Peristiwa Fathu Makkah, sebagai salah satu tanda kekuasaan Allah SWT. Kememnangan diraih oleh kaum Muslim secara mutlak tanpa pertumpahan darah sedikitpun. Suatu berkah dengan masuknya kaum Quraisy dalam Islam dengan berbondong-bondong. Keadilan Allah sangatlah jelas adanya.
Peristiwa Fathu Makkah, sebagai salah satu tanda kekuasaan Allah SWT. Kememnangan diraih oleh kaum Muslim secara mutlak tanpa pertumpahan darah sedikitpun. Suatu berkah dengan masuknya kaum Quraisy dalam Islam dengan berbondong-bondong. Keadilan Allah sangatlah jelas adanya.
2. “Tragedi” Perang Uhud yang membuat umat Islam terdesak dan mengakibatkan 70 orang
sahabat menjadi syuhada, membawa pengaruh yang kurang menguntungkan bagi pamor
umat Islam. Walaupun umat Islam berhasil mengusir musyrikin Quraisy pada perang
Hamra’ul Asad, tetapi Quraisy mempropagandakan bahwa merekalah yang
memenangkan peperangan. Opini ini banyak dipercaya kabilah-kabilah di jazirah Arab.
3. • Keharuman nama umat Islam—yang sebelumnya bisa mengalahkan musyrikin Quraisy
pada Perang Badar—menjadi luntur dan wibawa mereka menjadi susut.
• Kemudian bahaya mengepung Madinah dari segala penjuru. Orang-orang Yahudi, Munafik
dan Badui mulai berani memperlihatkan permusuhan terang-terangan. Tiap-tiap
kelompok mengintai umat Islam dan bahkan bermaksud hendak menghancurkan dan
mengenyahkan eksistensinya.
4. Kelompok yang pertama kali melakukan perlawanan terhadap kaum muslimin setelah tragedi Uhud
adalah Bani Asad bin Khuzaimah. Mata-mata Madinah mencium berita bahwa Thalhah dan Salamah,
anak Khuwailid sedang berupaya menggalang kekuatan bersama kaumnya untuk menyerang umat
Islam. Karena itu, Rasulullah saw lebih dulu mengirim satuan pasukan dengan kekuatan 150 orang
dari muhajirin dan anshar. Rasulullah saw menunjuk Abu Salamah sebagai komandan dan sekaligus
pembawa benderanya.
Perlawanan Bani Asad bin Khuzaimah
5.
6. Abu Salamah langsung menggulung Bani Asad di perkampungan mereka sebelum
mereka melakukan serangan ke Madinah. Karena tak menyangka akan mendapatkan
serangan mendadak, mereka pun lari kocar kacir. Akhirnya, kaum muslimin bisa
mendapatkan harta rampasan perang yang banyak, berupa unta dan kambing milik
Bani Asad.
7. Setelah itu, pasukan kaum muslimin kembali lagi ke Madinah dalam keadaan utuh
dengan membawa harta rampasan tanpa harus berperang. Peristiwa ini terjadi
tepat munculnya hilal bulan Muharram 4H. Namun, karena Abu Salamah
mengalami infeksi pada luka yang didapatkannya sewaktu Perang Uhud, tak lama
setelah itu ia pun meninggal dunia.
8. Pada 5 Muharram tahun 4 H, ada berita yang masuk ke Madinah bahwa Khalid bin Sufyan
Al-Hudzali memobilisasi orang untuk menyerang kaum muslimin. Karena itu, Rasulullah saw
mengirim Abdullah bin Unais untuk menghentikan rencana tersebut.
Perlawanan Khalid bin Sufyan Al-Hudzaili
9. Sejak berangkat meninggalkan Madinah, Abdullah bin Unais tidak muncul selama 18 hari.
Kemudian pada hari Sabtu, sepekan sebelum berakhir Bulan Muharram, dia muncul sambil
membawa kepala Khalid bin Sufyan dan memperlihatkannya kepada Beliau saw. Maka Beliau
saw memberikan sebatang tongkat kepadanya seraya bersabda, “Ini merupakan tanda antara
diriku dan engkau pada hari kiamat.” Dan pada saat Abdullah bin Unais menghadapi ajal, ia
berwasiat agar tongkat itu juga disertakan dalam kain kafannya.
11. • Suku Hudzail menaruh dendam terhadap umat Islam, karena pimpinan mereka, Khalid
bin Sufyan, dibunuh Abdullah bin Unais, karena sebelumnya Khalid hendak menyerang
Madinah.
• Untuk membalas dendam, pada bulan Safar tahun 4 H, ada beberapa orang dari Adhal
dan Qarah yang dibayar oleh Suku Hudzail mendatangi Rasulullah saw, mengabarkan
bahwa di kaumnya ada beberapa orang muslim.
• Utusan tersebut berkata kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulallah, sesungguhnya di
kalangan kami ada orang-orang yang telah masuk Islam, oleh karena itu, kirimkan
kepada kami beberapa orang dari sahabat-sahabatmu yang akan mengajarkan agama,
membacakan Alquran, dan mengajarkan syariat Islam kepada kami.”
• Permintaan kedua suku ini sebenarnya hanya rekayasa, agar Suku Hudzail bisa
membunuh utusan Nabi saw.
12. Maka Rasulullah saw mengirimkan enam orang untuk mengajarkan Islam sebagaimana
“permintaan” Adhal dan Qarah. Mereka adalah:
1. Martsad bin Abu Martsad Al-Ghanawi sekutu Hamzah bin Abdul Muthallib
2. Khalid bin Al-Bukair Al-Laitsi sekutu Bani Adi bin Ka’ab.
3. Ashim bin Tsabit bin Abu Aqlah saudara Bani Amr bin Auf bin Malik bin Aus.
4. Khubaib bin Adi saudara Bani Jahjahi bin Kulfah bin Amr bin Auf.
5. Zaid bin Ad-Datsinah bin Muawiyah saudara Bani Bayadhah bin Amr.
6. Abdullah bin Thariq sekutu Bani Dzafar bin Al-Khazraj
Rasulullah saw menunjuk Martsad bin Abu Martsad sebagai pimpinan rombongan.
13. Pengkhianatan Adhal, Qarah dan Suku Hudzail
Ke enam orang utusan Rasulullah saw tersebut berangkat bersama para utusan dari Adhal dan Qarah.
Setibanya di sebuah tempat yang bernama Ar-Raji, sebuah sumber air milik Bani Hudzail di daerah
Hijaz, tepatnya antara Rabigh dan Jeddah, para utusan yang memang hendak memperdayai kaum
muslimin itu meminta bantuan Bani Hudzail. Ada 100 orang pemanah yang menyusul dan akhirnya
dapat menghampiri rombongan ini dan mengepung mereka.
14. Sebenarnya kaum muslimin dalam rombongan tersebut sudah berusaha menyelamatkan diri dengan
cara mendaki tempat yang lebih tinggi. Orang-orang yang mengepung mereka berkata, “Kami
berjanji dan bersumpah tidak akan membunuh seorangpun di antara kalian, asal kalian mau turun.”
Ashim bin Tsabit dan beberapa rekannya menolak tawaran yang dianggapnya hanya suatu jebakan
ini. Maka dia bertempur melawan para pengepungnya hingga meninggal Bersama dua rekannya
yang lain, yakni Martsad bin Abu Martsad dan Khalid bin Al-Bukair.
Tiga Orang Syahid
15. • Ketika Ashim bin Tsabit terbunuh, orang-orang Hudzail ingin mengambil
kepalanya untuk dijual kepada Sulafah binti Sa’ad bin Syahid. Sebelumnya Sulafah
bernazar—sesudah kedua anaknya tewas pada Perang Uhud—bahwa jika bisa
mendapatkan kepala Ashim bin Tsabit, maka Sulafah akan mengisi batok
kepalanya Ashim dengan emas dan akan diberikan kepada siapa pun yang
membunuhnya.
• Tetapi sebelum niatnya terwujud, ada kumbang besar yang membawa kepalanya
Ashim bin Tsabit hinga tidak bisa ditemukan lagi. Ketika mendengar kepalanya
Ashim dibawa kumbang yang besar, Sayyidina Umar bin Khathab berkata, “Allah
melindungi hamba yang beriman.” Ternyata, sebelumnya Ashim bersumpah
kepada Allah bahwa ia tidak mau disentuh orang-orang musyrik selama-lamanya.
16. Tiga Orang Ditawan
• Adapun Zaid bin Ad-Datsinnah, Khubaib bin Adi, dan Abdullah bin Thariq mereka ditawan oleh
orang-orang Hudzail dan hendak dibawa ke Makkah untuk dijual kepada orang-orang Quraisy.
• Dalam perjalanan menuju Makkah, di sebuah daerah yang bernama Dahran, Abdullah bin Thariq
melepaskan diri dari ikatan kemudian mengambil pedang. Orang-orang Hudzail menghindar
kemudian melemparnya dengan batu hingga meninggal dunia. Jadi, kuburan Abdullah bin Thariq
berada di Dahran. Adapun Khubaib bin Adi dan Zaid bin Ad-Datsinnah tetap dibawa orang-
orang Hudzail ke Makkah untuk dijual dengan imbalan tertentu.
17. • Orang-orang Suku Hudzail membawa Zaid dan Khubaib ke Makkah untuk dijual. Pada waktu
Perang Badar, Zaid dan Khubaib banyak membunuh bangsawan Quraisy. Khubaib dibeli oleh
Hujair bin Abu Ihab At-Tamimi untuk dieksekusi. Kemudian Khubaib dibawa ke luar tanah suci,
yakni Tan’im. Ketika Khubaib hendak disalib, dia meminta kesempatan untuk shalat dua
rakaat. Permintaan ini dikabulkan. Setelah mengucapkan salam, dia berkata, “Demi Allah,
kalau bukan karena mereka akan mengatakan bahwa aku sedang ketakutan, tentu aku ingin
shalat lebih banyak lagi.”
• Kemudian Abu Sufyan bertanya, “Apakah engkau suka jika Muhammad ada di tengah kami,
lalu lehernya kami tebas, sementara engkau bebas hidup di tengah keluargamu?” khubaib
menjawab, “Tidak demi Allah, aku tidak suka berada di tengah keluargaku, sedangkan
Muhammad saw di tempatnya terkena sebuah duri karena ulah kalian.” Kemudian mereka
menyalib dan membunuhnya. Adapun yang mengeksekusi Khubaib adalah Uqbah bin Al-
Harits, yang pada waktu Perang Badar Khubaib telah membunuh ayahnya Uqbah, yakni Al-
Harits.
18. • Diketahui, bahwa Khubaib adalah orang pertama yang mentradisikan shalat dua rakaat jika
ada seorang muslim yang akan dieksekusi. Ketika masih ditawan dan dipenjara, dia terlihat
sedang memakan setangkai buah anggur, padahal di Makkah saat itu tidak ada buah anggur.
• Adapun Zaid bin Ad-Datsinnah, ia dibeli Shafwan bin Umayyah, lalu dibunuhnya, karena Zaid
telah membunuh ayahnya.
20. Sebab Terjadinya Tragedi Bi’r Ma’unah
• Pada bulan yang sama setelah tragedi Ar-Raji, terjadi tragedi lain yang lebih menyedihkan lagi,
yang dikenal dengan tragedi Bi’r Ma’unah.
• Adapun latar belakang tragedi ini adalah ketika Pembesar Daerah Najd, Abu Bara’ Amir bin
Malik, yang dijuluki Si Jago Tombak, menemui Rasulullah saw. Kemudian Beliau saw
menyerunya agar masuk Islam, tetapi dia menolak. Namun, ia tidak menunjukkan
permusuhan. Bahkan dia berkata, “Wahai Rasulallah, bagaimana bila engkau mengutus para
sahabatmu ke penduduk Najd agar mendakwahi mereka kepada agamamu?” Aku berharap
mereka memenuhi seruanmu.” lalu Nabi saw menjawab, “Aku khawatir penduduk Najd akan
mencelakai mereka.” Abu Bara berkata, Aku menjamin keamanan mereka.”
21. • Akhirnya, Rasulullah saw mengutus 70 orang
penghafal Alquran dan menunjuk Al-Mundzir bin
Amr dari Bani Sa’idah sebagai pimpinan
rombongan.
tragedi Raji’,
Meski masih dibayangi
para sahabat tersebut
trauma
tetap
bertolak menuju Najd.
• Ketika tiba di Bi`r Ma’unah sebuah daerah yang
terletak antara wilayah Bani ‘Amir dan wilayah
Bani Sulaim, para sahabat ini mengutus Haram
bin Milhan untuk mengantarkan surat Rasûlullâh
kepada ‘Amir bin Thufail, pemimpin Bani ‘Amir,
sekaligus sepupu Abu Bara’ ‘Amir bin Malik.
• Namun ‘Amir bin Thufail tidak menghiraukan
surat itu bahkan ia memerintahkan seorang
pengikutnya untuk menikam Haram dari
belakang.
22. Kemudian ‘Amir bin Thufail memprovokasi penduduk Bani ‘Amir agar memerangi
rombongan sahabat Rasûlullâh. Bani ‘Amir menolak ajakan ‘Amir bin Thufail karena para
sahabat berada dalam jaminan Abu Barra`. Tekadnya untuk memerangi rombongan ini tidak
luntur disebabkan kegagalannya memprovokasi Bani ‘Amir. Dia arahkan hasutannya ke Bani
Sulaim. Ajakan ini disambut oleh kabilah ‘Ushaiyyah, Ri’i dan Dzakwan. Mereka mulai
bergerak dan mengepung para sahabat Rasûlullâh.
23. • Pertempuran sengit tak terhindarkan. Satu persatu sahabat gugur sebagai syuhada, sampai
akhirnya tidak ada yang tersisa kecuali Ka’b bin Zaid. Dia pura-pura mati karena terkena tombak di
tengah rekan-rekannya yang sudah mati, hingga dia bisa selamat dan tetap hidup hingga meletus
Perang Khandaq.
• Sementara itu ada 2 sahabat yang tertinggal yaitu Amr bin Umayyah dan al-Mundzir, Uqbah bin
‘Amir. Melihat para sahabat mereka telah menjadi korban, tanpa rasa gentar, mereka maju dan
menyerang kaum kuffar. Al-Mundzir terbunuh. Sementara Amr ditawan namun akhirnya dilepas
dengan tebusan setelah mengetahui ia berasal dari Bani Mudhar.
24. • Setelah dilepaskan, Amr bin Umayyah pulang
ke Madinah hendak menemui Rasulullah saw
membawa kabar menyedihkan yang menimpa
70 orang muslim pilihan. Korban ini sama
dengan Perang Uhud. Hanya saja, dalam
Perang Uhud, mereka gugur dalam peperangan
yang jelas, sedangkan kali ini, mereka gugur
dalam pengkhianatan yang keji.
• Dalam perjalanan ke Madinah dan setibanya
di sebuah jalan tembus di Qarqarah, Amr bin
Umayyah istirahat di bawah sebuah pohon.
Tak lama kemudian datang dua orang dari
Bani Kilab dan ikut istirahat di tempat itu.
• Setelah kedua orang tersebut tertidur, Amr
membunuh keduanya. Dia mengira kedua
orang tersebut yang membunuh rekan-
kabilah kedua orang itu
rekannya. Padahal, antara Nabi saw dan
ada perjanjian
persahabatan.
25. Setelah tiba di Madinah, dia langsung mengabarkan apa yang dia lakukan terhadap
dua orang tersebut. Beliau saw bersabda, “Engkau telah membunuh dua orang, yang
berarti aku harus membayar uang tebusan.” Kemudian beliau saw mengumpulkan
uang tebusan dari kaum muslimin dan sekutunya dari kalangan Yahudi. Inilah yang
menjadi sebab pecahnya pengusiran Yahudi Bani Nadhir.
26. Nabi saw sangat bersedih dengan tragedi ini, ditambah dengan tragedi Ar-Raji’ yang hanya
bertaut beberapa hari saja. Nabi saw terus berdoa dalam qunut subuh untuk kecelakaan
orang-orang yang telah membunuh sahabat di Bi’r Ma’unah selama 30 hari. Beliau berdoa
pada shalat subuh bagi kecelakaan kaum Ri’l, Dzakwan, Lahyan, dan Ushayyah.
27. Hikmah Tragedi Ar-Raji’ &Bi’r Ma’unah
1. Rasulullah saw selalu husnu-dzhan dan memiliki perhatian penuh terhadap siapapun orang
yang meminta diajari Islam. Diutusnya para Sahabat, menunjukkan bahwa tanggung jawab
dakwah, bukan hanya ada pada diri Nabi Muhammad saw tetapi juga kepada seluruh kaum
muslimin.
2. Kedua tragedi ini jelas menunjukkan betapa kebencian dan dendam yang luar biasa dari hati
musyrikin terhadap kaum Muslimin. Sekaligus juga menunjukkan bahwa aktivitas dakwah,
selalu membuka peluang resiko. Dari yang paling ringan, hingga kematian.
3. Jawaban Khubaib kepada Abu Sufyan-sesaat sebelum dieksekusi—bahwa beliau tidak
menginginkan Rasulullah tersakiti, dapat diketahui betapa besar kecintaan para Sahabat
kepada Rasulullah saw.
4. Apakah hikmah terjadinya pembunuhan terhadap pemuda muslim? Kenapa Allah tidak
memberikan kemenangan? Diantaranya agar benar-benar terpisah antara orang-orang yang
beriman, dengan orang yang munafik, juga agar terbuka peluang ibadah, termasuk syahid.
29. Orang-orang Yahudi sangat membenci
Islam dan kaum muslimin. Hanya saja
mereka bukan termasuk orang yang bisa
berperang dan mengangkat senjata.
Sebaliknya, mereka lebih sering berkhianat
dan bersekongkol.
Untuk itu, mereka melakukan berbagai
cara untuk mengganggu kaum muslimin
tanpa harus berperang dengan mereka.
Meskipun sudah ada perjanjian di antara
mereka dan kaum muslimin, dan
sebelumnya telah terjadi pengusiaran
Yahudi Bani Qainuqa’ da terbunuhnya
Ka’ab bin Al-Asyraf, mereka selalu dicekam
ketakutan dan lebih memilih diam.
Lokasi
Pemukiman
Yahudi di Madinah
30. Tetapi setelah Perang Uhud mereka mulai lancang. Mereka mulai berani menampakkan
permusuhan dan pegkhianatan, aktif menjalin hubungan dengan orang-orang munafik dan orang-
orang musyrik Makkah secara diam-diam. Nabi saw masih bersabar menghadapi ulah mereka ini,
yang justru tambah berani paska tragedi Ar-Raji’ dan Bi’r Ma’unah. Bahkan mereka melakukan
konspirasi yang tujuannya adalah membunuh Beliau saw.
31. • Konspirasi tersebut terjadi saat beliau saw pergi mendatangi Bani Nadhir Bersama Abu Bakar,
Umar bin Khathab dan Ali bin Abi Thalib, agar Bani Nadhir mau membayar tebusan bagi dua
orang dari Bani Amir yang dibunuh Amr bin Umayyah Adh-Dhamri di tengah perjalanannya
setelah tragedy Bi’r Ma’unah ke Madinah. Cara pembayaran tebusan ini sesuai dengan butir
perjanjian yang sudah disepakati Bersama.
• Orang-orang Yahudi Bani Nadhir mengatakan, “Kami akan membantu, wahai Abul Qasim.
Sekarang duduklah di situ, biar kami menyiapkan kebutuhanmu.”
32. Rasulullah saw duduk di pinggir tembok salah satu rumah milik mereka, menunggu janji yang
hendak mereka penuhi. Di samping beliau ada Abu Bakar, Umar bin Khathab dan Ali bin Abi
Thalib dan beberapa sahabat yang lain. Orang-orang Yahudi saling kasak-kusuk dan berunding.
Mereka sepakat untuk membunuh Rasulullah saw di tempat itu. Mereka berkata, “Siapakah di
antara kalian yang berani mengambil batu penggiling ini, lalu naik ke atas rumah dan
menjatuhkannya ke kepala Muhammad hingga remuk?” Salah seorang di antara mereka, yakni
Amr bin Jahsy, mengatakan, “Aku!”
33. Jibril turun atas perintah Allah kepada Rasulullah saw memberitahukan rencana mereka.
Seketika itu pula beliau bangkit dari duduknya dan pulang ke Madinah, tanpa
memberitahukan para Sahabat yang ikut Bersama beliau. Setelah menunggu cukup lama,
mereka menyusul pulang ke Madinah dan berkata kepada beliau, “Tiba-tiba saja engkau
pergi dan kami tidak merasa ada sesuatu pada dirimu.” Lalu beliau memberitahukan
rencana jahat orang-orang Yahudi tersebut.
34. Rasulullah saw langsung mengutus
Muhammad bin Maslamah untuk menemui
Pimpinan Bani Nadhir dan mengatakan
kepada mereka,
“Tinggalkanlah Madinah dan jangan hidup
bertetangga denganku. Kuberi tempo 10
hari. Siapa yang masih kutemui setelah itu,
maka akan aku penggal lehernya.”
35. Tidak ada pilihan bagi orang-orang Yahudi Bani Nadhir selain pergi meninggalkan Madinah.
Mereka sudah menyiapkan segala-galanya untuk meninggalkan Madinah. Tetapi pemimpin
munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul mengirim utusan untuk menemui mereka. Pesannya
adalah: “Kuatkan hati kalian, bertahanlah dan jangan tinggalkan rumah kalian di benteng
kalian karena aku mempunyai 2000 orang yang siap bergabung Bersama kalian di benteng
kalian. Mereka siap mati demi membela kalian. Orang-orang (Yahudi) Quraizhah dan sekutu
kalian dari Ghathafan tentu juga akan membantu kalian.”
36. Kepercayaan diri orang-orang Yahudi Bani Nadhir bangkit lagi karena janji dukungan dari Abdullah
bin Ubay. Pemimpin mereka, Huyai bin Akhtab sangat bersemangat menanggapi perkataan Abdullah
bin Ubay. Kemudian dia mengirimkan utusan kepada Nabi saw yang isinya, “Kami tidak akan keluar
dari tempat tinggal kami. Berbuatlah menurut kehendakmu.” Mendengar jawaban Huyai bin Akhtab,
Pimpinan Yahudi Bani Nadhir yang menantang tersebut, Rasulullah saw memekikan takbir bersama
para shahabat, lalu bangkit untuk menyerang orang-orang Yahudi Bani Nadhir.
37. Semua penduduk Bani Nadhir masuk ke dalam benteng. Mereka berada di sana sambil melancarkan
serangan dengan anak panah dan batu. Untuk menggentarkan Yahudi, maka Rasulullah saw
memerintahkan untuk menebang pohon-pohon tersebut dan membakarnya. Sehubungan dengan
peristiwa pembakaran ini, Allah swt berfirman:
َ
ن
ق
ي
َ
ِ
س
َ
ِ
ا
َ
ِ
ل
ف
َ
ِ
ا
ي
َ
ِ
ز
َ
ِ
خ
َ
ِ
ل
ي
ِ
َ
ِ
و
َ
ِ
َ
لل
ا
َ
ِ
ه
ن
َ
ِ
ذ
َ
ِ
َ
ِ
إ
َ
ِ
ب
َ
ِ
ف
اه
َ
ِ
ل
َ
ِ
ص
و
َ
ِ
َ
ِ
أ
ى
َ
ِ
لع
َ
ِ
َ
ِ
ةم
َ
ِ
ئ
َ
ِ
ا
َ
ِ
ق
َ
اه
وم
َ
ِ
َ
ِ
ك
ت
َ
ِ
ر
َ
ِ
َ
ِ
ت
و
َ
ِ
َ
ِ
أ
َ
ة
ل
ي
ن
ِ
َ
ِ
ن
َ
ِ
م
َ
ِ
م
َ
ِ
َ
ِ
ع
ت
َ
ِ
ط
َ
ِ
َ
ِ
ق
ام
38. Bani Quraizhah tidak jadi membantu mereka dan Abdullah bin Ubay bin Salul serta
sekutunya dari Ghathafan juga berkhianat kepada mereka. Tidak ada seorangpun yang
menyumbangkan kebaikan untuk mereka atau mencegah keburukan yang menimpa
mereka.
الو
َ
ِ
م
َ
ِ
ك
َ
ِ
َ
ِ
عم
َ
ِ
ن
ه
ج
َ
ِ
ر
َ
ِ
خ
َ
ِ
نِ
َ
ِ
ل
م
َ
ِ
َ
ِ
ج
ت
َ
ِ
ر
َ
ِ
خ
َ
ِ
َ
ِ
أ
ن
َ
ِ
ئ
َ
ِ
َ
ِ
ل
ب
َ
ِ
ا
َ
ِ
ك
ت
َ
ِ
ل
َ
ِ
ا
ل
َ
ِ
ه
َ
ِ
َ
ِ
أ
ن
َ
ِ
م
َ
ِ
اور
َ
ِ
َ
ِ
ك
ف
َ
ِ
َ
ن
َ
يذ
ه
ال
م
َ
ِ
ه
َ
ِ
ن
َ
ِ
او
َ
ِ
خ
َ
ِ
إل
َ
ن
ول
َ
ِ
وق
َ
ِ
َ
ِ
ي
اوق
َ
ِ
َ
ِ
َ
ان
ف
َ
ن
َ
يذ
ه
ال
ىل
َ
ِ
إ
َ
ِ
ر
َ
ِ
َ
ِ
ت
م
َ
ِ
َ
ِ
ل
َ
ِ
أ
َ
ن
َ
بذ
و
َ
ِ
اك
َ
ِ
َ
ِ
ل
م
َ
ِ
ه
َ
ِ
ه
نإ
َ
ِ
َ
د
ه
َ
ِ
ه
َ
ِ
َ
ِ
ي
َ
ِ
َ
لل
ا
ه
و
َ
ِ
م
َ
ِ
ك
َ
ِ
ه
نر
َ
ِ
ص
َ
ِ
ن
َ
ِ
نِ
َ
ِ
ل
م
َ
ِ
َ
ِ
ل
ت
َ
ِ
ت
َ
ِ
و
َ
ِ
ق
ن
َ
ِ
َ
ِ
إو
َ
ِ
َ
اد
َ
ِ
ب
َ
ِ
أ
َ
اد
ح
َ
ِ
َ
ِ
أ
م
َ
ِ
ك
َ
ِ
ي
َ
ِ
ف
ع
َ
ِ
ط
ي
َ
ِ
َ
ِ
ن
Apakah kamu tiada memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-
saudara mereka yang kafir di antara ahli Kitab: "Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya
kami pun akan keluar bersama kamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh
kepada siapa pun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan
membantu kamu". Dan Allah menyaksikan, bahwa sesungguhnya mereka benar- benar
pendusta. (QS Al-Hasyr [59]: 11)
39. • Pengepungan tidak berlangsung lama, hanya lima atau enam hari, hingga Allah
menyusupkan ketakutan ke dalam hati mereka. Setelah itu mereka siap-siap
menyerah dan meletakkan senjata. Mereka mengirim utusan menemui Rasulullah
saw yang mengatakan, “Kami siap meninggalkan Madinah.”
• Rasulullah saw memberi kesempatan kepada mereka untuk meninggalkan Madinah
dengan seluruh keluarga, dan mereka juga boleh membawa harta benda sebanyak
yang bisa dibawa seekor unta, sedangkan senjata tidak boleh dibawa. Mereka turun
dari benteng, lalu merobohkan rumah mereka untuk diambil pintu dan jendelanya.
Bahkan di antara mereka ada yang membawa tiang dan penyangga atap rumah.
40. Mereka membawa serta anak-anak dan para wanita dengan enam ratus ekor unta.
Kebanyakan di antara mereka, terutama para tokoh pemimpin Bani Nadhir seperti Huyai bin
Akhtab dan Salam bin Al-Huqaiq pergi ke Khaibar. Sebagian lainnya pergi ke Syam. Hanya
ada dua orang di antara mereka yang masuk Islam, yakni Yamin bin Amr dan Abu Sa’ad bin
Wahb, sehingga mereka berdua tetap bisa memiliki harta bendanya.
41. Rasulullah saw mengambil semua senjata milik Bani Nadhir, menguasai tanah, tempat tinggal, dan
harta benda mereka yang tersisa. Semua harta tersebut menjadi milik Rasulullah saw (fa’i) dan
beliau saw memberikannya kepada siapapun yang dikehendaki. Perang Bani Nadhir ini terjadi
pada bulan Rabi’ul Awal tahun 4 H, bertepatan dengan bulan Agustus 625 M. Allah swt
menurunkan QS Al-Hasyr secara keseluruhan tentang peperangan ini.
42. Hikmah Pengusiran Yahudi Bani Nadhir
1. Rasulullah saw tetap memegang teguh perjanjian. Tetapi jika ada pihak yang
melanggar perjanjian, maka Rasulullah saw selalu bertindak tegas.
2. Orang-orang kafir sejatinya lemah dan pengecut. Maka umat Islam tidak boleh
silau dengan kekuatan orang kafir.
3. Setiap zaman selalu ada orang-orang munafik. Orang-orang munafik selalu
bersekutu dengan orang kafir untuk memusuhi Islam, begitupun sebaliknya.
Karakter mereka sama saja, yakni lemah dan pengecut.
43. Perang Najd
Pengaruh kekuasaan kaum Muslimin di Madinah
semakin kuat dengan kemenangan yang
diperoleh dalam Perang mengusir Bani Nadhir
tanpa pengorbanan apapun ini.
Saat itu, orang-orang munafik juga terlecehkan
karena mereka menampakkan kelicikannya.
Rasulullah saw semakin memiliki kesempatan
untuk mengatasi orang-orang Arab Badui yang
selalu mengganggu kaum
Perang Uhud yang perah
Muslimin
berinisiatif
seusai
untuk
menyerang Madinah.
44. Sebelum Nabi saw memberi pelajaran terhadap orang-orang yang berkhianat dan
melanggar perjanjian, ada berita yang disampaikan mata-mata Madinah tentang
mobilisasi orang-orang Badui dan pedalaman dari Bani Muharib dan Tsa’labah dari
Gathafan untuk melakukan serangan. Karena itu beliau saw segera berangkat ke sana.
Setelah melihat kedatangan beliau dan pasukan kaum Muslimin, ternyata orang-orang
Badui dan pedalaman yang keras kepala itu langsung ketakutan. Mereka yang biasanya
suka merampas dan merampok itu lari kocar kacir ke segala penjuru dan bersembunyi
di puncak-puncak bukit.
Dengan demikian, kaum muslimin mampu menggetarkan hati orang-orang Badui itu,
kemudian mereka pulang ke Madinah. Adapun kejadian ini terjadi pada Rabiu Awal
atau Jumadil Ula tahun 4 H.
45. Perang Badar Kedua
Pada akhir Perang Uhud yang mengakibatkan banyak kaum Muslimin gugur sebagai
syahid, panglima perang Quraisy, yaitu Abu Sufyân sebelum meninggalkan arena
pertempuran, ia sempat berkoar-koar dan melontarkan tantangan, “Tahun depan kita
bertempur (lagi) di Badar!” Mendengar tantangan ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyuruh salah seorang Sahabat untuk menjawab tantangan tersebut dan
menyanggupinya.
46.
47. mendatangi tempat yang telah disepakati
Ketika masa yang dijanjikan hampir tiba, Abu Sufyân merasa berat untuk
itu dan juga dia berharap Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memenuhi janjinya. Meski demikian,
Abu Sufyân tetap ingin melancarkan psywar untuk melemahkan mental kaum
Muslimin. Dia terus menunjukkan sikap yang seakan-akan ingin sekali menyerang
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengerahkan pasukan dalam
jumlah besar.
48. Sikap (pura-pura) ingin berperang untuk ketiga kalinya ini terus ditunjukkan di
hadapan publik, sehingga kabar ini sampai juga ke Madinah. Bahkan Abu Sufyan rela
membayar Nu’aim bin Mas’ûd al-Asyja’i yang sedang umrah ke Mekah dengan 20 ekor
unta untuk menebar berita persiapan kaum Quraisy dalam rangka menyerang kaum
Muslimin. Tujuan mereka tentu untuk menjatuhkan mental kaum Muslimin sehingga
mereka enggan berangkat berperang bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat tidak keluar, berarti
kaum Quraisy punya alasan untuk tidak keluar juga.
49. Ketika kembali ke Madinah, Nu’aim melaksanakan misinya di tengah kaum Muslimin. Dia berusaha
menyebar berita ini ke tengah kaum Muslimin, sehingga di antara mereka ada yang terpengaruh.
Kondisi ini tentu sangat menggembirakan kaum munafik. Sampai akhirnya, kabar ini terdengar oleh
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir tidak
ada Sahabat yang mau dimobilisasi ke Badar. Meski demikian, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tetap bertekad untuk memenuhi janjinya, walaupun harus berangkat seorang diri. Namun
akhirnya, Allâh menghilangkan rasa takut ini dari hati kaum Muslimin dan siap menghadapi
pasukan Quraisy.
50. Janji dan tantangan inilah yang mendorong Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk memobilisasi pasukan dan berangkat menuju Badar pada bulan Sya’bân tahun
ke-4 Hijriyah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama 1500 personil
dengan 10 pasukan berkuda. Bendera perang diserahkan kepada ‘Ali bin Abu Thâlib
Radhiyallahu anhu dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menempatkan ‘Abdullâh bin
Rawâhah Radhiyallahu anhu sebagai wakil beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di
Madinah selama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di medan pertempuran.
51. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Badar selama 8 hari menunggu
kedatangan pasukan musuh. Sementara itu, pasukan Quraisy yang berjumlah 2000
personil dan 50 pasukan berkuda di bawah komando Abu Sufyan sudah bergerak
meninggalkan Mekah menuju Badar. Ketika sampai di Zahrân, sekitar 40 km dari
Mekah, tiba-tiba Abu Sufyân meminta pasukannya untuk kembali ke Mekah dengan
alasan waktunya tidak pas untuk bertempur karena sedang musim kemarau. Lalu
mereka kembali ke Mekah. Sehingga akhirnya, dalam peristiwa ini tidak terjadi kontak
senjata.
52. Setelah 8 hari berlalu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pasukan kembali
ke Madinah. Peristiwa mangkirnya pasukan Quraisy dari janji mereka mempunyai
pengaruh besar dalam mengembalikan jiwa besar kaum Muslimin setelah
mengalami peristiwa pahit dalam perang Uhud tahun sebelumnya. Peristiwa ini
dikenal dengan beberapa nama yaitu Badar al-mau’id (Badar tempat yang
direncanakan sebagai arena perang), Perang Badar kedua, Perang Badar terakhir
dan Perang Badar Shugra (Kecil).
53. Setelah 8 hari di Badar, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke Madinah.
Kondisi Madinah kala itu dalam keadaan aman tenteram. Kemudian Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam mulai berpikir untuk menyebarkan dakwah ke sekitar Madinah. Enam
bulan pasca Perang Badar jilid 2, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar kabar
bahwa beberapa kabilah di sekitar Dûmatul Jandal –suatu daerah dekat Syam, yang
berjarak 15 hari perjalanan dari Madinah- sering mengganggu dan merampok siapa saja
yeng melewati daerah mereka, padahal di sana ada pusat perdagangan yang ramai
dikunjungi oleh para pedagang termasuk para pedagang dari Arab.
Perang Daumatul Jandal
54. • Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mendengar bahwa para pengacau ini mulai memobilisasi
anggota mereka dalam jumlah besar untuk bergerak dan menyerang Madinah. Demi mendengar
berita ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun meresponnya dengan mengerahkan
pasukan yang berjumlah seribu personil.
• Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk Sibâ’ bin ‘Urfuthah al-Ghifâri sebagai wakil beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Dalam perjalanan kali ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengangkat Madzkur dari Bani ‘Uzdrah sebagai penunjuk jalan. Ia adalah seorang
petunjuk jalan yang mengerti betul jalan pintas dan rahasia menuju daerah Dûmatul Jandal.
55. Jumhur ulama ahli sirah sepakat bahwa peristiwa ini terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal tahun
ke-5 Hijrah, tepat 5 hari terakhir bulan Rabi’ul Awwal, bulan ke-49 sejak hijrah Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah. Dalam peristiwa kali ini, juga tidak sempat terjadi
kontak senjata, karena ketika mendengar kehadiran pasukan kaum Muslimin, para pengacau
itu lari ketakutan meninggalkan kampung halaman mereka. Setelah menetap beberapa
malam, kemudian Rasulullah saw kembali ke Madinah.