SlideShare a Scribd company logo
1 of 130
Download to read offline
1
BAHAN AJAR
MENGGAMBAR MESIN
MKK 2011
OLEH:
I MADE ASTIKA
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nya bahan ajar Menggambar Mesin ini dapat kami selesaikan.
Bahan ajar ini dibuat untuk membantu mahasiswa dalam memahami materi dalam
mata kuliah Menggmbar Mesin di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Udayana. Mata Kuliah Menggambar Mesin merupakan mata kuliah keahlian di Jurusan
Teknik Mesin Universitas Udayana yang wajib diambil oleh semua mahasiswa di Jurusan
Teknik Mesin dan dilaksanakan pada semester 2 (Genap). Mahasiswa yang mengambil
Menggambar Mesin harus sudah lulus atau pernah mengambil mata kuliah Menggambar
Teknik.
Kami menyadari bahwa bahan ajar ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan bahan ajar ini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan bahan ajar ini dan semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Terimakasih
Denpasar, Maret 2017
3
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
RPS 5
BAB I SISTEM PROYEKSI 10
1.1 Sistem proyeksi ortogonal 12
1.2 Sistem proyeksi ‘Amerika’ 13
1.3 Sistem proyeksi ‘Eropa’ 14
BAB II. ATURAN-ATURAN DASAR UNTUK PENYAJIAN GAMBAR 17
2.1 Penentuan pandangan 17
2.2 Pemilihan pandangan depan 18
2.3 Susunan gambar-gambar pandangan 18
2.4 Pandangan tambahan 19
2.5 Pandangan sebagian 20
2.6 Pandangan setempat 21
2.7 Pandangan khusus dengan anak panah 21
2.8 Pandangan detail 21
BAB III. POTONGAN (IRISAN) 23
3.1 Potongan 23
3.2 Penyajian potongan 23
3.3 Cara-cara membuat potongan 24
3.4 Penampang-penampang tipis 27
3.5 Bagian benda atau benda yang tidak boleh dipotong 28
3.6 Arsiran 28
BAB IV. CARA-CARA PENGGAMBARAN KHUSUS 31
4.1 Cara menunjukkan bagian yang dikerjakan secara khusus 31
4.2 Garis-garis perpotongan 32
4.3 Gambar bidang datar 33
4.4 Gambar benda simetrik 34
4.5 Gambar yang diputus-putus 35
3.6 Penyederhanaan ganbar 36
BAB V. ATURAN-ATURAN DASAR UNTUK MEMBERI UKURAN 37
5.1 Garis ukur dan garis bantu 37
5.2 Tinggi dan arah angka ukur 37
5.3 Ujung dan pangkal garis ukur 38
5.4 Ukuran dan toleransinya 39
5.5 Dimensi fungsional dan tambahan 40
5.6 Satuan-satuan 40
BAB VI. CARA-CARA MEMBERI UKURAN 41
6.1 Memberi ukuran dimensi linier 41
6.2 Angka-angka ukur 42
6.3 Memberi ukuran pada benda tirus 43
4
6.4 Huruf dan lambang yang ditambahkan pada angka ukur 45
6.5 Lambang jari-jari tanpa angka ukur 47
6.6 Angka ukur yang tidak sesuai dengan ukuran gambar 49
BAB VII. DASAR-DASAR UMUM UNTUK MEMBERI UKURAN 50
7.1 Pandangan yang terutama diberi ukuran 50
7.2 Ukuran dan toleransi 51
7.3 Ukuran dalam gambar 53
7.4 Garis ukur dan garis bantu 55
7.5 Susunan ukuran 57
7.6 Memberi ukuran bentuk-bentuk tertentu 59
7.7 Cara memberi ukuran bagian-bagian yang disusun 61
BAB VIII. TOLERANSI LINIER DAN TOLERANSI SUDUT 62
8.1 Toleransi bagian-bagian 62
8.2 Standar toleransi internasional IT 63
8.3 Suaian 64
8.4 Penulisan toleransi linier dan sudut 70
8.5 Penyimpangan ukuran 72
8.6 Memberi ukuran dan toleransi kerucut 73
BAB IX. TOLERANSI GEOMETRIK 79
9.1 Toleransi geometrik dan lambangnya 79
9.2 Ketentuan umum untuk toleransi geometrik 80
9.3 Penunjukan dalam gambar 81
9.4 Pengertian penunjukan pada gambar 86
9.5 Hubungan antara toleransi usuran dan toleransi geometrik 90
9.6 Prinsip bahan maksimum 95
BAB X. CARA MENYATAKAN KONFIGURASI PERMUK DALAM GAMBAR 101
10.1 Definisi kekasaran permukaan 101
10.2 Lambang dan tulisan untuk menyatakan konfigurasi permukaan pada gambar 103
10.3 Pernyataan pada gambar 106
BAB XI. PENYEDERHANAAN GAMBAR 109
11.1 Penyederhanaan penyajian gambar ulir, baut dan sekrup 109
11.2 Penyederhanaan penyajian gambar Roda gigi 110
11.3 Penyederhanaan penyajian gambar Pegas 116
11.4 Penyederhanaan penyajian gambar Bantalan 119
BAB XII. GAMBAR SAMBUNGAN LAS 121
12.1 Proses pengelasan 121
12.2Bentuk-bentuk sambungan 122
12.3 Bentuk-bentuk alur 123
12.4 Lambang-lambang dasar 124
12.5 Lambang-lambang tambahan 126
DAFTAR PUSTAKA 127
LAMPIRAN: MODEL/CONTOH TUGAS 128
5
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK MESIN
Kampus Bukit Jimbaran
Telp. (0361) 701812, 701954, 703138 Fax. : (0361) 701907, 702422
Laman : www.unud.ac.id
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
No. DOKUMEN
00/I/M/2016
TANGGAL TERBIT :
00-00-0000
REVISI :
00
Jumlah Hal :
Mata Kuliah (MK) :
MENGGAMBAR MESIN
Kode MK :
MKK 2011
SKS :
2
Rumpun MK :
Mata Kuliah Keahlian
Semester :
II
Program Studi :
TEKNIK MESIN
Team Teaching:
1.I Made Astika, ST, M.Erg, MT
2.Ir. I D G P Swastika, M.Erg
3. I D G Arysubagia, ST, MT, Ph.D
4. I Gusti Komang Dwijana, ST, MT
Ketua Program Studi :
(________________________)
Penjaminan Mutu
Jurusan : :
(_________________)
Dosen Pengampu/ Penanggung jawab
I Made Astika, ST, M.Erg, MT
Syarat Mata Kuliah :
1. Menggambar Teknik
Capaian Pembelajaran Capaian Pembelajaran Lulusan
 Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan(CP Sikap);
 Mampu menerapkan aturan-aturan, standar dan lambang-lambang dalam membuat gambar kerja (CP
Kemampuankerja)
 Menguasai prinsip dan teknik menggambar mesin (CP Pengetahuan)
Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu membaca dan membuat gambar kerja dari suatu komponen atau unit
mesin.
ISO900
1
6
Diskripsi Matakuliah Mata kuliah ini membahas tentang sistem proyeksi pada gambar, aturan dasar untuk penyajian
gambar, potongan, cara-cara penggambaran khusus, aturan-aturan dasar untuk memberi
ukuran, cara-cara memberi ukuran, dasar-dasar umum untuk memberi ukuran, toleransi linier
dan toleransi sudut, toleransi geometrik, cara menyatakan konfigurasi permukaan dalam
gambar,penyederhanaan gabar dan lambang sambungan las.
Pustaka Utama
1. Hermana (1985),”Menggambar Teknik Mesin Praktis Menurut Standar ISO” CV Armiko Bandung
2. Sato, T. G dan Sugiharto, H. N (2000), “Menggambar Mesin” PT Pradnya Paramita Bandung
3. Jensen, H and Helsead,” Fundamentals of Engineering Drawing” Mc Graw-Hill BookCompany NewYork
Pendukung
1.La Heij, J and De Bruijn, L.A (1991),”Ilmu Menggambar Bangunan Mesin” PT Pradnya
Paramita Bandung
2.Walter C. Brown (1981),”Drafting for Industry” The Goodheart Willcox Company Inc
Media Pembelajaran Sofware (Autocad, Inventor, Catia)
Minggu
ke
Kemampuan yang diharapkan Bahan Kajian
Metode
Pembelajaran
Waktu Evaluasi Kriteria/ Indikator Bobot
1 2 3 4 5 6 7 8
1
Memahami silabus dan
lingkup Mata Kuliah
Menggambar Mesin
Silabus, SAP, Kontrak,
Penilaian dan lingkup
Mata Kuliah
Menggambar Mesin
- Pemaparan,
Diskusi 2x50
- Mahasiswa
mengetahui silabus
dan lingkup MK
Menggambar Mesin
5%
2
Memahami sistem proyeksi
yang digunakan dalam
membuat gambar kerja
2. Sistem proyeksi orthogonal
3. Sistem proyeksi ‘Amerika’
4. Sistem proyeksi ‘Eropa’
- Pemaparan,
Diskusi
-Mengamati
gambar/video/
foto
2x50
-Penilaian
individu
dalam Kls
-Tugas
-Mahasiswa
memahami sistem
proyeksi yang
digunakan dalam
gambar kerja
-Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
10%
3 Memahami aturan-aturan 1. Penentuan pandangan - Pemapa 2x50 - Penilaian - Mahasiswa 5%
7
dasar untuk penyajian
gambar
2. Pemilihan pandangan
depan
3. Susunan gambar-gambar
pandangan
4. Pandangan tambahan
5. Pandangan sebagian
6. Pandangan setempat
7. Pandangan khusus dengan
anak panah
8. Pandangan detail
ran, Diskusi
-Mengamati
gambar/video/
foto
individu
dalam Kls
mampu
menjelaskan
aturan-aturan dasar
untuk penyajian
gambar
- Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
4
Memahami metode/cara
pemotongan benda kerja
1. Potongan
2. Penyajian potongan
3. Cara-cara membuat
potongan
4. Penampang-penampang
tipis
5. Bagian benda atau benda
yang tidak boleh dipotong
6. Arsiran
- Pemaparan,
Diskusi
- Mengamati
gambar/video/
foto
2x50
-Penilaian
individu
dalam Kls
- Tugas
-Mahasiswa mampu
menjelaskan dan
membuat gambar
penampang
- Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
5%
5
Memahami cara-cara
penggambaran khusus
1. Cara menunjukkan bagian
yang dikerjakan secara
khusus
2. Garis-garis perpotongan
3. Gambar bidang datar
4. Gambar benda simetrik
5. Gambar yang diputus-
putus
6. Penyederhanaan ganbar
- Pemaparan,
Diskusi
- Mengamati
gambar/video/
foto
2x50
-Penilaian
individu
dalam Kls
-Mahasiswa mampu
menjelaskan
dengan baik
tentang cara-cara
penggambaran
khusus
- Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
5%
6
Memahami aturan-aturan
dasar untuk memberi ukuran
1. Garis ukur dan garis bantu
2. Tinggi dan arah angka
ukur
- Pemaparan,
Diskusi
2x50
-Penilaian
-Mahasiswa mampu
menjelaskan
5%
8
3. Ujung dan pangkal garis
ukur
4. Ukuran dan toleransinya
5. Dimensi fungsional dan
tambahan
6. Satuan-satuan
- Mengamati
gambar/video/
foto
individu
dalam Kls
dengan baik
tentang aturan-
aturan dasar untuk
memberi ukuran
- Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
7
Memahami cara-cara
memberi ukuran
1. Memberi ukuran dimensi
linier
2. Angka-angka ukur
3. Memberi ukuran pada
benda tirus
4. Huruf dan lambang yang
ditambahkan pada angka
ukur
5. Lambang jari-jari tanpa
angka ukur
6. Angka ukur yang tidak
sesuai dengan ukuran
gambar
- Pemaparan,
Diskusi
- Mengamati
gambar/video/
foto
2x50
-Penilaian
individu
dalam Kls
- Tugas
-Mahasiswa mampu
menjelaskan dan
memberi ukuran
pada gambar kerja
- Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
5%
8 UTS
9
Memahami dasar-dasar
umum untuk memberi
ukuran
1. Pandangan yang terutama
diberi ukuran
2. Ukuran dan toleransi
3. Ukuran dalam gambar
4. Garis ukur dan garis bantu
5. Susunan ukuran
6. Memberi ukuran bentuk-
bentuk tertentu
7. Cara memberi ukuran
bagian-bagian yang
disusun
- Pemaparan,
Diskusi
- Mengamati
gambar/video/
foto
2x50
-Penilaian
individu
dalam Kls
-Mahasiswa mampu
menjelaskan
dasar-dasar umum
untuk memberi
ukuran
- Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
5%
9
benar
10
Memahami toleransi linier 1. Toleransi bagian-bagian
2. Standar toleransi
internasional IT
3. Suaian - Pemaparan,
Diskusi
- Mengamati
gambar/video/
foto
2x50
-Penilaian
individu
dalam Kls
-Mahasiswa mampu
menjelaskan
dengan baik
tentang toleransi
linier
- Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
5%
11
Memahami toleransi sudut 4. Penulisan toleransi linier
dan sudut
5. Penyimpangan ukuran
6. Memberi ukuran dan
toleransi kerucut - Pemaparan,
Diskusi
- Mengamati
gambar/video/
foto
2x50
-Penilaian
individu
dalam Kls
- Mahasiswa
mampu
menjelaskan
dengan baik
tentang toleransi
sudut
- Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
5%
12
Memahami toleransi
geometrik
1. Toleransi geometrik dan
lambangnya
2. Ketentuan umum untuk
toleransi geometrik
3. Penunjukan dalam gambar
4. Pengertian penunjukan
pada gambar
5. Hubungan antara toleransi
usuran dan toleransi
geometrik
6. Prinsip bahan maksimum
- Pemaparan,
Diskusi
- Mengamati
gambar/video/
foto
2x50
-Penilaian
individu
dalam Kls
- Mahasiswa
mampu
menjelaskan
dengan baik
tentang toleransi
geometrik
- Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
5%
10
benar
13
Memahami cara
menyatakan konfigurasi
permukaan dalam gambar
1. Definisi kekasaran
permukaan
2. Lambang dan tulisan untuk
menyatakan konfigurasi
permukaan pada gambar
3. Pernyataan pada gambar
- Pemaparan,
Diskusi
- Mengamati
gambar/video/
foto
2x50
-Penilaian
individu
dalam Kls
- Tugas
-Mahasiswa mampu
menjelaskan
konfigurasi
permukaan dalam
gambar
- Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
5%
14
Memahami penyederhanaan
gambar
13Penyederhanaan penyajian
gambar ulir, baut dan
sekrup
14Penyederhanaan penyajian
gambar Roda gigi
15Penyederhanaan penyajian
gambar Pegas
16Penyederhanaan penyajian
gambar Bantalan
- Pemaparan,
Diskusi
- Mengamati
gambar/video/
foto
2x50
-Penilaian
individu
dalam Kls
-Mahasiswa mampu
menjelaskan
dengan baik
tentang gambar-
gambar yang
disederhanakan
- Mahasiswa
mempresentasikan
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
5%
15
Memahami gambar
sambungan las
1. Proses pengelasan
2. Bentuk-bentuk sambungan
3. Bentuk-bentuk alur
4. Lambang-lambang dasar
5. Lambang-lambang
tambahan
- Pemaparan,
Diskusi
- Mengamati
gambar/video/
foto
2x50
-Penilaian
individu
dalam Kls
-Mahasiswa mampu
menjelaskan
dengan baik
tentang lambang-
lambang proses
pengelasan yang
digunakan dalam
gambar
-Mahasiswa
mempresentasikan
5%
11
pengetahuannya
dengan baik dan
benar
16 UAS
Tugas Mahasiswa dan Penilaiannya:
1. Tugas
Tugas Individu: Membuat gambar kerja dari berbagai komponen, alat dan unit mesin sesuai bahan kajian/pembelajaran.
Tugas Kelompok : Membuat dan mempresentasikan makalah berdasarkan tema/topik yang sesuai bahan kajian/pembelajaran.
2. Penilaian
a. Aspek penilaian:
1) Aspek kognitif melalui tes lisan dan tertulis,
2) Aspek keterampilan dalam menyampaikan presentasi dan menyampaikan gagasan
3) Sikap dan perilaku selama mengikuti perkuliahan menjadi pertimbangan dalam penilaian.
b. Bobot penilaian
1) Tugas (T) : A (3)
2) Bobot Nilai Harian (NH) : B (2)
3) Bobot Nilai Ujian Tengah Semester (UTS) : C (2)
4) Bobot NilaiUjian Akhir Semester (UAS) : D (3)
5) NilaiAkhir : A T + B NH + C UTS + D UAS
A + B + C+ D
12
BAB I
CARA-CARA PROYEKSI YANG DIPERGUNAKAN
PADA GAMBAR KERJA
Pada gambar teknik mesin teristimewa pada gambar kerja dipergunakan cara proyeksi
orthogonal.
Bidang-bidang proyeksi yang paling banyak dipergunakan adalah bidang horizontal
dan bidang vertikal seperti pada Gb. 1.1. Bidang-bidang utama ini membagi seluruh ruang
dalam empat kwadran. Bagian ruang diatas bidang horisontal dan didepan bidang vertikal
disebut kwadran pertama. Bagian ruang diatas bidang horisontal dan dibelakan bidang
vertikal disebut kwadran kedua. Kwadran keiga adalah bagian ruang yang terletak dibawah
bidang horisontal dan didepan bidang vertikal dan kwadran keempat adalah bagian ruang
yang terletak dibawah bidang horisontal dan dibelakang bidang vertikal.
Jika benda yang akan digambar diletakkan dikwadran pertama dan diproyeksikan
pada bidang-bidang proyeksi maka cara proyeksi ini disebut ‘proyeksi kwadran pertama’ atau
‘cara proyeksi sudut pertama’. Jika bendanya diletakkan pada kwadran ketiga maka cara
proyeksi demikian disebut ‘proyeksi kwadran ketiga’ atau ‘proyeksi sudut ketiga’.
Sebenarnya masih ada cara proyeksi lain yaitu ‘proyeksi kwadran kedua’ dan ‘proyeksi
kwadran keempat’ yang tidak dipakai dalam praktek.
Gambar-gambar pandangan pada umumnya digambar menurut cara proyeksi sudut
pertama atau sudut ketiga.
Gb. 1.1 Bidang koordinat utama dan kwadran
1.1Cara proyeksi sudut pertama
Benda yang tampak pada Gb. 1.2 a diletakkan di depan bidang-bidang proyeksi
seperti Gb. 1.2 b. Benda diproyeksikan pada bidang belakang menurut garis penglihatan A
dan gambarnya adalah gambar pandangan depan. Tiap garis atau tepi benda tergambar
sebagai titik atau garis pada bidang proyeksi. Pada Gb. 1.2b tampak juga pada proyeksi benda
pada bidang bawah menurut arah C pada bidang proyeksi sebelah kanan, menurut arah D
pada bidang proyeksi sebelah kiri, menurut arah E pada bidang proyeksi atas dan menurut
arah F pada bidang depan.
Jika proyeksi-proyeksi seperti pada Gb. 1.2 b telah dibuat semuanya hasilnya kurang
berguna karena bidang-bidang proyeksinya disusun dalam tiga dimensi. Oleh karena itu
mereka harus disatukan dalam satu helai kertas gambar dua dimensi.
Bidang-bidang proyeksi dimisalkan merupakan sebuah peti seperti Gb. 1.2 b. Sisi-sisi
peti kemudian dibuka menurut gambar 1.2 c sehingga semua sisi terletak pada bidang
vertikal.
13
Susunan gambar proyeksi harus sedemikian hingga dengan pandangan depan A
sebagai patokan, pandangan atas B terletak dibawah, pandangan kiri C terletak dikanan,
pandangan kanan D terletak di kiri, pandangan bawah E terletak diatas dan pandangan
belakang F boleh diletakkan di sebelah kiri atau kanan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
Gb. 1.2 d.
Dalam gambar, garis-garis tepi yaitu garis-garis batas antara bidang-bidang proyeksi
dan garis-garis proyeksi tidak digambar.
Gambar proyeksi demikian disebut gambar proyeksi sudut pertama. Cara ini disebut
juga ‘Cara E’ karena cara ini banyak dipergunakan di negara-negara eropa seperti Jerman,
Swiss, Perancis dsb.
Gb. 1.2 Proyeksi sudut pertama atau proyeksi Eropa
1.2 Cara proyeksi sudut ketiga
Benda yang akan digambar diletakkan dalam peti sisi-sisi tembus pandang sebagai
bidang-bidang proyeksi seperti pada Gb. 1.3a. Pada tiap-tiap bidang proyeksi akan tampak
gambar pandangan dari benda menurut arah penglihatan yang ditentukan oleh anak panah.
Pandangan depan dalam arah A dipilih sebagai pandangan depan. Pandangan-
pandangan yang lain diproyeksikan pada bidang-bidang proyeksi lainnya menurut Gb. 1.3a.
Sisi-sisi peti dibuka menjadi satu bidang proyeksi depan menurut arah anak panah (Gb. 1.3
b). Hasil lengkapnya dapat dilihat pada Gb. 1.3 c. Dengan pandangan depan A sebagai
patokan, pandangan atas B diletakkan di atas, pandangan kiri C diletakkan di kiri, pandangan
14
kanan D diletakkan di kanan, pandangan bawah E diletakkan di bawah dan pandangan
belakan diletakkan di kiri atau dikanan.
Susunan proyeksi demikian disebut gambar proyeksi sudut ketiga dan disebut juga
‘cara A’ karena cara ini dipakai di Amerika. Negara-negara lain yang banyak
mempergunakan cara ini adalah Jepang, Australia, Kanada dsb.
Gb. 1.3 Proyeksi sudut ketiga atau proyeksi Amerika
1.3Cara dengan menggunakan anak panah
Hampir semua gambar dibuat dengan cara proyeksi sudut pertama atau sudut ketiga.
Tetapi apabila perlu dapat dibuat atau dipakai cara lain yaitu dengan menggunakan anak
panah.
Tiap gambar kecuali pandangan depan diberi tanda dengan huruf besar, yang terdapat
pula pada anak panah yang diperlukan untuk menentukan arah penglihatan. Gambar
pandangannya dapat diletakkan tidak menurut cara-cara yang sudah dibahas sebelumnya.
Cara proyeksi ortogonal masih tetap dipakai, hanya penempatannya saja yang berbeda seperti
pada Gb. 1.4.
Huruf-huruf penunjuk pandangan lebih baik ditempatkan di atas gambar
bersangkutan. Huruf-huruf pada anak panah diletakkan dekat anak panah dan ditulis tegak
lurus.
Gb. 1.4 Cara penggunaan panah referensi
15
1.4Pengenalan cara-cara proyeksi dan lambangnya
Jika hasil-hasil gambar proyeksi sudut pertama dan proyeksi sudut ketiga
dibandingkan, maka terlihat bahwa gambar yang satu merupakan kebalikan dari yang lain,
dilihat dari segi susunannya. Oleh karena itu perbedaannya sangat penting. Harus dicatat
bahwa dua proyeksi ini jangan dipakai bersamaan dalam satu gambar.
Dalam standar ISO (ISO/DIS 128) telah ditetapkan bahwa kedua cara proyeksi boleh
dipergunakan. Untuk keseragaman semua gambar dalam standar ISO digambar menurut cara
proyeksi sudut ketiga.
Jika pada gambar telah ditentukan cara proyeksi yang dipakai maka cara yang dipakai
harus dijelaskan pada gambar. Penjelasan tersebut menurut ISO berupa sebuah lambang
seperti pada Gb. 1.5. Lambang ini diletakkan pada bagian kanan bawah kertas gambar.
Gb. 1.5 Lambang cara proyeksi
1.5Perbandingan antara proyeksi sudut pertama dan
proyeksi sudut ketiga
Telahdijelaskan diatas bahwa kedua cara proyeksi tersebut dapat sama-sama dipakai
sesuai dengan standar ISO. Negara Amerika dan Jepang telah menentukan untuk memakai
proyeksi sudut ketiga. Hal ini didasarkan atas kelebihan dari cara ini dibandingkan dengan
cara proyeksi sudut pertama.
1. Dari gambarnya bentuk benda dapat langsung dibayangkan. Dengan pandangan depan
sebagai patokan gambar pandangan lain dilipat menurut Gb. 1.6 dan gambarnya akan
muncul seperti aslinya.
2. Gambarnya mudah dibaca karena hubungan antara gambar yang satu dengan yang
lainnya dekat. Tidak saja mudah dibaca, tetapi jarang terjadi salah pengertian.
Teristimewa sekali pada benda-benda yang panjang susunan pandangan depan dan
pandangan samping mudah sekali dibaca. Gambar 1.7 menunjukkan perbedaan antara
kedua cara proyeksi.
3. Pandangan yang sehubungan diletakan berdekatan. Oleh karena itu mudah untuk
membaca ukuran-ukurannya. Salah pembacan dari ukuran tidak mungkin terjadi.
Untuk tukang juga lebih sederhana.
4. Dengan cara proyeksi sudut ketiga mudah untuk membuat pandangan tambahan atau
pandangan setempat. Benda pada Gb. 1.8 a digambar dengan pandangan tambahan
menurut proyeksi sudut ketiga, Gb. 1.8 b dan menurut proyeksi sudut pertama, Gb.
1.8 c. Contoh gambar ini menunjukkan cara proyeksi mana yang lebih unggul.
16
Gb. 1.6 Keuntungan cara proyeksi sudut ketiga
Karena alasan-alasan diatas proyeksi sudut ketiga dapat dianggap yang lebih rasional
dan dipakai dinegara-negara pantai laut fasifik, seperti USA, Kanada, Jepang, Korea,
Australia dsb.
Gb. 1.7 Perbandingan proyeksi sudut pertama dan ketiga
Gb. 1.8 Perbandingan cara-cara proyeksi dalam hal pandangan khusus
17
BAB II
ATURAN-ATURAN DASAR
UNTUK PENYAJIAN GAMBAR
2.1 Penentuan Pandangan
Untuk menggambar pandangan-pandangan sebuah benda, pandangan depan benda
dianggap sebagai gambar pokok dan pandangan-pandangan lain dapat disusun seperti gambar
2.1. Pada gambar kerja, jumlah pandangan harus dibatasi seperlunya sehingga dapat
memberikan bentuk benda secara lengkap. Pandangan depan harus dipilih sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan bentuk atau fungsi benda secara umum, dan jika pandangan
depan ini belum dapat memberikan gambaran cukup dari benda tadi maka pandangan-
pandangan tambahan perlu dibuat seperti pandangan atas, pandangan samping dan
sebagainya.
Jika benda yang terdapat pada gambar 2.2 ingin diperlihatkan dalam gambar, pandangan
atas, pandangan kanan dan pandangan belakang tidak diperlukan. Sesuai dengan bentuknya,
hanya dua pandangan diperlukan untuk menggambarkan benda secara jelas, seperti
diperlihatkan pada gambar 2.2. Jika bendanya berbentuk simetris, seperti misalnya sebuah
poros, satu pandangan sudah cukup memberikan gambaran dari benda tersebut, dengan hanya
menambahkan lambang Ф pada ukuran diameter poros seperti pada gambar 2.3.
Gb. 2.2 Memilih pandangan
Gb. 2.2 Gambar dengan dua pandangan
Gb. 2.3 Gambar dengan satu pandangan saja
18
2.2 Pemilihan pandangan depan
Pemilihan pandangan depan dari benda yang akan disajikan dalam gambar adalah sangat
penting. Karena gambar pandangan depan dapat langsung memberikan keterangan bentuk
benda yang sebenarnya. Lagipula jumlah gambar pandangan juga ditentukan oleh gambar
pandangan depan tadi. Pandangan depan tidak selalu berarti pandangan depan dalam arti kata
sehari-hari. Pandangan depan adalah bagian benda yang dapat memberikan cukup keterangan
mengenai bentuk khasnya atau fungsinya.
Umpamanya wajah seorang wanita ingin diabadikan dalam gambar seperti pada gambar
2.4 (a). Maka disini pandangan depan dari wajah tersebut ialah muka itu sendiri, karena
bagian ini sudah memberikan sifat-sifat khas dari wajah tadi. Di lain pihak, sebagai
pandangan depan dari seekor kuda justru diambil pandangan sampingnya, karena pandangan
ini sudah cukup memberikan keterangan tentang ciri-ciri khas dari “benda” tersebut, seperti
ditampilkan pada gambar 2.4 (b). Pada gambar 2.5 diperlihatkan pula badan pesawat yang
mana diambil sebagai pandangan depan. Begitu pula halnya dengan sebuah mobil.
Gb. 2.4 Pandangan depan
Gb. 2.5 Gambar garis bentuk sebuah pesawat terbang
2.3 Susunan gambar-gambar pandangan
Jika pandangan depan dari benda telah ditentukan, maka pandangan-pandangan lain yang
dianggap perlu dapat dipilih dan disusun dalam satu gambar yang merupakan satu kesatuan.
Dalam gambar kerja, bagian-bagian benda digambar dalam kedudukan pengerjaannya
(Gb. 2.6). Misalnya poros yang dikerjakan pada mesin bubut harus digambar mendatar pula,
seperti contoh-contoh pada Gb. 2.7 (a) dan (b). Benda-benda yang dikerjakan pada mesin
planer, shaper atau fres harus digambar dengan bagian permukaan yang dikerjakan dalam
kedudukan mendatar (Gb 2.8).
19
Gb. 2.6 Pandangan depan dari beberapa alat
Gb. 2.7 Pembuatan dengan mesin bubut
Gb. 2.8 Pembuatan dengan planer, shaper atau fres
2.4Pandangan tambahan
Benda-benda yang memiliki bagian-bagian dengan permukaan miring, tidak akan terlihat
bentuk sebenarnya dalam gambar pandangan orthogonal. Jika diperlukan gambar yang
menunjukkan bentuk sebenarnya, maka pandangan tambahan dapat digambarkan. Pandangan
tambahan ini digambar pada bidang bantu, dekat pada bagian yang akan digambar, dan tegak
lurus pada arah penglihatan. Jadi dasar proyeksi orthogonal disini tetap dipertahankan.
Contoh-contoh pandangan khusus ini dapat dilihat pada Gb 2.9 dan 2. 10.
Gb. 2.9 Pandangan khusus
20
Gb. 2.10 Pndangan khusus
2.5 Pandangan sebagian
Kadang-kadang suatu benda tidak perlu digambar secara lengkap. Dalam hal demikian
hanya bagian yang ingin diperlihatkan saja dibuat gambarnya. Bagian ini dibatasi dengan
garis tipis kontinu bebas. Artinya garis ditarik tanpa bantuan alat gambar (Gb. 2.11).
Dalam hal gambar pandangan samping menghasilkan gambar yang mengaburkan bentuk
bendanya, maka gambar pandangan tidak digambar secara lengkap. Benda yang diperlihatkan
pada Gb. 2.12 menunjukkan perbedaannya. Gb. 2.12 (a) tidak memberikan bentuk benda
sebenarnya. Dengan pandangan sebagian, artinya gambar pandangan yang tidak lengkap,
seperti pada Gb. 2.12 (b), terlihat jelas bentuk bendanya.
Gb. 2.11 Pandangan sebagian dan pandangan setempat
Gb. 2.12 Pandangan sebagian
21
2.6 Pandangan setempat
Di samping gambar pandangan sebagian ini, masih terdapat gambar pandangan yang
lebih sempit, yaitu pandangan setempat. Gb. 2.11 memperlihatkan pandangan setempat dari
alur pasak. Pandangan ini dimaksud untuk melengkapi gambar dari sebuah poros. Perhatikan
disini bahwa porosnya hanya digambar dengan pandangan sebagian. Pandangan setempat
digambar dengan garis tebal dan harus dihubungkan dengan gambar pokok oleh garis sumbu
(tidak selalu). Gb. 2.13 memperlihatkan cara menggambar pandangan setempat dari lubang
pada dinding benda. Di sini tidak diperlukan gambar pandangan samping lengkap. Cara
demikian menghemat waktu dan tempat (kertas gambar).
Gb. 2.13 Pandangan setempat
2.7Pandangan khusus dengan menggunakan anak panah
Jika diperlukan arah penglihatan yang berbeda dari pada yang telah ditentukan menurut
aturan cara proyeksi yang digunakan atau gambar pandangannya tidak dapat ditempatkan
pada tempat sebenarnya, maka cara dengan menggunakan anak panah harus diterapkan. Pada
Gb. 2.14 tampak gambar dalam proyeksi sudut pertama, sedangkan pandangan sampingnya
mempergunakan proyeksi sudut ketiga. Disini dalam satu gambar dipergunakan dua cara
proyeksi yang pada dasarnya tidak diperbolehkan. Hanya pada keadaan tertentu cara
demikian diperkenankan.
Gb. 2.14 Pandangan khusus
2.8 Pandangan detail
Dalam hal dimana bagian dari benda begitu kecil, sehingga tidak dapat digambarkan atau
diberi ukuran dengan baik, bagian tersebut dapat digambar secara mendetail, dengan skala
pembesaran. Seperti terlihat pada Gb. 2.15 (a) bagian poros yang akan dibesarkan dilingkari
dan diberi huruf besar A. Bagian ini kemudian digambar ditempat lain disertai dengan
tandanya dan skalanya (Gb. 2.15 (b)).
22
Gb. 2.15 Pandangan detail
Soal
Buatlah gambar pandangan dari gambar isometric berikut:
23
BAB III
POTONGAN (IRISAN)
3.1 Potongan
Tidak jarang ditemui benda-benda dengan rongga-rongga didalamnya. Untuk
menggambarkan bagian-bagian ini dipergunakan garis gores, yang menyatakan garis-garis
tersembunyi. Jika hal ini dilaksanakan secara taat azas, maka akan dihasilkan sebuah gambar
yang rumit sekali dan susah dimengerti. Bayangkan saja jika sebuah lemari roda gigi harus
digambar secara lengkap. Untuk mendapatkan gambaran dari bagian-bagian yang
tersembunyi ini, bagian yang menutupi dibuang. Gambar demikian disebut gambar potongan
atau disingkat saja dengan potongan.
Gambar pada Gb. 3.1 (a) memperlihatkan sebuah benda dengan bagian yang tidak
kelihatan. Bagian ini dapat dinyatakan dengan garis gores. Jika benda ini dipotong, maka
bentuk dalamnya akan lebih jelas lagi. Gb. 3.1 (b) memperlihatkan cara memotongnya dan
Gb. 3.1 (c) sisa bagian benda setengah bagian yang menutupi dihilangkan. Gambar sisa ini
diproyeksikan ke bidang potong dan hasilnya disebut potongan (Gb. 3.1(d)). Gambarnya
diselesaikan dengan garis tebal.
Dalam hal-hal tertentu bagian-bagian yang terletak dibelakang ini tidak perlu
digambar. Hanya jika bagian ini diperlukan maka bagian dibelakang potongan ini digambar
dengan garis gores.
Gb. 3.1 Penjelasan mengenai potongan
3.2 Penyajian potongan
3.2.1 Penyajian potongan
Pada umumnya bidang potong dibuat melalui sumbu dasar (Gb. 3.1) dan potongannya
disebut potongan utama. Jika perlu, maka bidang potong dapat dibuat diluar sumbu dasar.
Dalam hal ini bidang potongnya harus diberi tanda dan arah penglihatannya dinyatakan
dengan anak panah seperti diperlihatkan oleh Gb. 3.2.
Peraturan umum yang berlaku untuk gambar proyeksi berlaku juga untuk gambar
potongan
Gb. 3.2 Potongan tidak melalui garis sumbu dasar
24
3.2.2 Letak potongan dan garis potong
Jika letak bidang potong sudah tampak jelas pada gambar tidak diperlukan penjelasan
lebih lanjut (Gb. 3.3). Jika letak bidang potong tidak jelas atau ada beberapa bidang potong
maka bidang potongnya harus dijelaskan dalam gambar. Pada gambar proyeksi bidang
potong dinyatakan oleh sebuah garis potong yang digambar dengan sebuah garis sumbu dan
pada ujung-ujungnya dipertebal dan pada tempat-tempat dimana garis potongnya berubah
arah. Pada ujung-ujung garis potong diberi tanda dengan huruf besar dan diberi anak panah
yang menunjukkan arah penglihatan (Gb. 3.4)
Gb. 3.3 Potongan melalui garis sumbu dasar Gb. 3.4 Potongan dengan garis bidang
Potong
3.3 Cara-cara membuat potongan
3.3.1 Potongan dalam satu bidang
a. Potongan oleh bidang potong melalui garis sumbu dasar
Jika bidang potong melalui garis sumbu dasar pada umumnya garis potongnya dan
tanda-tandanya tidak perlu dijelaskan pada gambar. Potongan demikian disebut potongan
utama.
b. Potongan yang tidak melalui sumbu dasar
Jika diperlukan potongan yang tidak melalui sumbu dasar letak bidang potongnya
harus dijelaskan pada garis potongnya.
3.3.2 Potongan oleh lebih dari satu bidang
a. Potongan meloncat
Untuk menyederhanakan gambar dan penghematan waktu potongan-potongan dalam
beberapa bidang sejajar dapat disatukan. Pada Gb. 3.5 diperlihatkan sebuah benda yang
dipotong menurut garis potong A-A. Sebenarnya bidang potongnya terdiri atas dua bidang
yang dalam hal ini dapat disatukan. Potongan demikian disebut potongan meloncat.
b. Potongan oleh dua bidang berpotongan.
Bagian-bagian simetrik dapat digambar pada dua bidang potong yang saling
berpotongan. Satu bidang potong merupakan potongan utama, sedangkan bidang yang lain
menyudut dengan bidang pertama. Proyeksi pada bidang terakhir ini setelah diselesaikan
menurut aturan yang berlaku diputar hingga berimpit pada bidang proyeksi pertama. Gb. 3.6
menunjukkan bagaimana caranya membuat gambar potongan demikian.
25
c. Potongan pada bidang berdampingan
Potongan pada pipa berbentuk seperti pada Gb. 3.7 dapat dibuat dengan bidang-
bidang yang berdampingan melalui garis sumbunya.
Gb. 3.5 Potongan meloncat Gb. 3.6 Potongan dengan dua bidang menyudut
Gb. 3.7 Potongan dengan bidang-bidang berdampingan
3.3.3 Potongan separuh
Bagian-bagian simetrik dapat digambar setengahnya sebagai gambar potongan dan
setengahnya lagi sebagai gambar pandangan (Gb. 3.8). Dalam gambar ini garis-garis yang
tersembunyi tidak perlu digambar dengan garis gores lagi, karena sudah jelas pada gambar
potongannya.
Gb. 3.8 Potongan setengah
3.3.4 Potongan setempat
Kadang-kadang diperlukan gambaran dari bagian kecil saja dari benda, yang
tersembunyi misalnya benda pada Gb. 3.9(a). Pada Gb. 3.9 (b) dan (c) memperlihatkan
gambar yang dipotong setempat dan potongan penuh. Potongan setempat juga dilakukan pada
bagian-bagian yang tidak boleh dipotong (Gb. 3.9 (d).
26
Gb. 8.9 Potongan setempat
3.3.5 Potongan yang diputar ditempat atau dipindahkan
Bagian-bagian benda tertentu seperti misalnya ruji-ruji roda, tuas, peleg, rusuk
penguat, kait dsb, penampangnya dapat digambar setempat (Gb. 3.10) atau setelah
potongannya diputar kemudian dipindahkan ke tempat lain (Gb. 3.11). Ada perbedaan sedikit
antara kedua gambar tersebut, yaitu yang pertama digambar dengan garis tipis sedangkan
yang kedua dengan garis tebal biasa.
Gb. 3.10 Potongan di putar di tempat
Gb. 3.11 Potongandiputar dan dipindahkan
3.3.6 Susunan potongan-potongan berurutan
Potongan-potongan berurutan dapat disusun seperti pada Gb. 3.12 atau Gb. 3.13. Hal
ini diperlukan untuk memberi ukuran atau alasan lain. Potongan-potongan pada Gb. 3.12
semua terletak pada sumbu utama dan pada Gb. 3.13 masing-masing terletak dibawah garis
potongnya.
27
Gb. 3.12 Potongan berurutan
Gb.3.13 Potongan berurutan
3.4 Penampang-penampang tipis
Penampang-penampang tipis seperti misalnya benda-benda yang terbuat dari pelat,
baja profil dsb atau paking dapat digambar dengan garis tebal atau seluruhnya dihitamkan
(Gb. 3.14). Jika bagian-bagian demikian terletak berdampingan bagian yang berbatasan
dibiarkan putih (Gb. 3.15 dan 3.16)
Gb. 3.14 Potongan benda tipis
Gb. 3.15 Potongan benda tipis dengan ruang kosong di antaranya
28
Gb. 3.16 Potongan benda tipis digambar dengan garis tebal
3.5 Bagian benda atau benda yang tidak boleh dipotong
Gb. 3.17 Bagian-bagian yang tidak dapat diperlihatkan oleh potongan
Bagian-bagian benda seperti rusuk penguat tidak boleh dipotong dalam arah
memanjang. Begitu pula benda-benda seperti baut, paku keling, pasak poros dsb tidak boleh
dipotong kearah memanjang. Gb. 3.17 memperlihatkan sebuah benda yang dipotong tetapi
terdaapat beberapa bagian benda yaitu sirip dan beberapa benda yang lain yaitu antara lain
poros, pasak, baut dsb yang tidak dipotong.
3.6 Arsir
Untuk membedakan gambar potongan dari gambar pandangan dipergunakan arsiran
yaitu garis-garis miring tipis.
Kemiringan garis arsir adalah 450
terhadap garis sumbu atau terhadap garis gambar
(Gb. 3.18). Jarak garis-garis arsir disesuaikan dengan besarnya gambar. Bagian-bagian
potongan yang terpisah diarsir dengan sudut yang sama (Gb. 3.1, 3, 6 dan 7)
Arsiran dari bagian-bagian yang berdampingan harus dibedakan sudutnya agar jelas
(Gb. 3.19)
Penampang-penampang yang luas dapat diarsir secara terbatas yaitu hanya pada
kelilingnya saja (Gb. 3.20).
Potongan-potongan sejajar dari benda yang sama yang terdapat pada potongan
meloncat diarsir serupa tetapi dapat juga digeser jika dipandang perlu (Gb. 3.21)
Garis-garis arsir dapat dihilangkan untuk menulis huruf atau angka jika hal ini tidak
dapaat dilakukan diluar daerah arsir (Gb. 3.22)
29
Gb. 3.18 Arsiran
Gb. 3.19 Arsiran dari bagian-bagian yang berdampingan
Gb. 3.20 Arsiran bidang yang luas
Gb. 3.21 Arsiran pada potongan sejajar (meloncat)
30
Gb. 3.22 Arsiran dan angka
3.7 Beberapa catatan tentang potongan
a. Potongan dapt dipergunakan jika bentuk dalam dapat diperjelas dengan memotong
bendanya.
Jika bentuknya dapat diperlihatkan dengan jelas tanpa pemotongan maka gambar
potongan tidak perlu dibuat.
b. Elemen mesin yang tidak boleh dipotong dalam arah memanjang dapat digambar dengan
potongan setempat. Lihat pasak, baut penyetel, pena tirus pada Gb. 3.17.
c. Pada Gb. 3.23 diperlihatkan dalam gambar potongan. Gaambar potongan yang hanya
menunjukkan bagian-bagian yang dipotong (Gb. 3.23c) adalah tidak benar karena seolah-olah
bendanya terdiri dari dua benda berbentuk huruf L. Cara yang benar dapat dilihat pada Gb.
3.23c.
31
BAB IV
CARA-CARA PENGGAMBARAN KHUSUS
Disamping gambar-gambar yang dihasilkan dengan cara proyeksi ortogonal biasa,
terdapat juga cara-cara khusus untuk lebih jelasnya gambar atau untuk penyederhanaan.
4.1 Cara menunjukkan bagian yang dikerjakan secara khusus
Bagian-bagian benda tertentu harus dikerjakan secara khusus. Jika hal ini ingin
ditunjukkan dalam gambar maka bagian-bagian tersebut dijelaskan oleh garis sumbu tebal
sejajar dengan bagian bersangkutan dan diberi jarak sedikit agar jelas seperti pada Gb. 4.1a
dan b. Pada benda-benda simetris, garisnya tidak perlu digambar seluruhnya tetapi cukup
setengahnya saja. Disamping garis sumbu tebal ini masih diperlukan keterangan tambahan
mengenai pengerjaan tambahan yang diperlukan.
Gb. 4.1 Cara penunjukan daerah yang harus dikerjakan tambahan
4.2 Garis-garis perpotongan
a. Garis perpotongan yang sebenarnya
Garis perpotongan antara dua permukaan geometrik harus digambar dengan garis
gambar jika kelihatan dan dengan garis gores jika tersembunyi (Gb. 4.2).
Gb. 4.2 Garis perpotongan yang sebenarnya
b. Gambar garis perpotongan yang disederhanakan
Untuk menghemat waktu beberapa garis perpotongan yang sebenarnya dapat
digambar dengan disederhanakan umpamanya:
1. garis perpotongan antara silinder dengan silinder (Gb. 4.3 a dan b)
2. garis perpotongan antara silinder dengan prisma tegak lurus (Gb. 4.3 c dan d)
Dalam contoh-contoh diatas garis-garis perpotongan yang sedianya lengkung disederhanakan
oleh garis lurus atau boleh dengan busur lingkaran. Garis perpotongan ini akan lebih mirip
dengan garis perpotongan yang sebenarnya bila perbedaan ukuran antara kedua benda
tersebut makin besar. Penyederhanaan ini jangan dilakukan seandainya akan mengganggu
kejelasan gambar.
32
Gb. 4.3 Penyajian garis perpotongan yang disederhanakan
c. Garis perpotongan khayal
Garis perpotongan khayal yang terdapat pada pembulatan atau perpotongan antara dua
silinder digambar dengan garis tipis tidak sampai pada batas-batas gambar seperti pada Gb.
4.4. Tetapi pada gambar pandangan samping garis demikian digambar dengan garis tebal. Gb.
4.5 memperlihatkan benda yang terdiri dari sebuah flens dan sebuah kerucut terpancung
dalam dua proyeksi pandangan depan dan pandangan samping. Pada pandangan samping
lingkaran-lingkaran yang merupakan garis perpotongan antara bidang datar dan kerucut
digambar dengan garis tebal walaupun sebenarnya garis ini tidak kelihatan karena
pembulatannya.
Gb. 4.4 Garis perpotongan khayal (garis tipis)
Gb. 4.5 Garis perpotongan khayal (garis tebal) pada ujung bidang tirus.
4.3 Gambar bidang datar
Untuk menghindari terjadinya kesalahan atau untuk jelasnya gambar misalnya bidang
datar pada bagian silinder diperlukan keterangan yang menekankan bahwa bagian tersebut
adalah bidang datar. Dalam gambar bidang yang dimaksud ditandai oleh diagonalnya yang
digambar dengan garis tipis (Gb. 4.6). Walaupun bidangnya tersembunyi macam garisnya
tetap sama (Gb. 4.6 c)
Gb. 4.6 Cara memperlihatkan bidang datar dengan lambang
33
Harus dicatat bahwa suatu segi empat dengan diagonalnya dalam bidang bangunan
dan arsitektur merupakan lubang (Gb. 4.7)
Gb. 4.7 Cara memperlihatkan lubang segi empat dengan lambing (gambar bangunan)
4.4 Gambar benda-benda simetris
Untuk menghemat waktu dan tempat benda-benda simetris dapat digambar sebagian
saja. Garis simetrinya ditandai oleh dua garis pendek sejajar tegak lurus pada garis tersebut
(Gb. 4.8)
Cara lain ialah bagian benda yang dihilangkan digambar sedikit melalui garis
simetrinya seperti diperlihatkan oleh Gb. 4.9. Dalam hal ini garis pendek sejajar boleh
dihilangkan.
Gb. 4.8 Pandangan benda simetris
Gb. 4.9 Pandangan benda simetris
4.5 Gambar yang diputus-putus
Gambar seperti poros panjang dapat digambar terputus-putus untuk menghemat waktu
dan tempat. Garis-garis potongnya digambar dengan garis tipis dengan tangan bebas atau
dengan penggaris dan diberi zigzag (Gb. 4.10)
34
Gb. 4.10 Gambar yang diputus-putus
4.6 Penyederhanaan gambar dari bentuk-bentuk yang berulang
Jika suatu bentuk pada benda terdapat berulangkali biasanya tidak digambar
seluruhnya. Hanya satu atau dua bentuk yang terdapat pada tempat-tempat penting saja yang
digambar (Gb. 4.11)
Tempat-tempat penting artinya adalah:
- pada titik potong antara garis sumbu utama dan lingkaran jarak dan satu lagi jika
seluruhnya terletak pada lingkaran jarak yang sama (Gb. 4.11 a)
- diujung jika seluruhnya terletak pada segi empat (Gb. 4.11 b)
- pada kedua ujung dan satu di sebelahnya jika seluruhnya terletak pada satu garis (Gb.
4.11 c)
-
Gb. 4.11 Penyederhanaan penyajian gambar bentuk yang berulang-ulang
4.7 Bentuk semula (asli)
Jika suatu benda dihasilkan dari pembentukan seperti hasil tekukan yang terdapat
pada Gb 4.12, bentuk semula dari benda tersebut tidak tampak lagi. Dalam hal ini bentuk
aslinya digambar dengan garis sumbu (Gb. 4.12). Cara ini juga dipakai untuk menyatakan
bentuk asli dari bahan yang dipergunakan.
Cara yang disebut belakangan ini belum ditentukan dalam ISO tetapi telah
dipergunakan oleh beberapa negara selain Jepang.
Gb. 4.12 Batas semula
35
4.8 Penggunaan pandangan sebagian
Pada bab 2.1 telah disinggung mengenai jumlah pandangan tambahan yang
diperlukan. Untuk penghematan waktu menggambar dan tempat maka jumlah gambar
pandangan tambahan yang diperlukan harus dibatasi seminimal mungkin.
Benda pada Gb. 4.13 dapat digambar hanya dalam dua gambar pandangan
umpamanya pandangan depan dan pandangan kanan tetapi hasilnya kurang jelas seperti
tampak pada Gb 2.12 a. Disini dianjurkan untuk membuat gambar pandangan samping kiri
dan kanan hanya sebagai pandangan sebagian seperti pada Gb. 2.12 b.
Ini sebenarnya bertentangan dengan dasar untuk membuat gambar seminimal
mungkin tetapi disini diperlukan agar gambar menjadi jelas.
Gb. 4.13 Penggunaan pandangan sebagian
4.9 Proyeksi putar
Suatu gambar harus memperlihatkan bentuk benda sejelas mungkin. Sebuah elemen
seperti misalnya sebuah lengan yang dilekatkan pada sebuah bos dengan suatu sudut tertentu
pada pandangan depan tidak tampak nyata. Panjang sebenarnya akan tampak lebih pendek.
Cara untuk menghindari hal tersebut adalah dengan proyeksi putar. Bagian miring tersebut
diputar hingga sejajar dengan bidang proyeksi baru kemudian diproyeksikan. Untuk jelasnya
dapat dilihat pada Gb. 4.14.
Contoh lainnya adalah benda pada Gb. 4.15 a. Benda tersebut merupakan sebuah
rumah bantalan luncur yang diperkuat dengan empat buah sirip dan ada empat buah lubang
untuk mengikatnya. Sirip dan lubang tidak mungkin diperlihatkan dalam satu pandangan atau
potongan secara jelas. Gambar 4. 15 b adalah gambar potongan melalui lubang. Pada gambar
ini siripnya tidak tampak dalam bentuk yang sebenarnya. Jika dipotong menurut siripnya
seperti Gb. 4.15 c dimana menurut aturan sirip tidak boleh dipotong maka lubangnya tidak
kelihatan. Sesuai asas gamabar minimum jumlah gambar dapat dibatasi dengan menggunakan
proyeksi putar seperti Gb. 4.15d. Pada bidang potong lalu diproyeksikan atau bendanya
dipotong melalui lubang dan siripnya yang diputar sampai bidang potong dan diproyeksikan.
Ini tergantung dari letak bendanya.
Gb. 4.14 Proyeksi putar (sirkular)
36
Gb. 4.15 Proyeksi putar
4.10 Penyederhanaan gambar bagian-bagian yang dikartel, jaringan kawat
dan pelat bordes
Cara-cara menggambar bagian-bagian yang dikartel, jaringan kawat, pelat bordes
diperlihatkan pada Gb. 4.16. Pada gambar hanya digambar sebagian dari pola bentuk-bentuk
yang dimaksud.
Pandangan pada Gb. 4.16 adalah pandangan depan dan pandangan sampingnya tidak
digambar karena tidak diperlukan.
Gb. 4.16 Gambar yang disederhanakan
4.11 Bagian-bagian berdampingan
Jika pada gambar diperlukan bagian yang ada disebelahnya maka bagian tersebut
digambar dengan garis tipis. Gambar bagian ini tidak boleh menutupi bagian utama (Gb.
4.17). Gambar bagian yang menempel ini tidak diarsir pada gambar potongan.
Gb. 4.17 Gambar bagian yang berdampingan yang dianggap perlu
37
BAB V
ATURAN-ATURAN DASAR
UNTUK MEMBERI UKURAN
Memberi ukuran besaran-besaran geometrik dari bagian benda harus menentukan
secara jelas tujuannya dan tidak boleh menimbulkan salah tafsir. Oleh karena itu aturan-
aturan dasar untuk memberi ukuran yang menentukan caranya tersebut dalam bab 6 akan
dirumuskan disini.
5.1 Garis ukur dan garis bantu
Untuk menentukan ukuran sebuah dimensi linier, ditarik garis-garis bantu melalui
batas gambar pandangan benda dan garis ukurnya ditarik tegak lurus pada garis bantu (Gb.
5.1). Sebuah garis ukur dengan mata panahnya menunjukkan besarnya ukuran dari suatu
permukaan atau garis sejajar dengan garis ukur. Garis bantu dan garis ukur ditarik dengan
garis tipis.
Gb. 5.1 Garis ukur dan garis bantu
Garis bantu ditarik sedikit melebihi kira-kira 2 mm dari garis ukur.
Di beberapa Negara seperti Amerika, garis bantu tidak langsung berhubungan dengan
garis gambar tetapi dengan jarak sedikit untuk membedakan garis gambar dengan garis bantu
(Gb. 5.2).
Gb. 5.2 Garis bantu dan antara yang tampak
5.2 Tinggi dan arah angka ukur
Angka ukur atau huruf harus digambar dengan jelas pada gambar aslinya maupun
pada salinan gambar yang diperkecil. Dewasa ini dibuat microfilm dari gambar yang dapat
dibesarkan dan dicetak ulang. Walaupun demikian angka-angka atau huruf-huruf harus tetap
dapat dibaca dengan jelas.
Oleh karena itu angka-angka dan huruf-huruf harus digambar sebesar mungkin. Pada
peraturan ISO 3098 ditentukan tinggi dan bentuk angka-angka dan huruf-huruf.
Angka-angka dan huruf-huruf harus diletakkan ditengah-tengah dan sedikit diatas
garis ukur.
38
Hampir seluruh ukuran dari gambar yang diperlukan merupakan ukuran horizontal
atau vertikal. Ukuran yang pertama harus dapat dibaca dari bawah gambar sedangkan ukuran
yang kedua harus dapat dibaca dari sebelah kanan gambar seperti pada Gb. 5.3. Ini berarti
bahwa angka ukur horizontal harus terletak diatas garis ukur dan ukuran vertical harus
terletak disebelah kiri garis ukur. Angka dan garis ukur mempunyai jarak sedikit.
Gb. 5.3 Ukuran-ukuran normal
Dibeberapa Negara semua angka ukur ditulis mendatar. Dalam hal ini garis ukur
vertikal diputus ditengah-tengah untuk penempatan angka (Gb. 5.4). Sedapatnya ukuran-
ukuran jangan diletakkan didaerah yang diarsir pada Gb. 5.5 yaitu daerah antara sudut 300
.
Gb. 5.4 Ukuran-ukuran searah
Gb. 5.5 Memberi ukuran pada garis ukur miring
Ukuran sudut ditulis seperti Gb. 5.6 a dan b. Disini garis ukurnya berupa garis
lengkung. Asas dasar yang harus dipertahankan adalah bahwa garis ukur harus merupakan
garis tulis. Jadi angka harus selau diatas garis ukur kecuali pada Gb. 5.6 b.
Gb. 5.6 Ukuran sudut
5.3 Ujung dan pangkal garis ukur
Ujung dan pangkal dari garis ukur harus menunjukkan dimana garis ukur mulai dan
berhenti. Ada tiga cara untuk menunjukkan hal ini yaitu dengan anak panah tertutup, garis
miring dan titik (Gb. 5.7). Cara dengan garis miring seperti Gb. 5.7 b banyak dipergunakan
dalam bidang sipil dan arsitek. Dalam bidang permesinan cara ini tidak dipergunakan. Bentuk
39
anak panah ditentukan oleh perbandingan panjang dan tebal sebagai 2:1 dan harus
dihitamkan.
Tanda titik dipakai bilaman tidak cukup tempat untuk menempatkan anak panah. Ini
pada umumnya terdapat pada ukuran berantai atau pangkal ukuran beruntun (Gb. 5.7 c).
Gb. 5.7 Ujung dan pangkal
5.4 Ukuran dan toleransi
Angka ukuran yang menunjukkan ukuran benda pada umumnya tidak dapat dipenuhi
dengan tepat. Batas-batas ketidak tepatan ini harus dinyatakan dalam gambar juga. Cara-
caranya diperlihatkan pada Gb. 5.8.
1. Ukuran dengan toleransinya yang ditentukan dalam ISO 2768 “Penyimpangan ukuran
yang diijinkan pada pengerjaan dengan mesin pada penentuan toleransinya” (Gb.
5.8a)
2. Ukuran dengan ketentuan toleransi linier (Gb. 5.8 b)
3. Ukuran dengan lambang toleransi, yang menentukan toleransi, sesuai ISO/R286
“Sistem ISO tentang batas dan suaian: Bagian I Umum, toleransi dan penyimpangan”.
(Gb. 5.8c)
4. Ukuran teoritis tepat tanpa toleansi linier yang ditentukan oleh ISO 1101/I “Toleransi
bentuk dan posisi: Bagian I Umum, Penunjukkan dalam gambar”, Posisi harus
diterapkan pada posisi yang sebenarnya yang telah ditentukan oleh ukuran ini.
5. Ukuran yang biasanya tanpa toleransi; dipakai hanya sebagai bahan informasi.(Gb.
5.8 e). Ini disebut dimensi referensi dan tidak menentukan operasi produksi atau
pemeriksaan. Sebuah dimensi referensi diturunkan dari nilai-nilai yang tercantum
dalam gambar atau gambar-gambar yang mempunyai hubungan.
Gb. 5.8 Macam-macam jenis ukuran dan toleransi
40
5.5 Dimensi fungsional, dimensi tidak fungsional dan dimensi tambahan
Pada Gb. 5.9 diperlihatkan sebuah tuas (link) yang dihubungkan pada sebuah benda
dengan sebuah pen. Ukuran-ukuran pen ditentukan seperti pada Gb. 5.10a). Sesuai dengan
fungsi dari susunan tersebut, ukuran-ukuran dibagi dalam golongan-golongan: ukuran-ukuran
fungsional F, ukuran-ukuran bukan fungsional NF dan ukuran-ukuran tambahan Aux.
1. Suatu dimensi fungsional adalah ukuran yang diperlukan untuk fungsi dari bagian
atau komponen, umpamanya bagian-bagian yang disusun, cara kerja dari bagian dsb
2. Suatu dimensi bukan fungsional adalah ukuran yang tidak langsung mempengaruhi
fungsi secara prinsipil.
3. Suatu dimensi tambahan adalah dimensi referensi yang telah disebut pada bagian
sebelumnya. Ukuran ini diberikan dalam tanda kurung tanpa toleransi hanya sebagai
bahan informasi.
Gb. 5.9 Pen dengan sebuah tugas Gb. 5.10 Ukuran fungsional
5.6 Satuan-satuan
Semua ukuran dalam gambar harus ditulis dalam satuan yang sama. Dalam system
satuan SI satuan panjang adalah millimeter (mm). Singkatan satuan panjang (mm) tersebut
tidak perlu dicantumkan dibelakang tiap ukuran. Dengan sendirinya harus dimengerti bahwa
angka yang tercantum pada gambar memberikan ukuran panjang dalam mm walaupun satuan
ini tidak ditulis.
Jika diperlukan penggunaan satuan lain lambang dari satuan yang dipakai harus
ditambahkan dibelakang angka atau diberi catatan yang menerangkan satuan yang dipakai.
Ukuran sudut pada umumnya dinyatakan dalam derajat dan jika perlu juga dalam
menit dan detik. Ini dinyatakan oleh lambang-lambang: 0
untuk derajat, ‘ untuk menit dan “
untuk detik yang ditulis disebelah kanan atas dari angka yang bersangkutan.
Contoh: 60
22’52”
5.7 Tanda desimal
Tanda desimal harus diletakkan setinggi dasar angka dan harus tampak jelas. Sebagai
tanda decimal dipakai koma.
Jika terdapat lebih dari empat angka disebelah kiri atau kanan angka tidak perlu diberi
tanda lain setelah tiap tiga angka.
Contoh: 125,35 ; 12,00
41
BAB VI
CARA-CARA MEMBERI UKURAN
Sesuai dengan aturan-aturan dasar untuk memberi ukuran yang telah dibahas pada bab
sebelumnya, ukuran-ukuran panjang, profil atau sudut harus diperinci oleh cara-cara khusus
yang akan dibahas berikut ini.
6.1 Memberi ukuran dimensi linier
Pada dasarnya ukuran-ukuran linier harus diperinci oleh garis bantu, garis ukur dan
angka ukur seperti pada Gb. 6.1.
Gb. 6.1 Contoh memberi ukuran
Jika ruang antara garis bantu terlalu sempit untuk menempatkan anak panah, anak
panahnya dapat diganti dengan titik (Gb. 6.2). Dalam hal ini dianjurkan untuk membuat
gambar detail yang diperbesar. Dengan demikian ukuran-ukurannya dapat diberikan dengan
jelas pada gambarnya (Gb. 6.3).
Gb. 6.2 Ruang ukur yang sempit
Gb. 6.3 Gambar detail
42
Dalam beberapa hal garis ukur dapat langsung ditarik antara garis gambar, tanpa garis
bantu (Gb. 6.4). Garis gambar atau garis sumbu dapat dipergunakan sebagai garis bantu,
tetapi tidak boleh dipakai sebagai garis ukur.
Gb. 6.4 Garis gambar sebagai garis bantu
6.2 Memberi ukuran bagian yang harus dikerjakan secara khusus
Bagian-bagian seperti misalnya lubang yang dibor, lubang yang diream dsb diberi
ukuran dengan garis penunjuk, beserta ukuran dan catatannya. Garis penunjuk harus berujung
anak panah, yang berakhir pada titik potong antara garis sumbu dan garis gambar untuk
gambar berbentuk silinder, dan berakhir pada garis gambar untuk gambar lingkaran. Garis
penunjuk harus ditarik miring dan dianjurkan membuat kemiringan kira-kira 600
dengan garis
horizontal (Gb. 6.5).
Gb. 6.5 Memberi ukuran lubang
Garis penunjuk juga dipergunakan untuk memberi nomor bagian atau untuk memberi
keterangan tentang pengerjaan khusus. Dalam hal ini garis penunjuk berakhir dengan anak
panah jika penunjuk tersebut berakhir pada garis gambar dan berakhir dengan titik jika garis
penunjuk berakhir didalam gambar (Gb. 6.6).
Gb. 6.6 Garis penunjuk
43
6.3 Angka-angka ukur
1. Angka-angka atau huruf-huruf harus diletakkan kira-kira ditengah-tengah dan sedikit
diatas garis ukur (Gb. 6.7). Angka ukur tidak boleh dipotong atau dipisahkan oleh garis
gambar lain. Jika dianggap perlu angka ukur boleh ditempatkan dipinggir supaya jelas (Gb.
6.8).
Gb. 6.7 Garis ukur dan angka
Gb. 6.8 Angka diletakkan di pinggir
2. Jika angkaukur harus ditempatkan pada bagian yang diarsir, arsirnya harus dihilangkan
untuk memberi tempat angka atau huruf yang dimaksud (Gb. 6.9).
Gb. 6.9 Angka dan arsiran
3. Dalam keadaan tertentu angka ukur dapat ditempatkan sangat dekat pada salah satu anak
panah untuk mencegah bertumpuknya angka-angka ukur, dan jika terdapat banyak ukuran ,
garis ukurnya boleh ditarik hanya sebagian agar angka ukurnya tidak terlalu jauh dari bagian
yang diberi ukuran (Gb. 6.10).
Gb. 6.10 Garis ukur sebagian
4. Pada bagian-bagian yang sempit angka ukurnya dapat ditempatkan diluar garis ukur. Untuk
ini garis ukurnya dapat diperpanjang, lebih diutamakan perpanjangannya kesebelah kanan
dan angka ukurnya diatas garis perpanjangan ini (Gb. 6.11).
44
Gb. 6.11 Angka diatas perpanjangan garis ukur
6.4 Memberi ukuran benda yang tirus
Pada benda atau bagian benda yang miring sedikit garis-garis bantu horizontal
maupun vertical menjadi tidak jelas. Dalam hal ini garis-garis bantu digambar miring dan
sejajar. Gambar 6.12 memperlihatkan bagaimana cara memberi ukuran.
Gb. 6.12 Garis bantu miring
6.5 Garis-garis bantu khusus
Jika dua bidang miring berpotongan dan bagian yang lancip ini kemdian dibulatkan
atau dipotong ukuran harus diberikan seperti pada Gb. 6.13, dengan bantuan garis bantu
khusus. Yang dimaksud dengan garis bantu khusus adalah garis-garis perpanjangan bidang-
bidang miring yang bersangkutan. Titik potong dari garis-garis bantu khusus ini yang akan
menentukan ukuran dari bentuk benda.
Gb. 6.13 Garis bantu khusus
6.6 Memberi ukuran tali busur, busur dan sudut
Tali busur, busur dan sudut diberi ukuran seperti pada Gb. 6.14a, b dan c. Pada tali
busur garis bantunya sejajar dan garis ukurnya lurus dan tegaklurus pada garis bantu. Untuk
busur caranya sama hanya garis ukurnya berbentuk lengkung, sejajar dengan busurnya.
Ukuran sudut ditempatkan diatas garis ukur yang berbentuk lengkung dan garis bantunya
adalah perpanjangan sisi-sisi sudut.
45
Gb. 6.14 Memberi ukuran tali busur, busur dan sudut
6.7 Ukuran gambar sebagian dari benda-benda simetris
Untuk penghematan waktu dan tempat gambar benda simetri boleh digambar separuh
saja. Dengan demikian garis ukurnya tidak dapat digambar lengkap pula. Untuk hal demikian
cukup dibuat garis ukur yang sedikit melebihi garis sumbu benda (Gb. 6.15).
Gb. 6.15 Memberi ukuran benda simetris
6.8 Huruf dan lambang yang ditambahkan pada angka ukur
Huruf dan lambang dapat ditambahkan pada angka ukur untuk beberapa bentuk
benda. Dengan demikian gambar pandangan dapat dikurangi.
6.8.1 Lambang diameter “Φ”
Lambang diameter “Φ” diletakkan didepan angka ukur dan sekaligus menyatakan
bentuk permukaan yang bersangkutan. Lambang ini harus ditulis sama besar dengan angka
ukur (Gb. 6.16). Dengan mempergunakan lambang ini gambar pandangan samping tidak
diperlukan lagi. Jika bentuknya sudah tampak jelas pada gambar lambang tersebut tidak perlu
dipakai lagi.
Gb. 6.16 Lambang diameter “Φ “
6.8.2 Lambang jari-jari “R”
Ukuran busur ditentukan oleh jari-jarinya. Jari-jari ini merupakan garis ukur dimana
angka ukurnya harus diletakkan dengan huruf “R” didepannya. Disini garis ukurnya hanya
46
mempunyai satu anak panah, sedangkan ujung yang lain adalah titik pusat busur tersebut (Gb.
6.17).
Gb. 6.17 Lambang jari-jari “R”
Untuk jari-jari yang besar dimana titik pusatnya terletak diluar kertas gambar garis
ukurnya dapat dipotong dan digambar seperti Gb. 6.18, R250 atau ditekuk seperti R300.
Disini titik pusatnya tidak perlu ditunjukkan. Huruf “R” harus ditempatkan didepan angka
ukur, sebesar angka ukur.
Jika garis ukurnya terlalu pendek untuk menempatkan angka ukur, angka ukurnya
dapat ditempatkan pada perpanjangan garis ukur. Anak panah garis ukur diletakkan didalam
jika perpanjangannya kedalam dan diletakkan diluar jika perpanjangannya keluar
.
Gb. 6.18 Lambang jari-jari “R”
6.8.3 Lambang bujur sangkar “□ “
Bentuk benda bujur sangkar hanya dapat diperlihatkan pada pandangan tertentu saja.
Jika bentuknya tidak jelas dari gambar maka dengan mempergunakan lambang bujur sangkar
“□ “ dapat dihemat gambar dan waktu (Gb. 6.19).
Gb. 6.19 Lambang bujur sangkar “□ “
6.8.4 Lambang bola “S Φ” atau “SR”
Jari-jari atau diameter dari bentuk bola yang dalam gambar hanya tampak sebagai
lingkaran atau busur lingkaran dijelaskan pada gambar dengan menempatkan “SR” untuk
jari-jari bola dan “S Φ” untuk diameter bola (Gb. 6.20). Perlu dicatat bahwa ukuran benda
sangat berbeda bila ukurannya dinyatakan sebagai jari-jari atau sebagai diameter.
47
Gb. 6.20 Lambang bola
6.8.5 Lambang kemiringan (chamfer) “x x 450
”
Kemiringan yaitu bagian ujung benda yang dipotong miring biasanya dengan sudut
450
, ukurannya dicantumkan sebagai “x x 450
”. Disini huruf x menyatakan ukuran dalamnya
pemotongan (Gb. 6.21). Di Negara Jepang sesuai standar JIS hal ini diberi lambang “C”
sebagai penyederhanaan cara diatas dan lambang ini harus ditempatkan didepan ukuran
dalam pemotongan (Gb. 6.22). Huruf “C” diambil dari huruf pertama dari kata chamfer yang
artinya dipotong miring.
Gb. 6.21 Kemiringan Gb. 6.22 Lambang kemiringan “C”
6.8.6 Lambang tebal “t”
Untuk memberi ukuran benda-benda tipis seperti pelat, kadang-kadang menimbulkan
kesulitan. Pada umumnya kesulitan yang timbul adalah sempitnya ruangan untuk
menempatkan angka ukurnya. Oleh karena itu dipakai lambang “t” didepan angka ukur yang
ditempatkan didalam gambar atau didekat gambar (Gb. 6.23). Lambang ini juga ditentukan
oleh standar Jepang JIS. Lambang ini diambil dari huruf pertama kata “thickness” yang
kebetulan juga merupakan huruf pertama dari kata “tebal”.
Gb. 6.23 Lambang tebal “t”
48
6.9 Lambang jari-jari tanpa angka ukur
Dimana ukuran dari lengkungan sudah ditentukan oleh ukuran lain, ukuran jari-jari
tersebut dapat dijelaskan hanya dengan lambang R saja tanpa diikuti oleh angka ukur. Ini
hanya jika diperlukan. Pada umumnya hal ini tidak dilakukan. Sebagai contoh diambil
gambar dari alur pasak (Gb. 6.24). Dari bentuk gambar sudah jelas bahwa ujung-ujung alur
pasak berupa setengah lingkaran yang jari-jarinya dapat diambil dari lebar pasak. Sebenarnya
tanpa atau dengan lambang R hal ini sudah jelas.
Gb. 6.24 “R” tanpa ukuran
6.10 Memberi ukuran yang disederhanakan oleh huruf-huruf referensi
Di mana diperlukan dan agar supaya tidak mengulang-ulang ukuran yang sama atau
untuk menghindari garis-garis penunjuk yang panjang dipergunakan huruf-huruf referensi
yang ditabelkan atau diberi catatan (Gb. 6.25). Cara ini sangat berguna untuk pembuatan
dengan mesin-mesin N.C.
Gb. 6.25 Memberi ukuran dengan huruf-huruf referensi
6.11 Memberi ukuran bagian-bagian yang dikerjakan secara khusus
Bagian-bagian benda tertentu sesuai fungsinya harus dikerjakan secara khusus
umpamanya harus dipoles, disepuh dsb. Bagian-bagian tersebut harus dijelaskan pada
gambar. Bagian yang akan dikerjakan khusus diberi tanda dengan garis sumbu tebal dan
dengan garis penunjuk dijelaskan pengerjaan khusus yang diinginkan (Gb. 6.26). Ujung
panah dari garis penunjuk harus berhenti pada garis sumbu tebal.
Gb. 6.26 Penunjukkan khusus dengan ukuran-ukuran
49
Bila letak dan luas dari bagian yang akan dikerjakan khusus sudah jelas dari gambar
tidak perlu diberi ukuran. Cara penunjukannya sama dengan garis sumbu tebal dengan garis
penunjuk seperti pada Gb. 6.27.
Gb. 6.27 Penunjukan khusus tanpa ukuran
6.12 Angka ukur yang tidak sesuai dengan ukuran gambar
Angka ukur dari bagian benda yang tidak sesuai dengan ukuran gambarnya harus
dijelaskan dengan memberi garis bawah pada angka ukurnya (Gb. 6.28). Hal ini tidak perlu
bila gambarnya dibuat dengan skala tertentu. Artinya bila gambar dibuat dengan skala 1 : 5,
ukuran 50 mm pada gambar harus menjadi 10 mm. Jika ternyata ukuran gambar tidak 10 mm
melainkan 15 mm maka ukuran terakhir ini harus digaris bawahi dengan garis sumbu tebal.
Lainhalnya jika gambarnya dipendekkan. Disini sudah jelas bahwa ukuran benda dan
ukuran gambar tidak sama.
Jika dirasakan perlu ukuran tersebut juga boleh digaris bawahi. Jika seluruh gambar
dibuat tidak menurut skala biasanya diberi keterangan “tidak sesuai skala” pada kotak nama
atau ditempat lain dalam gambar secara jelas.
Gb. 6.28 Ukuran tidak sesuai gambar
50
BAB VII
DASAR-DASAR UMUM
UNTUK MEBERI UKURAN
Aturan-aturan dasar dan cara-cara khusus untuk memberi ukuran masing-masing telah
dibahas pada bab sebelumnya. Dasar-dasar umum untuk memberi ukuran akan dibahas dalam
bab ini dan untuk menjelaskan dasar-dasar penggunaan aturan-aturan dan cara-cara tersebut
diatas pada gambar.
7.1 Pandangan yang terutama diberi ukuran
Ukuran-ukuran harus ditempatkan pada pandangan atau potongan yang memberikan
bentuk benda kerja yang paling jelas. Pandangan depan pada umumnya dipilih sedemikian
rupa yang menunjukkan bentuk khas atau fungsi benda.
Oleh karena itu ukuran-ukuran harus ditempatkan sebanyak mungkin pada pandangan
depan dan ukuran-ukuran lain yang tidak bisa ditempatkan pada pandangan depan dapat
ditempatkan pada pandangan lain seperlunya.
Gambar 7.1 menunjukkan sebuah contoh dimana ukuran-ukuran lengkap dapat
ditempatkan hanya pada pandangan depan saja.
Gb. 7.1 Memberi ukuran bagian-bagian berbentuk lingkaran
7.2 Ukuran-ukuran dalam gambar
Semua ukuran, toleransi dan keterangan yang diperlukan untuk dapat menjelaskan
cara kerja benda kerja ataupun keterangan mengenai letak komponen satu terhadap yang lain
secara lengkap harus ditempatkan pada gambar selengkap-lengkapnya. Ukuran-ukuran
termasuk toleransi harus diperinci supaya tidak diperlukan perhitungan.
Ukuran-ukuran yang diperlukan untuk pembuatan atau pemeriksaan harus jelas dan
terperinci agar tidak perlu menghitung dan akan menghemat waktu.
Gambar 7.2 memperlihatkan contoh proses pembuatan sebuah bagian berbentuk
silinder yang diperlihatkan pada Gb. 7.1. Dari urutan pengerjaan tersebut ukuran-ukuran yang
diperlukan harus ditentukan seperti pada Gb 7.1.
51
Gb. 7.2 Proses pembuatan bagian-bagian berbentuk silinder
Pada Gb. 7.3 a nilai toleransi 0,1 untuk panjang 15 merupakan persyaratan fungsional.
Pemberian ukuran seperti pada Gb. 7.3b memerlukan toleransi yang lebih ketat.
Oleh karena itu pengabaian persyaratan fungsional dari benda kerja bearti
toleransinya harus dibagi kembali dan pada umumnya memerlukan toleransi yang lebih ketat.
Ini tidak berarti menghalangi pemberian ukuran lubang, pusat ke pusat walaupun ukuran-
ukuran fungsionalnya mungkin adalah dari tepi ke tepi.
Ukuran-ukuran non fungsional harus diletakkan di tempat yang paling mudah dibaca
oleh pembuat maupun untuk pengawas.
Gb. 7.3 Macam-macam ukuran dan toleransinya
7.3 Ukuran-ukuran yang ditambahkan
Tiap ukuran hanya boleh diberikan sekali dalam gambar kecuali sebagai ukuran
bbntu. Tiap ukuran harus diberikan seperlunya untuk menentukan benda kerja atau satu
besaran ditempatkan oleh tidak lebih dari satu ukuran dengan toleransinya dalam arah mana
saja. Bagaimanapun juga penyimpangan dalam keadaan-keadaan berikut dapat dilakukan:
1. Dalam keadaan-keadaan khusus dimana diperlukan pemberian ukuran-ukuran yang
dipakai pada tahap-tahap pembuatan (misalnya untuk ukuran bagian benda yang akan
disepuh dan kemudian disempurnakan/finishing sesuai ukurannya)
2. Jika diinginkan menambah ukuran-ukuran tambahan walaupun tidak mutlak untuk
menentukan benda kerja tetapi berguna sebagai keterangan tambahan bagi pekerja
atau petugas lain agar supaya tidak perlu menghitung. Ukuran-ukuran bantu demikian
tidak diberi toleransi dan bila diperlukan toleransi umum ukuran-ukuran bantu ini
harus diletakkan diantara kurung seperti Gb 5.8e untuk menunjukkan bahwa hal ini
52
tidak terikat pada toleransi tersebut dan tidak menjamin diterimanya benda kerja
tersebut atau bagiannya.
3. Benda yang diganbar pada beberapa lembar, beberapa ukuran mungkin dinyatakan
lebih dari sekali pada pandangan depan dan pandangan-pandangan lain (pada kertas
gambar tersendiri) yang ada hubungannya satu dengan yang lain supaya menjamin
arti dan maksud dari gambar (Gb. 7.4). Dalam hal demikian dianjurkan supaya hal ini
dinyatakan dalam gambar sejelas-jelasnya.
Gb. 7.4 Ukuran-ukuran ganda
7.4 Garis ukur dan garis bantu
Garis sumbu, garis simetri dan garis gambar tidak boleh dipakai sebagai garis ukur
(Gb. 7.5) tetapi dapat dipergunakan sebagai garis bantu (Gb. 7.6). Jika garis sumbu atau garis
gambar diperpanjang untuk dipakai sebagai garis bantu, garis perpanjangan tersebut harus
ditarik dengan garis tipis.
Gb. 7.5 Garis-garis ukur dan garis-garis bantu
Gb. 7.6 Garis-garis sumbu sebagai garis bantu
Garis ukur dan garis bantu tidak boleh saling memotong kecuali bila hal tersebut tidak
bisa dihindari (Gb. 7.7).
53
Gb. 7.7 Garis-garis bantu sedapatnya tidak saling memotong kecuali garis sumbu
Jika beberapa ukuran dinyatakan berturut-turut garis ukur demikian sedapatnya harus
diletakkan segaris (Gb. 7.8 dan 7.9)
Gb. 7.8 Ukuran-ukuran segaris
Gb. 7.9 Ukuran-ukuran segaris
Jika terdapat beberapa garis ukur sejajar tiap garis ukur harus diletakkan dengan jarak
yang sama dengan ukuran yang terkecil harus berada paling dalam sehingga garis-garis bantu
dan ukur tidak saling berpotongan (Gb. 7.10a). Untuk menghemat tempat atau jika ruangan
sempit angka ukurnya dapat diletakkan di kiri dan kanan dari garis sumbu dan garis ukurnya
dapat ditarik sebagian saja dengan jarak yang lebih kevil (Gb. 7.10b)
Gb. 7.10 Garis ukur sejajar untuk diameter
54
7.5 Ukuran dari bagian yang simetris
Bagian-bagian yang digambar dengan garis sumbu yang sama seperti pada gambar
7.11 dan 7.12 mengandung persyaratan simetri dan ketelitian bengkel yang mengijinkan
untuk pengerjaannya. Jika ketelitian bengkelnya tidak mencukupi, perlu ditambahkan
toleransi simetri geometri.
Gb. 7.11 Memberi ukuran benda simetris Gb. 7.12 Memberi ukuran benda simetris
7.6 Ukuran dengan memperhatikan proses pembuatan
Ukuran-ukuran yang berhubungan satu sama lain sedapat mungkin harus diperinci
bersama. Dalam sebuah flens misalnya dianjurkan untuk menempatkan ukuran diameter
lingkaran jarak dan ukuran lubang baut bersama-sama pada gambar pandangan yang
menunjukkan lingkaran jaraknya (Gb. 7.13 dan 7.14)
Dianjurkan pula untuk menempatkan ukuran-ukuran dari bagian yang dikerjakan pada
proses yang sama terkumpul (Gb. 7.15)
Gb. 7.13 Ukuran-ukuran flens Gb. 7.14 Pengeboran lubang-lubang flens
Gb. 7.15 Memberi ukuran dengan memperhatikan proses pembuatannya
55
7.7 Ukuran-ukuran terhadap bidang referensi
Jika sebuah benda mempunyai sebuah bidang referensi sebagai patokan pembuatan
atau perakitan, ukuran-ukurannya harus dinyatakan terhadap garis referensi etrsebut (Gb.
7.16 dan 7.17). Jika diperlukan Penunjukan bidang referensi secara khusus perkataan-
perkataan “bidang referensi” harus dibubuhkan pada bidang bersangkutan seperti pada
gambar 7.18 dan 7.19. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bab berikut.
Gb. 7.16 Ukuran-ukuran terhadap bidang referensi Gb. 7.17 Ukuran-ukuran terhadap bidang
referensi
Gb. 7.18 Ukuran-ukuran terhadap bidang referensi yang ditunjuk
Gb. 7.19 Ukuran-ukuran terhadap bidang atau garis referensi yang ditunjuk
7.8 Susunan ukuran
7.8.1 Ukuran berantai
Ukuran berantai seperti diperlihatkan pada gambar 7.20a dan 7.21a hanya boleh
diterapkan bilamana kemungkinan pengumpulan toleransi tidak akan mempengaruhi
persyaratan fungsional dari benda bersangkutan.
56
Gb. 7.20 Macam-macam cara pemberian ukuran
Cara pemberian ukuran demikian akan mengumpulkan toleransi seperti tampak pada
Gambar 7.21b. Lagi pula pada gambar ini sisi kiri dari benda kerja merupakan bidang
referensi tetapi tidak dinyatakan dengan jelas pada gambar. Oleh karena itu gambar tersebut
diragukan dan tidak tegas.
Gb. 7.21 Ukuran-ukuran dan diagram toleransinya
7.8.2 Ukuran sejajar
Pemberian ukuran secara sejajar menggunakan ukuran-ukuran terpisah untuk tiap
elemen terhadap suatu garis referensi atau titik dasar seperti pada Gb. 7.21 b dan c.
Pada cara pemberian ukuran demikian bidang referensinya ditentukan dan
toleransinya tidak mengumpul seperti tampak pada Gb. 7.21d. Oleh karena itu cara
pemberian ukuran ini cukup jelas dan tegas. Walaupun demikian cara ini memerlukan banyak
waktu dan tempat.
7.8.3 Ukuran-ukuran berimpit
Untuk kesederhanaan dan ruang gambar yang terbatas atau jika tidak menimbulkan
persoalan kejelasan pembacaan, ukuran-ukuran beberapa unsur dapat ditumpangkan satu
pada yang lain seperti diperlihatkan pada Gb.7.20c, Gb.7.21c dan Gb. 7.22.
Pada cara ini titik pangkal yang menunjukkan garis atau bidang referensi harus
dilingkari. Angka ukurnya harus diletakkan dekat anak panah searah dengan garis bantu
bersangkutan.
57
Gb. 7.22 Ukuran-ukuran yang berurutan
7.8.4 Ukuran-ukuran kombinasi
Ukuran-ukuran kombinasi terjadi akibat penggunaan ukuran berantai dan ukuran
sejajar bersama-sama (Gb. 7.20d)
7.8.5 Pemberian ukuran dengan koordinat
Untuk proses-proses pembuatan tertentu kadang-kadang lebih menguntungkan bila
dipergunakan ukuran berimpit dalam dua arah seperti pada Gb. 7.23. Titik nol dari dasar
bersama dapat berupa tepi dari benda, titik pusat dari sebuah lubang atau sembarang unsur
yang menonjol.
Gb. 7.23 Memberi ukuran dengan koordinat-koordinat
Dalam hal-hal tertentu penggunaan sebuah tabel yang menentukan koordinat-
koordinat sekelompok titik pusat dari beberapa lubang seperti pada Gb. 7.24 lebih
menguntungkan.
Gb. 7.24 Memberi ukuran dengan koordinat-koordinat
7.9 Memberi ukuran bentuk-bentuk tertentu
7.9.1 Profil
Sebuah garis lengkung yang terdiri dari beberapa busur lingkaran mengutamakan
pemberian ukuran dengan jari-jari dan kedudukan titik pusatnya atau dengan garis singgung
58
lengkungannya seperti pada Gb. 7.25. Bentuk-bentuk lengkungan lain dapat diberi ukuran
dengan cara koordinat (Gb. 7.26). Cara ini dapat dilakukan juga untuk garis-garis lengkung
lainnya, jika cara demikian dianggap lebih praktis.
Gb. 7.25 Memberi ukuran dengan jati-jari Gb. 7.26 Memberi ukuran dengan ordinat
7.9.2 Jari-jari atau diameter
Ukuran-ukuran busur pada umumnya dinyatakan oleh jari-jari jika sudutnya kurang
dari 1800
dan oleh diameter jika sudutnya lebih besar dari 1800
(Gb. 7.27). Ukuran busur
diberika juga sebagai diameter walaupun sudutnya kurang dari 1800
bila ukuran tersebut
diperlukan untuk proses pemesinan (Gb. 7.28). Benda kerja yang karena alasan simetri hanya
digambar setengah diberi ukuran penuh. Gambar 7.29 menunjukkan contoh sebuah benda
berbentuk silinder yang digambar setengah. Dalam hal demikian tanda Ф tetap harus
dibubuhkan di depan angka ukurnya.
Gb. 7.27 Jari-jari atau diameter Gb. 7.28 Diameter diperlukan untuk proses pengerjaan
Gb. 7.29 Diameter pada separuh dari bagian simetris
7.9.3 Ukuran lubang dengan garis penunjuk
Ukuran lubang dapat ditempatkan diluar gambar tanpa garis bantu dan garis ukur
seperti tampak pada gambar 7.30. Ukuran diameter bagian silinder dari benda kerja tersebut
hanya dihubungkan dengan garis penunjuk. Garis penunjuk tersebut ujung permulaannya
harus diberi titik bila berada dalam batas gambar dan harus diberi anak panah jika berada
pada batas gambar.
59
Gb. 7.30 Ukuran diameter dengan garis penunjuk
7.9.4 Ukuran sudut
Garis ukur dari sebuah sudut berupa sebuah busur dengan titik pusatnya pada titik
sudutnya dan berujung pangkal pada kedua buah kaki sudutnya atau pada perpanjangannya
(Gb. 7.31).
Gb. 7.31 Pemberian ukuran sudut
7.9.5 Memberi ukuran bagian yang sama
Benda kerja yang mempunyai bagian-bagian yang sama seperti misalnya plenes dari
sebuah pembuangan T, lemari katup dsb hanya diberi ukuran pada salah satu bagian saja
(Gb. 7.32). Dalam hal ini bagian yang tidak diberi ukuran harus diterangkan dengan
pernyataan kesamaannya.
Gb. 7.32 Ukuran-ukuran dari bagian-bagian yang sama
7.9.6 Ukuran lubang dengan alur pasak
Jika sebuah lubang dengan alur pasak digambar sebagai gambar potongan, maka
ukurannya diberikan seperti pada Gb. 7.33.
60
Gb. 7.33 Diameter dalam dengan alur pasak
7.9.7 Ukuran lubang
Ukuran-ukuran lubang baut, lubang ulir, lubang pen, lubang paku keling dan yang
sejenis harus dinyatakan dengan jumlah lubang didepan ukuran lubang yang dihubungkan
oleh garis penunjuk pada salah satu lubang (Gb. 7.34). Jumlah lubang hanya menyatakan
kelompok lubang yang sama besarnya pada bagian yang bersangkutan (pada contoh sebuah
lemari katup jumlah lubang hany berlaku untuk sebauh plenes). Jika hanya terdapat sebuah
lubang jumlahnya tidak perlu dicantumkan.
Gb. 7.34 Ukuran lubang
7.10 Elemen-elemen yang berjarak sama
Jika beberapa elemen berjarak sama atau disusun secara teratur cara-cara berikut
untuk penyederhanaannya dapat dipakai.
Ukuran-ukuran linier dapat ditentukan menurut Gb. 7.35. Jika hal demikian
menimbulkan keraguan maka sebuah ukuran jarak boleh dicantumkan seperti pada Gb. 7.36.
Gb. 7.35 Memberi ukuran bagian-bagian yang berjarak sama
Gb. 7.36 Memberi ukuran bagian-bagian yang berjarak sama
61
Jarak antara lubang dan elemen lain pada sebuah lingkaran dapat diberi ukuran seperti
pada gambar 7.37. Ukuran jarak boleh ditiadakan bila dari gambar sudah cukup jelas (Gb.
7.38).
Gb. 7.37 Memberi ukuran bagian-bagian yang berjarak sama Gb. 7.38 Memberi ukuran
lubang
Jarak antara melengkung (circular) dapat dinyatakan secara tidak langsung dengan
memberikan jumlah elemen seperti tampak pada Gb. 7.39 dan Gb. 7.40.
Jika dalam hal-hal tertentu diperlukan ketentuan jumlah elemen umpamanya untuk
menghindari pengulangan ukuran-ukuran yang sama, jumlah elemen dapat dinyatakan seperti
Gb. 7.41 dan Gb. 7.42.
Gb. 7.39 Memberi ukuran bagian-bagian
yang berjarak sama pada lingkaran Gb. 7.42 Memberi ukuran lubang
7.11 Cara memberi ukuran Bagian-bagian yang disusun
Jika beberapa bagian digambar dalam susunan, ukuran-ukuran dari tiap bagian
sedapatnya harus dipisahkan (Gb. 7.43)
Gb. 7.43 Memberi ukuran bagian-bagian yang disusun
62
BAB VIII
TOLERANSI LINIER
DAN TOLERANSI SUDUT
8.1 Toleransi bagian-bagian
Oleh karena ketidaktelitian pada proses pembuatan yang tidak dapat dihindari, suatu
alat tidak dapat dibuat setepat ukuran yang diminta. Agar supaya persyaratannya dapat
dipenuhi ukuran yang sebenarnya yang diukur pada benda kerja boleh terletak antara dua
batas ukuran yang diijinkan. Perbedaan dua batas ukuran tersebut disebut toleransi.
Untuk mudahnya sebuah ukuran dasar ditentukan untuk bagian tersebut dan tiap-tiap
batas ukuran ditentukan oleh penyimpangan terhadap ukuran dasar tadi. Besar dan tanda
penyimpangan diperoleh dengan mengurangi ukuran batas dengan ukuran dasarnya.
Gambar 8.1 yang menggambarkan ketentuan-ketentuan tersebut dalam prakteknya
diganti oleh bagan diagram seperti Gb. 8.2 yang sudah disederhanakan. Pada diagram yang
disederhanakan ini sumbu benda tidak digambarkan, dan sesuai dengan perjanjian sumbu
benda selalu terletak disebelah bawah. Dalam gambar, kedua penyimpangan dari poros
adalah negatif dan untuk lubangnya positif.
Gb. 8.1 Definisi istilah mengenai toleransi
Untuk selanjutnya dan teristimewa karena pentingnya peranan benda silindris dengan
penampang bulat, pembahasan dilakukan khusus untuk benda tersebut. Walaupun demikian
uraian dalam bab ini berlaku juga untuk bagian-bagian datar. Dalam hal ini istilah “lubang
dan poros” dapat dipergunakan juga untuk bagian-bagian antara dua bidang datar seperti
misalnya alur pasak, tebal pasak dsb.
Gb. 8.2 Bagan diagram daerah toleransi
63
8.2 Standar Toleransi Internasional IT
Toleransi yaitu perbedaan penyimpangan atas dan bawah harus dipilih secara seksama
agar sesuai dengan persyaratan fungsionalnya. Kemudian macam-macam nilai numerik dan
toleransinya untuk tiap pemakaian dapat dipilih oleh perencana. Untuk menghindari keraguan
dan untuk keseragaman nilai toleransi standar telah ditentukan oleh ISO / R286 (ISO System
of Limits and Fits – Sistem ISO untuk Limit dan Suaian). Toleransi standar ini disebut
“Toleransi Internasional” atau IT. Dianjurkan bagi perencana untuk memakai nilai IT untuk
toleransi yang diinginkan.
8.2.1 Tingkat diameter nominal
Untuk mudahnya rumus yang diberikan pada bagian 8.2.2 untuk menghitung toleransi
standard dan penyimpangan pokok disesuaikan dengan tingkat diameter pada Tabel 8.1.
Hasilnya telah dihitung atas dasar harga rata-rata geometric D dari diameter-diameter ekstrim
tiap tingkat dan dapat dipakai untuk semua diameter dalam tingkatan tersebut. Untuk seluruh
tingkat sampai dengan 3 mm, diameter rata-rata diambil sebagai rata-rata geometric dari 1
dan 3 mm.
Dalam keadaan normal dipakai tingkat utama tetapi jika dipandang perlu tingkat
antara dapat dipakai pula.
Tabel 8.1
Tabel 8.2
64
Tabel 8.3
8.2.2 Kualitas toleransi
Dalam system standar limit dan suaian, sekelompok toleransi yang dianggap
mempunyai ketelitian yang setaraf untuk semua ukuran dasar disebut Kualitas Toleransi.
Telah ditentukan 18 kualitas toleansi yang disebut toleransi standar yaitu IT 01, IT 0, IT 1
samapai IT 16.
Nilai toleransi meningkat dari IT 01 sampai dengan IT 16. IT 01 sampai IT 04
diperuntukkan pekerjaan yang sangat teliti, seperti alat ukur, instrument-instrumen optic dsb.
Tingkat IT 5 sampai IT 11 dipakai dalam bidang pemesinan umum, untuk bagian-bagian
yang mampu tukar, yang dapat digolongkan pula dalam pekerjaan yang sangat teliti dan
pekerja biasa. Tingkat IT 12 sampai dengan IT 16 dipakai untuk pekerjaan kasar.
Untuk tingkat toleransi IT 5 sampai dengan IT 16 nilai toleransinya ditentukan oleh
satuan toleransi I sebagai berikut:
D
D
i 001
,
0
45
,
0 3


Dalam satuan micron dan D harga rata-rata geometric dari kelompok ukuran nominal dalam
mm
Harga toleransi standar untuk tingkat 5 sampai dengan 16 diberikan dalam table 8.2
sebagai hubungan dengan satuan toleransi i.
Untuk tingkatan dibawah 5 nilai-nilai toleransi standar ditentukan sesuai table 8.3.
Nilai-nilai IT 2 samapi dengan 4 telah ditentukan kira-kira secara geometric antara nilai-nilai
IT 1 dan 5 (Tabel 8.4).
Tabel 8.4
8.2.3 Nilai-nilai toleransi standar IT
Nilai-nilai numeric dari toleransi standar telah ditentukan dengan cara-cara diatas dan
dibulatkan. Pada table 8.4 telah ditabelkan nilai-nilai numeric dalam satuan metric untuk tiap
tingkatan diameter nominal untuk tingkat-tingkat 01, 0,1 sampai dengan 16.
8.3 Suaian
8.3.1 Jenis-jenis suaian
65
Dua benda yang berhubungan mempunyai ukuran-ukuran yang berbeda sebelum
dirakit. Perbedaan ukuran yang diijinkan untuk suatu pemakaian tertentu dari pasangan ini
disebut suaian. Tergantung dari kedudukan masing-masing daerah toleransi dari lubang atau
poros, terdapat tiga jenis suaian yaitu:
1. Suaian longgar (clearance fit)
2. Suaian pas transition fit)
3. Suaian paksa (interference fit)
Gambar 8.1 menunjukkan sebauah suaian longgar dan Gb. 8.3 menunjukkan diagram daerah
toleransi untuk tiga jenis suaian tersebut.
Tiap-tiap suaian harus dipilih sesuai persyaratan fungsional dari pasangan
bersangkutan..
Gb. 8.3 Bagan diagram daerah toleransi pada macam-macam suaian
8.3.2 Sistem satuan lubang dan system satuan poros.
Dua system suaian dapat digunakan pada system ISO, terhadap garis nol, yaitu garis
dengan penyimpangan nol dan merupakan ukuran dasar. Dua system tersebut adalah system
satuan lubang dan system satuan poros. Gambar 8.4 memperlihatkan kedua system ini untuk
ketiga suaian tersebut diatas.
Pada system satuan lubang penyimpangan bawah dari lubang diambil sama dengan
nol seperti tampak pada Gb. 8.4. Lubang atau poros semacam ini masing-masing disebut
lubang dasar dan poros dasar.
Pada system lubang dasar, poros dengan berbagai penyimpangan disesuaikan pada
lubang dasar dan pada system poros dasar sebaliknya seperti pada Gb. 8.4.
Sistem lubang dasar lebih umum dipakai daripada system poros dasar oleh karena
pembuatan lubang lebih sukar daripada membuat poros. Lagipula alat ukur lubang (plug
gauge) lebih mahal dari pada alat ukur poros.
Gb. 8.4 Sistem satuan poros dan system satuan lubang
8.3.3 Lambang untuk toleransi, penyimpangan dan suaian
66
Untuk memenuhi persyaratan umum untuk bagian-bagian tunggal dan suaian, system
ISO untuk limit dan suaian telah memberikan suatu daerah toleransi dan penyimpangan yang
menentukan posisi dan toleransi tersebut terhadap garis nol terhadap setiap ukuran dasar.
Kedudukan daerah toleransi terhadap garis nol yang merupakan suatu fungsi dari
ukuran dasar dinyatakan oleh sebuah lambing huruf (dalam beberapa hal dengan dua huruf)
yaitu huruf besar untuk lubang dan huruf kecil untuk poros seperti terlihat pada Gb. 8.5.
Lambang H mewakili lubang dasar dan lambing h mewakili poros dasar. Sesuai
dengan ini jika lambing H dipakai untuk lubang berarti system lubang dasar yang dipakai.
Nilai toleransi ditentukan oleh tingkat toleransi yang diuraikan pada bagian 7.2.2.
Toleransi dinyatakan oleh sebuah angka yang sesuai dengan angka kualitas.
Dengan demikian ukuran yang diberi toleransi didefinisikan oleh nilai nominalnya
diikuti oleh sebuah lambing yang terdiri dari sebuah huruf (kadang-kadang dua huruf) dan
sebuah huruf .
Contoh: 45g7 berarti:
Diameter poros 45 mm, suaian longgar dalam system lubang dasar dengan nilai
toleransi dari tingkat IT7.
Gb. 8.5 Masing-masing kedudukan dari macam-macam daerah toleransi untuk sutu
diameter poros/lubang tertentu
Gabungan antara lambang-lambang untuk lubang dan poros menentukan jenis suaian.
Contoh:
1. Lubang H poros g Suaian: suaian longgar dalam system lubang dasar
2. Lubang H poros m Suaian: suaian pas dalam system lubang dasar
3. Lubang R poros h Suaian: suaian paksa dalam system poros dasar.
Sebuah suaian dinyatakan oleh ukuran dasar disebut juga ukuran nominal yang sama
untuk kedua benda diikuti oleh lambing yang sesuai untuk tiap komponen. Lambang
untuk lubang disebut pertama.
Contoh:
45 H8/g7 mungkin juga 45H8-g7natau 45 H8/g7
8.3.4 Suaian untuk tujuan-tujuan umum
67
Kombinasi lambing dan kualitas untuk lubang dan poros yang menentukan suaian
adalah terlalu banyak untuk dipakai untuk tujua-tujuan umum. Oleh karena itu untuk
tujuan umum beberapa Negara telah membuat standar nasional.
Tabel 7.5 adalah suaian-suaian untuk tujuan-tujuan umum yang ditenukan oleh JIS
B0401 (limit dan suaian untuk Teknik). Perlu dicatat bahwa tingkat lubang lebih besar
daripada tingkat poros karena lebih mudah membuat lubang daripada membuat poros.
Gambar 8.6 menunjukkan bagan diagram suaian dalam system lubang dasar untuk ukuran
nominal 30 mm. Dalam gambar ini dapat dilihat hubungan antara parameter-parameter
suaian dan tampak bahwa suaian paksa hanya dapat dilaksanakan dengan kualitas yang
tinggi.
Tabel 8.5 Suaian untuk tujuan-tujuan umum
68
Gb. 8.6 Bagan diagram suaian dalam system satuan lubang (Ukuran lubang 30 mm)
Tabel 8.6
69
Tabel 8.7
70
8.4 Penulisan Toleransi Linier dan Sudut
8.4.1 Penulisan ukuran linier dari sebuah komponen
1. Toleransi suaian dengan lambing ISO
Komponen yang diberi ukuran dengan toleransi dinyatakan dalam gambar seperti Gb.
8.7:
a. ukuran dasar
b. lambing toleransi
c. jika disamping lambing-lambang diperlukan juga mencantumkan nilai-nilai
penyimpangan maka ini harus diperlihatkan dalam kurung (Gb. 8.8) atau tanpa
kurung
Gb. 8.7 Toleransi suaian dinyatakan Gb. 8.8 Toleransi suaian dinyatakan oleh lambang
dengan lambang ISO dan nilai penyimpangan
2. Toleransi dengan angka
Komponen yang diberi ukuran dengan toleransi dinyatakan dalam gambar seperti Gb.
8.9:
a. ukuran dasar
b. nilai-nilai penyimpangan
71
Jika salah satu penyimpangan mempunyai nilai nol maka ini hanya dinyatakan oleh
nilai nol (Gb. 8.10)
Gb. 8.9 Toleransi dinyatakan oleh nilai penyimpangan Gb. 8.10 Toleransi dinyatakan oleh
nilai penyimpangan
3. Toleransi simetris
Jika nilai toleransi ke atas dan kebawah sama besarnya (toleransi simetris) nilai
toleransinya hanya dituliskan sekali saja dan didahului oleh tanda – (Gb. 8.11)
4. Ukuran-ukuran batas
Ukuran-ukuran batas dapat juga ditulis seperti pada Gambar 8.12
Gb. 8.11 Toleransi simetris Gb. 8.12 Batas-batas ukuran
5. Ukuran-ukuran batas dalam satu arah
Jika suatu ukuran hanya perlu dibatasi dalam satu arah saja maka hal ini dapat
dinyatakan dengan menambahkan ‘min’ atau ‘mak’ didepan ukurannya seperti ditampilkan
pada Gb. 8.13.
Gb. 8.13 Batas ukuran dalam satu arah
8.4.2 Urutan penulisan penyimpangan
Penyimpangan atas harus ditulis pada kedudukan atas dan penyimpangan bawahpada
kedudukan bawah. Peraturan ini berlaku untuk lubang maupun poros (Gb. 8.14 sampai 8.16).
Gb. 8.14 Urutan penulisan Gb. 8.15 Urutan penulisan Gb. 8.16 Urutan penulisan
8.4.3 Satuan
a. Satuan penyimpangan
Penyimpangan harus dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan ukuran
nominal. Jika dipergunakan satuan yang berbeda maka satuan yang dipakai untuk
penyimpangan harus ditulis setelah nilai penyimpangannya.
b. Jumlah decimal
Nyatakan kedua penyimpangan dalam jumlah decimal yang sama terkecuali jika salah
satu penyimpangannya nol (Gb. 8.10)
72
8.4.4 Toleransi pada gambar susunan
a. Toleransi dengan lambing ISO
Lambang toleansi untuk lubang ditempatkan didepan lambing untukporos (Gb. 8.17)
atau diatasnya (Gb. 8.18) dan dibelakang ukuran nominal yang hany ditulis sekali.
Gb. 8.17 Toleransi pada gambar susunan Gb. 8.18 Toleransi pada gambar susunan
Jika ingin menyatakan nilai numeric dari penyimpangannya maka hal ini dapat ditulis
dalam kurng atau tanpa kurung seperti Gb, 8.19. Untukpenyederhanaan garis ukur bawah
dapat dihilangkan (Gb. 8.20 dan 8.21). Tetapi beberapa Negara tidak mengujinkan untuk
menghindari keraguan.
Gb. 8.19 Toleransi pada gambar susunan Gb. 8.20 Toleransi pada gambar susunan
Gb. 8.21 Toleransi pada gambar susunan
b. Toleransi dengan angka
Ukuran tiap komponen dari bagian yang dirakit didahului oleh nama (Gb. 8.21)
komponen atau referensi (Gb. 8.21) dari komponen. Dalam kedua hal tersebut ukuran lubang
tetap diletakan diatas ukuran poros.
8.4.5 Toleransi ukuran sudut
Aturan-aturan yang telah ditentukan untuk ukuran linier dapat juga diterapkan pada
ukuran sudut (Gb. 8.22).
Gb. 8.22 Toleransi pada ukuran sudut
8.5 Penyimpangan Ukuran Yang Diijinkan Tanpa Keterangan Toleansi
8.5.1 Ukuran-ukuran dinyatakan tanpa keterangan toleransi
73
Semua ukuran yang dinyatakan dalam gambar pada dasarnya harus diberi toleransi,
seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Tetapi dalam kenyataannya terdapat
banyak ukuran tanpa keterangan toleransi.
Untuk bagian-bagian tanpa suaiandan tanpa persyaratan ketelitian khusus toleransinya
dengan mudah dapat diberikan dengan sebuah catatan umum yang sekaligus menyatakan
nilai penyimpangan yang diijinkan untuk bagian-bagian yang sejenis (disebut ‘ukuran tanpa
keterangan toleransi’). Sesuai dengan ISO 2768 nilai penyimpangan yang diijinkan ini sering
sekali disebut ‘toleransi umum’. Oleh karena itu ukuran tanpa keterangan toleransi terikat
oleh toleransi umum seperti yang telah disinggung pada Bab 5.4.
8.5.2 Pemilihan nilai penyimpangan yang diijinkan
Ini merupakan tanggung jawab dari bagian perencanaan untuk menentukan nilai
penyimpangan yang diijinkan sebaik-baiknya tetapi sedapat mungkin sesuai peraturan berikut
ini:
1. Ukuran-ukuran linier
Catatan umum harus menentukan:
a. suatu penyimpangan yang diijinkan sama dengan + IT/2 dari tingkat toleransi
ISO (+ IT 14/2 misalnya) artinya penyimpangan yang diijinkan js untuk poros
dan Js untuk lubang; sebagai tambahan catatan tersebut dapat mengganti
penyimpangan ini dengan H untuk lubang atau h untuk poros
b. atau penyimpangan yang diijinkan antara satu dari tiga seri yang diberikan
pada table 7.8 (dibulatkan dibandingkan dengan tingkat IT 12, 14 atau 16);
catatannya dapat menuliskan sebagai tambahan, penggantian nilai-nilai + t/2
oleh +t untuk lubang atau – t untuk poros. Dlam hal ini dianjurkan supaya
jangan begitu saja menggunakan standar pada table 8.8 tetapi menuliskan
nilai-nilai numeric yang diinginkan yang diambil dari table tadi pada catatan
c. atau sebuah nilai tunggal untuk ukuran nilai nominal manapun jika tidak
terdapat perbedaan yang besar antara ukuran-ukuran yang berbeda tanpa
keterangan toleransi pada gambar (+ 0,4 mm umpamanya, pada gambar
hidung poros (sindle) mesin bubut dari ISO/R 702)
Tabel 8.8 Variasi yang diijinkan untuk ukuran linier
2. Ukuran-ukuran sudut
Catatan umum diutamakan untuk menuliskan penyimpangan yang diijinkan dari table
7.9 dan dinyatakan oleh panjang sisi yang pendek darisudut bersangkutan dalam
- derajat dan menit,
- persen (jumlah mm tiap 100mm)
8.6 Memberi Ukuran Dan Toleransi Kerucut
8.6.1 Ketirusan dan pendakian
Ada beberapa bagian mesin yang mempunyai bentuk kerucut atau bentuk baji.
74
Perbandingan antara perbedaan diameter dari dua potongan terhadap jaraknya disebut
ketirusan yaitu
2
tan
2




L
d
D
C
Gb. 8.23 Tirus
Lambang dibawah ini menunjukkan ketirusan dan arahnya dapat dipakai untuk
menentukan arah ketirusan.
Pendakian yang tidak menjadi pokok pembahasan disini adalah kemiringan dari
sebuah garis yang menggambarkan bidang miring dari sebuah baji misalnya, dinyatakan
sebagai perbandingan perbedaan tinggi tegak lurus terhadap garis dasar untuk suatu jarak
tertentu dan jarak itu yaitu
Pendakian

tan


L
l
H
Jika dianggap perlu dapat dipakai lambang dibawah ini untuk menunjukkan arah
pendakian
Gb. 8.24 Pendakian
8.6.2 Memberi ukuran kerucut
Ukuran-ukuran dibawah ini dalam berbagai gabungan dapat dipakai untuk
menentukan ukuran, bentuk dan krdudukan kerucut.
a. ketirusan diperinci sebagai sudut apit atau sebagai perbandingan misalnya:
- 0,3 rad
- 350
- 1 : 5
- 0,2 : 1
- 20%
b. Diameter dari ujung yang diarsir
c. Diameter dari ujung yang kecil
75
d. Diameter dari suatu penampang tertentu dan dapat berada di dalam atau di luar
kerucut
e. Ukuran yang menentukan letak potongan dimana diameter tadi diperinci
f. Panjang kerucut
Gambar 8.25 a-d memperlihatkan gabungan-gabungan ukuran-ukuran diatas yang banyak
dipakai.
Gabungan ukuran yang dipilih tidak boleh berlebihan. Walaupn demikian ukuran
tambahan dapat diberikan sebagai ukuran ‘bantu’ dalam kurung untuk keterangan seperti
misalnya setengah sudut apitnya.
Mengenai ketirusan standar (khususnya ketirusan morse atau metric) dinyatakan oleh
seri standard an angka.
Gb. 8.25 Ukuran-ukuran kerucut
8.6.3 Toleransi kerucut
a. Umum
Ada dua cara memperinci ketelitian kerucut seperti uraian Bab 8.6.3b dan c.
Disebelah kanan gambar diperlihatkan daerah toleransi. Perlu dicatat bahwa mungkin akan
terdapat kesalahan bentuk asal saja jika tiap bagian dari permukaannya terletak di dalam
daerah toleransi. Dalam praktek tidak diperkenankan mengambil seluruh daerah toleransi
oleh kesalahan-kesalahan bentuk. Jika pembatasan dalam hal ini dipandang perlu maka hal
tersebut harus dinyatakan oleh toleransi bentuk yang sesuai. Ukuran teoritis yang tepat (linier
ataupun sudut) dan ukuran-ukuran dengan toleransi menentukan daerah toleransi dimana
bidang kerucut harus berada. Sebuah ukuran teoritis yang tepat (terletak dalam kotak) adalah
suatu ukuran yang menentukan dengan tepat letak dari sebuah titik, garis, bidang atau bidang
kerucut, sedangkan ukuran sesungguhnya oleh cara lain daripada memberi toleransi ukuran
tersebut. Cara ini dapat dipergunakan untuk menentukan posisi yang tepat dari potongan
sebuah kerucut, yang diameternya boleh bervariasi dalam batas-batas tertentu. Dapat juga
dipergunakan untuk menentukan diameter yang tepat dari penampang sebuah kerucut yang
posisinya boleh bervariasi dalam batas-batas tertentu. Perlu dicatat bahwa bilamana cara
memberi ukuran menurut Gb. 8.27 dan 28 dipergunakan, maka diameter atau posisinya
merupakan ukuran yang tepat (terletak dalam kotak). Pemilihan cara memberi toleransi dan
nilai toleransi tergantung dari persyaratan fungsional. Dlam hal demikian ISO 1947 (system
of cone Tolerances for Conical Workpieces- Sistem toleransi Kerucut untuk benda kerja
berbentu Kerucut- dari c – 1 : 3 sampai dengan 1 : 500 dan panjang 6 sampai dengan 630
mm) harus dipergunakan.
76
b. Cara I: Cara kerucut dasar
Dalam cara ini toleransi membatasi jarak penembusan dari pasangan bidang kerucut
dan masing-masing permukaan harus berada dalam dua batas profil ketirusan yang sama yang
sesuai dengan kondisi bahan maksimum dan minimum. Kondisi bahan maksimum berarti
diameter maksimum untuk elemen luar seperti misalnya sebuah poros atau diameter
minimum untk ukuran dalam seperti misalnya sebuah lubang. Daerah toleransi yang
membatasi kerucut dihasilkan oleh sebuah toleransi entah untuk diameter atau kedudukan.
Sesuai perjanjian toleransi yang ditentukan harus dipenuhi oleh semua penampang untuk
seluruh panjangnya (Gb. 8.26 s/d Gb. 8.28). Permukaan kerucut boleh terletak di mana saja di
dalam daerah toleransi. Gambar 8.26 menggambarkan sebuah kerucut berdasarkan cara
kerucut dasar yang diameter besarnya diberi ukuran dengan toleransi. Gb. 8.27
menggambarkan sebuah kerucut berdasarkan cara kerucut dasar dimana ukurannya
ditentukan oleh sebuah penampang yang letaknya ditentukan oleh ukuran teoritis tepat
terletak dalam kotak. Sebuah kerucut yang diberi ukuran atas dasar cara kerucut dasar dimana
diameter sebuah penampang merupakan ukuran teoritis tepat diperlihatkan pada Gb. 8.28.
Penampang ini terletak dalam batas-batas tertentu terhadap bagian kiri dari bendanya. Cara
kerucut dasar menurut Gambar 8.26, 27 dan 28 mungkin tidak cocok untuk hal-hal di
manavariasi ketirusan yang timbul akibat toleransi yang diperlukan untuk diameter atau
posisi tidak dapat diterima. Hal ini dapat diatasi oleh Gb. 8.39 atau cara II. Bila mana
diperlukan menggunakan ondisi-kondisi terbatas yang membatasi variasi ketirusan dalam
daerah toleransi cara-cara berikut dapat dipergunakan:
a. catatan tertulis yang menetapkan batas yang diijinkan untuk ketirusan yang
sesungguhnya.
b. Menunjukkan pembatsan toleransi sudut dari apotema terhadap garis sumbu (Gb.
8.28) sesuai ISO 1101/I (Bab 9) Daerah toleransi untuk sudut (termasuk
kelurusan) dapat terletak dimana saja dalam daerah toleransi
Gb. 8.26 Sistem dasar ketirusan (I)
77
Gb. 8.28 Sistem dasar ketirusan (III) Gb. 8.29 Sistem dasar ketirusan dengan toleransi sudut
c. Cara II – Cara toleransi ketirusan
Pada cara ini nilai toleransi dari ukuran hanya berlaku untuk penampang yang
ukurannya tertera pada gambar dan tidak untuk tiap penampang seperti halnya pada cara
kerucut dasar. Ketelitian ketirusan dari sebuah kerucut diperinci secara langsung oleh
toleransi pada ketirusan tersebut, dan tidak tergantung dari toleransi ukuran. Dalam hal sudut,
toleransinya diberikan menurut Bab 8.4. Dalam hal perbandingan toleransinya berlaku untuk
pembilangnya.
Toleransi pada ketirusannya dapat dinyatakan secara tunggal atau secara ganda
menurut keutuhan misalnya:
- (3,5 + 0,5) : 12
- (1 + 0,1) : 50
- (5 + 0,1) %
- 250
+ 300
Bila tidak disebutkan lain satuan toleransinya sama dengan satuan ukuran
nominalnya. Permukaan keruct boleh terletak dimana saja antara posisi ekstrim akibat
toleransi yang terkumpul dari toleransi linier dan toleransi ketirusan asalkan toleransi pada
ketirusan diperhatikan. Penyajian dalam gambar dari daerah toleransi ketirusan pada Gb.
8.30, 31 dan 32 dimisalkan apotema-apotemanya merupakan garis lurus. Arti kelurusan disini
adalah arah apotema kerucut ditentukan oleh arah dua garis lurus berjarak minimum dan
menyelubungi apotema yang sesungguhnya. Kedua garis tersebut tentunya harus terletak
antara batas-batas yang telah ditentukan oleh toleransi ketirusan. Selanjutnya apotema-
apotema tersebut tidak boleh melampoi batas-batas ukuran pada titik-titik ukuran-ukurannya
telah ditentukan. Gambar 8.30 mengambarkan sebuah kerucut yang diberi ukuran atas dasar
cara toleransi kerucut dimana ukuran yang terbesar diberi toleransi. Gambar 8.31
memperlihatkan sebuah kerucut yang diberi ukuran menurut cara toleransi kerucut dimana
diameter dari sebuah penampang merupakan ukuran teoritis tepat yang terletak antara batas-
batas yang telah ditentukan terhadap sisi kanan dari benda. Bentuk dari daerah toleransi
kerucut berubah-ubah sesuai ukuran sebenarnya dari ukuran L seperti pada Gb. 8.31 a, b dan
c. Daerah toleransi kerucut ini sendiri tidak menentukan kesalahan – kesalahan kelurusan
yang diijinkan.
Gambar 8.32 menunjukkan sebuah kerucut yang diberi ukuran menurut cara toleransi
kerucut dengan mempergunakan ukuran teoritis tepat untuk menentukan posisi penampang di
mana diameternya harus terletak dalam batas-batas ukuran. Posisi daerah toleransi untuk
ketirusan berubah-ubah sesuai ukuran sebenarnya dari diameter D pada bidang dasar seperti
tampak pada Gb. 8.26 a, b dan c. Daerah toleransi ketirusan ini sendiri tidak menentukan
kesalah kelurusan yang diijinkan.
78
Gb. 8.30 Sistem toleransi ketirusan (I)
Gb. 8.31 Sistem toleransi ketirusan (II)
Gb. 8.32 Sistem toleransi ketirusan (III)
8.6.4 Penterapan
Bila suaian pada bagian pasangannya diperlukan maka hal ini harus dijelaskan dalam
gambar.
Dalam memberi ukuran sepasang kerucut yang bekerja sama, hal-hal berikut harus
diperinci:
a. Ketirusan nominal yang sama
b. Sbuah ukuran dalam kotak untuk diameter (Gb. 8.33) atau untuk posisi (Gb. 8.34)
yang berhubungan dengan bidang ukur yang sama untuk kedua bagian yang dirakit.
Menurut ukuran kerucut seperti pada Gb. 8.35 di mana diameter dari kedua ujung dan
panjang kerucut di beri toleransi tidak diperkenankan karena terjadi pengumpulan
toleransi.
Gb. 8.33 Ukuran dua buah kerucut yang berpasangan (I) Gb. 8.34 Ukuran dua buah kerucut
yang berpasangan (II)
79
BAB IX
TOLERANSI GEOMETRIK
9.1 Pendahuluan
Gambar dari bagian yang dibuat harus memberi semua keterangan yang diperlukan
untuk dapat dibuat dengan tepat atau untuk diperiksa. Oleh karena itu tiap gambar harus
mempunyai tiga jenis informasi pokok yaitu:
1. Bahan yang dipakai
2. Bentuk atu sifat-sifat geometrik
3. Ukuran-ukuran dari bagian
Gambar harus menunjukkan juga perbedaan-perbedaan yang diijinkan dari masing-masing
unsur tadi dalam bentuk toleransi.
Bahan biasanya ditentukan oleh perincian tersendiri atau dokumen tambahan dan
gambar hanya perlu menyinggung sebagai referensi.
Bentuk ditentukan oleh ukuran-ukuran linier dan sudut (Bab 5, 6, 7). Toleransi dapat
diterapkan langsung pada ukuran-ukuran atau dapat ditentukan oleh catatan toleransi umum
(Bab.8).
Bentuk dan sifat-sifat geometrik dinyatakan dalam pandangan dalam gambar (Bab 2,
3, 4)
Pada bentuk dan sifat-sifat geometrik belum terdapat pengertian gambar yang
definitif. Dalam tahun-tahun terakhir ini telah diperkenalkan toleransi geometrik dan telah
diterapkan sebagai standar ISO yang menentukan lambang internasional maupun ketentuan
yang tepat.
Toleransi geometrik hanya diperinci bilamana diperlukan. Sampai sejauh mana hal ini
diperlukan pada suatu saat tertentu hanya dapat diputuskan ditinjau dari segi persyaratan
fungsional, kemampuan tukar dan keadaan pembuatan yang memungkinkan.
Dalam bab ini cara penyajian pada gambar definisi dan pengertian toleransi geometrik
akan dibahas.
9.2 Toleransi geometrik dan lambang-lambangnya
Toleransi geometrik mencakup toleransi bentuk, posisi, tempat dan penyimpangan
putar seperti tabel 9.1. Dalam tabel ini jenis-jenis toleransi diperlihatkan dengan lambangnya
masing-masing.
Toleransi bentuk membatasi penyimpangan dari sebuah elemen (titik, garis, sumbu,
permukaan atau bidang meridian) dari bentuk geometri ideal. Posisi, tempat dan
penyimpangan putar membatasi penyimpangan posisi atau tempat bersama dari dua atau
lebih elemen.
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin
MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin

More Related Content

Similar to MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin

GAMBAR POTONGAN ringkas.pptx
GAMBAR POTONGAN ringkas.pptxGAMBAR POTONGAN ringkas.pptx
GAMBAR POTONGAN ringkas.pptxrizalnurikhwani1
 
Menggambar sambungan kayu
Menggambar sambungan kayuMenggambar sambungan kayu
Menggambar sambungan kayuRd Rosyadi
 
Modul mesin bubut 7 (5)
Modul mesin bubut 7 (5)Modul mesin bubut 7 (5)
Modul mesin bubut 7 (5)Eko Supriyadi
 
Kb1 Standar Gambar Teknik
Kb1 Standar Gambar TeknikKb1 Standar Gambar Teknik
Kb1 Standar Gambar Teknikemodul-learning
 
Kisi kisi lks wilker 1 jatim 2022 - mechanical engineering cad
Kisi kisi lks wilker 1 jatim 2022 - mechanical engineering cadKisi kisi lks wilker 1 jatim 2022 - mechanical engineering cad
Kisi kisi lks wilker 1 jatim 2022 - mechanical engineering caddidik iswanto
 
Menggambar segi-tujuh-beraturan
Menggambar segi-tujuh-beraturanMenggambar segi-tujuh-beraturan
Menggambar segi-tujuh-beraturanNovia Sumanti
 
Uraian CPL 1 2015.pdf
Uraian CPL 1 2015.pdfUraian CPL 1 2015.pdf
Uraian CPL 1 2015.pdfharpitojasri
 
Bab vi-memberikan ukuran-pada_gambar_kerja
Bab vi-memberikan ukuran-pada_gambar_kerjaBab vi-memberikan ukuran-pada_gambar_kerja
Bab vi-memberikan ukuran-pada_gambar_kerjagemilang tegar kusuma
 
Power point untuk pembelajaran kesebangunan
Power point untuk pembelajaran kesebangunanPower point untuk pembelajaran kesebangunan
Power point untuk pembelajaran kesebangunannadiahbsa
 
Logam mesin fabrication 30
Logam mesin fabrication 30Logam mesin fabrication 30
Logam mesin fabrication 30Eko Supriyadi
 
Logam mesin fabrication 29
Logam mesin fabrication 29Logam mesin fabrication 29
Logam mesin fabrication 29Eko Supriyadi
 
Modul Teknik gambar manufaktur 2018
Modul Teknik gambar manufaktur 2018Modul Teknik gambar manufaktur 2018
Modul Teknik gambar manufaktur 2018Sarwanto.S.Pd.T
 
Dasar dasar menggambar_teknik
Dasar dasar menggambar_teknikDasar dasar menggambar_teknik
Dasar dasar menggambar_teknikZainal Abidin
 
MATERI TEKNIK GAMBAR MANUFAKTUR UNTUK SMK MESIN
MATERI TEKNIK GAMBAR MANUFAKTUR UNTUK SMK MESINMATERI TEKNIK GAMBAR MANUFAKTUR UNTUK SMK MESIN
MATERI TEKNIK GAMBAR MANUFAKTUR UNTUK SMK MESINSarwanto.S.Pd.T
 
Logam mesin casting and moulding 10
Logam mesin casting and moulding 10Logam mesin casting and moulding 10
Logam mesin casting and moulding 10Eko Supriyadi
 
Kkm matematika-teknik-kls-xi
Kkm matematika-teknik-kls-xiKkm matematika-teknik-kls-xi
Kkm matematika-teknik-kls-xiSakkot Rahotan
 

Similar to MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin (20)

GAMBAR POTONGAN ringkas.pptx
GAMBAR POTONGAN ringkas.pptxGAMBAR POTONGAN ringkas.pptx
GAMBAR POTONGAN ringkas.pptx
 
Menggambar sambungan kayu
Menggambar sambungan kayuMenggambar sambungan kayu
Menggambar sambungan kayu
 
Modul mesin bubut 7 (5)
Modul mesin bubut 7 (5)Modul mesin bubut 7 (5)
Modul mesin bubut 7 (5)
 
Kb1 Standar Gambar Teknik
Kb1 Standar Gambar TeknikKb1 Standar Gambar Teknik
Kb1 Standar Gambar Teknik
 
Kisi kisi lks wilker 1 jatim 2022 - mechanical engineering cad
Kisi kisi lks wilker 1 jatim 2022 - mechanical engineering cadKisi kisi lks wilker 1 jatim 2022 - mechanical engineering cad
Kisi kisi lks wilker 1 jatim 2022 - mechanical engineering cad
 
Menggambar segi-tujuh-beraturan
Menggambar segi-tujuh-beraturanMenggambar segi-tujuh-beraturan
Menggambar segi-tujuh-beraturan
 
Materi 7 tanda ulir
Materi 7 tanda ulirMateri 7 tanda ulir
Materi 7 tanda ulir
 
Uraian CPL 1 2015.pdf
Uraian CPL 1 2015.pdfUraian CPL 1 2015.pdf
Uraian CPL 1 2015.pdf
 
14 CPL BKSTI.pdf
14 CPL BKSTI.pdf14 CPL BKSTI.pdf
14 CPL BKSTI.pdf
 
Bab vi-memberikan ukuran-pada_gambar_kerja
Bab vi-memberikan ukuran-pada_gambar_kerjaBab vi-memberikan ukuran-pada_gambar_kerja
Bab vi-memberikan ukuran-pada_gambar_kerja
 
Rpp gambar1
Rpp gambar1Rpp gambar1
Rpp gambar1
 
Power point untuk pembelajaran kesebangunan
Power point untuk pembelajaran kesebangunanPower point untuk pembelajaran kesebangunan
Power point untuk pembelajaran kesebangunan
 
Logam mesin fabrication 30
Logam mesin fabrication 30Logam mesin fabrication 30
Logam mesin fabrication 30
 
Logam mesin fabrication 29
Logam mesin fabrication 29Logam mesin fabrication 29
Logam mesin fabrication 29
 
Modul Teknik gambar manufaktur 2018
Modul Teknik gambar manufaktur 2018Modul Teknik gambar manufaktur 2018
Modul Teknik gambar manufaktur 2018
 
Dasar dasar menggambar_teknik
Dasar dasar menggambar_teknikDasar dasar menggambar_teknik
Dasar dasar menggambar_teknik
 
MATERI TEKNIK GAMBAR MANUFAKTUR UNTUK SMK MESIN
MATERI TEKNIK GAMBAR MANUFAKTUR UNTUK SMK MESINMATERI TEKNIK GAMBAR MANUFAKTUR UNTUK SMK MESIN
MATERI TEKNIK GAMBAR MANUFAKTUR UNTUK SMK MESIN
 
Logam mesin casting and moulding 10
Logam mesin casting and moulding 10Logam mesin casting and moulding 10
Logam mesin casting and moulding 10
 
Gambar Teknik 00.pptx
Gambar Teknik 00.pptxGambar Teknik 00.pptx
Gambar Teknik 00.pptx
 
Kkm matematika-teknik-kls-xi
Kkm matematika-teknik-kls-xiKkm matematika-teknik-kls-xi
Kkm matematika-teknik-kls-xi
 

MESIN] Memahami dasar-atas menggambar mesin

  • 1. 1 BAHAN AJAR MENGGAMBAR MESIN MKK 2011 OLEH: I MADE ASTIKA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2017
  • 2. 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat- Nya bahan ajar Menggambar Mesin ini dapat kami selesaikan. Bahan ajar ini dibuat untuk membantu mahasiswa dalam memahami materi dalam mata kuliah Menggmbar Mesin di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana. Mata Kuliah Menggambar Mesin merupakan mata kuliah keahlian di Jurusan Teknik Mesin Universitas Udayana yang wajib diambil oleh semua mahasiswa di Jurusan Teknik Mesin dan dilaksanakan pada semester 2 (Genap). Mahasiswa yang mengambil Menggambar Mesin harus sudah lulus atau pernah mengambil mata kuliah Menggambar Teknik. Kami menyadari bahwa bahan ajar ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan bahan ajar ini. Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan bahan ajar ini dan semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terimakasih Denpasar, Maret 2017
  • 3. 3 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI 3 RPS 5 BAB I SISTEM PROYEKSI 10 1.1 Sistem proyeksi ortogonal 12 1.2 Sistem proyeksi ‘Amerika’ 13 1.3 Sistem proyeksi ‘Eropa’ 14 BAB II. ATURAN-ATURAN DASAR UNTUK PENYAJIAN GAMBAR 17 2.1 Penentuan pandangan 17 2.2 Pemilihan pandangan depan 18 2.3 Susunan gambar-gambar pandangan 18 2.4 Pandangan tambahan 19 2.5 Pandangan sebagian 20 2.6 Pandangan setempat 21 2.7 Pandangan khusus dengan anak panah 21 2.8 Pandangan detail 21 BAB III. POTONGAN (IRISAN) 23 3.1 Potongan 23 3.2 Penyajian potongan 23 3.3 Cara-cara membuat potongan 24 3.4 Penampang-penampang tipis 27 3.5 Bagian benda atau benda yang tidak boleh dipotong 28 3.6 Arsiran 28 BAB IV. CARA-CARA PENGGAMBARAN KHUSUS 31 4.1 Cara menunjukkan bagian yang dikerjakan secara khusus 31 4.2 Garis-garis perpotongan 32 4.3 Gambar bidang datar 33 4.4 Gambar benda simetrik 34 4.5 Gambar yang diputus-putus 35 3.6 Penyederhanaan ganbar 36 BAB V. ATURAN-ATURAN DASAR UNTUK MEMBERI UKURAN 37 5.1 Garis ukur dan garis bantu 37 5.2 Tinggi dan arah angka ukur 37 5.3 Ujung dan pangkal garis ukur 38 5.4 Ukuran dan toleransinya 39 5.5 Dimensi fungsional dan tambahan 40 5.6 Satuan-satuan 40 BAB VI. CARA-CARA MEMBERI UKURAN 41 6.1 Memberi ukuran dimensi linier 41 6.2 Angka-angka ukur 42 6.3 Memberi ukuran pada benda tirus 43
  • 4. 4 6.4 Huruf dan lambang yang ditambahkan pada angka ukur 45 6.5 Lambang jari-jari tanpa angka ukur 47 6.6 Angka ukur yang tidak sesuai dengan ukuran gambar 49 BAB VII. DASAR-DASAR UMUM UNTUK MEMBERI UKURAN 50 7.1 Pandangan yang terutama diberi ukuran 50 7.2 Ukuran dan toleransi 51 7.3 Ukuran dalam gambar 53 7.4 Garis ukur dan garis bantu 55 7.5 Susunan ukuran 57 7.6 Memberi ukuran bentuk-bentuk tertentu 59 7.7 Cara memberi ukuran bagian-bagian yang disusun 61 BAB VIII. TOLERANSI LINIER DAN TOLERANSI SUDUT 62 8.1 Toleransi bagian-bagian 62 8.2 Standar toleransi internasional IT 63 8.3 Suaian 64 8.4 Penulisan toleransi linier dan sudut 70 8.5 Penyimpangan ukuran 72 8.6 Memberi ukuran dan toleransi kerucut 73 BAB IX. TOLERANSI GEOMETRIK 79 9.1 Toleransi geometrik dan lambangnya 79 9.2 Ketentuan umum untuk toleransi geometrik 80 9.3 Penunjukan dalam gambar 81 9.4 Pengertian penunjukan pada gambar 86 9.5 Hubungan antara toleransi usuran dan toleransi geometrik 90 9.6 Prinsip bahan maksimum 95 BAB X. CARA MENYATAKAN KONFIGURASI PERMUK DALAM GAMBAR 101 10.1 Definisi kekasaran permukaan 101 10.2 Lambang dan tulisan untuk menyatakan konfigurasi permukaan pada gambar 103 10.3 Pernyataan pada gambar 106 BAB XI. PENYEDERHANAAN GAMBAR 109 11.1 Penyederhanaan penyajian gambar ulir, baut dan sekrup 109 11.2 Penyederhanaan penyajian gambar Roda gigi 110 11.3 Penyederhanaan penyajian gambar Pegas 116 11.4 Penyederhanaan penyajian gambar Bantalan 119 BAB XII. GAMBAR SAMBUNGAN LAS 121 12.1 Proses pengelasan 121 12.2Bentuk-bentuk sambungan 122 12.3 Bentuk-bentuk alur 123 12.4 Lambang-lambang dasar 124 12.5 Lambang-lambang tambahan 126 DAFTAR PUSTAKA 127 LAMPIRAN: MODEL/CONTOH TUGAS 128
  • 5. 5 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS TEKNIK TEKNIK MESIN Kampus Bukit Jimbaran Telp. (0361) 701812, 701954, 703138 Fax. : (0361) 701907, 702422 Laman : www.unud.ac.id RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) No. DOKUMEN 00/I/M/2016 TANGGAL TERBIT : 00-00-0000 REVISI : 00 Jumlah Hal : Mata Kuliah (MK) : MENGGAMBAR MESIN Kode MK : MKK 2011 SKS : 2 Rumpun MK : Mata Kuliah Keahlian Semester : II Program Studi : TEKNIK MESIN Team Teaching: 1.I Made Astika, ST, M.Erg, MT 2.Ir. I D G P Swastika, M.Erg 3. I D G Arysubagia, ST, MT, Ph.D 4. I Gusti Komang Dwijana, ST, MT Ketua Program Studi : (________________________) Penjaminan Mutu Jurusan : : (_________________) Dosen Pengampu/ Penanggung jawab I Made Astika, ST, M.Erg, MT Syarat Mata Kuliah : 1. Menggambar Teknik Capaian Pembelajaran Capaian Pembelajaran Lulusan  Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan(CP Sikap);  Mampu menerapkan aturan-aturan, standar dan lambang-lambang dalam membuat gambar kerja (CP Kemampuankerja)  Menguasai prinsip dan teknik menggambar mesin (CP Pengetahuan) Capaian Pembelajaran Mahasiswa mampu membaca dan membuat gambar kerja dari suatu komponen atau unit mesin. ISO900 1
  • 6. 6 Diskripsi Matakuliah Mata kuliah ini membahas tentang sistem proyeksi pada gambar, aturan dasar untuk penyajian gambar, potongan, cara-cara penggambaran khusus, aturan-aturan dasar untuk memberi ukuran, cara-cara memberi ukuran, dasar-dasar umum untuk memberi ukuran, toleransi linier dan toleransi sudut, toleransi geometrik, cara menyatakan konfigurasi permukaan dalam gambar,penyederhanaan gabar dan lambang sambungan las. Pustaka Utama 1. Hermana (1985),”Menggambar Teknik Mesin Praktis Menurut Standar ISO” CV Armiko Bandung 2. Sato, T. G dan Sugiharto, H. N (2000), “Menggambar Mesin” PT Pradnya Paramita Bandung 3. Jensen, H and Helsead,” Fundamentals of Engineering Drawing” Mc Graw-Hill BookCompany NewYork Pendukung 1.La Heij, J and De Bruijn, L.A (1991),”Ilmu Menggambar Bangunan Mesin” PT Pradnya Paramita Bandung 2.Walter C. Brown (1981),”Drafting for Industry” The Goodheart Willcox Company Inc Media Pembelajaran Sofware (Autocad, Inventor, Catia) Minggu ke Kemampuan yang diharapkan Bahan Kajian Metode Pembelajaran Waktu Evaluasi Kriteria/ Indikator Bobot 1 2 3 4 5 6 7 8 1 Memahami silabus dan lingkup Mata Kuliah Menggambar Mesin Silabus, SAP, Kontrak, Penilaian dan lingkup Mata Kuliah Menggambar Mesin - Pemaparan, Diskusi 2x50 - Mahasiswa mengetahui silabus dan lingkup MK Menggambar Mesin 5% 2 Memahami sistem proyeksi yang digunakan dalam membuat gambar kerja 2. Sistem proyeksi orthogonal 3. Sistem proyeksi ‘Amerika’ 4. Sistem proyeksi ‘Eropa’ - Pemaparan, Diskusi -Mengamati gambar/video/ foto 2x50 -Penilaian individu dalam Kls -Tugas -Mahasiswa memahami sistem proyeksi yang digunakan dalam gambar kerja -Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan benar 10% 3 Memahami aturan-aturan 1. Penentuan pandangan - Pemapa 2x50 - Penilaian - Mahasiswa 5%
  • 7. 7 dasar untuk penyajian gambar 2. Pemilihan pandangan depan 3. Susunan gambar-gambar pandangan 4. Pandangan tambahan 5. Pandangan sebagian 6. Pandangan setempat 7. Pandangan khusus dengan anak panah 8. Pandangan detail ran, Diskusi -Mengamati gambar/video/ foto individu dalam Kls mampu menjelaskan aturan-aturan dasar untuk penyajian gambar - Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan benar 4 Memahami metode/cara pemotongan benda kerja 1. Potongan 2. Penyajian potongan 3. Cara-cara membuat potongan 4. Penampang-penampang tipis 5. Bagian benda atau benda yang tidak boleh dipotong 6. Arsiran - Pemaparan, Diskusi - Mengamati gambar/video/ foto 2x50 -Penilaian individu dalam Kls - Tugas -Mahasiswa mampu menjelaskan dan membuat gambar penampang - Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan benar 5% 5 Memahami cara-cara penggambaran khusus 1. Cara menunjukkan bagian yang dikerjakan secara khusus 2. Garis-garis perpotongan 3. Gambar bidang datar 4. Gambar benda simetrik 5. Gambar yang diputus- putus 6. Penyederhanaan ganbar - Pemaparan, Diskusi - Mengamati gambar/video/ foto 2x50 -Penilaian individu dalam Kls -Mahasiswa mampu menjelaskan dengan baik tentang cara-cara penggambaran khusus - Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan benar 5% 6 Memahami aturan-aturan dasar untuk memberi ukuran 1. Garis ukur dan garis bantu 2. Tinggi dan arah angka ukur - Pemaparan, Diskusi 2x50 -Penilaian -Mahasiswa mampu menjelaskan 5%
  • 8. 8 3. Ujung dan pangkal garis ukur 4. Ukuran dan toleransinya 5. Dimensi fungsional dan tambahan 6. Satuan-satuan - Mengamati gambar/video/ foto individu dalam Kls dengan baik tentang aturan- aturan dasar untuk memberi ukuran - Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan benar 7 Memahami cara-cara memberi ukuran 1. Memberi ukuran dimensi linier 2. Angka-angka ukur 3. Memberi ukuran pada benda tirus 4. Huruf dan lambang yang ditambahkan pada angka ukur 5. Lambang jari-jari tanpa angka ukur 6. Angka ukur yang tidak sesuai dengan ukuran gambar - Pemaparan, Diskusi - Mengamati gambar/video/ foto 2x50 -Penilaian individu dalam Kls - Tugas -Mahasiswa mampu menjelaskan dan memberi ukuran pada gambar kerja - Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan benar 5% 8 UTS 9 Memahami dasar-dasar umum untuk memberi ukuran 1. Pandangan yang terutama diberi ukuran 2. Ukuran dan toleransi 3. Ukuran dalam gambar 4. Garis ukur dan garis bantu 5. Susunan ukuran 6. Memberi ukuran bentuk- bentuk tertentu 7. Cara memberi ukuran bagian-bagian yang disusun - Pemaparan, Diskusi - Mengamati gambar/video/ foto 2x50 -Penilaian individu dalam Kls -Mahasiswa mampu menjelaskan dasar-dasar umum untuk memberi ukuran - Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan 5%
  • 9. 9 benar 10 Memahami toleransi linier 1. Toleransi bagian-bagian 2. Standar toleransi internasional IT 3. Suaian - Pemaparan, Diskusi - Mengamati gambar/video/ foto 2x50 -Penilaian individu dalam Kls -Mahasiswa mampu menjelaskan dengan baik tentang toleransi linier - Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan benar 5% 11 Memahami toleransi sudut 4. Penulisan toleransi linier dan sudut 5. Penyimpangan ukuran 6. Memberi ukuran dan toleransi kerucut - Pemaparan, Diskusi - Mengamati gambar/video/ foto 2x50 -Penilaian individu dalam Kls - Mahasiswa mampu menjelaskan dengan baik tentang toleransi sudut - Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan benar 5% 12 Memahami toleransi geometrik 1. Toleransi geometrik dan lambangnya 2. Ketentuan umum untuk toleransi geometrik 3. Penunjukan dalam gambar 4. Pengertian penunjukan pada gambar 5. Hubungan antara toleransi usuran dan toleransi geometrik 6. Prinsip bahan maksimum - Pemaparan, Diskusi - Mengamati gambar/video/ foto 2x50 -Penilaian individu dalam Kls - Mahasiswa mampu menjelaskan dengan baik tentang toleransi geometrik - Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan 5%
  • 10. 10 benar 13 Memahami cara menyatakan konfigurasi permukaan dalam gambar 1. Definisi kekasaran permukaan 2. Lambang dan tulisan untuk menyatakan konfigurasi permukaan pada gambar 3. Pernyataan pada gambar - Pemaparan, Diskusi - Mengamati gambar/video/ foto 2x50 -Penilaian individu dalam Kls - Tugas -Mahasiswa mampu menjelaskan konfigurasi permukaan dalam gambar - Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan benar 5% 14 Memahami penyederhanaan gambar 13Penyederhanaan penyajian gambar ulir, baut dan sekrup 14Penyederhanaan penyajian gambar Roda gigi 15Penyederhanaan penyajian gambar Pegas 16Penyederhanaan penyajian gambar Bantalan - Pemaparan, Diskusi - Mengamati gambar/video/ foto 2x50 -Penilaian individu dalam Kls -Mahasiswa mampu menjelaskan dengan baik tentang gambar- gambar yang disederhanakan - Mahasiswa mempresentasikan pengetahuannya dengan baik dan benar 5% 15 Memahami gambar sambungan las 1. Proses pengelasan 2. Bentuk-bentuk sambungan 3. Bentuk-bentuk alur 4. Lambang-lambang dasar 5. Lambang-lambang tambahan - Pemaparan, Diskusi - Mengamati gambar/video/ foto 2x50 -Penilaian individu dalam Kls -Mahasiswa mampu menjelaskan dengan baik tentang lambang- lambang proses pengelasan yang digunakan dalam gambar -Mahasiswa mempresentasikan 5%
  • 11. 11 pengetahuannya dengan baik dan benar 16 UAS Tugas Mahasiswa dan Penilaiannya: 1. Tugas Tugas Individu: Membuat gambar kerja dari berbagai komponen, alat dan unit mesin sesuai bahan kajian/pembelajaran. Tugas Kelompok : Membuat dan mempresentasikan makalah berdasarkan tema/topik yang sesuai bahan kajian/pembelajaran. 2. Penilaian a. Aspek penilaian: 1) Aspek kognitif melalui tes lisan dan tertulis, 2) Aspek keterampilan dalam menyampaikan presentasi dan menyampaikan gagasan 3) Sikap dan perilaku selama mengikuti perkuliahan menjadi pertimbangan dalam penilaian. b. Bobot penilaian 1) Tugas (T) : A (3) 2) Bobot Nilai Harian (NH) : B (2) 3) Bobot Nilai Ujian Tengah Semester (UTS) : C (2) 4) Bobot NilaiUjian Akhir Semester (UAS) : D (3) 5) NilaiAkhir : A T + B NH + C UTS + D UAS A + B + C+ D
  • 12. 12 BAB I CARA-CARA PROYEKSI YANG DIPERGUNAKAN PADA GAMBAR KERJA Pada gambar teknik mesin teristimewa pada gambar kerja dipergunakan cara proyeksi orthogonal. Bidang-bidang proyeksi yang paling banyak dipergunakan adalah bidang horizontal dan bidang vertikal seperti pada Gb. 1.1. Bidang-bidang utama ini membagi seluruh ruang dalam empat kwadran. Bagian ruang diatas bidang horisontal dan didepan bidang vertikal disebut kwadran pertama. Bagian ruang diatas bidang horisontal dan dibelakan bidang vertikal disebut kwadran kedua. Kwadran keiga adalah bagian ruang yang terletak dibawah bidang horisontal dan didepan bidang vertikal dan kwadran keempat adalah bagian ruang yang terletak dibawah bidang horisontal dan dibelakang bidang vertikal. Jika benda yang akan digambar diletakkan dikwadran pertama dan diproyeksikan pada bidang-bidang proyeksi maka cara proyeksi ini disebut ‘proyeksi kwadran pertama’ atau ‘cara proyeksi sudut pertama’. Jika bendanya diletakkan pada kwadran ketiga maka cara proyeksi demikian disebut ‘proyeksi kwadran ketiga’ atau ‘proyeksi sudut ketiga’. Sebenarnya masih ada cara proyeksi lain yaitu ‘proyeksi kwadran kedua’ dan ‘proyeksi kwadran keempat’ yang tidak dipakai dalam praktek. Gambar-gambar pandangan pada umumnya digambar menurut cara proyeksi sudut pertama atau sudut ketiga. Gb. 1.1 Bidang koordinat utama dan kwadran 1.1Cara proyeksi sudut pertama Benda yang tampak pada Gb. 1.2 a diletakkan di depan bidang-bidang proyeksi seperti Gb. 1.2 b. Benda diproyeksikan pada bidang belakang menurut garis penglihatan A dan gambarnya adalah gambar pandangan depan. Tiap garis atau tepi benda tergambar sebagai titik atau garis pada bidang proyeksi. Pada Gb. 1.2b tampak juga pada proyeksi benda pada bidang bawah menurut arah C pada bidang proyeksi sebelah kanan, menurut arah D pada bidang proyeksi sebelah kiri, menurut arah E pada bidang proyeksi atas dan menurut arah F pada bidang depan. Jika proyeksi-proyeksi seperti pada Gb. 1.2 b telah dibuat semuanya hasilnya kurang berguna karena bidang-bidang proyeksinya disusun dalam tiga dimensi. Oleh karena itu mereka harus disatukan dalam satu helai kertas gambar dua dimensi. Bidang-bidang proyeksi dimisalkan merupakan sebuah peti seperti Gb. 1.2 b. Sisi-sisi peti kemudian dibuka menurut gambar 1.2 c sehingga semua sisi terletak pada bidang vertikal.
  • 13. 13 Susunan gambar proyeksi harus sedemikian hingga dengan pandangan depan A sebagai patokan, pandangan atas B terletak dibawah, pandangan kiri C terletak dikanan, pandangan kanan D terletak di kiri, pandangan bawah E terletak diatas dan pandangan belakang F boleh diletakkan di sebelah kiri atau kanan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Gb. 1.2 d. Dalam gambar, garis-garis tepi yaitu garis-garis batas antara bidang-bidang proyeksi dan garis-garis proyeksi tidak digambar. Gambar proyeksi demikian disebut gambar proyeksi sudut pertama. Cara ini disebut juga ‘Cara E’ karena cara ini banyak dipergunakan di negara-negara eropa seperti Jerman, Swiss, Perancis dsb. Gb. 1.2 Proyeksi sudut pertama atau proyeksi Eropa 1.2 Cara proyeksi sudut ketiga Benda yang akan digambar diletakkan dalam peti sisi-sisi tembus pandang sebagai bidang-bidang proyeksi seperti pada Gb. 1.3a. Pada tiap-tiap bidang proyeksi akan tampak gambar pandangan dari benda menurut arah penglihatan yang ditentukan oleh anak panah. Pandangan depan dalam arah A dipilih sebagai pandangan depan. Pandangan- pandangan yang lain diproyeksikan pada bidang-bidang proyeksi lainnya menurut Gb. 1.3a. Sisi-sisi peti dibuka menjadi satu bidang proyeksi depan menurut arah anak panah (Gb. 1.3 b). Hasil lengkapnya dapat dilihat pada Gb. 1.3 c. Dengan pandangan depan A sebagai patokan, pandangan atas B diletakkan di atas, pandangan kiri C diletakkan di kiri, pandangan
  • 14. 14 kanan D diletakkan di kanan, pandangan bawah E diletakkan di bawah dan pandangan belakan diletakkan di kiri atau dikanan. Susunan proyeksi demikian disebut gambar proyeksi sudut ketiga dan disebut juga ‘cara A’ karena cara ini dipakai di Amerika. Negara-negara lain yang banyak mempergunakan cara ini adalah Jepang, Australia, Kanada dsb. Gb. 1.3 Proyeksi sudut ketiga atau proyeksi Amerika 1.3Cara dengan menggunakan anak panah Hampir semua gambar dibuat dengan cara proyeksi sudut pertama atau sudut ketiga. Tetapi apabila perlu dapat dibuat atau dipakai cara lain yaitu dengan menggunakan anak panah. Tiap gambar kecuali pandangan depan diberi tanda dengan huruf besar, yang terdapat pula pada anak panah yang diperlukan untuk menentukan arah penglihatan. Gambar pandangannya dapat diletakkan tidak menurut cara-cara yang sudah dibahas sebelumnya. Cara proyeksi ortogonal masih tetap dipakai, hanya penempatannya saja yang berbeda seperti pada Gb. 1.4. Huruf-huruf penunjuk pandangan lebih baik ditempatkan di atas gambar bersangkutan. Huruf-huruf pada anak panah diletakkan dekat anak panah dan ditulis tegak lurus. Gb. 1.4 Cara penggunaan panah referensi
  • 15. 15 1.4Pengenalan cara-cara proyeksi dan lambangnya Jika hasil-hasil gambar proyeksi sudut pertama dan proyeksi sudut ketiga dibandingkan, maka terlihat bahwa gambar yang satu merupakan kebalikan dari yang lain, dilihat dari segi susunannya. Oleh karena itu perbedaannya sangat penting. Harus dicatat bahwa dua proyeksi ini jangan dipakai bersamaan dalam satu gambar. Dalam standar ISO (ISO/DIS 128) telah ditetapkan bahwa kedua cara proyeksi boleh dipergunakan. Untuk keseragaman semua gambar dalam standar ISO digambar menurut cara proyeksi sudut ketiga. Jika pada gambar telah ditentukan cara proyeksi yang dipakai maka cara yang dipakai harus dijelaskan pada gambar. Penjelasan tersebut menurut ISO berupa sebuah lambang seperti pada Gb. 1.5. Lambang ini diletakkan pada bagian kanan bawah kertas gambar. Gb. 1.5 Lambang cara proyeksi 1.5Perbandingan antara proyeksi sudut pertama dan proyeksi sudut ketiga Telahdijelaskan diatas bahwa kedua cara proyeksi tersebut dapat sama-sama dipakai sesuai dengan standar ISO. Negara Amerika dan Jepang telah menentukan untuk memakai proyeksi sudut ketiga. Hal ini didasarkan atas kelebihan dari cara ini dibandingkan dengan cara proyeksi sudut pertama. 1. Dari gambarnya bentuk benda dapat langsung dibayangkan. Dengan pandangan depan sebagai patokan gambar pandangan lain dilipat menurut Gb. 1.6 dan gambarnya akan muncul seperti aslinya. 2. Gambarnya mudah dibaca karena hubungan antara gambar yang satu dengan yang lainnya dekat. Tidak saja mudah dibaca, tetapi jarang terjadi salah pengertian. Teristimewa sekali pada benda-benda yang panjang susunan pandangan depan dan pandangan samping mudah sekali dibaca. Gambar 1.7 menunjukkan perbedaan antara kedua cara proyeksi. 3. Pandangan yang sehubungan diletakan berdekatan. Oleh karena itu mudah untuk membaca ukuran-ukurannya. Salah pembacan dari ukuran tidak mungkin terjadi. Untuk tukang juga lebih sederhana. 4. Dengan cara proyeksi sudut ketiga mudah untuk membuat pandangan tambahan atau pandangan setempat. Benda pada Gb. 1.8 a digambar dengan pandangan tambahan menurut proyeksi sudut ketiga, Gb. 1.8 b dan menurut proyeksi sudut pertama, Gb. 1.8 c. Contoh gambar ini menunjukkan cara proyeksi mana yang lebih unggul.
  • 16. 16 Gb. 1.6 Keuntungan cara proyeksi sudut ketiga Karena alasan-alasan diatas proyeksi sudut ketiga dapat dianggap yang lebih rasional dan dipakai dinegara-negara pantai laut fasifik, seperti USA, Kanada, Jepang, Korea, Australia dsb. Gb. 1.7 Perbandingan proyeksi sudut pertama dan ketiga Gb. 1.8 Perbandingan cara-cara proyeksi dalam hal pandangan khusus
  • 17. 17 BAB II ATURAN-ATURAN DASAR UNTUK PENYAJIAN GAMBAR 2.1 Penentuan Pandangan Untuk menggambar pandangan-pandangan sebuah benda, pandangan depan benda dianggap sebagai gambar pokok dan pandangan-pandangan lain dapat disusun seperti gambar 2.1. Pada gambar kerja, jumlah pandangan harus dibatasi seperlunya sehingga dapat memberikan bentuk benda secara lengkap. Pandangan depan harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat memberikan bentuk atau fungsi benda secara umum, dan jika pandangan depan ini belum dapat memberikan gambaran cukup dari benda tadi maka pandangan- pandangan tambahan perlu dibuat seperti pandangan atas, pandangan samping dan sebagainya. Jika benda yang terdapat pada gambar 2.2 ingin diperlihatkan dalam gambar, pandangan atas, pandangan kanan dan pandangan belakang tidak diperlukan. Sesuai dengan bentuknya, hanya dua pandangan diperlukan untuk menggambarkan benda secara jelas, seperti diperlihatkan pada gambar 2.2. Jika bendanya berbentuk simetris, seperti misalnya sebuah poros, satu pandangan sudah cukup memberikan gambaran dari benda tersebut, dengan hanya menambahkan lambang Ф pada ukuran diameter poros seperti pada gambar 2.3. Gb. 2.2 Memilih pandangan Gb. 2.2 Gambar dengan dua pandangan Gb. 2.3 Gambar dengan satu pandangan saja
  • 18. 18 2.2 Pemilihan pandangan depan Pemilihan pandangan depan dari benda yang akan disajikan dalam gambar adalah sangat penting. Karena gambar pandangan depan dapat langsung memberikan keterangan bentuk benda yang sebenarnya. Lagipula jumlah gambar pandangan juga ditentukan oleh gambar pandangan depan tadi. Pandangan depan tidak selalu berarti pandangan depan dalam arti kata sehari-hari. Pandangan depan adalah bagian benda yang dapat memberikan cukup keterangan mengenai bentuk khasnya atau fungsinya. Umpamanya wajah seorang wanita ingin diabadikan dalam gambar seperti pada gambar 2.4 (a). Maka disini pandangan depan dari wajah tersebut ialah muka itu sendiri, karena bagian ini sudah memberikan sifat-sifat khas dari wajah tadi. Di lain pihak, sebagai pandangan depan dari seekor kuda justru diambil pandangan sampingnya, karena pandangan ini sudah cukup memberikan keterangan tentang ciri-ciri khas dari “benda” tersebut, seperti ditampilkan pada gambar 2.4 (b). Pada gambar 2.5 diperlihatkan pula badan pesawat yang mana diambil sebagai pandangan depan. Begitu pula halnya dengan sebuah mobil. Gb. 2.4 Pandangan depan Gb. 2.5 Gambar garis bentuk sebuah pesawat terbang 2.3 Susunan gambar-gambar pandangan Jika pandangan depan dari benda telah ditentukan, maka pandangan-pandangan lain yang dianggap perlu dapat dipilih dan disusun dalam satu gambar yang merupakan satu kesatuan. Dalam gambar kerja, bagian-bagian benda digambar dalam kedudukan pengerjaannya (Gb. 2.6). Misalnya poros yang dikerjakan pada mesin bubut harus digambar mendatar pula, seperti contoh-contoh pada Gb. 2.7 (a) dan (b). Benda-benda yang dikerjakan pada mesin planer, shaper atau fres harus digambar dengan bagian permukaan yang dikerjakan dalam kedudukan mendatar (Gb 2.8).
  • 19. 19 Gb. 2.6 Pandangan depan dari beberapa alat Gb. 2.7 Pembuatan dengan mesin bubut Gb. 2.8 Pembuatan dengan planer, shaper atau fres 2.4Pandangan tambahan Benda-benda yang memiliki bagian-bagian dengan permukaan miring, tidak akan terlihat bentuk sebenarnya dalam gambar pandangan orthogonal. Jika diperlukan gambar yang menunjukkan bentuk sebenarnya, maka pandangan tambahan dapat digambarkan. Pandangan tambahan ini digambar pada bidang bantu, dekat pada bagian yang akan digambar, dan tegak lurus pada arah penglihatan. Jadi dasar proyeksi orthogonal disini tetap dipertahankan. Contoh-contoh pandangan khusus ini dapat dilihat pada Gb 2.9 dan 2. 10. Gb. 2.9 Pandangan khusus
  • 20. 20 Gb. 2.10 Pndangan khusus 2.5 Pandangan sebagian Kadang-kadang suatu benda tidak perlu digambar secara lengkap. Dalam hal demikian hanya bagian yang ingin diperlihatkan saja dibuat gambarnya. Bagian ini dibatasi dengan garis tipis kontinu bebas. Artinya garis ditarik tanpa bantuan alat gambar (Gb. 2.11). Dalam hal gambar pandangan samping menghasilkan gambar yang mengaburkan bentuk bendanya, maka gambar pandangan tidak digambar secara lengkap. Benda yang diperlihatkan pada Gb. 2.12 menunjukkan perbedaannya. Gb. 2.12 (a) tidak memberikan bentuk benda sebenarnya. Dengan pandangan sebagian, artinya gambar pandangan yang tidak lengkap, seperti pada Gb. 2.12 (b), terlihat jelas bentuk bendanya. Gb. 2.11 Pandangan sebagian dan pandangan setempat Gb. 2.12 Pandangan sebagian
  • 21. 21 2.6 Pandangan setempat Di samping gambar pandangan sebagian ini, masih terdapat gambar pandangan yang lebih sempit, yaitu pandangan setempat. Gb. 2.11 memperlihatkan pandangan setempat dari alur pasak. Pandangan ini dimaksud untuk melengkapi gambar dari sebuah poros. Perhatikan disini bahwa porosnya hanya digambar dengan pandangan sebagian. Pandangan setempat digambar dengan garis tebal dan harus dihubungkan dengan gambar pokok oleh garis sumbu (tidak selalu). Gb. 2.13 memperlihatkan cara menggambar pandangan setempat dari lubang pada dinding benda. Di sini tidak diperlukan gambar pandangan samping lengkap. Cara demikian menghemat waktu dan tempat (kertas gambar). Gb. 2.13 Pandangan setempat 2.7Pandangan khusus dengan menggunakan anak panah Jika diperlukan arah penglihatan yang berbeda dari pada yang telah ditentukan menurut aturan cara proyeksi yang digunakan atau gambar pandangannya tidak dapat ditempatkan pada tempat sebenarnya, maka cara dengan menggunakan anak panah harus diterapkan. Pada Gb. 2.14 tampak gambar dalam proyeksi sudut pertama, sedangkan pandangan sampingnya mempergunakan proyeksi sudut ketiga. Disini dalam satu gambar dipergunakan dua cara proyeksi yang pada dasarnya tidak diperbolehkan. Hanya pada keadaan tertentu cara demikian diperkenankan. Gb. 2.14 Pandangan khusus 2.8 Pandangan detail Dalam hal dimana bagian dari benda begitu kecil, sehingga tidak dapat digambarkan atau diberi ukuran dengan baik, bagian tersebut dapat digambar secara mendetail, dengan skala pembesaran. Seperti terlihat pada Gb. 2.15 (a) bagian poros yang akan dibesarkan dilingkari dan diberi huruf besar A. Bagian ini kemudian digambar ditempat lain disertai dengan tandanya dan skalanya (Gb. 2.15 (b)).
  • 22. 22 Gb. 2.15 Pandangan detail Soal Buatlah gambar pandangan dari gambar isometric berikut:
  • 23. 23 BAB III POTONGAN (IRISAN) 3.1 Potongan Tidak jarang ditemui benda-benda dengan rongga-rongga didalamnya. Untuk menggambarkan bagian-bagian ini dipergunakan garis gores, yang menyatakan garis-garis tersembunyi. Jika hal ini dilaksanakan secara taat azas, maka akan dihasilkan sebuah gambar yang rumit sekali dan susah dimengerti. Bayangkan saja jika sebuah lemari roda gigi harus digambar secara lengkap. Untuk mendapatkan gambaran dari bagian-bagian yang tersembunyi ini, bagian yang menutupi dibuang. Gambar demikian disebut gambar potongan atau disingkat saja dengan potongan. Gambar pada Gb. 3.1 (a) memperlihatkan sebuah benda dengan bagian yang tidak kelihatan. Bagian ini dapat dinyatakan dengan garis gores. Jika benda ini dipotong, maka bentuk dalamnya akan lebih jelas lagi. Gb. 3.1 (b) memperlihatkan cara memotongnya dan Gb. 3.1 (c) sisa bagian benda setengah bagian yang menutupi dihilangkan. Gambar sisa ini diproyeksikan ke bidang potong dan hasilnya disebut potongan (Gb. 3.1(d)). Gambarnya diselesaikan dengan garis tebal. Dalam hal-hal tertentu bagian-bagian yang terletak dibelakang ini tidak perlu digambar. Hanya jika bagian ini diperlukan maka bagian dibelakang potongan ini digambar dengan garis gores. Gb. 3.1 Penjelasan mengenai potongan 3.2 Penyajian potongan 3.2.1 Penyajian potongan Pada umumnya bidang potong dibuat melalui sumbu dasar (Gb. 3.1) dan potongannya disebut potongan utama. Jika perlu, maka bidang potong dapat dibuat diluar sumbu dasar. Dalam hal ini bidang potongnya harus diberi tanda dan arah penglihatannya dinyatakan dengan anak panah seperti diperlihatkan oleh Gb. 3.2. Peraturan umum yang berlaku untuk gambar proyeksi berlaku juga untuk gambar potongan Gb. 3.2 Potongan tidak melalui garis sumbu dasar
  • 24. 24 3.2.2 Letak potongan dan garis potong Jika letak bidang potong sudah tampak jelas pada gambar tidak diperlukan penjelasan lebih lanjut (Gb. 3.3). Jika letak bidang potong tidak jelas atau ada beberapa bidang potong maka bidang potongnya harus dijelaskan dalam gambar. Pada gambar proyeksi bidang potong dinyatakan oleh sebuah garis potong yang digambar dengan sebuah garis sumbu dan pada ujung-ujungnya dipertebal dan pada tempat-tempat dimana garis potongnya berubah arah. Pada ujung-ujung garis potong diberi tanda dengan huruf besar dan diberi anak panah yang menunjukkan arah penglihatan (Gb. 3.4) Gb. 3.3 Potongan melalui garis sumbu dasar Gb. 3.4 Potongan dengan garis bidang Potong 3.3 Cara-cara membuat potongan 3.3.1 Potongan dalam satu bidang a. Potongan oleh bidang potong melalui garis sumbu dasar Jika bidang potong melalui garis sumbu dasar pada umumnya garis potongnya dan tanda-tandanya tidak perlu dijelaskan pada gambar. Potongan demikian disebut potongan utama. b. Potongan yang tidak melalui sumbu dasar Jika diperlukan potongan yang tidak melalui sumbu dasar letak bidang potongnya harus dijelaskan pada garis potongnya. 3.3.2 Potongan oleh lebih dari satu bidang a. Potongan meloncat Untuk menyederhanakan gambar dan penghematan waktu potongan-potongan dalam beberapa bidang sejajar dapat disatukan. Pada Gb. 3.5 diperlihatkan sebuah benda yang dipotong menurut garis potong A-A. Sebenarnya bidang potongnya terdiri atas dua bidang yang dalam hal ini dapat disatukan. Potongan demikian disebut potongan meloncat. b. Potongan oleh dua bidang berpotongan. Bagian-bagian simetrik dapat digambar pada dua bidang potong yang saling berpotongan. Satu bidang potong merupakan potongan utama, sedangkan bidang yang lain menyudut dengan bidang pertama. Proyeksi pada bidang terakhir ini setelah diselesaikan menurut aturan yang berlaku diputar hingga berimpit pada bidang proyeksi pertama. Gb. 3.6 menunjukkan bagaimana caranya membuat gambar potongan demikian.
  • 25. 25 c. Potongan pada bidang berdampingan Potongan pada pipa berbentuk seperti pada Gb. 3.7 dapat dibuat dengan bidang- bidang yang berdampingan melalui garis sumbunya. Gb. 3.5 Potongan meloncat Gb. 3.6 Potongan dengan dua bidang menyudut Gb. 3.7 Potongan dengan bidang-bidang berdampingan 3.3.3 Potongan separuh Bagian-bagian simetrik dapat digambar setengahnya sebagai gambar potongan dan setengahnya lagi sebagai gambar pandangan (Gb. 3.8). Dalam gambar ini garis-garis yang tersembunyi tidak perlu digambar dengan garis gores lagi, karena sudah jelas pada gambar potongannya. Gb. 3.8 Potongan setengah 3.3.4 Potongan setempat Kadang-kadang diperlukan gambaran dari bagian kecil saja dari benda, yang tersembunyi misalnya benda pada Gb. 3.9(a). Pada Gb. 3.9 (b) dan (c) memperlihatkan gambar yang dipotong setempat dan potongan penuh. Potongan setempat juga dilakukan pada bagian-bagian yang tidak boleh dipotong (Gb. 3.9 (d).
  • 26. 26 Gb. 8.9 Potongan setempat 3.3.5 Potongan yang diputar ditempat atau dipindahkan Bagian-bagian benda tertentu seperti misalnya ruji-ruji roda, tuas, peleg, rusuk penguat, kait dsb, penampangnya dapat digambar setempat (Gb. 3.10) atau setelah potongannya diputar kemudian dipindahkan ke tempat lain (Gb. 3.11). Ada perbedaan sedikit antara kedua gambar tersebut, yaitu yang pertama digambar dengan garis tipis sedangkan yang kedua dengan garis tebal biasa. Gb. 3.10 Potongan di putar di tempat Gb. 3.11 Potongandiputar dan dipindahkan 3.3.6 Susunan potongan-potongan berurutan Potongan-potongan berurutan dapat disusun seperti pada Gb. 3.12 atau Gb. 3.13. Hal ini diperlukan untuk memberi ukuran atau alasan lain. Potongan-potongan pada Gb. 3.12 semua terletak pada sumbu utama dan pada Gb. 3.13 masing-masing terletak dibawah garis potongnya.
  • 27. 27 Gb. 3.12 Potongan berurutan Gb.3.13 Potongan berurutan 3.4 Penampang-penampang tipis Penampang-penampang tipis seperti misalnya benda-benda yang terbuat dari pelat, baja profil dsb atau paking dapat digambar dengan garis tebal atau seluruhnya dihitamkan (Gb. 3.14). Jika bagian-bagian demikian terletak berdampingan bagian yang berbatasan dibiarkan putih (Gb. 3.15 dan 3.16) Gb. 3.14 Potongan benda tipis Gb. 3.15 Potongan benda tipis dengan ruang kosong di antaranya
  • 28. 28 Gb. 3.16 Potongan benda tipis digambar dengan garis tebal 3.5 Bagian benda atau benda yang tidak boleh dipotong Gb. 3.17 Bagian-bagian yang tidak dapat diperlihatkan oleh potongan Bagian-bagian benda seperti rusuk penguat tidak boleh dipotong dalam arah memanjang. Begitu pula benda-benda seperti baut, paku keling, pasak poros dsb tidak boleh dipotong kearah memanjang. Gb. 3.17 memperlihatkan sebuah benda yang dipotong tetapi terdaapat beberapa bagian benda yaitu sirip dan beberapa benda yang lain yaitu antara lain poros, pasak, baut dsb yang tidak dipotong. 3.6 Arsir Untuk membedakan gambar potongan dari gambar pandangan dipergunakan arsiran yaitu garis-garis miring tipis. Kemiringan garis arsir adalah 450 terhadap garis sumbu atau terhadap garis gambar (Gb. 3.18). Jarak garis-garis arsir disesuaikan dengan besarnya gambar. Bagian-bagian potongan yang terpisah diarsir dengan sudut yang sama (Gb. 3.1, 3, 6 dan 7) Arsiran dari bagian-bagian yang berdampingan harus dibedakan sudutnya agar jelas (Gb. 3.19) Penampang-penampang yang luas dapat diarsir secara terbatas yaitu hanya pada kelilingnya saja (Gb. 3.20). Potongan-potongan sejajar dari benda yang sama yang terdapat pada potongan meloncat diarsir serupa tetapi dapat juga digeser jika dipandang perlu (Gb. 3.21) Garis-garis arsir dapat dihilangkan untuk menulis huruf atau angka jika hal ini tidak dapaat dilakukan diluar daerah arsir (Gb. 3.22)
  • 29. 29 Gb. 3.18 Arsiran Gb. 3.19 Arsiran dari bagian-bagian yang berdampingan Gb. 3.20 Arsiran bidang yang luas Gb. 3.21 Arsiran pada potongan sejajar (meloncat)
  • 30. 30 Gb. 3.22 Arsiran dan angka 3.7 Beberapa catatan tentang potongan a. Potongan dapt dipergunakan jika bentuk dalam dapat diperjelas dengan memotong bendanya. Jika bentuknya dapat diperlihatkan dengan jelas tanpa pemotongan maka gambar potongan tidak perlu dibuat. b. Elemen mesin yang tidak boleh dipotong dalam arah memanjang dapat digambar dengan potongan setempat. Lihat pasak, baut penyetel, pena tirus pada Gb. 3.17. c. Pada Gb. 3.23 diperlihatkan dalam gambar potongan. Gaambar potongan yang hanya menunjukkan bagian-bagian yang dipotong (Gb. 3.23c) adalah tidak benar karena seolah-olah bendanya terdiri dari dua benda berbentuk huruf L. Cara yang benar dapat dilihat pada Gb. 3.23c.
  • 31. 31 BAB IV CARA-CARA PENGGAMBARAN KHUSUS Disamping gambar-gambar yang dihasilkan dengan cara proyeksi ortogonal biasa, terdapat juga cara-cara khusus untuk lebih jelasnya gambar atau untuk penyederhanaan. 4.1 Cara menunjukkan bagian yang dikerjakan secara khusus Bagian-bagian benda tertentu harus dikerjakan secara khusus. Jika hal ini ingin ditunjukkan dalam gambar maka bagian-bagian tersebut dijelaskan oleh garis sumbu tebal sejajar dengan bagian bersangkutan dan diberi jarak sedikit agar jelas seperti pada Gb. 4.1a dan b. Pada benda-benda simetris, garisnya tidak perlu digambar seluruhnya tetapi cukup setengahnya saja. Disamping garis sumbu tebal ini masih diperlukan keterangan tambahan mengenai pengerjaan tambahan yang diperlukan. Gb. 4.1 Cara penunjukan daerah yang harus dikerjakan tambahan 4.2 Garis-garis perpotongan a. Garis perpotongan yang sebenarnya Garis perpotongan antara dua permukaan geometrik harus digambar dengan garis gambar jika kelihatan dan dengan garis gores jika tersembunyi (Gb. 4.2). Gb. 4.2 Garis perpotongan yang sebenarnya b. Gambar garis perpotongan yang disederhanakan Untuk menghemat waktu beberapa garis perpotongan yang sebenarnya dapat digambar dengan disederhanakan umpamanya: 1. garis perpotongan antara silinder dengan silinder (Gb. 4.3 a dan b) 2. garis perpotongan antara silinder dengan prisma tegak lurus (Gb. 4.3 c dan d) Dalam contoh-contoh diatas garis-garis perpotongan yang sedianya lengkung disederhanakan oleh garis lurus atau boleh dengan busur lingkaran. Garis perpotongan ini akan lebih mirip dengan garis perpotongan yang sebenarnya bila perbedaan ukuran antara kedua benda tersebut makin besar. Penyederhanaan ini jangan dilakukan seandainya akan mengganggu kejelasan gambar.
  • 32. 32 Gb. 4.3 Penyajian garis perpotongan yang disederhanakan c. Garis perpotongan khayal Garis perpotongan khayal yang terdapat pada pembulatan atau perpotongan antara dua silinder digambar dengan garis tipis tidak sampai pada batas-batas gambar seperti pada Gb. 4.4. Tetapi pada gambar pandangan samping garis demikian digambar dengan garis tebal. Gb. 4.5 memperlihatkan benda yang terdiri dari sebuah flens dan sebuah kerucut terpancung dalam dua proyeksi pandangan depan dan pandangan samping. Pada pandangan samping lingkaran-lingkaran yang merupakan garis perpotongan antara bidang datar dan kerucut digambar dengan garis tebal walaupun sebenarnya garis ini tidak kelihatan karena pembulatannya. Gb. 4.4 Garis perpotongan khayal (garis tipis) Gb. 4.5 Garis perpotongan khayal (garis tebal) pada ujung bidang tirus. 4.3 Gambar bidang datar Untuk menghindari terjadinya kesalahan atau untuk jelasnya gambar misalnya bidang datar pada bagian silinder diperlukan keterangan yang menekankan bahwa bagian tersebut adalah bidang datar. Dalam gambar bidang yang dimaksud ditandai oleh diagonalnya yang digambar dengan garis tipis (Gb. 4.6). Walaupun bidangnya tersembunyi macam garisnya tetap sama (Gb. 4.6 c) Gb. 4.6 Cara memperlihatkan bidang datar dengan lambang
  • 33. 33 Harus dicatat bahwa suatu segi empat dengan diagonalnya dalam bidang bangunan dan arsitektur merupakan lubang (Gb. 4.7) Gb. 4.7 Cara memperlihatkan lubang segi empat dengan lambing (gambar bangunan) 4.4 Gambar benda-benda simetris Untuk menghemat waktu dan tempat benda-benda simetris dapat digambar sebagian saja. Garis simetrinya ditandai oleh dua garis pendek sejajar tegak lurus pada garis tersebut (Gb. 4.8) Cara lain ialah bagian benda yang dihilangkan digambar sedikit melalui garis simetrinya seperti diperlihatkan oleh Gb. 4.9. Dalam hal ini garis pendek sejajar boleh dihilangkan. Gb. 4.8 Pandangan benda simetris Gb. 4.9 Pandangan benda simetris 4.5 Gambar yang diputus-putus Gambar seperti poros panjang dapat digambar terputus-putus untuk menghemat waktu dan tempat. Garis-garis potongnya digambar dengan garis tipis dengan tangan bebas atau dengan penggaris dan diberi zigzag (Gb. 4.10)
  • 34. 34 Gb. 4.10 Gambar yang diputus-putus 4.6 Penyederhanaan gambar dari bentuk-bentuk yang berulang Jika suatu bentuk pada benda terdapat berulangkali biasanya tidak digambar seluruhnya. Hanya satu atau dua bentuk yang terdapat pada tempat-tempat penting saja yang digambar (Gb. 4.11) Tempat-tempat penting artinya adalah: - pada titik potong antara garis sumbu utama dan lingkaran jarak dan satu lagi jika seluruhnya terletak pada lingkaran jarak yang sama (Gb. 4.11 a) - diujung jika seluruhnya terletak pada segi empat (Gb. 4.11 b) - pada kedua ujung dan satu di sebelahnya jika seluruhnya terletak pada satu garis (Gb. 4.11 c) - Gb. 4.11 Penyederhanaan penyajian gambar bentuk yang berulang-ulang 4.7 Bentuk semula (asli) Jika suatu benda dihasilkan dari pembentukan seperti hasil tekukan yang terdapat pada Gb 4.12, bentuk semula dari benda tersebut tidak tampak lagi. Dalam hal ini bentuk aslinya digambar dengan garis sumbu (Gb. 4.12). Cara ini juga dipakai untuk menyatakan bentuk asli dari bahan yang dipergunakan. Cara yang disebut belakangan ini belum ditentukan dalam ISO tetapi telah dipergunakan oleh beberapa negara selain Jepang. Gb. 4.12 Batas semula
  • 35. 35 4.8 Penggunaan pandangan sebagian Pada bab 2.1 telah disinggung mengenai jumlah pandangan tambahan yang diperlukan. Untuk penghematan waktu menggambar dan tempat maka jumlah gambar pandangan tambahan yang diperlukan harus dibatasi seminimal mungkin. Benda pada Gb. 4.13 dapat digambar hanya dalam dua gambar pandangan umpamanya pandangan depan dan pandangan kanan tetapi hasilnya kurang jelas seperti tampak pada Gb 2.12 a. Disini dianjurkan untuk membuat gambar pandangan samping kiri dan kanan hanya sebagai pandangan sebagian seperti pada Gb. 2.12 b. Ini sebenarnya bertentangan dengan dasar untuk membuat gambar seminimal mungkin tetapi disini diperlukan agar gambar menjadi jelas. Gb. 4.13 Penggunaan pandangan sebagian 4.9 Proyeksi putar Suatu gambar harus memperlihatkan bentuk benda sejelas mungkin. Sebuah elemen seperti misalnya sebuah lengan yang dilekatkan pada sebuah bos dengan suatu sudut tertentu pada pandangan depan tidak tampak nyata. Panjang sebenarnya akan tampak lebih pendek. Cara untuk menghindari hal tersebut adalah dengan proyeksi putar. Bagian miring tersebut diputar hingga sejajar dengan bidang proyeksi baru kemudian diproyeksikan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gb. 4.14. Contoh lainnya adalah benda pada Gb. 4.15 a. Benda tersebut merupakan sebuah rumah bantalan luncur yang diperkuat dengan empat buah sirip dan ada empat buah lubang untuk mengikatnya. Sirip dan lubang tidak mungkin diperlihatkan dalam satu pandangan atau potongan secara jelas. Gambar 4. 15 b adalah gambar potongan melalui lubang. Pada gambar ini siripnya tidak tampak dalam bentuk yang sebenarnya. Jika dipotong menurut siripnya seperti Gb. 4.15 c dimana menurut aturan sirip tidak boleh dipotong maka lubangnya tidak kelihatan. Sesuai asas gamabar minimum jumlah gambar dapat dibatasi dengan menggunakan proyeksi putar seperti Gb. 4.15d. Pada bidang potong lalu diproyeksikan atau bendanya dipotong melalui lubang dan siripnya yang diputar sampai bidang potong dan diproyeksikan. Ini tergantung dari letak bendanya. Gb. 4.14 Proyeksi putar (sirkular)
  • 36. 36 Gb. 4.15 Proyeksi putar 4.10 Penyederhanaan gambar bagian-bagian yang dikartel, jaringan kawat dan pelat bordes Cara-cara menggambar bagian-bagian yang dikartel, jaringan kawat, pelat bordes diperlihatkan pada Gb. 4.16. Pada gambar hanya digambar sebagian dari pola bentuk-bentuk yang dimaksud. Pandangan pada Gb. 4.16 adalah pandangan depan dan pandangan sampingnya tidak digambar karena tidak diperlukan. Gb. 4.16 Gambar yang disederhanakan 4.11 Bagian-bagian berdampingan Jika pada gambar diperlukan bagian yang ada disebelahnya maka bagian tersebut digambar dengan garis tipis. Gambar bagian ini tidak boleh menutupi bagian utama (Gb. 4.17). Gambar bagian yang menempel ini tidak diarsir pada gambar potongan. Gb. 4.17 Gambar bagian yang berdampingan yang dianggap perlu
  • 37. 37 BAB V ATURAN-ATURAN DASAR UNTUK MEMBERI UKURAN Memberi ukuran besaran-besaran geometrik dari bagian benda harus menentukan secara jelas tujuannya dan tidak boleh menimbulkan salah tafsir. Oleh karena itu aturan- aturan dasar untuk memberi ukuran yang menentukan caranya tersebut dalam bab 6 akan dirumuskan disini. 5.1 Garis ukur dan garis bantu Untuk menentukan ukuran sebuah dimensi linier, ditarik garis-garis bantu melalui batas gambar pandangan benda dan garis ukurnya ditarik tegak lurus pada garis bantu (Gb. 5.1). Sebuah garis ukur dengan mata panahnya menunjukkan besarnya ukuran dari suatu permukaan atau garis sejajar dengan garis ukur. Garis bantu dan garis ukur ditarik dengan garis tipis. Gb. 5.1 Garis ukur dan garis bantu Garis bantu ditarik sedikit melebihi kira-kira 2 mm dari garis ukur. Di beberapa Negara seperti Amerika, garis bantu tidak langsung berhubungan dengan garis gambar tetapi dengan jarak sedikit untuk membedakan garis gambar dengan garis bantu (Gb. 5.2). Gb. 5.2 Garis bantu dan antara yang tampak 5.2 Tinggi dan arah angka ukur Angka ukur atau huruf harus digambar dengan jelas pada gambar aslinya maupun pada salinan gambar yang diperkecil. Dewasa ini dibuat microfilm dari gambar yang dapat dibesarkan dan dicetak ulang. Walaupun demikian angka-angka atau huruf-huruf harus tetap dapat dibaca dengan jelas. Oleh karena itu angka-angka dan huruf-huruf harus digambar sebesar mungkin. Pada peraturan ISO 3098 ditentukan tinggi dan bentuk angka-angka dan huruf-huruf. Angka-angka dan huruf-huruf harus diletakkan ditengah-tengah dan sedikit diatas garis ukur.
  • 38. 38 Hampir seluruh ukuran dari gambar yang diperlukan merupakan ukuran horizontal atau vertikal. Ukuran yang pertama harus dapat dibaca dari bawah gambar sedangkan ukuran yang kedua harus dapat dibaca dari sebelah kanan gambar seperti pada Gb. 5.3. Ini berarti bahwa angka ukur horizontal harus terletak diatas garis ukur dan ukuran vertical harus terletak disebelah kiri garis ukur. Angka dan garis ukur mempunyai jarak sedikit. Gb. 5.3 Ukuran-ukuran normal Dibeberapa Negara semua angka ukur ditulis mendatar. Dalam hal ini garis ukur vertikal diputus ditengah-tengah untuk penempatan angka (Gb. 5.4). Sedapatnya ukuran- ukuran jangan diletakkan didaerah yang diarsir pada Gb. 5.5 yaitu daerah antara sudut 300 . Gb. 5.4 Ukuran-ukuran searah Gb. 5.5 Memberi ukuran pada garis ukur miring Ukuran sudut ditulis seperti Gb. 5.6 a dan b. Disini garis ukurnya berupa garis lengkung. Asas dasar yang harus dipertahankan adalah bahwa garis ukur harus merupakan garis tulis. Jadi angka harus selau diatas garis ukur kecuali pada Gb. 5.6 b. Gb. 5.6 Ukuran sudut 5.3 Ujung dan pangkal garis ukur Ujung dan pangkal dari garis ukur harus menunjukkan dimana garis ukur mulai dan berhenti. Ada tiga cara untuk menunjukkan hal ini yaitu dengan anak panah tertutup, garis miring dan titik (Gb. 5.7). Cara dengan garis miring seperti Gb. 5.7 b banyak dipergunakan dalam bidang sipil dan arsitek. Dalam bidang permesinan cara ini tidak dipergunakan. Bentuk
  • 39. 39 anak panah ditentukan oleh perbandingan panjang dan tebal sebagai 2:1 dan harus dihitamkan. Tanda titik dipakai bilaman tidak cukup tempat untuk menempatkan anak panah. Ini pada umumnya terdapat pada ukuran berantai atau pangkal ukuran beruntun (Gb. 5.7 c). Gb. 5.7 Ujung dan pangkal 5.4 Ukuran dan toleransi Angka ukuran yang menunjukkan ukuran benda pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan tepat. Batas-batas ketidak tepatan ini harus dinyatakan dalam gambar juga. Cara- caranya diperlihatkan pada Gb. 5.8. 1. Ukuran dengan toleransinya yang ditentukan dalam ISO 2768 “Penyimpangan ukuran yang diijinkan pada pengerjaan dengan mesin pada penentuan toleransinya” (Gb. 5.8a) 2. Ukuran dengan ketentuan toleransi linier (Gb. 5.8 b) 3. Ukuran dengan lambang toleransi, yang menentukan toleransi, sesuai ISO/R286 “Sistem ISO tentang batas dan suaian: Bagian I Umum, toleransi dan penyimpangan”. (Gb. 5.8c) 4. Ukuran teoritis tepat tanpa toleansi linier yang ditentukan oleh ISO 1101/I “Toleransi bentuk dan posisi: Bagian I Umum, Penunjukkan dalam gambar”, Posisi harus diterapkan pada posisi yang sebenarnya yang telah ditentukan oleh ukuran ini. 5. Ukuran yang biasanya tanpa toleransi; dipakai hanya sebagai bahan informasi.(Gb. 5.8 e). Ini disebut dimensi referensi dan tidak menentukan operasi produksi atau pemeriksaan. Sebuah dimensi referensi diturunkan dari nilai-nilai yang tercantum dalam gambar atau gambar-gambar yang mempunyai hubungan. Gb. 5.8 Macam-macam jenis ukuran dan toleransi
  • 40. 40 5.5 Dimensi fungsional, dimensi tidak fungsional dan dimensi tambahan Pada Gb. 5.9 diperlihatkan sebuah tuas (link) yang dihubungkan pada sebuah benda dengan sebuah pen. Ukuran-ukuran pen ditentukan seperti pada Gb. 5.10a). Sesuai dengan fungsi dari susunan tersebut, ukuran-ukuran dibagi dalam golongan-golongan: ukuran-ukuran fungsional F, ukuran-ukuran bukan fungsional NF dan ukuran-ukuran tambahan Aux. 1. Suatu dimensi fungsional adalah ukuran yang diperlukan untuk fungsi dari bagian atau komponen, umpamanya bagian-bagian yang disusun, cara kerja dari bagian dsb 2. Suatu dimensi bukan fungsional adalah ukuran yang tidak langsung mempengaruhi fungsi secara prinsipil. 3. Suatu dimensi tambahan adalah dimensi referensi yang telah disebut pada bagian sebelumnya. Ukuran ini diberikan dalam tanda kurung tanpa toleransi hanya sebagai bahan informasi. Gb. 5.9 Pen dengan sebuah tugas Gb. 5.10 Ukuran fungsional 5.6 Satuan-satuan Semua ukuran dalam gambar harus ditulis dalam satuan yang sama. Dalam system satuan SI satuan panjang adalah millimeter (mm). Singkatan satuan panjang (mm) tersebut tidak perlu dicantumkan dibelakang tiap ukuran. Dengan sendirinya harus dimengerti bahwa angka yang tercantum pada gambar memberikan ukuran panjang dalam mm walaupun satuan ini tidak ditulis. Jika diperlukan penggunaan satuan lain lambang dari satuan yang dipakai harus ditambahkan dibelakang angka atau diberi catatan yang menerangkan satuan yang dipakai. Ukuran sudut pada umumnya dinyatakan dalam derajat dan jika perlu juga dalam menit dan detik. Ini dinyatakan oleh lambang-lambang: 0 untuk derajat, ‘ untuk menit dan “ untuk detik yang ditulis disebelah kanan atas dari angka yang bersangkutan. Contoh: 60 22’52” 5.7 Tanda desimal Tanda desimal harus diletakkan setinggi dasar angka dan harus tampak jelas. Sebagai tanda decimal dipakai koma. Jika terdapat lebih dari empat angka disebelah kiri atau kanan angka tidak perlu diberi tanda lain setelah tiap tiga angka. Contoh: 125,35 ; 12,00
  • 41. 41 BAB VI CARA-CARA MEMBERI UKURAN Sesuai dengan aturan-aturan dasar untuk memberi ukuran yang telah dibahas pada bab sebelumnya, ukuran-ukuran panjang, profil atau sudut harus diperinci oleh cara-cara khusus yang akan dibahas berikut ini. 6.1 Memberi ukuran dimensi linier Pada dasarnya ukuran-ukuran linier harus diperinci oleh garis bantu, garis ukur dan angka ukur seperti pada Gb. 6.1. Gb. 6.1 Contoh memberi ukuran Jika ruang antara garis bantu terlalu sempit untuk menempatkan anak panah, anak panahnya dapat diganti dengan titik (Gb. 6.2). Dalam hal ini dianjurkan untuk membuat gambar detail yang diperbesar. Dengan demikian ukuran-ukurannya dapat diberikan dengan jelas pada gambarnya (Gb. 6.3). Gb. 6.2 Ruang ukur yang sempit Gb. 6.3 Gambar detail
  • 42. 42 Dalam beberapa hal garis ukur dapat langsung ditarik antara garis gambar, tanpa garis bantu (Gb. 6.4). Garis gambar atau garis sumbu dapat dipergunakan sebagai garis bantu, tetapi tidak boleh dipakai sebagai garis ukur. Gb. 6.4 Garis gambar sebagai garis bantu 6.2 Memberi ukuran bagian yang harus dikerjakan secara khusus Bagian-bagian seperti misalnya lubang yang dibor, lubang yang diream dsb diberi ukuran dengan garis penunjuk, beserta ukuran dan catatannya. Garis penunjuk harus berujung anak panah, yang berakhir pada titik potong antara garis sumbu dan garis gambar untuk gambar berbentuk silinder, dan berakhir pada garis gambar untuk gambar lingkaran. Garis penunjuk harus ditarik miring dan dianjurkan membuat kemiringan kira-kira 600 dengan garis horizontal (Gb. 6.5). Gb. 6.5 Memberi ukuran lubang Garis penunjuk juga dipergunakan untuk memberi nomor bagian atau untuk memberi keterangan tentang pengerjaan khusus. Dalam hal ini garis penunjuk berakhir dengan anak panah jika penunjuk tersebut berakhir pada garis gambar dan berakhir dengan titik jika garis penunjuk berakhir didalam gambar (Gb. 6.6). Gb. 6.6 Garis penunjuk
  • 43. 43 6.3 Angka-angka ukur 1. Angka-angka atau huruf-huruf harus diletakkan kira-kira ditengah-tengah dan sedikit diatas garis ukur (Gb. 6.7). Angka ukur tidak boleh dipotong atau dipisahkan oleh garis gambar lain. Jika dianggap perlu angka ukur boleh ditempatkan dipinggir supaya jelas (Gb. 6.8). Gb. 6.7 Garis ukur dan angka Gb. 6.8 Angka diletakkan di pinggir 2. Jika angkaukur harus ditempatkan pada bagian yang diarsir, arsirnya harus dihilangkan untuk memberi tempat angka atau huruf yang dimaksud (Gb. 6.9). Gb. 6.9 Angka dan arsiran 3. Dalam keadaan tertentu angka ukur dapat ditempatkan sangat dekat pada salah satu anak panah untuk mencegah bertumpuknya angka-angka ukur, dan jika terdapat banyak ukuran , garis ukurnya boleh ditarik hanya sebagian agar angka ukurnya tidak terlalu jauh dari bagian yang diberi ukuran (Gb. 6.10). Gb. 6.10 Garis ukur sebagian 4. Pada bagian-bagian yang sempit angka ukurnya dapat ditempatkan diluar garis ukur. Untuk ini garis ukurnya dapat diperpanjang, lebih diutamakan perpanjangannya kesebelah kanan dan angka ukurnya diatas garis perpanjangan ini (Gb. 6.11).
  • 44. 44 Gb. 6.11 Angka diatas perpanjangan garis ukur 6.4 Memberi ukuran benda yang tirus Pada benda atau bagian benda yang miring sedikit garis-garis bantu horizontal maupun vertical menjadi tidak jelas. Dalam hal ini garis-garis bantu digambar miring dan sejajar. Gambar 6.12 memperlihatkan bagaimana cara memberi ukuran. Gb. 6.12 Garis bantu miring 6.5 Garis-garis bantu khusus Jika dua bidang miring berpotongan dan bagian yang lancip ini kemdian dibulatkan atau dipotong ukuran harus diberikan seperti pada Gb. 6.13, dengan bantuan garis bantu khusus. Yang dimaksud dengan garis bantu khusus adalah garis-garis perpanjangan bidang- bidang miring yang bersangkutan. Titik potong dari garis-garis bantu khusus ini yang akan menentukan ukuran dari bentuk benda. Gb. 6.13 Garis bantu khusus 6.6 Memberi ukuran tali busur, busur dan sudut Tali busur, busur dan sudut diberi ukuran seperti pada Gb. 6.14a, b dan c. Pada tali busur garis bantunya sejajar dan garis ukurnya lurus dan tegaklurus pada garis bantu. Untuk busur caranya sama hanya garis ukurnya berbentuk lengkung, sejajar dengan busurnya. Ukuran sudut ditempatkan diatas garis ukur yang berbentuk lengkung dan garis bantunya adalah perpanjangan sisi-sisi sudut.
  • 45. 45 Gb. 6.14 Memberi ukuran tali busur, busur dan sudut 6.7 Ukuran gambar sebagian dari benda-benda simetris Untuk penghematan waktu dan tempat gambar benda simetri boleh digambar separuh saja. Dengan demikian garis ukurnya tidak dapat digambar lengkap pula. Untuk hal demikian cukup dibuat garis ukur yang sedikit melebihi garis sumbu benda (Gb. 6.15). Gb. 6.15 Memberi ukuran benda simetris 6.8 Huruf dan lambang yang ditambahkan pada angka ukur Huruf dan lambang dapat ditambahkan pada angka ukur untuk beberapa bentuk benda. Dengan demikian gambar pandangan dapat dikurangi. 6.8.1 Lambang diameter “Φ” Lambang diameter “Φ” diletakkan didepan angka ukur dan sekaligus menyatakan bentuk permukaan yang bersangkutan. Lambang ini harus ditulis sama besar dengan angka ukur (Gb. 6.16). Dengan mempergunakan lambang ini gambar pandangan samping tidak diperlukan lagi. Jika bentuknya sudah tampak jelas pada gambar lambang tersebut tidak perlu dipakai lagi. Gb. 6.16 Lambang diameter “Φ “ 6.8.2 Lambang jari-jari “R” Ukuran busur ditentukan oleh jari-jarinya. Jari-jari ini merupakan garis ukur dimana angka ukurnya harus diletakkan dengan huruf “R” didepannya. Disini garis ukurnya hanya
  • 46. 46 mempunyai satu anak panah, sedangkan ujung yang lain adalah titik pusat busur tersebut (Gb. 6.17). Gb. 6.17 Lambang jari-jari “R” Untuk jari-jari yang besar dimana titik pusatnya terletak diluar kertas gambar garis ukurnya dapat dipotong dan digambar seperti Gb. 6.18, R250 atau ditekuk seperti R300. Disini titik pusatnya tidak perlu ditunjukkan. Huruf “R” harus ditempatkan didepan angka ukur, sebesar angka ukur. Jika garis ukurnya terlalu pendek untuk menempatkan angka ukur, angka ukurnya dapat ditempatkan pada perpanjangan garis ukur. Anak panah garis ukur diletakkan didalam jika perpanjangannya kedalam dan diletakkan diluar jika perpanjangannya keluar . Gb. 6.18 Lambang jari-jari “R” 6.8.3 Lambang bujur sangkar “□ “ Bentuk benda bujur sangkar hanya dapat diperlihatkan pada pandangan tertentu saja. Jika bentuknya tidak jelas dari gambar maka dengan mempergunakan lambang bujur sangkar “□ “ dapat dihemat gambar dan waktu (Gb. 6.19). Gb. 6.19 Lambang bujur sangkar “□ “ 6.8.4 Lambang bola “S Φ” atau “SR” Jari-jari atau diameter dari bentuk bola yang dalam gambar hanya tampak sebagai lingkaran atau busur lingkaran dijelaskan pada gambar dengan menempatkan “SR” untuk jari-jari bola dan “S Φ” untuk diameter bola (Gb. 6.20). Perlu dicatat bahwa ukuran benda sangat berbeda bila ukurannya dinyatakan sebagai jari-jari atau sebagai diameter.
  • 47. 47 Gb. 6.20 Lambang bola 6.8.5 Lambang kemiringan (chamfer) “x x 450 ” Kemiringan yaitu bagian ujung benda yang dipotong miring biasanya dengan sudut 450 , ukurannya dicantumkan sebagai “x x 450 ”. Disini huruf x menyatakan ukuran dalamnya pemotongan (Gb. 6.21). Di Negara Jepang sesuai standar JIS hal ini diberi lambang “C” sebagai penyederhanaan cara diatas dan lambang ini harus ditempatkan didepan ukuran dalam pemotongan (Gb. 6.22). Huruf “C” diambil dari huruf pertama dari kata chamfer yang artinya dipotong miring. Gb. 6.21 Kemiringan Gb. 6.22 Lambang kemiringan “C” 6.8.6 Lambang tebal “t” Untuk memberi ukuran benda-benda tipis seperti pelat, kadang-kadang menimbulkan kesulitan. Pada umumnya kesulitan yang timbul adalah sempitnya ruangan untuk menempatkan angka ukurnya. Oleh karena itu dipakai lambang “t” didepan angka ukur yang ditempatkan didalam gambar atau didekat gambar (Gb. 6.23). Lambang ini juga ditentukan oleh standar Jepang JIS. Lambang ini diambil dari huruf pertama kata “thickness” yang kebetulan juga merupakan huruf pertama dari kata “tebal”. Gb. 6.23 Lambang tebal “t”
  • 48. 48 6.9 Lambang jari-jari tanpa angka ukur Dimana ukuran dari lengkungan sudah ditentukan oleh ukuran lain, ukuran jari-jari tersebut dapat dijelaskan hanya dengan lambang R saja tanpa diikuti oleh angka ukur. Ini hanya jika diperlukan. Pada umumnya hal ini tidak dilakukan. Sebagai contoh diambil gambar dari alur pasak (Gb. 6.24). Dari bentuk gambar sudah jelas bahwa ujung-ujung alur pasak berupa setengah lingkaran yang jari-jarinya dapat diambil dari lebar pasak. Sebenarnya tanpa atau dengan lambang R hal ini sudah jelas. Gb. 6.24 “R” tanpa ukuran 6.10 Memberi ukuran yang disederhanakan oleh huruf-huruf referensi Di mana diperlukan dan agar supaya tidak mengulang-ulang ukuran yang sama atau untuk menghindari garis-garis penunjuk yang panjang dipergunakan huruf-huruf referensi yang ditabelkan atau diberi catatan (Gb. 6.25). Cara ini sangat berguna untuk pembuatan dengan mesin-mesin N.C. Gb. 6.25 Memberi ukuran dengan huruf-huruf referensi 6.11 Memberi ukuran bagian-bagian yang dikerjakan secara khusus Bagian-bagian benda tertentu sesuai fungsinya harus dikerjakan secara khusus umpamanya harus dipoles, disepuh dsb. Bagian-bagian tersebut harus dijelaskan pada gambar. Bagian yang akan dikerjakan khusus diberi tanda dengan garis sumbu tebal dan dengan garis penunjuk dijelaskan pengerjaan khusus yang diinginkan (Gb. 6.26). Ujung panah dari garis penunjuk harus berhenti pada garis sumbu tebal. Gb. 6.26 Penunjukkan khusus dengan ukuran-ukuran
  • 49. 49 Bila letak dan luas dari bagian yang akan dikerjakan khusus sudah jelas dari gambar tidak perlu diberi ukuran. Cara penunjukannya sama dengan garis sumbu tebal dengan garis penunjuk seperti pada Gb. 6.27. Gb. 6.27 Penunjukan khusus tanpa ukuran 6.12 Angka ukur yang tidak sesuai dengan ukuran gambar Angka ukur dari bagian benda yang tidak sesuai dengan ukuran gambarnya harus dijelaskan dengan memberi garis bawah pada angka ukurnya (Gb. 6.28). Hal ini tidak perlu bila gambarnya dibuat dengan skala tertentu. Artinya bila gambar dibuat dengan skala 1 : 5, ukuran 50 mm pada gambar harus menjadi 10 mm. Jika ternyata ukuran gambar tidak 10 mm melainkan 15 mm maka ukuran terakhir ini harus digaris bawahi dengan garis sumbu tebal. Lainhalnya jika gambarnya dipendekkan. Disini sudah jelas bahwa ukuran benda dan ukuran gambar tidak sama. Jika dirasakan perlu ukuran tersebut juga boleh digaris bawahi. Jika seluruh gambar dibuat tidak menurut skala biasanya diberi keterangan “tidak sesuai skala” pada kotak nama atau ditempat lain dalam gambar secara jelas. Gb. 6.28 Ukuran tidak sesuai gambar
  • 50. 50 BAB VII DASAR-DASAR UMUM UNTUK MEBERI UKURAN Aturan-aturan dasar dan cara-cara khusus untuk memberi ukuran masing-masing telah dibahas pada bab sebelumnya. Dasar-dasar umum untuk memberi ukuran akan dibahas dalam bab ini dan untuk menjelaskan dasar-dasar penggunaan aturan-aturan dan cara-cara tersebut diatas pada gambar. 7.1 Pandangan yang terutama diberi ukuran Ukuran-ukuran harus ditempatkan pada pandangan atau potongan yang memberikan bentuk benda kerja yang paling jelas. Pandangan depan pada umumnya dipilih sedemikian rupa yang menunjukkan bentuk khas atau fungsi benda. Oleh karena itu ukuran-ukuran harus ditempatkan sebanyak mungkin pada pandangan depan dan ukuran-ukuran lain yang tidak bisa ditempatkan pada pandangan depan dapat ditempatkan pada pandangan lain seperlunya. Gambar 7.1 menunjukkan sebuah contoh dimana ukuran-ukuran lengkap dapat ditempatkan hanya pada pandangan depan saja. Gb. 7.1 Memberi ukuran bagian-bagian berbentuk lingkaran 7.2 Ukuran-ukuran dalam gambar Semua ukuran, toleransi dan keterangan yang diperlukan untuk dapat menjelaskan cara kerja benda kerja ataupun keterangan mengenai letak komponen satu terhadap yang lain secara lengkap harus ditempatkan pada gambar selengkap-lengkapnya. Ukuran-ukuran termasuk toleransi harus diperinci supaya tidak diperlukan perhitungan. Ukuran-ukuran yang diperlukan untuk pembuatan atau pemeriksaan harus jelas dan terperinci agar tidak perlu menghitung dan akan menghemat waktu. Gambar 7.2 memperlihatkan contoh proses pembuatan sebuah bagian berbentuk silinder yang diperlihatkan pada Gb. 7.1. Dari urutan pengerjaan tersebut ukuran-ukuran yang diperlukan harus ditentukan seperti pada Gb 7.1.
  • 51. 51 Gb. 7.2 Proses pembuatan bagian-bagian berbentuk silinder Pada Gb. 7.3 a nilai toleransi 0,1 untuk panjang 15 merupakan persyaratan fungsional. Pemberian ukuran seperti pada Gb. 7.3b memerlukan toleransi yang lebih ketat. Oleh karena itu pengabaian persyaratan fungsional dari benda kerja bearti toleransinya harus dibagi kembali dan pada umumnya memerlukan toleransi yang lebih ketat. Ini tidak berarti menghalangi pemberian ukuran lubang, pusat ke pusat walaupun ukuran- ukuran fungsionalnya mungkin adalah dari tepi ke tepi. Ukuran-ukuran non fungsional harus diletakkan di tempat yang paling mudah dibaca oleh pembuat maupun untuk pengawas. Gb. 7.3 Macam-macam ukuran dan toleransinya 7.3 Ukuran-ukuran yang ditambahkan Tiap ukuran hanya boleh diberikan sekali dalam gambar kecuali sebagai ukuran bbntu. Tiap ukuran harus diberikan seperlunya untuk menentukan benda kerja atau satu besaran ditempatkan oleh tidak lebih dari satu ukuran dengan toleransinya dalam arah mana saja. Bagaimanapun juga penyimpangan dalam keadaan-keadaan berikut dapat dilakukan: 1. Dalam keadaan-keadaan khusus dimana diperlukan pemberian ukuran-ukuran yang dipakai pada tahap-tahap pembuatan (misalnya untuk ukuran bagian benda yang akan disepuh dan kemudian disempurnakan/finishing sesuai ukurannya) 2. Jika diinginkan menambah ukuran-ukuran tambahan walaupun tidak mutlak untuk menentukan benda kerja tetapi berguna sebagai keterangan tambahan bagi pekerja atau petugas lain agar supaya tidak perlu menghitung. Ukuran-ukuran bantu demikian tidak diberi toleransi dan bila diperlukan toleransi umum ukuran-ukuran bantu ini harus diletakkan diantara kurung seperti Gb 5.8e untuk menunjukkan bahwa hal ini
  • 52. 52 tidak terikat pada toleransi tersebut dan tidak menjamin diterimanya benda kerja tersebut atau bagiannya. 3. Benda yang diganbar pada beberapa lembar, beberapa ukuran mungkin dinyatakan lebih dari sekali pada pandangan depan dan pandangan-pandangan lain (pada kertas gambar tersendiri) yang ada hubungannya satu dengan yang lain supaya menjamin arti dan maksud dari gambar (Gb. 7.4). Dalam hal demikian dianjurkan supaya hal ini dinyatakan dalam gambar sejelas-jelasnya. Gb. 7.4 Ukuran-ukuran ganda 7.4 Garis ukur dan garis bantu Garis sumbu, garis simetri dan garis gambar tidak boleh dipakai sebagai garis ukur (Gb. 7.5) tetapi dapat dipergunakan sebagai garis bantu (Gb. 7.6). Jika garis sumbu atau garis gambar diperpanjang untuk dipakai sebagai garis bantu, garis perpanjangan tersebut harus ditarik dengan garis tipis. Gb. 7.5 Garis-garis ukur dan garis-garis bantu Gb. 7.6 Garis-garis sumbu sebagai garis bantu Garis ukur dan garis bantu tidak boleh saling memotong kecuali bila hal tersebut tidak bisa dihindari (Gb. 7.7).
  • 53. 53 Gb. 7.7 Garis-garis bantu sedapatnya tidak saling memotong kecuali garis sumbu Jika beberapa ukuran dinyatakan berturut-turut garis ukur demikian sedapatnya harus diletakkan segaris (Gb. 7.8 dan 7.9) Gb. 7.8 Ukuran-ukuran segaris Gb. 7.9 Ukuran-ukuran segaris Jika terdapat beberapa garis ukur sejajar tiap garis ukur harus diletakkan dengan jarak yang sama dengan ukuran yang terkecil harus berada paling dalam sehingga garis-garis bantu dan ukur tidak saling berpotongan (Gb. 7.10a). Untuk menghemat tempat atau jika ruangan sempit angka ukurnya dapat diletakkan di kiri dan kanan dari garis sumbu dan garis ukurnya dapat ditarik sebagian saja dengan jarak yang lebih kevil (Gb. 7.10b) Gb. 7.10 Garis ukur sejajar untuk diameter
  • 54. 54 7.5 Ukuran dari bagian yang simetris Bagian-bagian yang digambar dengan garis sumbu yang sama seperti pada gambar 7.11 dan 7.12 mengandung persyaratan simetri dan ketelitian bengkel yang mengijinkan untuk pengerjaannya. Jika ketelitian bengkelnya tidak mencukupi, perlu ditambahkan toleransi simetri geometri. Gb. 7.11 Memberi ukuran benda simetris Gb. 7.12 Memberi ukuran benda simetris 7.6 Ukuran dengan memperhatikan proses pembuatan Ukuran-ukuran yang berhubungan satu sama lain sedapat mungkin harus diperinci bersama. Dalam sebuah flens misalnya dianjurkan untuk menempatkan ukuran diameter lingkaran jarak dan ukuran lubang baut bersama-sama pada gambar pandangan yang menunjukkan lingkaran jaraknya (Gb. 7.13 dan 7.14) Dianjurkan pula untuk menempatkan ukuran-ukuran dari bagian yang dikerjakan pada proses yang sama terkumpul (Gb. 7.15) Gb. 7.13 Ukuran-ukuran flens Gb. 7.14 Pengeboran lubang-lubang flens Gb. 7.15 Memberi ukuran dengan memperhatikan proses pembuatannya
  • 55. 55 7.7 Ukuran-ukuran terhadap bidang referensi Jika sebuah benda mempunyai sebuah bidang referensi sebagai patokan pembuatan atau perakitan, ukuran-ukurannya harus dinyatakan terhadap garis referensi etrsebut (Gb. 7.16 dan 7.17). Jika diperlukan Penunjukan bidang referensi secara khusus perkataan- perkataan “bidang referensi” harus dibubuhkan pada bidang bersangkutan seperti pada gambar 7.18 dan 7.19. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bab berikut. Gb. 7.16 Ukuran-ukuran terhadap bidang referensi Gb. 7.17 Ukuran-ukuran terhadap bidang referensi Gb. 7.18 Ukuran-ukuran terhadap bidang referensi yang ditunjuk Gb. 7.19 Ukuran-ukuran terhadap bidang atau garis referensi yang ditunjuk 7.8 Susunan ukuran 7.8.1 Ukuran berantai Ukuran berantai seperti diperlihatkan pada gambar 7.20a dan 7.21a hanya boleh diterapkan bilamana kemungkinan pengumpulan toleransi tidak akan mempengaruhi persyaratan fungsional dari benda bersangkutan.
  • 56. 56 Gb. 7.20 Macam-macam cara pemberian ukuran Cara pemberian ukuran demikian akan mengumpulkan toleransi seperti tampak pada Gambar 7.21b. Lagi pula pada gambar ini sisi kiri dari benda kerja merupakan bidang referensi tetapi tidak dinyatakan dengan jelas pada gambar. Oleh karena itu gambar tersebut diragukan dan tidak tegas. Gb. 7.21 Ukuran-ukuran dan diagram toleransinya 7.8.2 Ukuran sejajar Pemberian ukuran secara sejajar menggunakan ukuran-ukuran terpisah untuk tiap elemen terhadap suatu garis referensi atau titik dasar seperti pada Gb. 7.21 b dan c. Pada cara pemberian ukuran demikian bidang referensinya ditentukan dan toleransinya tidak mengumpul seperti tampak pada Gb. 7.21d. Oleh karena itu cara pemberian ukuran ini cukup jelas dan tegas. Walaupun demikian cara ini memerlukan banyak waktu dan tempat. 7.8.3 Ukuran-ukuran berimpit Untuk kesederhanaan dan ruang gambar yang terbatas atau jika tidak menimbulkan persoalan kejelasan pembacaan, ukuran-ukuran beberapa unsur dapat ditumpangkan satu pada yang lain seperti diperlihatkan pada Gb.7.20c, Gb.7.21c dan Gb. 7.22. Pada cara ini titik pangkal yang menunjukkan garis atau bidang referensi harus dilingkari. Angka ukurnya harus diletakkan dekat anak panah searah dengan garis bantu bersangkutan.
  • 57. 57 Gb. 7.22 Ukuran-ukuran yang berurutan 7.8.4 Ukuran-ukuran kombinasi Ukuran-ukuran kombinasi terjadi akibat penggunaan ukuran berantai dan ukuran sejajar bersama-sama (Gb. 7.20d) 7.8.5 Pemberian ukuran dengan koordinat Untuk proses-proses pembuatan tertentu kadang-kadang lebih menguntungkan bila dipergunakan ukuran berimpit dalam dua arah seperti pada Gb. 7.23. Titik nol dari dasar bersama dapat berupa tepi dari benda, titik pusat dari sebuah lubang atau sembarang unsur yang menonjol. Gb. 7.23 Memberi ukuran dengan koordinat-koordinat Dalam hal-hal tertentu penggunaan sebuah tabel yang menentukan koordinat- koordinat sekelompok titik pusat dari beberapa lubang seperti pada Gb. 7.24 lebih menguntungkan. Gb. 7.24 Memberi ukuran dengan koordinat-koordinat 7.9 Memberi ukuran bentuk-bentuk tertentu 7.9.1 Profil Sebuah garis lengkung yang terdiri dari beberapa busur lingkaran mengutamakan pemberian ukuran dengan jari-jari dan kedudukan titik pusatnya atau dengan garis singgung
  • 58. 58 lengkungannya seperti pada Gb. 7.25. Bentuk-bentuk lengkungan lain dapat diberi ukuran dengan cara koordinat (Gb. 7.26). Cara ini dapat dilakukan juga untuk garis-garis lengkung lainnya, jika cara demikian dianggap lebih praktis. Gb. 7.25 Memberi ukuran dengan jati-jari Gb. 7.26 Memberi ukuran dengan ordinat 7.9.2 Jari-jari atau diameter Ukuran-ukuran busur pada umumnya dinyatakan oleh jari-jari jika sudutnya kurang dari 1800 dan oleh diameter jika sudutnya lebih besar dari 1800 (Gb. 7.27). Ukuran busur diberika juga sebagai diameter walaupun sudutnya kurang dari 1800 bila ukuran tersebut diperlukan untuk proses pemesinan (Gb. 7.28). Benda kerja yang karena alasan simetri hanya digambar setengah diberi ukuran penuh. Gambar 7.29 menunjukkan contoh sebuah benda berbentuk silinder yang digambar setengah. Dalam hal demikian tanda Ф tetap harus dibubuhkan di depan angka ukurnya. Gb. 7.27 Jari-jari atau diameter Gb. 7.28 Diameter diperlukan untuk proses pengerjaan Gb. 7.29 Diameter pada separuh dari bagian simetris 7.9.3 Ukuran lubang dengan garis penunjuk Ukuran lubang dapat ditempatkan diluar gambar tanpa garis bantu dan garis ukur seperti tampak pada gambar 7.30. Ukuran diameter bagian silinder dari benda kerja tersebut hanya dihubungkan dengan garis penunjuk. Garis penunjuk tersebut ujung permulaannya harus diberi titik bila berada dalam batas gambar dan harus diberi anak panah jika berada pada batas gambar.
  • 59. 59 Gb. 7.30 Ukuran diameter dengan garis penunjuk 7.9.4 Ukuran sudut Garis ukur dari sebuah sudut berupa sebuah busur dengan titik pusatnya pada titik sudutnya dan berujung pangkal pada kedua buah kaki sudutnya atau pada perpanjangannya (Gb. 7.31). Gb. 7.31 Pemberian ukuran sudut 7.9.5 Memberi ukuran bagian yang sama Benda kerja yang mempunyai bagian-bagian yang sama seperti misalnya plenes dari sebuah pembuangan T, lemari katup dsb hanya diberi ukuran pada salah satu bagian saja (Gb. 7.32). Dalam hal ini bagian yang tidak diberi ukuran harus diterangkan dengan pernyataan kesamaannya. Gb. 7.32 Ukuran-ukuran dari bagian-bagian yang sama 7.9.6 Ukuran lubang dengan alur pasak Jika sebuah lubang dengan alur pasak digambar sebagai gambar potongan, maka ukurannya diberikan seperti pada Gb. 7.33.
  • 60. 60 Gb. 7.33 Diameter dalam dengan alur pasak 7.9.7 Ukuran lubang Ukuran-ukuran lubang baut, lubang ulir, lubang pen, lubang paku keling dan yang sejenis harus dinyatakan dengan jumlah lubang didepan ukuran lubang yang dihubungkan oleh garis penunjuk pada salah satu lubang (Gb. 7.34). Jumlah lubang hanya menyatakan kelompok lubang yang sama besarnya pada bagian yang bersangkutan (pada contoh sebuah lemari katup jumlah lubang hany berlaku untuk sebauh plenes). Jika hanya terdapat sebuah lubang jumlahnya tidak perlu dicantumkan. Gb. 7.34 Ukuran lubang 7.10 Elemen-elemen yang berjarak sama Jika beberapa elemen berjarak sama atau disusun secara teratur cara-cara berikut untuk penyederhanaannya dapat dipakai. Ukuran-ukuran linier dapat ditentukan menurut Gb. 7.35. Jika hal demikian menimbulkan keraguan maka sebuah ukuran jarak boleh dicantumkan seperti pada Gb. 7.36. Gb. 7.35 Memberi ukuran bagian-bagian yang berjarak sama Gb. 7.36 Memberi ukuran bagian-bagian yang berjarak sama
  • 61. 61 Jarak antara lubang dan elemen lain pada sebuah lingkaran dapat diberi ukuran seperti pada gambar 7.37. Ukuran jarak boleh ditiadakan bila dari gambar sudah cukup jelas (Gb. 7.38). Gb. 7.37 Memberi ukuran bagian-bagian yang berjarak sama Gb. 7.38 Memberi ukuran lubang Jarak antara melengkung (circular) dapat dinyatakan secara tidak langsung dengan memberikan jumlah elemen seperti tampak pada Gb. 7.39 dan Gb. 7.40. Jika dalam hal-hal tertentu diperlukan ketentuan jumlah elemen umpamanya untuk menghindari pengulangan ukuran-ukuran yang sama, jumlah elemen dapat dinyatakan seperti Gb. 7.41 dan Gb. 7.42. Gb. 7.39 Memberi ukuran bagian-bagian yang berjarak sama pada lingkaran Gb. 7.42 Memberi ukuran lubang 7.11 Cara memberi ukuran Bagian-bagian yang disusun Jika beberapa bagian digambar dalam susunan, ukuran-ukuran dari tiap bagian sedapatnya harus dipisahkan (Gb. 7.43) Gb. 7.43 Memberi ukuran bagian-bagian yang disusun
  • 62. 62 BAB VIII TOLERANSI LINIER DAN TOLERANSI SUDUT 8.1 Toleransi bagian-bagian Oleh karena ketidaktelitian pada proses pembuatan yang tidak dapat dihindari, suatu alat tidak dapat dibuat setepat ukuran yang diminta. Agar supaya persyaratannya dapat dipenuhi ukuran yang sebenarnya yang diukur pada benda kerja boleh terletak antara dua batas ukuran yang diijinkan. Perbedaan dua batas ukuran tersebut disebut toleransi. Untuk mudahnya sebuah ukuran dasar ditentukan untuk bagian tersebut dan tiap-tiap batas ukuran ditentukan oleh penyimpangan terhadap ukuran dasar tadi. Besar dan tanda penyimpangan diperoleh dengan mengurangi ukuran batas dengan ukuran dasarnya. Gambar 8.1 yang menggambarkan ketentuan-ketentuan tersebut dalam prakteknya diganti oleh bagan diagram seperti Gb. 8.2 yang sudah disederhanakan. Pada diagram yang disederhanakan ini sumbu benda tidak digambarkan, dan sesuai dengan perjanjian sumbu benda selalu terletak disebelah bawah. Dalam gambar, kedua penyimpangan dari poros adalah negatif dan untuk lubangnya positif. Gb. 8.1 Definisi istilah mengenai toleransi Untuk selanjutnya dan teristimewa karena pentingnya peranan benda silindris dengan penampang bulat, pembahasan dilakukan khusus untuk benda tersebut. Walaupun demikian uraian dalam bab ini berlaku juga untuk bagian-bagian datar. Dalam hal ini istilah “lubang dan poros” dapat dipergunakan juga untuk bagian-bagian antara dua bidang datar seperti misalnya alur pasak, tebal pasak dsb. Gb. 8.2 Bagan diagram daerah toleransi
  • 63. 63 8.2 Standar Toleransi Internasional IT Toleransi yaitu perbedaan penyimpangan atas dan bawah harus dipilih secara seksama agar sesuai dengan persyaratan fungsionalnya. Kemudian macam-macam nilai numerik dan toleransinya untuk tiap pemakaian dapat dipilih oleh perencana. Untuk menghindari keraguan dan untuk keseragaman nilai toleransi standar telah ditentukan oleh ISO / R286 (ISO System of Limits and Fits – Sistem ISO untuk Limit dan Suaian). Toleransi standar ini disebut “Toleransi Internasional” atau IT. Dianjurkan bagi perencana untuk memakai nilai IT untuk toleransi yang diinginkan. 8.2.1 Tingkat diameter nominal Untuk mudahnya rumus yang diberikan pada bagian 8.2.2 untuk menghitung toleransi standard dan penyimpangan pokok disesuaikan dengan tingkat diameter pada Tabel 8.1. Hasilnya telah dihitung atas dasar harga rata-rata geometric D dari diameter-diameter ekstrim tiap tingkat dan dapat dipakai untuk semua diameter dalam tingkatan tersebut. Untuk seluruh tingkat sampai dengan 3 mm, diameter rata-rata diambil sebagai rata-rata geometric dari 1 dan 3 mm. Dalam keadaan normal dipakai tingkat utama tetapi jika dipandang perlu tingkat antara dapat dipakai pula. Tabel 8.1 Tabel 8.2
  • 64. 64 Tabel 8.3 8.2.2 Kualitas toleransi Dalam system standar limit dan suaian, sekelompok toleransi yang dianggap mempunyai ketelitian yang setaraf untuk semua ukuran dasar disebut Kualitas Toleransi. Telah ditentukan 18 kualitas toleansi yang disebut toleransi standar yaitu IT 01, IT 0, IT 1 samapai IT 16. Nilai toleransi meningkat dari IT 01 sampai dengan IT 16. IT 01 sampai IT 04 diperuntukkan pekerjaan yang sangat teliti, seperti alat ukur, instrument-instrumen optic dsb. Tingkat IT 5 sampai IT 11 dipakai dalam bidang pemesinan umum, untuk bagian-bagian yang mampu tukar, yang dapat digolongkan pula dalam pekerjaan yang sangat teliti dan pekerja biasa. Tingkat IT 12 sampai dengan IT 16 dipakai untuk pekerjaan kasar. Untuk tingkat toleransi IT 5 sampai dengan IT 16 nilai toleransinya ditentukan oleh satuan toleransi I sebagai berikut: D D i 001 , 0 45 , 0 3   Dalam satuan micron dan D harga rata-rata geometric dari kelompok ukuran nominal dalam mm Harga toleransi standar untuk tingkat 5 sampai dengan 16 diberikan dalam table 8.2 sebagai hubungan dengan satuan toleransi i. Untuk tingkatan dibawah 5 nilai-nilai toleransi standar ditentukan sesuai table 8.3. Nilai-nilai IT 2 samapi dengan 4 telah ditentukan kira-kira secara geometric antara nilai-nilai IT 1 dan 5 (Tabel 8.4). Tabel 8.4 8.2.3 Nilai-nilai toleransi standar IT Nilai-nilai numeric dari toleransi standar telah ditentukan dengan cara-cara diatas dan dibulatkan. Pada table 8.4 telah ditabelkan nilai-nilai numeric dalam satuan metric untuk tiap tingkatan diameter nominal untuk tingkat-tingkat 01, 0,1 sampai dengan 16. 8.3 Suaian 8.3.1 Jenis-jenis suaian
  • 65. 65 Dua benda yang berhubungan mempunyai ukuran-ukuran yang berbeda sebelum dirakit. Perbedaan ukuran yang diijinkan untuk suatu pemakaian tertentu dari pasangan ini disebut suaian. Tergantung dari kedudukan masing-masing daerah toleransi dari lubang atau poros, terdapat tiga jenis suaian yaitu: 1. Suaian longgar (clearance fit) 2. Suaian pas transition fit) 3. Suaian paksa (interference fit) Gambar 8.1 menunjukkan sebauah suaian longgar dan Gb. 8.3 menunjukkan diagram daerah toleransi untuk tiga jenis suaian tersebut. Tiap-tiap suaian harus dipilih sesuai persyaratan fungsional dari pasangan bersangkutan.. Gb. 8.3 Bagan diagram daerah toleransi pada macam-macam suaian 8.3.2 Sistem satuan lubang dan system satuan poros. Dua system suaian dapat digunakan pada system ISO, terhadap garis nol, yaitu garis dengan penyimpangan nol dan merupakan ukuran dasar. Dua system tersebut adalah system satuan lubang dan system satuan poros. Gambar 8.4 memperlihatkan kedua system ini untuk ketiga suaian tersebut diatas. Pada system satuan lubang penyimpangan bawah dari lubang diambil sama dengan nol seperti tampak pada Gb. 8.4. Lubang atau poros semacam ini masing-masing disebut lubang dasar dan poros dasar. Pada system lubang dasar, poros dengan berbagai penyimpangan disesuaikan pada lubang dasar dan pada system poros dasar sebaliknya seperti pada Gb. 8.4. Sistem lubang dasar lebih umum dipakai daripada system poros dasar oleh karena pembuatan lubang lebih sukar daripada membuat poros. Lagipula alat ukur lubang (plug gauge) lebih mahal dari pada alat ukur poros. Gb. 8.4 Sistem satuan poros dan system satuan lubang 8.3.3 Lambang untuk toleransi, penyimpangan dan suaian
  • 66. 66 Untuk memenuhi persyaratan umum untuk bagian-bagian tunggal dan suaian, system ISO untuk limit dan suaian telah memberikan suatu daerah toleransi dan penyimpangan yang menentukan posisi dan toleransi tersebut terhadap garis nol terhadap setiap ukuran dasar. Kedudukan daerah toleransi terhadap garis nol yang merupakan suatu fungsi dari ukuran dasar dinyatakan oleh sebuah lambing huruf (dalam beberapa hal dengan dua huruf) yaitu huruf besar untuk lubang dan huruf kecil untuk poros seperti terlihat pada Gb. 8.5. Lambang H mewakili lubang dasar dan lambing h mewakili poros dasar. Sesuai dengan ini jika lambing H dipakai untuk lubang berarti system lubang dasar yang dipakai. Nilai toleransi ditentukan oleh tingkat toleransi yang diuraikan pada bagian 7.2.2. Toleransi dinyatakan oleh sebuah angka yang sesuai dengan angka kualitas. Dengan demikian ukuran yang diberi toleransi didefinisikan oleh nilai nominalnya diikuti oleh sebuah lambing yang terdiri dari sebuah huruf (kadang-kadang dua huruf) dan sebuah huruf . Contoh: 45g7 berarti: Diameter poros 45 mm, suaian longgar dalam system lubang dasar dengan nilai toleransi dari tingkat IT7. Gb. 8.5 Masing-masing kedudukan dari macam-macam daerah toleransi untuk sutu diameter poros/lubang tertentu Gabungan antara lambang-lambang untuk lubang dan poros menentukan jenis suaian. Contoh: 1. Lubang H poros g Suaian: suaian longgar dalam system lubang dasar 2. Lubang H poros m Suaian: suaian pas dalam system lubang dasar 3. Lubang R poros h Suaian: suaian paksa dalam system poros dasar. Sebuah suaian dinyatakan oleh ukuran dasar disebut juga ukuran nominal yang sama untuk kedua benda diikuti oleh lambing yang sesuai untuk tiap komponen. Lambang untuk lubang disebut pertama. Contoh: 45 H8/g7 mungkin juga 45H8-g7natau 45 H8/g7 8.3.4 Suaian untuk tujuan-tujuan umum
  • 67. 67 Kombinasi lambing dan kualitas untuk lubang dan poros yang menentukan suaian adalah terlalu banyak untuk dipakai untuk tujua-tujuan umum. Oleh karena itu untuk tujuan umum beberapa Negara telah membuat standar nasional. Tabel 7.5 adalah suaian-suaian untuk tujuan-tujuan umum yang ditenukan oleh JIS B0401 (limit dan suaian untuk Teknik). Perlu dicatat bahwa tingkat lubang lebih besar daripada tingkat poros karena lebih mudah membuat lubang daripada membuat poros. Gambar 8.6 menunjukkan bagan diagram suaian dalam system lubang dasar untuk ukuran nominal 30 mm. Dalam gambar ini dapat dilihat hubungan antara parameter-parameter suaian dan tampak bahwa suaian paksa hanya dapat dilaksanakan dengan kualitas yang tinggi. Tabel 8.5 Suaian untuk tujuan-tujuan umum
  • 68. 68 Gb. 8.6 Bagan diagram suaian dalam system satuan lubang (Ukuran lubang 30 mm) Tabel 8.6
  • 70. 70 8.4 Penulisan Toleransi Linier dan Sudut 8.4.1 Penulisan ukuran linier dari sebuah komponen 1. Toleransi suaian dengan lambing ISO Komponen yang diberi ukuran dengan toleransi dinyatakan dalam gambar seperti Gb. 8.7: a. ukuran dasar b. lambing toleransi c. jika disamping lambing-lambang diperlukan juga mencantumkan nilai-nilai penyimpangan maka ini harus diperlihatkan dalam kurung (Gb. 8.8) atau tanpa kurung Gb. 8.7 Toleransi suaian dinyatakan Gb. 8.8 Toleransi suaian dinyatakan oleh lambang dengan lambang ISO dan nilai penyimpangan 2. Toleransi dengan angka Komponen yang diberi ukuran dengan toleransi dinyatakan dalam gambar seperti Gb. 8.9: a. ukuran dasar b. nilai-nilai penyimpangan
  • 71. 71 Jika salah satu penyimpangan mempunyai nilai nol maka ini hanya dinyatakan oleh nilai nol (Gb. 8.10) Gb. 8.9 Toleransi dinyatakan oleh nilai penyimpangan Gb. 8.10 Toleransi dinyatakan oleh nilai penyimpangan 3. Toleransi simetris Jika nilai toleransi ke atas dan kebawah sama besarnya (toleransi simetris) nilai toleransinya hanya dituliskan sekali saja dan didahului oleh tanda – (Gb. 8.11) 4. Ukuran-ukuran batas Ukuran-ukuran batas dapat juga ditulis seperti pada Gambar 8.12 Gb. 8.11 Toleransi simetris Gb. 8.12 Batas-batas ukuran 5. Ukuran-ukuran batas dalam satu arah Jika suatu ukuran hanya perlu dibatasi dalam satu arah saja maka hal ini dapat dinyatakan dengan menambahkan ‘min’ atau ‘mak’ didepan ukurannya seperti ditampilkan pada Gb. 8.13. Gb. 8.13 Batas ukuran dalam satu arah 8.4.2 Urutan penulisan penyimpangan Penyimpangan atas harus ditulis pada kedudukan atas dan penyimpangan bawahpada kedudukan bawah. Peraturan ini berlaku untuk lubang maupun poros (Gb. 8.14 sampai 8.16). Gb. 8.14 Urutan penulisan Gb. 8.15 Urutan penulisan Gb. 8.16 Urutan penulisan 8.4.3 Satuan a. Satuan penyimpangan Penyimpangan harus dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan ukuran nominal. Jika dipergunakan satuan yang berbeda maka satuan yang dipakai untuk penyimpangan harus ditulis setelah nilai penyimpangannya. b. Jumlah decimal Nyatakan kedua penyimpangan dalam jumlah decimal yang sama terkecuali jika salah satu penyimpangannya nol (Gb. 8.10)
  • 72. 72 8.4.4 Toleransi pada gambar susunan a. Toleransi dengan lambing ISO Lambang toleansi untuk lubang ditempatkan didepan lambing untukporos (Gb. 8.17) atau diatasnya (Gb. 8.18) dan dibelakang ukuran nominal yang hany ditulis sekali. Gb. 8.17 Toleransi pada gambar susunan Gb. 8.18 Toleransi pada gambar susunan Jika ingin menyatakan nilai numeric dari penyimpangannya maka hal ini dapat ditulis dalam kurng atau tanpa kurung seperti Gb, 8.19. Untukpenyederhanaan garis ukur bawah dapat dihilangkan (Gb. 8.20 dan 8.21). Tetapi beberapa Negara tidak mengujinkan untuk menghindari keraguan. Gb. 8.19 Toleransi pada gambar susunan Gb. 8.20 Toleransi pada gambar susunan Gb. 8.21 Toleransi pada gambar susunan b. Toleransi dengan angka Ukuran tiap komponen dari bagian yang dirakit didahului oleh nama (Gb. 8.21) komponen atau referensi (Gb. 8.21) dari komponen. Dalam kedua hal tersebut ukuran lubang tetap diletakan diatas ukuran poros. 8.4.5 Toleransi ukuran sudut Aturan-aturan yang telah ditentukan untuk ukuran linier dapat juga diterapkan pada ukuran sudut (Gb. 8.22). Gb. 8.22 Toleransi pada ukuran sudut 8.5 Penyimpangan Ukuran Yang Diijinkan Tanpa Keterangan Toleansi 8.5.1 Ukuran-ukuran dinyatakan tanpa keterangan toleransi
  • 73. 73 Semua ukuran yang dinyatakan dalam gambar pada dasarnya harus diberi toleransi, seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Tetapi dalam kenyataannya terdapat banyak ukuran tanpa keterangan toleransi. Untuk bagian-bagian tanpa suaiandan tanpa persyaratan ketelitian khusus toleransinya dengan mudah dapat diberikan dengan sebuah catatan umum yang sekaligus menyatakan nilai penyimpangan yang diijinkan untuk bagian-bagian yang sejenis (disebut ‘ukuran tanpa keterangan toleransi’). Sesuai dengan ISO 2768 nilai penyimpangan yang diijinkan ini sering sekali disebut ‘toleransi umum’. Oleh karena itu ukuran tanpa keterangan toleransi terikat oleh toleransi umum seperti yang telah disinggung pada Bab 5.4. 8.5.2 Pemilihan nilai penyimpangan yang diijinkan Ini merupakan tanggung jawab dari bagian perencanaan untuk menentukan nilai penyimpangan yang diijinkan sebaik-baiknya tetapi sedapat mungkin sesuai peraturan berikut ini: 1. Ukuran-ukuran linier Catatan umum harus menentukan: a. suatu penyimpangan yang diijinkan sama dengan + IT/2 dari tingkat toleransi ISO (+ IT 14/2 misalnya) artinya penyimpangan yang diijinkan js untuk poros dan Js untuk lubang; sebagai tambahan catatan tersebut dapat mengganti penyimpangan ini dengan H untuk lubang atau h untuk poros b. atau penyimpangan yang diijinkan antara satu dari tiga seri yang diberikan pada table 7.8 (dibulatkan dibandingkan dengan tingkat IT 12, 14 atau 16); catatannya dapat menuliskan sebagai tambahan, penggantian nilai-nilai + t/2 oleh +t untuk lubang atau – t untuk poros. Dlam hal ini dianjurkan supaya jangan begitu saja menggunakan standar pada table 8.8 tetapi menuliskan nilai-nilai numeric yang diinginkan yang diambil dari table tadi pada catatan c. atau sebuah nilai tunggal untuk ukuran nilai nominal manapun jika tidak terdapat perbedaan yang besar antara ukuran-ukuran yang berbeda tanpa keterangan toleransi pada gambar (+ 0,4 mm umpamanya, pada gambar hidung poros (sindle) mesin bubut dari ISO/R 702) Tabel 8.8 Variasi yang diijinkan untuk ukuran linier 2. Ukuran-ukuran sudut Catatan umum diutamakan untuk menuliskan penyimpangan yang diijinkan dari table 7.9 dan dinyatakan oleh panjang sisi yang pendek darisudut bersangkutan dalam - derajat dan menit, - persen (jumlah mm tiap 100mm) 8.6 Memberi Ukuran Dan Toleransi Kerucut 8.6.1 Ketirusan dan pendakian Ada beberapa bagian mesin yang mempunyai bentuk kerucut atau bentuk baji.
  • 74. 74 Perbandingan antara perbedaan diameter dari dua potongan terhadap jaraknya disebut ketirusan yaitu 2 tan 2     L d D C Gb. 8.23 Tirus Lambang dibawah ini menunjukkan ketirusan dan arahnya dapat dipakai untuk menentukan arah ketirusan. Pendakian yang tidak menjadi pokok pembahasan disini adalah kemiringan dari sebuah garis yang menggambarkan bidang miring dari sebuah baji misalnya, dinyatakan sebagai perbandingan perbedaan tinggi tegak lurus terhadap garis dasar untuk suatu jarak tertentu dan jarak itu yaitu Pendakian  tan   L l H Jika dianggap perlu dapat dipakai lambang dibawah ini untuk menunjukkan arah pendakian Gb. 8.24 Pendakian 8.6.2 Memberi ukuran kerucut Ukuran-ukuran dibawah ini dalam berbagai gabungan dapat dipakai untuk menentukan ukuran, bentuk dan krdudukan kerucut. a. ketirusan diperinci sebagai sudut apit atau sebagai perbandingan misalnya: - 0,3 rad - 350 - 1 : 5 - 0,2 : 1 - 20% b. Diameter dari ujung yang diarsir c. Diameter dari ujung yang kecil
  • 75. 75 d. Diameter dari suatu penampang tertentu dan dapat berada di dalam atau di luar kerucut e. Ukuran yang menentukan letak potongan dimana diameter tadi diperinci f. Panjang kerucut Gambar 8.25 a-d memperlihatkan gabungan-gabungan ukuran-ukuran diatas yang banyak dipakai. Gabungan ukuran yang dipilih tidak boleh berlebihan. Walaupn demikian ukuran tambahan dapat diberikan sebagai ukuran ‘bantu’ dalam kurung untuk keterangan seperti misalnya setengah sudut apitnya. Mengenai ketirusan standar (khususnya ketirusan morse atau metric) dinyatakan oleh seri standard an angka. Gb. 8.25 Ukuran-ukuran kerucut 8.6.3 Toleransi kerucut a. Umum Ada dua cara memperinci ketelitian kerucut seperti uraian Bab 8.6.3b dan c. Disebelah kanan gambar diperlihatkan daerah toleransi. Perlu dicatat bahwa mungkin akan terdapat kesalahan bentuk asal saja jika tiap bagian dari permukaannya terletak di dalam daerah toleransi. Dalam praktek tidak diperkenankan mengambil seluruh daerah toleransi oleh kesalahan-kesalahan bentuk. Jika pembatasan dalam hal ini dipandang perlu maka hal tersebut harus dinyatakan oleh toleransi bentuk yang sesuai. Ukuran teoritis yang tepat (linier ataupun sudut) dan ukuran-ukuran dengan toleransi menentukan daerah toleransi dimana bidang kerucut harus berada. Sebuah ukuran teoritis yang tepat (terletak dalam kotak) adalah suatu ukuran yang menentukan dengan tepat letak dari sebuah titik, garis, bidang atau bidang kerucut, sedangkan ukuran sesungguhnya oleh cara lain daripada memberi toleransi ukuran tersebut. Cara ini dapat dipergunakan untuk menentukan posisi yang tepat dari potongan sebuah kerucut, yang diameternya boleh bervariasi dalam batas-batas tertentu. Dapat juga dipergunakan untuk menentukan diameter yang tepat dari penampang sebuah kerucut yang posisinya boleh bervariasi dalam batas-batas tertentu. Perlu dicatat bahwa bilamana cara memberi ukuran menurut Gb. 8.27 dan 28 dipergunakan, maka diameter atau posisinya merupakan ukuran yang tepat (terletak dalam kotak). Pemilihan cara memberi toleransi dan nilai toleransi tergantung dari persyaratan fungsional. Dlam hal demikian ISO 1947 (system of cone Tolerances for Conical Workpieces- Sistem toleransi Kerucut untuk benda kerja berbentu Kerucut- dari c – 1 : 3 sampai dengan 1 : 500 dan panjang 6 sampai dengan 630 mm) harus dipergunakan.
  • 76. 76 b. Cara I: Cara kerucut dasar Dalam cara ini toleransi membatasi jarak penembusan dari pasangan bidang kerucut dan masing-masing permukaan harus berada dalam dua batas profil ketirusan yang sama yang sesuai dengan kondisi bahan maksimum dan minimum. Kondisi bahan maksimum berarti diameter maksimum untuk elemen luar seperti misalnya sebuah poros atau diameter minimum untk ukuran dalam seperti misalnya sebuah lubang. Daerah toleransi yang membatasi kerucut dihasilkan oleh sebuah toleransi entah untuk diameter atau kedudukan. Sesuai perjanjian toleransi yang ditentukan harus dipenuhi oleh semua penampang untuk seluruh panjangnya (Gb. 8.26 s/d Gb. 8.28). Permukaan kerucut boleh terletak di mana saja di dalam daerah toleransi. Gambar 8.26 menggambarkan sebuah kerucut berdasarkan cara kerucut dasar yang diameter besarnya diberi ukuran dengan toleransi. Gb. 8.27 menggambarkan sebuah kerucut berdasarkan cara kerucut dasar dimana ukurannya ditentukan oleh sebuah penampang yang letaknya ditentukan oleh ukuran teoritis tepat terletak dalam kotak. Sebuah kerucut yang diberi ukuran atas dasar cara kerucut dasar dimana diameter sebuah penampang merupakan ukuran teoritis tepat diperlihatkan pada Gb. 8.28. Penampang ini terletak dalam batas-batas tertentu terhadap bagian kiri dari bendanya. Cara kerucut dasar menurut Gambar 8.26, 27 dan 28 mungkin tidak cocok untuk hal-hal di manavariasi ketirusan yang timbul akibat toleransi yang diperlukan untuk diameter atau posisi tidak dapat diterima. Hal ini dapat diatasi oleh Gb. 8.39 atau cara II. Bila mana diperlukan menggunakan ondisi-kondisi terbatas yang membatasi variasi ketirusan dalam daerah toleransi cara-cara berikut dapat dipergunakan: a. catatan tertulis yang menetapkan batas yang diijinkan untuk ketirusan yang sesungguhnya. b. Menunjukkan pembatsan toleransi sudut dari apotema terhadap garis sumbu (Gb. 8.28) sesuai ISO 1101/I (Bab 9) Daerah toleransi untuk sudut (termasuk kelurusan) dapat terletak dimana saja dalam daerah toleransi Gb. 8.26 Sistem dasar ketirusan (I)
  • 77. 77 Gb. 8.28 Sistem dasar ketirusan (III) Gb. 8.29 Sistem dasar ketirusan dengan toleransi sudut c. Cara II – Cara toleransi ketirusan Pada cara ini nilai toleransi dari ukuran hanya berlaku untuk penampang yang ukurannya tertera pada gambar dan tidak untuk tiap penampang seperti halnya pada cara kerucut dasar. Ketelitian ketirusan dari sebuah kerucut diperinci secara langsung oleh toleransi pada ketirusan tersebut, dan tidak tergantung dari toleransi ukuran. Dalam hal sudut, toleransinya diberikan menurut Bab 8.4. Dalam hal perbandingan toleransinya berlaku untuk pembilangnya. Toleransi pada ketirusannya dapat dinyatakan secara tunggal atau secara ganda menurut keutuhan misalnya: - (3,5 + 0,5) : 12 - (1 + 0,1) : 50 - (5 + 0,1) % - 250 + 300 Bila tidak disebutkan lain satuan toleransinya sama dengan satuan ukuran nominalnya. Permukaan keruct boleh terletak dimana saja antara posisi ekstrim akibat toleransi yang terkumpul dari toleransi linier dan toleransi ketirusan asalkan toleransi pada ketirusan diperhatikan. Penyajian dalam gambar dari daerah toleransi ketirusan pada Gb. 8.30, 31 dan 32 dimisalkan apotema-apotemanya merupakan garis lurus. Arti kelurusan disini adalah arah apotema kerucut ditentukan oleh arah dua garis lurus berjarak minimum dan menyelubungi apotema yang sesungguhnya. Kedua garis tersebut tentunya harus terletak antara batas-batas yang telah ditentukan oleh toleransi ketirusan. Selanjutnya apotema- apotema tersebut tidak boleh melampoi batas-batas ukuran pada titik-titik ukuran-ukurannya telah ditentukan. Gambar 8.30 mengambarkan sebuah kerucut yang diberi ukuran atas dasar cara toleransi kerucut dimana ukuran yang terbesar diberi toleransi. Gambar 8.31 memperlihatkan sebuah kerucut yang diberi ukuran menurut cara toleransi kerucut dimana diameter dari sebuah penampang merupakan ukuran teoritis tepat yang terletak antara batas- batas yang telah ditentukan terhadap sisi kanan dari benda. Bentuk dari daerah toleransi kerucut berubah-ubah sesuai ukuran sebenarnya dari ukuran L seperti pada Gb. 8.31 a, b dan c. Daerah toleransi kerucut ini sendiri tidak menentukan kesalahan – kesalahan kelurusan yang diijinkan. Gambar 8.32 menunjukkan sebuah kerucut yang diberi ukuran menurut cara toleransi kerucut dengan mempergunakan ukuran teoritis tepat untuk menentukan posisi penampang di mana diameternya harus terletak dalam batas-batas ukuran. Posisi daerah toleransi untuk ketirusan berubah-ubah sesuai ukuran sebenarnya dari diameter D pada bidang dasar seperti tampak pada Gb. 8.26 a, b dan c. Daerah toleransi ketirusan ini sendiri tidak menentukan kesalah kelurusan yang diijinkan.
  • 78. 78 Gb. 8.30 Sistem toleransi ketirusan (I) Gb. 8.31 Sistem toleransi ketirusan (II) Gb. 8.32 Sistem toleransi ketirusan (III) 8.6.4 Penterapan Bila suaian pada bagian pasangannya diperlukan maka hal ini harus dijelaskan dalam gambar. Dalam memberi ukuran sepasang kerucut yang bekerja sama, hal-hal berikut harus diperinci: a. Ketirusan nominal yang sama b. Sbuah ukuran dalam kotak untuk diameter (Gb. 8.33) atau untuk posisi (Gb. 8.34) yang berhubungan dengan bidang ukur yang sama untuk kedua bagian yang dirakit. Menurut ukuran kerucut seperti pada Gb. 8.35 di mana diameter dari kedua ujung dan panjang kerucut di beri toleransi tidak diperkenankan karena terjadi pengumpulan toleransi. Gb. 8.33 Ukuran dua buah kerucut yang berpasangan (I) Gb. 8.34 Ukuran dua buah kerucut yang berpasangan (II)
  • 79. 79 BAB IX TOLERANSI GEOMETRIK 9.1 Pendahuluan Gambar dari bagian yang dibuat harus memberi semua keterangan yang diperlukan untuk dapat dibuat dengan tepat atau untuk diperiksa. Oleh karena itu tiap gambar harus mempunyai tiga jenis informasi pokok yaitu: 1. Bahan yang dipakai 2. Bentuk atu sifat-sifat geometrik 3. Ukuran-ukuran dari bagian Gambar harus menunjukkan juga perbedaan-perbedaan yang diijinkan dari masing-masing unsur tadi dalam bentuk toleransi. Bahan biasanya ditentukan oleh perincian tersendiri atau dokumen tambahan dan gambar hanya perlu menyinggung sebagai referensi. Bentuk ditentukan oleh ukuran-ukuran linier dan sudut (Bab 5, 6, 7). Toleransi dapat diterapkan langsung pada ukuran-ukuran atau dapat ditentukan oleh catatan toleransi umum (Bab.8). Bentuk dan sifat-sifat geometrik dinyatakan dalam pandangan dalam gambar (Bab 2, 3, 4) Pada bentuk dan sifat-sifat geometrik belum terdapat pengertian gambar yang definitif. Dalam tahun-tahun terakhir ini telah diperkenalkan toleransi geometrik dan telah diterapkan sebagai standar ISO yang menentukan lambang internasional maupun ketentuan yang tepat. Toleransi geometrik hanya diperinci bilamana diperlukan. Sampai sejauh mana hal ini diperlukan pada suatu saat tertentu hanya dapat diputuskan ditinjau dari segi persyaratan fungsional, kemampuan tukar dan keadaan pembuatan yang memungkinkan. Dalam bab ini cara penyajian pada gambar definisi dan pengertian toleransi geometrik akan dibahas. 9.2 Toleransi geometrik dan lambang-lambangnya Toleransi geometrik mencakup toleransi bentuk, posisi, tempat dan penyimpangan putar seperti tabel 9.1. Dalam tabel ini jenis-jenis toleransi diperlihatkan dengan lambangnya masing-masing. Toleransi bentuk membatasi penyimpangan dari sebuah elemen (titik, garis, sumbu, permukaan atau bidang meridian) dari bentuk geometri ideal. Posisi, tempat dan penyimpangan putar membatasi penyimpangan posisi atau tempat bersama dari dua atau lebih elemen.