bab 3 - materi pembelajaran hak atas kekayaan intelektualal
Hak Cipta Lagu Indonesia
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan era perdagangan bebas maka diperlukan suatu pengaturan yang jelas
dan tegas terhadap berbagai hal yang menyangkut permasalahan perdagangan. Salah satu
bidang yang begitu penting adalah kekayaan intelektual. Perlindungan terhadap kekayaan
intelektual khususnya hak cipta merupakan suatu keharusan bagi tiap negara untuk menjamin
keberlangsungan penciptaan kreasi-kreasi baru dan untuk memotifasi warga masyarakat
dalam mengembangkan ide dan kreatifitas yang belum terwujud.
Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sistem hukum yang melekat pada tata
kehidupan modern. Sebagai salah satu aspek yang memberi warna pada kehidupan modern,
HaKI merupakan konsep yang relative baru bagi sebagian negara, terutama negara-negara
berkembang. Semuanya berkaitan erat dengan kekayaan yang timbul atau lahir karena adanya
intelektualitas seseorang baik melalui daya cipta, rasa maupun karsanya. Karya-karya yang
dihasilkan manusia melalui intelektualitanya itu perlu mendapat perlindungan hukum, karena
karya manusia ini telah dihasilkan dengan suatu pengorbanan tenaga, pikiran waktu bahkan
biaya yang tidak sedikit serta pengetahuan dan semua bentuk idealisme lainnya bersatu untuk
mendapatkan hasil karya terbaik dibidangnya. Apalagi karya intelektual dalam konteks HaKI
memerlukan biaya yang besar untuk melakukan riset atau penelitian yang bertujuan mencapai
penemuan-penemuan baru. Dalam upaya untuk melindungi HaKI ini pemerintah Indonesia
mengeluarkan undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, untuk melindungi karya cipta di
bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Meskipun sekarang telah mempunyai Undang-undang UU No.19/2002 tentang hak
cipta dan pemberlakuannya tentang hak cipta pun telah diberlakukan efektif 2003, mestinya
mampu membuat para pembajak jera, namun pada kenyataannya pelanggaran terhadap HaKI
masih saja terjadi bahkan cenderung ke arah yang semakin memprihatinkan. Salah satu dari
bentuk pelanggaran itu adalah pembajakan VCD. Banyak VCD palsu yang ada di kalangan
masyarakat justru filmnya belum diputar di studio secara resmi. Begitu tingginya peredaran
VCD bajakan, bahkan telah sampai ke pelosok pedesaan.
Kendala utama yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya perlindungan HaKI ini
adalah masalah penegakan hukum, di samping masalah-masalah lain seperti kesadaran
masyarakat terhadap HaKI itu sendiri dan keadaan ekonomi bangsa yang secara tidak
langsung turut menyumbang bagi terjadinya pelanggaran itu. Akibat dari maraknya
2. 2
pembajakan VCD ini. Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, baik dari dunia
Internasional maupun pada masyarakat Indonesia sendiri. Pengenaan sanksi oleh masyarakat
Internasional merupakan suatu kemungkinan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Sementara pengaruh dari VCD bajakan terhadap masyarakat juga sangat luas, seperti
rusaknya moral masyarakat sebagai akibat dari tidak adanya sensor bagi VCD bajakan itu
serta menurunnya kreativitas dari para pelaku di bidang musik dan film nasional.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penegakkan hukum terhadap Perlindungan Hak cipta mengenai
pembajakan karya Cipta lagu di Indonesia?
1.3 Tujuan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penegakan hukum terhadap
Perlindungan Hak Cipta mengenai pembajakan karya cipta lagu.
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hak Cipta
Pengertian hak cipta dan hal-hal yang berkaitan dengannya secara garis besar
dijabarkan dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut.
a. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk mengumumkan atau
memperbanyak dengan tidak mengurangi batasan-batasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas
dan bersifat pribadi.
c. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam
lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
d. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang
menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak
dari pihak yang menerima hak tersebut.
e. Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau
penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apa pun termasuk media internet,
atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar,
atau dilihat orang lain.
f. Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan
maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang
sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau
temporer.
g. Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi
pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi produser
rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau
rekaman bunyinya dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau
menyiarkan karya siarannya.
4. 4
h. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak
terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya
atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
2.2 Fungsi Dan Sifat Hak Cipta
Berdasarkan pasal 2 undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak cipta , Hak
Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya yang timbul untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut undang-undang yang berlaku.
Sementara itu, berdasarkan pasal 5 sampai dengan pasal 11 undang-undang nomor 19
tahun 2002 Tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan pencipta adalah sebagai berikut:
a. jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua
atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin sareta
mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu dalam hal tidak ada orang tersebut yang
dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak
mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya itu.
b. jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang
lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, penciptanya adalah
orang yang merancang ciptaan itu.
c. pemegang hak cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu
dikerjakan, kecuali ada perjanjian antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak
pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
d. jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan pihak yang
membuat karya cipta itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali
apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
e. jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal dari padanya dengan
tidak menyebutkan seseorang sebagai penciptanya, badan hukum tersebut dianggap
sebagai penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya.
5. 5
2.3 Hak-Hak Yang Tercakup Dalam Hak Cipta
2.3.1 Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah
hak untuk:
a. membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut
(termasuk, pada umumnya, salinan elektronik);
b. mengimpor dan mengekspor ciptaan;
c. menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
d. menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum
e. menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak
ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain
dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
2.3.2 Hak Ekonomi Dan Hak Moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan,
sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara interalia juga mensyaratkan
penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak
agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai
pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak
ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral
adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak
dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah
dialihkanContoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan,
walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak
lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
2.4 Dasar Perilindungan Hak Cipta
Undang-undang Hak Cipta (UUHC) pertama kali diatur dalam undang-undang No.6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Kemudian diubah dengan undang-undang No.7 Tahun 1987.
Pada tahun 1997 diubah lagi dengan undang-undang No.12 Tahun 1997. Di tahun 2002,
UUHC kembali mengalami perubahan dan diatur dalam Undang-undang No.19 Tahun 2002
6. 6
dan sekarang Undang- Undang No.28 Tahun 2014. Beberapa peraturan pelaksanaan di
bidang hak cipta adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1986 Jo Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun
1989 tentang Dewan Hak Cipta;
2. Peraturan Pemerintah RI No.1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyak
Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan
Pengembangan;
3. Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 1988 tentang Persetujuan Mengenai
Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta atas Karya Rekaman
Suara antara Negara Republik Indonesia dengan Masyarakat Eropa;
4. Keputusan Presiden RI No.25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai
Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik
Indonesia dengan Amerika Serikat;
5. Keputusan Presiden RI No.38 Tahun 1993 tentang Pengesahan Pesetujuan Mengenai
Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik
Indonesia dengan Australia;
6. Keputusan Presiden RI No.56 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai
Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Republik
Indonesia dengan Inggris;
7. Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention
For The Protection Of Literary and Artistic Works;
8. Keputusan Presiden RI No. 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights
Treaty;
9. Keputusan Presiden RI No.74 Tahun 2004 tentang Pengesahan WIPO
Performances and Phonogram Treaty (WPPT);
10. Peraturan Menteri Kehakiman RI No.M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang
Pendaftaran Ciptaan;
11. Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.04.PW.07.03 Tahun 1988 tentang
Penyidikan Hak Cipta;
12. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.M.01.PW.07.03 Tahun 1990 tentang
Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta;
13. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No.M.02.HC.03.01 Tahun 1991 tentang
kewajiban Melampirkan NPWP dalam Permohonan Pendaftaran Ciptaan dan
Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar.
7. 7
2.5 Perolehan Hak Cipta
Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan
bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus
mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang juga berlaku
berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui
pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk
tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau
surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun
suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan
(sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan)
memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan
pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas.
Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents
Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di
Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan
lembaga swasta.
2.6 Perkecualian Dan Batasan Hak Cipta
Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur
dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau
fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan
tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai
dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu
dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial,
misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan
pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada
keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam
pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak
dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman
8. 8
sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan
sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada.
Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan
membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-
mata untuk digunakan sendiri.
Hak cipta foto umumnya dipegang fotografer, namun foto potret seseorang (atau beberapa
orang) dilarang disebarluaskan bila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang
yang dipotret. UU Hak Cipta Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas potret dalam
pasal 19–23.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk
memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi
kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang
penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan,
ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya
terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang
berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17). ketika orang mengambil hak
cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan
yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka
lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato
pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan
arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang
memutuskan suatu sengketa). Di Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli
tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan
lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak
cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun
sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain,
dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
2.7 Pendaftaran Hak Cipta Di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau
pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada
atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan
9. 9
dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian
hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta,
pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
(Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]].
Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui
konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37
ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor
maupun situs web Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan
terdaftar dikelola oleh ditjen hki dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
2.8 Lingkup Hak Cipta
2.8.1 Ciptaan yang dilindungi
Ciptaan yang dilindungi ialah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra yang meliputi karya:
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out ) karya tulis yang diterbitkan, dan
semua hasil karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;
6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
7. Arsitektur;
8. Peta;
9. Seni batik;
10. Fotografi;
11. Sinematografi;
12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
10. 10
2.8.2 Hak cipta atas hasil kebudayaan rakyat atau hasil ciptaan yang tidak diketahui
penciptanya
a. Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya
nasional lainnya;
b. Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik
bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,
koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.
2.8.3 Hak Moral dan Hak Ekonomi atas suatu ciptaan
Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat
dihilangkan atau dihapus dengan alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah
dialihkan.
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta
produk hak terkait.
2.8.4 Hak Terkait
Hak terkait adalah hak eksklusif yang berkaitan dengan hak cipta yaitu hak eksklusif
bagi Pelaku yang memperbanyak atau menyiarkan pertunjukan; bagi Produser Rekaman
Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya;
dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya
siarannya.
2.9 Ketentuan Pidana
a. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
b. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
c. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling
11. 11
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
d. Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
e. Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
f. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
g. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
h. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
i. Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah).
2.10 Prinsip Dasar Perlindungan Hak Cipta
Bila dibandingkan dengan paten, maka pengaturan dan perllindungan hak cipta relatif
lebih sederhana. Prinsip dasar dari hak cipta adalah adanya pengakuan hak bagi pencipta
untuk mengkomersialisasikan ciptaannya dan melarang pihak lain untuk menggunakan
ciptaannya tanpa seijin pencipta. Konsep Hak cipta ini berkembang secara bersamaan di
Inggris dan di Perancis pada abad pertengahan yang membawa warna tersendiri dalam
perkembangan pranata hukum hak cipta.
Konsep yang berkembang di Inggris dan diikuti oleh negara-negara yang menganut
sistem hukum Common Law, menitikberatkan perlindungan pada penerbit atau orang yang
memiliki hak untuk memperbanyak ciptaan (copyrights) dari tindakan penggandaan yang
tidak sah.
12. 12
Sedangkan konsep yang berkembang di Perancis dan diikuti oleh negara-negara yang
menganut sistem hukum Civil Law, menitikberatkan perlindungan kepada pencipta yang
memiliki hak tidak hanya untuk mengontrol kepentingan ekonomi tetapi juga adanya
pengakuan dan perlakuan terhadap integritas pencipta (droit d’auteuers) yang dimunculkan
dalam “moral rights”[8]. Dalam perkembangan selanjutnya kedua konsep ini saling
berpengaruh, akan tetapi istilah yang lazim dipakai adalah copyrights untuk menyebut hak
cipta.
Perkembangan pranata hukum hak cipta di Indonesia juga berubah sejalan dengan
diratifikasinya perjanjian TRIPs. Beberapa hal yang harus diamandemen dalam Undang-
Undang hak cipta Indonesia agar sesuai dengan ketentuan Pasal 9- 12 TRIPs sebagai berikut:
1. Semua negara anggota harus tunduk pada ketentuan dalan Konvensi Bern[9].
2. Hak cipta hanya melindungi ekspresi bukan ide, prosedur ataupun metode dan konsep
matematika.
3. Negara peserta harus memberikan perlindungan hukum atas program komputer dan
data base dalam regim hak cipta.
4. Negara peserta harus mengatur rental rights[10] untuk computer program dan karya
sinematografi.
5. Jangka waktu perlindungan karya cipta, kecuali hak atas karya fotografi dan seni
terapan, tidak boleh kurang dari seumur hidup pencipta ditambah 50 tahun.
Ketentuan dalam TRIPs ini di adopsi oleh Indonesia dalam Undang-undang 12/1997
tentang Hak cipta dan Undang-Undang 19/2002 tentang Hak Cipta yang akan berlaku efektif
tanggal 23 Juli 2003.
Pasal 1 angka 1 UU 19/2002 menyatakan:
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Dari ketentuan Pasal 1 angka satu tersebut diatas dapat dianalisa sebagai berikut:
Pertama, Hak cipta pada hakekatnya adalah perjanjian antara pencipta dengan pihak lain
untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaannya. Konsekuensi logis dari definisi
ini adalah:
13. 13
1. peran pemerintah hanyalah sebagai administrator, akan tetapi tidak menerbitkan atau
memberikan hak seperti paten.Hal ini tercermin dalam sistem pendaftaran hak cipta
yang bersifat Negatif Deklaratif artinya Setiap orang yang mendaftarkan karya
ciptanya dianggap sebagai pencipta, kecuali terbukti sebaliknya (pasal 5) .
2. Pada dasarnya hak cipta diakui keberadaannya apabila ciptaan itu merupakan karya
original (hasil dari daya kreativitas pencipta) dan dalam bentuk yang tetap dan nyata
(fix and tangible) (pasal 12).
3. Pendaftaran ciptaan bukanlah suatu keharusan, karena tanpa pendaftaranpun karya
cipta secara otomatis sudah mendapatkan perlindungan hukum (Pasal 2). Adapun cara
yang diakui secara internasional sebagai berikut:
Untuk karya dibidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra cukup dengan membubuhkan
tanda Ó disertai nama pencipta dan tahun penerbitan.
Untuk karya rekaman (audio dan audiovisual) dengan membubuhkan tanda P atau N
didalam lingkaran disertai tahun penerbitan.
Untuk memperkuat pengakuan perlindungan hak cipta dapat ditambahkan maklumat
“Todos los derechos reservados” /“All Rights Reversed”
Kedua, Undang- undang telah menetapkan secara limitatif jenis ciptaan yang dilindungi
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra sebagai berikut (ps.12 UU19/2002):
Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain;
Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;
Seni rupa, dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;
Arsitektur;
Peta;
seni batik;
fotogafi;
Sinematografi;
14. 14
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
Ketiga, jangka waktu berlakunya hak cipta berdasarkan obyeknya secara umum adalah selam
hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia kecuali, program
komputer, sinematografi, data base dan karya pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun
sejak pertama kali diumumkan. Sedangkan hak cipta atas susunan perwajahan karya tulis
yang diterbitkan berlaku selama 50 tahun sejak pertamakali diterbitkan (pasal 29 dan 30).
Keempat, Hak Pencipta dan atau pemegang hak cipta dibagi menjadi hak ekonomi dan hak
moral. Hak ekonomi adalah mengijinkan atau melarang orang lain untuk mengumumkan dan
atau memperbanyak ciptaannya. Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada
pencipta , yaitu hak untuk selalu dicantumkan nama pencipta dalam setiap ciptaannya dan
hak atas keutuhan ciptaannya terhadap perubahan isi maupun judul. Hak moral ini tidak bisa
dialihkan seperti hak ekonomi.
Kelima, Pemanfaatan hak cipta tidaklah sepenuhnya bersifat monopoli seperti paten, karena
ada pengecualian-pengecualian yang berdasarkan pada pemanfaatan untuk kepentingan
masyarakat (fair dealing)[13], yang tidak termasuk dalam pelanggaran hak cipta.
Sebagaimana diatur dalam pasal 14 dan 15 UU 19/2002 sebagai berikut:
Pasal 14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta:
1. Pengumuman dan atau perbanyakan lambang negara dan lagu kebangsaan
menurut sifatnya yang asli;
2. Pengumuman dan atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan atau
diperbanyak oleh dan atas nama pemerintah, kecuali apabila hak cipta itu
dinyatakan dilindungi baik dengan peraturan perundang-undangan maupun
dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika karya cipta itu
diumumkan dan atau diperbanyak;
3. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor
berita, lembaga penyiaran dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan
ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
15. 15
Pasal 15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta:
1. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;
2. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan
pembelaan di dalam atau di luar pengadilan;
3. Pengambilan ciptaan pihak lain baik seluruhnya atau sebagian, guna keperluan:
(i) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau ;
(ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;
4. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengatahuan, seni dan sastra dalam huruf
braille guna keperluan tuna netra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;
5. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau
alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu
pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata
untuk keperluan aktivitasnya;
6. Perubahan yg dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya
arsitektur, seperti ciptaan bangunan;
7. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program
komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Persoalan yang biasanya muncul berkaitan dengan fair dealing ini adalah seberapa banyak
seseorang dapat menggunakan ciptaan pihak lain dengan alasan untuk pengembangan,
penelitian dan pendidikan. Undang-Undang memberikan batasan secara kualitatif artinya
pengambilan ciptaan pihak lain tidak lebih dari 10 % dari bagian yang paling substansial dan
16. 16
menjadi ciri khas suatu ciptaan, walaupun dalam prakteknya cukup sulit untuk menentukan
hal ini
https://ayobelajarhaki.wordpress.com/2012/05/04/aspek-hukum-perlindungan-hak-paten-dan-
hak-cipta-untuk-hasil-penelitian-di-perguruan-tinggi/
2.11 Penyelesaian Sengketa Hak Cipta
Penyelesaian sengketa hak cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian
sengketa, arbitrase, atau pengadilan. Pengadilan yang berwenang adalah pengadilan niaga.
Pengadilan lainnya selain pengadilan niaga tidak berwenang menangani penyelesaian
sengketa hak cipta.
Selain pelanggaran hak cipta dan atau hak terkait dalam bentuk pembajakan,
sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadannya dan atau berada diwilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa
melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.
Pencipta, pemegang hak cipta dan atau pemegang hak terkait atau ahli warisnya yang
mengalami kerugian hak ekonomi berhak memperoleh ganti rugi.
Ganti rugi diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan
tentang perkara tindak pidana hak cipta dan atau hak terkait. Pembayaran ganti rugi kepada
pencipta, pemegang hak cipta dan atau pemilik hak terkait dibayarkan paling lama 6 (enam)
bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam hal ciptaan telah dicatat menurut ketentuan, pihak lain yang berkepentingan dapat
mengajukan gugatan pembatalan pencatatan dalam daftar umum ciptaan melalui pengadilan
niaga. Gugatan ditujukan kepada pencipta dan atau pemegang hak cipta terdaftar.
Pengalihan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak
pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa
persetujuan pencipta yang melanggar hak moral pencipta. Pengalihan hak ekonomi pelaku
pertunjukan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pelaku pertunjukan atau ahli warisnya
17. 17
untuk menggugat setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan
pelaku pertunjukan.
Pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait berhak mengajukan gugatan
ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait.
Gugatan ganti rugi dapat berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian
penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan
atau pameran karya yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait.
Selain gugatan, pemegang hak cipta, pencipta, atau pemilik hak terkait dapat
memohon putusan provisi atau putusan sela kepada pengadilan niaga untuk : a. Meminta
penyitaan ciptaan yang dilakukan pengumuman atau penggandaan dan atau alat penggandaan
yang digunakan untuk menghasilkan ciptaan hasil pelanggaran hak cipta dan produk hak
terkait dan atau b. Menghentikan kegiatan pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan
atau penggandaan ciptaan yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta dan produk hak
terkait.
https://trademarkpatent.wordpress.com/2015/05/18/penyelesaian-sengketa-hak-cipta/
2.12 Kasus dan Analisis kasus
2.12.1 KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA
RIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus pembajakan karya cipta lagu ‘Cari
Jodoh’ yang dipopulerkan Band Wali mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Malang,
Jawa Timur, Rabu (1/5/2013). Di sidang pertama itu, bos PT Nagaswara, Rahayu
Kertawiguna, dihadirkan. Rahayu adalah bos dari label yang selama ini mendistribusikan
karya-karya Faang dan kawan-kawannya itu. Selain bos PT Nagaswara, Rahayu hadir di
persidangan sebagai saksi atas dugaan pembajakan yang dilakukan Malikul Akbar Atjil. Kala
dihubungi lewat telepon, Kamis (2/5/2013), Rahayu mengatakan, perbuatan yang dilakukan
Atjil dengan membajak karya orang lain itu jelas merugikan. “Akan lebih merugikan lagi
apabila tindakan pembajakan itu dibiarkan,” ujar Rahayu. Sebagai pemilik label yang
mendistribusikan lagu-lagu musisi Indonesia, termasuk artis dan penyanyi Nagaswara,
Rahayu mempunyai tugas dan kewajiban untuk ikut-serta menjaga karya para artisnya itu.
18. 18
Kasus lagu ‘Cari Jodoh’ milik Band Wali, cerita Rahayu, pihaknya semula tidak tahu
perbuatan yang dilakukan Atjil. “Jangankan memberi tahu, minta ijin memakai lagu ‘Cari
Jodoh-nya’ Wali saja tidak dilakukan Atjil,” tutur Rahayu. Menurut Rahayu, akibat aksi
pembajakan lagu ‘Cari Jodoh’ itu, sebagai pemegang hak cipta karya tersebut, pihaknya
dirugikan Atjil sebesar Rp 1 Milyar. Dalam laporannya yang dibuat tahun 2010, Rahayu
menyertakan jumlah kerugian itu. Selama Atjil belum diputus bersalah oleh majelis hakim
PN Malang, jelas Rahayu, pihak distribusi Malaysia Incitech bisa terus menjual karya lagu
‘Cari Jodoh-nya’ Band Wali versi Atjil tanpa ada ijin yang jelas.
Perkara tersebut dimulai ketika lagu ‘Cari Jodoh’ karya cipta Band Wali dibajak di
Malaysia tahun 2009. Setelah dilakukan penyidikan, Polda Jawa Timur menangkap Atjil di
Surabaya pada awal tahun 2013. Atjil belakangan diketahui pernah menjadi aktivis
Antipembajakan. Saat ditangkap, Atjil mengaku, Malaysia Incitech sudah membeli karya
lagu ‘Cari Jodoh’ dari Wali Band.
2.12.2 Analisis kasus
Salah satu kasus hak cipta yang bersangkutan pada band asal Indonesia (wali band) yang
dibajak oleh negara tetangga yaitu Malaysia (Malikul Akbar Atjil). Dalam kasus ini dapat
kita lihat bahwa kurang adanya kesadaran, baik dari pemegang hak cipta ataupun hukum
yang ada dari negeri kita sendiri sehingga dari kurangnya kesadaran itulah yang
menyebabkan adanya pelanggaran berupa pembajakan hasil kekayaan intelektual yang
diciptakan oleh band wali. Pelanggaran tersebut termasuk dalam salah satu hak kekayaan
intelektual yang berupa hak cipta, dimana dari pelanggaran ini pencipta merasa dirugikan
karena hasil karya yang diciptakannya digunakan atau dibajak tanpa seizin dari pencipta atau
pemegang hak.
Selain itu peran pemerintah juga sangatlah penting bagi para pelaku pembajakan karya
cipta yang harus diproses lebih lanjut serta memberikan sanksi tegas karena telah melanggar
UU tentang hak cipta No.19 Tahun 2002, dimana peraturan peundang-undangan ini
menimbang bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keaneka ragaman etnik/suku
bangsa dan budaya serta kekayaan dibidang seni dan sastra dengan pengembangannya yang
memerlukan hak cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman
tersebut. Hal ini masuk dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) yang berbunyi:
19. 19
1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang
tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara
dan/atau gambar pertunjukannya.
2. Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau
melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan
karya rekaman suara atau rekaman bunyi.
Selain itu dalam kasus ini, pihak dari PT Nagaswara juga merasa dirugikan oleh Atjil
sebesar 1 Milyar rupiah dikarenakan dalam laporannya yang dibuat tahun 2010, Rahayu
(pihak dari PT Nagaswara) menjelaskan jumlah kerugiannya itu. Selama Atjil belum diputus
bersalah oleh majelis hakim PN Malang, pihak distribusi Malaysia Incitech bisa terus
menjual karya lagu ‘Cari Jodoh-nya’ Band Wali versi Atjil tanpa ada ijin yang jelas. Hal ini
juga bisa masuk pada ketentuan Pasal 56 ayat (1), (2) dan (3) yang berbunyi:
1. Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga
atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang
diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu.
2. Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar
memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari
penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang
merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
3. Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar
pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk
menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang
merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
Serta proses selanjutnya yang ditujukan kepada pelanggar hak cipta atas apa yang telah
diperbuat yang merugikan pemegang hak atas apa yang diciptakannya yang berupa hasil
karya lagu yang digunakan oleh pelanggar hak cipta tanpa adanya izin yang jelas dari
pemegang hak. Kasus ini masuk dalam ketentuan tindak pidana pada Pasal 71 ayat (1) yang
berbunyi:
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
20. 20
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Adapun saran pribadi yang dapat diberikan dalam kasus ini yaitu perlu adanya kesadaran
baik dari pihak pemegang hak cipta maupun pemerintah dalam negeri dalam menangani
pembajakan hak cipta yang dilakukan oleh Atjil tanpa adanya izin yang jelas dari pemegang
hak. Selain itu berikan sanksi yang setegas-tegasnya maupun sekejam-kejamnya bagi
pelanggar hak cipta agar memberikan efek jera bagi para pelanggar agar tidak mengulanginya
lagi.
21. 21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta
merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak
berhak atasnya kecuali atas izin penciptanya.
Pengaturan mengenai hak cipta dimuat dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 yang
bertujuan untuk merealisasi amanah Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dalam rangka
pembangunan di bidang hukum, dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipta
dan hasil karya ciptaanya.
Berbicara mengenai hak cipta, tentunya tidak terlepas mengenai pelanggaran hak cipta.
Suatu pelanggaran terhadap sebuah karya ciptaan terjadi apabila :
1. Terjadi pengeksploitasian (pengumuman, penggandaan dan pengedaran) untuk
kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih dahulu meminta izin atau
mendapatkan Lisensi dari penciptanya / atau ahli warisnya. Termasuk di dalamnya
tindakan penjiplakan.
2. Peniadaan nama pencipta pada ciptaannya.
3. Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya yang dilakukan tanpa
persetujuan dari pemilik hak ciptanya.
4. Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari penciptanya atau
ahli warisnya.
Dengan mengamati ketiga kasus yang kami bahas dalam makalah ini, dapat disimpulkan
bahwa begitu banyak kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia. Masih banyak
kasus-kasus pelanggaran hak cipta lainnya yang belum kami bahas dalam makalah ini. Dari
pembahasan kasus yang telah kami jelaskan, kita dapat melihat masih kurangnya kesadaran
masyarakat Indonesia terhadap ketentuan hak cipta yang telah diberlakukan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan mengenai kasus pelanggaran hak cipta di
Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1. Pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada semua masyarakat untuk
menghargai hasil karya cipta seseorang.
22. 22
2. Pemerintah harus bertindak tegas untuk menghukum pelaku yang terlibat dalam kasus
pelanggaran hak cipta di Indonesia.
3. Pemerintah mengharuskan setiap pencipta suatu karya untuk segera mendaftarkan
karya ciptaannya, agar tidak terjadi plagiatisme atau pembajakan terhadap hasil
karyanya.
4. Pemerintah mempermudah pencipta suatu karya untuk mendaftarkan karya
ciptaannya, melalui prosedur-prosedur yang sederhana dan tidak berbelit-belit.
5. Setiap masyarakat ikut berpartisipasi menerapkan peraturan mengenai hak cipta yang
berlaku.
6. Setiap masyarakat, khususnya konsumen atau pengguna suatu karya, harusnya
membeli karya cipta orang yang orisinil, bukan membeli barang-barang atau produk
bajakan.
7. Setiap masyarakat yang melihat adanya tindakan berupa pembajakan atau plagiatisme
terhadap suatu karya, sebaiknya melapor kepada aparat yang berwajib untuk segera
menangani kasus tersebut.