Koalisi Merah Putih yang menguasai parlemen dan menyapu bersih pimpinan DPR maupun MPR memunculkan fenomena yang sering diistilahkan dalam ilmu politik sebagai pemerintahan terbelah “divided government”.
2. Mayoritas Publik Cemas dengan
Pemerintahan yang Terbelah
• Kalah lagi dalam pemilihan pimpinan MPR, Koalisi Jokowi-JK (Koalisi Indonesia Hebat)
kalah telak 5-0 dari Koalisi Merah Putih. Kekalahan dalam voting penentuan pimpinan
MPR merupakan kekalahan beruntun yang telah dialami Koalisi Indonesia Hebat.
Sebelumnya Koalisi Indonesia Hebat juga kalah dalam voting Undang-Undang MD3,
pengesahan Tatib DPR, pemilihan pimpinan DPR, dan pengesahan UU PIlkada DPRD.
• Koalisi Merah Putih yang mayoritas di parlemen dan “menyapu bersih” pimpinan DPR
maupun MPR memunculkan fenomena yang sering diistilahkan dalam ilmu politik
sebagai pemerintahan terbelah “divided government”. Dimana pemerintahan di
eksekutif dan eksekutif tidak dikuasai oleh koalisi partai yang sama. Eskekutif dikuasai
koalisi partai pemerintah yaitu Koalisi Indonesia Hebat. Sementara legislatif
(parlemen) dikuasai koalisi partai oposisi yaitu Koalisi Merah Putih.
• Fenomena “pemerintahan terbelah” ini mencemaskan publik. Survei LSI terbaru
menunjukan bahwa mayoritas publik khawatir dengan kondisi pemerintahan yang
terbelah. Sebanyak 77.25 % publik menyatakan mereka khawatir dengan kondisi
pemerintahan yang terbelah. Dan hanya 17.46 % yang menyatakan tidak khawatir
dengan fenomena ini.
3. • Demikian salah satu temuan survei Lingkaran Survei Indonesia – Denny JA. LSI Denny
JA kembali mengadakan survei khusus merespon kondisi politik nasional pasca
pilpres.
• Survei ini dilakukan melalui quick poll pada tanggal 6 – 7 Oktober 2014. Survei
menggunakan metode multistage random sampling dengan 1200 responden dan
margin of error sebesar +/- 2,9 %. Survei dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia.
Kami juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis
media, FGD, dan in depth interview.
• Kekhawatiran publik terhadap “pemerintah terbelah” merata di semua segmen
masyarakat. Rata-rata di semua segmen masyarakat, tingkat kekhawatiran terhadap
kondisi pemerintahan ini berkisar di antara 73 % sampai dengan 87 %. Namun
publik yang perpendidikan tinggi, tinggal di kota, tingkat ekonomi menengah atas
dan laki-laki lebih khawatir dengan kondisi politik ini dibandingkan dengan mereka
yang tinggal di desa, wong cilik, perempuan, dan berpendidikan rendah.
• Publik yang tinggal di kota, berpendidikan tinggi dan berekonomi menengah atas
lebih banyak mengakses berita politik dari berbagai jenis media (termasuk media
sosial) sehingga kekhawatiran mereka lebih tinggi.
4. • Publik laki-laki lebih tinggi prosentasenya yang khawatir dengan kondisi
pemerintahan ini dibanding publik perempuan, karena umumnya lak-laki memiliki
intensitas lebih tinggi mengikuti berita politik dan mendiskusikannya.
• Begitupun dengan pemilih partai politik di Pemilu 2014. Tak hanya pemilih yang
partainya masuk dalam Koalisi Indonesia Hebat yang khawatir, namun juga
pendukung koalisi partai Koalisi Merah Putih pun khawatir dengan kondisi
pemerintahan yang terbelah. Namun jika dibuat rata-rata, prosentase pendukung
pemilih koalisi Indonesi Hebat lebih tinggi tingkat kekhawatirannya dibanding
dengan pendukung koalisi Merah Putih. Rata-rata antara 79 % sampai dengan 87 %
pemilih partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat menyatakan khawatir
dengan kondisi pemerintahan yang terbelah. Sementara antara 67 % sampai dengan
74 % pemilih partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih yang menyatakan
khawatir.
• Dari hasil analisis media yang dilakukan LSI Denny JA, dunia usaha pun khawatir. Dari
berbagai berita media menunjukan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
melemah pasca pemilihan pimpinan DPR. Pelaku investasi khawatir dengan kondisi
politik nasional yang terbelah ke dalam dua kutub utama yang nantinya akan
menyulitkan pemerintahan Jokowi-JK.
5. *****
• Dalam praktik politik dan pemerintahan di dunia, fenomena “pemerintahan
terbelah” memang bukan hal baru. Di Amerika Serikat (AS) yang demokrasi telah
mapan, fenomena pemerintahan terbelah seringkali terjadi. Misalnya Partai
Demokrat menjadi pemenang pemilu presiden dan menguasai pemerintahan
eksekutif, namun parlemennya (House of Representative dan Senate) dikuasai oleh
Partai Republik. Atau sebaliknya. Kondisi ini di Amerika Serikat merupakan hal yang
lumrah dan seringkali diyakini justru memperkuat check and balances antara
eksekutif dan legislatif.
• Namun fenomena pemerintahan terbelah di Indonesia pasca pemilu 2014 ini, tak
bisa disamakan dengan Amerika Serikat. Di Amerika, kondisi pemerintahan
terbelah tak bermasalah karena publik di luar partai (kekuatan civil society &
economic society) sangat kuat untuk membuat partai bertindak rasional dalam
membuat kebijakan. Kebijakan yang menjadi kehendak umum publik selalu
dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan.
• Sementara di Indonesia, publik di luar partai masih lemah. Politisi dan partai politik
pun masih sering mengabaikan kehendak mayoritas publik. Pemerintahan yang
terbelah menjadi riskan jika kultur yang dominan masih “money politics” dan
politik balas dendam.
6. *****
• Mengapa publik khawatir dengan kondisi pemerintahan yang terbelah ini? Dari
hasil riset kualitatif, yaitu melalui in-depth interview dan focus group disscussion
(FGD) ada dua alasan utama yang paling mengemuka.
• Pertama, publik khawatir pemerintahan baru Jokowi-JK tak bisa fokus bekerja
mengurus rakyat karena tak didukung oleh parlemen yang dikuasai oleh koalisi
oposisi. Fungsi kontrol, legislasi, dan anggaran (budgeting) yang dimiliki DPR,
mengharuskan pemerintah memperoleh dukungan parlemen. Belum lagi
pemilihan jabatan-jabatan kenegaraan lainnya yang harus memperoleh
persetujuan DPR (misalnya pemilihan Kapolri, Panglima TNI, dan lainnya).
• Kedua, publik khawatir dengan kondisi politik 5 tahun mendatang yang hanya
akan dipenuhi oleh konflik politik elit. Publik inginkan konflik elit, yang seperti
gamblang terlihat dalam pemilihan pimpinan DPR dan MPR , segera berakhir.
Publik inginkan pemerintah dan DPR dapat bekerja sama dalam mengurus rakyat.
Sehingga kondisi politik Indonesia dalam 5 tahun mendatang tidak gaduh dan
stabil.
7. • Dengan kondisi pemerintahan yang terbelah dan kuatnya koalisi partai opisisi di
parlemen, Jokowi potensial menjadi presiden terlemah dalam sejarah politik
Indonesia. LSI Denny JA mencatat ada 3 alasan penjelas mengapa Jokowi potensial
menjadi presiden terlemah.
• Pertama, parlemen dikuasai oleh oposisi yang sangat “hostile” ke Jokowi. Total kursi
Koalisi Merah Putih, yang terdiri dari Partai Gerindra, Golkar, PAN, PKS, dan PPP
ditambah dengan Partai Demokrat, di DPR adalah 353 kursi (63 %). Sementara total
kursi Koalisi Indonesia Hebat di DPR adalah 207 kursi (37 %).
• Kedua, tak ada satupun partai politik yang dikontrol langsung oleh Jokowi.
Sebelumnya mulai dari Presiden Soekarno sampai Presiden SBY selalu ada partai
politik yang dikontrol langsung oleh Presiden. PDIP dikontrol Megawati, bukan
Jokowi
• Ketiga, Jokowi menang dengan dukungan yang tidak mutlak. Hanya berselisih tipis
dengan Prabowo Subianto. Jokowi menang Pilpres 2014 dengan dukungan sebesar
53.15 %, sementara dukungan terhadap Prabowo Subianto sebesar 46.85 %. Dengan
dukungan yang berselisih tipis, dukungan terhadap Jokowi potensial dengan cepat
berubah jika ada kebijakan publik yang tidak popular. Salah satu kebijakan publik
yang harus diambil oleh Jokowi-JK di masa awal pemerintahannya adalah kenaikan
harga BBM. Jika BBM dinaikan di masa awal pemerintahan Jokowi-JK, maka
dukungan terhadap pemerintahan baru akan menurun drastis.
8. *****
• Saat ini, posisi Jokowi dan koalisinya masih diuntungkan dengan persepsi dan
dukungan publik yang menilai bahwa Koalisi Indonesia Hebat sebagai koalisi yang
sikap dan kebijakannya selaras dengan kepentingan rakyat. Survei LSI Denny JA
menunjukan bahwa sebesar 63.02 % publik menyatakan Koalisi Indonesia Hebat
lebih memperjuangkan kepentingan rakyat. Hanya 32.96 % yang menyatakan
Koalisi Merah Putih yang lebih memperjuangkan kepentingan rakyat.
• Namun posisi pemerintahan baru Jokowi akan makin lemah jika Koalisi Merah
Putih (KMP) melakukan manuver politik di parlemen mendukung kebijakan yang
popular sehingga menarik simpati publik. Salah satu putusan DPR yang dinanti
oleh publik adalah persetujuan DPR terhadap Perppu Pilkada Langsung. Jika Koalisi
Merah Putih balik arah dan mendukung Perppu Presiden SBY, maka simpati publik
terhadap koalisi ini pun naik. Survei LSI Denny JA menunjukan bahwa simpati
publik terhadap kedua koalisi di parlemen yaitu KIH dan KMP akan berimbang jika
akhirnya KMP mendukung Perppu Pilkada Langsung. Mereka yang menyatakan
KMP dan koalisi Indonesia Hebat sama-sama berjasa mengembalikan pilkada
langsung dipilih rakyat sebesar 67.80 %.
9. • Koalisi Indonesia Hebat dan Jokowi harus mengambil langkah-langkah strategis
dan cepat untuk bisa mengubah konstelasi politik. Kondisi pemerintahan yang
terbelah jangan sampai menjadikan Jokowi sebagai presiden terlemah dalam
sejarah politik Indonesia.
• LSI merekomendasikan tiga hal untuk mengubah konstelasi politik ini.
• Pertama, semua pendukung dan pimpinan partai Koalisi Indonesia Hebat secara
gradual benar-benar menjadikan Jokowi sebagai komando tertinggi. Jangan pernah
lagi menyebut Jokowi yang menjadi presiden Indonesia dengan sebutan “petugas
partai”.
• Kedua, dengan insentif politik yang dibolehkan dalam sistem demokrasi, Jokowi
dan KIH harus secepatnya merangkul dua partai politik lagi untuk bergabung
dengan koalisi pemerintahan. Itu agar koalisi Jokowi menguasaii mayoritas
legislatif.
• Ketiga, harus ada komunikasi dan kerjasama politik antara dua tokoh penting yaitu
Megawati dan SBY. Megawati sebaiknya menemui sendiri SBY bukan lagi
utusannya.
10. Kamis, 9 Oktober 2014
Lingkaran Survei Indonesia - Denny JA
Narasumber : Adjie Alfaraby (0811.16.14.14 / 0812.811.21.696)
Moderator : Fitri Hari (0813.80140260)
Tim Riset Nasional LSI : Adjie Alfaraby, Ardian Sopa, Ade Mulyana, Rully Akbar,
Fitri Hari, Dewi Arum.
11. Prediksi Survei Yang Diiklankan
Sebelum PILEG 2014
NAMA PARTAI PREDIKSI LSI* HASIL KPU
Track Record LSI
TERBUKTI/TIDAK
TERBUKTI
PDIP DIATAS 16% 18.95% TERBUKTI
GOLKAR DIATAS 16% 14.75% *Selisih 1,3%
GERINDRA 8-16% 11.81% TERBUKTI
DEMOKRAT 8-16% 10.19% TERBUKTI
PKB 3,5%-8% 9.04% * Selisih 1.05%
PAN 3,5%-8% 7.59% TERBUKTI
PKS 3,5%-8% 6.79% TERBUKTI
NASDEM 3,5%-8% 6.72% TERBUKTI
PPP 3,5%-8% 6.53% TERBUKTI
HANURA 3,5%-8% 5.26% TERBUKTI
PBB TIDAK LOLOS PT 1.46% TERBUKTI
PKPI TIDAK LOLOS PT 0.91% TERBUKTI
Dimuat, antara lain di Rakyat Merdeka 8 April 2014, hal 12
Sehari Sebelum PILEG
Hanya 2 partai dari 12 partai yang selisih 1.3% 11
12. Track Record LSI
Prediksi Survei Yang Diiklankan
Sebelum PILPRES 2009
12
Dimuat di KOMPAS pada tanggal 3 Juli 2009 halaman 3.
Tepat 5 hari sebelum Pemilihan Presiden 2009.
DUKUNGAN
PEMILIH
SURVEI LSI
AWAL JUNI
2009
SURVEI LSI
AKHIR JUNI
2009
PREDIKSI PEMENANG
PILPRES 2009
HASIL KPU
DI ATAS 50%
SBY-BOEDIONO
SBY-BOEDIONO
SBY-BOEDIONO TERBUKTI
30%-50% - - -
-
DI BAWAH
30%
MEGA-PRABOWO
JK-WIRANTO
MEGA-PRABOWO
JK-WIRANTO
-
TERBUKTI
13. Track Record LSI
Quick Count Paling Akurat
Pasangan
Capres-
Cawapres
Quick Count LSI
(Data 100 %)
Hasil Resmi KPU
22 Juli 2014
Prabowo-Hatta 46. 70 % 46. 85 %
Jokowi-JK 53. 30 % 53. 15 %
*Simpangan baku antara hasil KPU vs LSI hanya 0. 15 %
14. 14
METODOLOGI SURVEI
Pengumpulan Data : 6 – 7 Oktober 2014
• Quickpoll (smartphone LSI)
• Metode sampling : multistage random sampling
• Jumlah responden : 1200 responden
• Margin of error : ±2.9 %
Survei dilengkapi dengan Riset Kualitatif
• FGD di tujuh ibu kota propinsi terbesar
• In Depth Interview
• Analsis media nasional
Semua pemilih di Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk
terpilih menjadi responden
15. Mayoritas Publik Cemas Pemerintahan Terbelah
Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi
Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih.
Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Kategori %
Sangat khawatir, cukup khawatir 77. 25 %
Kurang khawatir, tidak khawatir
17. 46 %
sama sekali
Tidak Tahu/Tidak Jawab 5. 29 %
Hanya 17.46% publik yang menyatakan tak cemas
16. Publik Laki-Laki Lebih Khawatir
Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi
Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih.
Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Gender Base Khawatir Tidak Khawatir TT/TJ
Laki-laki 50 % 78. 72 % 12. 77 % 8. 51 %
Perempuan 50 % 76. 04 % 21. 88 % 2. 08 %
Baik laki-laki maupun
perempuan diatas
75 %yang khawatir
Publik Laki-Laki Lebih Intens mengikuti berita politik dan
mendiskusikanya
17. Publik Di Kota Lebih Khawatir
Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi
Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih.
Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Status
Wilayah
Base Khawatir Tidak
Khawatir
TT/TJ
Desa 75.89 % 75. 51 % 16. 33 % 8. 16 %
Kota 24.11 % 78. 01 % 17. 73 % 4. 26 %
Publik di Kota lebih intens dan variatif dalam
mengakses berita politik (termasuk social
media)
18. Publik Ekonomi Atas Lebih Khawatir
Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi
Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih.
Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Tingkat Pendapatan Base Khawatir Tidak Khawatir TT/TJ
Menengah – Bawah 45.89 % 73. 78 % 22. 33 % 3. 88 %
Menengah 29.11 % 76. 19 % 14. 29 % 9. 52 %
Menengah Atas 24.63 % 85. 83 % 14. 17 % 0. 00 %
Di semua segmen ekonomi diatas 70 %yang khawatir
19. Publik Berpendidikan Tinggi Lebih Khawatir
Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi
Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih.
Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Tingkat Pendidikan Base Khawatir Tidak Khawatir TT/TJ
Tamat SLTP ke bawah 48.13 % 65. 79 % 23. 68 % 10. 53 %
Tamat SLTA ke bawah 38.43 % 76.06 % 19. 72 % 4. 23 %
Tamat D3/S1/diatasnya 13.44 % 83. 33 % 12. 50 % 4. 17 %
Di semua segmen pendidikan diatas 65 %yang khawatir
20. Pendukung Koalisi Merah Putih Pun Khawatir
Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi
Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih.
Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Partai Politik Khawatir Tidak
Khawatir
TT/TJ
Golkar 71. 64 % 18.58 % 9. 77 %
Demokrat 67. 06 % 23. 84 % 9. 10 %
Gerindra 67. 53 % 26. 60 % 5. 87 %
PKS 74. 74 % 21. 58 % 3. 68 %
PAN 74. 97 % 22. 25 % 2. 78 %
PPP 73. 78 % 22. 25 % 3. 97 %
Rata-rata pendukung Koalisi Merah Putih diatas 67 %yang khawatir
21. Konstituen Koalisi Indonesia Hebat Lebih Khawatir
Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi
Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih.
Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Pilihan Partai
Pileg 2014
Khawatir Tidak
Khawatir
TT/TJ
PDIP 87. 46 % 9. 97 % 2. 57 %
PKB 82. 22 % 16. 73 % 1. 06 %
HANURA 79. 60 % 18. 38 % 2. 02 %
NASDEM 79. 85 % 16. 40 % 3. 75 %
Rata-rata pendukung Koalisi Indonesia Hebat diatas 79 % yang
khawatir
22. Pendukung Prabowo-Hatta Pun Khawatir
Q : Pasca Pilpres, pemerintah dan DPR dikuasai oleh dua koalisi partai yang berbeda. Jokowi dan Koalisi
Indonesia Hebat menguasai pemerintah sementara parlemen (DPR) dikuasai oleh koalisi merah putih.
Seberapa khawatirkah bapak-ibu dengan kondisi pemerintahan ini?
Pilihan Capres
9 Juli 2014
Khawatir Tidak Khawatir TT/TJ
Prabowo-Hatta 71. 96 % 21. 63 % 6. 41 %
Jokowi - JK 83. 06 % 15. 46 % 1. 48 %
Hanya 21.63 % pendukung Prabowo-Hatta yang menyatakan
tidak khawatir
23. Pelaku Usaha Pun Khawatir
Dari berbagai berita media
menunjukan bahwa Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) melemah
pasca pemilihan pimpinan DPR.
Pelaku investasi khawatir dengan
kondisi politik nasional yang
terbelah ke dalam dua kutub
utama yang nantinya akan
menyulitkan pemerintahan Jokowi-
JK.
24. Pemerintahan Terbelah di Indonesia,
Berbeda dengan Amerika
Seringkali di Amerika Serikat, Partai
Demokrat menguasai eksekutif
namun Partai Republik menguasai
Legislatif. Atau sebaliknya.
Meski di AS terjadi “divided
government” namun publik di luar
partai sangat kuat. Partai akhirnya
bertindak rasional. Di Indonesia,
publik di luar partai masih lemah.
Kultur yang dominan masih
“money politics” dan politik balas
dendam
25. Mengapa publik cemas?
Pertama, publik khawatir
banyak kebijakan
pemerintahan baru terganggu
karena tak didukung DPR.
Kedua, publik khawatir politik
nasional dalam 5 tahun
mendatang gaduh dan tak stabil.
26. Jokowi Potensial Jadi Presiden Terlemah ?
Pertama, parlemen dikuasai oleh
oposisi yang sangat “hostile” ke
Jokowi.
Kedua, tak ada satupun partai
politik yang dikontrol langsung oleh
Jokowi.
Ketiga, Jokowi menang dengan
dukungan yang tidak mutlak.
Hanya berselisih tipis dengan
Prabowo Subianto. Bisa cepat
berubah, jika ada kebijakan tak
populer, seperti menaikkan BBM
27. Pamor KMP Berimbang dengan KIH
Jika Dukung Perppu Langsung
Q : Presiden SBY telah mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada Langsung
yang telah membatalkan UU Pilkada DPRD yang disahkan DPR. Namun Perppu ini harus mendapat
persetujuan DPR untuk menjadi UU. Jika DPR setuju terhadap Perppu Pilkada langsung tersebut, menurut
bapak/ibu koalisi partai manakah yang dinilai paling berjasa?
Kategori %
Kedua koalisi sama sama
berjasa
67. 80 %
Hanya salah satu koalisi
yang berjasa
31 20 %
Tidak Tahu/Tidak Jawab 1. 00 %
Jika mendukung Perppu Pilkada Langsung, Pamor KMP Naik. Namun
masih seimbang dengan pamor KIH.
28. 3 REKOMENDASI LSI DENNY JA
Pertama, KIH harus menjadikan Jokowi
komando tertinggi. Jokowi jangan lagi
disebut atau diperlakukan sebagai
“petugas partai.”
Kedua, Jokowi dan KIH harus secepatnya
merangkul dua partai politik lagi untuk
bergabung dengan koalisi pemerintahan
dengan insentif politik tertentu, agar
mereka mayoritas di legislatif
Ketiga, Megawati sebaiknya menemui
sendiri SBY bukan lagi utusannya. SBY
sepantasnya bernegosiasi langsung
dengan Megawati, bukan utusannya.