1. JERAPAH YANG SOMBONG
Di suatu padang rumput ada seekor jerapah yang baru beranjak dewasa. Namanya Edo.
Dia sangat tinggi, jangkung, bahkan di antara teman-temannya, Edo lah yang paling tinggi.
Karena lehernya yang paling panjang itu membuatnya menjadi anak yang sombong. Sering dia
mengajak teman-teman jerapahnya untuk lomba makan daun-daun di pohon yang dahannya
sangat tinggi. Dan sudah dapat ditebak, Edo lah si pemenang perlombaan itu. Berkali-kali dia
memenangkan perlombaan makan daun dari puncak pohon, membuat Edo semakin besar kepala
saja. Dia merasa anak yang paling hebat di kawasan padang rumput itu. Sampai – sampai dia
tidak menghormati para sesepuh jerapahnya. Dia sering mengejek para jerapah-jerapah tua itu
dengan sebutan “leher bengkok”, karena memang mereka sudah beranjak tua. Sedangkan si Edo
masih muda, secara fisik dia masih kuat, leher masih tegak, jenjang dan tinggi.
Pernah satu hari Edo dimintai tolong oleh seorang sesepuh jerapahnya; “Nak, tolong
ambilkan nenek daun yang segar di ranting ujung pohon itu yaa.. nenek ingiiiiiiiiiin sekali
makan daun-daun yang masih muda, hijau, lunak dan segar itu, tapi nenek tidak bisa menjangkau
sampai ke ujung pohon itu, Tolong ya, nak Edo..” Lalu dengan sombongnya Edo menjawab
nenek jerapah itu, “Aduh, nenek jerapah bagaimana sih, sudah tua jangan bawel deh, udah lah
makan daun yang bisa nenek jerapah jangkau sendiri saja lah!!! Salah sendiri nggak bisa ambil
daun di pucuk pohon!!”. Lalu nenek jerapah itu pun pergi dengan kecewa, melihat kelakuan Edo,
si jerapah jangkung yang sombong.
Tidak hanya nenek jerapah itu saja yang ditolak permintaan tolongnya. Pernah juga ada
seekor anak burung yang terjatuh, saat si burung kecil itu sedang belajar terbang. Burung kecil
itu tersangkut di dahan pohon paling ujung. Edo pun dengan sombong menolak permintaan
teman-temannya untuk menolong si burung kecil itu. Jawaban Edo pada saat itu, “Ahhh.. dasar
anak burung bodoh, punya sayap kok nggak bisa terbang, malah jatuh. Siapa suruh terbang kalau
ngga bisa terbang.” Lalu Edo meninggalkan begitu saja, dan akhirnya teman-teman Edo yang
berusaha menolong burung kecil itu.
Sampai pada suatu hari, si Edo saat berjalan- jalan sendiri di padang rumput, dia sedang
asik melenggang bak anak yang sombong. Lehernya tegak lurus ke atas, dengan kepala
terangkat. Lalu berhenti di suatu gundukan. Edo tidak sadar, bahwa yang dia injak gundukan itu
adalah seekor kura-kura. Seekor kakek kura-kura yang sudah berumur setengah abad. Lalu, si
kakek kura-kura berusaha keras mengangkat tubuhnya dan berjalan maju selangkah, bermaksud
agar Edo merasa jika di bawah kakinya berdiri menginjak seekor kura-kura. Lalu Edo sedikit
tersandung. “Aduhhh!!”. Edo malah tidak bereaksi untuk minta maaf bahwa dia telah menginjak
tempurung kakek kura-kura itu. Sebaliknya, dia malah marah-marah. “Dasar kura-kura peyot,
aku jadi mau terjatuh nih.” Tidak puas dengan cukup berkata-kata, Edo pun langsung menendang
tempurung kakek kura-kura, yang akhirnya kakek kura-kura terlempar beberapa jengkal.
Lalu kakek kura-kura hanya ringan menasihati Edo, “Anak muda, janganlah kamu
sombong. Kamu masih muda, tubuhmu masih kuat, sebaiknya sayangilah sesama makhluk hidup
ciptaanNya. Suatu hari nanti, kamu juga akan menjadi tua,
pasti akan banyak yang lebih hebat dan kuat darimu.” Lalu Edo cuek begitu saja sambil tidak
memperdulikan nasihat kakek kura-kura. Tidak lama kemudian, awan mendung datang.
Mendung yang begitu tebal, langit yang sebelumnya biru cerah menjadi abu-abu kelabu. Di
padang rumput itu masih tertinggal Edo dan si kakek kura-kura yang berjalan sangat lambat
2. menuju ke tepi di bawah pepohonan. Seakan masih ingin memperlihatkan kesombongan dan
kekuatannya, Edo malah tidak bergegas pergi meninggalkan padang rumput yang hendak
diguyur hujan. Dia hanya ingin menunjukkan kehebatannya ke kakek kura-kura, bahwa dia
tinggi gagah di tengah padang rumput yang luas, dengan melenggang santai dan sombong,
sambil dirinya membandingkan si kura-kura yang pendek dan lambat berjalan.
Lalu hujan sangat deras seketika itu datang mengguyur. Dan tiba-tiba petir yang sangat
hebat menyambar, “DUARRRRRRRRRRR.” Akhirnya, Edo si jerapah jangkung itu ambruk,
terjatuh ke tanah. Saat itu, kepala kakek kura-kura aman di dalam tempurungnya, tidak
kehujanan dan juga terhindar dari petir yang dahsyat menyambar padang rumput. Tidak diam
begitu saja, si kakek kura-kura dengan langkah pelan tapi pasti, dia mendekati ke Edo, dan
memberikan perhatiannya. “Kamu tidak apa-apa, anak muda? Bangunlah, kenapa malah terdiam
bengong tetap bersungkur di tanah?”. Lalu Edo menjawab, “kakek kura-kura,…aku takutttt..
huwaaaaaaaaaaaa…” sambil merengek bak anak kecil yang lemah. “Maafkan aku ya, kakek
kura-kura, sudah menginjak tubuhmu dengan sombongnya. Walaupun kakek kura-kura sudah
tua, tapi tetap kuat, tempurungmu mampu menopang berat badanku ini. Maafkan aku kakek
kura-kura, karena sudah menendangmu, sampai terlempar beberapa langkah. Aku berjanji tidak
akan menjadi anak yang sombong lagi, menolong sesama makhluk ciptaanNya.”
Dan sejak saat itu, si Edo tidak lagi menjadi jerapah yang sombong, namun berubah
menjadi si jerapah yang baik hati dan suka menolong teman-temannya.
Unsur Intrinsik :
Tema : Penyesalan
Alur : Maju
Penokohan
a) Tokoh utama = Jerapah : Sombong , angkuh , pemarah
Kura kura : baik hati , pemaaf , penolong
b) Tokoh bawahan = Burung kecil : lemah
Nenek jerapah : Penyayang , lemah lembut
Sudut pandang : orang ketiga
Latar = Waktu : Pagi hari
Tempat : Padang rumput
Suasana : Menegangkan , menyenangkan.
Amanat : Dalam kehidupan sehari hari, kita tidak boleh sombong karena hal itu akan
merugikan orang lain dan diri sendiri.