SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/UU%20010%20Th1994-
PERUBAHAN%20ATAS%20UU%20NO.7%20TH1993.pdf

http://andrianto.blogspot.com/2011/11/penerapan-pasal-31-e-uu-pph.html

http://pajaksumselbabel.wordpress.com/2010/02/05/tarif-pph-badan-baru-pasal-17-dan-pasal-31-
e-uu-nomor-36-tahun-2008/

http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/objek-tarif-dan-pemungut-pph-pasal-22.html

http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22

http://pajaksumselbabel.wordpress.com/2010/02/05/tarif-pph-badan-baru-pasal-17-dan-pasal-31-
e-uu-nomor-36-tahun-2008/

http://spt-pajak.com/tag/fifo

http://setengahsatu.wordpress.com/

Terjadi perdebatan dalam menentukan metode penghitungan persediaan apakah yang dipakai
untuk kepentingan pelaporan pajak penghasilan dari inventory perusahaan. Pada kenyataannya,
kebijakan fiskal di Indonesia meminta agar setiap persediaan akan dinilai berdasarkan historical-
cost nya. Undang-undang perpajakan Indonesia hanya memperbolehkan penilaian persediaan
barang untuk penghitungan harga pokok dengan metode FIFO atau metode weighted average.

Kritik LIFO dalam kepentingan pajak

Dari data yang didapatkan, para analis pajak berpendapat bahwa metode LIFO seharusnya
dihapuskan. Ada beberapa alasan yang disebutkan sebagai suatu kekurangan dalam LIFO untuk
mendukung pendapat ini:

   1. Penggunaan LIFO lebih banyak dimaksudkan untuk menghindari (menunda) kewaiban
      pajak terutama ketika inflasi daripada untuk kepentingan ekonomi. Secara teori memang
      kewajiban pajak tersebut hanya tertunda sementara, namun selama terus terjadi inflasi,
      maka penundaan pajak tersebut akan tetap dan mungkin bertambah yang kemudian akan
      menyebabkan penundaan pajak menjadi permanent. Hal ini juga bertentangan dengan
      tujuan pajak penghasilan yang menghimpun pajak atas kenaikan dari kekayaan per
      tahun (tanpa melihat adanya inflasi atau tidak), bukan atas aplikasi prinsip “matching
      current revenues to current expenses” dari LIFO method.
   2. LIFO tidak digunakan dalam non-tax business purpose. Seperti capital budgeting. Karena
      meghasilkan arus cash flow yang lebih besar karena income tax yang lebih kecil, net
      income akan lebih kecil, asset akan terlalu rendah (tidak mencerminkan current value),
      dan working capital serta current ratio akan rendah. Rata-rata perusahaan yang
      menggunakan LIFO akan mencantumkan footnote berupa selisih dengan penghitungan
      FIFO atas persediaan (LIFO reserve). Ini menjadi kritik dari para analis pajak yang
      berpikir bahwa perusahaan pun sebenarnya mengetahui bahwa metode FIFO akan
menghasilkan catatan yang lebih baik untuk kepentingan bisnis daripada LIFO. lalu
      kenapa masih maksa menggunakan LIFO??
   3. LIFO sebagai suatu pertahanan atas inflasi yang terjadi dinilai kurang relevan, karena
      hanya digunakan untuk sebagian asset (inventory saja, red.), dan bukan untuk penilaian
      seluruh asset yang ada dari perusahaan.
   4. Manajemen inventori fisik dari LIFO dinilai buruk, karena pada dasarnya perusahaan
      berusaha untuk mencegah adanya LIFO liquidation dari LIFO layer yang akan
      menyebabkan kenaikan kewajiban pajak secara cepat (tiba-tiba). Ini berarti manajemen
      pengendalian atas pendapatan yang didapat dari LIFO method-inventory juga lebih rumit
      daripada metode yang lain.
   5. LIFO Reserve yang disajikan dalam laporan keuangan sering kali dinilai lebih rendah
      dari yang sebenarnya terjadi. Ada indikasi kecurangan yang dinilai oleh para analis pajak
      ini. Hal ini menyebabkan LIFO semakin dinilai hanya mengejar keuntungan tax-saving.
      Oleh karena itu, para analis pajak tersebut, berpendapat bahwa LIFO sebaiknya
      dihapuskan. (maaf, kalau saya salah menginterpretasi, lebih kurang bisa dilihat di
      http://www.taxanalysts.com/www/website.nsf/Web/FeaturedArticles?OpenDocument).

Jika tidak diperbolehkan, mengapa banyak perusahaan menggunakan LIFO?

Seperti tersirat diatas, ada beberapa alasan sekaligus keuntungan yang dipakai jika perusahaan
menggunakan LIFO. Pemilihan metode penghitungan persediaan yang dipakai perusahaan lebih
kurang didasari oleh kebutuhan sesuai kondisi dan situasi dari persediaan tersebut. Untuk
beberapa jenis inventory, dibutuhkan LIFO method sebagai dasar penghitungannya. Selain itu,
tentu saja ada beberapa keuntungan yang menjadi dasar penggunaan LIFO method.

Dalam penghitungan LIFO, barang yang terjual adalah barang yang pertama kali masuk. Hal ini
akan menyebabkan COGS menjadi lebih tinggi, yang tentu saja menyebabkan net income yang
diperoleh menjadi lebih rendah dan berefek pada pengenaan income tax yang lebih kecil
dibandingkan dengan penggunaan FIFO. Menurut saya, penggunaan LIFO bukanlah sesuatu
yang disengaja untuk menyembunyikan kewajiban pajak, namun merupakan suatu gambaran dari
kemampuan ekonomi yang diterima oleh perusahaan, karena ketika terjadi kenaikan harga
(inflasi), LIFO akan memberikan pengukuran yang lebih fair dengan keadaan yang sebenarnya
terjadi, dimana pendapatan yang diterima oleh perusahaan tentu saja berkurang karena kenaikan
harga tersebut. Ketika terjadi LIFO liquidation, maka akan menyebabkan adanya kenaikan
kewajiban pajak atas inventory. Dapat dikatakan, selisih dari pajak yang terjadi sebelumnya
(antara penggunaan FIFO dan LIFO) akan terbayar. Boleh dikatakan impas antara untung dan
rugi yang didapat dari penggunaan LIFO ini.

Untuk kepentingan pajak, laporan laba rugi yang dibutuhkan adalah laporan laba rugi fiskal.
Sedangkan perusahaan menggunakan laporan rugi laba komersial yang sesuai dengan standar
akuntansi keuangan perusahaan dalam menghitung persediaan dengan metode LIFO. Karena
yang diperkenankan udang-undang pajak adalah metode FIFO atau metode rata-rata, maka perlu
dikoreksi untuk menghitung kewajiban pembayaran pajak tiap tahunnya.

Menurut dosen pajak di kampus Saya, seluruh laporan laba rugi tersebut pada akhirnya harus
dihitung ulang dan dibuat berdasarkan format yang diperbolehkan Ketentuan Pajak yang berlaku.
Mungkin, dalam laporan keuangan komersial juga dapat disertakan rekonsiliasi antara laporan
laba rugi komersial dan laba rugi fiskal tersebut dengan menyertakan suatu footnote mengenai
penghitungan inventory berdasarkan metode LIFO yang digunakan. Selain itu juga disertakan
penghitungan FIFO sebagai perbandingan untuk melihat perbedaan tersebut (seperti LIFO-
reserve). Footnote seperti ini dapat dipergunakan ketika perusahaan akan menunjukkan laporan
keuangannya pada para investor atau kreditor yang akan memeberi pinjaman atau modal pada
perusahaan.

Namun, dari data yang saya temukan, terdapat suatu wacana tentang perubahan yang terjadi pada
expossure draft (ED) PSAK 14 (Revisi 2008) yang penerapannya berlaku untuk laporan
keuangan yang terjadi pada atau setelah 1 Januari 2009 atas PSAK 14 (1994) mengenai
persediaan.

Pada PSAK 14 (1994) dikatakan bahwa persediaan dapat dinilai dengan metode FIFO, LIFO,
dan weighted average. Sedangkan pada ED PSAK 14 (revisi 2008) manyatakan bahwa
persediaan dinilai dengan FIFO dan average method saja. Segala ketentuan penilaian pada ED
PSAK 14 (revisi 2008) ini tidak berlaku untuk :

       Pekerjaan dalam proses kontrak konstruksi
       Persediaan yang berhubungan dengan real estate
       Instrumen keuangan
       Aset biologik terkait dengan aktivitas agrikultur dan produk agrikultur pada saat panen
       Aset biologik terkait dengan hasil hutan
       Hasil tambang umum dan hasil tambang minyak dan gas bumi
       Pengukuran persediaan bagi pialang-pedagang komoditi yang mengukur persediaannya
       pada nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual, sesuai dengan praktik yang
       berlaku pada industri.

Lalu, pada akhirnya, LIFO tetap boleh digunakan untuk penghitungan inventory perusahaan.
Penggunaan LIFO ini diizinkan untuk keperluan analisa keuangan sebagai perbandingan dari
kemampuan (kredibilitas) yang benar-benar sesuai dengan kondisi keuangan atau perekonomian
yang terjadi pada saat tertentu antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya dalam satu
industri. Menurut IRS apabila LIFO digunakan untuk pelaporan pajak, maka LIFO juga harus
digunakan untuk pelaporan keuangan (LIFO conformity rule). Namun, perlu diingat bahwa
perusahaan tidak dapat merubah metode penilaian persediaan setiap saat sebelum mendapat izin
dari otoritas pajak.
Inventory can be valued by using a number of different methods. The most common of

these methods are the FIFO, LIFO and Average Cost Method. The difference between these

three inventory methods is in the way Cost of Goods Sold (COGS) is calculated. A company

typically does not track every single piece of inventory and when it is sold, but assumes a general

order that the inventory is sold, thus creating the total COGS for the accounting period.

According to tax provision Article 10 paragraph (6) of Income Tax Act “Persediaan dan

pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan

yang dilakukan secara ratarata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh

pertama.”

The tax provision above mention that the supply and use of supplies to calculate cost of goods

assessed under the historical cost, which is done on average or by prioritizing inventory acquired

first. Thus, there are only two methods of inventory valuation can be carried out by the taxpayer,

the average method (average method) and the method Fisrt In First Out (FIFO). Type of

inventory in general can be divided into 3 (three) categories of stocks that are finished goods,

goods in process of production (work in process), raw materials. All types of supplies should be

assessed by assuming an average flow of goods or FIFO.




Chapter 5

http://directory.xclmedia.net/2012/04/tinjauan-perbedaan-antara-akuntansi-pajak-dan-akuntansi-
komersial-dan-pendekatannya-di-indonesia/

Akuntansi merupakan suatu ilmu yang luas maknanya, khususnya akuntansi kamersial yang
menjadi panutan akuntansi lainnya termasuk akuntansi pajak. Perpajakan dan akuntansi
kamersial mempunyai hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme artinya satu sama lainnya
memiliki hubungan yang saling mendukung dan sangat erat kaitannya sesuai dengan peraturan
yang berlaku akuntansi komersial merupakan alat pembuktian jika administrasi perpajakan
melakukan pemeriksaan pajak (tax audit) untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan. Penghasilan yang dihitung menurut pembukuan wajib pajak yang didasarkan pada
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dapat berbeda dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang
dihitung berdasarkan ketentuan pajak.

Perbedaan tersebut dapat dikelompokkan menjadi perbedaan tetap (permanent differences) dan
perbedaan waktu (timing differences). Perbedaan tetap dapat dibagi menjadi beda tetap
penghasilan dan beda tetap biaya. Perbedaan tetap penghasilan terjadi karena penerimaan yang
menurut SAK merupakan penghasilan tetapi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1994 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh) tidak merupakan
penghasilan, penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penerimaan yang menurut SAK tidak
merupakan penghasilan, tetapi menurut UU PPh merupakan penghasilan. Sedangkan beda tetap
biaya terjadi, karena pengeluaranpengeluaran yang menurut SAK merupakan biaya tetapi
menurut UU PPh tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (pasal 9 UUPPh).

Sementara itu perbedaan sementara terjadi karena perbedaan pembebanan biaya tiap periode
akuntansi karena perbedaaan metode yang digunakan tetapi secara keseluruhan jumlah yang
dibebankan sebagai biaya adalah sama, contoh perbedaan sementara : penyusutan, Sewa Guna
Usaha (SGU) dengan hak opsi, penyisihan atau cadangan kerugian piutang, penyisihan potongan
penjualan, metode penilaian persediaan yang memilih fifo atau average, penggabungan,
peleburan, pemekaran dengan nilai buku dan harga pasar serta investasi saham dengan harga
perolehan (cost) dan metode ekuitas (equity method).

Masalah dalam penulisan karya akhir adalah untuk mengenal perbedaan antara ketentuan
perpajakan dengan akuntansi komersial dalam rangka memperjelas pemahaman pendekatan
akuntansi komersial dengan ketentuan perpajakan, dan seberapa besar perbedaan antara
ketentuan pajak dengan SAK dapat dijembatani atau minimal dapat dikurangi atau diperkecil
serta upaya pendekatannya.

Tipe penelitian yang digunakan pada penulisan karya akhir ini adalah tipe deskriptif analitis
dengan teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan yang diperoleh penulis melalui buku-
buku ilmiah, laporan penelitian yang sejenis, informasi ilmiah yang relevan, peraturan dan media
ilmiah lainnya serta melalui’ wawancara (interview) dart anggota Ikatan Akuntan Indonesia,
akuntan publik pejabat pajak dan pemeriksa pajak di Jakarta dan Bandung.

Dari penelitian ternyata bahwa secara umum hal-hal yang berbeda antara ketentuan perpajakan
dengan akuntansi komersial antara lain adalah :

(1) Perbedaan dasar penyusunan dan tujuan pelaporan laporan keuangan serta akibat
penyimpangan dare ketentuan perpajakan dan akuntansi komersial (2) Prinsip Historical Cost;
(3) Prinsip Konservatism; (4) Prinsip Konsisten; (5) Penghasitan; (6) Biaya, dan (7)
Akttva Tetap.
Untuk itu disarankan agar seharusnya wajib pajak hanya membuat satu pembukuan saja yang
sesuai dengan kepentingan akuntansi komersial dan nanti dalam rangka mengisi SPT Tahunan
PPh melakukan penyesuaian menurut ketentuan perpajakan.

More Related Content

Similar to Coretan2

Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...Futurum2
 
Makalah akuntansi-komparatif-eropa
Makalah akuntansi-komparatif-eropaMakalah akuntansi-komparatif-eropa
Makalah akuntansi-komparatif-eropaArju Al-Bantani
 
Akuntansi dan-laporan-keuangan
Akuntansi dan-laporan-keuanganAkuntansi dan-laporan-keuangan
Akuntansi dan-laporan-keuanganIma Rosmiati
 
Ch08 - accounting intermediate - IND
Ch08 - accounting intermediate - INDCh08 - accounting intermediate - IND
Ch08 - accounting intermediate - INDMaiya Maiya
 
Akuntansi internasional ppt
Akuntansi internasional pptAkuntansi internasional ppt
Akuntansi internasional pptAmrul Rizal
 
Cara membuat laporan keuangan perusahaan perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...
Cara membuat laporan keuangan perusahaan   perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...Cara membuat laporan keuangan perusahaan   perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...
Cara membuat laporan keuangan perusahaan perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...dhoan Evridho
 
Dampak glibalisasi atas laporan keuangan
Dampak glibalisasi atas laporan keuanganDampak glibalisasi atas laporan keuangan
Dampak glibalisasi atas laporan keuanganErlangga Beta Samodera
 
Chart of account (manual system accounting) xx
Chart of account (manual system accounting) xxChart of account (manual system accounting) xx
Chart of account (manual system accounting) xxToni Wijaya
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Futurum2
 
15. SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Bua...
15. SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Bua...15. SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Bua...
15. SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Bua...Sandy Setiawan
 
SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Buana, ...
SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Buana, ...SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Buana, ...
SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Buana, ...Sandy Setiawan
 
Standar akuntansi jepan1
Standar akuntansi jepan1Standar akuntansi jepan1
Standar akuntansi jepan1realmeity
 
BAB_8_Penilaian_Persediaan.ppt
BAB_8_Penilaian_Persediaan.pptBAB_8_Penilaian_Persediaan.ppt
BAB_8_Penilaian_Persediaan.pptDhianDin
 
BAB_8_Penilaian_Persediaan (2).ppt
BAB_8_Penilaian_Persediaan (2).pptBAB_8_Penilaian_Persediaan (2).ppt
BAB_8_Penilaian_Persediaan (2).pptDhianDin
 

Similar to Coretan2 (20)

Akuntansi komparatif
Akuntansi komparatifAkuntansi komparatif
Akuntansi komparatif
 
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
Isu penentuan tarif royalti dalam transfer pricing (mentahan untuk dimuat di ...
 
Makalah akuntansi-komparatif-eropa
Makalah akuntansi-komparatif-eropaMakalah akuntansi-komparatif-eropa
Makalah akuntansi-komparatif-eropa
 
Akuntansi dan-laporan-keuangan
Akuntansi dan-laporan-keuanganAkuntansi dan-laporan-keuangan
Akuntansi dan-laporan-keuangan
 
Ch08 - accounting intermediate - IND
Ch08 - accounting intermediate - INDCh08 - accounting intermediate - IND
Ch08 - accounting intermediate - IND
 
Akuntansi internasional ppt
Akuntansi internasional pptAkuntansi internasional ppt
Akuntansi internasional ppt
 
Cara membuat laporan keuangan perusahaan perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...
Cara membuat laporan keuangan perusahaan   perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...Cara membuat laporan keuangan perusahaan   perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...
Cara membuat laporan keuangan perusahaan perbandingan antara-ifrs-dengan-ps...
 
perbandingan-antara-ifrs-dengan-psak-qv1
perbandingan-antara-ifrs-dengan-psak-qv1perbandingan-antara-ifrs-dengan-psak-qv1
perbandingan-antara-ifrs-dengan-psak-qv1
 
Dampak glibalisasi atas laporan keuangan
Dampak glibalisasi atas laporan keuanganDampak glibalisasi atas laporan keuangan
Dampak glibalisasi atas laporan keuangan
 
AUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGAN
AUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGANAUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGAN
AUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGAN
 
Ppt ak. internasional
Ppt ak. internasionalPpt ak. internasional
Ppt ak. internasional
 
Chart of account (manual system accounting) xx
Chart of account (manual system accounting) xxChart of account (manual system accounting) xx
Chart of account (manual system accounting) xx
 
Tugas ujian teori akuntansi
Tugas ujian teori akuntansi Tugas ujian teori akuntansi
Tugas ujian teori akuntansi
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
 
Bab 4
Bab 4Bab 4
Bab 4
 
15. SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Bua...
15. SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Bua...15. SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Bua...
15. SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Bua...
 
SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Buana, ...
SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Buana, ...SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Buana, ...
SI-PI, Sandy Setiawan, Hapzi Ali, Sistem Pengendalian Internal, Mercu Buana, ...
 
Standar akuntansi jepan1
Standar akuntansi jepan1Standar akuntansi jepan1
Standar akuntansi jepan1
 
BAB_8_Penilaian_Persediaan.ppt
BAB_8_Penilaian_Persediaan.pptBAB_8_Penilaian_Persediaan.ppt
BAB_8_Penilaian_Persediaan.ppt
 
BAB_8_Penilaian_Persediaan (2).ppt
BAB_8_Penilaian_Persediaan (2).pptBAB_8_Penilaian_Persediaan (2).ppt
BAB_8_Penilaian_Persediaan (2).ppt
 

Coretan2

  • 1. http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/UU%20010%20Th1994- PERUBAHAN%20ATAS%20UU%20NO.7%20TH1993.pdf http://andrianto.blogspot.com/2011/11/penerapan-pasal-31-e-uu-pph.html http://pajaksumselbabel.wordpress.com/2010/02/05/tarif-pph-badan-baru-pasal-17-dan-pasal-31- e-uu-nomor-36-tahun-2008/ http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/objek-tarif-dan-pemungut-pph-pasal-22.html http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-pasal-22 http://pajaksumselbabel.wordpress.com/2010/02/05/tarif-pph-badan-baru-pasal-17-dan-pasal-31- e-uu-nomor-36-tahun-2008/ http://spt-pajak.com/tag/fifo http://setengahsatu.wordpress.com/ Terjadi perdebatan dalam menentukan metode penghitungan persediaan apakah yang dipakai untuk kepentingan pelaporan pajak penghasilan dari inventory perusahaan. Pada kenyataannya, kebijakan fiskal di Indonesia meminta agar setiap persediaan akan dinilai berdasarkan historical- cost nya. Undang-undang perpajakan Indonesia hanya memperbolehkan penilaian persediaan barang untuk penghitungan harga pokok dengan metode FIFO atau metode weighted average. Kritik LIFO dalam kepentingan pajak Dari data yang didapatkan, para analis pajak berpendapat bahwa metode LIFO seharusnya dihapuskan. Ada beberapa alasan yang disebutkan sebagai suatu kekurangan dalam LIFO untuk mendukung pendapat ini: 1. Penggunaan LIFO lebih banyak dimaksudkan untuk menghindari (menunda) kewaiban pajak terutama ketika inflasi daripada untuk kepentingan ekonomi. Secara teori memang kewajiban pajak tersebut hanya tertunda sementara, namun selama terus terjadi inflasi, maka penundaan pajak tersebut akan tetap dan mungkin bertambah yang kemudian akan menyebabkan penundaan pajak menjadi permanent. Hal ini juga bertentangan dengan tujuan pajak penghasilan yang menghimpun pajak atas kenaikan dari kekayaan per tahun (tanpa melihat adanya inflasi atau tidak), bukan atas aplikasi prinsip “matching current revenues to current expenses” dari LIFO method. 2. LIFO tidak digunakan dalam non-tax business purpose. Seperti capital budgeting. Karena meghasilkan arus cash flow yang lebih besar karena income tax yang lebih kecil, net income akan lebih kecil, asset akan terlalu rendah (tidak mencerminkan current value), dan working capital serta current ratio akan rendah. Rata-rata perusahaan yang menggunakan LIFO akan mencantumkan footnote berupa selisih dengan penghitungan FIFO atas persediaan (LIFO reserve). Ini menjadi kritik dari para analis pajak yang berpikir bahwa perusahaan pun sebenarnya mengetahui bahwa metode FIFO akan
  • 2. menghasilkan catatan yang lebih baik untuk kepentingan bisnis daripada LIFO. lalu kenapa masih maksa menggunakan LIFO?? 3. LIFO sebagai suatu pertahanan atas inflasi yang terjadi dinilai kurang relevan, karena hanya digunakan untuk sebagian asset (inventory saja, red.), dan bukan untuk penilaian seluruh asset yang ada dari perusahaan. 4. Manajemen inventori fisik dari LIFO dinilai buruk, karena pada dasarnya perusahaan berusaha untuk mencegah adanya LIFO liquidation dari LIFO layer yang akan menyebabkan kenaikan kewajiban pajak secara cepat (tiba-tiba). Ini berarti manajemen pengendalian atas pendapatan yang didapat dari LIFO method-inventory juga lebih rumit daripada metode yang lain. 5. LIFO Reserve yang disajikan dalam laporan keuangan sering kali dinilai lebih rendah dari yang sebenarnya terjadi. Ada indikasi kecurangan yang dinilai oleh para analis pajak ini. Hal ini menyebabkan LIFO semakin dinilai hanya mengejar keuntungan tax-saving. Oleh karena itu, para analis pajak tersebut, berpendapat bahwa LIFO sebaiknya dihapuskan. (maaf, kalau saya salah menginterpretasi, lebih kurang bisa dilihat di http://www.taxanalysts.com/www/website.nsf/Web/FeaturedArticles?OpenDocument). Jika tidak diperbolehkan, mengapa banyak perusahaan menggunakan LIFO? Seperti tersirat diatas, ada beberapa alasan sekaligus keuntungan yang dipakai jika perusahaan menggunakan LIFO. Pemilihan metode penghitungan persediaan yang dipakai perusahaan lebih kurang didasari oleh kebutuhan sesuai kondisi dan situasi dari persediaan tersebut. Untuk beberapa jenis inventory, dibutuhkan LIFO method sebagai dasar penghitungannya. Selain itu, tentu saja ada beberapa keuntungan yang menjadi dasar penggunaan LIFO method. Dalam penghitungan LIFO, barang yang terjual adalah barang yang pertama kali masuk. Hal ini akan menyebabkan COGS menjadi lebih tinggi, yang tentu saja menyebabkan net income yang diperoleh menjadi lebih rendah dan berefek pada pengenaan income tax yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan FIFO. Menurut saya, penggunaan LIFO bukanlah sesuatu yang disengaja untuk menyembunyikan kewajiban pajak, namun merupakan suatu gambaran dari kemampuan ekonomi yang diterima oleh perusahaan, karena ketika terjadi kenaikan harga (inflasi), LIFO akan memberikan pengukuran yang lebih fair dengan keadaan yang sebenarnya terjadi, dimana pendapatan yang diterima oleh perusahaan tentu saja berkurang karena kenaikan harga tersebut. Ketika terjadi LIFO liquidation, maka akan menyebabkan adanya kenaikan kewajiban pajak atas inventory. Dapat dikatakan, selisih dari pajak yang terjadi sebelumnya (antara penggunaan FIFO dan LIFO) akan terbayar. Boleh dikatakan impas antara untung dan rugi yang didapat dari penggunaan LIFO ini. Untuk kepentingan pajak, laporan laba rugi yang dibutuhkan adalah laporan laba rugi fiskal. Sedangkan perusahaan menggunakan laporan rugi laba komersial yang sesuai dengan standar akuntansi keuangan perusahaan dalam menghitung persediaan dengan metode LIFO. Karena yang diperkenankan udang-undang pajak adalah metode FIFO atau metode rata-rata, maka perlu dikoreksi untuk menghitung kewajiban pembayaran pajak tiap tahunnya. Menurut dosen pajak di kampus Saya, seluruh laporan laba rugi tersebut pada akhirnya harus dihitung ulang dan dibuat berdasarkan format yang diperbolehkan Ketentuan Pajak yang berlaku.
  • 3. Mungkin, dalam laporan keuangan komersial juga dapat disertakan rekonsiliasi antara laporan laba rugi komersial dan laba rugi fiskal tersebut dengan menyertakan suatu footnote mengenai penghitungan inventory berdasarkan metode LIFO yang digunakan. Selain itu juga disertakan penghitungan FIFO sebagai perbandingan untuk melihat perbedaan tersebut (seperti LIFO- reserve). Footnote seperti ini dapat dipergunakan ketika perusahaan akan menunjukkan laporan keuangannya pada para investor atau kreditor yang akan memeberi pinjaman atau modal pada perusahaan. Namun, dari data yang saya temukan, terdapat suatu wacana tentang perubahan yang terjadi pada expossure draft (ED) PSAK 14 (Revisi 2008) yang penerapannya berlaku untuk laporan keuangan yang terjadi pada atau setelah 1 Januari 2009 atas PSAK 14 (1994) mengenai persediaan. Pada PSAK 14 (1994) dikatakan bahwa persediaan dapat dinilai dengan metode FIFO, LIFO, dan weighted average. Sedangkan pada ED PSAK 14 (revisi 2008) manyatakan bahwa persediaan dinilai dengan FIFO dan average method saja. Segala ketentuan penilaian pada ED PSAK 14 (revisi 2008) ini tidak berlaku untuk : Pekerjaan dalam proses kontrak konstruksi Persediaan yang berhubungan dengan real estate Instrumen keuangan Aset biologik terkait dengan aktivitas agrikultur dan produk agrikultur pada saat panen Aset biologik terkait dengan hasil hutan Hasil tambang umum dan hasil tambang minyak dan gas bumi Pengukuran persediaan bagi pialang-pedagang komoditi yang mengukur persediaannya pada nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual, sesuai dengan praktik yang berlaku pada industri. Lalu, pada akhirnya, LIFO tetap boleh digunakan untuk penghitungan inventory perusahaan. Penggunaan LIFO ini diizinkan untuk keperluan analisa keuangan sebagai perbandingan dari kemampuan (kredibilitas) yang benar-benar sesuai dengan kondisi keuangan atau perekonomian yang terjadi pada saat tertentu antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya dalam satu industri. Menurut IRS apabila LIFO digunakan untuk pelaporan pajak, maka LIFO juga harus digunakan untuk pelaporan keuangan (LIFO conformity rule). Namun, perlu diingat bahwa perusahaan tidak dapat merubah metode penilaian persediaan setiap saat sebelum mendapat izin dari otoritas pajak.
  • 4. Inventory can be valued by using a number of different methods. The most common of these methods are the FIFO, LIFO and Average Cost Method. The difference between these three inventory methods is in the way Cost of Goods Sold (COGS) is calculated. A company typically does not track every single piece of inventory and when it is sold, but assumes a general order that the inventory is sold, thus creating the total COGS for the accounting period. According to tax provision Article 10 paragraph (6) of Income Tax Act “Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara ratarata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.” The tax provision above mention that the supply and use of supplies to calculate cost of goods assessed under the historical cost, which is done on average or by prioritizing inventory acquired first. Thus, there are only two methods of inventory valuation can be carried out by the taxpayer, the average method (average method) and the method Fisrt In First Out (FIFO). Type of inventory in general can be divided into 3 (three) categories of stocks that are finished goods, goods in process of production (work in process), raw materials. All types of supplies should be assessed by assuming an average flow of goods or FIFO. Chapter 5 http://directory.xclmedia.net/2012/04/tinjauan-perbedaan-antara-akuntansi-pajak-dan-akuntansi- komersial-dan-pendekatannya-di-indonesia/ Akuntansi merupakan suatu ilmu yang luas maknanya, khususnya akuntansi kamersial yang menjadi panutan akuntansi lainnya termasuk akuntansi pajak. Perpajakan dan akuntansi kamersial mempunyai hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme artinya satu sama lainnya memiliki hubungan yang saling mendukung dan sangat erat kaitannya sesuai dengan peraturan yang berlaku akuntansi komersial merupakan alat pembuktian jika administrasi perpajakan
  • 5. melakukan pemeriksaan pajak (tax audit) untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Penghasilan yang dihitung menurut pembukuan wajib pajak yang didasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dapat berbeda dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dihitung berdasarkan ketentuan pajak. Perbedaan tersebut dapat dikelompokkan menjadi perbedaan tetap (permanent differences) dan perbedaan waktu (timing differences). Perbedaan tetap dapat dibagi menjadi beda tetap penghasilan dan beda tetap biaya. Perbedaan tetap penghasilan terjadi karena penerimaan yang menurut SAK merupakan penghasilan tetapi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh) tidak merupakan penghasilan, penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penerimaan yang menurut SAK tidak merupakan penghasilan, tetapi menurut UU PPh merupakan penghasilan. Sedangkan beda tetap biaya terjadi, karena pengeluaranpengeluaran yang menurut SAK merupakan biaya tetapi menurut UU PPh tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (pasal 9 UUPPh). Sementara itu perbedaan sementara terjadi karena perbedaan pembebanan biaya tiap periode akuntansi karena perbedaaan metode yang digunakan tetapi secara keseluruhan jumlah yang dibebankan sebagai biaya adalah sama, contoh perbedaan sementara : penyusutan, Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi, penyisihan atau cadangan kerugian piutang, penyisihan potongan penjualan, metode penilaian persediaan yang memilih fifo atau average, penggabungan, peleburan, pemekaran dengan nilai buku dan harga pasar serta investasi saham dengan harga perolehan (cost) dan metode ekuitas (equity method). Masalah dalam penulisan karya akhir adalah untuk mengenal perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan akuntansi komersial dalam rangka memperjelas pemahaman pendekatan akuntansi komersial dengan ketentuan perpajakan, dan seberapa besar perbedaan antara ketentuan pajak dengan SAK dapat dijembatani atau minimal dapat dikurangi atau diperkecil serta upaya pendekatannya. Tipe penelitian yang digunakan pada penulisan karya akhir ini adalah tipe deskriptif analitis dengan teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan yang diperoleh penulis melalui buku- buku ilmiah, laporan penelitian yang sejenis, informasi ilmiah yang relevan, peraturan dan media ilmiah lainnya serta melalui’ wawancara (interview) dart anggota Ikatan Akuntan Indonesia, akuntan publik pejabat pajak dan pemeriksa pajak di Jakarta dan Bandung. Dari penelitian ternyata bahwa secara umum hal-hal yang berbeda antara ketentuan perpajakan dengan akuntansi komersial antara lain adalah : (1) Perbedaan dasar penyusunan dan tujuan pelaporan laporan keuangan serta akibat penyimpangan dare ketentuan perpajakan dan akuntansi komersial (2) Prinsip Historical Cost; (3) Prinsip Konservatism; (4) Prinsip Konsisten; (5) Penghasitan; (6) Biaya, dan (7) Akttva Tetap.
  • 6. Untuk itu disarankan agar seharusnya wajib pajak hanya membuat satu pembukuan saja yang sesuai dengan kepentingan akuntansi komersial dan nanti dalam rangka mengisi SPT Tahunan PPh melakukan penyesuaian menurut ketentuan perpajakan.