SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
Arahan Mitigasi Bencana Pasca Erupsi Gunung Gamalama di Kota Ternate
Provinsi Maluku Utara
Oleh
Dede Dwiki Saputra
Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
Email: s.dede91@yahoo.co.id
ABSTRAK
Perkembangan suatu wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah
bersangkutan karena sosial ekonomi, budaya dan geoggrafis antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat
berbeda. Dilain sisi, perkembangan suatu wilayah akan meningkatkan kebutuhan lahan sebagai tempat tinggal
dan beraktivitas. Hal ini mengakibatkan penduduk terpaksa menempati lokasi yang tidak layak huni seperti di
daerah perbukitan dan lereng pegunungan. Aktivitas masyarakat tersebut menyebabkan tingkat kerawanan
bencana menjadi semakin meningkat, manakala lahan dieksploitasi secara berlebihan tanpa memperhatikan daya
dukung lahan. Di Kawasan Rawan Bencana III Gunung Gamalama terdapat Kawasan Lindung yang
dicantumkan dalam RTRW. Berdasarkan RTRW Kota Ternate telah ditetapkan kawasan lindung yang sesuai
fungsinya harus dipertahankan karena sangat penting untuk dijadikan kawasan tangkapan hujan dan area
konservasi untuk menahan laju longsor dan mempertahankan kondisi air tanah. Suatu ekosistem dapat
mengalami keruskan yang disebabkan oleh letusan gunung berapi perubahan pada ekosistem baik sebagian
maupun keseluruhannya yang diikuti perubahan vegetasi pada daerah tersebut. Terjadinya erupsi pada tanggal
14 desember 2011, sebagian besar materialnya telah mengisi sungai yang ada di sekitar gunung gamalama dan
beberapa lahan pada daerah-daerah di sekitaran gunung mengalami kerusakan.
Kata Kunci : Kawasan Rawan Bencana, NDVI, Mitigasi.
1. Pendahuluan
Data dari badan geologi
(www.vsi.esdm.go.id/gunungapi) menunjukkan
dari tahun 1538 hingga tahun 2003 telah terjadi
letusan sebanyak 66 kali letusan. Sedangkan dalam
kurun waktu lima tahun terakhir terjadi empat kali
erupsi masing-masing pada tahun 2009, 2011, 2012
dan 2014. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir
ini erupsi terbesar terjadi pada Desember 2011
yang menyebabkan aktivitas kota menjadi lumpuh,
warga yang tinggal disekitar sungai aliran lahar
diungsikan dan status gunung naik hingga level ke
tiga yaitu “siaga”. Pada tahun tersebut semburan
abu vulkanik mencapai ketinggian 2000 meter ke
udara dan disertai hujan terus menerus hingga
mengakibatkan banjir lahar dingin.
Perkembangan suatu wilayah harus
disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan
permasalahan wilayah bersangkutan karena sosial
ekonomi, budaya dan geoggrafis antara suatu
wilayah dengan wilayah lainnya sangat berbeda.
Dilain sisi, perkembangan suatu wilayah akan
meningkatkan kebutuhan lahan sebagai tempat
tinggal dan beraktivitas. Hal ini mengakibatkan
penduduk terpaksa menempati lokasi yang tidak
layak huni seperti di daerah perbukitan dan lereng
pegunungan. Aktivitas masyarakat tersebut
menyebabkan tingkat kerawanan bencana menjadi
semakin meningkat, manakala lahan dieksploitasi
secara berlebihan tanpa memperhatikan daya
dukung lahan.
Dalam Undang-Undang Penataan Ruang
Nomor 26 tahun 2007 telah diamanatkan bahwa
geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia
berada pada kawasan rawan bencana sehingga
diperlukan penataan ruang berbasis mitigasi
bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan
dan kenyamanan kehidupan. Dalam Rencana Detail
Tata Ruang Wilayah Kota Ternate tahun 2012-
2013 yang kemudian dijabarkan lebih detail dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun
2011-2015 memang telah dijelaskan mengenai
kawasan rawan bencana beserta jalur evakuasinya,
namun implementasi dalam lima tahun terakhir
belum maksimal dan terstruktur dalam
mewujudkan kota yang berketahanan bencana.
Di Kawasan Rawan Bencana III Gunung
Gamalama terdapat Kawasan Lindung yang
dicantumkan dalam RTRW. Berdasarkan RTRW
telah ditetapkan kawasan lindung yang sesuai
fungsinya harus dipertahankan karena sangat
penting untuk dijadikan kawasan tangkapan hujan
dan area konservasi untuk menahan laju longsor
dan mempertahankan kondisi air tanah.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
Startegi pengantisipasian terhadap kejadian
bencana yang berpotensi menimbulkan kerugian
jiwa dan materiil sebagaimana dimkasud dalam
peraturan daerah nomor 02 tahun 2012 pasal 4 ayat
5 huruf d; menetapkan kawasan-kawasan daerah
rawan bencana dan mengembangkan pengelolaan
mitigasi bencana. Kawasan rawan bencana meliputi
daerah rawan tipe I rawan Tipe II dan rawan Tipe
III adapun luas masing-masing tipe yakni:
(a).kawasan rawan bencana gunung berapi kategori
rawan I dengan luas total 1028,28 Ha (b).kawasan
rawan bencana gunung berapi kategori rawan II
dengan total luas 1525,18 Ha dan (c).kawasan
rawan bencana gunung berapi kategori rawan III
dengan total luas kurang lebih 1121,58 Ha.
Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2012-2032
dijelaskan bahwa Strategi perlindungan Kawasan
yang memberikan keseimbangan tata guna air yang
setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah
Nomor 02 Tahun 2012 pasal 4 ayat 5 terdiri atas:
(a). Melestarikan dan merehabilitas hutan pada
kawasan lindung pada kelerengan diatas 25%
diseluruh pulau pada kawasan kota ternate; (b).
Menjaga kelestarian hutan-hutan lindung di
wilayah kota ternate. Kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf a:
kawasan hutan lindung di pulau ternate dengan luas
kurang lebih 1.932,19 Ha. Kebijakan penetapan
kawasan lindung sebagaimana dimaksud ayat 2
huruf a meliputi: (a).pemeliharaan dan perwujudan
kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
(b).penetapan kawasan perlindungan setempat,
ruang terbuka hijau, kawasan pelestarian alam,
kawasan rawan bencana dan kawasan lindung
lainnya.
Suatu ekosistem dapat mengalami keruskan
yang disebabkan oleh letusan gunung berapi
perubahan pada ekosistem baik sebagian maupun
keseluruhannya yang diikuti perubahan vegetasi
pada daerah tersebut. Terjadinya erupsi pada
tanggal 14 desember 2011, sebagian besar
materialnya telah mengisi sungai yang ada di
sekitar gunung gamalama dan beberapa lahan pada
daerah-daerah di sekitaran gunung mengalami
kerusakan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Arahan Mitigasi Bencana
Gunung Gamalama?
Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka
penelitian ini dimaksudkan dengan tujuan dan
sasarn sebagai berikut:
Tujuan
1. Mengsulkan arahan mitigasi bencana
pasca erupsi gunung gamalama.
Sasaran
1. Mengidentifikasi dampak erupsi gunung
gamalama melalui perubahan kerapatan
vegetasi tahun 2010-2015.
2. Memberikan arahan mitigasi pasca erupsi
gunung gamalama.
2. Metode
Metode penelitian adalah langka dan prosedur
yang dilakukan dalam data suatu informasi guna
memecahkan permasalahaN. Metode penelitian
pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu.
A. Metode Pendekatan
Penelitian
Pendekatan studi dilakukan agar selama
kegiatan penelitian terarah sesuai dengan sasaran
dan tujuan yang dicapai. Pendekatan studi laporan
penelitian ini adalah kualitatif
B. Tahapan Pelaksanaan
Penelitian
Pelaksanaa penelitian ini akan melalui
beberapa tahapan. Adapun beberapa tahapan yang
dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Tahapan persiapan, tahapan persiapan
terdiri dari kegiatan awal penelitian
berupa penentuan perumusan masalah,
tujuan dan sasaran,menyusun kebutuhan
data.
b. Studi pustaka sebagai persiapan dalam
melakukan penelitian dengan mencari
dan mengumpulkan referensi dari buku-
buku, jurnal dan makalah.
c. Survey instansional, melakukan
pengambilan data sekunder dari instansi
daerah penelitian, yang menjadi
parameter pada lokasi penelitian.
d. Tahapan pengelolahan data, yaitu
menyusun data dalam bentuk gambar,
peta maupun uraian deskritif untuk
menginterpretasikan data, tahapan
pengelolahan data mengunakan metode
yang sesuai dengan analisis yang
digunakan.
e. Tahapan analisis data, data yang
diperoleh dari hasil studi literatur dan
observasi instansional setelah
diidentifikasi kemudian dianalisis sesuai
dengan parameter yang telah ditentukan
dalam penelitian.
f. Kesimpulan dan recomedasi
C. Analisis
Metode interpretasi citra dilakukan secara
digital pada citra landsat tahun 2010 dan 2015.
Metode secara digital ini digunakan pada citra
Landsat untuk mengetahui kerapatan vegetasi
dengan nilai NDVI. Karena pada citra landsat
mempunyai saluran band near infrared dan band
red yang digunakan untuk membedakan jenis
kerapatan vegetasi dan pembedaab antara lahan
terhadap lahan bervegetasi.
Teknik interpretasi citra dapat dilakukan
secara manual maupun secara digital. Hasil dari
interpretasi citra secara manual atau secara digital
yang telah dilakukan tidak semuanya sesuai dengan
kondisi di lapangan. Oleh karena itu harus
dilakukan cek lapangan untuk mendapatkan
informasi data yang lebih akurat. Teknik
interpretasi yang digunakan adalah teknik
interpretasi citra secara digital. Langkah-langkah
untuk interpretasi ini diawali dri pengelolahan/pra-
pengolahan (1)Import citra (2) koreksi atmosferik
(3) koreksi geometrik (4) cropping citra (5)
penajaman citra hingga klasifikasi citra.
Klasifikasi citra bertujuan untuk
pengelompokkan atau membuat segmentasi
mengenai kenampakan-kenampakan yang
homogen. Klasifikasi hasil interpretasi ini
menggunakan kalsifikasi tak terbimbing
(Unsupervised). Klasifikasi tak-terbimbing
menggunakan algoritma untuk mengkaji atau
menganalisis sejumlah besar pixel yang tidak
dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas
bedasarkan pengelompokan nila digital citra. Kelas
yang dihasilkan dari klasifikasi tak terbimbing
adalah kelas spektral (Purwadhi dan Tjaturahono,
2008, Careca Virma Afriana, 2013).
3. Hasil dan Pembahasan
A. Tingkata Kerapatan Vegetasi Kota
Ternate tahun 2010-2015
Citra satelit yang digunakan untuk analisis
kerapatan vegetasi kota ternate adalah citra landsat
7 ETM. Citra landsat dapat digunakan untuk
identifikasi perubahan kerapatan vegetasi tahun
2010-2015. Berikut ini peta citra landsat
Berdasarkan Peraturan Departemen
Kehutanan, 2003
(Dalam Norida Maryantika Dkk 2009) hasil
pengolahan data citra dihasilkan nilai NDVI
minimum= -1.0, nilai NDVI maksimum= 1.0
standar dalam penentuan klasifikasi Indeks
Vegetasi dalam penelitian ini adalah transformasi
nilai citra satelit yang sudah diformulasikan melalui
NDVI. Berikut ini adalah rentang kelas tingkat
NDVI :
1. Non Vegetasi : -1.0 to -0.3
2. Vegetasi rendah : -0,3 to 0.3
3. Vegetasi tinggi : 0.3 to 1.0
Berikut ini adalah hasil analisis NDVI pada
kawasan penelitian tahun 2010 dan 2015 :
Gambar
Citra Landsat Tahun 2010 dan 2015
Gambar
Peta NDVI Tahun 2010 dan 2015
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa
tingkat NDVI di kota ternate tahun 2010 dan tahun
2015 pada Kawasan Rawan Bencana. Pada tahun
2010 diketahui memiliki luasan berdasarkan tingkat
kerapatan vegetasi sebagi berikut :
Tabel
Luas NDVI tahun 2010
Kawasan
Rawan Bencana
Non
Vegetasi
Vegetasi
Rendah
Vegetasi
Tinggi
KRB I 6,55 582,03 438,83
KRB II 0,14 601,62 922,37
KRB III 0 221,92 901,60
Total 6,69 1405,57 2262,80
Sumber : Hasil Analisis 2017
Pada tabel diatas diketahui tingkat
Kerapatan Vegetasi pada Kawasan Rawan
Bencana. tingkatan vegetasi tinggi yang paling luas
berada di KRB II dengan luas 922,37 Ha dan pada
KRB III dengan luas 901,6O Ha. Tingkatan Non
Vegetasi yang paling luas berada di KRB I dengan
luas 6,55 Ha dan tingkatan Vegetasi Rendah yang
paling luas berada pada KRB II dengan luas
601,62 ha dan KRB I dengan luas 582,03 ha.
Pada gambar peta di atas diketahui bahwa
tingkatan NDVI tahun 2015 pada kawasan rawan
bencana tersebar pada tabel di bawah ini :
Tabel
Luas NDVI tahun 2015
Kawasan Rawan
Bencana
Non
Vegetasi
Vegetasi
Rendah
Vegetasi
Tinggi
KRB I 7,3 629,28 390,84
KRB II 7,93 922,36 593,93
KRB III 77,35 763,29 282,87
Total 92,58 2314,92 1267,64
Sumber : Hasil Analisis 2017
Pada tabel diatas diketahui tingkat kerapatan
vegetasi pada kawasan rawan bencana. tingkatan
vegetasi tinggi yang paling luas berada di KRB II
dengan luas 593,93 Ha dan pada KRB I dengan
luas 390,84 Ha, Tingkatan Vegetasi Rendah yang
paling luas berada di KRB II dengan luas 922,36
Ha dan tingkatan Non Vegetasi yang paling luas
berada KRB III dengan luas 77,35 ha.
B. Perubahan Kerapatan Vegetasi
Berdasarkan tabel di bawah ini diketahui
bahwa Tingkatan NDVI Kota Ternate pada
kawasan rawan bencana mengalami perubahan.
pada tingkatan NDVI Non Vegetasi terjadi
perubahan pada KRB I sebesar 0,75 ha, KRB II
7,79 ha dan perubahan NDVI pada Tingkatan
Vegetasi Rendah pada KRB I sebesar 47,25 ha,
KRB II 320,74 ha dan pada KRB III 541,37 ha.
Hal tersebut terjadi pada tingkatan NDVI Vegetasi
Tinggi pada KRB I -47,99 ha, KRB II -328,44 dan
KRB III yakni sebesar -618,73ha. Berikut ini
adalah tabel perubahan NDVI tahun 2010 ke tahun
2015:
Tabel
Perubahan NDVI tahun 2010-2015
Kawasan
Rawan
Bencana
Non Vegetasi Vegetasi Rendah Vegetasi Tinggi
20
10
20
15
Per
uba
han
201
0
201
5
Per
uba
han
201
0
201
5
Peru
ba
han
KRB I
6,
55 7,3
0,7
5
582
,03
629
,28
47,
25
438
,83
390
,84
-
47,9
9
KRB II
0,
14
7,9
3
7,7
9
601
,62
922
,36
320
,74
922
,37
593
,93
-
328,
44
KRB III
77,
35
221
,92
763
,29
541
,37
901
,60
282
,87
-
618,
73
Sumber : Hasil Analisis 2017
Berdasarkan hasil Analisis NDVI diatas
diketahui bahwa terjadi perubahan pada setiap
Tingkatan NDVI. Hal ini menandakan bahwa
kejadian Erupsi Gunung Gamalama membuat
Vegetasi di Kawasan Rawan Bencana mengalami
perubahan pada lima tahun terakhir dan berikut ini
adalah Peta Perubahan NDVI.
Peta Perubahan NDVI
C. Arahan Mitigasi Bencana Pasca Erupsi
Gunung Gamalama.
A. Arahan Mitigasi Bencana
Kerapatan Vegetasi di Kota Ternate mempunyai
jenis yang beranekaragam dari Tingkatan NDVI
Non Vegetasi, Vegetasi Rendah dan Vegetasi
Rapat. Jenis kerapatan vegetasi ini dipengaruhi
oleh erupsi Gunung Gamalama yang terdapat di
Kota Ternate. Hasil interpretasi dan analisis data
yang telah dilakukan diatas dapat dilihat perubahan
tiap Tingkatan NDVI di Kota Ternate. Dari peta
Arahan Mitigasi diatas diketahui perubahan pada
Kawasan Rawan Bencana.
B. Tingkatan NDVI Vegetasi Tinggi
Pada Kawasan Vegetasi Tinggi ini terbagi
dalam tiga Kawasan Rawan Bencana yaitu KRB I,
KRB II dan KRB III. Berikut ini adalah Arahan
Mitigasi pada Kawasan Rawan Bencana.
1. Kawasan Rawan Bencana III
Pengunaan lahan/Fakta pada KRB I ini
adalah hutan lindung, kebun campuran,
perkebunan dan pertanian lahan kering.
Pada kawasan ini menurut Peraturan Mentri
Pekerjaan Umum no 21/PRT/M/2007
pengunaan lahan pada tipologi C ini
diuataman sebagai kawasan lindung.
Menurut teori menyebutkan adanya restorasi
ekosisitem (Pengadaan Bibit) gunung
dengan penanaman tumbuhan dan kawasan
ini sangat penting dilindungi dari kegiatan
permukiman.
 Arahan Mitigasi
a. Rehalibilitas Ekosistem Gunung
Gamalama sebesar 538,42 ha melalui
penanaman tumbuhan kembali.
b. Kawasan kebun campuran,
perkebunan dan pertanian lahan
kering tetap sesuai dengan fungsinya
dan dibutuhkan penanaman bibit
untuk upaya restorasi kebun campur -
0,41 ha, perkebunan -76,54 ha dan
pertanian -3,36 ha.
2. Kawasan Rawan Bencana II
Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB II
ini adalah bandara udara, danau, hutan
lindung, kebun campuran, perkebunan,
pertanian lahan kering, ruang terbuka hijau.
Pada Kawasan ini menurut Peraturan Mentri
PU menyebutkan pengunaan lahan di
tipologi B/KRB II dapat diperuntukan bagi
kegiatan budidaya namun dengan syarat-
syarat tingkat kerentanan sedang dan rendah
adapun rencana kontijensi yaitu pemulihan
bencana dengan penyelenggaraan rehabilitas
dan rekonstruksi. Menurut teori kawasan
yang memiliki fungsi lindung sangat penting
untuk dilindungi untuk kawasan hutan
lindung restorasi ekosistem gunung dengan
penanaman tumbuhan kembali, utntuk
kawasan perkebunan dimanfaatkan sebagai
perkebunan (pala, cengkeh, coklat dll) dan
untuk kawasan pertanian lahan kering
dimanfaatkan sebagai (ubi kayu, sayuran,
jagung dll)
 Arahan Mitigasi
a. Kawasam Hutan Lindung Restorasi
ekosistem sebesar 150,27 ha dengan
penanaman tumbuhan kembali.
b. Untuk Kawasan Permukiman tetap
sesuai dengan fungsinya dan
memiliki syarat kerentanan sedang
dan rendah rekontrsuksi rumah warga
korban bencana.
c. Pada Kawasan Kebun campur,
perkebunan dan pertanian lahan
kering tetap sesuai dengan fungsinya
dan penanaman bibit untuk upaya
restorasi kawasan kebun campur -
4,44 ha, perkebunan -174,14 ha dan
pertanian -0,44 ha.
d. Untuk RTH tetap sesuai dengan
peruntukannya.
3. Kawasan Rawan Bencana I
Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB III
ini adalah bandara udara, hutan lindung,
kebun campuran, pelabuhan, perdagangan,
perkebunan, permukiman, pertanian lahan
kering, dan ruang terbuka. Pada Kawasan ini
menurut Peraturan Mentri PU secara umum
pengunaan ruang pada rawan letusan berapi
tipologi A/KRB I dapat diperuntukan bagi
kegiatan-kegiatan budidaya seperti kegiatan
kehutanan, industri, perdagangan dan
perkantoran, permukiman dan pariwisata.
Kegiatan budidaya tersebut dilakukan
dengan syarat-syarat tingkat kerentanan
rendah dan sedang adapun menurut rencana
kontijensi pemulihan bencana dengan
penyelenggaraan: penyususnan aksi
rehabilitas rekonstruksi, pemulihan
prasarana publik dan rekonstruksi rumah
warga korban bencana. Menurut teori
kawasan yang tidak memiliki fungsi lindung
dapat dimanfaatkan sebagai kawasan
budidaya, untuk permukiman kontruksi
bangunan rendah (>30 unit/ha),
perdagangan dan perkantoran kepadatan
rendah (KDH<50 KLB<100), kawasan
perkebunan dimanfaatkan sebagai kawasan
perkebunan (pala, cengkeh, coklat dll) dan
kawasan pertanian lahan kering
dimanfaatkan sebagai pertanian (ubi kayu,
sayuran, jagung dll) dan pengadaan bibit
untuk upaya restorasi kawasan.
 Arahan Mitigasi
a. Untuk kawasan bandara dan RTH
tetap sesuai dengan fungsinya.
b. Kawasan hutan lindung tetap
mempertahankan fungsi lindungnya.
c. Untuk kebun campuran dan
perkebunan dimanfaatkan sebagai
perkebunan (pala, cengke, coklat dll)
dan pertanian lahan kering
dimanfaatkan sebagai pertanian (ubi
kayu, sayuran, jagung dll) dan
penanaman bibit untuk upaya
restorasi kawasan kebun campur -
3,36 ha, perkebunan -62,34 ha dan
pertanian -4,45 ha.
d. Kawasan perdagangan KDH<50
KLB<100.
e. Untuk kawasan permukiman tetap
sesuai dengan fungsinya dan dengan
syarat-syarat kerentanan rendah dan
sedang dengan kontruksi bangunan
permanen dengan kepadatan rendah
dan rekonstruksi rumah warga
korban bencana.
C. Tingkatan NDVI Vegetasi Rendah
Pada Kawasan Vegetasi Rendah ini terbagi
dalam tiga Kawasan Rawan Bencana yaitu
KRB I, KRB II dan KRB III. Berikut ini adalah
Arahan Mitigasi pada Kawasan Rawan
Bencana.
1. Kawasan Rawan Bencana III
Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB III
ini adalah hutan lindung, kebun campuran,
perkebunan dan pertanian lahan kering.
Menurut Peraturan Mentri PU pengunaan
lahan pada Tipologi C/KRB III ini di
utamakan sebagai kawasan lindung dan
menurut teori kawasan ini sangat penting
untuk dilindungi dari kawasan permukiman.
 Arahan Mitigasi
a. Kawasan hutan lindung ini tetap
sesuai dengan fungsinya dengan
mempertahankan hutan
lindungnya.
b. Kawasan kebun campuran,
perkebunan dan pertanian lahan
kering ini tetap sesuai dengan
fungsinya.
2. Kawasan Rawan Bencana II
Pengunaan lahan/Fakta pada KRB II ini
adalah bandara udara, danau, hutan lindung,
kebun campur, perkebunan, perukiman,
pertanian lahan kering dan ruang terbuka.
Pengunaan lahan pada Tipologi B/KRB II
dapat diperuntukan bagi kegiatan budidaya
namun dengan syarat-syarat tingkat
kerentanan sedang dan rendah adapun
rencana kontijensi yaitu pemulihan bencana
dengan penyelengaraan rehabilitas dn
rekonstruksi: penyusunan rencana aksi
rehabilitas rekonstruksi, pemulihan
prasarana publik dan rekonstruksi rumah
warga korban bencana. dan menurut teori
kawasan yang pemanfaatannya memiliki
fungsi lindung sangat penting untuk
dilindungi pada kawasan ini juga
dimanfaatkan sebagai perkebunan (pala,
cengkeh, coklat dll) dan sebagai kawasan
pertanian lahan kering (ubi kayu, sayuran,
jagung dll) dan pengadaan bibit untuk upaya
restorasi.
 Arahan Mitigasi
a. Untuk kawasan kebun campuran,
perkebunan dan pertanian lahan
kering ini tetap sesuai dengan
fungsinya dan penanaman bibit untuk
upaya restorasi kawasan pertanian
lahan kering -0,43 ha.
b. Kawasan lindung tetap sesuaidengan
fungsinya dan sangat penting untuk
di lindungi.
c. Kawasan permukiman ini tetap
sesuai dengan fungsinya dengan
syarat kerentanan sedang dan rendah
dan ruang terbuka hijau tetap sesuai
dengan fungsinya dan rekonstruksi
rumah warga korban bencana.
d. Untuk RTH tetap sesuai dengan
fungsinya.
3. Kawasan Rawan Bencana I
Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB I ini
adalah bandara udara, hutan lindung, kebun
campuran, pelabuhan, perdagangan,
perkebunan, permukiman, pertanian lahan
kering, dan ruang terbuka. Pada Kawasan ini
menurut Peraturan Mentri PU secara umum
pengunaan ruang pada rawan letusan berapi
tipologi a/KRB I dapat diperuntukan bagi
kegiatan-kegiatan budidaya seperti kegiatan
kehutanan, industri, perdagangan dan
perkantoran, permukiman dan pariwisata.
Kegiatan budidaya tersebut dilakukan
dengan syarat-syarat tingkat kerentanan
rendah dan sedang adapun rencana
kontijensi yaitu pemulihan bencana dengan
penyelengaraan rehabilitas dn rekonstruksi:
penyusunan rencana aksi rehabilitas
rekonstruksi, pemulihan prasarana publik
dan rekonstruksi rumah warga korban
bencana. dan menurut teori kawasan yang
pemanfaatannya memilki fungsi lindung
sangat penting untuk di lindungi, untuk
kawasan perkebunan dimanfaatkan sebagai
kawasan perkebunan (pala, cengkeh, coklat
dll), untuk kawasan pertanian lahan kering
dimanfaatkan sebagai kawasan pertanian
(ubi kayu, sayuran, jagung dll), untuk
perdagangan dengan kepadatan bangunan
rendah (KDH<50 KLB<100), dan untuk
permukiman kontruksi bangunan permanen
dengan kepadatan rendah (30 unit/ha) dan
pengadaan bibit untuk upaya restorasi
dengan penanaman tumbuhan kembali.
 Arahan Mitigasi
a. Kawasan hutan lindung ini tetap
sesuai dengan fungsinya dan
mempertahankan fungsi lindungnya
dan restorasi dengan penanaman
tumbuahan kembali sebesar -20,58
ha
b. Untuk kawasan permukiman ini tetap
sesuai dengan fungsinya dan
memiliki syarat tingkat kerentanan
rendah dan sedang dan rekonstruksi
rumah warga korban bencana.
c. Kawasan kebun campuran,
perkebunan dan pertanian lahan
kering tetap sesuaidengan fungsinya,
kawasan kebun csmpuran dan
perkebunan dimanfaatkan pala,
cengke, coklat dll) dan pertanian
lahan kering (ubi kayu, sayuran,
jagung dll)
d. Perdagangan dan jasa dengan
kepadatan bangunan rendah
(KDH<50 KLB<100)
e. Kawasan bandara udara pelabuhan
dan RTH tetap sesuai dengan
fungsinya.
D. Tingkatan NDVI Non Vegetasi
Pada Kawasan Vegetasi Tinggi ini terbagi
dalam tiga Kawasan Rawan Bencana yaitu
KRB I, KRB II dan KRB III. Berikut ini adalah
Arahan Mitigasi pada Kawasan Rawan
Bencana.
1. Kawasan Rawan Bencana III
Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB III
ini adalah hutan lindung, kebun campuran,
perkebunan dan pertanian lahan kering.
Menurut Peraturan Mentri PU pengunaan
lahan pada Tipologi C/KRB III ini di
utamakan sebagai kawasan lindung dan
menurut teori kawasan ini sangat penting
untuk dilindungi dari kawasan permukiman.
 Arahan Mitigasi
a. Kawasan hutan lindung ini tetap
sesuai dengan fungsinya dan sangat
penting untuk dilindungi.
b. Kebun campur dan perkebunan tetap
sesuai dengan fungsinya.
2. Kawasan Rawan Bencana II
Pengunaan lahan/Fakta pada KRB II ini
adalah bandara udara, danau, hutan lindung,
kebun campur, perkebunan, perukiman,
pertanian lahan kering dan ruang terbuka.
Pengunaan lahan pada Tipologi B/KRB II
dapat diperuntukan bagi kegiatan budidaya
namun dengan syarat-syarat tingkat
kerentanan sedang dan rendah, dan menurut
teori kawasan yang pemanfaatannya
memiliki fungsi lindung sangat penting
untuk dilindungi pada kawasan ini juga
dimanfaatkan sebagai perkebunan (pala,
cengkeh, coklat dll) dan sebagai kawasan
pertanian lahan kering (ubi kayu, sayuran,
jagung dll).
 Arahan Mitigasi
a. Kawasan kebun campuran,
perkebunan dan pertanian kahan
kering tetap sesuaidengan fungsinya.
b. Kawasan lindung tetap
mempertahankan fungsi kawasannya.
c. Kawasan permukiman ini tetap
sesuai dengan fungsinya dan
memiliki syarat tingkat kerentanan
sedang dan tinggi.
3. Kawasan Rawan Bencana I
Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB I ini
adalah bandara udara, hutan lindung, kebun
campuran, pelabuhan, perdagangan,
perkebunan, permukiman, pertanian lahan
kering, dan ruang terbuka. Pada Kawasan ini
menurut Peraturan Mentri PU secara umum
pengunaan ruang pada rawan letusan berapi
tipologi a/KRB I dapat diperuntukan bagi
kegiatan-kegiatan budidaya seperti kegiatan
kehutanan, industri, perdagangan dan
perkantoran, permukiman dan pariwisata.
Kegiatan budidaya tersebut dilakukan
dengan syarat-syarat tingkat kerentanan
rendah dan sedang, dan menurut teori
kawasan yang pemanfaatannya memilki
fungsi lindung sangat penting untuk di
lindungi, untuk kawasan perkebunan
dimanfaatkan sebagai kawasan perkebunan
(pala, cengkeh, coklat dll), untuk kawasan
pertanian lahan kering dimanfaatkan sebagai
kawasan pertanian (ubi kayu, sayuran,
jagung dll), untuk perdagangan dengan
kepadatan bangunan rendah (KDH<50
KLB<100), dan untuk permukiman
kontruksi bangunan permanen dengan
kepadatan rendah (30 unit/ha)
 Arahan Mitigasi
a. Kawasan bandara udara dan
pelabuhan tetap sesuai dengan
fungsinya.
b. Perkebunan dan pertanian lahan
kering tetap sesuaidengan fungsinya.
c. Kawasan permukiman tetap sesuai
dengan fungsinya dan memiliki
tingkat kerentanan rendah dan
sedang, untuk kawasan perdagangan
kepadatan rendah (KDH<50
KLB<100).
Peta Arahan Mitigasi
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan
Arahan Mitigasi Bencana Pasca Erupsi Gunung
Gamalama.
Perubahan Kerapatan Vegetasi dampak
dari Erupsi Gunung Gamalama dan Arahan
Mitigasi Bencana Pasca Erupsi Gunung Gamalama.
untuk lebih jelas berikut ini penjelasannya:
1. Berdasarkan hasil analisis NDVI
diketahui bahwa terjadi perubahan pada
setiap Tingkatan NDVI akibat erupsi
Gunung Gamalama maupun
Pembagunan. Hasil analisis diketahui
bahwa Tingkatan NDVI Kota Ternate
pada Kawasan Rawan Bencana
mengalami perubahan. pada tingkatan
NDVI Non Vegetasi terjadi perubahan
pada KRB I sebesar 0,75 ha, KRB II
7,79 ha dan perubahan NDVI pada
Tingkatan Vegetasi Rendah pada KRB I
sebesar 47,25 ha, KRB II 320,74 ha dan
pada KRB III 541,37 ha. Hal tersebut
terjadi pada tingkatan NDVI Vegetasi
Tinggi pada KRB I -47,99 ha, KRB II -
328,44 dan KRB III yakni sebesar -
618,73ha. Berdasarkan hasil tersebut
diketahui bahwa area dampak erupsi
dapat di identifikasi melalui NDVI yang
dapat dilihat dari perubahannya
2. Berdasarkan hasil analisis dapat
disimpulkan bahwa arahan mitigasi di
gunung gamalam adalah sebagai berikut:
A. Kawasan Rawan Bencana III
 Arahan Mitigasi
a. Restorasi Ekosistem Gunung
Gamalama sebesar 538,42 ha
melalui penanaman tumbuhan
kembali.
b. Kawasan kebun campuran,
perkebunan dan pertanian lahan
kering tetap sesuai dengan
fungsinya dan dibutuhkan
penanaman bibit untuk upaya
restorasi kebun campur -0,41 ha,
perkebunan -76,54 ha dan
pertanian -3,36 ha.
c. Kawasan hutan lindung ini tetap
sesuai dengan fungsinya dengan
mempertahankan hutan
lindungnya.
d. Kawasan kebun campuran,
perkebunan dan pertanian lahan
kering ini tetap sesuai dengan
fungsinya.
e. Kawasan hutan lindung ini tetap
sesuai dengan fungsinya dan
sangat penting untuk dilindungi.
f. Kebun campur dan perkebunan
tetap sesuai dengan fungsinya.
B. Kawasan Rawan Bencana II
 Arahan Mitigasi
a. Kawasam Hutan Lindung
Restorasi ekosistem sebesar
150,27 ha dengan penanaman
tumbuhan kembali.
b. Untuk Kawasan Permukiman
tetap sesuaidengan fungsinya dan
memiliki syarat kerentanan
sedang dan rendah rekontrsuksi
rumah warga korban bencana.
c. Pada Kawasan Kebun campur,
perkebunan dan pertanian lahan
kering tetap sesuai dengan
fungsinya dan penanaman bibit
untuk upaya restorasi kawasan
kebun campur -4,44 ha,
perkebunan -174,14 ha dan
pertanian -0,44 ha.
d. Untuk RTH tetap sesuai dengan
peruntukannya.
e. Untuk kawasan kebun campuran,
perkebunan dan pertanian lahan
kering ini tetap sesuai dengan
fungsinya dan penanaman bibit
untuk upaya restorasi kawasan
pertanian lahan kering -0,43 ha.
f. Kawasan lindung tetap sesuai
dengan fungsinya dan sangat
penting untuk di lindungi.
g. Kawasan permukiman ini tetap
sesuai dengan fungsinya dengan
syarat kerentanan sedang dan
rendah dan ruang terbuka hijau
tetap sesuaidengan fungsinya dan
rekonstruksi rumah warga korban
bencana.
h. Untuk RTH tetap sesuai dengan
fungsinya.
i. Kawasan kebun campuran,
perkebunan dan pertanian kahan
kering tetap sesuai dengan
fungsinya.
j. Kawasan lindung tetap
mempertahankan fungsi
kawasannya.
k. Kawasan permukiman ini tetap
sesuai dengan fungsinya dan
memiliki syarat tingkat
kerentanan sedang dan tinggi.
C. Kawasan Rawan Bencana I
 Arahan Mitigasi
a. Untuk kawasan bandara dan RTH
tetap sesuai dengan fungsinya.
b. Kawasan hutan lindung tetap
mempertahankan fungsi
lindungnya.
c. Untuk kebun campuran dan
perkebunan dimanfaatkan sebagai
perkebunan (pala, cengke, coklat
dll) dan pertanian lahan kering
dimanfaatkan sebagai pertanian
(ubi kayu, sayuran, jagung dll)
dan penanaman bibit untuk upaya
restorasi kawasan kebun campur -
3,36 ha, perkebunan -62,34 ha
dan pertanian -4,45 ha.
d. Kawasan perdagangan KDH<50
KLB<100.
e. Untuk kawasan permukiman tetap
sesuai dengan fungsinya dan
dengan syarat-syarat kerentanan
rendah dan sedang dengan
kontruksi bangunan permanen
dengan kepadatan rendah dan
rekonstruksi rumah warga korban
bencana.
f. Kawasan hutan lindung ini tetap
sesuai dengan fungsinya dan
mempertahankan fungsi
lindungnya dan restorasi dengan
penanaman tumbuahan kembali
sebesar -20,58 ha
g. Untuk kawasan permukiman ini
tetap sesuaidengan fungsinya dan
memiliki syarat tingkat
kerentanan rendah dan sedang
dan rekonstruksi rumah warga
korban bencana.
h. Kawasan kebun campuran,
perkebunan dan pertanian lahan
kering tetap sesuai dengan
fungsinya, kawasan kebun
csmpuran dan perkebunan
dimanfaatkan pala, cengke, coklat
dll) dan pertanian lahan kering
(ubi kayu, sayuran, jagung dll)
i. Perdagangan dan jasa dengan
kepadatan bangunan rendah
(KDH<50 KLB<100)
j. Kawasan bandara udara
pelabuhan dan RTH tetap sesuai
dengan fungsinya.
k. Kawasan bandara udara dan
pelabuhan tetap sesuai dengan
fungsinya.
l. Perkebunan dan pertanian lahan
kering tetap sesuai dengan
fungsinya.
m. Kawasan permukiman tetap
sesuai dengan fungsinya dan
memiliki tingkat kerentanan
rendah dan sedang, untuk
kawasan perdagangan kepadatan
rendah (KDH<50 KLB<100).
n.
5. Saran
Adapun Saran/Rekomendasi yang diberikan
dalam penelitian ini adalah:
1. Dapat menjadi bahan rekomendasi dalam
penyusunan rencana aksi rehabilitas dan
rekonstruksi.
2. Dalam upaya mitigasi perlu
mempertahankan kawasan hutan lindung
untuk kawasan lindung.
3. Pengunaan lahan pada Kawasan Rawan
Bencana II dan I sebaiknya memerlukan
perhatian lebih dalam
peningkatan/kemampuan masyarakat dalam
mengahadapi bencana.
4. Diharapkan dalam penelitian selanjutnya
dapat melengkapi faktor-faktor lain dalam
memperngaruhi vegetasi.
6. Daftar Pustaka
Aftriana Careca Virma. 2013. Analisis Perubahan
Kerapatan Vegetasi Kota Semarang
Menggunakan Bantuan Teknologi
Penginderaan Jauh. Skripsi, Jurusan
Geografi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang.
Anan M W Zahrul. 2010. Pemanfaatan
Penginderaan Jauh Untuk Kajian Tutupan
Lahan Vegetasi Sebelum Dan Pasca Erupsi
Gunung api Merapi Tahun 2010. Skripsi,
Universitas Gadjah Mada, 2015.
Anonim, 2015, Kota Ternate Dalam Angka, BPS
Kota Ternate.
Arief Muchlisin. 2014. Identifikasi dan
Intentarisasi Ekosistem Gunung Api Ruang
Menggunakan Data Landsat dan Quickbird.
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
LAPAN-Jakarta.
Firdaus Hana Sugiastu., Taufik Muhammad.,
Utama Widya. 2012. Analisis Rona Awal
Linkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7
ETM+ (Studi Kasus: Daerah Eksplorasi
Geothermal Kecamatan Sempolo,
Bandowoso)
Firmansyah, 2011. Identifikasi Tingkat Resiko
Bencana Letusan Gunung Api Gamalama di
Kota Ternate. Jurusan Teknik Planologi.
Universitas Pasundan
Fitria Lulu Mari, 2016. Identifikasi Perubahan
Suhu Permukaan Akibat Perkembangan
Kawasan Permukiman di Kawasan Perkotaan
Yogyakarta Melalui Analisis Citra Satelit
Landsat. STTNAS Yogyakarta
Istikomah Diatul’SA, 2012. Analisis Potensi Ruang
Terbuka Hijau Untuk Mitigasi Bencana
Letusan Gunung Merapi di Kab Magelang,
Provinsi Jawa Tengah. Fakultas Pertanian,
Institut Peratania Bogor.
Marhaento Hero., Kurnia A. N.. 2015. Refleksi 5
Tahun Pasca Erupsi Merapi 2010: Menaksir
Kerugian Ekologis di Kawasan Taman
Nasional Gunung Merapi. Journal of
Geomatics and Planning, Universitas Gadjah
Mada, Indonesia.
Maryantika Norida, Jaelani Muhammad Lalu,
Setiyoko Andie. 2009. Analisa Perubahan
Vegetasi di Tinjau Dari Tingkat Ketinggian
dan Kemiringan Lahan Menggunakan Citra
Satelit Landsat dan Spot 4 (Studi Kasus
Kabupaten Pasuruan). Program Studi Teknik
Geomatik, FTSP ITS, Surabaya. Pusat Data
Penginderaan Jauh LAPAN. Jakarta
Indonesia.
Peraturan Mentri Pekerjaan Umum
NO.21/PRT/M/2007.
Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2012-2032.
BAPPEDA Kota Ternate. 2012
Saputra Hendra., H Wahid Abdul., Rachmansyah
Arief. 2014. Penataan Kawasan Bencana
Lahar Dingin Di Kecamatan Ternate Tengah
dan Ternate Utara, Indonesia Green
Technology Journal.
http://glovis.usgs.gov/
http://geospasial.bnpb.go.id/2011/12/06/peta-
kawasan-rawan-bencana-krb-gunung-gamalama/

More Related Content

Similar to ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATE

Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...robert peranginangin
 
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...bramantiyo marjuki
 
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p dasZaidil Firza
 
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...iftidah
 
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...Kepmeneg Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...infosanitasi
 
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...Analyst of Water Resources Management
 
Sedimentation in Tempe Lake Sulawesi and its future problems
Sedimentation in Tempe Lake Sulawesi and its future problemsSedimentation in Tempe Lake Sulawesi and its future problems
Sedimentation in Tempe Lake Sulawesi and its future problemsbramantiyo marjuki
 
Makalah konservasi gambut
Makalah konservasi gambutMakalah konservasi gambut
Makalah konservasi gambut11682204417
 
Tugas presentasi wayan
Tugas presentasi wayanTugas presentasi wayan
Tugas presentasi wayanWayan Susanto
 
Final Report Presentation
Final Report PresentationFinal Report Presentation
Final Report PresentationFarhan Helmy
 
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklimsakuramochi
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisirAry Ajo
 
Tugas psda1 kelompok 3 a2
Tugas psda1   kelompok 3 a2Tugas psda1   kelompok 3 a2
Tugas psda1 kelompok 3 a2Aswar Amiruddin
 
Bahan Paparan 3-Kajian Bahaya Pesisir.pdf
Bahan Paparan 3-Kajian Bahaya Pesisir.pdfBahan Paparan 3-Kajian Bahaya Pesisir.pdf
Bahan Paparan 3-Kajian Bahaya Pesisir.pdfRiaPurnamasari5
 
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2Febie Yandra
 

Similar to ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATE (20)

188 395-1-pb
188 395-1-pb188 395-1-pb
188 395-1-pb
 
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...
 
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove   Sebagai Salah S...
Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Salah S...
 
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das
10.monitoring dan evaluasi penggunaan lahan dan kelembagaan p das
 
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
 
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...Kepmeneg Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...
Kepmeneg Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Ke...
 
7. kelestarian lingkungan
7. kelestarian lingkungan7. kelestarian lingkungan
7. kelestarian lingkungan
 
Laporan Antara.pdf
Laporan Antara.pdfLaporan Antara.pdf
Laporan Antara.pdf
 
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
RUSAKNYA EKOSISTEM TAMBAK AKIBAT BANJIR ROB DI KAWASAN MINAPOLITAN KECAMATAN ...
 
Sedimentation in Tempe Lake Sulawesi and its future problems
Sedimentation in Tempe Lake Sulawesi and its future problemsSedimentation in Tempe Lake Sulawesi and its future problems
Sedimentation in Tempe Lake Sulawesi and its future problems
 
Makalah konservasi gambut
Makalah konservasi gambutMakalah konservasi gambut
Makalah konservasi gambut
 
Tugas presentasi wayan
Tugas presentasi wayanTugas presentasi wayan
Tugas presentasi wayan
 
Final Report Presentation
Final Report PresentationFinal Report Presentation
Final Report Presentation
 
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
 
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
148516883 konsep-pengelolaan-pesisir
 
Pengelolaan Pesisir
Pengelolaan  PesisirPengelolaan  Pesisir
Pengelolaan Pesisir
 
Tugas psda1 kelompok 3 a2
Tugas psda1   kelompok 3 a2Tugas psda1   kelompok 3 a2
Tugas psda1 kelompok 3 a2
 
Mita
MitaMita
Mita
 
Bahan Paparan 3-Kajian Bahaya Pesisir.pdf
Bahan Paparan 3-Kajian Bahaya Pesisir.pdfBahan Paparan 3-Kajian Bahaya Pesisir.pdf
Bahan Paparan 3-Kajian Bahaya Pesisir.pdf
 
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
Sinkronisasi tata ruang dan perencanaan regional2
 

Recently uploaded

Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaRenaYunita2
 
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open StudioSlide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studiossuser52d6bf
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++FujiAdam
 
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptxMuhararAhmad
 
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxPembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxmuhammadrizky331164
 
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.pptSonyGobang1
 

Recently uploaded (6)

Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
 
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open StudioSlide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
Slide Transformasi dan Load Data Menggunakan Talend Open Studio
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
 
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
001. Ringkasan Lampiran Juknis DAK 2024_PAUD.pptx
 
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptxPembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kelompok 1.pptx
 
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
05 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.ppt
 

ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATE

  • 1. Arahan Mitigasi Bencana Pasca Erupsi Gunung Gamalama di Kota Ternate Provinsi Maluku Utara Oleh Dede Dwiki Saputra Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta Email: s.dede91@yahoo.co.id ABSTRAK Perkembangan suatu wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan karena sosial ekonomi, budaya dan geoggrafis antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat berbeda. Dilain sisi, perkembangan suatu wilayah akan meningkatkan kebutuhan lahan sebagai tempat tinggal dan beraktivitas. Hal ini mengakibatkan penduduk terpaksa menempati lokasi yang tidak layak huni seperti di daerah perbukitan dan lereng pegunungan. Aktivitas masyarakat tersebut menyebabkan tingkat kerawanan bencana menjadi semakin meningkat, manakala lahan dieksploitasi secara berlebihan tanpa memperhatikan daya dukung lahan. Di Kawasan Rawan Bencana III Gunung Gamalama terdapat Kawasan Lindung yang dicantumkan dalam RTRW. Berdasarkan RTRW Kota Ternate telah ditetapkan kawasan lindung yang sesuai fungsinya harus dipertahankan karena sangat penting untuk dijadikan kawasan tangkapan hujan dan area konservasi untuk menahan laju longsor dan mempertahankan kondisi air tanah. Suatu ekosistem dapat mengalami keruskan yang disebabkan oleh letusan gunung berapi perubahan pada ekosistem baik sebagian maupun keseluruhannya yang diikuti perubahan vegetasi pada daerah tersebut. Terjadinya erupsi pada tanggal 14 desember 2011, sebagian besar materialnya telah mengisi sungai yang ada di sekitar gunung gamalama dan beberapa lahan pada daerah-daerah di sekitaran gunung mengalami kerusakan. Kata Kunci : Kawasan Rawan Bencana, NDVI, Mitigasi. 1. Pendahuluan Data dari badan geologi (www.vsi.esdm.go.id/gunungapi) menunjukkan dari tahun 1538 hingga tahun 2003 telah terjadi letusan sebanyak 66 kali letusan. Sedangkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir terjadi empat kali erupsi masing-masing pada tahun 2009, 2011, 2012 dan 2014. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini erupsi terbesar terjadi pada Desember 2011 yang menyebabkan aktivitas kota menjadi lumpuh, warga yang tinggal disekitar sungai aliran lahar diungsikan dan status gunung naik hingga level ke tiga yaitu “siaga”. Pada tahun tersebut semburan abu vulkanik mencapai ketinggian 2000 meter ke udara dan disertai hujan terus menerus hingga mengakibatkan banjir lahar dingin. Perkembangan suatu wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan karena sosial ekonomi, budaya dan geoggrafis antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat berbeda. Dilain sisi, perkembangan suatu wilayah akan meningkatkan kebutuhan lahan sebagai tempat tinggal dan beraktivitas. Hal ini mengakibatkan penduduk terpaksa menempati lokasi yang tidak layak huni seperti di daerah perbukitan dan lereng pegunungan. Aktivitas masyarakat tersebut menyebabkan tingkat kerawanan bencana menjadi semakin meningkat, manakala lahan dieksploitasi secara berlebihan tanpa memperhatikan daya dukung lahan. Dalam Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 tahun 2007 telah diamanatkan bahwa geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan. Dalam Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kota Ternate tahun 2012- 2013 yang kemudian dijabarkan lebih detail dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2011-2015 memang telah dijelaskan mengenai kawasan rawan bencana beserta jalur evakuasinya, namun implementasi dalam lima tahun terakhir belum maksimal dan terstruktur dalam mewujudkan kota yang berketahanan bencana. Di Kawasan Rawan Bencana III Gunung Gamalama terdapat Kawasan Lindung yang dicantumkan dalam RTRW. Berdasarkan RTRW telah ditetapkan kawasan lindung yang sesuai fungsinya harus dipertahankan karena sangat penting untuk dijadikan kawasan tangkapan hujan dan area konservasi untuk menahan laju longsor dan mempertahankan kondisi air tanah. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Startegi pengantisipasian terhadap kejadian bencana yang berpotensi menimbulkan kerugian jiwa dan materiil sebagaimana dimkasud dalam peraturan daerah nomor 02 tahun 2012 pasal 4 ayat 5 huruf d; menetapkan kawasan-kawasan daerah rawan bencana dan mengembangkan pengelolaan mitigasi bencana. Kawasan rawan bencana meliputi daerah rawan tipe I rawan Tipe II dan rawan Tipe III adapun luas masing-masing tipe yakni: (a).kawasan rawan bencana gunung berapi kategori rawan I dengan luas total 1028,28 Ha (b).kawasan rawan bencana gunung berapi kategori rawan II
  • 2. dengan total luas 1525,18 Ha dan (c).kawasan rawan bencana gunung berapi kategori rawan III dengan total luas kurang lebih 1121,58 Ha. Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2012-2032 dijelaskan bahwa Strategi perlindungan Kawasan yang memberikan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2012 pasal 4 ayat 5 terdiri atas: (a). Melestarikan dan merehabilitas hutan pada kawasan lindung pada kelerengan diatas 25% diseluruh pulau pada kawasan kota ternate; (b). Menjaga kelestarian hutan-hutan lindung di wilayah kota ternate. Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf a: kawasan hutan lindung di pulau ternate dengan luas kurang lebih 1.932,19 Ha. Kebijakan penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud ayat 2 huruf a meliputi: (a).pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan (b).penetapan kawasan perlindungan setempat, ruang terbuka hijau, kawasan pelestarian alam, kawasan rawan bencana dan kawasan lindung lainnya. Suatu ekosistem dapat mengalami keruskan yang disebabkan oleh letusan gunung berapi perubahan pada ekosistem baik sebagian maupun keseluruhannya yang diikuti perubahan vegetasi pada daerah tersebut. Terjadinya erupsi pada tanggal 14 desember 2011, sebagian besar materialnya telah mengisi sungai yang ada di sekitar gunung gamalama dan beberapa lahan pada daerah-daerah di sekitaran gunung mengalami kerusakan. Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Arahan Mitigasi Bencana Gunung Gamalama? Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka penelitian ini dimaksudkan dengan tujuan dan sasarn sebagai berikut: Tujuan 1. Mengsulkan arahan mitigasi bencana pasca erupsi gunung gamalama. Sasaran 1. Mengidentifikasi dampak erupsi gunung gamalama melalui perubahan kerapatan vegetasi tahun 2010-2015. 2. Memberikan arahan mitigasi pasca erupsi gunung gamalama. 2. Metode Metode penelitian adalah langka dan prosedur yang dilakukan dalam data suatu informasi guna memecahkan permasalahaN. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. A. Metode Pendekatan Penelitian Pendekatan studi dilakukan agar selama kegiatan penelitian terarah sesuai dengan sasaran dan tujuan yang dicapai. Pendekatan studi laporan penelitian ini adalah kualitatif B. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaa penelitian ini akan melalui beberapa tahapan. Adapun beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Tahapan persiapan, tahapan persiapan terdiri dari kegiatan awal penelitian berupa penentuan perumusan masalah, tujuan dan sasaran,menyusun kebutuhan data. b. Studi pustaka sebagai persiapan dalam melakukan penelitian dengan mencari dan mengumpulkan referensi dari buku- buku, jurnal dan makalah. c. Survey instansional, melakukan pengambilan data sekunder dari instansi daerah penelitian, yang menjadi parameter pada lokasi penelitian. d. Tahapan pengelolahan data, yaitu menyusun data dalam bentuk gambar, peta maupun uraian deskritif untuk menginterpretasikan data, tahapan pengelolahan data mengunakan metode yang sesuai dengan analisis yang digunakan. e. Tahapan analisis data, data yang diperoleh dari hasil studi literatur dan observasi instansional setelah diidentifikasi kemudian dianalisis sesuai dengan parameter yang telah ditentukan dalam penelitian. f. Kesimpulan dan recomedasi C. Analisis Metode interpretasi citra dilakukan secara digital pada citra landsat tahun 2010 dan 2015. Metode secara digital ini digunakan pada citra Landsat untuk mengetahui kerapatan vegetasi dengan nilai NDVI. Karena pada citra landsat mempunyai saluran band near infrared dan band red yang digunakan untuk membedakan jenis kerapatan vegetasi dan pembedaab antara lahan terhadap lahan bervegetasi. Teknik interpretasi citra dapat dilakukan secara manual maupun secara digital. Hasil dari interpretasi citra secara manual atau secara digital yang telah dilakukan tidak semuanya sesuai dengan kondisi di lapangan. Oleh karena itu harus dilakukan cek lapangan untuk mendapatkan informasi data yang lebih akurat. Teknik interpretasi yang digunakan adalah teknik interpretasi citra secara digital. Langkah-langkah untuk interpretasi ini diawali dri pengelolahan/pra- pengolahan (1)Import citra (2) koreksi atmosferik (3) koreksi geometrik (4) cropping citra (5) penajaman citra hingga klasifikasi citra.
  • 3. Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokkan atau membuat segmentasi mengenai kenampakan-kenampakan yang homogen. Klasifikasi hasil interpretasi ini menggunakan kalsifikasi tak terbimbing (Unsupervised). Klasifikasi tak-terbimbing menggunakan algoritma untuk mengkaji atau menganalisis sejumlah besar pixel yang tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas bedasarkan pengelompokan nila digital citra. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi tak terbimbing adalah kelas spektral (Purwadhi dan Tjaturahono, 2008, Careca Virma Afriana, 2013). 3. Hasil dan Pembahasan A. Tingkata Kerapatan Vegetasi Kota Ternate tahun 2010-2015 Citra satelit yang digunakan untuk analisis kerapatan vegetasi kota ternate adalah citra landsat 7 ETM. Citra landsat dapat digunakan untuk identifikasi perubahan kerapatan vegetasi tahun 2010-2015. Berikut ini peta citra landsat Berdasarkan Peraturan Departemen Kehutanan, 2003 (Dalam Norida Maryantika Dkk 2009) hasil pengolahan data citra dihasilkan nilai NDVI minimum= -1.0, nilai NDVI maksimum= 1.0 standar dalam penentuan klasifikasi Indeks Vegetasi dalam penelitian ini adalah transformasi nilai citra satelit yang sudah diformulasikan melalui NDVI. Berikut ini adalah rentang kelas tingkat NDVI : 1. Non Vegetasi : -1.0 to -0.3 2. Vegetasi rendah : -0,3 to 0.3 3. Vegetasi tinggi : 0.3 to 1.0 Berikut ini adalah hasil analisis NDVI pada kawasan penelitian tahun 2010 dan 2015 : Gambar Citra Landsat Tahun 2010 dan 2015
  • 4. Gambar Peta NDVI Tahun 2010 dan 2015 Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa tingkat NDVI di kota ternate tahun 2010 dan tahun 2015 pada Kawasan Rawan Bencana. Pada tahun 2010 diketahui memiliki luasan berdasarkan tingkat kerapatan vegetasi sebagi berikut : Tabel Luas NDVI tahun 2010 Kawasan Rawan Bencana Non Vegetasi Vegetasi Rendah Vegetasi Tinggi KRB I 6,55 582,03 438,83 KRB II 0,14 601,62 922,37 KRB III 0 221,92 901,60 Total 6,69 1405,57 2262,80 Sumber : Hasil Analisis 2017 Pada tabel diatas diketahui tingkat Kerapatan Vegetasi pada Kawasan Rawan Bencana. tingkatan vegetasi tinggi yang paling luas berada di KRB II dengan luas 922,37 Ha dan pada KRB III dengan luas 901,6O Ha. Tingkatan Non Vegetasi yang paling luas berada di KRB I dengan luas 6,55 Ha dan tingkatan Vegetasi Rendah yang paling luas berada pada KRB II dengan luas 601,62 ha dan KRB I dengan luas 582,03 ha. Pada gambar peta di atas diketahui bahwa tingkatan NDVI tahun 2015 pada kawasan rawan bencana tersebar pada tabel di bawah ini : Tabel Luas NDVI tahun 2015 Kawasan Rawan Bencana Non Vegetasi Vegetasi Rendah Vegetasi Tinggi KRB I 7,3 629,28 390,84 KRB II 7,93 922,36 593,93 KRB III 77,35 763,29 282,87 Total 92,58 2314,92 1267,64 Sumber : Hasil Analisis 2017 Pada tabel diatas diketahui tingkat kerapatan vegetasi pada kawasan rawan bencana. tingkatan vegetasi tinggi yang paling luas berada di KRB II dengan luas 593,93 Ha dan pada KRB I dengan luas 390,84 Ha, Tingkatan Vegetasi Rendah yang paling luas berada di KRB II dengan luas 922,36 Ha dan tingkatan Non Vegetasi yang paling luas berada KRB III dengan luas 77,35 ha. B. Perubahan Kerapatan Vegetasi Berdasarkan tabel di bawah ini diketahui bahwa Tingkatan NDVI Kota Ternate pada kawasan rawan bencana mengalami perubahan. pada tingkatan NDVI Non Vegetasi terjadi perubahan pada KRB I sebesar 0,75 ha, KRB II 7,79 ha dan perubahan NDVI pada Tingkatan Vegetasi Rendah pada KRB I sebesar 47,25 ha, KRB II 320,74 ha dan pada KRB III 541,37 ha. Hal tersebut terjadi pada tingkatan NDVI Vegetasi Tinggi pada KRB I -47,99 ha, KRB II -328,44 dan KRB III yakni sebesar -618,73ha. Berikut ini adalah tabel perubahan NDVI tahun 2010 ke tahun 2015:
  • 5. Tabel Perubahan NDVI tahun 2010-2015 Kawasan Rawan Bencana Non Vegetasi Vegetasi Rendah Vegetasi Tinggi 20 10 20 15 Per uba han 201 0 201 5 Per uba han 201 0 201 5 Peru ba han KRB I 6, 55 7,3 0,7 5 582 ,03 629 ,28 47, 25 438 ,83 390 ,84 - 47,9 9 KRB II 0, 14 7,9 3 7,7 9 601 ,62 922 ,36 320 ,74 922 ,37 593 ,93 - 328, 44 KRB III 77, 35 221 ,92 763 ,29 541 ,37 901 ,60 282 ,87 - 618, 73 Sumber : Hasil Analisis 2017 Berdasarkan hasil Analisis NDVI diatas diketahui bahwa terjadi perubahan pada setiap Tingkatan NDVI. Hal ini menandakan bahwa kejadian Erupsi Gunung Gamalama membuat Vegetasi di Kawasan Rawan Bencana mengalami perubahan pada lima tahun terakhir dan berikut ini adalah Peta Perubahan NDVI. Peta Perubahan NDVI C. Arahan Mitigasi Bencana Pasca Erupsi Gunung Gamalama. A. Arahan Mitigasi Bencana Kerapatan Vegetasi di Kota Ternate mempunyai jenis yang beranekaragam dari Tingkatan NDVI Non Vegetasi, Vegetasi Rendah dan Vegetasi Rapat. Jenis kerapatan vegetasi ini dipengaruhi oleh erupsi Gunung Gamalama yang terdapat di Kota Ternate. Hasil interpretasi dan analisis data yang telah dilakukan diatas dapat dilihat perubahan tiap Tingkatan NDVI di Kota Ternate. Dari peta Arahan Mitigasi diatas diketahui perubahan pada Kawasan Rawan Bencana. B. Tingkatan NDVI Vegetasi Tinggi Pada Kawasan Vegetasi Tinggi ini terbagi dalam tiga Kawasan Rawan Bencana yaitu KRB I, KRB II dan KRB III. Berikut ini adalah Arahan Mitigasi pada Kawasan Rawan Bencana. 1. Kawasan Rawan Bencana III Pengunaan lahan/Fakta pada KRB I ini adalah hutan lindung, kebun campuran, perkebunan dan pertanian lahan kering. Pada kawasan ini menurut Peraturan Mentri Pekerjaan Umum no 21/PRT/M/2007 pengunaan lahan pada tipologi C ini diuataman sebagai kawasan lindung. Menurut teori menyebutkan adanya restorasi ekosisitem (Pengadaan Bibit) gunung dengan penanaman tumbuhan dan kawasan ini sangat penting dilindungi dari kegiatan permukiman.  Arahan Mitigasi a. Rehalibilitas Ekosistem Gunung Gamalama sebesar 538,42 ha melalui penanaman tumbuhan kembali. b. Kawasan kebun campuran, perkebunan dan pertanian lahan kering tetap sesuai dengan fungsinya dan dibutuhkan penanaman bibit
  • 6. untuk upaya restorasi kebun campur - 0,41 ha, perkebunan -76,54 ha dan pertanian -3,36 ha. 2. Kawasan Rawan Bencana II Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB II ini adalah bandara udara, danau, hutan lindung, kebun campuran, perkebunan, pertanian lahan kering, ruang terbuka hijau. Pada Kawasan ini menurut Peraturan Mentri PU menyebutkan pengunaan lahan di tipologi B/KRB II dapat diperuntukan bagi kegiatan budidaya namun dengan syarat- syarat tingkat kerentanan sedang dan rendah adapun rencana kontijensi yaitu pemulihan bencana dengan penyelenggaraan rehabilitas dan rekonstruksi. Menurut teori kawasan yang memiliki fungsi lindung sangat penting untuk dilindungi untuk kawasan hutan lindung restorasi ekosistem gunung dengan penanaman tumbuhan kembali, utntuk kawasan perkebunan dimanfaatkan sebagai perkebunan (pala, cengkeh, coklat dll) dan untuk kawasan pertanian lahan kering dimanfaatkan sebagai (ubi kayu, sayuran, jagung dll)  Arahan Mitigasi a. Kawasam Hutan Lindung Restorasi ekosistem sebesar 150,27 ha dengan penanaman tumbuhan kembali. b. Untuk Kawasan Permukiman tetap sesuai dengan fungsinya dan memiliki syarat kerentanan sedang dan rendah rekontrsuksi rumah warga korban bencana. c. Pada Kawasan Kebun campur, perkebunan dan pertanian lahan kering tetap sesuai dengan fungsinya dan penanaman bibit untuk upaya restorasi kawasan kebun campur - 4,44 ha, perkebunan -174,14 ha dan pertanian -0,44 ha. d. Untuk RTH tetap sesuai dengan peruntukannya. 3. Kawasan Rawan Bencana I Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB III ini adalah bandara udara, hutan lindung, kebun campuran, pelabuhan, perdagangan, perkebunan, permukiman, pertanian lahan kering, dan ruang terbuka. Pada Kawasan ini menurut Peraturan Mentri PU secara umum pengunaan ruang pada rawan letusan berapi tipologi A/KRB I dapat diperuntukan bagi kegiatan-kegiatan budidaya seperti kegiatan kehutanan, industri, perdagangan dan perkantoran, permukiman dan pariwisata. Kegiatan budidaya tersebut dilakukan dengan syarat-syarat tingkat kerentanan rendah dan sedang adapun menurut rencana kontijensi pemulihan bencana dengan penyelenggaraan: penyususnan aksi rehabilitas rekonstruksi, pemulihan prasarana publik dan rekonstruksi rumah warga korban bencana. Menurut teori kawasan yang tidak memiliki fungsi lindung dapat dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya, untuk permukiman kontruksi bangunan rendah (>30 unit/ha), perdagangan dan perkantoran kepadatan rendah (KDH<50 KLB<100), kawasan perkebunan dimanfaatkan sebagai kawasan perkebunan (pala, cengkeh, coklat dll) dan kawasan pertanian lahan kering dimanfaatkan sebagai pertanian (ubi kayu, sayuran, jagung dll) dan pengadaan bibit untuk upaya restorasi kawasan.  Arahan Mitigasi a. Untuk kawasan bandara dan RTH tetap sesuai dengan fungsinya. b. Kawasan hutan lindung tetap mempertahankan fungsi lindungnya. c. Untuk kebun campuran dan perkebunan dimanfaatkan sebagai perkebunan (pala, cengke, coklat dll) dan pertanian lahan kering dimanfaatkan sebagai pertanian (ubi kayu, sayuran, jagung dll) dan penanaman bibit untuk upaya restorasi kawasan kebun campur - 3,36 ha, perkebunan -62,34 ha dan pertanian -4,45 ha. d. Kawasan perdagangan KDH<50 KLB<100. e. Untuk kawasan permukiman tetap sesuai dengan fungsinya dan dengan syarat-syarat kerentanan rendah dan sedang dengan kontruksi bangunan permanen dengan kepadatan rendah dan rekonstruksi rumah warga korban bencana. C. Tingkatan NDVI Vegetasi Rendah Pada Kawasan Vegetasi Rendah ini terbagi dalam tiga Kawasan Rawan Bencana yaitu KRB I, KRB II dan KRB III. Berikut ini adalah Arahan Mitigasi pada Kawasan Rawan Bencana. 1. Kawasan Rawan Bencana III Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB III ini adalah hutan lindung, kebun campuran, perkebunan dan pertanian lahan kering. Menurut Peraturan Mentri PU pengunaan lahan pada Tipologi C/KRB III ini di utamakan sebagai kawasan lindung dan menurut teori kawasan ini sangat penting untuk dilindungi dari kawasan permukiman.  Arahan Mitigasi a. Kawasan hutan lindung ini tetap sesuai dengan fungsinya dengan mempertahankan hutan lindungnya. b. Kawasan kebun campuran, perkebunan dan pertanian lahan
  • 7. kering ini tetap sesuai dengan fungsinya. 2. Kawasan Rawan Bencana II Pengunaan lahan/Fakta pada KRB II ini adalah bandara udara, danau, hutan lindung, kebun campur, perkebunan, perukiman, pertanian lahan kering dan ruang terbuka. Pengunaan lahan pada Tipologi B/KRB II dapat diperuntukan bagi kegiatan budidaya namun dengan syarat-syarat tingkat kerentanan sedang dan rendah adapun rencana kontijensi yaitu pemulihan bencana dengan penyelengaraan rehabilitas dn rekonstruksi: penyusunan rencana aksi rehabilitas rekonstruksi, pemulihan prasarana publik dan rekonstruksi rumah warga korban bencana. dan menurut teori kawasan yang pemanfaatannya memiliki fungsi lindung sangat penting untuk dilindungi pada kawasan ini juga dimanfaatkan sebagai perkebunan (pala, cengkeh, coklat dll) dan sebagai kawasan pertanian lahan kering (ubi kayu, sayuran, jagung dll) dan pengadaan bibit untuk upaya restorasi.  Arahan Mitigasi a. Untuk kawasan kebun campuran, perkebunan dan pertanian lahan kering ini tetap sesuai dengan fungsinya dan penanaman bibit untuk upaya restorasi kawasan pertanian lahan kering -0,43 ha. b. Kawasan lindung tetap sesuaidengan fungsinya dan sangat penting untuk di lindungi. c. Kawasan permukiman ini tetap sesuai dengan fungsinya dengan syarat kerentanan sedang dan rendah dan ruang terbuka hijau tetap sesuai dengan fungsinya dan rekonstruksi rumah warga korban bencana. d. Untuk RTH tetap sesuai dengan fungsinya. 3. Kawasan Rawan Bencana I Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB I ini adalah bandara udara, hutan lindung, kebun campuran, pelabuhan, perdagangan, perkebunan, permukiman, pertanian lahan kering, dan ruang terbuka. Pada Kawasan ini menurut Peraturan Mentri PU secara umum pengunaan ruang pada rawan letusan berapi tipologi a/KRB I dapat diperuntukan bagi kegiatan-kegiatan budidaya seperti kegiatan kehutanan, industri, perdagangan dan perkantoran, permukiman dan pariwisata. Kegiatan budidaya tersebut dilakukan dengan syarat-syarat tingkat kerentanan rendah dan sedang adapun rencana kontijensi yaitu pemulihan bencana dengan penyelengaraan rehabilitas dn rekonstruksi: penyusunan rencana aksi rehabilitas rekonstruksi, pemulihan prasarana publik dan rekonstruksi rumah warga korban bencana. dan menurut teori kawasan yang pemanfaatannya memilki fungsi lindung sangat penting untuk di lindungi, untuk kawasan perkebunan dimanfaatkan sebagai kawasan perkebunan (pala, cengkeh, coklat dll), untuk kawasan pertanian lahan kering dimanfaatkan sebagai kawasan pertanian (ubi kayu, sayuran, jagung dll), untuk perdagangan dengan kepadatan bangunan rendah (KDH<50 KLB<100), dan untuk permukiman kontruksi bangunan permanen dengan kepadatan rendah (30 unit/ha) dan pengadaan bibit untuk upaya restorasi dengan penanaman tumbuhan kembali.  Arahan Mitigasi a. Kawasan hutan lindung ini tetap sesuai dengan fungsinya dan mempertahankan fungsi lindungnya dan restorasi dengan penanaman tumbuahan kembali sebesar -20,58 ha b. Untuk kawasan permukiman ini tetap sesuai dengan fungsinya dan memiliki syarat tingkat kerentanan rendah dan sedang dan rekonstruksi rumah warga korban bencana. c. Kawasan kebun campuran, perkebunan dan pertanian lahan kering tetap sesuaidengan fungsinya, kawasan kebun csmpuran dan perkebunan dimanfaatkan pala, cengke, coklat dll) dan pertanian lahan kering (ubi kayu, sayuran, jagung dll) d. Perdagangan dan jasa dengan kepadatan bangunan rendah (KDH<50 KLB<100) e. Kawasan bandara udara pelabuhan dan RTH tetap sesuai dengan fungsinya. D. Tingkatan NDVI Non Vegetasi Pada Kawasan Vegetasi Tinggi ini terbagi dalam tiga Kawasan Rawan Bencana yaitu KRB I, KRB II dan KRB III. Berikut ini adalah Arahan Mitigasi pada Kawasan Rawan Bencana. 1. Kawasan Rawan Bencana III Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB III ini adalah hutan lindung, kebun campuran, perkebunan dan pertanian lahan kering. Menurut Peraturan Mentri PU pengunaan lahan pada Tipologi C/KRB III ini di utamakan sebagai kawasan lindung dan menurut teori kawasan ini sangat penting untuk dilindungi dari kawasan permukiman.  Arahan Mitigasi a. Kawasan hutan lindung ini tetap sesuai dengan fungsinya dan sangat penting untuk dilindungi.
  • 8. b. Kebun campur dan perkebunan tetap sesuai dengan fungsinya. 2. Kawasan Rawan Bencana II Pengunaan lahan/Fakta pada KRB II ini adalah bandara udara, danau, hutan lindung, kebun campur, perkebunan, perukiman, pertanian lahan kering dan ruang terbuka. Pengunaan lahan pada Tipologi B/KRB II dapat diperuntukan bagi kegiatan budidaya namun dengan syarat-syarat tingkat kerentanan sedang dan rendah, dan menurut teori kawasan yang pemanfaatannya memiliki fungsi lindung sangat penting untuk dilindungi pada kawasan ini juga dimanfaatkan sebagai perkebunan (pala, cengkeh, coklat dll) dan sebagai kawasan pertanian lahan kering (ubi kayu, sayuran, jagung dll).  Arahan Mitigasi a. Kawasan kebun campuran, perkebunan dan pertanian kahan kering tetap sesuaidengan fungsinya. b. Kawasan lindung tetap mempertahankan fungsi kawasannya. c. Kawasan permukiman ini tetap sesuai dengan fungsinya dan memiliki syarat tingkat kerentanan sedang dan tinggi. 3. Kawasan Rawan Bencana I Pengunaan lahan/Fakta pada pada KRB I ini adalah bandara udara, hutan lindung, kebun campuran, pelabuhan, perdagangan, perkebunan, permukiman, pertanian lahan kering, dan ruang terbuka. Pada Kawasan ini menurut Peraturan Mentri PU secara umum pengunaan ruang pada rawan letusan berapi tipologi a/KRB I dapat diperuntukan bagi kegiatan-kegiatan budidaya seperti kegiatan kehutanan, industri, perdagangan dan perkantoran, permukiman dan pariwisata. Kegiatan budidaya tersebut dilakukan dengan syarat-syarat tingkat kerentanan rendah dan sedang, dan menurut teori kawasan yang pemanfaatannya memilki fungsi lindung sangat penting untuk di lindungi, untuk kawasan perkebunan dimanfaatkan sebagai kawasan perkebunan (pala, cengkeh, coklat dll), untuk kawasan pertanian lahan kering dimanfaatkan sebagai kawasan pertanian (ubi kayu, sayuran, jagung dll), untuk perdagangan dengan kepadatan bangunan rendah (KDH<50 KLB<100), dan untuk permukiman kontruksi bangunan permanen dengan kepadatan rendah (30 unit/ha)  Arahan Mitigasi a. Kawasan bandara udara dan pelabuhan tetap sesuai dengan fungsinya. b. Perkebunan dan pertanian lahan kering tetap sesuaidengan fungsinya. c. Kawasan permukiman tetap sesuai dengan fungsinya dan memiliki tingkat kerentanan rendah dan sedang, untuk kawasan perdagangan kepadatan rendah (KDH<50 KLB<100).
  • 10. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan Arahan Mitigasi Bencana Pasca Erupsi Gunung Gamalama. Perubahan Kerapatan Vegetasi dampak dari Erupsi Gunung Gamalama dan Arahan Mitigasi Bencana Pasca Erupsi Gunung Gamalama. untuk lebih jelas berikut ini penjelasannya: 1. Berdasarkan hasil analisis NDVI diketahui bahwa terjadi perubahan pada setiap Tingkatan NDVI akibat erupsi Gunung Gamalama maupun Pembagunan. Hasil analisis diketahui bahwa Tingkatan NDVI Kota Ternate pada Kawasan Rawan Bencana mengalami perubahan. pada tingkatan NDVI Non Vegetasi terjadi perubahan pada KRB I sebesar 0,75 ha, KRB II 7,79 ha dan perubahan NDVI pada Tingkatan Vegetasi Rendah pada KRB I sebesar 47,25 ha, KRB II 320,74 ha dan pada KRB III 541,37 ha. Hal tersebut terjadi pada tingkatan NDVI Vegetasi Tinggi pada KRB I -47,99 ha, KRB II - 328,44 dan KRB III yakni sebesar - 618,73ha. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa area dampak erupsi dapat di identifikasi melalui NDVI yang dapat dilihat dari perubahannya 2. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa arahan mitigasi di gunung gamalam adalah sebagai berikut: A. Kawasan Rawan Bencana III  Arahan Mitigasi a. Restorasi Ekosistem Gunung Gamalama sebesar 538,42 ha melalui penanaman tumbuhan kembali. b. Kawasan kebun campuran, perkebunan dan pertanian lahan kering tetap sesuai dengan fungsinya dan dibutuhkan penanaman bibit untuk upaya restorasi kebun campur -0,41 ha, perkebunan -76,54 ha dan pertanian -3,36 ha. c. Kawasan hutan lindung ini tetap sesuai dengan fungsinya dengan mempertahankan hutan lindungnya. d. Kawasan kebun campuran, perkebunan dan pertanian lahan kering ini tetap sesuai dengan fungsinya. e. Kawasan hutan lindung ini tetap sesuai dengan fungsinya dan sangat penting untuk dilindungi. f. Kebun campur dan perkebunan tetap sesuai dengan fungsinya. B. Kawasan Rawan Bencana II  Arahan Mitigasi a. Kawasam Hutan Lindung Restorasi ekosistem sebesar 150,27 ha dengan penanaman tumbuhan kembali. b. Untuk Kawasan Permukiman tetap sesuaidengan fungsinya dan memiliki syarat kerentanan sedang dan rendah rekontrsuksi rumah warga korban bencana. c. Pada Kawasan Kebun campur, perkebunan dan pertanian lahan kering tetap sesuai dengan fungsinya dan penanaman bibit untuk upaya restorasi kawasan kebun campur -4,44 ha, perkebunan -174,14 ha dan pertanian -0,44 ha. d. Untuk RTH tetap sesuai dengan peruntukannya. e. Untuk kawasan kebun campuran, perkebunan dan pertanian lahan kering ini tetap sesuai dengan fungsinya dan penanaman bibit untuk upaya restorasi kawasan pertanian lahan kering -0,43 ha. f. Kawasan lindung tetap sesuai dengan fungsinya dan sangat penting untuk di lindungi. g. Kawasan permukiman ini tetap sesuai dengan fungsinya dengan syarat kerentanan sedang dan rendah dan ruang terbuka hijau tetap sesuaidengan fungsinya dan rekonstruksi rumah warga korban bencana. h. Untuk RTH tetap sesuai dengan fungsinya. i. Kawasan kebun campuran, perkebunan dan pertanian kahan kering tetap sesuai dengan fungsinya. j. Kawasan lindung tetap mempertahankan fungsi kawasannya. k. Kawasan permukiman ini tetap sesuai dengan fungsinya dan memiliki syarat tingkat kerentanan sedang dan tinggi. C. Kawasan Rawan Bencana I  Arahan Mitigasi a. Untuk kawasan bandara dan RTH tetap sesuai dengan fungsinya. b. Kawasan hutan lindung tetap mempertahankan fungsi lindungnya. c. Untuk kebun campuran dan perkebunan dimanfaatkan sebagai perkebunan (pala, cengke, coklat
  • 11. dll) dan pertanian lahan kering dimanfaatkan sebagai pertanian (ubi kayu, sayuran, jagung dll) dan penanaman bibit untuk upaya restorasi kawasan kebun campur - 3,36 ha, perkebunan -62,34 ha dan pertanian -4,45 ha. d. Kawasan perdagangan KDH<50 KLB<100. e. Untuk kawasan permukiman tetap sesuai dengan fungsinya dan dengan syarat-syarat kerentanan rendah dan sedang dengan kontruksi bangunan permanen dengan kepadatan rendah dan rekonstruksi rumah warga korban bencana. f. Kawasan hutan lindung ini tetap sesuai dengan fungsinya dan mempertahankan fungsi lindungnya dan restorasi dengan penanaman tumbuahan kembali sebesar -20,58 ha g. Untuk kawasan permukiman ini tetap sesuaidengan fungsinya dan memiliki syarat tingkat kerentanan rendah dan sedang dan rekonstruksi rumah warga korban bencana. h. Kawasan kebun campuran, perkebunan dan pertanian lahan kering tetap sesuai dengan fungsinya, kawasan kebun csmpuran dan perkebunan dimanfaatkan pala, cengke, coklat dll) dan pertanian lahan kering (ubi kayu, sayuran, jagung dll) i. Perdagangan dan jasa dengan kepadatan bangunan rendah (KDH<50 KLB<100) j. Kawasan bandara udara pelabuhan dan RTH tetap sesuai dengan fungsinya. k. Kawasan bandara udara dan pelabuhan tetap sesuai dengan fungsinya. l. Perkebunan dan pertanian lahan kering tetap sesuai dengan fungsinya. m. Kawasan permukiman tetap sesuai dengan fungsinya dan memiliki tingkat kerentanan rendah dan sedang, untuk kawasan perdagangan kepadatan rendah (KDH<50 KLB<100). n. 5. Saran Adapun Saran/Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini adalah: 1. Dapat menjadi bahan rekomendasi dalam penyusunan rencana aksi rehabilitas dan rekonstruksi. 2. Dalam upaya mitigasi perlu mempertahankan kawasan hutan lindung untuk kawasan lindung. 3. Pengunaan lahan pada Kawasan Rawan Bencana II dan I sebaiknya memerlukan perhatian lebih dalam peningkatan/kemampuan masyarakat dalam mengahadapi bencana. 4. Diharapkan dalam penelitian selanjutnya dapat melengkapi faktor-faktor lain dalam memperngaruhi vegetasi. 6. Daftar Pustaka Aftriana Careca Virma. 2013. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi Kota Semarang Menggunakan Bantuan Teknologi Penginderaan Jauh. Skripsi, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Anan M W Zahrul. 2010. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Kajian Tutupan Lahan Vegetasi Sebelum Dan Pasca Erupsi Gunung api Merapi Tahun 2010. Skripsi, Universitas Gadjah Mada, 2015. Anonim, 2015, Kota Ternate Dalam Angka, BPS Kota Ternate. Arief Muchlisin. 2014. Identifikasi dan Intentarisasi Ekosistem Gunung Api Ruang Menggunakan Data Landsat dan Quickbird. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN-Jakarta. Firdaus Hana Sugiastu., Taufik Muhammad., Utama Widya. 2012. Analisis Rona Awal Linkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus: Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempolo, Bandowoso) Firmansyah, 2011. Identifikasi Tingkat Resiko Bencana Letusan Gunung Api Gamalama di Kota Ternate. Jurusan Teknik Planologi. Universitas Pasundan Fitria Lulu Mari, 2016. Identifikasi Perubahan Suhu Permukaan Akibat Perkembangan Kawasan Permukiman di Kawasan Perkotaan Yogyakarta Melalui Analisis Citra Satelit Landsat. STTNAS Yogyakarta Istikomah Diatul’SA, 2012. Analisis Potensi Ruang Terbuka Hijau Untuk Mitigasi Bencana Letusan Gunung Merapi di Kab Magelang,
  • 12. Provinsi Jawa Tengah. Fakultas Pertanian, Institut Peratania Bogor. Marhaento Hero., Kurnia A. N.. 2015. Refleksi 5 Tahun Pasca Erupsi Merapi 2010: Menaksir Kerugian Ekologis di Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Journal of Geomatics and Planning, Universitas Gadjah Mada, Indonesia. Maryantika Norida, Jaelani Muhammad Lalu, Setiyoko Andie. 2009. Analisa Perubahan Vegetasi di Tinjau Dari Tingkat Ketinggian dan Kemiringan Lahan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Spot 4 (Studi Kasus Kabupaten Pasuruan). Program Studi Teknik Geomatik, FTSP ITS, Surabaya. Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN. Jakarta Indonesia. Peraturan Mentri Pekerjaan Umum NO.21/PRT/M/2007. Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2012-2032. BAPPEDA Kota Ternate. 2012 Saputra Hendra., H Wahid Abdul., Rachmansyah Arief. 2014. Penataan Kawasan Bencana Lahar Dingin Di Kecamatan Ternate Tengah dan Ternate Utara, Indonesia Green Technology Journal. http://glovis.usgs.gov/ http://geospasial.bnpb.go.id/2011/12/06/peta- kawasan-rawan-bencana-krb-gunung-gamalama/