Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan sampah, termasuk definisi sampah, jenis dan sumber sampah, pengolahan sampah, dan pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA). Dibahas pula tantangan dan strategi pengelolaan sampah di Indonesia, seperti belum optimalnya pengurangan sampah dari sumber dan pengolahan sampah di TPA yang belum memenuhi standar.
1. Fath Muhammad
H1E111037
Teknik Lingkungan
Secara umum masyarakat mengenal sampah sebagai sesuatu benda yang dihasilkan dari
berbagai benda yang telah digunakan dan tidak diperlukan lagi oleh manusia. “Sampah adalah
limbah yang berbentuk padat dan juga setengah padat , dari bahan organik dan atau anorganik, baik
benda logam maupun bukan logam yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar.” Limbah
adalah suatu benda yang saat itu dianggap tidak berguna lagi, kehadirannya tidak diinginkan dan
tidak disenangi, harus segera disingkirkan, merupakan benda buangan yang timbul dari lingkungan
masyarakat normal. Bentuk limbah adalah : padat, cair dan gas. ”
Berdasarkan rumusan pengertian dan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan sampah ialah semua jenis benda atau barang bangunan/kotoran manusia, hewan
atau tumbuh-tumbuhan atau yang berasal dari aktivitas kehidupan manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya yang dapat menimbulkan dan atau mengakibatkan pengotoran terhadap air,
tanah dan udara sehingga dapat menimbulkan pengrusakan lingkungan hidup manusia.
Sejumlah literatur mendeinisikan sampah sebagai semua jenis limbah berbentuk padat yang
berasal dari kegiatan manusia dan hewan, dan dibuang karena tidak bermanfaat atau tidak
diinginkan lagi kehadirannya.
Sampah dapat digolongkan kedalam beberapa golongan yang didasarkan pada asalnya,
yaitu;
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Pasar, tempat-tempat komersil.
Pabrik-pabrik atau industri.
Rumah tinggal kantor, sekolah, institusi, gedung-gedung umum, dan lain-lain
serta pekarangannya.
Kadang hewan atau pemotongan hewan.
Jalan, lapangan dan pertamanan
Sekolah, riol dan septik tank.
Dan lain sebagainya.
Sedangkan pembagian atau penggolongan sampah menurut sumbernya adalah :
a.
b.
c.
d.
Sampah domestik, sampah ini berasal dari lingkungan pemukiman atau
perumahan ;
Sampah komersil, sampah yang dihasilkan dari lingkungan kegiatan
perdagangan seperti toko, restoran, rumah makan, warung, pasar dan
swalayan ;
Sampah industri, sampah ini merupakan hasil samping kegiatan industri yang
jenisnya sangat tergantung pada kegiatan industri itu sendiri ;
Sampah alami dan lainnya, dapat berupa dedaunan, sisa bencana alam dan
sebagainya.
Berdasarkan sifatnya sampah dapat digolongkan menjadi:
a.
b.
Sampah yang mudah membusuk ;
Sampah yang tidak mudah membusuk ;
2. c.
d.
Sampah yang mudah terbakar ;
Sampah yang tidak mudah terbakar
Sampah merupakan masalah yang umum terjadi di kota-kota besar. Sampah diidentiikasi
sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya eksternalitas negatif terhadap kegiatan perkotaan.
Pengelolaan sampah di Indonesia masih menggunakan paradigma lama kumpul-angkut-buang atau
dikenal dengan pendekatan akhir (endof- pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang
ke tempat pemrosesan akhir sampah, bahkan masih disebut sebagai tempat pembuangan akhir.
Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah
sampah, disamping memanfaatkan nilai yang masih terkandung dalam sampah itu sendiri (bahan
daur ulang, produk lain, dan energi). Pengolahan sampah dapat dilakukan berupa transformasi fisik
(pemilahan dan pengurangan), kimia (insenerasi) dan biologi (pengomposan).
Kompos didefinisikan sejenis pupuk organik, dimana kandungan unsur N, P dan K yang tidak
terlalu tinggi , hal ini membedakan kompos dengan pupuk buatan. Kompos sangat banyak
mengandung unsur hara mikro yang berfungsi membantu memperbaiki struktur tanah dengan
meningkatkan porositas tanah sehingga tanah menjadi gembur dan lebih mampu menyimpan air.
Adapun manfaat dari kompos adalah: memperbaiki struktur tanah, sebagai bahan baku
pupuk organik, sebagai media remediasi tanah yang tercemar (pemulih tanah akibat pencemaran
bahan kimia yang toxic terhadap mikroba tanah), meningkatkan oksigen dalam tanah, menjaga
kesuburan tanah, mengurangi kebutuhan pupuk inorganik.
Peran serta masyarakat dalam pengolahan sampah banyak dilakukan dalam bentuk kerja
bakti, penyediaan tong sampah rumah tangga, pengangkutan sampah dari sumber sampah ke TPS
serta pengolahan sampah menjadi kompos. Pengelolaan sampah 3R oleh Pemerintah sudah
diterapkan sejak tahun 1992 dengan disediakannya TPA
Peraturan tentang teknis pengaturan sampah masuk dalam Perda Kebersihan, secara
substansi sudah diatur tentang upaya untuk menciptakan Kota yang bersih dan nyaman dengan
keterlibatan aktif masyarakat, tetapi penegasan perlunya pengurangan sampah dari sumber belum
diatur secara eksplisit sehingga setiap tahun terjadi peningkatan timbulan sampah.
Berdasarkan hasil analisis identiikasi eksternal dapat digambarkan faktor lingkungan luar
dalam pengelolaan sampah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Kelembagaan; peluang dukungan dalam pengelolaan sampah regional dari
pemerintah pusat dan provinsi, sementara pemberlakuan UU persampahan
mengharuskan kota besar mengelola TPA dengan sistem sanitary landfill.
Pembiayaan; peluang sumber pendanaan dari pemerintah pusat, provinsi
dan swasta tetapi tidak didukung dengan iklim investasi yang kondusif.
Teknis operasional; perkembangan teknologi pengolahan sampah yang aman
bagi lingkungan tidak didukung dengan komposisi sampah yang masih
didominasi sampah organik dengan kandungan air tinggi.
Partisipasi masyarakat dan sosial budaya; keterlibatan aktif masyarakat
dalam pengurangan sampah sejak dari sumber dan peran swasta, sementara
sebagian besar masyarakat menyerahkan sepenuhnya pengelolaan sampah
kepada pemerintah serta pertambahan jumlah penduduk setiap.
3. Pengolahan sampah di TPA masih menggunakan system control landfill dengan sarana dan
prasaran terbatas sementara berdasarkan UU No. 18 tahun 2008 mengharuskan bagi kota besar
sejak tahun 2013 pengolahan sampah di TPA dengan sistem sanitary landfill yang aman bagi
lingkungan. Pengolahan sampah dilakukan sejak dari sumber sehingga mengurangi volume sampah
yang harus diolah di TPA belum dilaksanaan secara berkesinambungan. Pengolahan sampah yang
terintegrasi akan mengurangi biaya operasional pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah belum cost recovery karena penerimaan retribusi sampah belum bisa
menutup biaya operasional, sementara subsidi APBD dalam pengelolaan sampah masih terbatas
(dibawah kebutuhan anggaran).
Lemahnya penegakan hukum terhadap pelaksanaan Perda kebersihan,pemberian sangsi
bagi pelanggar dan penghargaan bagi yang memenuhi belum dijalankan sehingga perilaku
masyarakat masih tidak perduli dalam menangani sampah. Komposisi sampah didominasi sampah
organik dengan kandungan air tinggi belum bisa memanfaatkan teknologi pemusnahan sampah
secara optimal dengan proses thermal. Sampah dengan komposisi demikian dapat diolah melalui
proses bioisik kimiawi menjadi energi.
Sulitnya melakukan kerjasama antar daerah dalam pengelolaan sampah dengan system
saling menguntungkan. Meskipun saat ini pemerintah pusat sudah mengupayakan agar terbentuk
kerjasama dalam pengelolaan TPA regional pada daerah yang berdekatan. Kurangnya kesadaran
masyarakat dalam penanganan sampah yang baik dan benar sejak dari sumbernya dalam
pengelolaan sampah sistem 3 R.
Pengelolaan sampah terkait erat dengan peningkatan jumlah penduduk suatu wilayah,
dimana peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi jumlah timbulan sampah per harinya.
Volume timbulan sampah yang dihasilkan memerlukan pengelolaan seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk. Optimalisasi pengurangan volume sampah pada sumber Peningkatan timbulan
sampah mengakibatkan kapasitas pengelolaan persampahan yang meliputi pengangkutan maupun
pengolahan di TPA mengalami penurunan. Oleh sebab itu pengurangan volume sampah dimulai.
Peningkatan kualitas pengelolaan TPA ke sistem Sanitary Landfill pada amanat UU
Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008, bagi kota besar pada tahun 2013 mengharuskan semua
TPA menggunakan teknologi sanitary landill. Kondisi TPA yang belum memenuhi syarat perlu
direhabilitasi untuk memenuhi standart sanitary landill dengan ketersediaan sarana sistem
pengolahan lindi, perlengkapan penangkap gas metan, pengendalian sampah yang masuk TPA
merupakan sampah residu bukan sampah segar serta memperhatikan karatekteristik (kondisi
geologi) tanah TPA.
Penghitungan sistem pengangkutan dilakukan dengan mengetahui secara pasti berapa
timbulan sampah per hari, rata-rata volume sampah terangkut per armada, serta ritasi optimal per
hari yang dapat dilakukan per armada, hingga diperoleh secara pasti berapa kebutuhan sarana dan
prasarana yang harus disediakan dalam mencapai layanan angkutan sampah yang optimal per hari.
Hasil SWOT pengelolaan sampah menyebutkan pengolahan sampah di TPA dengan control
landill, pengurangan sampah sejak dari sumber belum optimal, pengelolaan sampah belum cost
recovery, lemahnya penegakan hukum, belum terintegrasi pengelolaan sampah, kesadaran
masyarakat dan kampanye kurang, pertambahan jumlah penduduk, ketersediaan sarana dan
prasarana persampahan, keberadaan lembaga pengelola sampah, keberadaan peraturan sampah,
pendanaan pengelolaan sampah dari APBD kota. Strategi pengelolaan sampah Kota Semarang
dengan pengurangan sampah secara bertahap dan berkesinambungan,
4. pertama pengurangan sampah dimulai dari sumber dengan penerapan 3R skala rumah
tangga berupa pemilahan sampah organik dan anorganik dan komposting tingkat keluarga,
penerapan 3R skala kawasan dengan pengembangan TPST di setiap kelurahan, serta pemberdayaan
masyarakat dan lembaga pengelola secara terus-menerus untuk menjaga keberlanjutan.
Kedua pengurangan sampah skala kota dengan pengolahan sampah secara maksimal di TPA
dalam bentuk pemilahan barang bisa dipakai, komposting dan pembuatan briket sampah,
penimbunan sampah hanya diperuntukkan bagi residu sampah yang sudah tidak dapat diolah lagi
dengan sistem sanitary landfill.
pembuangan sampah padat di lokasi municipal solid waste landfill merupakan bentuk
penanganan sampah yang paling ekonomis. Saat ini, hampir 95% sampah padat dunia dibuang pada
landfill. Sampah yang dibuang pada landfill tidak hanya terbatas pada sampah padat rumah tangga,
tetapi juga sampah industri.
Landfill adalah istilah untuk pembuangan sampah pada lubang di dalam tanah, dimana jika
lubang sudah penuh akan ditutup sehingga menye-rupai bagian atas tanah. Hampir semua negara
ber-kembang di Asia belum melakukan metode landfill yang baik, tetapi masih melakukan metode
open dumping (pembuangan sampah secara terbuka).
Metode open dumping juga dilakukan secara luas di Indonesia, dimana lokasi pembuangan
sampah disebut sebagai lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Fase awal proses degradasi sampah di lahan pembuangan sampah menghasilkan air lindi
yang mengandung bahan organik, amonium, sulfat dan klorida dalam konsentrasi tinggi. Bahkan, air
lindi juga mungkin memiliki kandungan logam yang tinggi dan beberapa senyawa kimia organik yang
berbahaya.
Metode biologis telah terbukti efisien untuk penanganan air lindi sampah. Penanganan
secara aerobik dan anerobik telah diaplikasikan untuk menghilangkan bahan organik, nitrogen
dan/atau logam. Lumpur aktif merupakan salah satu metode penanganan limbah cair secara biologis
yang cukup potensial untuk menurunkan BOD.
Untuk menghasilkan efluen yang aman bagi lingkungan, diperlukan perancangan proses bioreaktor agar proses pengolahan air lindi dapat ber-jalan optimal. Oleh sebab itu, perlu diketahui terlebih dahulu nilai beberapa parameter kinetika karena nilai parameter kinetika berlaku spesifik bagi
jenis limbah cair dan proses yang diterapkan.
Penentuan nilai parameter kinetika dapat dilakukan secara curah maupun sinambung, sesuai
dengan metode kultivasi lumpur aktif. Kelebihan metode curah adalah mudah dan waktu proses
yang diperlukan relatif singkat dibandingkan cara sinambung.
Aklimatisasi lumpur aktif bertujuan untuk mengadaptasikan mikroorganisme dengan kondisi
lingkungan yang baru, termasuk sumber makanan-nya. Lumpur aktif yang telah dicampur dengan air
lindi di dalam reaktor, diaerasi pada suhu ruang (25-31oC) dan pH alami air lindi.
Salah satu dampak negatif dari penggunaan lahan pembuangan sampah adalah
pembentukan leachate (air lindi) yang dapat mencemari lingkung-an, khususnya lingkungan
perairan, baik air permu-kaan maupun air tanah dangkal. Leachet juga men-cemari lahan pertanian
dan menyebabkan kontami-nasi tanaman oleh logam-logam berat.
5. Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar saat ini, dirasakan sangat memukul industri
perunggasan (produsen dan konsumen), karena mengakibatkan harga pakan yang sangat mahal dan
juga harga telur dan daging ayam. Di lain pihak, di Indonesia juga terdapat bahan pakan yang belum
umum digunakan (inkonvensional) seperti limbah industri pertanian. Salah satu di antaranya adalah
limbah industri sawit berupa lumpur sawit.
bungkil inti sawit dan lumpur sawit akan dihasilkan masing-masing sebanyak 2% bahan
kering dari tandan buah segar. Dengan demikian, produksi bungkil inti sawit dan lumpur sawit
masing-masing adalah 94.936 ton bahan kering/ tahun Lumpur sawit sebagai bahan pakan unggas
belum lazim dilakukan. Bahkan lumpur sawit dinggap sebagai sumber polusi karena tidak digunakan.
Hal ini karena kedua bahan tersebut mempunyai nilai gizi yang rendah, terutama karena
kandungan serat kasar yang tinggi (12-16%) dan kandungan protein/asam amino yang rendah. Oleh
karena itu, Lumpur sawit yang dianggap sebagai sampah sekarang dapat menjadi bahan pakan
untuk unggas yang sangat bermanfaat.
Nilai gizi lumpur sawit dapat ditingkatkan melalui proses fermentasi. Proses fermentasi
sebaiknya dilakukan pada suhu ruang 32oC karena menghasilkan protein kasar, protein sejati, daya
cerna protein in vitro yang lebih tinggi, kadar serat kasar yang lebih rendah dan aktivitas enzim
mananase yang lebih tinggi. Kadar air substrat pada kisaran antara 50 dan 60% tidak menyebabkan
perbedaan dalam nilai gizi produk fermentasi.
Proses enzimatis anaerob yang dilakukan setelah fermentasi tidak nyata berpengaruh
terhadap kandungan gizi produk fermentasi, sedangkan proses pengeringan produk fermentasi
nyata menurunkan aktivitas enzim yang dihasilkan.
6. DAFTAR PUSTAKA
APHA. 1992. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater Treatment. American
Public Health Association, New York.
Azwar A, 1997. Pengantar Administrasi Kesehatan, edisi ketiga, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Bruce M, Setiawan B, Dwita HR, 2007. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Jogjakarta : Gadjah
Mada University Press.
DITJENBUN. 1995. Statistik Perkebunan Indonesia 1994-1996:
Kelapa Sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta
PASARIBU, T., A. P. SINURAT, T. PURWADARIA, SUPRIYATI, J. ROSIDA, dan H. HAMID. 1998.
Peningkatan nilai gizi lumpur sawit melalui proses fermentasi: Pengaruh jenis kapang,
suhu, dan lama proses enzimatis. J. Ilmu Ternak Vet.