Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen
(quasi experiment) yaitu salah satu metode yang bertujuan untuk melihat adanya
hubungan sebab akibat antara dua variabel dengan desain penelitian nonequivalent control grup design yang berarti sampel pada penelitian baik kelas
eksperimen maupun kelas kontrol tidak dipilih secara random akan tetapi
pemilihan kelas dilakukan secara purposive sampling yaitu pemilihan sampel
yang didasarkan pada karakteristik dan kemampuan dengan ukuran yang sama.
Satu kelompok (eksperimen) memperoleh pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan problem posing sedangkan kelompok yang lainnya (kontrol)
memperoleh pembelajaran biasa
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen
(quasi experiment) yaitu salah satu metode yang bertujuan untuk melihat adanya
hubungan sebab akibat antara dua variabel dengan desain penelitian nonequivalent control grup design yang berarti sampel pada penelitian baik kelas
eksperimen maupun kelas kontrol tidak dipilih secara random akan tetapi
pemilihan kelas dilakukan secara purposive sampling yaitu pemilihan sampel
yang didasarkan pada karakteristik dan kemampuan dengan ukuran yang sama.
Satu kelompok (eksperimen) memperoleh pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan problem posing sedangkan kelompok yang lainnya (kontrol)
memperoleh pembelajaran biasa
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Â
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Â
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. T E O R I T E S K L A S I K
T E O R I R E S P O N B U T I R
A N A L I S I S B U T I R
Assesment Pendidikan Matematika
2. K E L O M P O K 6
Assesment Pendidikan Matematika
M U H A M M A D R I S K I ( 2 2 3 0 9 2 5 1 0 6 2 )
D I N A D A M I YA N T I H I D AYA T ( 2 2 3 0 9 2 5 1 0 6 6 )
U S WA T U N H A S A N A H ( 2 2 3 0 9 2 5 1 0 6 7 )
I N D A H N I K M A T U L H I D AYA T I ( 2 2 3 0 9 2 5 1 0 74 )
3. Analisis butir soal kualitatif
Analisis butir soal kuantitatif
A N A L I S I S B U T I R
4. A N A L I S I S B U T I R S OA L
Item tes harus dianalisis kekuatan dan kelemahannya dan kemudian diubah atau
dibuang seperlunya. Setelah tes diberikan dan diberi skor, tinjauan menyeluruh atau
analisis item harus dilakukan. Untuk itu, melibatkan alat statistik, seperti indeks
kesulitan soal, daya pembeda, dan indeks diskriminan (Wright, 2008)
Selain itu, analisis butir kualitatif dapat digunakan dalam mengembangkan
tes. Hal ini dapat dilakukan dengan menyisihkan tes selama beberapa hari.
Melakukan review beberapa hari kemudian akan mengungkapkan sejumlah
kesalahan. Selain itu, juga dapat meminta kolega untuk meninjau kembali
soal tersebut (Cecil, 2008)
5. Telaah kualitatif atau analisis teoritik dilakukan sebelum butir-butir soal diuji cobakan dan di
analisis secara empirik. Analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaidah
penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Ada beberapa teknik yang dapat digunakan
untuk menganalisis butir soal secara kualitatif, diantaranya adalah:
1) Teknik moderator merupakan teknik berdiskusi yang di dalamnya terdapat satu orang
sebagai penengah. Berdasarkan teknik ini, setiap butir soal didiskusikan secara bersama-sama
dengan beberapa ahli seperti guru yang mengajarkan materi, ahli materi, penyusun atau
pengembang kurikulum, ahli penilaian, ahli bahasa, berlatar belakang psikologi.
2) Teknik Panel yakni suatu teknik menelaah butir soal berdasarkan kaidah penulisan butir soal.
Kaidah itu diantaranya materi, konstruksi, bahasa atau budaya, kebenaran kunci jawaban atau
pedoman penskoran.
A N A L I S I S B U T I R S OA L KU A L I TAT I F
6. Menurut Tim Pusbangsisjian, (1997/ 1998) kaidah-kaidah yang harus diperhatikan dalam menelaah butir
soal yang berbentuk objektif pilihan ganda dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel. Lembar Telaah Butir Soal Pilihan Ganda
Dalam analisis soal tes secara teoritik yang dikaji
adalah kesesuaian antara butir-butir soal dengan
tujuan atau indikator dan apakah soal tes sudah
memenuhi validitas isinya. Soal tes juga dicermati
penggunaan bahasa, kejelasan dan kesingkatannya,
juga dilihat kejelasan dan kefungsian tabel dan atau
gambar. Pilihan jawaban juga dicermati kejelasannya.
7. Untuk mendapatkan soal yang baik perlu dilakukan
analisis butir soal. Analisis butir dilakukan terhadap butir
tes dengan menggunakan data hasil uji coba. Ada dua
acuan yang dapat digunakan dalam melakukan analisis
butir tes, yaitu acuan norma dan acuan kriteria
A N A L I S I S B U T I R S OA L KU A N T I TAT I F
8. A N A L I S I S B U T I R S O A L
A C U A N N O R M A
A N A L I S I S B U T I R S O A L
A c u a n k r i t e r i a
Tujuan penilaian acuan norma adalah
untuk mengetahui kedudukan peserta
didik dalam kelompoknya (kelas). Oleh
karena itu butir-butir soal yang dipakai
dalam ujian tidak boleh terlalu sukar atau
terlalu mudah. Kisaran indeks
kesukarannya 0,3 sampai 0,8 dan daya
beda minimal 0,3.
Tujuan penilaian acuan kriteria adalah
untuk mengetahui kemampuan seseorang
menurut kriteria tertentu. syarat pertama
yang harus dipenuhi adalah bahwa butir
soal yang digunakan harus mencerminkan
indikator kemampuan yang ditargetkan.
Tingkat pencapaian suatu kemampuan
dasar adalah proporsi jumlah peserta tes
yang menjawab benar terhadap indikator
kemampuan dasar yang bersangkutan.
9. Pendekatan teori tes klasik
Pendekatan teori respon butir
A N A L I S I S B U T I R
10. D I KO T O M I
Objek yang dinilai dapat berupa benar-salah, iya-tidak,
melakukan-tidak melakukan suatu kegiatan, ada-tidak ada dan
lain sebagainya. Biasanya pemberian skor pada dikotomi yang
benar atau yang melakukan diberikan skor (1) sedangkan yang
salah atau tidak melakukan diberikan skor (0).
contoh :
Benar = 1
Salah = 0
contoh :
Iya = 1
Tidak = 0
contoh :
Melakukan = 1
Tidak melakukan = 0
contoh :
Ada kegiatan = 1
Tidak ada kegiatan = 0
11. P O L I T O M I
Dalam politomi yang dinilai adalah hasil
pemikiran ataupun tindakan yang diukur,
penilaianya tidak hanya menggunakan 1-0,
namun bervariasi. Misalnya 1-2-3-4,
Contoh :skala liker
sangat setuju = 4
setuju = 3
tidak setuju = 2
sangat tidak setuju = 1
12. P E N G U KU R A N
Pengukuran merupakan proses pemberian
angka yang diharapkan dapat menunjukkan
kemampuan peserta didik. untuk melakukan
pengukuran dibutuhkan alat ukur yang baik
untuk memberikan informasi yang akurat dan
menggambarkan kemampuan peserta didik
yang sebenarnya
Contoh : soal ujian akhir semester
13. T E O R I P E N G U KU R A N
Setiap pengukuran dalam bidang pendidikan selalu
mengandung kesalahan pengukuran. Kesalahan ini
bersifat sistematik dan ada yang bersifat acak.
Kesalahan acak disebabkan kondisi fisik dan mental
yang diukur dan yang mengukur bervariasi dan
variasinya diasumsikan acak. sedangkan kesalahan
yang sistematik disebabkan oleh alat ukurnya, yang
diukur, dan yang mengukur. Demikian kompleksnya
masalah pengukuran sehingga dibutuhkan teori
pengukuran. Saat ini ada dua teori pengukuran yang
digunakan secara luas, yaitu teori tes klasik dan
teori modern atau teori respon butir.
14. T E O R I T E S K L A S I K
teori tes yang menggunakan
model matematika sederhana
yang menunjukkan hubungan
antara skor amatan, skor
sebenarnya, dan skor
kesalahan.
15. Teori tes klasik atau disebut teori skor murni
klasik (Allen & Yen, 1979) didasarkan pada suatu
model aditif, yakni skor amatan merupakan
penjumlahan dari skor sebenarnya dan skor
kesalahan pengukurn. Bisa disimbolkan secara
matematis :
X = T + E
X = Skor amatan/skor tampak/observed score
T = Skor sebenarnya/skor murni/true score
E = Error/error score
T E O R I T E S K L A S I K
16. Instrumen hanya mengukur satu dimensi. misalnya instrumen atau tes dirancang
menguji matematika maka dimensi yang diukur juga hanya matematika
tidak ada hubungan antara skor murni dengan skor kesalahan
tidak ada hubungan antara kesalahan pada pengukuran pertama dan kesalahan pada
pengukuran kedua
A S U M S I T E O R I T E S K L A S I K
tidak ada hubungan antara skor murni pada pengukuran pertama dengan
kesalahan pada pengukuran kedua
tidak ada hubungan antara skor murni pada pengukuran kedua dengan
kesalahan pada pengukuran pertama
rata-rata kesalahan pengukuran pada populasi adalah 0
18. I N D E K S
K E S U K A R A N
Kesulitan item didefinisikan sebagai persentase atau
proporsi peserta tes yang menjawab item tersebut
dengan benar.
analisis tingkat kesukaran digunakan untuk menguji
soal-soal tes dari segi kesulitannya sehingga dapat
diperoleh soal-soal mana yang mudah, sedang, dan
sukar
20. P R O P O S I S I
M E N J AWA B B E N A R
• Indeks kesukaran pada penskoran dikotomi
kriteria
21.
22. P R O P O S I S I
M E N J AWA B B E N A R
• Indeks kesukaran pada penskoran politomi
kriteria
23.
24. • Soal sukar 25%, soal sedang 50%, soal mudah
25%
• Soal sukar 20%, soal sedang 60%, soal mudah
20%
• Soal sukar 15%, soal sedang 70%, soal mudah
15%
P E R H I T U N G A N P R O P O S I S I
25. DAYA P E M B E DA
Mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan tes
tersebut dalam membedakan siswa yang memiliki
kemampuan rendah dengan siswa yang memiliki
kemampuan tinggi. Untuk menentukan Daya
Pembeda dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu:
• Indeks Diskriminasi
• Indeks Korelasi Biserial
• Indeks Korelasi Point Biserial
• Indeks Keselarasan
26. I N D E K S
D I S K R I M I N A S I
• Daya Pembda pada penskoran dikotomi & politomi
kriteria
Pembagian kelompok atas dan bawah dapat dilakukan dengan berbagai macam presentase, namun yang
sering atau paling banyak digunakan adalah menentukan 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah
27.
28.
29. D I S T R A C T E R
( P E N G E C O H )
Analisis distracter atau pengecoh hanya ada pada
soal pilihan ganda (objektif). Jawaban yang salah
berfungsi untuk mengalihkan perhatian peserta
yang menjawab.
Pengecoh dapat dikatakan berfungsi dengan baik
ketika:
• Pilihan (pengecoh) dipilih oleh beberapa
peserta
• Pengecoh berfungsi dengan baik ketika peserta
tes yang ada di grup bawah memilih distraktor
lebih banyak dibandingkan peserta tes yang ada
di grup atas.
30. Interpretasi:
• Untuk soal nomor 1 kunci jawabannya adalah A, terlihat bahwa pengecoh B
tidak berfungsi dengan baik. Untuk pengecoh C berfungsi tidak baik. Untuk
pengecoh D berfungsi dengan baik.
• Untuk soal nomor 2 kunci jawabannya adalah B, terlihat bahwa pengecoh A
berfungsi dengan baik. Untuk pengecoh C berfungsi dengan baik. Untuk
pengecoh D berfungsi dengan baik.
33. Konsep teori respons butir didasarkan pada dua postulat
(a) Prestasi peserta
tes pada suatu soal
dapat diprediksikan
oleh sekelompok
faktor yang disebut
latent trait atau
kemampuan,
(b) Hubungan antara prestasi
peserta tes pada suatu soal
dengan kemampuan yang
mendasarinya digambarkan
oleh suatu fungsi naik secara
monoton yang disebut kurva
karakteristik butir atau Item
Characteristic Function/ICC
(Retnawati 2003).
34.
35.
36. ASUMSI-
ASUMSI IRT
Syarat suatu model agar cocok dengan data tes yaitu
harus memenuhi asumsi-asumsi dalam IRT
(Mardapi 1991).
UNIDIMENSI
asumsi yang menyatakan
bahwa setiap soal hanya
mengukur satu kemampuan
peserta tes
INDEPENDEN LOKAL
Independensi lokal dibagi
menjadi dua yaitu
independensi lokal terhadap
respons peserta tes dan
independensi lokal terhadap
soal
INVARIANSI
Karakteristik butir soal tidak
tergantung pada distribusi
parameter kemampuan peserta
tes dan parameter yang menjadi
ciri peserta tes tidak bergantung
dari ciri butir soal
37. Suatu soal dapat dinyatakan unidimensi apabila telah
dibuktikan dengan analisis faktor. Ada beberapa cara untuk
menguji asumsi unidimensi. Menurut De Mars (2010), ada
tiga cara yang sering digunakan, yakni analisis nilai eigen dari
matriks korelasi inter butir, uji-Stout pada uji asumsi
unidimensi, dan indeks berdasarkan residual pada
penyelesaian unidimensi.
Apabila hasil pengukuran menunjukkan bahwa dimensi
yang dominan adalah satu, maka asumsi unidimensi sudah
terpenuhi. Penggunaan analisis faktor bertujuan untuk
memperlihatkan pada kelompok faktor mana butir itu
berada. Setiap faktor hanya menunjukkan suatu dimensi
kemampuan peserta tes (Syarifah 2007).
Contohnya, pada tes prestasi belajar bidang studi
matematika, butir-butir yang termuat di dalamnya hanya
mengukur kemampuan siswa dalam bidang studi
matematika saja, bukan bidang yang lainnya.
unidimensi
38. Independen
Lokal
memiliki arti bahwa benar salahnya peserta tes
menjawab sebuah soal tidak dipengaruhi oleh benar
salahnya peserta tes lain dalam menjawab benar
soal.
INDEPENDENSI LOKAL TERHADAP
RESPONS PESERTA TES
memiliki arti bahwa salahnya seorang peserta tes
menjawab sebuah soal tidak dipengaruhi oleh benar
salahnya peserta tes dalam menjawab benar soal
yang lain (Allen & Yen 2002)
INDEPENDENSI LOKAL TERHADAP SOAL
• eksak melalui rumus peluang
• statistika melalui chi square
CARA MENGUJI INDEPENDENSI LOKAL
Independen Lokal dan Unidimensi saling terkait.
ketika asumsi unidimensi benar atau terpenuhi,
maka independen lokal diperoleh
39. Invariansi
Menurut Hambleton, Swaminathan, & Rogers
(1991:18), invariansi parameter kemampuan dapat
diselidiki dengan mengajukan dua perangkat tes atau
lebih yang memiliki tingkat kesukaran yang berbeda
pada sekelompok peserta tes.
Invariansi parameter kemampuan akan terbukti jika
hasil estimasi kemampuan peserta tes tidak berbeda,
walaupun tes yang dikerjakan berbeda tingkat
kesulitannya.
Invariansi parameter butir dapat diselidiki dengan
mengujikan tes pada kelompok peserta yang berbeda.
Invariansi parameter butir terbukti jika hasil estimasi
parameter butir tidak berbeda walaupun diujikan pada
kelompok peserta yang berbeda tingkat
kemampuannya.
41. Model logistik satu parameter
(Model Rasch)
Model logistik dua parameter
Model logistik tiga parameter
T I G A M O D E L
T E O R I R E S P O N
B U T I R
42. Model ini dikembangkan oleh Rasch (1966) . Model ini
memiliki satu parameter butir untuk menunjukan
karakteristik butir soal, yaitu parameter tingkat
kesulitan butir atau indeks kesulitan butir (bi).
Parameter ini lah yang akan mempengaruhi atau
menentukan karakteristik (kemampuan) peserta tes.
Dengan kata lain, tingkat kemampuan seorang
peserta didik dapat diukur dengan parameter tingkat
kesulitan butir tersebut.
M O D E L L O G I S T I K S AT U PA R A M E T E R
( 1 - P L M O D E L ATA U M O D E L R A S C H )
43. Prinsip pengukuran pada model Rasch merupakan
pembandingan langsung antara individu dan item
butir. Individu adalah kemampuan peserta tes, dan
butir adalah parameter tingkat kesulitan.
CONTOH: misalkan bila kemampuan peserta tes naik,
maka peluang menjawab benar butir tes menjadi
lebih besar. Demikian pula misalkan tingkat kesulitan
naik, maka peluang menjawab salah menjadi besar.
M O D E L L O G I S T I K S AT U PA R A M E T E R
( 1 - P L M O D E L ATA U M O D E L R A S C H )
44. Parameter bi merupakan suatu titik pada skala
kemampuan agar peluang menjawab benar sebesar
50%. Misalkan suatu butir tes mempunyai parameter
bi = 0,3, artinya diperlukan kemampuan minimal 0,3
pada skala untuk dapat menjawab benar dengan
peluang 50%. Semakin besar nilai parameter bi ,
maka semakin besar kemampuan yang diperlukan
untuk menjawab benar dengan peluang 50%. Dengan
kata lain, semakin besar nilai parameter bi, maka
makin sulit butir soal tersebut.
M O D E L L O G I S T I K S AT U PA R A M E T E R
( 1 - P L M O D E L ATA U M O D E L R A S C H )
45. Berikut merupakan ilustrasi kurva karakteristik
butir untuk model Rasch (1 parameter) dengan
butir 1 (b=-0,5), butir 2 (b=0) dan butir 3 (b=0,5).
Keterangan:
P(θ) : peluang peserta tes menjawab benar soal ke-i
θ : tingkat kemampuan peserta tes terletak di antara -4 dan +4
e : bilangan euler yang nilainya mendekati 2,718
bi: parameter tingkat kesukaran soal pada soal ke-i
1-Parameter
Hubungan peluang menjawab benar dengan tingkat
kemampuan peserta dapat digambarkan sebagai kurva
karakteristik butir (item Characteristic Curves, ICC)
M O D E L L O G I S T I K S AT U PA R A M E T E R
( 1 - P L M O D E L ATA U M O D E L R A S C H )
46. Jika a bernilai 1, maka model 2 parameter ini
menjadi model logistik 1 parameter.
Parameter : indeks kesukaran butir (bi) dan indeks
daya beda butir (ai)
2-Parameter
M O D E L L O G I S T I K D U A PA R A M E T E R
( 2 - P L M O D E L )
Sebagai ilustrasi, kurva karakteristik butir 1
(a=0,5; b=0,5) dan butir 2 (a=1; b=0,5) disajikan
pada gambar 2.2.
47. Parameter : indeks kesukaran butir (bi), indeks daya beda butir (ai) dan tebakan semu (ci).
Parameter pseudo guessing adalah parameter faktor kebetulan menjawab dengan benar pada model ini tidak sama dengan nol.
Hal ini berarti peserta tes yang berkemampuan rendah sekalipun mempunyai peluang untuk menjawab dengan benar walaupun
baginya soalnya tergolong sulit
3-Parameter
M O D E L T I G A PA R A M E T E R
( 3 - P L M O D E L )
Sebagai ilustrasi, gambar 2.3 merupakan kurva
karakteristik butir 1 (a=1, b=0,5, c=0) butir 2
(a=0,5, b=0,5, c=0) dan butir 3 (a=0,5, b=0,5,
c=0,2).
48. K L A S I F I K A S I KU A L I TA S S OA L
YA N G B A I K
Menurut Hidayatulloh (2013) kualitas soal yang baik menurut IRT adalah soal
yang cocok dengan model IRT dan memiliki tingkat kesukaran soal -2 ≤ b ≤ 2
dalam skala logit.
Menurut Hayat (1994) soal yang tidak cocok dengan model, secara empiris
merupakan soal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya atau soal yang
bias. Soal yang tidak cocok terhadap model disebabkan oleh materi,
konstruksi, atau bahasa.
2
Menurut Hambleton et al. (1991) kualitas soal yang baik menurut IRT adalah
soal yang memiliki parameter tingkat kesukaran soal -2 ≤ b ≤ 2 dalam skala
logit pada kurva normal. Jika nilai bi mendekati -2, maka indeks kesukaran
butir sangat rendah, sedangkan jika nUai bi mendekati +2 maka indeks
kesukaran butir sangat tinggi untuk suatu kelompokpeserta testSoal yang
ditolak/dikriteriakan tidak baik adalah soal yang memiliki parameter tingkat
kesukaran soal (b) > 2 atau < -2 dalam skala logit.
1
3
49. K L A S I F I K A S I KU A L I TA S S OA L
YA N G B A I K
Pada suatu butir tes, nilai ci ini berkisar antara 0 dan 1. Suatu butir dikatakan
baik jika nilai ci tidak lebih dari 1/k, dengan k banyaknya pilihan (Hullin, 1983:
36). Jadi misalkan pada suatu perangkat tes pilihan ganda dengan 4 pilihan
untuk setiap butir tesnya, butir ini dikatakan baik jika nilai ci tidak lebih dari
0,25.
5
Secara teoretis, nilai ai terletak antara -êš™ sampai +êš™. Pada butir yang baik
nilai ini mempunyai hubungan positif dengan performen pada butir dengan
kemampuan yang diukur, dan ai terletak antara 0 sampai 2 (Hambleton &
Swaminathan, 1985: 37 ).
4
50. K E L E B I H A N I R T
Memungkinkan peneliti untuk melakukan pengukuran yang
sangat cermat pada kelompok-kelompok yang ekuivalen
namun berbeda kultur sehingga dapat diketahui ada bias atau
tidak pada hasil pengukuran itu.
2
Parameter butir dan peserta tes tidak saling mempengaruhi,
sehingga memungkinkan untuk melihat kontribusi sewaktu butir
itu ditambahkan atau dikurangi pada suatu perangkat tes.
1
51. K E L E M A H A N I R T
Bergantung pada software
2
Memerlukan ukuran sampel besar
3 Semakin banyak parameter dalam suatu
model semakin kecil asumsi yang harus
dipenuhi namun penghitungannya
semakin komplek.
5
Model yang digunakan adalah model
statistik sehingga dibutuhkan pengetahuan
tentang matematika dan statistika. Setiap
model menggunakan asumsi yang berbeda
walaupun di dalamnya ada asumsi yang
sama
4
Komputasinya memerlukan perhitungan
matematika yang rumit
1