Terdapat perbedaan antara ketentuan akuntansi komersial dan perpajakan dalam penghitungan laba rugi perusahaan. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan tetap maupun sementara. Perbedaan tetap muncul karena adanya item-item yang diakui sebagai penghasilan/biaya menurut akuntansi namun tidak menurut peraturan perpajakan, sementara perbedaan sementara disebabkan oleh perbedaan waktu pengakuan biaya antara ked
2. menghasilkan catatan yang lebih baik untuk kepentingan bisnis daripada LIFO. lalu
kenapa masih maksa menggunakan LIFO??
3. LIFO sebagai suatu pertahanan atas inflasi yang terjadi dinilai kurang relevan, karena
hanya digunakan untuk sebagian asset (inventory saja, red.), dan bukan untuk penilaian
seluruh asset yang ada dari perusahaan.
4. Manajemen inventori fisik dari LIFO dinilai buruk, karena pada dasarnya perusahaan
berusaha untuk mencegah adanya LIFO liquidation dari LIFO layer yang akan
menyebabkan kenaikan kewajiban pajak secara cepat (tiba-tiba). Ini berarti manajemen
pengendalian atas pendapatan yang didapat dari LIFO method-inventory juga lebih rumit
daripada metode yang lain.
5. LIFO Reserve yang disajikan dalam laporan keuangan sering kali dinilai lebih rendah
dari yang sebenarnya terjadi. Ada indikasi kecurangan yang dinilai oleh para analis pajak
ini. Hal ini menyebabkan LIFO semakin dinilai hanya mengejar keuntungan tax-saving.
Oleh karena itu, para analis pajak tersebut, berpendapat bahwa LIFO sebaiknya
dihapuskan. (maaf, kalau saya salah menginterpretasi, lebih kurang bisa dilihat di
http://www.taxanalysts.com/www/website.nsf/Web/FeaturedArticles?OpenDocument).
Jika tidak diperbolehkan, mengapa banyak perusahaan menggunakan LIFO?
Seperti tersirat diatas, ada beberapa alasan sekaligus keuntungan yang dipakai jika perusahaan
menggunakan LIFO. Pemilihan metode penghitungan persediaan yang dipakai perusahaan lebih
kurang didasari oleh kebutuhan sesuai kondisi dan situasi dari persediaan tersebut. Untuk
beberapa jenis inventory, dibutuhkan LIFO method sebagai dasar penghitungannya. Selain itu,
tentu saja ada beberapa keuntungan yang menjadi dasar penggunaan LIFO method.
Dalam penghitungan LIFO, barang yang terjual adalah barang yang pertama kali masuk. Hal ini
akan menyebabkan COGS menjadi lebih tinggi, yang tentu saja menyebabkan net income yang
diperoleh menjadi lebih rendah dan berefek pada pengenaan income tax yang lebih kecil
dibandingkan dengan penggunaan FIFO. Menurut saya, penggunaan LIFO bukanlah sesuatu
yang disengaja untuk menyembunyikan kewajiban pajak, namun merupakan suatu gambaran dari
kemampuan ekonomi yang diterima oleh perusahaan, karena ketika terjadi kenaikan harga
(inflasi), LIFO akan memberikan pengukuran yang lebih fair dengan keadaan yang sebenarnya
terjadi, dimana pendapatan yang diterima oleh perusahaan tentu saja berkurang karena kenaikan
harga tersebut. Ketika terjadi LIFO liquidation, maka akan menyebabkan adanya kenaikan
kewajiban pajak atas inventory. Dapat dikatakan, selisih dari pajak yang terjadi sebelumnya
(antara penggunaan FIFO dan LIFO) akan terbayar. Boleh dikatakan impas antara untung dan
rugi yang didapat dari penggunaan LIFO ini.
Untuk kepentingan pajak, laporan laba rugi yang dibutuhkan adalah laporan laba rugi fiskal.
Sedangkan perusahaan menggunakan laporan rugi laba komersial yang sesuai dengan standar
akuntansi keuangan perusahaan dalam menghitung persediaan dengan metode LIFO. Karena
yang diperkenankan udang-undang pajak adalah metode FIFO atau metode rata-rata, maka perlu
dikoreksi untuk menghitung kewajiban pembayaran pajak tiap tahunnya.
Menurut dosen pajak di kampus Saya, seluruh laporan laba rugi tersebut pada akhirnya harus
dihitung ulang dan dibuat berdasarkan format yang diperbolehkan Ketentuan Pajak yang berlaku.
3. Mungkin, dalam laporan keuangan komersial juga dapat disertakan rekonsiliasi antara laporan
laba rugi komersial dan laba rugi fiskal tersebut dengan menyertakan suatu footnote mengenai
penghitungan inventory berdasarkan metode LIFO yang digunakan. Selain itu juga disertakan
penghitungan FIFO sebagai perbandingan untuk melihat perbedaan tersebut (seperti LIFO-
reserve). Footnote seperti ini dapat dipergunakan ketika perusahaan akan menunjukkan laporan
keuangannya pada para investor atau kreditor yang akan memeberi pinjaman atau modal pada
perusahaan.
Namun, dari data yang saya temukan, terdapat suatu wacana tentang perubahan yang terjadi pada
expossure draft (ED) PSAK 14 (Revisi 2008) yang penerapannya berlaku untuk laporan
keuangan yang terjadi pada atau setelah 1 Januari 2009 atas PSAK 14 (1994) mengenai
persediaan.
Pada PSAK 14 (1994) dikatakan bahwa persediaan dapat dinilai dengan metode FIFO, LIFO,
dan weighted average. Sedangkan pada ED PSAK 14 (revisi 2008) manyatakan bahwa
persediaan dinilai dengan FIFO dan average method saja. Segala ketentuan penilaian pada ED
PSAK 14 (revisi 2008) ini tidak berlaku untuk :
Pekerjaan dalam proses kontrak konstruksi
Persediaan yang berhubungan dengan real estate
Instrumen keuangan
Aset biologik terkait dengan aktivitas agrikultur dan produk agrikultur pada saat panen
Aset biologik terkait dengan hasil hutan
Hasil tambang umum dan hasil tambang minyak dan gas bumi
Pengukuran persediaan bagi pialang-pedagang komoditi yang mengukur persediaannya
pada nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual, sesuai dengan praktik yang
berlaku pada industri.
Lalu, pada akhirnya, LIFO tetap boleh digunakan untuk penghitungan inventory perusahaan.
Penggunaan LIFO ini diizinkan untuk keperluan analisa keuangan sebagai perbandingan dari
kemampuan (kredibilitas) yang benar-benar sesuai dengan kondisi keuangan atau perekonomian
yang terjadi pada saat tertentu antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya dalam satu
industri. Menurut IRS apabila LIFO digunakan untuk pelaporan pajak, maka LIFO juga harus
digunakan untuk pelaporan keuangan (LIFO conformity rule). Namun, perlu diingat bahwa
perusahaan tidak dapat merubah metode penilaian persediaan setiap saat sebelum mendapat izin
dari otoritas pajak.
4. Inventory can be valued by using a number of different methods. The most common of
these methods are the FIFO, LIFO and Average Cost Method. The difference between these
three inventory methods is in the way Cost of Goods Sold (COGS) is calculated. A company
typically does not track every single piece of inventory and when it is sold, but assumes a general
order that the inventory is sold, thus creating the total COGS for the accounting period.
According to tax provision Article 10 paragraph (6) of Income Tax Act “Persediaan dan
pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan
yang dilakukan secara ratarata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh
pertama.”
The tax provision above mention that the supply and use of supplies to calculate cost of goods
assessed under the historical cost, which is done on average or by prioritizing inventory acquired
first. Thus, there are only two methods of inventory valuation can be carried out by the taxpayer,
the average method (average method) and the method Fisrt In First Out (FIFO). Type of
inventory in general can be divided into 3 (three) categories of stocks that are finished goods,
goods in process of production (work in process), raw materials. All types of supplies should be
assessed by assuming an average flow of goods or FIFO.
Chapter 5
http://directory.xclmedia.net/2012/04/tinjauan-perbedaan-antara-akuntansi-pajak-dan-akuntansi-
komersial-dan-pendekatannya-di-indonesia/
Akuntansi merupakan suatu ilmu yang luas maknanya, khususnya akuntansi kamersial yang
menjadi panutan akuntansi lainnya termasuk akuntansi pajak. Perpajakan dan akuntansi
kamersial mempunyai hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme artinya satu sama lainnya
memiliki hubungan yang saling mendukung dan sangat erat kaitannya sesuai dengan peraturan
yang berlaku akuntansi komersial merupakan alat pembuktian jika administrasi perpajakan
5. melakukan pemeriksaan pajak (tax audit) untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan. Penghasilan yang dihitung menurut pembukuan wajib pajak yang didasarkan pada
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dapat berbeda dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang
dihitung berdasarkan ketentuan pajak.
Perbedaan tersebut dapat dikelompokkan menjadi perbedaan tetap (permanent differences) dan
perbedaan waktu (timing differences). Perbedaan tetap dapat dibagi menjadi beda tetap
penghasilan dan beda tetap biaya. Perbedaan tetap penghasilan terjadi karena penerimaan yang
menurut SAK merupakan penghasilan tetapi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1994 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh) tidak merupakan
penghasilan, penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penerimaan yang menurut SAK tidak
merupakan penghasilan, tetapi menurut UU PPh merupakan penghasilan. Sedangkan beda tetap
biaya terjadi, karena pengeluaranpengeluaran yang menurut SAK merupakan biaya tetapi
menurut UU PPh tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (pasal 9 UUPPh).
Sementara itu perbedaan sementara terjadi karena perbedaan pembebanan biaya tiap periode
akuntansi karena perbedaaan metode yang digunakan tetapi secara keseluruhan jumlah yang
dibebankan sebagai biaya adalah sama, contoh perbedaan sementara : penyusutan, Sewa Guna
Usaha (SGU) dengan hak opsi, penyisihan atau cadangan kerugian piutang, penyisihan potongan
penjualan, metode penilaian persediaan yang memilih fifo atau average, penggabungan,
peleburan, pemekaran dengan nilai buku dan harga pasar serta investasi saham dengan harga
perolehan (cost) dan metode ekuitas (equity method).
Masalah dalam penulisan karya akhir adalah untuk mengenal perbedaan antara ketentuan
perpajakan dengan akuntansi komersial dalam rangka memperjelas pemahaman pendekatan
akuntansi komersial dengan ketentuan perpajakan, dan seberapa besar perbedaan antara
ketentuan pajak dengan SAK dapat dijembatani atau minimal dapat dikurangi atau diperkecil
serta upaya pendekatannya.
Tipe penelitian yang digunakan pada penulisan karya akhir ini adalah tipe deskriptif analitis
dengan teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan yang diperoleh penulis melalui buku-
buku ilmiah, laporan penelitian yang sejenis, informasi ilmiah yang relevan, peraturan dan media
ilmiah lainnya serta melalui’ wawancara (interview) dart anggota Ikatan Akuntan Indonesia,
akuntan publik pejabat pajak dan pemeriksa pajak di Jakarta dan Bandung.
Dari penelitian ternyata bahwa secara umum hal-hal yang berbeda antara ketentuan perpajakan
dengan akuntansi komersial antara lain adalah :
(1) Perbedaan dasar penyusunan dan tujuan pelaporan laporan keuangan serta akibat
penyimpangan dare ketentuan perpajakan dan akuntansi komersial (2) Prinsip Historical Cost;
(3) Prinsip Konservatism; (4) Prinsip Konsisten; (5) Penghasitan; (6) Biaya, dan (7)
Akttva Tetap.
6. Untuk itu disarankan agar seharusnya wajib pajak hanya membuat satu pembukuan saja yang
sesuai dengan kepentingan akuntansi komersial dan nanti dalam rangka mengisi SPT Tahunan
PPh melakukan penyesuaian menurut ketentuan perpajakan.