1. DUA PEMICU UTAMA KECURANGAN UN
Indra Akuntono | Glori K. Wadrianto | Senin, 2 Januari 2012 | 16:19 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Standar Pendidikan Nasional (BSNP),
Teuku Ramli Zakaria mengungkapkan dua hal utama yang memicu terjadinya ketidakjujuran
dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN).
Dalam pengamatannya, kecurangan dalam UN dipicu oleh dua faktor, yaitu budaya
meluluskan, dan tekanan politik. Budaya meluluskan, terjadi lantaran selama ini sekolah telah
terbiasa meluluskan semua siswanya. "Ada kecenderungan budaya meluluskan semua. Siswa
yang belajar dan tidak belajar diluluskan semuanya," kata Ramli saat ditemui Senin
(2/1/2012), di sekretariat BSNP, Cipete, Jakarta.
Kedua, kata dia, karena adanya tekanan politik. Hal itu terjadi ketika kepala daerah
memberikan instruksi untuk mencapai hasil UN yang lebih baik dari tahun sebelumnya
kepada dinas pendidikan yang diteruskan kepada sekolah. Meski dasarnya benar, namun
menurut Ramli dinas pendidikan maupun sekolah seringkali salah mengartikan instruksi
tersebut.
Dinas pendidikan atau penyelenggara UN akhirnya terpaksa tidak jujur demi untuk
memenuhi tersebut. "Itulah dua faktor itu yang mendorong pelaksanaan UN menjadi tidak
jujur. Bukan bekerja lebih keras melakukan perbaikan, karena salah mengartikan mereka
malah melakukan penyimpangan," tandasnya.
Sumber : www.kompas.com
Analisis :
Dalam sistem pedidikan nasional Indonesia, UN merupakan penentu seseorang dapat
lulus atau tidak dari bangku sekolah. Selain itu, bagi siswa SMA, UN merupakan penentu
siswa untuk masuk ke jenjang universirtas. Hal ini sering dianggap tidak adil bagi sebagian
orang, karena proses pembelajaran yang sudah berlangsung selama 3 – 6 tahun hanya dinilai
dari hasil ujian yang rata- rata hanya berlangsung 3 hari.
Banyak kasus yang sering terdengar akhir-akhir ini mengenai praktek UN dan segala
kecurangannya. Salah satunya adalah berita di atas. Pihak sekolah dibuat bingung dengan
kebijakan dan reputasi sekolah. Manajemen sekolah menjadi dilema ketika dihadapkan pada
pilihan meluluskan seluruh siswa dengan cara apapun untuk meraih reputasi yang
membanggakan atau UN dilaksanakan dengan jujur dan membiarkan siswanya tidak lulus.
2. Belum lagi tekanan dari birokrasi yang lebih tinggi untuk “berpura-pura” menaikkan tingkat
pendidikan pada wilayah tertentu dengan meluluskan semua siswanya.
Dalam disiplin ilmu manajemen sumber daya manusia, hal ini merupakan praktek yang
tidak baik. Dengan praktik kecurangan seperti itu, maka akan menimbulkan input yang tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Input yang tidak sesuai akan menciptakan output yang tidak
baik juga.