SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
Download to read offline
LEMBAGA MANAGEMENT
          Fakultas Ekonomi UI




                           PRIVATISASI, GCG DAN KINERJA BUMN

                                        TOTO PRANOTO*

Latar Belakang

Badan Usaha Milik Negara atau disingkat BUMN (State Owned Enterprises) merupakan pelaku
bisnis yang dominan di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia. Meskipun rata-rata
kinerja operasionalnya memprihatinkan, namun perannya dalam perekonomian masih sangat
besar. Kebutuhan public akan akan listrik,bahan baker,air bersih,telekomunikasi,bahan
pangan,perbankan sebagian besar masih dikerjakan BUMN.

Kebijakan privatisasi mulai dikenal sejak tahun 1960-an sebagai upaya Negara melakukan
penataaan ulang perekonimiannya. Sebagai pionir diantaranya adalah apa yang dilakukan
kanselir Konrad Adenaur di Jerman Barat tahun 1961 dengan privatisasi perusahaan Negara
Volkwagen. Privatisasi mulai kembali mencuat pada era Thatcher memerintah Inggris pada akhir
periode 1970 an      dan melakukan penjualan BUMN secara besar-besaran termasuk British
Telecom dan British Airways.

Dewasa ini ini kegiatan privatisasi BUMN (State Owned Enterprises) terus bergulir di seluruh
dunia. Berdasarkan studi Kikeri dan Fatima Kolo (2005) ditemukan bahwa sepanjang periode
1990-2003 telah dilakukan 7.860 transaksi privatisasi BUMN di 120 negara berkembang yang
menghaslkan nilai transaksi sebesar US$410 milyar . Studi tersebut menunjukan tren privatisasi
yang meningkat dan makin melibatkan BUMN skala besar, terutama di pada sektor infrastuktur
seperti telekomunikasi, energi & tenaga listrik, transportasi dan sector lain seperti perbankan dan
sector manufaktur. Negara utama yang melakukan privatisasi dengan dominasi besar nilai
transaksi adalah Brazil ,Mexico, Argentina dan China. Di kawasan Asia Timur, selain China, maka
nilai privatisasi BUMN di Malaysia dan Indonesia termasuk memberikan kontribusi besar.

*
    Peneliti di LMFEUI
                                                                                                 1
Meskipun privatisasi berlangsung dengan gencar, penelitian Kikeri tersebut menunjukan bahwa
kepemilikan negara masih tetap besar pada BUMN , terutama di Negara berkembang. Di China
BUMN masih mendominasi,dimana aset sektor industri hampir 57% dikuasinya terutama pada
sektor keuangan,pembangkit listrik dan telekomunikasi. Sementara di Mexico pada tahun 2003
masih tersisa 210 BUMN dengan penguasaan terutama pada bidang migas,kelistrikan, transportasi
dan telekomunikasi.

Studi tersebut juga mengindikasikan bahwa privatisasi BUMN menunjukan tingkat kepuasan
pemegang saham baru atas return yang dihasilkan. Pooling survey           terhadap masyarakat
menunjukan tingkat dukungan yang berbeda terhadap program privatisasi, dimana di Amerika
Latin menunjukan angka dukungan 75% pada 1995 dan turun              menjadi 35% pada 2002.
Sementara survey di Asia Timur menunjukan hanya sepertiga dari sampel populasi             yang
mendukung privatisasi BUMN, dimana dukungan tinggi ada di Korea Selatan (60%) dan dukungan
rendah ada di China (17%).

Secara akademik seperti yang disarikan oleh Tony Prasentono (2003), privatisasi memiliki
perlindungan teori yang kuat. Beberapa argumen yang mendukung privatisasi BUMN didasarkan
kepada akar teori kegagalan pemerintah dalam mengelola perekonomian (government failure),
teori property rights, hubungan principal-agent, serta masalah insentif. Masalah pertama terkait
kegagalan pemerintah dalam mengelola ekonomi terkait dengan diberikannya hak monopoli
kepada BUMN sehingga sering menyebabkan BUMN menjadi tidak efisien. Sementara property
rights yang diberikan kepada pihak swasta dapat menciptakan insentif bagi terciptanya efisiensi
perusahaan. Masalah agency theory terkait hubungan principal-agent dimana ketidakjelasan
pendefinisian tentang owner sering menjadi bahan politisasi yang merugikan BUMN. Secara umum
pendapat ini sejalan dengan apa yang telah dikemukakan oleh Osborne dan Gaebler (1992) dalam
reinventing government dimana pemerintah diminta fokus pada pekerjaannya dan tidak mengurus
hal yang diluar core competence-nya.

Savas (1987) memberikan definisi privatisasi sebagai tindakan mengurangi peran pemerintah atau
meningkatkan peran swasta atas penguasaan asset Negara. Definisi ini sejalan dengan pendapat
Butler (1991) yang menyatakan bahwa privatisasi adalah penggantian fungsi dari sector public

                                                                                              2
menuju sector swasta, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Asumsi dasar penyerahan
pengelolaan pelayanan public kepada sektor swasta adalah peningkatan efisiensi sumber daya.
Dalam prakteknya, privatisasi tidak dilaksanakan dengan suatu tujuan yang jelas dan koheren
(Veljanovski 1987, Bishop & Kay 1988, Vickers & Wright 1988). Berbagai tujuan atau motivasi
yang berada di belakang provatisasi meliputi upaya untuk memacu pendapatan, mengurangi
beban utang negara, memperoleh dana segar dari pasar modal, mengurangi peran pemerintah
dibidang bisnis, dan meningkatkan penyebaran pemilikan saham.


Privatisasi dan Kinerja BUMN


Berdasarkan banyak penelitian yang disarikan Megginson & Netters (2001) tentang studi kinerja
privatisasi BUMN dapat disimpulkan bahwa BUMN pasca privatisasi umumnya mengalami
perbaikan kinerja operasional. Konklusi studi tersebut terangkum seperti dalam table 1.1 dibawah
ini.



                           Tabel 1.1 : Hubungan kebijakan Privatisasi dan Kinerja BUMN

                                                                                              Indikator
 No    Hipotesa yang Diuji                    Peneliti yang Menguji Hipotesis
                                                                                              yang Dipakai
       Privatisasi mempunyai dampak           Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De
       positip bagi perusahaan untuk          Silanes (1997); Grosfeld dan Nivet (1997);      Penjualan
 1
       menggerakan pertumbuhan                Frydman dkk (1997); Commander dkk (1996)        (real sales)
       revenue.
                                              Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De      Profit Margin
                                              Silanes (1997); Frydman dkk (1997); Earle dan   (return on
       Privatisasi meningkatkan
 2                                            estrin (1997); Dewenter dan Malatesta (1998).   sales)
       profitabilitas
                                                                                              Dan Cost per
                                                                                              Unit
                                              Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De
       Privatisasi menghasilkan perbaikan     Silanes (1997); Frydman dkk (1997); Earle dan   Sales per
 3
       pada efisiensi operasional.            estrin (1997); Dewenter dan Malatesta (1998);   Employee
                                              Anderson dkk (1997)
                                              Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De
       Privatisasi tidak akan mengurangi                                                      Number of
 4                                            Silanes (1997); Frydman dkk (1997); Earle dan
       jumlah karyawan                                                                        Employee
                                              estrin (1997); Commander (1996).
       Privatisasi berpengaruh positip        La Porta dan Lopez De Silanes (1997);           Unit Labour
 5
       terhadap tingkat upah pekerja          Commander (1996).                               Cost
Sumber : Megginson, 2002
                                                                                                              3
Sesuai dengan definisi keuangan, nilai jual perusahaan adalah discounted value dari ekspektasi
akan cash flow yang bakal diterima, yaitu dividen, harga lebih tinggi akan terjadi bila ada
ekspektasi dividen yang lebih tinggi. Besar kecilnya ekspektasi dividen tergantung dari ekspektasi
kinerja perusahaan di masa-masa mendatang yang ditunjukkan oleh neraca, laporan laba rugi, dan
laporan arus kas perusahaan yang sehat. Peningkatan value perusahaan dapat terjadi apabila
perusahaan mampu meningkatkan efisiensi, baik efisiensi internal maupun eksternal.

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Megginson (2000) terhadap kinerja BUMN pasca
privatisasi yang menunjukan adanya perbaikan efisisiensi , maka penelitian terbatas terhadap
BUMN di Indonesia yang sudah diprivatisasi dan listed di pasar modal menunjukan harga saham
yang meningkat. Artinya value dari perusahaan menunjukkan peningkatan dimata investor. Hal ini
ditunjukan table 1.2 dibawah ini.



         Tabel 1.2 : Perkembangan Harga Saham Beberapa BUMN yang Diprivatisasi

                                          Harga Saham    Harga Saham Per
  No.           Nama BUMN                                                      Selisih
                                            Perdana         19/1/2004

   1    PT PGN, Tbk.                              1500        1.980             480

   2    PT Bank BRI, Tbk                          875         2.750             1875

   3    PT Bank Mandiri, Tbk                      575         1.880             1305

   4    PT Telkom, Tbk                            2050        4.950             2900

   5    PT Kimia Farma, Tbk                       200          200                -
        PT Batubara Bukit Asam,
   6                                              675         1.590             915
        Tbk
   7    PT Adhi Karya, Tbk                        150          870              720
Sumber : Masterplan Revitalisasi BUMN 2005-2009




                                                                                                4
Di Indonesia bukan suatu hal yang mengada-ada bila faktor inefisiensi dinilai merupakan salah
satu faktor di belakang kinerja BUMN yang buruk. . Kinerja BUMN Indonesia pada periode tahun
1999-2004 memberikan angka yang cukup memprihatinkan , seperti yang ditunjukan tabel 1.3
dibawah ini

Tabel 1.3 : Kinerja Finansial BUMN



Secara umum,                                      2001 (Audit) 2002 (Audit) 2003 (Audit) 2004 (Audit)
kinerja BUMN yang
ada belum optimal       Jumlah BUMN*                      150               158         157         158
walaupun upaya-         Total Aset                    810,419        935,587       1,163,644   1,177,755
upaya restrukturisasi   Total Kewajiban               678.783        662.539        761.507     695.831
terus dilakukan
                        Total Ekuitas                 131.636        273.048        402.137     481.924
                        Total Pendapatan              215.467        238.048        464.205     495.214
                        Total Laba                     18.448            25.665      25.611      29.428
                        BUMN yg memp. Laba                102               100         103         127
                        Total Kerugian                 (2.222)           (9.589)     (6.081)     (4.492)
                        BUMN yg merugi                     48*                58          54        31**
                        ROA Rata-rata (%)                 2,28             2,74         2,20        2,49
                        ROE                             14,00              9,40         6,40        6,10
Sumber : Revitalisasi Masterplan BUMN 2005-2009; angka dalam milyar Rp




Pada tahun 2001 menunjukan nilai adalah total pendapatan Rp.199,6 triliun dibandingkan total
aset Rp 843,2 triliun. Pada tahun tersebut, dari 145 BUMN memang masih menghasilkan
keuntungan Rp.28,8 triliun. Namun kurang-lebih 80% keuntungan merupakan kontribusi dari 11
BUMN saja, sehingga praktis 134 BUMN yang lain belum menghasilkan kinerja optimal. Angka
rata-rata retun on asset berkisar diantara 2,2%-2,7%                mengindikasikan betapa rendahnya
produktivitas pengelolaan aset. Hal ini bisa disebabkan karena kesalahan dalam pemilihan
/pembelian aset maupun kurangnya dana dalam rangka investasi aset produktif. Hingga tahun
2004, secara keseluruhan kinerja BUMN tetap kurang baik, karena kinerja keuntungan rata-rata
sangat rendah dan banyak yang merugi.



                                                                                                       5
Program privatiasi yang telah dijalankan di Indonesia menunjukan beberapa hasil positif dan
negatif. Dari segi positif terjadi beberapa kemajuan dilihat dari kinerja BUMN yang telah go public
dan dicerminkan dari harga saham mereka. Privatisasi melalui penjualan saham di Bursa Efek
Indonesia telah meningkatkan nilai kapitalisasi pasar. Sampai akhir Oktober 2007, BUMN memberi
kontribusi nilai kapitalisasi pasar modal sebesar Rp 634,30 triliun atau sebesar 34 persen.
Kontribusi yang cukup signifikan ini hanya diberikan oleh 15 perusahaan BUMN yang listed di
pasar modal.

Menurut Moejono (2007), efek negatif dari privatisasi terutama karena pasar modal Indonesia
belum memiliki basis investor domestik yang kuat sehingga tidak terjadi redistribusi kepemilikan
sacara signifikan kepada publik. Disamping itu privatisasi BUMN terkadang dilakukan pada industri
strategis bagi ketahan nasional seperti kasus privatisasi Indosat.yang memicu kontroversi.. Hal
lainnya adalah tidak adanya kebijakan untuk melarang BUMN yang bergerak melayani PSO tinggi
(artinya mendapat subsidi tinggi) seperti BioFarma untuk diprivatisasi.




PRIVATISASI DAN GCG


Penelitian lanjutan dari Megginson,D’Souza dan Nash( 2005 )juga menunjukan bahwa privatisasi
BUMN telah mampu membangun praktek GCG lebih baik yang pada akhirnya mampu memicu
perbaikan kinerja . Kecenderungan utama yang terjadi setelah privatisasi adalah perubahan
kepemilikan( ownership) ,dimana semakin besar saham pemerintah dilepaskan maka manajemen
BUMN lebih leluasa dan akan lebih fokus kepada tujuan profit maximization Apabila privatisasi
dilakukan dengan cara listing di pasar modal,maka kewajiban transparansi dan disklosur harus
dilakukan, sehingga GCG semakin kuat dilaksanakan.


Menurut penelitian Simon Wong (2006) sebagia besar BUMN di negara berkembang memiliki
kelemahan governance.        Kelemahan tersebut antara lain masalah agency problem yang
menyebabkan intervensi pemerintah dalam pengelolaan BUMN cukup tinggi . Disamping itu hak
manajemen BUMN untuk mengelola perusahaan dengan bebas sering dikebiri karena kebanyakan

                                                                                                 6
pimpinan BUMN dipilih berdasarkan kedekatan politik sehingga tidak bisa tampil mandiri.
Disamping itu terdapat masalah terkait dengan minimnya alat (tools) untuk memberikan insentif
dan mendisplinkan manajemen BUMN. Kelemahan dari sisi governance ini membuat kinerja
BUMN menjadi tidak kompetitif.


Salah satu penyebab bangkrutnya kebanyakan perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah
perusahaan-perusahaan tersebut dimiliki dan dikontrol oleh kepemilikan keluarga atau
konglomerasi yang kurang melindungi hak-hak investor lain. Hasil Riset tahun 1997 menunjukkan
bahwa 10 besar keluarga di Indonesia memiliki lebih dari setengah kapitalisasi pasar tahun 1997.
Sedangkan World Bank mensinyalir bahwa keluarga tersebut menguasai 67,3 % perusahaan
terbuka. Kepemilikan saham yang terbesar ini menjadi masalah karena menurut pengamatan La
Porta dkk. negara yang tidak peduli dengan perlindungan investor adalah perusahaan yang
kebanyakan menerapkan ‘family control’.



Faktor GCG lain adalah praktek ‘two-board’ yaitu dewan komisaris dan dewan direksi.
Implementasi sistem ini dianggap tidak efektif (Kurniawan dan Indriantoro:2000). Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh kurang jelasnya job description dari dua dewan tersebut.
Khususnya di Indonesia, kepemilikan yang terbatas pada keluarga menjadikan tugas dan peranan
kepemilikan dan manajemen menjadi tumpang tindih. Hasilnya, direksi cenderung memprioritaskan
kepentingan pemilik daripada kepentingan perusahaan.

Menurut Simon Wong (2005) konsep corporate governance dewasa ini paling tidak dipengaruhi
oleh 4 faktor utama , yaitu : legal regulatory system , capital market, stakeholder power , serta
talent pool & culture. Keempat factor ini akan mempengaruhi keputusan yang dibuat pemegang
saham dan manajemen dalam mencapai tujuan jangka panjang perusahaan yaitu maximization of
shareholder value. Hal ini terlihat dalam Gambar 1.1. tentang corporate governance landscape.




                                                                                                7
Gambar 1.1


            The Corporate Governance Landscape
                       I.   Legal/regulatory system    II. Capital market
                            • Strength of regulators       • Equity market development
                            • Securities & company law     • Institutional investor ownership
                            • Level of corruption          • M&A activity


                                                      • Owners of company
                              Shareholders            • Appoint BoD members


                                                      • Oversees management
                            Board of Directors        • Accountable to shareholders
                                                      • Appoints CEO

                                                      • Manages company
                              Management              • Accountable to BoD and shareholders



                              Goal: Long-term shareholder value maximization




                        III. Stakeholder power          IV. Talent pool & culture
                             • Creditors                    • Managerial/director talent
                             • Employees                    • Collective vs. individual mindset
                             • Media                        • Respect for rule of law
                             • Community/NGOs




Sumber : Simon Wong, 2005

Dalam prakteknya sering kali tantangan yang dihadapi pengelola BUMN dalam melaksanakan
good governance terhambat oleh tiga faktor utama. Pertama adalah terlalu banyaknya kepentingan
dari pemerintah, terkadang bertolak belakang, sehingga menyulitkan manajemen BUMN dalam
menentukan objektif perusahaan. Kedua , manajemen diberikan kewenangan terbatas atau terlalu
kuat aroma politik dalam penempatan direksi,sehingga menyulitkan pengambilan keputusan yang
objektif. Ke tiga, manajemen diberikan sistem insentif yang kurang menarik sehingga kinerjanya
terbatas.




Penelitian Lopez de Silanez (1997) mengindikasikan bahwa perubahan dalam jajaran manajemen
tingkat atas sebagai pengelola BUMN pasca privatisasi menunjukan hasil positif dalam hal

                                                                                                  8
perbaikan kinerja. Secara tidak langsung hal ini menunjukan bahwa new share values (budaya
organisasi baru) yang dibawa kedalam organisasi mampu meningkatkan kinerja. Hal ini sejalan
dengan teori yang dikembangkan Peter dan Waterman (1987) dalam bukunya In search of
Excellent bahwa salah satu aspek penting keberhasilan perusahaan adalah adanya budaya
perusahaan yang kuat.


Sebagai komparasi bagaimana privatisasi BUMN mampu menumbuhkan             praktek GCG dan
memperkenalkan budaya baru yang lebih progresif dapat disampaikan pengalaman negara jiran
Malaysia. Studi tentang privatisasi di Malaysia oleh Jomo K.S dan Tan Woo Syn (2003)
menunjukan bahwa privatisasi memberikan hasil positif dan negatif terkait dengan pola ekonomi
yang dikembangkan pemerintah. Kebijakan NEP yang dikembangkan sejak 1970 telah membuat
bumiputra semakin memiliki akses dan ownership ekonomi namun disisi lain juga menimbulkan
praktek KKN, yang kemudian menumbuhkan ekonomi semu (Ersatz capitalism). Dominasi UMNO
selama puluhan tahun ,mirip dengan dominasi Golkar pada era orde baru, telah menimbulkan
“patron Ali-Baba “ dan menguntungkan kelompok tertentu. Namun kemudian pemerintah Malaysia
membuat keputusan cukup strategis dalam mempersiapkan BUMN memasuki persaingan global.
Salah satunya adalah dengan membentuk superholding Khazanah Bhd sebagai holding company
yang membawahi seluruh BUMN yang bersifat profit oriented. Sebagian besar kelompok bisnis
yang bergabung dalam Khazanah telah go publik.Per Desember 2006 total nilai pasar (market
capitalization) Khazanah adalah 54% dari Kuala Lumpur Composite Index . Peraturan di KLSE
sangat ketat dalam hal kepatuhan (compliance) terhadap prinsip GCG dan hal tersebut mampu
memicu kinerja BUMN yang bergabung dalam Khazanah berprestasi baik. Di jajaran top eksekutif
dimungkinkan untuk merekrut manajer profesional dari eksekutif mancanegara yang
memungkinkan tumbuhnya budaya baru. Hasilnya saat ini Khazanah telah mampu
memtransformasikan dirinya sebagai global player dengan melakukan investasi di banyak negara,
termasuk di Indonesia dengan akuisisi perusahaan seperti Lippo Bank dan perusahaan
telekomunikasi PT Excelcomindo




                                                                                           9

More Related Content

More from Iskandar Muda

First Seven Tools of Quality Improvement_imu rev 4 april 2014
First Seven Tools of Quality Improvement_imu rev 4 april 2014First Seven Tools of Quality Improvement_imu rev 4 april 2014
First Seven Tools of Quality Improvement_imu rev 4 april 2014Iskandar Muda
 
Business model canvas ism
Business model canvas ismBusiness model canvas ism
Business model canvas ismIskandar Muda
 
Pt. angkasa pura 1 the analyst final_280610
Pt. angkasa pura 1 the analyst final_280610Pt. angkasa pura 1 the analyst final_280610
Pt. angkasa pura 1 the analyst final_280610Iskandar Muda
 
Project management grand presentation
Project management grand presentationProject management grand presentation
Project management grand presentationIskandar Muda
 
Carrefour presentasi pkpt
Carrefour presentasi pkptCarrefour presentasi pkpt
Carrefour presentasi pkptIskandar Muda
 
Change management pt.pos indonesia
Change management pt.pos indonesiaChange management pt.pos indonesia
Change management pt.pos indonesiaIskandar Muda
 
Change management pt.kai
Change management pt.kaiChange management pt.kai
Change management pt.kaiIskandar Muda
 
Blue bird group group 5
Blue bird group group 5Blue bird group group 5
Blue bird group group 5Iskandar Muda
 
Meneer kel 5 presentasistrategic
Meneer kel 5 presentasistrategicMeneer kel 5 presentasistrategic
Meneer kel 5 presentasistrategicIskandar Muda
 
Sistem informasi manajemen produksi
Sistem informasi manajemen produksiSistem informasi manajemen produksi
Sistem informasi manajemen produksiIskandar Muda
 
Privatisasi bukan solusi dalam membenahi bumn di indonesia
Privatisasi bukan solusi dalam membenahi bumn di indonesiaPrivatisasi bukan solusi dalam membenahi bumn di indonesia
Privatisasi bukan solusi dalam membenahi bumn di indonesiaIskandar Muda
 
Presentation @germany
Presentation @germanyPresentation @germany
Presentation @germanyIskandar Muda
 
Final presentation protos_biokraftstoffe
Final presentation protos_biokraftstoffeFinal presentation protos_biokraftstoffe
Final presentation protos_biokraftstoffeIskandar Muda
 
Protos user manual indonesian
Protos user manual indonesianProtos user manual indonesian
Protos user manual indonesianIskandar Muda
 

More from Iskandar Muda (20)

CV
CVCV
CV
 
Innovation Campaign
Innovation CampaignInnovation Campaign
Innovation Campaign
 
First 7 tools imu
First 7 tools imuFirst 7 tools imu
First 7 tools imu
 
First Seven Tools of Quality Improvement_imu rev 4 april 2014
First Seven Tools of Quality Improvement_imu rev 4 april 2014First Seven Tools of Quality Improvement_imu rev 4 april 2014
First Seven Tools of Quality Improvement_imu rev 4 april 2014
 
Business model canvas ism
Business model canvas ismBusiness model canvas ism
Business model canvas ism
 
Pt. angkasa pura 1 the analyst final_280610
Pt. angkasa pura 1 the analyst final_280610Pt. angkasa pura 1 the analyst final_280610
Pt. angkasa pura 1 the analyst final_280610
 
Angkasa pura i
Angkasa pura iAngkasa pura i
Angkasa pura i
 
Project management grand presentation
Project management grand presentationProject management grand presentation
Project management grand presentation
 
Carrefour presentasi pkpt
Carrefour presentasi pkptCarrefour presentasi pkpt
Carrefour presentasi pkpt
 
Change management pt.pos indonesia
Change management pt.pos indonesiaChange management pt.pos indonesia
Change management pt.pos indonesia
 
Change management pt.kai
Change management pt.kaiChange management pt.kai
Change management pt.kai
 
Blue bird group group 5
Blue bird group group 5Blue bird group group 5
Blue bird group group 5
 
Meneer kel 5 presentasistrategic
Meneer kel 5 presentasistrategicMeneer kel 5 presentasistrategic
Meneer kel 5 presentasistrategic
 
Sistem informasi manajemen produksi
Sistem informasi manajemen produksiSistem informasi manajemen produksi
Sistem informasi manajemen produksi
 
Grand paper cis
Grand paper cisGrand paper cis
Grand paper cis
 
Privatisasi bukan solusi dalam membenahi bumn di indonesia
Privatisasi bukan solusi dalam membenahi bumn di indonesiaPrivatisasi bukan solusi dalam membenahi bumn di indonesia
Privatisasi bukan solusi dalam membenahi bumn di indonesia
 
Callaway golf co.
Callaway golf co.Callaway golf co.
Callaway golf co.
 
Presentation @germany
Presentation @germanyPresentation @germany
Presentation @germany
 
Final presentation protos_biokraftstoffe
Final presentation protos_biokraftstoffeFinal presentation protos_biokraftstoffe
Final presentation protos_biokraftstoffe
 
Protos user manual indonesian
Protos user manual indonesianProtos user manual indonesian
Protos user manual indonesian
 

Privatisasi gcg dan kinerja bumn

  • 1. LEMBAGA MANAGEMENT Fakultas Ekonomi UI PRIVATISASI, GCG DAN KINERJA BUMN TOTO PRANOTO* Latar Belakang Badan Usaha Milik Negara atau disingkat BUMN (State Owned Enterprises) merupakan pelaku bisnis yang dominan di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia. Meskipun rata-rata kinerja operasionalnya memprihatinkan, namun perannya dalam perekonomian masih sangat besar. Kebutuhan public akan akan listrik,bahan baker,air bersih,telekomunikasi,bahan pangan,perbankan sebagian besar masih dikerjakan BUMN. Kebijakan privatisasi mulai dikenal sejak tahun 1960-an sebagai upaya Negara melakukan penataaan ulang perekonimiannya. Sebagai pionir diantaranya adalah apa yang dilakukan kanselir Konrad Adenaur di Jerman Barat tahun 1961 dengan privatisasi perusahaan Negara Volkwagen. Privatisasi mulai kembali mencuat pada era Thatcher memerintah Inggris pada akhir periode 1970 an dan melakukan penjualan BUMN secara besar-besaran termasuk British Telecom dan British Airways. Dewasa ini ini kegiatan privatisasi BUMN (State Owned Enterprises) terus bergulir di seluruh dunia. Berdasarkan studi Kikeri dan Fatima Kolo (2005) ditemukan bahwa sepanjang periode 1990-2003 telah dilakukan 7.860 transaksi privatisasi BUMN di 120 negara berkembang yang menghaslkan nilai transaksi sebesar US$410 milyar . Studi tersebut menunjukan tren privatisasi yang meningkat dan makin melibatkan BUMN skala besar, terutama di pada sektor infrastuktur seperti telekomunikasi, energi & tenaga listrik, transportasi dan sector lain seperti perbankan dan sector manufaktur. Negara utama yang melakukan privatisasi dengan dominasi besar nilai transaksi adalah Brazil ,Mexico, Argentina dan China. Di kawasan Asia Timur, selain China, maka nilai privatisasi BUMN di Malaysia dan Indonesia termasuk memberikan kontribusi besar. * Peneliti di LMFEUI 1
  • 2. Meskipun privatisasi berlangsung dengan gencar, penelitian Kikeri tersebut menunjukan bahwa kepemilikan negara masih tetap besar pada BUMN , terutama di Negara berkembang. Di China BUMN masih mendominasi,dimana aset sektor industri hampir 57% dikuasinya terutama pada sektor keuangan,pembangkit listrik dan telekomunikasi. Sementara di Mexico pada tahun 2003 masih tersisa 210 BUMN dengan penguasaan terutama pada bidang migas,kelistrikan, transportasi dan telekomunikasi. Studi tersebut juga mengindikasikan bahwa privatisasi BUMN menunjukan tingkat kepuasan pemegang saham baru atas return yang dihasilkan. Pooling survey terhadap masyarakat menunjukan tingkat dukungan yang berbeda terhadap program privatisasi, dimana di Amerika Latin menunjukan angka dukungan 75% pada 1995 dan turun menjadi 35% pada 2002. Sementara survey di Asia Timur menunjukan hanya sepertiga dari sampel populasi yang mendukung privatisasi BUMN, dimana dukungan tinggi ada di Korea Selatan (60%) dan dukungan rendah ada di China (17%). Secara akademik seperti yang disarikan oleh Tony Prasentono (2003), privatisasi memiliki perlindungan teori yang kuat. Beberapa argumen yang mendukung privatisasi BUMN didasarkan kepada akar teori kegagalan pemerintah dalam mengelola perekonomian (government failure), teori property rights, hubungan principal-agent, serta masalah insentif. Masalah pertama terkait kegagalan pemerintah dalam mengelola ekonomi terkait dengan diberikannya hak monopoli kepada BUMN sehingga sering menyebabkan BUMN menjadi tidak efisien. Sementara property rights yang diberikan kepada pihak swasta dapat menciptakan insentif bagi terciptanya efisiensi perusahaan. Masalah agency theory terkait hubungan principal-agent dimana ketidakjelasan pendefinisian tentang owner sering menjadi bahan politisasi yang merugikan BUMN. Secara umum pendapat ini sejalan dengan apa yang telah dikemukakan oleh Osborne dan Gaebler (1992) dalam reinventing government dimana pemerintah diminta fokus pada pekerjaannya dan tidak mengurus hal yang diluar core competence-nya. Savas (1987) memberikan definisi privatisasi sebagai tindakan mengurangi peran pemerintah atau meningkatkan peran swasta atas penguasaan asset Negara. Definisi ini sejalan dengan pendapat Butler (1991) yang menyatakan bahwa privatisasi adalah penggantian fungsi dari sector public 2
  • 3. menuju sector swasta, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Asumsi dasar penyerahan pengelolaan pelayanan public kepada sektor swasta adalah peningkatan efisiensi sumber daya. Dalam prakteknya, privatisasi tidak dilaksanakan dengan suatu tujuan yang jelas dan koheren (Veljanovski 1987, Bishop & Kay 1988, Vickers & Wright 1988). Berbagai tujuan atau motivasi yang berada di belakang provatisasi meliputi upaya untuk memacu pendapatan, mengurangi beban utang negara, memperoleh dana segar dari pasar modal, mengurangi peran pemerintah dibidang bisnis, dan meningkatkan penyebaran pemilikan saham. Privatisasi dan Kinerja BUMN Berdasarkan banyak penelitian yang disarikan Megginson & Netters (2001) tentang studi kinerja privatisasi BUMN dapat disimpulkan bahwa BUMN pasca privatisasi umumnya mengalami perbaikan kinerja operasional. Konklusi studi tersebut terangkum seperti dalam table 1.1 dibawah ini. Tabel 1.1 : Hubungan kebijakan Privatisasi dan Kinerja BUMN Indikator No Hipotesa yang Diuji Peneliti yang Menguji Hipotesis yang Dipakai Privatisasi mempunyai dampak Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De positip bagi perusahaan untuk Silanes (1997); Grosfeld dan Nivet (1997); Penjualan 1 menggerakan pertumbuhan Frydman dkk (1997); Commander dkk (1996) (real sales) revenue. Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De Profit Margin Silanes (1997); Frydman dkk (1997); Earle dan (return on Privatisasi meningkatkan 2 estrin (1997); Dewenter dan Malatesta (1998). sales) profitabilitas Dan Cost per Unit Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De Privatisasi menghasilkan perbaikan Silanes (1997); Frydman dkk (1997); Earle dan Sales per 3 pada efisiensi operasional. estrin (1997); Dewenter dan Malatesta (1998); Employee Anderson dkk (1997) Meggison dkk (1994); La Porta dan Lopez De Privatisasi tidak akan mengurangi Number of 4 Silanes (1997); Frydman dkk (1997); Earle dan jumlah karyawan Employee estrin (1997); Commander (1996). Privatisasi berpengaruh positip La Porta dan Lopez De Silanes (1997); Unit Labour 5 terhadap tingkat upah pekerja Commander (1996). Cost Sumber : Megginson, 2002 3
  • 4. Sesuai dengan definisi keuangan, nilai jual perusahaan adalah discounted value dari ekspektasi akan cash flow yang bakal diterima, yaitu dividen, harga lebih tinggi akan terjadi bila ada ekspektasi dividen yang lebih tinggi. Besar kecilnya ekspektasi dividen tergantung dari ekspektasi kinerja perusahaan di masa-masa mendatang yang ditunjukkan oleh neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas perusahaan yang sehat. Peningkatan value perusahaan dapat terjadi apabila perusahaan mampu meningkatkan efisiensi, baik efisiensi internal maupun eksternal. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Megginson (2000) terhadap kinerja BUMN pasca privatisasi yang menunjukan adanya perbaikan efisisiensi , maka penelitian terbatas terhadap BUMN di Indonesia yang sudah diprivatisasi dan listed di pasar modal menunjukan harga saham yang meningkat. Artinya value dari perusahaan menunjukkan peningkatan dimata investor. Hal ini ditunjukan table 1.2 dibawah ini. Tabel 1.2 : Perkembangan Harga Saham Beberapa BUMN yang Diprivatisasi Harga Saham Harga Saham Per No. Nama BUMN Selisih Perdana 19/1/2004 1 PT PGN, Tbk. 1500 1.980 480 2 PT Bank BRI, Tbk 875 2.750 1875 3 PT Bank Mandiri, Tbk 575 1.880 1305 4 PT Telkom, Tbk 2050 4.950 2900 5 PT Kimia Farma, Tbk 200 200 - PT Batubara Bukit Asam, 6 675 1.590 915 Tbk 7 PT Adhi Karya, Tbk 150 870 720 Sumber : Masterplan Revitalisasi BUMN 2005-2009 4
  • 5. Di Indonesia bukan suatu hal yang mengada-ada bila faktor inefisiensi dinilai merupakan salah satu faktor di belakang kinerja BUMN yang buruk. . Kinerja BUMN Indonesia pada periode tahun 1999-2004 memberikan angka yang cukup memprihatinkan , seperti yang ditunjukan tabel 1.3 dibawah ini Tabel 1.3 : Kinerja Finansial BUMN Secara umum, 2001 (Audit) 2002 (Audit) 2003 (Audit) 2004 (Audit) kinerja BUMN yang ada belum optimal Jumlah BUMN* 150 158 157 158 walaupun upaya- Total Aset 810,419 935,587 1,163,644 1,177,755 upaya restrukturisasi Total Kewajiban 678.783 662.539 761.507 695.831 terus dilakukan Total Ekuitas 131.636 273.048 402.137 481.924 Total Pendapatan 215.467 238.048 464.205 495.214 Total Laba 18.448 25.665 25.611 29.428 BUMN yg memp. Laba 102 100 103 127 Total Kerugian (2.222) (9.589) (6.081) (4.492) BUMN yg merugi 48* 58 54 31** ROA Rata-rata (%) 2,28 2,74 2,20 2,49 ROE 14,00 9,40 6,40 6,10 Sumber : Revitalisasi Masterplan BUMN 2005-2009; angka dalam milyar Rp Pada tahun 2001 menunjukan nilai adalah total pendapatan Rp.199,6 triliun dibandingkan total aset Rp 843,2 triliun. Pada tahun tersebut, dari 145 BUMN memang masih menghasilkan keuntungan Rp.28,8 triliun. Namun kurang-lebih 80% keuntungan merupakan kontribusi dari 11 BUMN saja, sehingga praktis 134 BUMN yang lain belum menghasilkan kinerja optimal. Angka rata-rata retun on asset berkisar diantara 2,2%-2,7% mengindikasikan betapa rendahnya produktivitas pengelolaan aset. Hal ini bisa disebabkan karena kesalahan dalam pemilihan /pembelian aset maupun kurangnya dana dalam rangka investasi aset produktif. Hingga tahun 2004, secara keseluruhan kinerja BUMN tetap kurang baik, karena kinerja keuntungan rata-rata sangat rendah dan banyak yang merugi. 5
  • 6. Program privatiasi yang telah dijalankan di Indonesia menunjukan beberapa hasil positif dan negatif. Dari segi positif terjadi beberapa kemajuan dilihat dari kinerja BUMN yang telah go public dan dicerminkan dari harga saham mereka. Privatisasi melalui penjualan saham di Bursa Efek Indonesia telah meningkatkan nilai kapitalisasi pasar. Sampai akhir Oktober 2007, BUMN memberi kontribusi nilai kapitalisasi pasar modal sebesar Rp 634,30 triliun atau sebesar 34 persen. Kontribusi yang cukup signifikan ini hanya diberikan oleh 15 perusahaan BUMN yang listed di pasar modal. Menurut Moejono (2007), efek negatif dari privatisasi terutama karena pasar modal Indonesia belum memiliki basis investor domestik yang kuat sehingga tidak terjadi redistribusi kepemilikan sacara signifikan kepada publik. Disamping itu privatisasi BUMN terkadang dilakukan pada industri strategis bagi ketahan nasional seperti kasus privatisasi Indosat.yang memicu kontroversi.. Hal lainnya adalah tidak adanya kebijakan untuk melarang BUMN yang bergerak melayani PSO tinggi (artinya mendapat subsidi tinggi) seperti BioFarma untuk diprivatisasi. PRIVATISASI DAN GCG Penelitian lanjutan dari Megginson,D’Souza dan Nash( 2005 )juga menunjukan bahwa privatisasi BUMN telah mampu membangun praktek GCG lebih baik yang pada akhirnya mampu memicu perbaikan kinerja . Kecenderungan utama yang terjadi setelah privatisasi adalah perubahan kepemilikan( ownership) ,dimana semakin besar saham pemerintah dilepaskan maka manajemen BUMN lebih leluasa dan akan lebih fokus kepada tujuan profit maximization Apabila privatisasi dilakukan dengan cara listing di pasar modal,maka kewajiban transparansi dan disklosur harus dilakukan, sehingga GCG semakin kuat dilaksanakan. Menurut penelitian Simon Wong (2006) sebagia besar BUMN di negara berkembang memiliki kelemahan governance. Kelemahan tersebut antara lain masalah agency problem yang menyebabkan intervensi pemerintah dalam pengelolaan BUMN cukup tinggi . Disamping itu hak manajemen BUMN untuk mengelola perusahaan dengan bebas sering dikebiri karena kebanyakan 6
  • 7. pimpinan BUMN dipilih berdasarkan kedekatan politik sehingga tidak bisa tampil mandiri. Disamping itu terdapat masalah terkait dengan minimnya alat (tools) untuk memberikan insentif dan mendisplinkan manajemen BUMN. Kelemahan dari sisi governance ini membuat kinerja BUMN menjadi tidak kompetitif. Salah satu penyebab bangkrutnya kebanyakan perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah perusahaan-perusahaan tersebut dimiliki dan dikontrol oleh kepemilikan keluarga atau konglomerasi yang kurang melindungi hak-hak investor lain. Hasil Riset tahun 1997 menunjukkan bahwa 10 besar keluarga di Indonesia memiliki lebih dari setengah kapitalisasi pasar tahun 1997. Sedangkan World Bank mensinyalir bahwa keluarga tersebut menguasai 67,3 % perusahaan terbuka. Kepemilikan saham yang terbesar ini menjadi masalah karena menurut pengamatan La Porta dkk. negara yang tidak peduli dengan perlindungan investor adalah perusahaan yang kebanyakan menerapkan ‘family control’. Faktor GCG lain adalah praktek ‘two-board’ yaitu dewan komisaris dan dewan direksi. Implementasi sistem ini dianggap tidak efektif (Kurniawan dan Indriantoro:2000). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurang jelasnya job description dari dua dewan tersebut. Khususnya di Indonesia, kepemilikan yang terbatas pada keluarga menjadikan tugas dan peranan kepemilikan dan manajemen menjadi tumpang tindih. Hasilnya, direksi cenderung memprioritaskan kepentingan pemilik daripada kepentingan perusahaan. Menurut Simon Wong (2005) konsep corporate governance dewasa ini paling tidak dipengaruhi oleh 4 faktor utama , yaitu : legal regulatory system , capital market, stakeholder power , serta talent pool & culture. Keempat factor ini akan mempengaruhi keputusan yang dibuat pemegang saham dan manajemen dalam mencapai tujuan jangka panjang perusahaan yaitu maximization of shareholder value. Hal ini terlihat dalam Gambar 1.1. tentang corporate governance landscape. 7
  • 8. Gambar 1.1 The Corporate Governance Landscape I. Legal/regulatory system II. Capital market • Strength of regulators • Equity market development • Securities & company law • Institutional investor ownership • Level of corruption • M&A activity • Owners of company Shareholders • Appoint BoD members • Oversees management Board of Directors • Accountable to shareholders • Appoints CEO • Manages company Management • Accountable to BoD and shareholders Goal: Long-term shareholder value maximization III. Stakeholder power IV. Talent pool & culture • Creditors • Managerial/director talent • Employees • Collective vs. individual mindset • Media • Respect for rule of law • Community/NGOs Sumber : Simon Wong, 2005 Dalam prakteknya sering kali tantangan yang dihadapi pengelola BUMN dalam melaksanakan good governance terhambat oleh tiga faktor utama. Pertama adalah terlalu banyaknya kepentingan dari pemerintah, terkadang bertolak belakang, sehingga menyulitkan manajemen BUMN dalam menentukan objektif perusahaan. Kedua , manajemen diberikan kewenangan terbatas atau terlalu kuat aroma politik dalam penempatan direksi,sehingga menyulitkan pengambilan keputusan yang objektif. Ke tiga, manajemen diberikan sistem insentif yang kurang menarik sehingga kinerjanya terbatas. Penelitian Lopez de Silanez (1997) mengindikasikan bahwa perubahan dalam jajaran manajemen tingkat atas sebagai pengelola BUMN pasca privatisasi menunjukan hasil positif dalam hal 8
  • 9. perbaikan kinerja. Secara tidak langsung hal ini menunjukan bahwa new share values (budaya organisasi baru) yang dibawa kedalam organisasi mampu meningkatkan kinerja. Hal ini sejalan dengan teori yang dikembangkan Peter dan Waterman (1987) dalam bukunya In search of Excellent bahwa salah satu aspek penting keberhasilan perusahaan adalah adanya budaya perusahaan yang kuat. Sebagai komparasi bagaimana privatisasi BUMN mampu menumbuhkan praktek GCG dan memperkenalkan budaya baru yang lebih progresif dapat disampaikan pengalaman negara jiran Malaysia. Studi tentang privatisasi di Malaysia oleh Jomo K.S dan Tan Woo Syn (2003) menunjukan bahwa privatisasi memberikan hasil positif dan negatif terkait dengan pola ekonomi yang dikembangkan pemerintah. Kebijakan NEP yang dikembangkan sejak 1970 telah membuat bumiputra semakin memiliki akses dan ownership ekonomi namun disisi lain juga menimbulkan praktek KKN, yang kemudian menumbuhkan ekonomi semu (Ersatz capitalism). Dominasi UMNO selama puluhan tahun ,mirip dengan dominasi Golkar pada era orde baru, telah menimbulkan “patron Ali-Baba “ dan menguntungkan kelompok tertentu. Namun kemudian pemerintah Malaysia membuat keputusan cukup strategis dalam mempersiapkan BUMN memasuki persaingan global. Salah satunya adalah dengan membentuk superholding Khazanah Bhd sebagai holding company yang membawahi seluruh BUMN yang bersifat profit oriented. Sebagian besar kelompok bisnis yang bergabung dalam Khazanah telah go publik.Per Desember 2006 total nilai pasar (market capitalization) Khazanah adalah 54% dari Kuala Lumpur Composite Index . Peraturan di KLSE sangat ketat dalam hal kepatuhan (compliance) terhadap prinsip GCG dan hal tersebut mampu memicu kinerja BUMN yang bergabung dalam Khazanah berprestasi baik. Di jajaran top eksekutif dimungkinkan untuk merekrut manajer profesional dari eksekutif mancanegara yang memungkinkan tumbuhnya budaya baru. Hasilnya saat ini Khazanah telah mampu memtransformasikan dirinya sebagai global player dengan melakukan investasi di banyak negara, termasuk di Indonesia dengan akuisisi perusahaan seperti Lippo Bank dan perusahaan telekomunikasi PT Excelcomindo 9