga pemantau
telah bersedia menyediakan dan menjadi relawan.
Melihat Demokrasi Indonesia kala dulu yang cukup kelam yang
puncaknya terjadi pada akhir tahun 90-an. Salah satu tuntutan yang
paling tajam disampaikan kala itu adalah, bagaimana menciptakan
suatu proses pemilu yang lebih terbuka, jujur, adil, dan jauh dari segala
praktik manipulasi. Banyak kelompok pemantau pemilu yang muncul
untuk menghentikan praktik manipulasi dalam setiap penyelenggaraan
pemilu, Salah satu organisasi pemantau pemilu yang muncul misalnya,
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), yang telah mengakui
salah satu keinginan besar untuk ikut terlibat aktif dalam mengawal
pemilu 1997 untuk memastikan pemerintahan yang kurang sesuai
dengan amanat demokrasi (rezim orde baru) tidak berkuasa kembali.
Kemudian Masa transisi pasca runtuhnya orde baru memicu banyak
partisipasi masyarakat untuk turut serta dalam melakukan pemantauan
45. 33
pemilu. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad
Afifuddin mengatakan terdapat 138 lembaga pemantau pemilu yang
mengawasi proses pemungutan suara pada Rabu 17 April 2019.
Afifuddin berkata, besarnya jumlah pemantau ini juga harus
diapresiasi. Sebab, keberadaan pemantau pemilu sangat penting bagi
penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2019 secara aman, tertib, dan
jujur. keterlibatan pemantau pemilu adalah amanat Undang-Undang
Pemilu Nomor 7/2017. Ketentuan tentang pemantau Pemilu sendiri
termuat dalam Pasal 435, Pasal 437 ayat (7), Pasal 439 ayat (6), dan
Pasal 447 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum. Melengkapi aturan pemantau pemilu, kata Afifuddin, Bawaslu
juga telah menerbitkan pengaturan turunannya dalam Peraturan
Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 4 Tahun 2018.
Ramlan Surbakti, dan Didik Supriyanto, (Partisipasi Warga
Masyarakat Dalam Proses Penyelenggaraan Pemilihan Umum., hlm. 25)
mengatakan Kegiatan pemantauan pemilihan umum pada Pemilu
pertama diatas, tidak hanya dilakukan oleh lembaga pemantau dari
dalam negeri tetapi juga dari luar negeri, seperti IFES, NDI, IRI,
International IDEA, dan Delegasi Uni Eropah. Kegiatan pemantauan
ini melibatkan ratusan ribu mahasiswa dan aktivis LSM di seluruh
Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena hampir semua negara
demokrasi maju (seperti Amerika Serikat, Australia, Negeri Belanda,
Jerman, Inggris, Denmark, Swedia, Norwegia, Finlandia, Uni Eropah
serta PBB/UNDP), menyediaan dana hibah untuk pemantauan Pemilu
dan pendidikan pemilih dalam jumlah yang cukup besar.
Di tahun 2014. Jumlah Lembaga pemantau pemilu berjumlah 19
lembaga. (Daftar Lembaga Pemantau Pemilu Yang telah terakreditasi
oleh KPU).
46. 34
Di tahun 2019, jumlah lembaga pemantau di Pemilu 2019
mencapai 138, jumlah tersebut merupakan jumlah terbanyak dalam
sejarah Indonesia. Semua lembaga pemantau itu yang mendaftar dan
sudah diakreditasi oleh Bawaslu. Lembaga pemantau pemilu tersebut,
berasal dari berbagai latar belakang. Dari pemantau pemilu Indonesia,
luar negeri dan perwakilan negara atau kedutaan besar negara sahabat.
Setiap tahapan pemilu yang sedang berjalan, ada ruang bagi
masyarakat untuk terlibat dalam mengawasi jalannya pemilu. Warga
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 Tahun 2017 tertera
dalam Bab 16 Pemantauan Pemilu bagian kesatu Pasal 435 ayat 1 dan
2 ialah “Organisasi kemasyarakatan berbadan hukum Yayasan atau
berbadan hukum perkumpulan yang terdaftar pada Pemerintah atau
pemerintah daerah”. Dari perundang-undangan yang berlaku bahwa
warga masyarakat dapat mengawal jalannya pemilihan umum yaitu
dengan ikut serta memantau dan mengawasi proses penyelenggaraan
pemilihan umum. Bawaslu adalah Lembaga penyelenggara Pemilu
yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam arti lain. Pemantauan
Pemilu adalah kegiatan Pemantau Pemilu untuk memantau pelaksanaan
tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Dalam Perbawaslu No. 4 Tahun 2018 tentang Pemantauan
Pemilihan Umum, Pemantau Pemilu merupakan lembaga swadaya
masyarakat, badan hukum, lembaga pemantau dari luar negeri, lembaga
pemilihan luar negeri, dan perwakilan negara sahabat di Indonesia,
serta perseorangan yang mendaftar kepada Bawaslu dan telah
memperoleh akreditasi dari Bawaslu. Akreditasi adalah pengesahan
yang diberikan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu
Kabupaten/Kota kepada Pemantau Pemilu yang telah memenuhi
47. 35
persyaratan yang ditetapkan oleh Bawaslu. Seperti halnya Lembaga,
kelompok organisasi maupun kelompok masyarakat yang telah menjadi
relawan yang bersedia menjadi Pemantau Pemilu.
Di wilayah Kabupaten Pekalongan hanya satu lembaga pematau
yang berprogres, terlihat saat salah satu pemantau pemilu tersebut
meminta Anggota Bawaslu Kabupaten Pekalongan menjadi
Narasumber untuk memberi ilmu tentang pengawasan. Pemantau
Pemilu tersebut dari kalangan mahasiswa yang bernama Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah Se-karesidenan Pekalongan. Mahasiswa
IMM tersebut memiliki kurang lebih 10.000 kader total Se-karesidenan
Pekalongan.
Adapun materi yang dibawakan oleh Komisioner Bawaslu
Kabupaten Pekalongan (Wahyudi Sutrisno, S.H, M.H.) terkait pemilu
pengawasan partisipatif, dan ikut aktif melaporkan pelanggaran yang
terjadi, agar pelanggaran yang terjadi dapat ditangani oleh pihak yang
berwenang yakni bawaslu Kabupaten Pekalongan, searah dengan yang
disampaikan oleh Ketua DPD Badrun Nuri menjelaskan tugas IMM
sebagai Pemantau Pemilu agar angka pelanggaran pemilu berkurang
dengan cara pengawasan partisipatif yang dilakukan oleh rekan-rekan
pemantau pemilu. kegiatan pemantauan ini seharusnya dapat menjadi
contoh bagi masyarakat kabupaten pekalongan, walaupun belum
berbentuk sebuah Lembaga pemantau pemilu, khususnya di wilayah
kabupaten pekalongan.
Terbentuknya pemantau pemilu memang membantu kerja
bawaslu, dalam hal pengawasan yang kemudian akan dilanjut dengan
penindakan oleh bawaslu, dapat bersinergi secara langsung dengan
bawaslu. dapat pula merepotkan bawaslu, sebab dalam perannya
pemantau pemilu tidak mendapatkan sumbangan dana, karena
48. 36
keterbatasan dana pemantau tersebut akan membuka celah, Lembaga
pemantau mudah diiming-imingi sejumlah uang dengan perjanjian akan
mengikuti apa yang diperintah oleh oknum partai politik maupun calon
legislatif, serta kepentingan pribadi sehingga tidak netral ataupun
memihak salah satu partai politik. Menggunakan nama Lembaga
pemantau pemilu untuk mempengaruhi jumlah suara dalam pemilu.
melihat fenomena yang mungkin terjadi, bawaslu sigap dalam
menyikapi pemantau pemilu yang tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku maupun pelanggaran kode etik sebagai pemantau pemilu.
Dengan kesigapan tersebut, Bawaslu menindak dengan
mencabut akreditasi dari Situs jurdil2019.org pengembangan dari
pemantau PT Prawedanet Aliansi Teknologi, karena tidak sesuai
dengan prinsip pemantauan, lihat Mochammad Afifuddin, detik.com
Minggu (21/4/2019).
Dari sanksi yang telah diberikan oleh bawaslu tersebut,
diharapkan pemantau pemilu yang lainnya tidak ada lagi pelanggaran
yang dilakukan. Dapat dilihat bahwa yang terjadi saat ini pelanggaran
terhadap prinsip pemantau pemilu dapat menguntungkan dan
merugikan salah satu pihak, yang mana pemantau pemilu seharusnya
netral, tidak memihak. entah apa motif dibalik tindakan yang dilakukan
pemantau pemilu tersebut.
Bawaslu melakukan antisipasi dalam upaya pencegahan melalui
sosialisasi secara berkala dan di tempat-tempat yang rawan akan
pelanggaran, disamping itu bawaslu juga melakukan sosialisasi di
tempat-tempat keramaian, satuan kelompok maupun organisasi
masyarakat. Upaya tersebut sejalan dengan apa yang dilakukan bawaslu
Kabupaten Pekalongan. Namun upaya yang dilakukan oleh bawaslu
Kabupaten Pekalongan tersebut belum menemui jalan terang untuk
49. 37
terbentuknya suatu Lembaga pemantau pemilu di wilayah Kabupaten
Pekalongan. kalau dilihat dari sisi peraturan yang berlaku di tahun
2019, masyarakat Kabupaten Pekalongan belum ada kesiapan dari
berbagai elemen masyarakat, baik dalam izin pembentukan Lembaga,
harus berlaku netral maupun dalam pendanaan untuk melakukan
pengawasan. Dari sisi dinamika masyarakat Kabupaten Pekalongan
masih cukup terbilang aman, antara gesekan-gesekan yang terjadi dapat
diredam oleh bawaslu Kabupaten Pekalongan. Namun untuk pemilu
selanjutnya sangat diharapkan terbentuknya pemantau pemilu, melihat
jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang harus diawasi di Kabupaten
Pekalongan berbanding dengan jumlah anggota pengawas dari tingkat
Kabupaten hingga tingkat tempat pemungutan suara (TPS), berbanding
sangat banyak, dan bagaimanapun pemantau pemilu merupakan
manifestasi dari masyarakat untuk demokrasi yang bermartabat, bila
perlu Pendidikan terhadap pemantau pemilu dapat diadakan dan
dilaksanakan berkala maupun insidentil. Mengingat jika Lembaga
penyelenggara pemilu sudah tidak jujur dan adil, maka demokrasi akan
runtuh dan akan terulang kembali dimasa demokrasi yang kelam seperti
masa dahulu di era 80-an.
Seleksi Bawaslu Terhadap Pengajuan Pendaftaran Pemantau
Pemilu. Setelah melakukan proses pendaftaran kepada Bawaslu,
Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk mendapatkan
Akreditasi Pemantauan Pemilu. kemudian Bawaslu menyeleksi.
Adapun Seleksi-seleksi tersebut ialah:
50. 38
Seleksi Administrasi dan Akreditasi.
A. Seleksi Administrasi
1. Bawaslu dan Bawaslu Provinsi melakukan penelitian
administrasi terhadap persyaratan administrasi Pemantau
Pemilu nasional dan Pemantau Pemilu daerah Provinsi.
2. Penelitian kelengkapan administrasi Pemantau Pemilu daerah
kabupaten/kota dilakukan oleh Bawaslu Provinsi.
3. Dalam melaksanakan tugas Bawaslu dan Bawaslu Provinsi
dapat membentuk panitia Akreditasi.
4. Bawaslu dan Bawaslu Provinsi melakukan penelitian dengan
memeriksa kebenaran dan keabsahan dokumen administrasi.
5. Bawaslu Provinsi melaporkan hasil penelitian kepada Bawaslu.
B. Seleksi Akreditasi
Akreditasi adalah pengesahan yang diberikan oleh
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota
kepada Pemantau Pemilu yang telah memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh Bawaslu.
1. Bawaslu menerbitkan sertifikat Akreditasi bagi Pemantau
Pemilu yang telah lolos penelitian administrasi sebagai bukti
atau tanda izin melakukan pemantauan sesuai dengan wilayah
kerja pemantauan.
2. Akreditasi Pemantau Pemilu berlaku sejak diterbitkannya
sertifikat Akreditasi sampai dengan tahap penetapan calon
terpilih apabila pemantauan diajukan untuk seluruh tahapan
Pemilu.
Setelah lolos Seleksi, Bawaslu Keluarkan kartu tanda
Pengenal Pemantau Pemilu.
51. 39
Setelah lolos Seleksi Administrasi dan Akreditasi
kemudian Bawaslu mengeluarkan Kartu tanda Pengenal
Sebagai Pemantau Pemilu.
1. Tanda Pengenal Pemilu memuat informasi Identitas yang
terdiri atas:
a) Nama alamat Pemantau Pemilu;
b) Nama anggota Pemantau Pemilu;
c) Pas foto diri terbaru anggota Pemantau Pemilu;
d) wilayah kerja pemantauan;
e) nomor dan tanggal Akreditasi;
f) pengesahan Ketua Bawaslu;
g) masa berlaku Akreditasi Pemantau Pemilu.
2. Tanda Pengenal berukuran panjang 10 (sepuluh) centimeter
dan lebar 5 (lima) centimeter, berwarna dasar putih untuk
Pemantau Pemilu dalam negeri, kuning untuk Pemantau
Pemilu asing biasa, dan biru untuk Pemantau Pemilu asing
diplomat.
3. Tanda pengenal dikenakan dalam setiap kegiatan Pemantauan
Pemilu.
B. Sanksi Bagi Pemantau Pemilu:
1. Pemantau Pemilu yang melanggar kewajiban dan larangan
akan dicabut akreditasinya sebagai Pemantau Pemilu untuk
melakukan pemantauan oleh Bawaslu.
2. Pelanggaran dalam hal Pemantau Pemilu dapat dilaporkan
kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu
Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti. Laporan sebagaimana
dimaksud dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh pelapor
52. 40
dengan alamat yang jelas dan disampaikan kepada Bawaslu,
Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
3. Pelanggaran atas kewajiban dan larangan yang dilakukan oleh
pemantau dalam negeri dan terbukti kebenarannya, Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota mencabut
akreditasinya sebagai Pemantau Pemilu.
4. Bagi Pemantau Pemilu asing yang melakukan pelanggaran atas
kewajiban dan larangan serta terbukti kebenarannya, Bawaslu
menyampaikan rekomendasi kepada Menteri yang
menyelenggarakan urusan di bidang hukum dan hak asasi
manusia untuk menetapkan pencabutan status dan hak
Pemantau Pemilu luar negeri.
Pelanggaran atas kewajiban dan larangan yang bersifat
tindak pidana dan/atau perdata yang dilakukan oleh Pemantau
Pemilu dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
53. 41
Kiprah Perempuan dalam Pengawasan Pemilu
Nur Khusna Laila
“Buka HP pakai sandi”
“Buka kulkas ada roti basi”
“Tegakkan semangat wahai para srikandi”
“Tanpa perempuan tidak ada demokrasi”
Ibu Ratna Dewi Pettalolo
Komisioner Bawaslu RI
54. 42
alam rangka mewujudkan penyelenggara Pemilihan Umum
yang berintegritas dan berkredibilitas serta penyelenggaraan
pemilihan umum yang berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, adil dan demokratis, diperlukan pengawasan terhadap
pelaksanaan pemilihan umum. Pasal 89 ayat (1) dan (2) Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan bahwa pengawasan
penyelenggaraan pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Desa/Kelurahan, Pengawas Pemilu Luar Negeri dan Pengawas TPS.
Menjadi pengawas pemilu membutuhkan keberanian dan
integritas yang kuat. Menghadapi pesta demokrasi 2019, pengawasan
tidak hanya dilakukan oleh laki-laki namun perempuan pun harus
berperan aktif. Perempuan juga mempunyai kesempatan setara dengan
kaum laki-laki yang turut mewarnai pengawasan pemilu. Maka
keberadaan kaum hawa sebagai pengawas pemilu menunjukkan bahwa
perempuan mampu bersaing dengan laki-laki. Akan tetapi, hambatan-
hambatan selalu ada bilamana perempuan ikut andil dalam pengawasan
pemilu. Hambatan tersebut diantaranya, budaya patriarki yang
menganggap perempuan tidak layak memimpin, perspektif masyarakat
yang menganggap pemilu adalah urusan laki-laki, keengganan
perempuan untuk belajar dan kuliah tentang politik, dan kebijakan
peraturan serta seleksi jabatan yang masih didominasi perspektif laki-
laki. Disamping hambatan, beberapa kelebihan pengawas pemilu
perempuan seperti kelembutan, ketegasan, sabar, teliti, dan telaten
dalam pengawasan. Disamping itu perempuan juga bisa menjaga kode
etik dan kode perilaku penyelenggara pemilihan umum dengan bekerja
secara profesional, independen dan berintegritas.
D
55. 43
Keterlibatan perempuan dalam pengawasan pemilu merupakan
bagian integral dari pendidikan politik dan dapat meningkatkan
partisipasi perempuan dalam politik. Maka dari itu peran perempuan
sangat efektif dalam pengawasan pemilu. Keterlibatan perempuan pada
pemilu sangat penting. Selain karena jumlah pemilih perempuan yang
besar, perempuan juga ikut berpartisipasi mengawasi ajang pesta
demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa perempuan dan tidak ada Pemilu
adil dan berintegritas tanpa partisipasi perempuan. Partisipasi
perempuan adalah esensi demokrasi. Tidak sekadar hadir, namun
terlibat dan memimpin untuk menghasilkan kebijakan yang setara dan
adil.
Semakin banyak yang mengawasi jalannya pemilu maka pemilu
pun akan berjalan dengan baik. Dalam hal ini pengawasan paling
sederhana seperti mengingatkan anggota keluarga agar tak terjerumus
dalam hal-hal negatif menjelang pemilu 2019. Misalnya ibu-ibu harus
waspada dengan adanya money politics (politik uang), jadi apabila
bapak- bapak atau anggota keluarga di rumah terlibat hal itu maka ibu-
ibulah yang paling pertama berkesempatan mengingatkan.
Perlu diketahui bahwa Bawaslu Kabupaten Pekalongan terdiri
dari 1 Komisioner perempuan, 8 perempuan Panwas Kecamatan, 70
perempuan Pengawas Pemilu Desa/Kelurahan dan 1.099 perempuan
sebagai Pengawas TPS. Total keseluruhan pengawas Pemilu di
Kabupaten Pekalongan sejumlah 1.178 perempuan. Para pengawas
perempuan-perempuan ini mampu mengawasi setiap tahapan pada
pemilu 2019 yang lebih-lebih mengutamakan pencegahan dalam
mengawal tahapan-tahapan pemilu yang ada atas adanya suatu
pelanggaran-pelanggaran pemilu, yang bertujuan pemilu di Kabupaten
Pekalongan dapat berjalan jujur, adil dan makmur dengan harapan
56. 44
Pemilu yang demokratis menjadi perwujudan hak seluruh masyarakat
Kabupaten Pekalongan.
Untuk meningkatkan partisipasi serta peran perempuan dalam
pengawasan pelaksanaan Pemilihan Umum 2019, berbagai upaya
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Pekalongan terus
menyosialisa-sikan kepada perempuan-perempuan di wilayah
Kabupaten Pekalongan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya pelanggaran pemilu pada tahapan-tahapan pemilu dan
penyelenggaraan pemilu pada umumnya. Dalam peringatan Hari Ibu
tanggal 22 Desember 2018, Bawaslu turut aktif menggelar sosialisasi
pengawasan pemilu dengan membagikan bahan sosialisasi berupa
stiker di lapangan Alun-alun Kajen yang dihadiri oleh perempuan-
perempuan berbagai kalangan se-Kabupaten Pekalongan. Stiker
tersebut berisi ajakan untuk menolak politik uang dan melaporkan ke
Bawaslu jika menjumpai pelanggaran. Selain acara peringatan Hari ibu,
Bawaslu Kabupaten Pekalongan juga mengadakan sosialisasi
pengawasan partisipatif dengan tema “Sosialisasi Kelompok Sasaran
bersama Tim Penggerak PKK se-Kabupaten Pekalongan”. Kegiatan
sosialisasi ini bertempat di ruang rapat Bappeda Litbang Kabupaten
Pekalongan pada hari Senin tanggal 25 Maret 2019. Kegiatan ini
berfokus pada kalangan perempuan yaitu ibu-ibu PKK se-Kabupaten
Pekalongan. Acara sosialisasi pengawasan partisipatif ini dihadiri oleh
Ibu Bupati Pekalongan, Ibu Dra. Hj Munafah Asip Kholbihi. Pada
penutupan acara, jajaran perempuan peserta kegiatan mendeklarasikan
tolak politik uang, cegah politisasi sara, menangkal berita hoax dan
menciptakan Pemilu damai, jujur, adil, bermartabat dan berintegritas di
wilayah Kabupaten Pekalongan.
Berbagai sosialisasi yang menitikberatkan peran perempuan
pada pelaksanaan pengawasan pemilu dilakukan oleh Bawaslu
57. 45
Kabupaten Pekalongan. Namun tidak hanya mengadakan sosialisasi
saja, undangan sebagai narasumber untuk acara Darul Arqom Nasiyatul
Aisyiyah II dengan peserta seluruh perempuan Muhammadiyah di
MIM Donowangun Talun, terkait pengawasan partisipatif ini dihadiri
oleh komisioner perempuan Bawaslu Kabupaten Pekalongan, Nur Anis
Kurlia. Materi yang disampaikan bahwa suksesnya Pemilu tidak hanya
ditangan penyelenggara tapi juga atas partisipasi semua masyarakat
termasuk perempuan Kabupaten Pekalongan, sekaligus memberikan
motivasi terhadap keterwakilan perempuan terkait pengawasan
kepemiluan.
59. 47
Peran Mahasiswa dalam Pengawasan
Partisipatif
M. Agung Prakoso
adan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga yang diberi
mandat mengawasi penyelenggaraan pemilu di Indonesia
meningkatkan partisipasi warga Negara Indonesia yang demokratis,
luber dan jurdil. Pemilu bukanlah sekedar ajang seremonial politik
belaka yang menafikan partisipasi politik masyarakat. Masyarakat
harus juga menjadi subjek dalam proses pemilu. Pengawasan
partisipatif yang dilakukan sesungguhnya merupakan sarana untuk
mewujudkan warga negara yang aktif (active citizen) dalam
membangun demokrasi. Pengawasan juga menjadi sarana pembelajaran
B
60. 48
politik/ edukasi politik yang baik bagi masyarakat. Salah satu diantara
elemen dan indikator yang paling mendasar dari keberhasilan dan
kualitas pelaksanaan penyelenggara pemilu yang demokratis adalah
adanya keterlibatan masyarakat secara efektif dalam proses berjalannya
tahapan-tahapan pemilu, khususnya dalam hal pengawasan proses
pemilu. Peran dan partisipatif masyarakat dalam mengawasi atau
memantau jalannya proses demokrasi merupakan hal yang sangat
penting. Partisipatif bertujuan mendorong aktif kegiatan demokrasi
untuk proses kepemiluan. Kepentingan fokus partisipasi menjadi
peningkatan kualitas demokrasi dan kehidupan politik bangsa.
Salah satu alasan pemilihan umum harus diawasi, yaitu pemilu
merupakan kompetisi politik, di Kabupaten Pekalongan itu sendiri
terdapat 45 Kursi dari 422 caleg yang akan berkompetisi untuk
memperebutkan, sehingga potensi-potensi kecurangan maupun
pelanggaran sangat mungkin terjadi. Kegiatan ini adalah kegiatan
sosialisasi pengawasan partisipatif yang harapannya seluruh mahasiswa
dapat berpartisipasi dalam hal pengawasan, pengawasan pelaksanaan
pemilu ini termasuk pada masa kampanye, masa tenang, serta
pemungutan dan perhitungan suara. Jadi tiap-tiap tahapan perlu diawasi
bersama.
Pertanyaannya adalah di mana peran mahasiswa dalam
partisipatif pemilu 2019? Mahasiswa bagaimanapun adalah kelompok
sosial yang sangat istimewa di tengah masyarakat Indonesia. Mereka
dianggap memiliki peranan historis yang signifikan dalam sejarah
bangsa ini, terutama sebagai penyambung lidah rakyat yang dipercayai
masih begitu jujur, idealis, dan bersih.
Peran mahasiswa yang dapat dilakukan oleh mahasiswa baik
secara kelembagaan melalui organisasi kemahasiswaan maupun
61. 49
keterlibatan secara individu, antara lain dalam UU No 7 tahun 2017
tentang Pemilihan Umum Pasal 448 menjelaskan “Bahwa Partisipasi
masyarakat adalah tidak melakukan keberpihakan yang
menguntungkan atau merugikan peserta pemilu, tidak mengganggu
proses penyelenggaraan tahapan pemilu, bertujuan meningkatkan
partisipasi politik masyarakat secara luas, dan mendorong
terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggara pemilu yang
aman, damai, tertib dan lancar”. maka terlibat dalam program relawan
pengawasan partisipatif Pemilu 2019 yang dilakukan oleh Bawaslu atau
organisasi kemahasiswaan menyiapkan program pendidikan pemilu
bagi mahasiswa dan kemudian mendorong para mahasiswa untuk ikut
seleksi sebagai anggota pengawas pemilu. Ada tiga tahapan penting
Pemilu 2019 yang perlu diawasi secara partisipatif yakni tahapan
kampanye, tahapan masa tenang, serta tahapan penghitungan suara.
Pengawasan partisipatif pemilu di Kabupaten Pekalongan oleh
Mahasiswa se-Kabupaten Pekalongan tersebut artinya mahasiswa
diharapkan menjadi mitra yang efektif untuk melaksanakan
pengawasan atau pun pencegahan dalam pelanggaran pemilu. Hal ini
patut mendapatkan apresiasi dalam suatu laporan di Kabupaten
Pekalongan, dalam sengketa politik uang dari salah satu mahasiswa
yang ada di Kabupaten Pekalongan melaporkan terkait pelanggaran
politik uang (money politic) ke Bawaslu Kabupaten Pekalongan. Dalam
pengawasan partisipatif tersebut memiliki kualitas yang cukup baik,
baik dari segi waktu pelaporan yang cukup cepat, kejelian menangkap
adanya pelanggaran maupun kelengkapan laporan berupa saksi atau
dokumen pendukung.
Dasar hukum sosialisasi partisipatif adalah UU nomor 7 Tahun
2017 tentang pemilihan umum. Atas dasar tersebut dipandang penting
bagi Bawaslu Kabupaten Pekalongan untuk melaksanakan sosialisasi
62. 50
partisipatif dan Mahasiswa juga harus berani menolak politik uang,
“Suara kalian itu sangat berharga, gunakan sebaik-baiknya dan juga
harus berani tolak politik uang dan harus menjadi pelopor dan
menjaga pemilu ini berintegritas bersih dari politik uang dan
kecurangan”. Ungkap Wahyudi Sutrisno, Kordiv Hukum dan Humas
Bawaslu Kabupaten Pekalongan.
Selanjutnya tujuan dari pengawasan partisipatif bersama
mahasiswa ini adalah untuk menjadikan pemilihan umum yang
berintegritas, mencegah terjadinya konflik, mendorong tingginya
partisipasi publik, meningkatkan kualitas demokrasi dan membentuk
karakter dan kesadaran politik masyarakat, terutama dalam momentum
Pemilu 2019 sebagai tolak ukur untuk pelaksanaan Pilkada 2020 dan
pemilu–pemilu selanjutnya.
Untuk itu bagi pemilih pemula, dengan terlibat dalam
pengawasan pemilu secara langsung pemilih pemula bisa mengikuti
dinamika politik yang terjadi, dan secara tidak langsung belajar tentang
penyelenggara pemilu dan semua proses yang berlangsung. Bagi
lembaga penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu/Panwaslu) kehadiran
pengawasan partisipatif dari masyarakat secara psikologi akan turut
mengawal dan mengingatkan para penyelenggara pemilu untuk
senantiasa berhati-hati jujur dan adil dalam menyelenggarakan pemilu.
Untuk tujuan tersebut di atas, maka dalam setiap kegiatan
penyelenggara pemilihan umum harus memastikan sinergitas yang
tinggi antara setiap pihak yang terlibat. Tidak saja dari pihak
penyelenggara pemilu namun juga diharapkan bersinergi dengan
masyarakat yang akan memacu partisipasi yang baik dari masyarakat
baik dalam tahapan perencanaan pemilihan umum yang meliputi aspek
regulasi, anggaran, struktural dan tahapan-tahapan pemilihan umum,
63. 51
hingga pelibatan masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan
pemilihan umum yang berbasis pada pencegahan, penindakan dan
partisipatif.
Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara
pengawas pemilu dengan seluruh pihak terutama dengan warga
masyarakat agar suatu proses dapat berjalan secara berkualitas dalam
setiap tahapannya maka tentu diharapkan sinergitas yang tinggi dari
setiap pihak yang terlibat di dalamnya. Selain itu, adanya
penyelenggara pemilihan umum yang netral dan profesional adalah
termasuk salah satu kunci utama terselenggaranya pemilihan umum
berkualitas, walaupun diakui bahwa pemilihan umum bukanlah sebuah
tujuan akhir dari sebuah proses berdemokrasi suatu negara, lahirnya
pemimpin-pemimpin negara yang akan menjalankan pemerintahan
demi mencapai tujuan nasional.
65. 53
Meningkatkan Laporan Masyarakat
Mohamad Safi’i
emilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan
kedaulatan rakyat untuk mengisi jabatan-jabatan kenegaraan
untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pemilu dilaksanakan setiap
5 (lima) tahun sebagai peristiwa ketatanegaraan yang secara
konstitusional dilaksanakan untuk memilih anggota DPR, DPD,
Presiden dan Wakil Presiden, serta DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota. Untuk mewujudkan sarana kedaulatan tersebut maka
Pemilu harus dilaksanakan berdasarkan asas dan prinsip
penyelenggaraan pemilu.
P
66. 54
Secara empirik faktual, setiap penyelenggaraan pemilu sering
terjadi pelanggaran di setiap tahapan pemilu baik yang bersifat
administrasi dan administrasi TSM (Terstruktur, Sistematis, dan
Masif) maupun yang lainya.
Sesuai yang diamanatkan di dalam Pasal 101 UU No.7/2017
Bawaslu Kabupaten/ Kota bertugas melakukan pencegahan dan
penindakan di wilayah kabupaten / kota terhadap:
1. Pelanggaran Pemilu; dan
2. Sengketa proses Pemilu
Dengan kewenangan tersebut harapan besar Bawaslu adalah
masyarakat dapat turut serta untuk melaporkan setiap pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi di masyarakat sekitar namun jauh dari harapan
bahwa pada Pemilu Tahun 2019 tingkat partisipasi masyarakat untuk
melapor masih sangat rendah. Bayangkan saja dari total 11
Pelanggaran Pemilu yang telah ditangani oleh Bawaslu Kabupaten
Pekalongan hanya ada 1 laporan masyarakat dan 10 diantaranya
merupakan temuan Bawaslu. Jumlah tersebut menunjukkan masih
minimnya tingkat partisipasi masyarakat untuk melaporkan
pelanggaran yang terjadi di sekitarnya.
Upaya penegakan keadilan Pemilu dapat diwujudkan melalui
pelaksanaan pengawasan, dan pencegahan pada setiap peristiwa atau
kegiatan yang memungkinkan terjadinya pelanggaran Pemilu.
Penindakan pelanggaran akan dilakukan oleh Bawaslu ketika upaya
Pencegahan dan Pengawasan yang telah dilakukan Bawaslu pada
setiap tahapan penyelenggaraan pemilu masih saja terjadi
pelanggaran-pelanggaran pemilu. Dapat diketahui adanya sebuah
pelanggaran atau tidak, dikarenakan dalam pelaksanaanya semua
tahapan Pemilu ada pengawas pemilu sebagai salah satu
67. 55
penyelenggara pemilu yang bertugas untuk mengawasi jalanya
pelaksanaan kampanye sesuai dengan aturan yang ada. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 454 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang dimaksud Temuan
Pelanggaran Pemilu merupakan hasil pengawasan aktif Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu Luar Negeri, dan Pengawas
TPS pada setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu. Berdasarkan
Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) Nomor 7
Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran
Pemilihan Umum, yang dimaksud Pelanggaran Pemilu adalah tindakan
yang bertentangan, melanggar, atau tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan terkait Pemilu. Pelanggaran Pemilu terbagi
menjadi 4 (empat) jenis pelanggaran yaitu Pelanggaran Administrasi,
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Pelanggaran Tindak
Pidana Pemilu, Pelanggaran Hukum Lainnya.
Sebenarnya cukup mudah untuk melapor ke Bawaslu, tidak
membutuhkan waktu yang berlarut – larut untuk menunggu proses
penanganan pelanggaran pemilu di Bawaslu karena ada jangka waktu
yang ditentukan oleh Undang – undang bahwa proses penanganan
pelanggaran pemilu tidak boleh lebih dari 14 hari kerja, Ini tidak seperti
proses peradilan di pengadilan negeri yang membutuhkan waktu yang
cukup panjang dengan kelengkapan administrasi yang lebih rumit
dibandingkan proses di Bawaslu.
Kondisi yang demikian menekan Bawaslu untuk selalu
meningkatkan partisipasi masyarakat untuk melapor. Dan salah satu
langkah Bawaslu adalah dengan melakukan sosialisasi – sosialisasi
kepada masyarakat dan sekolah – sekolah yang salah satu tujuan
68. 56
utamanya untuk memperkenalkan Bawaslu Kepada Masyarakat
mengingat sebagian besar masyarakat kita belum mengenal Bawaslu.
Untuk melapor ke Bawaslu ada beberapa syarat yang perlu
diperhatikan diantanranya yaitu :
69. 57
Ada beberapa regulasi yang menjadi rujukan dalam penanganan
pelanggaran Pemilihan Umum diantaranya sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan
Umum, Undang-undang merupakan peraturan tertinggi yang
menjadi dasar untuk peraturan-peraturan yang ada dibawahnya,
begitupun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang merupakan
dasar rujukan dalam penanganan pelanggaran pemilu sebelum
merujuk ke peraturan Bawaslu maupun SE Bawaslu terkait dengan
penanganan pelanggaran pemilu.
b. Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 Tentang
Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu,
Pelanggaran pemilihan umum dapat bersumber dari temuan
maupun laporan, secara umum temuan merupakan hasil dari
pengawasan Pengawas (PPD, Panwascam, Komisioner Bawaslu)
yang ketika dibahas dalam pleno Komisioner Bawaslu maupun
jajaran pengawas di tingkat bawahnya menghasilkan suatu
keputusan bahwa ada indikasi pelanggaran, maka dari hasil pleno
tersebut dapat dilakukan investigasi guna memperoleh bukti –
bukti yang kuat sehingga dugaan pelanggaran tersebut dapat
diproses lebih lanjut.
Sedangkan laporan merupakan laporan masyarakat yang
disampaikan kepada Bawaslu maupun jajaran pengawas yang ada
dibawahnya terhadap suatu pelanggaran tertentu yang dirasa merugikan
dan perlu untuk ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Didalam Peraturan
Bawaslu Nomor 7 Tahun 2017 ini sudah dijelaskan secara rinci dan
jelas dari proses penerimaan laporan, pengkajian, klarifikasi, sampai
dengan rekomendasi.
Di halaman lampiran Perbawaslu tersebut juga disertakan form –
form penanganan pelanggaran yang tentu akan mempermudah jajaran
70. 58
pengawas untuk melakukan penanganan temuan maupun laporan
pelanggaran pemilu.
c. Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, Pelanggaran Kode
Etik Penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap etika
penyelenggara pemilu yang berdasarkan sumpah dan/atau janji
sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.
d. Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman
Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Sebagai pedoman
dan rujukan dalam melakukan penanganan pelanggaran kode etik
maka di dalam Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 sudah
dijelaskan secara gamblang proses beracara kode etik mulai dari
pengaduan hingga proses persidangan, berbeda dengan peraturan
DKPP Nomor 2 Tahun 2017 yang isinya terkait dengan asas,
landasan, prinsip, dan sumpah janji penyelenggara pemilu.
e. Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018 Tentang
Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum,
Pelanggaran Administratif Pemilu adalah pelanggaran terhadap
tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan
administratif pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan
penyelenggaraan pemilu. Penanganan pelanggaran administratif
yang meliputi pelanggaran administrasi pemilu dan pelanggaran
administrasi pemilu TSM oleh pengawas pemilu dilaksanakan atas
wewenang yang sah. Wewenang penanganan pelanggaran
administratif pemilu merupakan hak Pengawas Pemilu untuk
menerima, memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran
administrasi pemilu atau pelanggaran administrasi TSM Pemilu.
● Wewenang pengawas pemilu dalam melakukan penanganan
pelanggaran administratif pemilu dibatasi oleh:
a. Masa atau tenggang waktu yang diberikan oleh UU. Pemilu
71. 59
b. Wilayah atau daerah keberadaan lembaga pengawas
pemilu
c. Pelanggaran administratif di bidang pemilu atau
pelanggaran administratif pada setiap tahapan pemilu.
● Objek pelanggaran administratif pemilu berupa perbuatan atau
tindakan yang melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme
yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam
setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
● Objek pelanggaran administratif pemilu TSM terdiri atas:
a. perbuatan atau tindakan yang melanggar tata cara,
prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan
administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan
penyelenggaraan pemilu yang terjadi secara terstruktur,
sistematis, dan masif; dan/atau
b. perbuatan atau tindakan menjanjikan dan/atau memberikan
uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi
penyelenggara pemilu dan/atau pemilih yang terjadi secara
terstruktur, sistematis, dan masif.
● Syarat formil laporan maupun temuan pelanggaran administratif
harus memuat :
a. Identitas pelapor yang terdiri atas:
1. nama;
2. alamat;
3. nomor telepon atau faksimile; dan
4. fotokopi kartu tanda penduduk elektronik atau
5. surat keterangan kependudukan dari Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil setempat; dan
Identitas terlapor terdiri atas:
1. nama;
2. alamat; dan
72. 60
3. kedudukan atau
4. status dalam penyelenggaraan Pemilu
● Syarat materil Laporan maupun temuan pelanggaran
administratif harus memuat:
a. Obyek pelanggaran yang dilaporkan beserta;
1. waktu peristiwa;
2. tempat peristiwa;
3. saksi;
4. bukti lainnya; dan
5. riwayat/uraian peristiwa; dan
Batas waktu penanganan pelanggaran administratif dan
administratif TSM disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja sejak diketahui terjadinya dugaan Pelanggaran
Administratif Pemilu dan Pelanggaran Administratif Pemilu
TSM
f. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 31
Tahun 2018 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu ,
Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran
dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pemilihan
Umum. Terhadap pelanggaran pemilu yang arahnya ke Pidana
maka diatur didalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum
Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu
dimana proses penanganan tindak pidana Pemilu dilaksanakan
dalam satu atap secara terpadu oleh Gakkumdu. Penanganan tindak
pidana Pemilu sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2)
Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun
2018 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu dilaksanakan
berdasarkan asas:
73. 61
a. keadilan;
b. kepastian;
c. kemanfaatan;
d. persamaan di muka hukum;
e. praduga tidak bersalah; dan
f. legalitas
Penanganan tindak pidana pemilu sesuai yang diatur didalam
Perbawaslu Nomor 31 Tahun 2018 yaitu :
1. Penyidik dan Jaksa mendampingi Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Bawaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu LN
2. Dalam menerima temuan atau laporan tindak pidana Pemilu.
Pendampingan menggunakan format kelengkapan temuan atau
laporan dugaan tindak pidana Pemilu.
3. Pendampingan untuk melakukan identifikasi, verifikasi, dan
konsultasi terhadap temuan atau laporan dugaan tindak pidana
Pemilu. Dalam hal temuan atau laporan diterima, pengawas
pemilu membuat dan mengisi format temuan atau laporan serta
memberikan nomor dan memberikan surat tanda penerimaan
laporan kepada pelapor.
4. Setelah temuan atau laporan diterima, Pengawas Pemilu
didampingi oleh anggota Gakkumdu sesuai tingkatan
5. Melakukan klarifikasi terhadap pelapor dan saksi yang hadir.
6. Koordinator Gakkumdu sesuai tingkatan menerbitkan surat
perintah Penyelidikan setelah temuan atau laporan diterima
Pengawas Pemilu.
75. 63
Kajian Hukum Mobil Branding pada
Pemilu 2019
Mohamad Safi’i
da saja ide kreatif yang dilakukan seseorang/ kelompok untuk
mengampanyekan jagoan politiknya, mulai dari memanfaatkan
media sosial dan menggunakan spanduk atau banner. Kampanye seperti
ini lebih efektif karena melibatkan indera visual dibandingkan
kampanye melalui audio saja seperti media radio. Pesta rakyat 2019
telah menyisakan banyak cerita, dalam kontestasi pemilu 2019
partai politik gencar dan masif melakukan kampanye-kampanye mulai
di TV, di kampung-kampung, di perkotaan, di lampu merah, di pusat
perbelanjaan, di jalan-jalan bahkan di tempat–tempat yang dilarang
seperti, di pohon, tiang listrik, tempat pendidikan, di rumah ibadah dan
A
76. 64
lain-lain. Dan karena terlalu kreatifnya, belakangan kampanye melalui
kendaraan pun menjadi pemandangan biasa. Setidaknya pemandangan
kampanye dalam bentuk branding mobil sering terlihat di jalan-jalan.
Foto dan gambar para calon terpampang di kaca belakang mobil
angkutan umum maupun mobil pribadi, sehingga pengendara yang
berada di belakang dapat melihat para calon yang nongol di kaca
belakang mobil dengan senyuman sebagai bentuk sapaan kepada
masyarakat untuk menjadi orang no.1. Entah berapa rupiah mobil itu
disewa per harinya untuk memasang gambar para calon presiden
maupun caleg tersebut.
Kampanye pemilu yang selanjutnya disebut kampanye adalah
kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta
pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi,
program dan/ atau citra diri peserta pemilu. Kampanye sebenarnya telah
ada sejak era pemilihan umum ada, dalam dunia politik kampanye ini
erat terkait dengan kelompok-kelompok pemilik kepentingan dan partai
politik demokrasi masyarakat. Dalam catatan sejarahnya kampanye
memang sudah sama tuanya dengan sejarah pemilu. Barangkali kita
tidak pernah terlintas untuk mengukur apakah kampanye yang
dilakukan selama ini efektif atau kah tidak. Kampanye seolah telah
menjadi kebiasaan yang tidak pernah terlewat dari pemilu. Tak peduli
kampanye itu berpengaruh atau kah tidak pada hasil pemilu.
Mengacu pada Peraturan KPU Nomor 23 tahun 2018
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan KPU No. 28 tahun 2018
dan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan KPU No. 33
tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan
Umum Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilihan Umum
Ada beberapa jenis kampanye pemilu diantaranya yaitu :
77. 65
1. Kampanye pertemuan terbatas
2. Kampanye tatap muka
3. Kampanye media sosial, dan media cetak
a. selebaran(flyer);
b. brosur(leaflet);
c. pamflet;
d. poster;
e. stiker;
f. pakaian;
g. penutup kepala;
h. alat minum/makan;
i. kalender;
j. kartu nama;
k. pin; dan/atau
l. alat tulis.
Dari jenis–jenis kampanye di atas larangan memasang alat
peraga kampanye secara sembarangan itu sebenarnya sudah dengan
tegas diatur dalam Pasal 51 ayat (2) huruf (d) disebutkan bahwa
kegiatan lain dapat dilaksanakan dalam bentuk mobil milik pribadi atau
milik pengurus Partai Politik yang berlogo Partai Politik Peserta
Pemilu. Selanjutnya dalam Pasal 80 disebutkan bahwa (1) mobil atau
ambulan yang berlogo Partai Politik, sepanjang tidak mencantumkan
nomor urut Partai Politik sebagai peserta pemilu tetap dapat digunakan.
(2) Mobil atau ambulans sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat digunakan untuk kegiatan operasional atau menjalankan fungsi
sosial Partai Politik dan untuk pelayanan publik. Mobil pribadi atau
milik pengurus partai politik yang memuat logo partai politik peserta
pemilu merupakan bentuk kampanye lain dan diperbolehkan sepanjang
78. 66
tidak mencantumkan nomor, maka tidak masalah. Branding mobil yang
memuat logo atau gambar peserta pemilu tidak diatur. Dalam kaidah
hukum, jika tidak diatur maka hal tersebut diperbolehkan dan tidak
termasuk pelanggaran. Berbeda dengan angkutan umum yang memuat
bahan kampanye, sekalipun hanya logo, hal tersebut masuk kategori
pelanggaran, karena menyangkut angkutan umum, apalagi milik
pemerintah.
Ketentuan pemasangan alat peraga kampanye diantaranya yakni
berisi visi, misi peserta pemilu, tidak memuat materi yang dilarang
misalnya mempersoalkan dasar negara, melebihi ukuran yang dilarang
untuk APK jenis brosur, spanduk baliho maupun umbul-umbul.
Kemudian larangan menempel APK pada instansi pemerintah, rumah
sakit, sekolah, dan beberapa fasilitas milik pemerintah. Walaupun
didalam Undang–undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan
Umum dan PKPU tentang Kampanye tidak mengatur secara spesifik
terkait dengan mobil branding namun mobil branding itu melanggar
karena yang digunakan pada branding mobil itu stiker dan terkait
dengan pemasangan stiker diatur di dalam PKPU Kampanye bahwa
bahan kampanye hanya diperbolehkan ukuran 10cm x 5cm. sekarang
kalau mobil branding lebih dari itu maka melanggar. Hal itu sesuai
dengan perintah Peraturan KPU Nomor 23 tahun 2018 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan KPU No. 28 tahun 2018 dan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan KPU No. 33 tahun
2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan
Umum Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilihan Umum
tepatnya pasal 30 ayat (3) bahwa peserta pemilu dapat mencetak dan
menyebarkan bahan kampanye selain yang difasilitasi KPU salah
satunya stiker hanya dalam ukuran paling besar 10cm x 5cm.
79. 67
Selain ketentuan PKPU tersebut apabila mengacu pada Surat
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 439/U/Phb-76 tentang
Penggunaan Kaca Pada Kendaraan Bermotor, dinyatakan antara lain
bahwa:
1. Kendaraan-kendaraan bermotor yang diperlengkapi dengan kaca
depan, kaca belakang, dan atau kaca samping, kaca-kaca tersebut
harus dibuat dari bahan yang tidak mudah pecah, tembus pandangan
dari dua arah (sangat bening) dan tidak boleh mengubah serta
mengganggu bentuk-bentuk orang atau benda-benda yang terlihat
melalui kaca tersebut;
2. Tanpa mengurangi maksud ketentuan poin 1, boleh dipergunakan
kaca berwarna atau kaca yang berlapis bahan berwarna (film
coating), asal dapat tembus cahaya dengan prosentase penembusan
cahaya tidak kurang dari 70%;
3. Tanpa mengurangi maksud ketentuan poin 1 dan 2, kaca depan dan
atau kaca belakang boleh dipergunakan kaca berwarna atau kaca
yang berlapis bahan pewarna (film coating) dengan prosentase
penembusan cahaya tidak kurang dari 40% sepanjang sisi atas
(bagian kaca) yang lebarnya tidak lebih dari sepertiga tinggi kaca
yang bersangkutan;
1. Penggunaan bahan-bahan untuk lapisan berwarna pada kaca-
kaca sebagaimana dimaksud dalam poin 2 dan 3 tidak
menimbulkan pemantulan-pemantulan cahaya-cahaya baru,
selain pantulan-pantulan cahaya yang biasa terdapat pada kaca-
kaca bening;
2. Dilarang menempelkan atau menempatkan sesuatu pada kaca-
kaca kendaraan bermotor, kecuali jika hal itu dimaksud untuk
kepentingan pemerintah, yang penempatannya tidak boleh
mengganggu kebebasan pandangan pengemudi;
80. 68
3. Yang dimaksud dengan prosentase penembusan cahaya adalah:
angka yang menunjukkan perbandingan antara jumlah cahaya
setelah menembus kaca tembus pandangan dan jumlah cahaya
sebelum menembus kaca yang bersangkutan.
Dari pembahasan tentang mobil branding diatas dengan
mengacu pada Peraturan KPU dan Surat Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM. 439/U/Phb-76 tentang Penggunaan Kaca
pada Kendaraan Bermotor maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 23 tahun 2018 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan KPU No. 28 tahun 2018 dan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan KPU no. 33
tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Komisi
Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye
Pemilihan Umum penggunaan stiker berlogo partai politik hanya
dapat digunakan untuk mobil milik pribadi atau milik pengurus
parpol dan mobil ambulance dengan ketentuan :
a) Tidak mencantumkan nomor urut partai politik peserta pemilu
b) Hanya dapat digunakan untuk kegiatan operasional atau
menjalankan fungsi sosial partai politik dan untuk pelayanan
publik
Secara argumentum a contrario maka selain mobil milik pribadi
atau milik pengurus parpol dan mobil ambulance serta selain
untuk kegiatan operasional atau menjalankan fungsi sosial
partai politik dan untuk pelayanan publik maka stiker dengan
logo partai politik tidak diperbolehkan, sehingga penggunaan
stiker di angkutan kota bertentangan dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 439/U/Phb-
76 tentang Penggunaan Kaca Pada Kendaraan Bermotor
81. 69
melarang untuk menempelkan atau menempatkan sesuatu pada
kaca-kaca kendaraan bermotor, kecuali jika hal itu dimaksud
untuk kepentingan pemerintah, yang penempatannya tidak
boleh mengganggu kebebasan pandangan pengemudi.
83. 71
Pentingnya Supervisi terhadap Pengawas
TPS Jelang Pemilu 2019
Siti Dewi Fatmala
engawas TPS merupakan ujung tombak Bawaslu dalam
melakukan pengawasan. Mengapa seperti itu? karena pengawas
TPS lah yang akan menghadapi tantangan langsung saat melakukan
pengawasan di lapangan. Pengawas TPS berinteraksi langsung dengan
masyarakat yang akan memberikan suaranya dalam menentukan wakil
rakyat, dengan para KPPS, dan juga saksi dari Pasangan calon di hari
pemungutan suara. Sudah pasti, pengawas TPS lah yang pertama kali
menangani apabila muncul permasalahan saat proses pemungutan
suara. Permasalahan yang kadang muncul adalah timbulnya konflik
atau perbedaan pendapat antara KPPS dengan saksi dari pasangan calon
perihal perolehan hasil suara. Dan ketika masalah itu memang terjadi,
P
84. 72
pengawas TPS lah yang harus bisa mengatasi masalah tersebut. Karena
jika dilihat dari ketentuan yang berlaku, KPPS wajib mendengarkan
rekomendasi dari pengawas TPS. Tak heran jika akhirnya para
pengawas TPS diwajibkan memiliki sikap cerdas, tegas dan berani agar
bisa menangani masalah yang terjadi. Jangan sampai adanya pengawas
TPS dianggap tidak penting atau tanpa arti.
Seperti yang sudah diketahui oleh khalayak umum, Pemilu 2019
adalah ajang demokrasi “besar-besaran” yang ada di tahun ini. Ajang
menyuarakan aspirasi dan menyumbangkan suara sesuai dengan prinsip
pemilu yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilu
2019, sangat berbeda dengan pemilu di tahun-tahun sebelumnya yang
sudah terlaksana di Indonesia. Selain paling berbeda, Pemilu 2019 juga
menyita banyak perhatian dari berbagai daerah bahkan ke “negara
tetangga”. Bagaimana tidak? Kali ini rakyat bukan hanya memberikan
satu atau dua suara melainkan lima sekaligus. Lima suara tersebut
adalah suara dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten. Tak heran jika akhirnya pemilu
kali ini juga diberi istilah “Pemilu lima kotak”. Banyaknya suara yang
akan disumbangkan untuk memilih wakil rakyat inilah yang membuat
jajaran pengawas di setiap lapisan harus bekerja lebih ekstra demi
mencegah adanya kecurangan yang bisa menguntungkan suatu pihak.
Bawaslu Kabupaten Pekalongan selalu melakukan upaya
pengawasan secara maksimal dengan melakukan koordinasi yang baik
dengan setiap lapisan pengawas. Mulai dari pengawas di tingkat
kecamatan hingga pengawas TPS secara bertahap. Selain mengadakan
berbagai kegiatan rakor dan rakernis untuk panwaslu kecamatan,
Bawaslu Kabupaten Pekalongan juga melakukan “Pendekatan”
terhadap pengawas TPS (PTPS) di beberapa kecamatan di Kabupaten
Pekalongan. Pendekatan tersebut berbentuk supervisi yang dilakukan
oleh komisioner Bawaslu Kabupaten Pekalongan beserta staf. Tidak
85. 73
hanya itu, kunjungan supervisi tersebut bahkan didampingi juga oleh
dua anggota Kordiv SDM Bawaslu Republik Indonesia. Aktivitas yang
dilakukan pada tanggal 04 April 2019 tersebut selain dalam rangka
supervisi tujuannya juga untuk melakukan pendekatan demi
mengetahui seberapa dalamkah pemahaman para pengawas TPS
tentang tugas-tugas dan kewajiban mereka saat melakukan pengawasan
di TPS nantinya. Ada banyak hal yang harus diingat dan dipahami
secara betul oleh setiap pengawas TPS saat bertugas. Mulai dari proses
persiapan pemungutan suara hingga yang akhir adalah mengawal
pergerakan hasil perhitungan suara dari TPS ke PPS, bahkan sampai
menyampaikan keberatan dalam hal ditemukannya dugaan
pelanggaran, kesalahan dan/atau penyimpangan Administrasi
pemungutan dan perhitungan suara, serta hal-hal lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Lebih lengkapnya berikut adalah
tugas, wewenang dan kewajiban pengawas TPS. Yang pertama
disebutkan dalam Pasal 114 Undang-Undang 7 Tahun 2017 Tentang
Pemilu pengawas TPS bertugas mengawasi persiapan pemungutan
suara, pelaksanaan pemungutan suara, persiapan penghitungan suara,
pelaksanaan penghitungan suara dan mengawasi pergerakan hasil
penghitungan suara dari TPS ke PPS. Kedua sesuai Pasal 115,
pengawas TPS berwenang dalam hal: menyampaikan keberatan dalam
hal ditemukannya dugaan pelanggaran, kesalahan dan/atau
penyimpangan, administrasi pemungutan dan perhitungan suara,
menerima salinan berita acara dan sertifikat pemungutan dan
perhitungan suara, dan melaksanakan wewenang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketiga sesuai Pasal 116,
pengawas TPS berkewajiban : menyampaikan laporan hasil
pengawasan pemungutan dan perhitungan suara kepada Panwaslu
kecamatan melalui Panwaslu kelurahan/desa dan menyampaikan
laporan hasil pengawasan kepada panwaslu kecamatan melalui
Panwaslu kelurahan.
86. 74
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, pentingnya
pengawasan bukan hanya bertumpu pada Bawaslu Kabupaten
Pekalongan melainkan ke jajaran pengawas lainnya termasuk pengawas
TPS. Selang waktu antara dilantiknya PTPS hingga tiba datangnya hari
Pemilu 2019 sangatlah singkat. Pelantikan dan pembekalan pengawas
TPS dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2019 sejak pagi hingga sore
hari, sedangkan Pemilu 2019 dilaksanakan di bulan berikutnya yaitu
tanggal 17 April 2019. Dalam waktu satu hari saat pembekalan tersebut,
para pengawas TPS dituntut cepat tanggap dan paham atas semua
materi yang disampaikan mengenai tugas-tugas pengawasan di TPS
dan lain-lain. Dikarenakan banyaknya tugas, hak dan wewenang
pengawas TPS dalam bertugas, hal ini yang mendasari diperlukannya
“bincang-bincang” antara Bawaslu dengan pengawas TPS. Tujuannya
tentu untuk memberikan pengertian dan pendalaman materi kepada
pengawas TPS supaya tidak salah langkah saat di lapangan nanti.
Mengulas kembali tentang hal apa saja yang harus dilakukan ketika ada
kejadian yang di luar dugaan, dan hal apa yang tidak boleh dilakukan
oleh pengawas TPS. Membahas tentang tugas dan kewajiban pengawas
TPS, tentunya ada juga larangan atau hal yang tidak boleh dilakukan
saat sedang bertugas. Hal yang tidak boleh dilakukan oleh pengawas
TPS antara lain adalah: mempengaruhi dan mengintimidasi pemilih
dalam menentukan pilihannya, melihat pemilih mencoblos surat suara
dalam bilik suara, mengerjakan atau membantu mempersiapkan
perlengkapan pemungutan dan perhitungan suara serta mengisi
formulir pemungutan suara dan hasil penghitungan suara, mengganggu
kerja KPPS dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,
mengganggu pelaksanaan pemungutan suara dan perhitungan suara.
Tidak semua pengawas TPS di masing-masing kecamatan bisa
dikunjungi oleh Bawaslu Kabupaten Pekalongan mengingat
terbatasnya waktu dan jarak antara satu kecamatan dengan kecamatan
lain yang cukup jauh. Dalam kegiatan yang dilaksanakan dalam waktu
87. 75
sehari tersebut, Bawaslu Kabupaten Pekalongan yang diwakili oleh
salah satu komisioner Bawaslu Kabupaten Pekalongan yaitu Ibu Nur
Anis Kurlia, M.Pd dan satu staf divisi hukum yang didampingi oleh
anggota Bawaslu RI mengunjungi setidaknya tiga kecamatan. Tiga
kecamatan yang dikunjungi tersebut adalah kecamatan Petungkriyono,
kecamatan Doro, dan yang terakhir adalah kecamatan Kajen. Berbeda
dengan proses pelantikan dan pembekalan pengawas TPS, kegiatan ini
lebih santai dan tidak terlalu formal. Bertempat di kantor Panwaslu
kecamatan masing-masing, pengawas TPS saling terbuka dengan
Bawaslu saat berbincang-bincang menyampaikan hal-hal apa saja yang
kurang dipahami saat mempelajari tugas serta wewenang lewat buku
saku pengawas TPS yang telah diberikan saat pelantikan. Kebanyakan
dari PTPS mengaku masih sedikit kebingungan tentang bagaimana
mereka harus bersikap ketika ditemukannya suatu kejadian diluar
dugaan saat hari Pemungutan suara karena tak banyak juga PTPS yang
memang baru pertama kali menjadi pengawas TPS, ada juga yang
mengungkapkan kebingungannya perihal bagaimana jika ada keperluan
mendesak yang membuat mereka harus ijin sesaat meninggalkan lokasi
TPS padahal pengawas TPS tidak boleh meninggalkan lokasi selama
bertugas. Ada juga yang masih kebingungan perihal Aplikasi Siwaslu
yang menjadi alat pendukung merea dalam melakukan pengawasan.
Dan semua kebingungan itu terjawab ketika supervisi ini dilakukan
karena anggota Bawaslu langsung yang turun berdiskusi lebih dekat.
Kegiatan ini memang tidak dihadiri oleh seluruh pengawas TPS
di masing-masing kecamatan karena waktu dan tempat yang kurang
memadai. Bincang-bincang ringan tersebut hanya dihadiri oleh PTPS
yang lokasinya cukup dekat dengan kantor Panwaslu kecamatan dan
yang memiliki waktu senggang. Hal tersebut bukanlah masalah, karena
memang kunjungan yang dilakukan oleh Bawaslu kabupaten
Pekalongan dan Bawaslu RI ini memang diadakan secara mendadak
seperti “Kejutan”. Jadi sangat wajar jika Panwaslu kecamatan tidak bisa
88. 76
mengumpulkan semua Pengawas TPS yang jumlahnya ratusan orang
karena memang persiapan yang singkat. Dalam mengawasi jalannya
proses Pemilu, pengawas TPS tidak bisa dianggap remeh. Meski
tugasnya tidak lama seperti jajaran pengawas lain, namun pengawas
TPS sudah seperti kunci adilnya proses pemungutan suara. Pengawas
TPS lah yang mengawasi langsung ditempat pemungutan suara, sejak
sebelum dimulai hingga selesai. Mata mereka yang menyaksikan secara
langsung ketika adanya tindak kecurangan. Karena sebab itulah,
pengawas TPS sudah seperti ujung tombak demokrasi dalam pemilu.
Menyadari betapa pentingnya peran pengawas TPS itulah yang
mendasari Bawaslu kabupaten Pekalongan mengadakan kegiatan
supervisi secara mendadak demi bisa lebih dekat mendengar kesulitan
apa yang dirasakan oleh pengawas TPS sebelum menunaikan
kewajibannya disaat Pemilu 2019.
89. 77
Problematika Penegakan Hukum Tindak
Pidana Politik Uang
Agus Salim
emilu merupakan konsep penyelenggaraan demokrasi yang
sangat riskan dengan yang namanya jual beli jabatan. Jual-beli
jabatan merupakan ancaman serius. Mengapa penulis mengatakan
demikian, karena hal ini mengakibatkan rusaknya citra demokrasi. Ada
ribuan kursi jabatan anggota parlemen yang diperebutkan dan
berpotensi diperjualbelikan. Transaksi koruptif terjadi dalam bentuk
politik uang. Potensi masifnya politik uang itu semakin menguat ketika
KPK membongkar ratusan ribu amplop yang disiapkan untuk "serangan
fajar".
P
90. 78
Politik uang merupakan persoalan hilir yang hulunya adalah soal
dana kampanye. Buruknya pengaturan dan tata kelola dana kampanye
akan berimbas tingginya praktik politik uang. Setidaknya pandangan
ini terlihat dari berbagai kritik terhadap regulasi pemilu dan sejumlah
kasus politik uang yang terjadi pada pemilu sebelumnya.
Berdasarkan laporan Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jawa
Tengah, pada Pemilu 2019 terdapat 27 kasus dugaan politik uang yang
tersebar di 15 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Kasus itu di antaranya
ditemukan di Banjarnegara sejumlah 1 kasus, Kudus 1 kasus,
Banyumas 7 kasus, Boyolali 2 kasus, Brebes 2 kasus, Cilacap 1 kasus,
Demak 1 kasus, Kebumen 1 kasus, Kabupaten Pekalongan 1 kasus,
Purworejo 1 kasus, Salatiga 4 kasus, Kota Tegal 1 kasus, Wonogiri 2
kasus, dan Batang 2 kasus. Maraknya kasus politik uang ini menjadi
pertanyaan tersendiri apakah Undang-Undang Pemilu memberikan
implikasi yang signifikan terhadap kasus-kasus politik uang dan apa
yang menjadi problematika penegakan hukum terhadap kasus tindak
pidana politik uang?
Berdasarkan fakta diatas kekhawatiran terhadap potensi politik
uang ini tidak diimbangi dengan penegakan hukum yang tegas dan
regulasi yang tepat. Hukuman yang dijatuhkan pengadilan maksimal
hanya 6 (enam) bulan penjara. Dengan potret penegakan hukum yang
demikian, sulit diharapkan ada efek jera terhadap pelaku kejahatan
politik uang.
Lemahnya penegakan hukum terhadap politik uang juga
disebabkan oleh lemahnya pengaturan atau regulasi terhadap kasus
politik uang. Undang-Undang Pemilu tidak memberikan perhatian yang
serius terhadap kejahatan politik uang. Walaupun ada beberapa pasal
yang dianggap sebagai bentuk politik uang, itu pun mengandung
kelemahan mendasar.
91. 79
Pertama, berkaitan dengan subjek hukum pelaku tindak pidana
politik uang dalam pasal 280 ayat 1 huruf j terkait dengan politik uang
di masa kampanye, pada Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum hanya melarang pelaksana, peserta, dan tim
kampanye (yang didaftarkan ke KPU). Aturan ini tidak akan dapat
menjangkau pihak lain yang melakukan politik uang untuk dan atas
nama pasangan calon presiden, caleg, dan/atau partai politik tertentu.
Dengan demikian, politik uang yang dilakukan oleh pihak lain akan
lepas dari jeratan hukum. Adapun memang ada pasal lain yakni Pasal
515 yang subjek hukumnya adalah setiap orang. Akan tetapi pasal
politik uang ini hanya berlaku pada waktu (tempus delicti) saat
pemungutan suara berlangsung bukan pada masa kampanye maupun
masa tenang. Sehingga praktik politik uang yang terjadi, potensinya
banyak terjadi sebelum pemungutan suara.
Kedua, terbatasnya waktu dalam penanganan tindak pidana
politik uang. Sedangkan beban pembuktian dugaan tindak pidana
politik uang seperti pengumpulan bukti-bukti, saksi, tidak mudah,
mengingat waktu untuk melakukan penanganan tindak pidana politik
uang mulai dari penerimaan laporan atau temuan, klarifikasi, kajian
sampai dengan dilimpahkannya laporan/temuan tersebut ke Gakkumdu,
dan Gakkumdu melakukan pembahasan kesatu, kedua, dan ketiga,
sehingga Gakkumdu memutuskan bahwa dugaan tindak pidana tersebut
layak untuk disidangkan di pengadilan dibatasi waktu hanya 14 (empat
belas) hari kerja sesuai dengan Perbawaslu No. 7 Tahun 2018. Dengan
pembatasan waktu yang relatif singkat, akan berdampak kurang
efektifnya penegakan hukum terhadap kasus politik uang pada pemilu.
Dengan gambaran demikian, tidak mengherankan bila politik
uang sulit untuk diberantas. Sehingga menurut penulis perlu adanya
judicial review terhadap UU Pemilu beserta peraturan lain yang
mengatur tentang penyelenggaraan pemilu dan harapan besar ada pada
93. 81
Pemungutan Suara Ulang Sebagai
Ultimum Remedium Pelanggaran
Administratif Pemungutan
Agus Salim
emilihan Umum Serentak tahun 2019 yang dilaksanakan pada
Rabu 17 April 2019 telah menyita perhatian seluruh masyarakat
Indonesia. Pasalnya, pemilihan umum ini sangat menarik karena
adanya penggabungan 5 (lima) pemilihan yaitu pemilihan presiden dan
wakil presiden Republik Indonesia, serta pemilihan calon legislatif
(DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, serta DPRD Kab/Kota). Mengapa
dapat dikatakan telah menyita perhatian? Sebab, seluruh masyarakat
Indonesia yang telah terdaftar sebagai pemilih, pilihannya akan sangat
P
94. 82
menentukan nasib dan arah Bangsa Indonesia selama 5 (lima) tahun
kedepan.
Tentunya dalam penyelenggaraan pemilihan umum, kita
berharap benar-benar mendasarkan pada asas pemilihan umum, yakni
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sudah menjadi
tujuan dan harapan kita semua atas kesuksesan dalam penyelenggaraan
pesta demokrasi lima tahunan ini. Pemilu yang berintegritas, akuntabel,
dan berkualitas menjadi tujuan utama yang hendak dicapai dalam
praktik demokrasi. Namun dalam pelaksanaannya tidak selalu berjalan
mulus seperti tujuan dan harapan, ada saja hambatan-hambatan dan
potensi yang akan mengancam jalannya proses penyelenggaraan
pemilu.
Hambatan-hambatan tersebut tentunya harus diatasi dengan
solusi-solusi yang solutif sesuai dengan dasar hukum peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan penyelenggaraan
pemilihan umum (Pemilu) tahun 2019 kemarin khususnya di
Kabupaten Pekalongan secara keseluruhan berjalan dengan lancar,
aman, dan tertib. Akan tetapi, ada pula yang menghambat dalam
penyelenggaraan pemilu di Kabupaten Pekalongan yang salah satu
hambatannya untuk dibahas oleh penulis adalah Pemungutan Suara
Ulang di TPS 07 Kelurahan Bener, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten
Pekalongan. Jadi kronologi ceritanya, bahwa Bawaslu Kabupaten
Pekalongan melalui Panwascam Wiradesa selama melakukan
pengawasan dalam setiap tahapan pemilu tahun 2019 mendapati
pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar
Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang
ikut menggunakan hak pilihnya di TPS 07 Kelurahan Bener,
Kecamatan Wiradesa. Setelah dihitung surat suara secara fisik oleh
Panwaslu Kecamatan Wiradesa beserta Panitia Pemilihan Kecamatan
95. 83
(PPK) Wiradesa pada saat rekapitulasi di tingkat kecamatan, ditemukan
data yang akurat bahwa terdapat 10 (sepuluh) orang pemilih kategori
DPK (Daftar Pemilih Khusus), sejumlah 3 (tiga) orang diantaranya
tidak mendapat suara penuh, dari 3 (tiga) orang tersebut diantaranya ada
1 (Satu) pemilih berdomisili KTP-el Kota Mojokerto yang
menggunakan hak pilihnya di TPS tersebut yang hanya mendapatkan
surat suara (PWP), dua orang lainnya berdomisili KTP-el Poncol, Kota
Pekalongan dan hanya mendapatkan 4 (empat) surat suara kecuali
DPRD Kabupaten. Ketiga pemilih ini sebagai pemicu timbulnya
permasalahan, pasalnya 3 (tiga) orang ini memiliki KTP-el yang
berdomisili bukan di Kelurahan Bener, serta tidak memiliki surat A5
sebagai pemilih DPTb, namun menggunakan hak pilihnya di TPS 07
Kelurahan Bener, Kec. Wiradesa. Sehingga agar tidak terjadi sengketa
pemilu di kemudian hari, Bawaslu Kabupaten Pekalongan
mengupayakan penindakan dengan memberikan rekomendasi kepada
KPU Kabupaten Pekalongan untuk melaksanakan Pemungutan Suara
Ulang (PSU) di TPS 7, Kelurahan Bener, Kecamatan Wiradesa.
Menurut penulis, upaya rekomendasi PSU ini adalah merupakan
ultimum remedium /senjata pamungkas atas akibat adanya pelanggaran
administratif yang terjadi di TPS 07 Kelurahan Bener, Kecamatan
Wiradesa. Jadi terhadap uraian kejadian tersebut, maka akan muncul
pertanyaan mengapa harus ada Pemungutan Suara Ulang (PSU), hal ini
dikarenakan kejadian tersebut diatas telah memenuhi unsur-unsur
dalam rumusan pasal 372 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan bahwa
pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian
dan pemeriksaan pengawas TPS terbukti terdapat keadaan sebagai
berikut; d. Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk
elektronik dan tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap dan daftar
pemilih tambahan. Sehingga syarat-syarat formil dan materiil untuk
menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) telah terpenuhi.
96. 84
Mengingat catatan sejarah Pengawas Pemilihan Umum
Kabupaten Pekalongan atau yang saat ini Bawaslu Kabupaten
Pekalongan baru pertama kalinya merekomendasikan kepada KPU
Kabupaten Pekalongan untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang
(PSU) di TPS 07 Kelurahan Bener, Kecamatan Wiradesa sejak Pilpres
pada tahun 2004. Menurut penulis, rekomendasi pemungutan suara
ulang ini tepat untuk diimplementasikan, hal ini bertujuan untuk
meminimalisir terjadinya Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan
Umum (PHPU) di kemudian hari, selain itu agar untuk kedepannya
penyelenggara pemilu lebih berhati-hati lagi dalam melaksanakan
tugasnya serta paham dengan regulasi penyelenggaraan pemilu. Itulah
polemik dalam penyelenggaraan pemilu tahun 2019 di Kabupaten
Pekalongan yang diantaranya pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang
(PSU) di TPS 07 Kelurahan Bener, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten
Pekalongan. Selalu ada polemik yang datang dan menghambat jalannya
pelaksanaan pemilihan umum tahun 2019 ini, akan tetapi hambatan
maupun polemik demikian tidak menyurutkan semangat seluruh
pejuang demokrasi dari jajaran Bawaslu Kabupaten Pekalongan sampai
dengan Pengawas TPS serta masyarakat yang merupakan elemen
penting dalam menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum tahun
2019 sehingga dapat tercipta pemilu yang demokratis, berkeadilan, dan
berintegritas.
97. 85
Mengawal Hak Politik Masyarakat Kabupaten
Pekalongan pada Pemilu 2019
Ahmad Dzul Fahmi
ak politik warga negara merupakan bagian dari hak-hak yang
dimiliki oleh warga negara dimana asas kenegaraannya
menganut asas demokrasi. Lebih luas, hak politik itu merupakan bagian
dari hak turut serta dalam pemerintahan. Hak turut serta dalam
pemerintahan dapat dikatakan sebagai bagian yang amat penting dari
demokrasi. Hak ini bahkan dapat dikatakan sebagai pengejawantahan
dari demokrasi, sehingga jika hak ini tidak ada dalam suatu negara,
maka negara tersebut tidak semestinya mengakui diri sebagai negara
demokratis. Negara-negara yang menganut demokrasi, pada umumnya
mengakomodir hak politik warga negaranya dalam suatu
penyelenggaraan pemilihan umum, baik itu bersifat langsung maupun
tidak langsung.
H
98. 86
Sejak lahirnya NKRI tahun 1945, negara telah menjunjung tinggi
pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM). Sikap tersebut tampak dari
Pancasila dan UUD 1945, yang memuat beberapa ketentuan tentang
penghormatan HAM warga negara. Sehingga pada praktek
penyelenggaraan negara, perlindungan atau penjaminan terhadap HAM
dan hak-hak warga Negara (citizen’s rights) atau hak-hak
konstitusional warga negara (the citizen’s constitutional rights) dapat
terlaksana.
Hak-hak warga negara (citizen’s rights) yang di atur negara
meliputi (a) Hak untuk hidup; (b) Hak berkeluarga dan melanjutkan
keturunan; (c) Hak mengembangkan diri; (d) Hak memperoleh
keadilan; (e) Hak atas kebebasan pribadi; (f) Hak atas rasa aman; (g)
Hak atas kesejahteraan; (h) Hak turut serta dalam pemerintahan; (i) Hak
wanita; dan (j) Hak anak. Pada poin (h) secara nyata negara
memberikan pengakuan kepada setiap warga negara untuk ikut serta
dalam pemerintahan yakni adanya hak politik, meliputi hak memilih
dan dipilih.
Menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih
dan mempunyai keyakinan politiknya”. Lebih lanjut menurut ketentuan
Pasal 43 ayat (1) UU ini, dinyatakan bahwa “Setiap warga negara
berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan
persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”. Kedua ketentuan pasal di atas jelas
menunjukkan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga
Negara Indonesia itu sendiri untuk melaksanakan hak memilihnya.
Hak pilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil
and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan
99. 87
UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on
Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak
Sipil Dan Politik). Pasal 25 ICCPR menentukan bahwa, “Setiap warga
negara juga harus mempunyai hak dan kebebasan, tanpa pembedaan
apapun sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan tanpa pembatasan
yang tidak beralasan:
a) ikut dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara
langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas;
b) memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang jujur,
dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui
pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan dalam
menyatakan kemauan dari para pemilih;
c) memperoleh akses pada pelayanan umum di negaranya atas
dasar persamaan.”
Sesuai prinsip kedaulatan rakyat, maka seluruh aspek
penyelenggaraan pemilihan umum harus di kembalikan kepada rakyat
untuk menentukannya. Tidak adanya jaminan terhadap hak warga
negara dalam memilih pemimpin negaranya merupakan suatu
pelanggaran terhadap hak asasi. Terlebih lagi, UUD 1945 pasal 2 Ayat
(1) menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.
Pada pemilu 2019, di kabupaten pekalongan ada 422 orang yang
menggunakan hak politiknya menjadi anggota DPRD Kabupaten. Dari
banyaknya caleg tersebut hanya 45 kursi anggota DPRD Kabupaten
yang tersedia sehingga mereka harus berkompetisi untuk menjadi para
wakil rakyat terpilih.
Sesuai dengan ketentuan Peraturan KPU yang mengatur tentang
kampanye, caleg boleh menyampaikan visi misinya kepada masyarakat
100. 88
untuk mengkampanyekan dirinya, menarik hati para pemilih selama
202 hari dimulai tanggal 23 september 2018 sampai dengan 13 april
2019.
Pada kenyataannya tidak semua caleg menggunakan kesempatan
yang telah diberikan untuk mengenalkan dirinya kepada masyarakat
dan yang lebih miris lagi justru caleg yang menggunakan kesempatan
berkampanye banyak sekali terjadi pelanggaran-pelanggaran
kampanye, seperti pemasangan alat peraga kampanye (APK) dipasang
di pohon, di wilayah pendidikan, di wilayah kantor pemerintahan
kecamatan maupun balai desa, di tempat ibadah.
Disamping itu, ada juga caleg yang tidak memberitahukan
kegiatan kampanyenya kepada kepolisian sehingga ketika ditanya
pengawas terkait surat tanda terima pemberitahuan yang dikeluarkan
oleh kepolisian mereka tidak bisa menunjukkannya kepada pengawas
dan kampanye pun harus dibubarkan.
Oleh karena itu, sebagai wujud preventif sesuai dengan amanat
undang undang, Bawaslu Kabupaten Pekalongan berkirim surat kepada
partai politik peserta pemilu supaya bisa tersampaikan kepada para
calegnya untuk menaati peraturan tentang tata cara kampanye.
Sehingga ketika masih terjadi pelanggaran-pelanggaran lagi akan
ditindak pengawas pemilu sebagai pihak yang amanati undang-undang.
Tiga hari setelah surat himbauan preventif untuk penertiban
sendiri dikirim, masih banyak alat peraga kampanye yang belum
ditertibkan sendiri. Sehingga pengawas pemilu bersama satpol PP
menertibkan semua APK yang melanggar.
Setelah tindakan penertiban APK yang dilakukan Pengawas
pemilu beserta satpol PP, banyak caleg yang protes kepada pengawas
terkait ketidaktahuan pelanggarannya. Ini menandakan surat himbauan
101. 89
sebagai wujud preventif yang dikirim ke partai peserta pemilu masih
banyak yang belum tersampaikan caleg, walaupun para caleg
seharusnya sudah mengetahui terkait ketentuan peraturan tersebut dan
dianggap tahu. Berdasarkan kejadian tersebut, pengawas pemilu
berinisiatif untuk mensosialisasikan ketentuan dalam kampanye kepada
422 orang caleg di Kabupaten pekalongan.
Bawaslu kabupaten berprinsip harus melayani dan mengawal
hak politik semua masyarakat baik para pemilih maupun yang dipilih
(caleg) melalui upaya sosialisasi peraturan perundangan pemilu 2019
yang secara terus disampaikan kepada masyarakat luas.
Semua masyarakat yang sudah mempunyai hak pilih diharapkan
bisa terakomodir dalam data pemilih sehingga bisa menggunakan hak
pilihnya, begitu pula sebaiknya masyarakat yang menjadi caleg bisa
memperkenalkan dirinya bisa mengkampanyekan dirinya tanpa
melanggar peraturan perundangan yang berlaku.
103. 91
Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu
Acara Cepat
Ahmad Dzul Fahmi
idak bisa” bentak Paijo dengan nada keras. Warga yang ikut
mengerumuni percekcokan antara Paimin dan Paijo menjadi
tegang. Paijo adalah tim kampanye dari partai pelangi kemanusiaan
(PPK) yang terdaftar di KPU kabupaten seberang lor.
Pada hari Senin yang lalu, Paijo disuruh pengurus cabang partai
PPK untuk memasang baliho se Kecamatan Tumaristis. Ketika Paijo
mau melaksanakan ibadah sholat Jum’at di Masjid Jami’ Desa Tunggul
Angin, langkahnya terhenti di depan masjid karena baliho yang
dipasang terhalang pandang oleh partai lain yang kebetulan dipasang
tepat di depannya.
“T
104. 92
“Siapa yang memasang baliho ini?” gumamnya dalam hati.
Sudah tahu ada baliho partai PPK tetapi malah memasang di depannya.
“Baliho partaiku jadi gak kelihatan.. kurang ajar !!!’ gerutu Paijo.
Paijo berniat melepas baliho partai tersebut tapi diurungkan
niatnya karena melihat jarum jam di tangannya menunjukan pukul
11.30 wib. “Habis sholat coba nanti saya tanyakan kepada penduduk
sekitar siapa yang memasangnya biar nanti saya suruh untuk melepas
baliho ini” ucapnya lirih.
Waktu menunjukan pukul 12.45 wib suasana rame masjid oleh
para jama’ah sedikit demi sedikit menjadi lengang tinggal 5 orang saja
yang semuanya adalah pengurus takmir masjid ditambah paijo menjadi
6 orang.
Paijo memberanikan diri bertanya kepada takmir masjid “
Assalamualaikum” ucapnya dengan nada sopan. “Waalaikumsalam”
jawab semuanya secara serempak tanpa ada komando. “Perkenalkan
saya paijo, saya berasal dari desa sebelah” lanjutnya, “Mohon maaf
saya mau tanya, apakah bapak bapak semua tahu siapa yang
memasang baliho partai umat pejuang (PUP)” imbuhnya. Tanpa
dikomando lima orang tersebut menjawab serentak “Tidak tahu”.
Kemudian Paijo menjelaskan tiga hari yang lalu dirinya telah
memasang baliho dari partai PPK, tetapi sekarang di depan baliho
tersebut sudah terpasang baliho dari partai lain sehingga menghalangi
pandangan mata baliho miliknya dan ini sangat merugikan partai dan
dirinya sebagai tim kampanye. “Ya sudah pak, mohon pamit, terima
kasih” pungkasnya.
Dengan langkah gontai dan perasaan kecewa Paijo berjalan
menuju baliho partai PUP di depan masjid bermaksud untuk
melepasnya. Akan tetapi, baru satu tiang yang berhasil dilepas tiba tiba
105. 93
dari kejauhan terdengar suara teriakan oleh orang yang tidak dikenal
“Haaaiii berhenti !!!”.
Beberapa saat kemudian muncul sosok yang tinggi besar dengan
rambut panjang atau lebih tepatnya gondrong, terlihat celana blue jeans
yang dikenakan ada sobekan persis di lututnya dengan kaos warna
kuning mencolok hampir menyerupai kecoklatan dia kenakan, sebuah
gambar partai PUP nampak di punggungnya. Hal ini berbanding dengan
dengan tubuh paijo yang kurus kering dengan potongan rambut
mohawk dan tampak sesekali terlihat tato macan di lengannya yang
tertutupi baju hem lengan pendek warna salur.
“Siapa kamu?? Berani beraninya melepas baliho partai milik
saya” bentak orang tersebut dengan suara kasar dan penuh selidik. “Aku
Paijo tim kampanye partai PPK yang balihonya kamu tutupi dengan
baliho milikmu” jawab paijo singkat. “Lalu kenapa baliho partai
milikku kamu lepas?” Tanya orang tersebut “Karena baliho partaimu
menghalangi baliho milikku dan ini sangat merugikan partai saya”
jawab Paijo “Orang-orang yang lewat daerah ini jadi tidak bisa melihat
gambar baliho ini” imbuhnya.
“Saya Paimin, saya juga tim kampanye dari partai PUP” terang
Paimin, “Partai kami juga punya hak yang sama untuk kampanye
dengan memasang baliho dimana saja sesuai daerah pemilihan” lanjut
Paimin dengan nada diplomatis. “Tapi baliho saudara menghalangi
pandangan baliho milik orang lain” bantah Paijo. “Pokoknya baliho
ini harus dilepas” lanjutnya.
Tanpa disadari, perdebatan mereka berdua mengundang
sejumlah warga untuk datang ke depan masjid termasuk lima orang
pengurus masjid yang sudah berada di barisan depan menyaksikan
mereka dengan rasa penuh penasaran.
106. 94
“Sudah… sudah… jangan bertengkar” terdengar salah satu
warga mencoba melerai, “Jangan pada rebut di depan masjid.. bawa
saja permasalahan ini ke rumah pak RT” Sahut warga lainnya.
Akhirnya Paijo dan Paimin beserta beberapa warga menuju rumah Pak
RT.
Akan tetapi Pak RT menolak untuk menyelesaikan masalah ini
karena menganggap bahwa yang berwenang untuk menyelesaikan
permasalahan pemilu adalah Badan pengawas pemilu beserta
jajarannya. “Saya tidak punya kewenangan untuk menyelesaikan
masalah ini, karena saya bukan pengawas pemilu” kata pak RT,
“Sebentar saya telpon mas Johan.. dia adalah pengawas pemilu di desa
ini” lanjutnya.
Setelah menunggu sekitar lima menit, datanglah seorang pemuda
turun dari sepeda motor yang ditumpanginya kemudian berjalan
menuju ke rumah Pak RT yang sudah menunggunya. Seorang pemuda
tersebut memakai jaket hitam dan bertopi dengan warna yang sama.
Terlihat logo di dadanya sama persis seperti logo yang tertera di
topinya, dibawah logo tertulis pengawas pemilu Desa Tumaritis.
“Assalamualaikum…” sapanya dengan nada sopan dan dijawab
secara serentak oleh semua orang yang ada di ruang tamu tersebut.
“Perkenalkan, nama saya Johan, saya adalah pengawas pemilu di desa
ini” lanjutnya sambil menuju kursi yang yang sudah disediakan.
Paijo yang sudah lama menahan emosi langsung
mengungkapkan kekesalan dan kekecewaannya atas ulah Paimin. Akan
tetapi belum selesai berbicara, Paimin sudah memotong
pembicaraannya bahwa yang dia lakukan adalah atas perintah pengurus
partainya dan setiap partai politik punya hak untuk berkampanye
memasang baliho dan alat peraga kampanye lainnya.