SlideShare a Scribd company logo
Benjamin Kecil
Karya Laura E. Richard
Bisakah keluarga emas itu hidup dalam kedamaian setelah dikejutkan
oleh ketukan pintu sepuluh tahun yang lalu? Anak-anak yang sudah tumbuh itu
harus memutuskan, apakah mereka ingin (Benny) tinggal atau pergi?
Selanjutnya adalah undang-undang dari Benjamin Kecil.
BAGIAN PERTAMA
“Kupikir ada anak kucing yang mau masuk,” kata Ibu Emas. “Aku
mendengar dia menangis di mana-mana. Apa kamu mau pergi dan
membiarkannya, Adam?”
Adam meletakkan bukunya dan keluar; seluruh keluarga tampak
gembira, berharap bisa melihat Aladdin, si kucing hebat Maltese, masuk
dengan penuh wibawa. Di sana cuma ada jeda; lalu Adam kembali lagi dengan
muka pucat dan menatap ayahnya tanpa berbicara.
“Apa masalahmu, Anakku?” tanya Ayah Emas.
“Apakah anak kucing itu kesakitan?” tanya Ibu Emas dengan nada
cemas.
“Apa itu anjingnya Jackson?” teriak Lemuel, Mary, Rust, dan Joseph.
“Kucing itu tidak ada di sana!” kata Adam. “Di sana—di sana cuma ada
keranjang, Yah.”
“Keranjang? Apa maksudmu?”
“Keranjang yang panjang, dengan putih-putih di dalamnya; dan—
menangis!”
Anak itu pergi melewati pintu yang terbuka, dan tepat pada momen itu,
terdengar suara masuk, panjang, rendah, tangisan yang menyedihkan.
“Ya ampun!” kata Ibu Emas; ia ikut keluar dengan secepat kilat.
“Lihatlah!” kata Ayah Emas membuktikan. “Ibu kalian jadi lebih pandai
kalian. Pergi dan tolong dia!”
Anak-anak pun tergopoh-gopoh menuju pintu; tetapi mereka melihat Ibu
Eas kembali, membawa keranjang yang panjang itu, di dalamnya ada sesuatu
yang putih dengan tangisan yang halus.
“Bayi!” seru Ayah Emas.
“Bayi!” ulang Mary, Lemuel, Ruth, dan Joseph
“Baiklah, aku tahu sekarang, oh, rupanya seorang bayi,” protes Adam;
“tapi aku tidak suka tangisannya.”
Ibu Emas mengangkat bayi itu dan memeluknya; tangisan itu berhenti,
makhluk kecil itu merapatkan tubuhnya serta mengangkat wajahnya.
“Ya ampun!” kata Ibu Emas lagi. “Kemarilah gadis manis!”
Anak-anak gadisnya mendekat dengan antusias; sementara anak laki-
laki lain malas-malasan mendekat, mereka menatap ayah mereka; dan di
sinilah masalah si gadis-gadis kecil bermula.
“Dia sudah punya rambut!” teriak Ruth keriangan. “Bu! Itu rambut
sungguhan, dan keriting; lihat, Bu, keriting!”
“Lihat tangan kecilnya!” gumam Mary. “Mereka seperti kulit kerang
merah muda, betul-betul lembut. Oh! Lihatlah itu, Ruth!” Ia menggamit tangan
saudaranya agar bisa menikmati pemandangan bersama.
“Oh, Bu, apa tidak boleh kalau kami yang merawatnya?” rengek salah
satunya.
Ibu Emas mengamati betul-betul pakaian sang bayi.
“Kainnya terbuat dari linen, cukup bagus, tapi agak mengerikan. Selimut
flanel, hasil mesin bordir—tunggu! Ada catatan nih.”
Ibu Emas membuka kertas yang terlipat, membaca beberapa kata, dan
menuliskannya dengan kasar.
“Ibunya sudah mati, ayahnya telantar. Ibunya berdoa semoga ada yang
peduli dengan bayinya, ia berdoa demi Tuhan.”
“Oh, ya ampun!” kata Ibu Emas dengan ekspresi yang sama lagi.
“Dia bayi laki-laki!” teriak Ayah Emas semarak. Ia mendekat, dan bayi
laki-laki meminggirkan badan dari dekapan Ibu Emas, tampak gagah rupanya.
“Ini memang bayi laki-laki, dan ganteng!” kata Ibu Emas, menyeka
matanya. “Aku sudah lama tak melihat anak yang lebih indah dari ini. Ibu yang
malang, seharusnya ia tak buru-buru meninggalkan bayinya. Yah, apa yang
mau kaukatakan?”
“Seperti katamu, Bu,” kata Ayah Emas. “Bayi itu pasti dikirim langsung.”
“Maksudmu dikirim buatku? Mereka mungkin salah rumah.”
“Jangan bicara bodoh!” kata Ayah Emas. “Pertanyaannya adalah,
apakah mereka memang melakukannya? Ada alamat, ada barang, yang mana
anak terasing ini seharusnya dirawat dengan layak; kamu seharusnya peduli
dengan hal itu, Bu, tanpa basa-basi.”
“Oh! Ya! Kami bisa membantu!” teriak Mary. “Aku bisa memandikannya
dan juga memakaikan pakaian untuknya, aku tahu aku bisa, aku juga akan
mencintainya.”
“Aku juga!” kata Ruth yang berumur 12 tahun. “Kami bisa merawatnya,
Mary dan aku. Ayolah, Bu!”
“Tanggung jawab yang keren!” kata Ayah Emas.
“Bagus Jemima!” respons Ibu Emas mendengus. “Jika aku dari dulu tak
bisa merawat bayi, aku sudah menyerah.”
Ayah Emas memutar otak, dan ketika ia merenungi jawaban itu, istrinya
mengeluarkan aba-aba yang neko-neko, intrik manuver dari kaum feminin,
dengan tujuan seorang bayi. Dalam waktu lima menit ia sudah menyuapi anak
kecil itu pakai sendok, sekaligus mengumumkan kalau dia makan “seperti
seorang Jenderal!”
Para pria kecil semakin percaya diri, mereka mendekati lutut si bayi dan
manatap dengan mata antusias.
“Sepertinya dia baru saja menelan ludah!” teriak Lemuel. “Aku bisa lihat
ludah itu melewati tenggorokannya, dan menjalar ke tubuhnya yang lain.”
“Lihat, dia menangkap sendok!” kata Joseph. “Ya ampun! Apa dia kuat?
Apa dia bisa bicara, Bu?”
“Joe, kamu koplak!” kata Adam, yang berumur 16 tahun, dan jauh lebih
tahu. “Bagaimana mungkin dia bisa bicara, apa kamu tak lihat kalau dia belum
punya gigi?”
“Paman Rastus tidak punya gigi,” balas Joseph, “tapi dia bisa bicara
banyak, malah sampai mendengung-dengung.”
“Hush! Joseph!” tegur Ibu Emas. “Paman Rastus sudah sepuh.”
“Ya, Bu!” kata Joseph menjinak.
“Bayi ini punya gigi, Adam!” kata Ibu Emas penuh kemenangan. “Kurasa
giginya tiap menit mencucuk-cucuk gusi. Baguslah, dia juga tertawa seperti
bunga matahari! Apa kamu merasa kesakitan, pria kecil? Dia harus pakai cincin
besok.”
“Kukira, dia harus banyak mengalami pertumbuhan,” kata Adam
menimang-nimang si bayi dengan tangan kosong dan berisiko. “Mereka tak
pernah lahir dengan gigi, bukankah mereka tak berguna, kecuali bila pergi ke
Richard Ketiga, atau sesuatu yang luar biasa?”
“Bisa jadi!” kata Ruth. “Dia cukup melihat hal-hal luar biasa dari Richard
Ke-20 atau sesuatu.”
Tapi—“Sebuah pertumbuhan!” kata Ibu Emas. “Mungkin itulah waktunya
bayi itu tinggal di rumah ini jika kalian tak tahu lebih banyak daripada Adam.
Sekitar 6 bulan lagi, aku akan memberinya nama, sesuai dengan
ketampanannya yang kulihat ini.”
Ibu Emas menatap separuh melawan Ayah Emas yang balik menatap
dengan sebuah celaan yang lembut.
“Aku hanya berpikir kalau kau seharusnya peduli, Bu,” kata Ayah Emas.
“Kita wajib menyelidiki, dan melaporkan kejadian ini langsung; tetapi kalau tak
ada yang tahu, mungkin kita yang mesti menjaganya sebentar, sampai dia
seseorang menemukannya.”
“Seperti yang kupikirkan!” kata Ibu Emas antusias. “Kupikir
bagaimanapun, Joel, hal terbaiknya tentu kita biarkan giginya tumbuh dan
mengisi perutnya, memberinya makanan yang pantas kalau sudah
memutuskan untuk merawatnya. Di rumah ada anak-anak, mereka tak cukup
bisa merawatnya dengan baik, terlebih lagi kebanyakan mereka masih muda-
muda, dan mereka tak cukup memahami perut anak-anak. Itulah pengalaman
yang mereka butuhkan, bukan itikad baik kalau mereka merawatnya, aku sadar.
Tentu saja, ketika bayi ini mulai tumbuh jadi seorang pria, hal-hal yang
menyertainya akan berbeda. Kau mungkin akan kerja cukup keras sampai hal
itu terjadi, Yah, dan di situlah letaknya, tak diragukan lagi, lakukan yang terbaik
untuknya, mungkin hanya itulah yang bisa kita lakukan. Tapi—baiklah,
tengoklah ketika ia masuk, aku merasa saat itu melihat dia melewati rumah ini
dengan giginya.”
“Anak-anak, apa yang kalian katakan?” tanya Ayah Emas. “Kalian sudah
cukup umur untuk berpendapat, bahkan di antara kalian yang paling kecil pun
bisa.”
“Oh, kami mau rawat dia! Rawat dia!” komplain ketiga anak-anak yang
lebih muda.
Adam dan Lemuel bertukar-pandang penuh selidik.
“Kukira lebih baik tinggal, Yah!” kata Adam.
“Kupikir juga begitu!” kata Lemuel; keduanya saling memberi
kepercayaan.
“Sudah dipastikan,” kata Ayah Emas, “tak ada yang menolak. Setelah ini,
kita akan beri nama siapa bayi ini?”
Semua mata menatap sang bayi yang duduk di atas pangkuan Ibu Emas
seperti penggaris. Mulutnya penuh dengan susu, mengerjapkan mata penuh
keriangan.
Di sanalah sebuah gambaran yang cantik: wajahnya mengembang,
makhluk yang penuh dengan lekukan, benang-benang kuning yang
menyelubungi kepalanya itu, mulut kecil yang terbuka bersinar absurd; bersinar
di atasnya. Dengan tenang, Ibu Emas menatapnya dalam kerangka rambut
yang memerak, berhadap-hadapan dengan anak-anak, sementara Ayah Emas
duduk di kursi berbahan kulit binatang yang solid, nyaman, santun; dan kelima
anak yang tulus itu, wajah mereka tampak serius dan menyala dengan
kegembiraan yang luar biasa. Sebuah kebahagiaan gambaran rumah yang
nyaman. Tak ada hal yang luar biasa sebenarnya; ruangan itu penuh sesak
dengan kursi-kursi yang rapi, lemari yang tak seperti berada dalam ruangan Ibu
Emas biasanya; ia bahkan menganyam dari tempat yang lazim. Tapi sekarang,
semua cahaya itu memasuki dadanya oleh bayi berambut keriting.
“A-goo!” kata sang bayi yang tampak tertarik.
“Dia bilang namanya Goo!” Joseph koar-koar.
“Jangan sembrono, Joe!” kata Adam. “Siapa namanya yang tertulis di
kertas itu, Bu?”
“Di sini tertulis namanya Waif; tapi aku tak bisa menganggap kalau itu
nama umat Kristiani. Lebih mirip nama keluarga, bukankah begitu, Yah?”
“Itu bukan nama Kristiani, pastinya,” kata Ayah Emas. “Tidak seperti
nama kebanyakan, contohnya aku. Lebih baik kita beri bayi ini nama yang
cocok, Bu, beri nama saja yang objektif. Beranjak dari keluarga Kristiani,
biarkan dia dibaptis menjadi orang Kristen.”
“Oh, namai dia Athur!”
“Bill!”
“Richard!”
“Charlie!”
“Reginald!” teriak anak-anak serentak.
“Aku suka nama dari Bible!” kata Ibu Emas seraya berpikir-pikir. “Nama
itu permulaan yang bagus, buatlah dia berpikir ketika ia mendengar nama itu,
atau nama yang ia sukai. Semua anak kita dinamai berdasarkan kitab Bible,
Yah; jangan biarkan tradisi itu terputus dari hak istimewanya.”
“Tapi nama dari Bible itu buruk!” protes Lemuel yang tampak sensitif
karena mendengar nama yang familiar lagi.
“Nak,” tegur Ayah Emas, “ibumu yang memilihkan nama-nama dalam
keluarga kita.”
“Ya, Ayah!” respons Lemuel.
“Lemuel sayang, namamu saja nama dari seorang raja!” kata Ibu Emas.
“Dia anak laki-laki yang berbudi pada ibunya, begitu juga kamu. Bawalah Bible,
biarkan kita lihat apa nama yang cocok untuknya. Joseph, kau yang paling
muda, bukalah.”
Joseph pun membuka Bible yang bersampul kulit binatang berkualitas
tinggi, dan menutup matanya, membiarkan tangannya membalik-balik halaman;
kemudian ia membuka mata dan membaca:
“Di sana ada undang-undang dari Benjamin kecil; Pangeran Judah sang
pengadil; Pangeran Zebulun dan Pangeran Nephtail.”
“Zebulun dan Nephtail kedengarannya nama yang eksotik,” kata Ibu
Emas.
“Aku tak tahu apa-apa soal Nephtail, kecuali kalau dia bermata sipit.
Benjamin mungkin nama yang cocok. Benjamin Kecil: semoga Tuhan
memberkati dan menjaganya.”
“Aamiin!” kata Ayah Emas.
BAGIAN KEDUA
“Ayah, bolehkah aku masuk kalau kau tak sibuk?”
Itu Mary yang bilang; Mari adalah anak perempuan yang paling tua,
sekarang ia sudah tumbuh besar, bermata lembut dan dalam, telah berusaha
keras masuk ke ruang yang ditinggalkan Ibu Emas sejak senyumnya
menghilang dua tahun yang lalu.
Ayah Emas mengangkat bukunya; ia tampak sebagai lelaki tua
sekarang, tetapi matanya masih muda dan ramah.
“Ada apa Mary, anakku?”
“Masih cerita lama yang sama, Ayahku sayang; Benny nakal lagi. Kali ini
dia menggosokkan arang di gagang pintu, dan semua rumah jadi hitam. Aku tak
suka mengganggumu, Yah, tapi aku harap Ayah menegur dia. Aku sebenarnya
suka anak-anak, aku tidak cukup kejam—aku malu mengatakannya, meskipun
mereka semua mengatakan begitu, dan aku tahu itu benar—Adam lebih
kejam.”
“Ya, Adam memang terlalu kejam,” kata Ayah Emas. Dia menatap potret
itu di dinding dan berdiri di sebelah meja. Sebuah bingkai foto Ibu Emas.
“Aku akan menegur anak itu, Mary,” katanya, “Aku tak mau hal itu terjadi
lagi,” dia berhenti sebentar mendengar gadis lainnya datang, ”Apa itu kau,
Ruthie?”
“Aku mencari Mary, Yah. Aku lagi mencari—Oh ini dia Mary! Apa yang
harus kulakukan pada Benny? Dia mengikat Rover sekaligus ekornya dan
kucing itu jadi kesulitan. Banyak anak-anak yang bergegas ke kebun melihat
atraksi gila itu. Aku harus menyelesaikan urusan ini, aku tak bisa absen begitu
saja. Dia bilang mau bermain sama Samson. Kuharap Ayah menegurnya.”
“Aku akan menegurnya, Ruth, aku akan menegurnya. Jangan murung
begitu, anak-anakku.”
“Tapi dia benar-benar nakal, Ayah! Dia benar-benar berbeda dari anak-
anak kebanyakan. Joe tak pernah begitu waktu masih kecil.”
“Liburan Musim Semi akan segera tiba, Ruth,” kata kakaknya, Mary. “Dia
selalu lebih baik dalam hal-hal seperti ini, dan tak seorang anak laki-laki seperti
itu tahun ini.”
“Aku malah membiarkan Joe menangani makhluk malang itu,” kata Ruth.
“Dia akan datang.”
Joe, anak laki-laki berumur 17 tahun yang tinggi itu masuk dengan wajah
menyedihkan.
“Ada yang terluka, Joseph?” tanya Ayah Emas, menatap potret itu dari
mejanya.
“Soal anak-anak lagi, Yah!” kata Joe. “Rover tua yang malang itu—“
“Ayah tahu itu, Joe!” kata Mary dengan lemah lembut.
“Apa kau sudah melepaskan talinya?” teriak Ruth.
“Ya, tapi mereka tak sampai membanting gelas di jendela dan semua
kerenyam milik Mary. Seseorang yang melakukannya itu masih anak-anak,
Ayah. Dia benar-benar jadi pengganggu yang sempurna.”
“Lakukan sesuatu padanya, Joseph, Anakku,” kata Ayah Emas. “Apa
adikmu di rumah?”
“Aku dengar mereka lagi masuk, Tuan. Apa kau mau melihat mereka?”
Tampak Adam dan Lemuel ingin melihat Ayah Emas, mereka tampak di
pintu masuk: tampak tenang-tenang saja, dengan tatapan serius, dan wajah
yang seakan baru disetel; sehelai rambut bergerak menjauhi pelipis mereka.
“Kalian kembalilah ke kantor, anak-anak!” perintah Ayah Emas.
“Oke, kami ke sana sesegera mungkin setelah dapat pesan,” kata Adam.
“Kuharap tak ada yang salah, Ayah.”
“Pesan apa, Adam?”
“Bukankah Ayah sendiri yang mengirim pesan pada kami? Benny
berlarian di dalam rumah, semuanya menahan napas, kami harap Ayah melihat
kami waktu itu. Jika ia bermain-main trik lagi—“
Wajah Adam yang tampak serius dan muram jadi mengeras. Trik itu
terlalu jelas.
“Anak itu harus diakhiri, Ayah!” katanya. “Dia menyengsarakan seluruh
anggota keluarga.”
“Tak ada yang bisa hidup dalam kedamaian!” imbuh Lemuel.
“Tak ada makhluk hidup yang aman!” sahut Joe.
“Dia merusak semuanya dengan tangannya,” kata Ruth, “dan dia tak
menjaga tangannya baik-baik.”
“Kalian semua masih anak-anak pria yang kecil!” kata Mary.
“Kami tak pernah berkelakuan seperti itu!” sahut adik laki-lakinya, tenang
dari ayunan. “Ini semua harus berakhir!”
“Kalian benar,” kata Ayah Emas. “Ini semua harus diakhiri.”
Ia menatap lebih dalam pada potret Ibu Emas, kemudian menggulirkan
matanya pada wajah anak-anaknya dengan tatapan serius.
“Duduklah, anak-anak,” Ayah Emas memberi instruksi, “aku harus
mengatakan sesuatu pada kalian.”
Mereka patuh, bertanya-tanya, tapi tak terucapkan. Ayah Emas adalah
kepala rumah tangga.
“Kalian semua mendekatlah padaku,” kata Ayah Emas, “sampaikan
keluhan kalian soal Benjamin. Sepertinya hal itu benar-benar mengganggu
kalian hari ini, sampaikan, aku siap menunggu hari ketika anak-anakku
mengajakku bicara.”
Ia berhenti pada saat itu; kemudian menambahkan dengan kalimat berat
dan pelan, ketika keinginannya semakin tulus. “Sepuluh tahun yang lalu, anak
kecil itu mengetuk pintu kita.”
Anak laki-laki dan anak perempuan berseru, separuh terkejut, separuh
berharap.
“Itu sudah lama,” kata Adam.
“Itu jauh lebih lama!” kata Mary.
“Aku malah lupa kapan dia datang!” gumam Joe.
“Sejak itu sebenarnya aku sudah ragu membiarkannya masuk,” Ayah
Emas melanjutkan. “Tapi Ibu kalian mengharapkannya; kalian juga
mengharapkannya. Kita memutruskan untuk merawatnya, dan memberikan
kehidupan awal yang baik untuknya, kita juga menjaganya sampai sekarang.”
“Tentu kami sudah menjaganya!” protes Ruth.
“Tentu saja!” Lemuel ikut-ikutan.
Adam dan Mary tak bilang apa-apa, tapi menatap sungguh-sungguh
pada ayah mereka.
“Benjamin Kecil sekarang sudah berumur 10 tahun, kurang-lebih,” lanjut
Ayah Emas. “Kalian sudah tumbuh jadi anak laki-laki dan perempuan remaja;
bahkan Joseph sekarang berumur 17 tahun. Ibu kalian sudah masuk ke
peristirahatan dan telah mendapatkan tempat di sisi Tuhan, dan aku tak akan
menikah lagi, kecuali dengan keagungan Tuhan, akan berjumpa dengannya
lagi. Adam dan Lemuel, kalian sudah mengurus bisnis, kelihatannya juga akan
membikinkan rumah untuk saudara perempuan kalian. Joseph mau masuk
perguruan tinggi, itulah hal baru yang terjadi di keluarga kita, kecuali seseorang
yang kusetujui tampak masuk perguruan tinggi dengan jalan berbohong. Ruth
akan jadi penjahit rok, aku sudah bilang apa yang kutahu. Mary—“
Suaranya yang dalam tercekat. Mary merenggut tangannya dan
mencium dengan penuh semangat; terisak, dan wajahnya memandang saudara
laki-laki dan juga saudara perempuan yang begitu ia cintai. Mereka menatap
Mary dengan keharuan, tak seorangpun menyela Ayah Emas.
“Mary, kau itu penjaga rumah,” kata lelaki tua itu melanjutkan. “Kuharap
aku bisa mati di sini dengan melihat kalian ada di sekelilingku. Kalian adalah
anak-anak Ibu; tak ada kata yang lebih baik dari itu.” Ia diam selama beberapa
saat kemudian melanjutkan.
“Tinggal sisa Benjamin Kecil, seorang anak sepuluh tahun. Dia keluarga
kita juga; anak yatim piatu, atau sebaik-baiknya orang; tak seorang pun mau
mengakuinya pada waktu dia ditakdirkan menjadi seorang anak kecil.”
Kembali ia berhenti dan menatap sekeliling. Wajah-wajah serius dari
yang lebih muda jatuh padanya; beberapa rupanya mendalami masalah yang
ingin disampaikan, tapi tak seorang pun menggerakkan bibir.
“Kita semua sudah melakukan apa pun untuknya pada waktu malam
ketika membawanya bergabung dalam keluarga, dan lebih lagi. Kita telah
membawanya—seharusnya aku bilang kalau Ibu kalian yang membawanya—
melewati hari ketika anak itu sakit-sakitan; kita semua merasa hampir
kehilangannya. Kalian ingat, ketika dia dua tahun lalu kena penyakit demam—
dan sekarang dia sehat, bahkan jadi anak yang kuat, dan akan tumbuh lebih
kuat lagi. Dia akan selalu berproses, sebaik makanan dan pakaian yang
mungkin lebih baik daripada yang ia terima dari orangtuanya. Sekarang dia
memang nakal, tapi ia masih punya hati yang baik; kalian semua, kecuali Mary,
mengomellah padanya.
“Sekarang, peristiwa itu memang sudah cukup jauh terjadi. Satu dari
dual hal yang perlu kita ingat: salah satu anak laki-laki kita sudah siap dikirim ke
institusi, dan akan ditempatkan di antara anak-anak yatim piatu, atau—dia
harus jadi seseorang di antara kalian, dengan tingkah yang tak kalian sukai
ketika aku masih hidup. Tentu membosankan memang berada dalam kondisi
seperti itu; saling membantu dan kalian seolah-olah meminum darah kalian
sendiri, lalu mebagikan sifat itu ketika aku telah meninggal dunia. Nak,
pertanyaan ini sekarang jadi keputusan kalian. Aku harap kalian tak bilang apa-
apa. Hidupku sudah terlalu tua, kalian masih muda. Aku tak punya hal besar
untuk diwariskan pada kalian, kecuali berharap selalu nyaman sampai kapan
pun. Benjamin salah seorang dari kalian, dia juga anak laki-lakiku yang sama
menerima perawatan dari kalian, anak-anakku, atau dia pergi.”
Mary menyembunyikan wajah di antara tangannya sendiri (menutup
muka). Adam melangkah ke jendela dan menatap keluar jendela; tiga insiden
kerusakan terjadi di sana, buru-buru ia mengomel, tapi anehnya omelannya
berbeda dari biasanya. Lebih tenang.
“Oh, Ayah, kami tak bisa membiarkan dia pergi!”
“Kenapa, Ayah, Aku tak tahu apa maksudmu!”
“Aku yakin, Tuan, kami tak pernah berpikir mengirimnya ke tempat itu.
Kenapa? Dia Ben kita.”
“Bagus, anak-anakku, dia hanya nakal.”
“Hanya perlu sedikit bimbingan. Mary memanjakannya, tak memberinya
ketegasan dan tak punya sifat abai.”
“Sungguh jiwa yang penuh kasih sayang! Ingatkah waktu dia
menemukan kucingnya terluka, ia hanya bisa duduk dan menangis—“
“Aku kira jika Benny bisa berjalan, dia akan menyelamatkannya!” kata
Joseph dengan suara paling keras khas anak-anak.
Mary mendongak dan tersenyum seraya air matanya menetes. “Joe, kau
sungguh baik hati,” katanya. “Aku sudah menyelesaikan kemejamu pagi ini
sayang; aku mau membuatkan sepatu untukmu malam ini.”
“Baiklah, kecuali, Ayah—“
“Ayah sayang, soal Benny Kecil—“
“Ya, Tuan—Ben Kecil yang malang!”
“Santailah,” kata Ayah Emas; wajahnya menatap antara satu ke yang
lainnya seterang namanya.
“Kenapa anak-anak, kalian kelihatan semangat. Aku mau kegembiraan
ini berakhir dengan tangisan—Mari, putriku, aku tahu bagaimana perasaanmu.
Aku ingin mengatakan hal serius padamu, ‘pergi’ atau ‘tinggal’, untuk salah satu
anggota keluarga di antara kita; sebuah kata yang akan menjadi masa depan
panjang kalian. Dia yang paling muda biasanya paling dekat dengan surga.
Joseph, apa yang ingin kauktakan soal Benjamin Kecil?”
“Tinggal, tentu saja!” teriak Joe. “Benny sudah ada dalam perasaanku,
tak seharusnya aku di sini tanpa dia.”
“Ruth! Kau kelihatannya mau mengatakan sesuatu. Pikirkanlah sebelum
mengatakan, ya.”
“Oh, tentu saja dia harus tinggal, Ayah. Kenapa? Anak kecil itu sudah
jadi bagian dari rumah. Kita semua sudah begitu bodoh. Aku tak tahu apa yang
terjadi kalau kita hidup tanpa Benny.”
“Mary, anakku—aku butuh jawabanmu, Sayang.”
“Dia satu-satunya anak kecil yang kupunya!” kata Mary sederhana.
Cuma ada kesunyian di sana, dan semuanya berpikir kalau hati Mary
layaknya harta karun.
“Lemuel!”
“Aku telah mengerasi anak itu, Ayah!” kata Lemuel. “Dia begitu berbeda
dari kita, dan dia menyulitkanku. Tapi Ibu mencintainya, melebihi kita semua,
kukira. Aku bilang ‘tinggal’ juga, aku akan berusaha menjadi lebih dari sekedar
kakaknya mulai sekarang.”
“Anakku, Adam, aku malah hampir lupa memberimu kesempatan bicara,”
kata Ayah Emas. “Kau adalah anakku yang tertua. Ketika aku kelak pergi,
tugasmu dan Mary tentu lebih berat. Ambillah waktu sesukamu, berilah kami
keputusanmu!”
Adam menatap sekeliling; wajahnya sangat serius, ia bicara sangat hati-
hati.
“Aku punya waktu yang cukup, Ayah,” katanya. “Aku yang pertama
mendengar suara kecil itu, 10 tahun yang lalu, pertama, kecuali Ibu, yang
melihat anak kecil itu; akan sangat aneh kalau akulah satu-satunya orang yang
mengirimnya ke panti. Dia menjadi keluarga kita dengan nama Kristiani, dan
nama itu sudah lebih dari tawaran untuknya tetap tinggal.”
“Aamiin!” kata Ayah Emas.
Keheningan menjalar; tapi dengan segera terdengar suara pecah disertai
suara peluit, suara yang riang gemira; lalu anak yang dibicarakan dari tadi
masuk rumah. Keriting, tembem, kotor, compang-camping, tertawa, banyak
coretan di tubuhnya, si Benjamin Kecil masih berdiri dan menatap sekitar
dengan wajah serius.
“Apa masalah kalian, orang-orang?” tanyanya. “Kukira lagi ada meeting
dan khotbah lagi. Ruth, aku sudah mengikat anak kucing dengan simpul yang
benar; dan aku mau menggali tanah untuk membayar kerusakan gelas tadi,
Joe. Hoi, Bro’rer-Adam-an-Lem (begitulah Benny melafalkan nama Adam dan
Lemuel), apa kalian lupa ada Hari April Bodoh? Tidakkah kalian melihat
kebodohanku hari ini? Dan—hei! Di luar ada angin galak dan anak kucing baru
yang tampangnya gagah. Siapa yang mau ikut bersamaku?”
“Aku mau!” teriak Adam, Lemuel, Mary, dan Joseph bersamaan.
***
Diterjemahkan oleh Seto Permada dari Web American Literature.
Semoga kalian suka, ya. Selamat berimajinasi. Ini cerita anak, lho. Tapi
sepertinya cocok dibaca siapa saja. Terima kasih.

More Related Content

What's hot

Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Izhan Nassuha
 
Cerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah PerbedaanCerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Irfan Rosyidin
 
Mentari dan hujan di kiat bisnis, di cerpen bisnis (9)
Mentari dan hujan di kiat bisnis, di cerpen bisnis (9)Mentari dan hujan di kiat bisnis, di cerpen bisnis (9)
Mentari dan hujan di kiat bisnis, di cerpen bisnis (9)sofianomics
 
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015
Fajar Sany
 
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpenSemangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Muhammad Jaenal
 
Simpulan bahasa
Simpulan bahasaSimpulan bahasa
Simpulan bahasa
慈心 Chan
 
Aulia
AuliaAulia
Simpulan bahasa (3)
Simpulan bahasa (3)Simpulan bahasa (3)
Simpulan bahasa (3)
Leena Letchumanan
 
Tmh5 rahasia-kitab-tujuh
Tmh5 rahasia-kitab-tujuhTmh5 rahasia-kitab-tujuh
Tmh5 rahasia-kitab-tujuhRidwan Gucci
 
Buku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
Buku Kumpulan Cerpen: Bening SenjaBuku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
Buku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
MohHarisSuhud
 
Cerita singkat perjalanan hidup dan pendidikan abdul latif
Cerita singkat perjalanan hidup dan pendidikan abdul latifCerita singkat perjalanan hidup dan pendidikan abdul latif
Cerita singkat perjalanan hidup dan pendidikan abdul latifLatief Nagan
 

What's hot (15)

Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
Ebook learning for life (Cerita inspiratif pembangun motivasi hidup)
 
Pendidikan sivik dan kewarganegaraan
Pendidikan sivik dan kewarganegaraanPendidikan sivik dan kewarganegaraan
Pendidikan sivik dan kewarganegaraan
 
Rumah perkara
Rumah perkaraRumah perkara
Rumah perkara
 
Cerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah PerbedaanCerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah Perbedaan
 
Boneka untuk adikku
Boneka untuk adikkuBoneka untuk adikku
Boneka untuk adikku
 
Mentari dan hujan di kiat bisnis, di cerpen bisnis (9)
Mentari dan hujan di kiat bisnis, di cerpen bisnis (9)Mentari dan hujan di kiat bisnis, di cerpen bisnis (9)
Mentari dan hujan di kiat bisnis, di cerpen bisnis (9)
 
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015
Kumpulan Cerpen Fajar Sany: Desember 2014 - Mei 2015
 
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpenSemangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpen
 
Simpulan bahasa
Simpulan bahasaSimpulan bahasa
Simpulan bahasa
 
Aulia
AuliaAulia
Aulia
 
Simpulan bahasa (3)
Simpulan bahasa (3)Simpulan bahasa (3)
Simpulan bahasa (3)
 
Simpulan bahasa
Simpulan bahasaSimpulan bahasa
Simpulan bahasa
 
Tmh5 rahasia-kitab-tujuh
Tmh5 rahasia-kitab-tujuhTmh5 rahasia-kitab-tujuh
Tmh5 rahasia-kitab-tujuh
 
Buku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
Buku Kumpulan Cerpen: Bening SenjaBuku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
Buku Kumpulan Cerpen: Bening Senja
 
Cerita singkat perjalanan hidup dan pendidikan abdul latif
Cerita singkat perjalanan hidup dan pendidikan abdul latifCerita singkat perjalanan hidup dan pendidikan abdul latif
Cerita singkat perjalanan hidup dan pendidikan abdul latif
 

Similar to Benjamin kecil

SITI NURBAYA -- MARAH RUSLI
SITI NURBAYA -- MARAH RUSLISITI NURBAYA -- MARAH RUSLI
SITI NURBAYA -- MARAH RUSLI
primagraphology consulting
 
Siti nurbaya marah rusli
Siti nurbaya   marah rusliSiti nurbaya   marah rusli
Siti nurbaya marah rusli
dika arfian
 
Kumpulan Teks Anekdot
Kumpulan Teks AnekdotKumpulan Teks Anekdot
Kumpulan Teks AnekdotFirdika Arini
 
Issumboshi
IssumboshiIssumboshi
Issumboshi
Faisal ind
 
Cerita rakyat (b. indonesia)2
Cerita rakyat (b. indonesia)2Cerita rakyat (b. indonesia)2
Cerita rakyat (b. indonesia)2Qurrotayunin
 
Gunung Harta.docx
Gunung Harta.docxGunung Harta.docx
Gunung Harta.docx
zara011
 
Legenda aceh kisah tujuh bersaudara yang berbakti
Legenda aceh   kisah tujuh bersaudara yang berbaktiLegenda aceh   kisah tujuh bersaudara yang berbakti
Legenda aceh kisah tujuh bersaudara yang berbakti
Chia Ie
 
Kesusasteraan bahasa melayu.pptx full
Kesusasteraan bahasa melayu.pptx fullKesusasteraan bahasa melayu.pptx full
Kesusasteraan bahasa melayu.pptx full
bukharikamal
 

Similar to Benjamin kecil (9)

SITI NURBAYA -- MARAH RUSLI
SITI NURBAYA -- MARAH RUSLISITI NURBAYA -- MARAH RUSLI
SITI NURBAYA -- MARAH RUSLI
 
Siti nurbaya marah rusli
Siti nurbaya   marah rusliSiti nurbaya   marah rusli
Siti nurbaya marah rusli
 
Kumpulan Teks Anekdot
Kumpulan Teks AnekdotKumpulan Teks Anekdot
Kumpulan Teks Anekdot
 
Issumboshi
IssumboshiIssumboshi
Issumboshi
 
Cerita rakyat (b. indonesia)2
Cerita rakyat (b. indonesia)2Cerita rakyat (b. indonesia)2
Cerita rakyat (b. indonesia)2
 
Siti nurbaya
Siti nurbayaSiti nurbaya
Siti nurbaya
 
Gunung Harta.docx
Gunung Harta.docxGunung Harta.docx
Gunung Harta.docx
 
Legenda aceh kisah tujuh bersaudara yang berbakti
Legenda aceh   kisah tujuh bersaudara yang berbaktiLegenda aceh   kisah tujuh bersaudara yang berbakti
Legenda aceh kisah tujuh bersaudara yang berbakti
 
Kesusasteraan bahasa melayu.pptx full
Kesusasteraan bahasa melayu.pptx fullKesusasteraan bahasa melayu.pptx full
Kesusasteraan bahasa melayu.pptx full
 

Recently uploaded

sertifikat pesert terbaik. siswa siswi sdn 134
sertifikat pesert terbaik. siswa siswi sdn 134sertifikat pesert terbaik. siswa siswi sdn 134
sertifikat pesert terbaik. siswa siswi sdn 134
DindaYuliaSafira
 
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking PresentasiGames Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
RayAhmed5
 
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdfDAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
AGUSABDULROHIM
 
pembelajaran kelas rangkap model pembelajaran 221 pkr ut
pembelajaran kelas rangkap model pembelajaran 221 pkr utpembelajaran kelas rangkap model pembelajaran 221 pkr ut
pembelajaran kelas rangkap model pembelajaran 221 pkr ut
sarahamalia26
 
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari IniWen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
Wen4D
 
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.pptVIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
MuhammadAmin350497
 
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
Tiaellyrosyita
 
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
MuhammadRafi159661
 
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling GacorPapilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
Papilo99
 
Modul 3.2. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya - Final (1).pdf
Modul 3.2. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya - Final (1).pdfModul 3.2. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya - Final (1).pdf
Modul 3.2. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya - Final (1).pdf
MiftaJohanDaehanJo
 

Recently uploaded (10)

sertifikat pesert terbaik. siswa siswi sdn 134
sertifikat pesert terbaik. siswa siswi sdn 134sertifikat pesert terbaik. siswa siswi sdn 134
sertifikat pesert terbaik. siswa siswi sdn 134
 
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking PresentasiGames Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
Games Tebak Lagu Untuk Ice Breaking Presentasi
 
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdfDAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
 
pembelajaran kelas rangkap model pembelajaran 221 pkr ut
pembelajaran kelas rangkap model pembelajaran 221 pkr utpembelajaran kelas rangkap model pembelajaran 221 pkr ut
pembelajaran kelas rangkap model pembelajaran 221 pkr ut
 
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari IniWen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
Wen4D Daftar Situs Slot Gacor Gampang Maxwin Terbaru Hari Ini
 
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.pptVIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
VIII PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH.ppt
 
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
 
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
PPT Chapter 11_Kelompok 5.pptx 234567890
 
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling GacorPapilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
Papilo99 Link Situs Judi Slot Online Server Thailand Terbaik Paling Gacor
 
Modul 3.2. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya - Final (1).pdf
Modul 3.2. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya - Final (1).pdfModul 3.2. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya - Final (1).pdf
Modul 3.2. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya - Final (1).pdf
 

Benjamin kecil

  • 1. Benjamin Kecil Karya Laura E. Richard Bisakah keluarga emas itu hidup dalam kedamaian setelah dikejutkan oleh ketukan pintu sepuluh tahun yang lalu? Anak-anak yang sudah tumbuh itu harus memutuskan, apakah mereka ingin (Benny) tinggal atau pergi? Selanjutnya adalah undang-undang dari Benjamin Kecil. BAGIAN PERTAMA “Kupikir ada anak kucing yang mau masuk,” kata Ibu Emas. “Aku mendengar dia menangis di mana-mana. Apa kamu mau pergi dan membiarkannya, Adam?” Adam meletakkan bukunya dan keluar; seluruh keluarga tampak gembira, berharap bisa melihat Aladdin, si kucing hebat Maltese, masuk dengan penuh wibawa. Di sana cuma ada jeda; lalu Adam kembali lagi dengan muka pucat dan menatap ayahnya tanpa berbicara. “Apa masalahmu, Anakku?” tanya Ayah Emas. “Apakah anak kucing itu kesakitan?” tanya Ibu Emas dengan nada cemas. “Apa itu anjingnya Jackson?” teriak Lemuel, Mary, Rust, dan Joseph. “Kucing itu tidak ada di sana!” kata Adam. “Di sana—di sana cuma ada keranjang, Yah.”
  • 2. “Keranjang? Apa maksudmu?” “Keranjang yang panjang, dengan putih-putih di dalamnya; dan— menangis!” Anak itu pergi melewati pintu yang terbuka, dan tepat pada momen itu, terdengar suara masuk, panjang, rendah, tangisan yang menyedihkan. “Ya ampun!” kata Ibu Emas; ia ikut keluar dengan secepat kilat. “Lihatlah!” kata Ayah Emas membuktikan. “Ibu kalian jadi lebih pandai kalian. Pergi dan tolong dia!” Anak-anak pun tergopoh-gopoh menuju pintu; tetapi mereka melihat Ibu Eas kembali, membawa keranjang yang panjang itu, di dalamnya ada sesuatu yang putih dengan tangisan yang halus. “Bayi!” seru Ayah Emas. “Bayi!” ulang Mary, Lemuel, Ruth, dan Joseph “Baiklah, aku tahu sekarang, oh, rupanya seorang bayi,” protes Adam; “tapi aku tidak suka tangisannya.” Ibu Emas mengangkat bayi itu dan memeluknya; tangisan itu berhenti, makhluk kecil itu merapatkan tubuhnya serta mengangkat wajahnya. “Ya ampun!” kata Ibu Emas lagi. “Kemarilah gadis manis!” Anak-anak gadisnya mendekat dengan antusias; sementara anak laki- laki lain malas-malasan mendekat, mereka menatap ayah mereka; dan di sinilah masalah si gadis-gadis kecil bermula. “Dia sudah punya rambut!” teriak Ruth keriangan. “Bu! Itu rambut sungguhan, dan keriting; lihat, Bu, keriting!” “Lihat tangan kecilnya!” gumam Mary. “Mereka seperti kulit kerang merah muda, betul-betul lembut. Oh! Lihatlah itu, Ruth!” Ia menggamit tangan saudaranya agar bisa menikmati pemandangan bersama.
  • 3. “Oh, Bu, apa tidak boleh kalau kami yang merawatnya?” rengek salah satunya. Ibu Emas mengamati betul-betul pakaian sang bayi. “Kainnya terbuat dari linen, cukup bagus, tapi agak mengerikan. Selimut flanel, hasil mesin bordir—tunggu! Ada catatan nih.” Ibu Emas membuka kertas yang terlipat, membaca beberapa kata, dan menuliskannya dengan kasar. “Ibunya sudah mati, ayahnya telantar. Ibunya berdoa semoga ada yang peduli dengan bayinya, ia berdoa demi Tuhan.” “Oh, ya ampun!” kata Ibu Emas dengan ekspresi yang sama lagi. “Dia bayi laki-laki!” teriak Ayah Emas semarak. Ia mendekat, dan bayi laki-laki meminggirkan badan dari dekapan Ibu Emas, tampak gagah rupanya. “Ini memang bayi laki-laki, dan ganteng!” kata Ibu Emas, menyeka matanya. “Aku sudah lama tak melihat anak yang lebih indah dari ini. Ibu yang malang, seharusnya ia tak buru-buru meninggalkan bayinya. Yah, apa yang mau kaukatakan?” “Seperti katamu, Bu,” kata Ayah Emas. “Bayi itu pasti dikirim langsung.” “Maksudmu dikirim buatku? Mereka mungkin salah rumah.” “Jangan bicara bodoh!” kata Ayah Emas. “Pertanyaannya adalah, apakah mereka memang melakukannya? Ada alamat, ada barang, yang mana anak terasing ini seharusnya dirawat dengan layak; kamu seharusnya peduli dengan hal itu, Bu, tanpa basa-basi.” “Oh! Ya! Kami bisa membantu!” teriak Mary. “Aku bisa memandikannya dan juga memakaikan pakaian untuknya, aku tahu aku bisa, aku juga akan mencintainya.”
  • 4. “Aku juga!” kata Ruth yang berumur 12 tahun. “Kami bisa merawatnya, Mary dan aku. Ayolah, Bu!” “Tanggung jawab yang keren!” kata Ayah Emas. “Bagus Jemima!” respons Ibu Emas mendengus. “Jika aku dari dulu tak bisa merawat bayi, aku sudah menyerah.” Ayah Emas memutar otak, dan ketika ia merenungi jawaban itu, istrinya mengeluarkan aba-aba yang neko-neko, intrik manuver dari kaum feminin, dengan tujuan seorang bayi. Dalam waktu lima menit ia sudah menyuapi anak kecil itu pakai sendok, sekaligus mengumumkan kalau dia makan “seperti seorang Jenderal!” Para pria kecil semakin percaya diri, mereka mendekati lutut si bayi dan manatap dengan mata antusias. “Sepertinya dia baru saja menelan ludah!” teriak Lemuel. “Aku bisa lihat ludah itu melewati tenggorokannya, dan menjalar ke tubuhnya yang lain.” “Lihat, dia menangkap sendok!” kata Joseph. “Ya ampun! Apa dia kuat? Apa dia bisa bicara, Bu?” “Joe, kamu koplak!” kata Adam, yang berumur 16 tahun, dan jauh lebih tahu. “Bagaimana mungkin dia bisa bicara, apa kamu tak lihat kalau dia belum punya gigi?” “Paman Rastus tidak punya gigi,” balas Joseph, “tapi dia bisa bicara banyak, malah sampai mendengung-dengung.” “Hush! Joseph!” tegur Ibu Emas. “Paman Rastus sudah sepuh.” “Ya, Bu!” kata Joseph menjinak. “Bayi ini punya gigi, Adam!” kata Ibu Emas penuh kemenangan. “Kurasa giginya tiap menit mencucuk-cucuk gusi. Baguslah, dia juga tertawa seperti bunga matahari! Apa kamu merasa kesakitan, pria kecil? Dia harus pakai cincin besok.”
  • 5. “Kukira, dia harus banyak mengalami pertumbuhan,” kata Adam menimang-nimang si bayi dengan tangan kosong dan berisiko. “Mereka tak pernah lahir dengan gigi, bukankah mereka tak berguna, kecuali bila pergi ke Richard Ketiga, atau sesuatu yang luar biasa?” “Bisa jadi!” kata Ruth. “Dia cukup melihat hal-hal luar biasa dari Richard Ke-20 atau sesuatu.” Tapi—“Sebuah pertumbuhan!” kata Ibu Emas. “Mungkin itulah waktunya bayi itu tinggal di rumah ini jika kalian tak tahu lebih banyak daripada Adam. Sekitar 6 bulan lagi, aku akan memberinya nama, sesuai dengan ketampanannya yang kulihat ini.” Ibu Emas menatap separuh melawan Ayah Emas yang balik menatap dengan sebuah celaan yang lembut. “Aku hanya berpikir kalau kau seharusnya peduli, Bu,” kata Ayah Emas. “Kita wajib menyelidiki, dan melaporkan kejadian ini langsung; tetapi kalau tak ada yang tahu, mungkin kita yang mesti menjaganya sebentar, sampai dia seseorang menemukannya.” “Seperti yang kupikirkan!” kata Ibu Emas antusias. “Kupikir bagaimanapun, Joel, hal terbaiknya tentu kita biarkan giginya tumbuh dan mengisi perutnya, memberinya makanan yang pantas kalau sudah memutuskan untuk merawatnya. Di rumah ada anak-anak, mereka tak cukup bisa merawatnya dengan baik, terlebih lagi kebanyakan mereka masih muda- muda, dan mereka tak cukup memahami perut anak-anak. Itulah pengalaman yang mereka butuhkan, bukan itikad baik kalau mereka merawatnya, aku sadar. Tentu saja, ketika bayi ini mulai tumbuh jadi seorang pria, hal-hal yang menyertainya akan berbeda. Kau mungkin akan kerja cukup keras sampai hal itu terjadi, Yah, dan di situlah letaknya, tak diragukan lagi, lakukan yang terbaik untuknya, mungkin hanya itulah yang bisa kita lakukan. Tapi—baiklah, tengoklah ketika ia masuk, aku merasa saat itu melihat dia melewati rumah ini dengan giginya.”
  • 6. “Anak-anak, apa yang kalian katakan?” tanya Ayah Emas. “Kalian sudah cukup umur untuk berpendapat, bahkan di antara kalian yang paling kecil pun bisa.” “Oh, kami mau rawat dia! Rawat dia!” komplain ketiga anak-anak yang lebih muda. Adam dan Lemuel bertukar-pandang penuh selidik. “Kukira lebih baik tinggal, Yah!” kata Adam. “Kupikir juga begitu!” kata Lemuel; keduanya saling memberi kepercayaan. “Sudah dipastikan,” kata Ayah Emas, “tak ada yang menolak. Setelah ini, kita akan beri nama siapa bayi ini?” Semua mata menatap sang bayi yang duduk di atas pangkuan Ibu Emas seperti penggaris. Mulutnya penuh dengan susu, mengerjapkan mata penuh keriangan. Di sanalah sebuah gambaran yang cantik: wajahnya mengembang, makhluk yang penuh dengan lekukan, benang-benang kuning yang menyelubungi kepalanya itu, mulut kecil yang terbuka bersinar absurd; bersinar di atasnya. Dengan tenang, Ibu Emas menatapnya dalam kerangka rambut yang memerak, berhadap-hadapan dengan anak-anak, sementara Ayah Emas duduk di kursi berbahan kulit binatang yang solid, nyaman, santun; dan kelima anak yang tulus itu, wajah mereka tampak serius dan menyala dengan kegembiraan yang luar biasa. Sebuah kebahagiaan gambaran rumah yang nyaman. Tak ada hal yang luar biasa sebenarnya; ruangan itu penuh sesak dengan kursi-kursi yang rapi, lemari yang tak seperti berada dalam ruangan Ibu Emas biasanya; ia bahkan menganyam dari tempat yang lazim. Tapi sekarang, semua cahaya itu memasuki dadanya oleh bayi berambut keriting. “A-goo!” kata sang bayi yang tampak tertarik. “Dia bilang namanya Goo!” Joseph koar-koar.
  • 7. “Jangan sembrono, Joe!” kata Adam. “Siapa namanya yang tertulis di kertas itu, Bu?” “Di sini tertulis namanya Waif; tapi aku tak bisa menganggap kalau itu nama umat Kristiani. Lebih mirip nama keluarga, bukankah begitu, Yah?” “Itu bukan nama Kristiani, pastinya,” kata Ayah Emas. “Tidak seperti nama kebanyakan, contohnya aku. Lebih baik kita beri bayi ini nama yang cocok, Bu, beri nama saja yang objektif. Beranjak dari keluarga Kristiani, biarkan dia dibaptis menjadi orang Kristen.” “Oh, namai dia Athur!” “Bill!” “Richard!” “Charlie!” “Reginald!” teriak anak-anak serentak. “Aku suka nama dari Bible!” kata Ibu Emas seraya berpikir-pikir. “Nama itu permulaan yang bagus, buatlah dia berpikir ketika ia mendengar nama itu, atau nama yang ia sukai. Semua anak kita dinamai berdasarkan kitab Bible, Yah; jangan biarkan tradisi itu terputus dari hak istimewanya.” “Tapi nama dari Bible itu buruk!” protes Lemuel yang tampak sensitif karena mendengar nama yang familiar lagi. “Nak,” tegur Ayah Emas, “ibumu yang memilihkan nama-nama dalam keluarga kita.” “Ya, Ayah!” respons Lemuel. “Lemuel sayang, namamu saja nama dari seorang raja!” kata Ibu Emas. “Dia anak laki-laki yang berbudi pada ibunya, begitu juga kamu. Bawalah Bible, biarkan kita lihat apa nama yang cocok untuknya. Joseph, kau yang paling muda, bukalah.”
  • 8. Joseph pun membuka Bible yang bersampul kulit binatang berkualitas tinggi, dan menutup matanya, membiarkan tangannya membalik-balik halaman; kemudian ia membuka mata dan membaca: “Di sana ada undang-undang dari Benjamin kecil; Pangeran Judah sang pengadil; Pangeran Zebulun dan Pangeran Nephtail.” “Zebulun dan Nephtail kedengarannya nama yang eksotik,” kata Ibu Emas. “Aku tak tahu apa-apa soal Nephtail, kecuali kalau dia bermata sipit. Benjamin mungkin nama yang cocok. Benjamin Kecil: semoga Tuhan memberkati dan menjaganya.” “Aamiin!” kata Ayah Emas. BAGIAN KEDUA “Ayah, bolehkah aku masuk kalau kau tak sibuk?” Itu Mary yang bilang; Mari adalah anak perempuan yang paling tua, sekarang ia sudah tumbuh besar, bermata lembut dan dalam, telah berusaha keras masuk ke ruang yang ditinggalkan Ibu Emas sejak senyumnya menghilang dua tahun yang lalu. Ayah Emas mengangkat bukunya; ia tampak sebagai lelaki tua sekarang, tetapi matanya masih muda dan ramah. “Ada apa Mary, anakku?” “Masih cerita lama yang sama, Ayahku sayang; Benny nakal lagi. Kali ini dia menggosokkan arang di gagang pintu, dan semua rumah jadi hitam. Aku tak suka mengganggumu, Yah, tapi aku harap Ayah menegur dia. Aku sebenarnya suka anak-anak, aku tidak cukup kejam—aku malu mengatakannya, meskipun
  • 9. mereka semua mengatakan begitu, dan aku tahu itu benar—Adam lebih kejam.” “Ya, Adam memang terlalu kejam,” kata Ayah Emas. Dia menatap potret itu di dinding dan berdiri di sebelah meja. Sebuah bingkai foto Ibu Emas. “Aku akan menegur anak itu, Mary,” katanya, “Aku tak mau hal itu terjadi lagi,” dia berhenti sebentar mendengar gadis lainnya datang, ”Apa itu kau, Ruthie?” “Aku mencari Mary, Yah. Aku lagi mencari—Oh ini dia Mary! Apa yang harus kulakukan pada Benny? Dia mengikat Rover sekaligus ekornya dan kucing itu jadi kesulitan. Banyak anak-anak yang bergegas ke kebun melihat atraksi gila itu. Aku harus menyelesaikan urusan ini, aku tak bisa absen begitu saja. Dia bilang mau bermain sama Samson. Kuharap Ayah menegurnya.” “Aku akan menegurnya, Ruth, aku akan menegurnya. Jangan murung begitu, anak-anakku.” “Tapi dia benar-benar nakal, Ayah! Dia benar-benar berbeda dari anak- anak kebanyakan. Joe tak pernah begitu waktu masih kecil.” “Liburan Musim Semi akan segera tiba, Ruth,” kata kakaknya, Mary. “Dia selalu lebih baik dalam hal-hal seperti ini, dan tak seorang anak laki-laki seperti itu tahun ini.” “Aku malah membiarkan Joe menangani makhluk malang itu,” kata Ruth. “Dia akan datang.” Joe, anak laki-laki berumur 17 tahun yang tinggi itu masuk dengan wajah menyedihkan. “Ada yang terluka, Joseph?” tanya Ayah Emas, menatap potret itu dari mejanya. “Soal anak-anak lagi, Yah!” kata Joe. “Rover tua yang malang itu—“ “Ayah tahu itu, Joe!” kata Mary dengan lemah lembut.
  • 10. “Apa kau sudah melepaskan talinya?” teriak Ruth. “Ya, tapi mereka tak sampai membanting gelas di jendela dan semua kerenyam milik Mary. Seseorang yang melakukannya itu masih anak-anak, Ayah. Dia benar-benar jadi pengganggu yang sempurna.” “Lakukan sesuatu padanya, Joseph, Anakku,” kata Ayah Emas. “Apa adikmu di rumah?” “Aku dengar mereka lagi masuk, Tuan. Apa kau mau melihat mereka?” Tampak Adam dan Lemuel ingin melihat Ayah Emas, mereka tampak di pintu masuk: tampak tenang-tenang saja, dengan tatapan serius, dan wajah yang seakan baru disetel; sehelai rambut bergerak menjauhi pelipis mereka. “Kalian kembalilah ke kantor, anak-anak!” perintah Ayah Emas. “Oke, kami ke sana sesegera mungkin setelah dapat pesan,” kata Adam. “Kuharap tak ada yang salah, Ayah.” “Pesan apa, Adam?” “Bukankah Ayah sendiri yang mengirim pesan pada kami? Benny berlarian di dalam rumah, semuanya menahan napas, kami harap Ayah melihat kami waktu itu. Jika ia bermain-main trik lagi—“ Wajah Adam yang tampak serius dan muram jadi mengeras. Trik itu terlalu jelas. “Anak itu harus diakhiri, Ayah!” katanya. “Dia menyengsarakan seluruh anggota keluarga.” “Tak ada yang bisa hidup dalam kedamaian!” imbuh Lemuel. “Tak ada makhluk hidup yang aman!” sahut Joe. “Dia merusak semuanya dengan tangannya,” kata Ruth, “dan dia tak menjaga tangannya baik-baik.” “Kalian semua masih anak-anak pria yang kecil!” kata Mary.
  • 11. “Kami tak pernah berkelakuan seperti itu!” sahut adik laki-lakinya, tenang dari ayunan. “Ini semua harus berakhir!” “Kalian benar,” kata Ayah Emas. “Ini semua harus diakhiri.” Ia menatap lebih dalam pada potret Ibu Emas, kemudian menggulirkan matanya pada wajah anak-anaknya dengan tatapan serius. “Duduklah, anak-anak,” Ayah Emas memberi instruksi, “aku harus mengatakan sesuatu pada kalian.” Mereka patuh, bertanya-tanya, tapi tak terucapkan. Ayah Emas adalah kepala rumah tangga. “Kalian semua mendekatlah padaku,” kata Ayah Emas, “sampaikan keluhan kalian soal Benjamin. Sepertinya hal itu benar-benar mengganggu kalian hari ini, sampaikan, aku siap menunggu hari ketika anak-anakku mengajakku bicara.” Ia berhenti pada saat itu; kemudian menambahkan dengan kalimat berat dan pelan, ketika keinginannya semakin tulus. “Sepuluh tahun yang lalu, anak kecil itu mengetuk pintu kita.” Anak laki-laki dan anak perempuan berseru, separuh terkejut, separuh berharap. “Itu sudah lama,” kata Adam. “Itu jauh lebih lama!” kata Mary. “Aku malah lupa kapan dia datang!” gumam Joe. “Sejak itu sebenarnya aku sudah ragu membiarkannya masuk,” Ayah Emas melanjutkan. “Tapi Ibu kalian mengharapkannya; kalian juga mengharapkannya. Kita memutruskan untuk merawatnya, dan memberikan kehidupan awal yang baik untuknya, kita juga menjaganya sampai sekarang.” “Tentu kami sudah menjaganya!” protes Ruth.
  • 12. “Tentu saja!” Lemuel ikut-ikutan. Adam dan Mary tak bilang apa-apa, tapi menatap sungguh-sungguh pada ayah mereka. “Benjamin Kecil sekarang sudah berumur 10 tahun, kurang-lebih,” lanjut Ayah Emas. “Kalian sudah tumbuh jadi anak laki-laki dan perempuan remaja; bahkan Joseph sekarang berumur 17 tahun. Ibu kalian sudah masuk ke peristirahatan dan telah mendapatkan tempat di sisi Tuhan, dan aku tak akan menikah lagi, kecuali dengan keagungan Tuhan, akan berjumpa dengannya lagi. Adam dan Lemuel, kalian sudah mengurus bisnis, kelihatannya juga akan membikinkan rumah untuk saudara perempuan kalian. Joseph mau masuk perguruan tinggi, itulah hal baru yang terjadi di keluarga kita, kecuali seseorang yang kusetujui tampak masuk perguruan tinggi dengan jalan berbohong. Ruth akan jadi penjahit rok, aku sudah bilang apa yang kutahu. Mary—“ Suaranya yang dalam tercekat. Mary merenggut tangannya dan mencium dengan penuh semangat; terisak, dan wajahnya memandang saudara laki-laki dan juga saudara perempuan yang begitu ia cintai. Mereka menatap Mary dengan keharuan, tak seorangpun menyela Ayah Emas. “Mary, kau itu penjaga rumah,” kata lelaki tua itu melanjutkan. “Kuharap aku bisa mati di sini dengan melihat kalian ada di sekelilingku. Kalian adalah anak-anak Ibu; tak ada kata yang lebih baik dari itu.” Ia diam selama beberapa saat kemudian melanjutkan. “Tinggal sisa Benjamin Kecil, seorang anak sepuluh tahun. Dia keluarga kita juga; anak yatim piatu, atau sebaik-baiknya orang; tak seorang pun mau mengakuinya pada waktu dia ditakdirkan menjadi seorang anak kecil.” Kembali ia berhenti dan menatap sekeliling. Wajah-wajah serius dari yang lebih muda jatuh padanya; beberapa rupanya mendalami masalah yang ingin disampaikan, tapi tak seorang pun menggerakkan bibir. “Kita semua sudah melakukan apa pun untuknya pada waktu malam ketika membawanya bergabung dalam keluarga, dan lebih lagi. Kita telah
  • 13. membawanya—seharusnya aku bilang kalau Ibu kalian yang membawanya— melewati hari ketika anak itu sakit-sakitan; kita semua merasa hampir kehilangannya. Kalian ingat, ketika dia dua tahun lalu kena penyakit demam— dan sekarang dia sehat, bahkan jadi anak yang kuat, dan akan tumbuh lebih kuat lagi. Dia akan selalu berproses, sebaik makanan dan pakaian yang mungkin lebih baik daripada yang ia terima dari orangtuanya. Sekarang dia memang nakal, tapi ia masih punya hati yang baik; kalian semua, kecuali Mary, mengomellah padanya. “Sekarang, peristiwa itu memang sudah cukup jauh terjadi. Satu dari dual hal yang perlu kita ingat: salah satu anak laki-laki kita sudah siap dikirim ke institusi, dan akan ditempatkan di antara anak-anak yatim piatu, atau—dia harus jadi seseorang di antara kalian, dengan tingkah yang tak kalian sukai ketika aku masih hidup. Tentu membosankan memang berada dalam kondisi seperti itu; saling membantu dan kalian seolah-olah meminum darah kalian sendiri, lalu mebagikan sifat itu ketika aku telah meninggal dunia. Nak, pertanyaan ini sekarang jadi keputusan kalian. Aku harap kalian tak bilang apa- apa. Hidupku sudah terlalu tua, kalian masih muda. Aku tak punya hal besar untuk diwariskan pada kalian, kecuali berharap selalu nyaman sampai kapan pun. Benjamin salah seorang dari kalian, dia juga anak laki-lakiku yang sama menerima perawatan dari kalian, anak-anakku, atau dia pergi.” Mary menyembunyikan wajah di antara tangannya sendiri (menutup muka). Adam melangkah ke jendela dan menatap keluar jendela; tiga insiden kerusakan terjadi di sana, buru-buru ia mengomel, tapi anehnya omelannya berbeda dari biasanya. Lebih tenang. “Oh, Ayah, kami tak bisa membiarkan dia pergi!” “Kenapa, Ayah, Aku tak tahu apa maksudmu!” “Aku yakin, Tuan, kami tak pernah berpikir mengirimnya ke tempat itu. Kenapa? Dia Ben kita.” “Bagus, anak-anakku, dia hanya nakal.”
  • 14. “Hanya perlu sedikit bimbingan. Mary memanjakannya, tak memberinya ketegasan dan tak punya sifat abai.” “Sungguh jiwa yang penuh kasih sayang! Ingatkah waktu dia menemukan kucingnya terluka, ia hanya bisa duduk dan menangis—“ “Aku kira jika Benny bisa berjalan, dia akan menyelamatkannya!” kata Joseph dengan suara paling keras khas anak-anak. Mary mendongak dan tersenyum seraya air matanya menetes. “Joe, kau sungguh baik hati,” katanya. “Aku sudah menyelesaikan kemejamu pagi ini sayang; aku mau membuatkan sepatu untukmu malam ini.” “Baiklah, kecuali, Ayah—“ “Ayah sayang, soal Benny Kecil—“ “Ya, Tuan—Ben Kecil yang malang!” “Santailah,” kata Ayah Emas; wajahnya menatap antara satu ke yang lainnya seterang namanya. “Kenapa anak-anak, kalian kelihatan semangat. Aku mau kegembiraan ini berakhir dengan tangisan—Mari, putriku, aku tahu bagaimana perasaanmu. Aku ingin mengatakan hal serius padamu, ‘pergi’ atau ‘tinggal’, untuk salah satu anggota keluarga di antara kita; sebuah kata yang akan menjadi masa depan panjang kalian. Dia yang paling muda biasanya paling dekat dengan surga. Joseph, apa yang ingin kauktakan soal Benjamin Kecil?” “Tinggal, tentu saja!” teriak Joe. “Benny sudah ada dalam perasaanku, tak seharusnya aku di sini tanpa dia.” “Ruth! Kau kelihatannya mau mengatakan sesuatu. Pikirkanlah sebelum mengatakan, ya.” “Oh, tentu saja dia harus tinggal, Ayah. Kenapa? Anak kecil itu sudah jadi bagian dari rumah. Kita semua sudah begitu bodoh. Aku tak tahu apa yang terjadi kalau kita hidup tanpa Benny.”
  • 15. “Mary, anakku—aku butuh jawabanmu, Sayang.” “Dia satu-satunya anak kecil yang kupunya!” kata Mary sederhana. Cuma ada kesunyian di sana, dan semuanya berpikir kalau hati Mary layaknya harta karun. “Lemuel!” “Aku telah mengerasi anak itu, Ayah!” kata Lemuel. “Dia begitu berbeda dari kita, dan dia menyulitkanku. Tapi Ibu mencintainya, melebihi kita semua, kukira. Aku bilang ‘tinggal’ juga, aku akan berusaha menjadi lebih dari sekedar kakaknya mulai sekarang.” “Anakku, Adam, aku malah hampir lupa memberimu kesempatan bicara,” kata Ayah Emas. “Kau adalah anakku yang tertua. Ketika aku kelak pergi, tugasmu dan Mary tentu lebih berat. Ambillah waktu sesukamu, berilah kami keputusanmu!” Adam menatap sekeliling; wajahnya sangat serius, ia bicara sangat hati- hati. “Aku punya waktu yang cukup, Ayah,” katanya. “Aku yang pertama mendengar suara kecil itu, 10 tahun yang lalu, pertama, kecuali Ibu, yang melihat anak kecil itu; akan sangat aneh kalau akulah satu-satunya orang yang mengirimnya ke panti. Dia menjadi keluarga kita dengan nama Kristiani, dan nama itu sudah lebih dari tawaran untuknya tetap tinggal.” “Aamiin!” kata Ayah Emas. Keheningan menjalar; tapi dengan segera terdengar suara pecah disertai suara peluit, suara yang riang gemira; lalu anak yang dibicarakan dari tadi masuk rumah. Keriting, tembem, kotor, compang-camping, tertawa, banyak coretan di tubuhnya, si Benjamin Kecil masih berdiri dan menatap sekitar dengan wajah serius.
  • 16. “Apa masalah kalian, orang-orang?” tanyanya. “Kukira lagi ada meeting dan khotbah lagi. Ruth, aku sudah mengikat anak kucing dengan simpul yang benar; dan aku mau menggali tanah untuk membayar kerusakan gelas tadi, Joe. Hoi, Bro’rer-Adam-an-Lem (begitulah Benny melafalkan nama Adam dan Lemuel), apa kalian lupa ada Hari April Bodoh? Tidakkah kalian melihat kebodohanku hari ini? Dan—hei! Di luar ada angin galak dan anak kucing baru yang tampangnya gagah. Siapa yang mau ikut bersamaku?” “Aku mau!” teriak Adam, Lemuel, Mary, dan Joseph bersamaan. *** Diterjemahkan oleh Seto Permada dari Web American Literature. Semoga kalian suka, ya. Selamat berimajinasi. Ini cerita anak, lho. Tapi sepertinya cocok dibaca siapa saja. Terima kasih.