Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
ANALISIS_PENGARUH_POSISI_PELETAKAN_MAGNEx.pdf
1. SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH POSISI PELETAKAN MAGNET
PERMANEN DI ROTOR TERHADAP KINERJA
GENERATOR SINKRON MAGNET PERMANEN
Diajukan untuk Memenuhi
Persyaratan Meraih Gelar Sarjana Teknik
Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Riau
Oleh:
Elco Maghfira Arfi Harahap
NIM : 1607122314
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2020
3. iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul
“Analisis Pengaruh Posisi Peletakan Magnet Permanen di Rotor Terhadap
Kinerja Generator Sinkron Magnet Permanen” adalah hasil karya sendiri dan
tidak terdapat karya yang pernah di ajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di
suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Pekanbaru, 17 November 2020
Elco Maghfira Arfi Harahap
4. iv
PRAKATA
Segala Puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam, Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan rahmat dan karunia-Nya penulis masih
diberikan kesehatan dan umur yang panjang serta diberi kemudahan hingga masih
bisa melanjutkan kuliah sampai tahap akhir ini. serta dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Tidak lupa pula shalawat dan salam penulis tak lupa senantiasa
hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW, suri tauladan bagi seluruh umat
manusia.
Skripsi dengan Judul “Analisis Pengaruh Posisi Peletakan Magnet
Permanen di Rotor Terhadap Kinerja Generator Sinkron Magnet Permanen”.
ini dilakukan dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk kelulusan
kuliah di Program Studi Teknik Elektro S1, Fakultas Teknik, Universitas Riau, serta
persyaratan meraih gelar Sarjana Teknik. Serta diharapkan bisa dijadikan salah satu
sumber referensi dalam bidang teknik elektro mengenai cara meletakkan magnet
permanen di rotor pada PMSG fluks radial dan pengaruhnya terhadap tegangan
keluaran.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan
yang penulis hadapi, baik itu waktu pencarian data, proses pembuatan proposal
skripsi yang penulis jalani sampai dengan penulisan skripsi. Namun ini tidak
terlepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Keluarga penulis tercinta kuhususnya Ayah (marahalim) dan Mama
(Nurhalena) yang telah memberikan do’a, motivasi dan dukungan, serta
membiaya kuliah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi.
2. Bapak Dr. Iswadi HR, ST., MT selaku dosen pembimbing utama yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis menyusun skripsi ini. Penulis tidak
dapat memberikan apa-apa semoga Bapak senantiasa diberikan kesehatan.
5. v
3. Bapak Amir Hamzah, ST., MT selaku dosen pembimbing pendamping yang
telah memberikan ilmu baru serta mengarahkan penulis menyusun skripsi
ini menjadi lebih baik lagi. Semoga bapak senantiasa diberi kesehatan.
4. Kepada Dosen Penguji Bapak Dr. Antonius Rajagukguk, MT dan Bapak
Suwitno, ST.,MT atas saran perbaikan dan masukannya sehingga skripsi
saya menjadi lebih baik lagi.
5. Dekan Fakultas Teknik Universitas Riau Bapak Dr. Ari Sandhyavitri.
6. Kepala Jurusan Teknik Elektro, Bapak Nurhalim, ST.,MT
7. Teman-teman seperjuangan Prodi S1 Teknik Elektro UR Angkatan 2016.
Terus berjuang, tetap semangat, dan lakukan yang terbaik. Masa Depan
Cerah menanti kita, semangat mengejar ST.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas
bantuannya dan dukungannya.
Penulis menyadari dalam penulisan laporan ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik untuk kemajuan sangat penulis harapkan. Atas
perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.
Pekanbaru, 17 November 2020
Elco Maghfira Arfi Harahap
6. vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas academia Universitas Riau, Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Elco Maghfira Arfi Harahap
NPM : 1607122314
Program Studi : Teknik Elektro
Departemen : Teknik Elektro
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui untuk
memberikan Hak Bebas Royalty Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free
Right) atas karya tulis saya yang berjudul :
“Analisis Pengaruh Posisi Peletakan Magnet Permanen di Rotor Terhadap
Kinerja Generator Sinkron Magnet Permanen” beserta perangkat lunak yang
ada (jika diperlukan).
Dengan Hak Bebas Royalty Noneksklusif ini Universitas Riau berhak menyimpan,
mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,
Dibuat di : Pekanbaru
Pada Tanggal : 22 Oktober 2020
Yang memberikan pernyataan
(Elco Maghfira Arfi Harahap)
7. vii
Analisis Pengaruh Posisi Peletakan Magnet Permanen di Rotor Terhadap
Kinerja Generator Sinkron Magnet Permanen
Elco Maghfira Arfi Harahap
Teknik Elektro Universitas Riau
Kampus Binawidya Km.12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293
Jurusan Teknik Elektro Universitas Riau
Email : elco.maghfira2314@student.unri.ac.id
ABSTRAK
Generator sinkron magnet permanen / Permanent Magnet Synchronous Generator
(PMSG) memiliki kontruksi yang sama dengan generator sinkron kenvensional yang itu
memiliki stator yang diam dan rotor yang bergerak. Perbedaan antara PMSG dengan
generator sinkron konvensional yaitu terletak pada rotornya. Rotor pada generator sinkron
memerlukan pencatuan arus DC untuk menghasilkan GGL sedangkan rotor pada PMSG
tidak perlu pencatuan arus DC. Prinsip kerja PMSG hampir sama dengan generator sinkron.
Penggunaan magnet permanen dirotor menghasilkan medan magnet yang menginduksi
sehingga menimbulkan gerak gaya listrik. Skripsi ini membahas tentang pengaruh posisi
peletakan magnet permenen di rotor pada generator singkron magnet permanen terhadap
keluaran tegangan back emf dan nilai Ke serta torsi cogging dari pemodelan PMSG magnet
sejajar dan PMSG magnet Skew. software yang digunakan adalah software Magnet
Infolytica. Rancangan PMSG yang dibuat mengacu pada spesifikasi dimensi luar 450 mm
dan ketebalan 150 mm dengan rotor tipe Interior Magnet Permanen (IPM) menggunakan
kombinasi 24 Slot 8 Pole dengan rotor yang diputar dengan kecepatan 750 rpm. Untuk
semua spesifikasi dimensi pemodelan PMSG adalah sama hanya saja yang membedakan
adalah cara meletakkan magnet pada rotor yaitu magnet yang disusun sejajar dan magnet
yang disusun skew. Hasil simulasi kemudian di analisa dengan skenario berikut yaitu
pengaruh posisi peletakan magnet secara sejajar dan skew dan pengaruh keluaran PMSG
terhadap variasi kecepatan. Berdasarkan perhitungan dan hasil simulasi yang telah
dilakukan didapatkan data-data bahwa magnet permanen yang disusun secara skew
menghasikan torsi cogging yang lebih kecil serta nilai keluaran yang lebih kecil
dibandingkan dengan magnet permanen yang disusun secara sejajar. Hal ini disebabkan
sebaran fluks magnet yang masuk ke gigi stator tidak sempurna dikarenakan posisi magnet
yang miring, sehingga terjadi tabarakan fluks dari dua kutub yang berbeda dalam satu gigi
stator pada waktu yang bersamaan, akibatnya medan magnet yang dihasikan menjadi
berkurang. Simulasi pembebanan digunakan untuk mencari nilai arus, torsi, daya input,
daya output dan efesiensi. Nilai keluaran PMSG akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kecepatan putar rotor.
Kata kunci : Back EMF ( Electromotive Force), Ke ( Konstanta Efisiensi), flux lingkage,
cogging
8. viii
Analysis of the Effect of Positioning of Permanent Magnets on the Rotors on
the Performance of Permanent Magnet Synchronous Generator
Elco Maghfira Arfi Harahap
Electrical Engineering, Riau University
Campus Binawidya Km.12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293
Departement of Electrical Engineering, Riau University
Email : elco.maghfira2314@student.unri.ac.id
ABSTRACT
Permanent Magnet Synchronous Generator (PMSG) has the same construction
with conventional synchronous generator that has a silent stator and a moving rotor. The
difference between PMSG and conventional synchronous generator lies in the rotor. The
rotor in a synchronous generator requires a DC current to generate GGL while the rotor
in the PMSG does not need a DC current supply. The working principle of PMSG is almost
the same as synchronous generator. The use of a permanent magnet on the rotor produces
a magnetic field in the anchor coil on the stator. This thesis discusses the influence of the
position of the candy magnet in the rotor on a permanent magnet synchronous generator
on the back emf voltage output and the value of Ke and cogging torque from the modeling
of parallel magnetic PMSG and Skew magnetic PMSG. the software used is Magnet
Infolytica software. The PMSG design made refers to the specifications of the outer
dimensions of 450 mm and thickness of 150 mm with the Permanent Magnet Interior (IPM)
type rotor using a combination of 24 8 Pole Slots with rotors rotating at 750 rpm. For all
specifications the PMSG modeling dimensions are the same, but the only thing that
determines is how to set the magnet on the rotor, that is, a magnet arranged in parallel and
a magnet arranged in tilt. The simulation results are then analyzed with the following
scenarios: the influence of the position of parallel and skewed magnets and the effect of
PMSG output on speed variations. Based on calculations and results that have been
obtained, the permanent magnet data compiled can avoid smaller cogging torque and
smaller replacement values compared to permanent magnets made in parallel. This causes
the distribution of magnetic flux into the stator teeth is not perfect depending on the oblique
magnetic position, resulting in collision of fluxes from two different poles in one stator
tooth at the same time, consequently the resulting magnetic field becomes changed. Load
simulation is used to find the current value, torque, power input, power output and
efficiency. The PMSG output value will increase with the rotational speed of the rotor.
Keywords : Back EMF (Electromotive Force), Ke (Constant Efficiency), flux lingkage,
cogging
9. ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...............................................iii
PRAKATA............................................................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR RUMUS ........................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................................ 2
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................................... 2
1.5 Sistematika Skripsi ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PENELITIAN.................................................................... 4
2.1 Tinjauan Penelitian........................................................................................ 4
2.2 Landasan Teori .............................................................................................. 6
2.3 Definisi Generator ......................................................................................... 7
2.4 Generator Sinkron Konvensional .................................................................. 7
2.4.1 Kontruksi Generator Sinkron Konvensional....................................... 8
2.4.2 Prinsip Kerja Generator Sinkron Konvensional................................ 10
2.5 Generator Sinkron Magnet Permanen ......................................................... 11
2.5.1 Konstruksi Generator Sinkron Magnet Permanen ............................ 11
2.5.2 Prinsip Kerja Generator Sinkron Magnet permanen......................... 16
2.6 Jenis-Jenis Generator Sinkron Magnet Permanen ....................................... 19
2.6.1 Generator Magnet Permanen Fluks Radial ....................................... 20
10. x
2.6.2 Generator Magnet Permanen Fluks Aksial ....................................... 21
2.7 Desain kumparan stator PMSG ................................................................... 22
2.8 Desain Rangkaian Magnet........................................................................... 24
2.9 Ukuran Stator dan Rotor.............................................................................. 26
2.10 Teori Medan Magnet Derhadap Posisi Peletakan Magnet .......................... 28
2.10.1 Hubungan medan terhadap hukum maxwell 3................................ 28
2.10.2 Hukum Ampere Maxwell................................................................ 29
2.10.3 Hukum ohm..................................................................................... 31
2.11 Nilai Keluaran Desain Generator................................................................. 33
2.12 Konsep Penerapan Medan Magnet Pada Magnet Posisi Skew .................... 33
2.13 Konsep Medan Magnet Yang Memotong Air Gap Boundary..................... 37
2.14 Perumusan daya yang dibangkitkan PMSG ................................................ 40
2.15 Efisiensi ....................................................................................................... 40
2.16 Nilai Back Electromotive Force (EMF) ...................................................... 41
2.17 Electrical Steels ........................................................................................... 42
2.18 Keuntungan Generator Sinkron Magnet Permanen..................................... 42
2.19 Aplikasi Generator Magnet Permanen......................................................... 43
2.20 Software Magnet Infolytica ......................................................................... 43
2.21 Hubungan Slot Dan Pole Pemodelan PMSG............................................... 44
2.12. Torsi cogging............................................................................................... 45
BAB III PEMBUATAN MODEL PMSG MENGGUNAKAN SOFTWARE
MAGNET INFOLYTICA .................................................................. 47
3.1 Aspek Pemodelan PMSG pada software Magnet Infolytica ....................... 48
3.2 Parameter Desain Generator Magnet Permanen.......................................... 48
3.3 Perhitungan Matematis Dimensi PMSG...................................................... 49
3.4 Membuat Model Stator Pada Software Magnet Infolytica .......................... 51
3.4.1 Membuat Material Stator Sehingga Stator Membentuk 3D.............. 53
3.4.2 Membuat Konvigurasi belitan pada stator ........................................ 57
3.4.3 Mengatur Ukuran Mesh Stator Pada Software Magnet..................... 61
3.5 Magnet Permanen Posisi Sejajar Pada PMSG............................................. 62
3.5.1 Pemodelan Magnet Sejajar Menggunakan Software Magnet ........... 62
11. xi
3.5.2 Perhitungan Matematis Pemodelan Magnet Sejajar ......................... 65
3.6 Magnet Permanen Posisi Skew Pada PMSG................................................ 68
3.6.1 Pemodelan Magnet Skew Menggunakan Software Magnet .............. 68
3.6.2 Perhitungan Matematis Pemodelan Magnet Skew ............................ 71
3.7 Membuat motion dan mengatur kecepatan putar rotor................................ 76
3.7.1 Pengaturan Parameter Variasi Kecepatan Diinput Ke Software....... 79
3.8 Simulasi cogging ......................................................................................... 81
3.9 Solving PMSG 24 slot 8 pole....................................................................... 83
3.10 Validasi Pengujian Menggunakan Persamaan Matematis........................... 83
3.11 Skenario Pengujian...................................................................................... 86
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 87
4.1 Hasil Desain Pemodelan PMSG.................................................................. 87
4.2 Hasil Keluaran PMSG Posisi Magnet Sejajar Dari Software...................... 88
4.3 Hasil Keluaran PMSG Posisi Magnet Skew Dari Software......................... 90
4.4. Hasil Dan Pembahasan Fluks Magnet Pemodelan PMSG .......................... 93
4.4.1 Hasil Fluks Magnet Dari Pemodelan Pmsg Magnet Sejajar ............. 93
4.4.2 Hasil Fluks Magnet Dari Pemodelan Pmsg Magnet Sejajar ............. 94
4.5 Hasil Simulasi Cogging............................................................................... 96
4.8 Pembahasan Hasil Peletakan Manet Skew Terhadap Keluaran PMSG....... 98
4.7 Hasil Keluaran PMSG Terhadap Variasi Kecepatan Putar Rotor ............. 100
4.7.1 Hasil Simulasi Kecepatan 850 Rpm................................................ 100
4.7.2 Hasil Simulasi Kecepatan 950 Rpm................................................ 103
4.7.4 Hasil simulasi kecepatan 1050 Rpm ............................................... 105
4.7.5 Hasil simulasi kecepatan 1150 Rpm ............................................... 107
4.7.6 Hasil simulasi kecepatan 1250 Rpm ............................................... 109
4.8 Hasil Variasi Kecepatan Terhadap Nilai Keluaran PMSG........................ 112
4.9 Validasi Hasil Pengujian Dan Analisa....................................................... 117
4.9.1 Validasi Hasil Pengujian PMSG Magnet sejajar ............................ 117
4.9.2 Validasi Hasil Pengujian Dan Analisa PMSG Magnet Skew.......... 121
4.9.3 Perbandingan Hasil Nilai-Nilai Keluaran PMSG ........................... 126
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 130
13. xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Konstruksi generator sinkron (Azka, 2013).................................... 8
Gambar 2.2 Generator sinkron empat kutub. ................................................... 10
Gambar 2.3 Gambar melintang PMSG............................................................. 12
Gambar 2.4 Stator permanent magnet generator (Strous, 2010)...................... 13
Gambar 2.5 Internal stator magnet permanen. ................................................. 13
Gambar 2.6 Eksternal stator magnet permanen................................................ 14
Gambar 2.7 Cara meletekananmagnet permanen di rotor................................ 15
Gambar 2.8 Kurva histerisis magnetik (Kenjo and Nagamori, 1985).............. 15
Gambar 2.9 Medan magnet mengalir dalam empat kutub (Hanselman, 2006).16
Gambar 2.10 Hukum tangan kanan flemming (Kenjo and Nagamori, 1985).... 17
Gambar 2.11 Arah fluks pada PMSG 24 slot 16 pole. ....................................... 18
Gambar 2.12 Desain generator magnet permanen fluks radial. ......................... 20
Gambar 2.13 Desain generator magnet permanen fluks aksial. ......................... 21
Gambar 2.14 Konstruksi generator magnet permanen tipe aksial...................... 22
Gambar 2.15 Bentuk rancangan stator. .............................................................. 23
Gambar 2.16 Konsep medan magnet pada magnet posisi skew ......................... 34
Gambar 2.17 Konsep perhitungan magnet skew................................................ 36
Gambar 2.18 Batasan antara kesempurnaan permeabilitas µ1 dan µ2............... 37
Gambar 2.19 Arah medan yang memotong boundary ....................................... 39
Gambar 2.20 Tampilan menu utama software magnet infolytica. ..................... 44
Gambar 2.21 Hubungan slot dan pole perancangan PMSG............................... 45
Gambar 2.22 Fluks magent yang mengalir pada PMSG magnet skew............... 46
Gambar 3.1 Langkah-langkah pemodelan PMSG............................................ 47
Gambar 3.2 Desain stator dalam bentuk 2 dimensi.......................................... 52
Gambar 3.3 Kurva BH material Carpenter Silicon Steel. ................................ 54
Gambar 3.4 Tampilan pengaturan satuan......................................................... 55
Gambar 3.5 Inisialisasi stator. .......................................................................... 56
Gambar 3.6 Pemodelan laminasi stator PMSG 24 Slot.................................... 56
14. xiv
Gambar 3.7 Proses pembuatan belitan pada bagian stator PMSG. .................. 57
Gambar 3.8 Proses pembuatan belitan pada bagian stator PMSG. .................. 58
Gambar 3.9 Rangkaian circuit coil yang dihubung Y connected pada PMSG. 59
Gambar 3.10 Konvigurasi belitan pada stator pemodelan PMSG...................... 59
Gambar 3.11 Bentuk akhir rancangan stator PMSG 24 slot............................... 61
Gambar 3.12 Desain pemodelan rangkaian rotor magnet sejajar 2D................. 62
Gambar 3.13 Inisialisasi rotot PMSG magnet sejajar. ....................................... 64
Gambar 3.14 Pemodelan rotor PMSG 8 Pole Magnet sejajar............................ 65
Gambar 3.15 Mendan magnet dari magnet sejajar............................................. 67
Gambar 3.16 Desain pemodelan rangkaian rotor magnet skew 2D.................... 68
Gambar 3.17 Perspektif geometri rotor magnet skew......................................... 69
Gambar 3.18 Pemodelan rotor PMSG magnet skew 8 pole. .............................. 70
Gambar 3.19 Variabel magnet skew ketika dimiringkan 11,30......................... 71
Gambar 3.20 Ilustrasi pemodelan Skew angel pada pemodelan magnet skew... 72
Gambar 3.21 Mendan magnet dari magnet sejajar............................................. 75
Gambar 3.22 Pengaturan kecepatan rotor........................................................... 76
Gambar 3.23 Pengaturan parameter kecepatan rotor.......................................... 77
Gambar 3.24 Pengaturan transient option.......................................................... 78
Gambar 3.25 Pengaturan simulasi torsi cogging................................................ 81
Gambar 3.26 Siklus cogging PMSG 24 slot 8 pole............................................ 82
Gambar 3.27 Proses solving pemodelan PMSG................................................. 83
Gambar 4.1 Hasil desain pemodelan PMSG 24 slot 8 pole. ............................ 87
Gambar 4.2 Teganan keluaran PMSG magnet sejajar...................................... 88
Gambar 4.3 Arus keluaran pemodelan PMSG Magnet sejajar......................... 88
Gambar 4.4 Torsi keluaran pemodelan PMSG Magnet sejajar........................ 89
Gambar 4.5 Teganan keluaran PMSG magnet skew. ....................................... 91
Gambar 4.6 Arus keluaran pemodelan PMSG skew......................................... 91
Gambar 4.7 Torsi keluaran pemodelan PMSG Magnet skew........................... 92
Gambar 4.8 Hasi fluks magnet pemodelan PMSG magnet sejajar................... 94
Gambar 4.9 Lintasan garis-garis medan magnet pada PMSG magnet skew. ... 95
Gambar 4.10 Hasil simulasi cogging pemodelan PMSG Magnet sejajar. ......... 96
15. xv
Gambar 4.11 Hasil simulasi cogging pemodelan PMSG Magnet skew. ............ 97
Gambar 4.12 Kurva karaktersitik cogging pemoden PMSG.............................. 98
Gambar 4.13 Kurva karasteristik tegangan PMSG. ......................................... 100
Gambar 4.14 Grafik tegangan keluaran PMSG terhadap variasi kecepatan. ... 112
Gambar 4.15 Grafik arus keluaran PMSG terhadap variasi kecepatan. ........... 113
Gambar 4.16 Grafik nilai torsi terhadap variasi kecepatan. ............................. 114
Gambar 4.17 Grafik daya input terhadap variasi kecepatan............................. 115
Gambar 4.18 Grafik daya output terhadap variasi kecepatan........................... 116
Gambar 4.19 Hasil tegangan keluaran pemodelan PMSG magnet sejajar....... 120
Gambar 4.20 Hasil daya output pemodelan PMSG magnet sejajar ................. 120
Gambar 4.21 Efisiensi pemodelan PMSG magnet sejajar................................ 121
Gambar 4.22 Hasil tegangan keluaran pemodelan PMSG magnet skew.......... 124
Gambar 4.23 Daya output pemodelan PMSG magnet skew............................. 125
Gambar 4.24 Efisiensi pemodelan PMSG magnet skew. ................................. 126
Gambar 4.25 Tegangan keluaran PMSG magnet sejajar dan skew.................. 127
Gambar 4.26 Daya output PMSG magnet sejajar dan skew............................. 128
Gambar 4.27 Efisiensi PMSG magnet sejajar dan skew................................... 128
16. xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Parameter dan simbol persamaan matematis desain PMSG. ............ 23
Tabel 3.1 Spesifikasi PMSG 24 Slot 8 Pole...................................................... 49
Tabel 3.2 Parameter desain rangkaian stator..................................................... 52
Tabel 3.3 Spesifikasi bahan material PMSG..................................................... 54
Tabel 3.4 Konvigurasi belitan PMSG 24 slot 8 pole......................................... 60
Tabel 3.5 Parameter desain rangkaian rotor magnet sejajar.............................. 63
Tabel 3.6 Spesifikasi bahan material rotor PMSG............................................ 63
Tabel 3.7 Parameter desain rangkaian rotor magnet skew. ............................... 69
Tabel 3.8 Pengaturan kecepatan pada software magnet infolytica.................... 81
Tabel 4.1 Nilai keluaran PMSG magnet sejajar dari software magnet. ............ 89
Tabel 4.2 Nilai-nilai keluaran PMSG magnet skew. ......................................... 92
Tabel 4.3 Hasil cogging pemodelan PMSG. ..................................................... 97
Tabel 4.4 Hasil simulasi cogging pemodelan PMSG........................................ 98
Tabel 4.5 Hasil tegangan keluaran PMSG magnet sejajar dan skew. ............... 99
Tabel 4.6 Hasil simulasi kecepatan 850 Rpm PMSG Magnet sejajar............. 101
Tabel 4.7 Hasil simulasi kecepatan 850 Rpm PMSG Magnet skew. .............. 102
Tabel 4.8 Hasil simulasi kecepatan 950 Rpm PMSG Magnet sejajar............. 103
Tabel 4.9 Hasil simulasi kecepatan 950 Rpm PMSG Magnet skew. .............. 104
Tabel 4.10 Hasil simulasi kecepatan 1050 Rpm PMSG Magnet sejajar........... 105
Tabel 4.11 Hasil simulasi kecepatan 1050 Rpm PMSG Magnet skew. ............ 106
Tabel 4.12 Hasil simulasi kecepatan 1150 Rpm PMSG Magnet sejajar........... 107
Tabel 4.13 Hasil simulasi kecepatan 1150 Rpm PMSG Magnet skew. ............ 108
Tabel 4.14 Hasil simulasi kecepatan 1250 Rpm PMSG Magnet sejajar........... 110
Tabel 4.15 Hasil simulasi kecepatan 1250 Rpm PMSG Magnet skew. ............ 111
Tabel 4.16 Nilai keluaran PMSG terhadap kecepatan....................................... 112
Tabel 4.17 Nilai arus terhadap variasi kecepatan.............................................. 113
Tabel 4.18 Nilai torsi terhadap kecepatan. ........................................................ 114
Tabel 4.19 Nilai daya input terhadap variasi kecepatan.................................... 115
17. xvii
Tabel 4.20 Nilai daya output terhadap variasi kecepatan.................................. 116
Tabel 4.21 Hasil tegangan 1 coil yang disihitung dangan rumus...................... 117
Tabel 4.22 Hasil tegangan keluaran PMSG dengan persamaan matematis. .... 118
Tabel 4.23 Hasil pemodelan PMSG magnet sejajar.......................................... 119
Tabel 4.24 Hasil tegangan 1 coil yang disihitung dangan rumus...................... 122
Tabel 4.25 Hasil tegangan keluaran PMSG dengan persamaan matematis. ..... 123
Tabel 4.26 Hasil pemodelan PMSG skew. ........................................................ 124
Tabel 4.27 Tabel Hasil nilai keluaran PMSG.................................................... 126
18. xviii
DAFTAR RUMUS
Halaman
Rumus 2.1 Tegangan keluaran PMSG.............................................................. 17
Rumus 2.2 Gaya tarik magnet........................................................................... 18
Rumus 2.3 Gaya tarik magnet........................................................................... 19
Rumus 2.4 Luas lubang slot.............................................................................. 24
Rumus 2.5 Luas area slot .................................................................................. 24
Rumus 2.6 Persamaan jari-jari kawat penghantar............................................. 24
Rumus 2.7 Jumlah lilitan .................................................................................. 24
Rumus 2.8 Jumlah belitan tiap fasa................................................................... 24
Rumus 2.9 Frekuensi......................................................................................... 24
Rumus 2.10 Luas area per kutub......................................................................... 25
Rumus 2.11 Luas equivalent gap........................................................................ 25
Rumus 2.12 koefisien permeance........................................................................ 25
Rumus 2.13 Kemiringan kurva demagnetisasi.................................................... 25
Rumus 2.14 Kerapatan fluks dititik pengoprasian PMSG .................................. 26
Rumus 2.15 Fkuls rata-rata dalam celah udara ................................................... 26
Rumus 2.16 Fluks medan magnet ....................................................................... 26
Rumus 2.17 Derajat slot...................................................................................... 26
Rumus 2.18 Derajat pole .................................................................................... 26
Rumus 2.19 slot pitch.......................................................................................... 26
Rumus 2.20 Coil pitch......................................................................................... 26
Rumus 2.21 Lebar gigi stator.............................................................................. 27
Rumus 2.22 Area kutub rotor.............................................................................. 27
Rumus 2.23 Rotor pole pitch .............................................................................. 27
Rumus 2.24 Stator pole pitch.............................................................................. 27
Rumus 2.25 Effective core length ....................................................................... 27
Rumus 2.26 Diameter rotor................................................................................. 27
Rumus 2.27 Stator yoke ...................................................................................... 27
Rumus 2.28 Persamaan gaya gerak listrik .......................................................... 28
Rumus 2.29 GGL ditinjau berdasarkan satu belitan ........................................... 28
19. xix
Rumus 2.30 Fluks ditinjau berdasarkan luasan permukaan ................................ 28
Rumus 2.31 Fluks ditinjau berdasarkan panjang lintasan muatan ...................... 28
Rumus 2.32 Persamaan hukum maxwell 3 ......................................................... 29
Rumus 2.33 Persamaan kawat penghantar dengan permukaan tidak homogen.. 30
Rumus 2.34 Persamaan kawat penghantar dengan permukaan tidak homogen.. 30
Rumus 2.35 Teorma stokes persamaan hukum ampere ...................................... 30
Rumus 2.36 Persamaan hukum ampere .............................................................. 30
Rumus 2.37 Persamaan hukum ampere maxwell................................................ 31
Rumus 2.38 Gaya magnetostatik......................................................................... 31
Rumus 2.39 Gaya dalam konteks muatan yang bergerak ................................... 31
Rumus 2.40 Gaya dalam konteks muatan yang bergerak ................................... 31
Rumus 2.41 Gaya elektrostatik ........................................................................... 32
Rumus 2.42 Gaya elektrostatik dikaitkan dengan medan listrik......................... 32
Rumus 2.43 Gaya per satuan muatan.................................................................. 32
Rumus 2.44 Persamaan hukum ohm................................................................... 32
Rumus 2.45 Persamaan rapat arus ditinjau kecepatan yang sangat kecil............ 32
Rumus 2.46 Arus dan tahanan ............................................................................ 33
Rumus 2.47 Tegangan induksi antar fasa ........................................................... 33
Rumus 2.48 Frekuensi PMSG............................................................................. 33
Rumus 2.49 Kecepatan sudut.............................................................................. 33
Rumus 2.50 Nilai Ke........................................................................................... 33
Rumus 2.51 Torsi................................................................................................ 33
Rumus 2.52 Daya input....................................................................................... 33
Rumus 2.53 Daya output..................................................................................... 33
Rumus 2.54 Persamaan medan magnet skew wilayah 1 ..................................... 35
Rumus 2.55 Persamaan medan magnet skew wilayah 2 ..................................... 35
Rumus 2.56 Persamaan medan magnet skew wilayah 3 ..................................... 35
Rumus 2.57 Rumus menghitung skew angel ...................................................... 36
Rumus 2.58 Rumus skew angel satu sisi............................................................. 36
Rumus 2.59 Rumus menghitung panjang magnet skew...................................... 37
Rumus 2.60 Rumus menghitung panjang magnet skew dengan Pythagoras...... 37
20. xx
Rumus 2.61 Rumus menghitung sudut kemiringan ............................................ 37
Rumus 2.62 Persamaan batas permeabilitas ....................................................... 38
Rumus 2.63 Persamaan tangensial...................................................................... 38
Rumus 2.64 Hukum gauss pada kotak pill.......................................................... 38
Rumus 2.65 Persamaan tangensial...................................................................... 38
Rumus 2.66 Persamaan tangensial pada komponen normal ............................... 38
Rumus 2.67 komponen normal tangensial.......................................................... 38
Rumus 2.68 Rasio komponen tangensial ............................................................ 39
Rumus 2.69 Rasio komponen tangensial ............................................................ 39
Rumus 2.70 Tangensial yang menembus boundary airgap................................ 39
Rumus 2.71 Medan magnegt yang menembus boundary airgap ....................... 39
Rumus 2.72 Persamaan gaya pada generator magnet permanen ........................ 40
Rumus 2.73 Persamaan gaya jika arus tidak diketahui ....................................... 40
Rumus 2.74 Persamaan daya input PMSG ......................................................... 40
Rumus 2.75 Persamaan kecepatan ...................................................................... 40
Rumus 2.76 Efisiensi .......................................................................................... 41
Rumus 2.77 Back electromotive force (EMF)..................................................... 41
Rumus 2.78 Nilai Ke........................................................................................... 41
21. 1
BAB I
PENDAHLUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya generator yang sering di temukan atau sering dipakai pada
industri atau yang sering ditemukan dipasaran berupa generator konvensional
kecepatan tinggi. Generator konvensional membutuhkan putaran tinggi dengan
penambahan arus eksitasi pada kumparan jangkar dirotornya. Sedangkan untuk
turbin angin dan turbin air dibutuhkan sebuah generator yang memiliki putaran
yang rendah dan tidak ada penambahan arus, dikarena turbin angin dan turbin air
biasanya diletakkan di daerah-daerah terpencil yang tidak memiliki aliran listrik.
Pada generator sinkron magnet permanen, penggunaan magnet permanen
menyebabkan efek cogging atau gaya tarik dari magnet permanen terhadap gigi
stator yang menyebabkan magnet berusaha untuk menyejajarkan dengan gigi stator
sehingga diperlukan gaya untuk memutar rotor PMSG. Dengan adanya efek
cogging tersebut menyebabkan turbin membutuhkan gaya yang lebih besar untuk
memutar rotor, oleh sebab itu timbulah gagasan penulis untuk mengurangi efek
cogging pada PMSG. penulis ingin menganalisa cara peletakan magnet permanen
dirotor agar cogging dari PMSG menjadi berkurang akan tetapi tidak
mempengaruhi kinerja dari PMSG tersebut. Kemudian penulis ingin
membandingkan pengaruh posisi peletakan magnet terhadap tegangan keluaran.
Pada penelitian ini, Penulis akan merancang, menguji dan mensimulasikan
PMSG fluks radial dengan variasi cara meletakkan magnet pada rotor. untuk
mengetahui hasil perbandingan pengaruh cara meletakkan magnet permanen
permanen terhadap nilai tegangan keluaran back EMF dan nilai Ke.
Salah satu perangkat lunak yang dipakai pada analisa ini adalah perangkat
lunak MagNet Infoytica. Perangkat lunak ini digunakan untuk membuat rancangan
generator beserta material-material yang ingin digunakan pada generator. Selain itu
Magnet Infolytica bisa mendapatkan hasil keluaran tegangan dan mampu
22. 2
menganalisa hasil rancangan generator yang telah dibuat untuk mengetahui apakah
rancangan generator tersebut sudah sesuai dengan yang diinginkan
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara merancang rotor magnet permanen untuk mengetahui hasil
perbandingan tegangan keluaran?
2. Bagaimana nilai keluaran generator magnet permanen fluks radial jika
magnet pada rotor di susun sejajar atau disusun secara skew?
3. Bagaimana pengaruh torsi cogging jika magnet permanen diletakan secara
skew?
4. Bagaimana perbandingan nilai keluaran PMSG dengan peletakan magnet
sejajar dan skew terhadap kecepatan putar rotor?
1.3 Batasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian yang dilakukan lebih fokus, maka
diberikan batasan masalah sebagai berikut :
1. Pembahasan mengenai bentuk rotor generator sinkron fluks radial yang
menggunakan kominasi 24 Slot 8 Pole.
2. Pendesainan model generator PMSG menggunakan perangkat lunak yaitu
Magnet Infolytica.
3. Ukuran dimensi PMSG yang di analisa adalah sama hanya saja cara
meletakkan magnet permanen yang berbeda.
4. Tidak menganalisa kurfa karakteristik keluaran PMSG
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan hasil rancangan PMSG dengan posisi magnet sejajar dan
posisi magnet skew.
2. Memperoleh hasil perbandingan nilai keluaran dari pemodelan PMSG
magnet sejajar dan PMSG magnet skew.
23. 3
3. Mendapatkan pengaruh torsi cogging terhadap variasi cara meletakkan
magnet permanen dirotor.
4. Mengetahui perbandingan nilai keluaran PMSG dengan peletakan magnet
sejajar dan skew terhadap kecepatan putar rotor
1.5 Sistematika Skripsi
Penulisan skripsi ini disajikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
1. BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan
masalah, kontribusi penulisan, dan sistematika penelitian.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka mengacu pada teori-teori dasar terkait penelitian yang
bersumber pada buku dan jurnal nasional maupun internasional.
3. BAB III METODE PEMODELAN PMSG DAN VARIASI CARA
PELETAKKAN MAGNET PERMANEN
Perancangan memuat ringkasan dan pokok pembahasan pada laporan studi
kelayakan yang ada dan pengamatan penulis dilapangan yang dimaksudkan
sebagai garis besar dan alur pembahasan agar pembahasan yang dilakukan
tidak keluar dari subtansi dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan
4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Menganalisa rancangan yang telah dibuat dengan berpatokan dengan aspek-
aspek yang telah ditentukan dengan perangkat lunak MagNet Infolytica dan
perhitungan pada MS. Excel.
5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisikan sebuah kesimpulan dan saran mengenai hasil “Analisis Pengaruh
Posisi Peletakan Magnet Permanen Di Rotor Terhadap Kinerja Generator
Sinkron Magnet Permanen”.
24. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian
Sebuah peralatan listrik yang bisa mengubah energi gerak/mekanik menjadi
sebuah energi listrik disebut generator sinkron. Sebaliknya peralatan listrik yang
bisa mengkonversikan energi listrik bolak balik menjadi energi gerak/mekanik
disebut motor sinkron. Dikatakan mesin itu sinkron dikarenakan putaran frekuensi
elektrik yang dihasilkan sama (sinkron) dengan putaran mekanik rotor.
Sebuah generator memerlukan medan magnet untuk bisa membangkitkan
energi listrik dari energi gerak/mekanik. Generator yang medan magnet nya
dihasilkan dari magnet permanen yang terletak dirotor dan bukan dari kumparan
maka generator itu disebut permanent magnet synchronous generator (PMSG).
tidak ada kekuatan yang hilang untuk eksitasi medan magnet di rotor melalui
kumparan maupun dari magnet permanen. PMSG yang menggunakan magnet
permanen di rotor akan mengurangi bobot rotor, karena konstruksi rotor dari PMSG
lebih sederhana dari pada konstruksi Generator konvensional dengan menggunakan
belitan jangkar tempat dimasukkan arus eksitasi sehingga bobotnya sedikit lebih
berat dari PMSG. (Pujowidodo et al., 2009).
Agar dapat mengerjakan skripsi ini, ada beberapa penelitian terkait yang
penulis gunakan sebagai rujukan baik itu berupa rumus-rumus, maupun teori-teori
yang berhubungan dengan analisa pengaruh posisi peletakan magnet di rotor
terhadap kinerja generator sinkron magnet permanen.
Berikut dijelaskan penelitian-penelitian terkait untuk dapat menyelesaikan
penelitian saya terhadap pengaruh posisi peletakan magnet permanen di rotor
terhadap kinerja generator sinkron magnet permanen:
1. Edi Sofian, 2011
Dalam penelitiannya dia telah melakukan perancangan generator sinkron
magnet permanen fuks aksial dengan memodelkan magnet permanen di rotornya
kedalam beberapa model di antaranya magnet dengan bentuk rectangular,
25. 5
trapezoidal, bentuk annular dan bentuk campuran. Dari hasil analisanya dia
menyimpulkan bahwa Pola perubahan tegangan keluaran antar bentuk magnet
cenderung tetap untuk semua variasi kecepatan putar dan lebar celah udara.
Kemudian untuk tegangan keluaran terbesar yaitu pada pemodelan magnet
trapezoidal dikarenakan dimensinya lebih luas dibandingkan dengan pemodelan
yang lain sehingga medan magnet yang dibangkitkan juga lebih besar dan
berpengaruh terhadap tegangan keluaran sedangan tegangan keluaran terkecil
terdapat pada bentuk rectangular.
2. Jang-Young Chou dkk, 2010
Dalam jurnalnya telah melakukan analisa dan pendesainan PMSG
menggunakan metode Finite Elemnt Analist (FEA). dimana tujuan perancangan
digunakan untuk mengoptimalkan bentuk dan kerapatan fluks magnet untuk
Permanent Magnet Sincronous Generator (PMSG). Hasil dari pemodelan yang
dilakukan ditampilkan dengan Prototipe PMG 400W/450 rpm. Rotor dari PMSG
dikopel ke turbin angin, sehingga putaran rotor tergantung dengan kecepatan angin
yang memutar turbin angin. Selanjutnya tujuan digabungkan nya turbin ke rotor
langsung adalah untuk menghemat biaya karena tidak perlu menambahkan gear box
untuk turbin angin.
3. Meggi Octa suhadal, 2017
Dalam skripsinya dia merancang pemodelan generator sinkron magnet
permanen fluks radial dengan menggunakan kombinasi 18 Slot 16 Pole dengan
menggunakan software Magnet Infolytica. Pemodelan PMSG yang dirancang
mempunyai kapasitas 100 watt dengan kecepatan putar rotor 450 rpm. Dari
penelitiannya dia menyimpulkan bahwa Pemilihan ukuran besaran mesh pada saat
melakukan simulasi mempengaruhi akurasi hasil gelombang keluaran, baik
tegangan, arus maupun torsi serta memiliki tingkat ke akurasian yang tinggi pada
saat melakukan simulasi. Pada saat memodelkan PMSG menggunakan software
SolidWorks cukup memodelkan untuk 1 bagian slot dan pole dikarenakan nantinya
hasil pemodelan akan di import ke software MagNet Infolytica. Dan didalam
software tersebut terdapat tools untuk merotate, sehingga lebih hemat waktu.
26. 6
4. Mukhdil Azka, (2013)
Pada penelitian ini membahas mengenai perancangan dan pemodelan
sebuah PMSG dengan menambahkan lubang pada rotor PMSG. Dari penelitiannya
disimpulkan bahwa penambahan lubang udara pada rotor berfungsi sebagai
pendingin atau cooling System dan juga mempengaruhi tegangan induksi.
Sbelumnya dengan kecepatan 300 rpm mendapatkam tegangan 220 Volt tetapi
dengan adanya penambahan lubang untuk mendapatkan tegangan tersebut cukup
memutar rotor dengan kecepatan 250 rpm. Hasil simulasi FEMM fluks yang
dihasilkan terdistribusi dengan merata sehingga tidak terjadi konsentrasi fluks di
bagian area tertentu yang bisa mengakibatkan panas. Serta dengan penambahan
lubang pada rotor dapat mengurangi bobot dari rotor sehingga putarannya menjadi
lebih ringan akan tetapi daya tahannya berkurang.
5. M. Choirul Anam, dkk (2016)
Telah melakukan perancangan PMSG 100 watt menggunakan software
Magnet Infolytica. Peneliti tersebut menggunakan kombinasi 12 slot 8 pole dengan
diameter 13 cm dan ketebalan 5 cm. Rotor diputar dengan kecepatan 100 rpm
dengan 12 lilitan di stator. Dari perancangan tersebut menghasilkan tegangan 21,65
volt dan arus 0 ampere ketika tidak ada beban, sedangkan untuk rancangan
berbeban menghasilkan tegangan output 23,89 volt dan arus sebesar 5 ampere.
Kemudian peneliti juga menyimpulkan tegangan keluaran dari PMSG sangat
dipengaruhi oleh diameter rotor, jenis bahan material yang digunakan, jumlah
belitan pada stator, serta kecepatan putar rotor.
Setelah melihat dan mempelajari beberapa jurnal penelitian terkait untuk
generator magnet permanen fluks radial, maka berikut akan dijelaskan beberapa
teori yang digunakan untuk menunjang agar penelitian ini dapat tercapai.
2.2 Landasan Teori
Sebuah peralatan listrik yang bisa mengubah energi gerak/mekanik menjadi
sebuah energi listrik disebut generator sinkron. Sebaliknya peralatan listrik yang
bisa mengkonversikan energi listrik bolak balik menjadi energi gerak/mekanik
disebut motor sinkron. Dikatakan mesin itu sinkron dikarenakan putaran frekuensi
elektrik yang dihasilkan sama (sinkron) dengan putaran mekanik rotor .
27. 7
Pada umumnya sebuah generator terdiri dari komponen penyusun utama
yaitu stator dan rotor. Stator pada generator merupakan bagian atau wadah untuk
melilit coil atau kumparan dan di stator juga tempat dimana tegangan dibangkitkan..
Sedangkan rotor pada generator merupakan bagian yang berputar yang terkopel
dengan motor atau turbin sebagai penghasil medan, baik itu medan magnet ataupun
dan medan dari arus searah pada kumparan di rotor tersebut (Azka, 2013).
2.3 Definisi Generator
Generator merupakan sebuah alat yang dapat mengonversikan energi
gerak/mekanik menjadi energi listrik. Penggabungan antara energi kinetik dan
energi potensial disebut dengan energi gerak atau energi mekanik. Energi potensial
biasanya bisa didapatkan dari sumber seperti udara, air, angin, uap, panas matahari,
gelomabang air laut yang akan mendorong turbin yang sudah terkopel dengan rotor
pada generator sehingga rotor dapat berputar. Putaran rotor dengan medan magnet
baik itu dari pencatuan arus maupun magnet menimbulkan energi listrik melalui
kumparan stator (Putra, 2014).
Generator membangkitkan tegangan listrik dari tenaga gerak dari sebuah
rotor yang terinduksi elektromagnetik. Bisa menggunakan rotor belitan maupun
magnet permanen. Dengan perputaran rotor terjadilah fluks yang masuk melai air
gap ke gigi stator yang sudah dililit oleh kawat dimana fluks yang berubah-ubah
pada pada gig stator menyebabkan timbulnya tegangan. Proses inilah yang sering
disebut pembangkit listrik
2.4 Generator Sinkron Konvensional
Hukum Faraday menjelaskan bahwa jika ada fluks magnet yang berubah-
ubah dan memotong kumparan statror maka pada coil stator akan timbul GGL
induksi. Hukum Lenz juga menjelaskan arah medan magnet yang dihasilkan arus
induksi berbanding terbalik dengan arah medan magnet dari arus yang
dibangkitkan. dengan kata lain arus yang dibangkitan menghasilkan medan magnet
yang melawan perubahan fluks magnet. Prinsip hukum faraday dan hukum Lenz
inilah yang dipakai pada sebuah generator sinkron. Generator sinkron konvensional
menggunakan arus untuk mrnghasilkan medan induksi.
28. 8
2.4.1 Kontruksi Generator Sinkron Konvensional
Komponen penyusun generator sikron konvensional adalah stator dan rotor.
Stator merupakan wadah untuk tempat belitan kawat yang terdiri dari beberapa slot
dimana kumparan nantinya akan dililit pada gigi stator. Sedangkan rotor pada
generator sinkron konvensional merupakan bagian dari generator yang berputar dan
tempat untuk kumparan rotor sebagai sumber medan magnetik dengan komponen
penyusunnya adalah slip ring dan poros. Adapun kontruksi generator lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.1 Konstruksi generator sinkron (Azka, 2013).
Keterangan Gambar diatas adalah sebagai berikut.
1. Stator
Stator (Armatur) adalah komponen penyusun utama dari generator yang
merupakan wadah untuk tempat belitan kawat yang terdiri dari beberapa slot
dimana kawat nantinya akan dililit pada gigi stator. Biasa stator terbuat dari besi
atau baja yang berbentuk silinder yang terdiri dari beberapa slot. Stator juga tempat
mengalirnya fluks dari rotor yang berputar yang masuk melewati airgap melalui
gigi stator. Pada stator terdapat komponen utama yaitu:
• Rangka stator
Rangka stator terbuat dari bahan yang sangat kuat dikarenakan berfungsi
sebagai penopang komponen stator dan memiliki kaki-kaki yang dipasang pada
bagian pondasi yang kuat. Bahan material rangka stator biasanya terbuat dari baja
yang kuat untuk mengatasi pergerakan stator jika terjadi hubung singkat tiga fasa
dan menahan getaran dari pergerakan rotor agar tidak lengser.
29. 9
• Inti stator
Inti stator adalah tempat mengalirnya fluks magnet dari rotor yang masuk
melalui gigi stator dan sebagai tempat melilit coil. Inti stator biasanya berbentuk
lempengan-lempengan yang di gabung menjadi satu dengan tujuan mengurangi
arus eddy dan rugi histerisis. Inti stator dibuat dengan bahan baja silicon yang
memiliki sifat kemagnetan yang baik.
• Slot
Slot merupakan bagian dari stator yang terdiri dari dua gigi stator sebagai
tempat untuk menopang kumparan kawat. Slot juga dibentuk dengan sisitem
berbuku-buku. Biasanya didalam slot dilapisi dengan bahan isolator agar kawat dan
gigi stator tidak besentuhan secara langsung.
• Kumparan stator
Kumparan stator berfungsi sebagai tempat menghasilkan tegangan induksi
akibat adanya fluks magnetik yang mengalir di gigi stator secara berulang (back
emf) dari kutub-kutub pada rotor. Konfigurasi pada belitan stator berupa belitan
terkonsentrasi maupun belitan terdistribusi. Keuntungan dari belitan terkonsentrasi
memiliki amplitudo tegangan induksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kumparan terdistribusi.
2. Rotor / Kumparan Medan
Rotor merupakan bagian yang berputar pada generator yang terkopel dengan
poros. Rotor pada generator sinkron konvensional berfungsi sebagai tempat
meletakkan belitan kutub sebagai sumber medan magnet setelah kawat di tambah
dengan arus eksitasi. Biasanya rotor di letakkan pada bagian tengan stator, akan
tetapi ada juga sebagian generator memiliki rotor yang terletak dibagian luar
mengelilingi stator. Terdapat tiga bagian utama pada rotor yaitu:
• Collector ring atau slip ring
Slip ring terbuat dari bahan bahan yang sangat kuat dan melingkari. Slip ring
juga tempat diletakkkan terminal kumparan rotor sebagai tempat dimasukkannya
arus eksitasi melalui sikat (brush) yang diletakkan di cincin geser. sikat (brush)
merupakan sebuah blok yang terbuat dari bahan baja slikon yang mampu
mengonduksikan listrik secara bebas tetapi minim pergeseran.
30. 10
• Kumparan rotor
Kumparan rotor merupakan kawat yang dililit pada kutub di rotor.
Kumparan rotor berfungsi sebagai medan eksitasi sebagai sumber pembangkit
medan magnet setelah di beri arus eksitasi. Dari kumparan inilah nantinya
menyebabkan fluks yang berubah-ubah pada gigi stator sehingga pada belitan stator
akan timbul tegangan.
• Poros
Poros merupakan baja slikon yang berfungsi menahan rotor dan juga
sekaligus sumber putaran dari rotor tersebut karena sudah saling terkopel yang
prime mover. Pada ujung poros biasanya diletakkan gear, bot ass atau juga blade.
2.4.2 Prinsip Kerja Generator Sinkron Konvensional
Cara kerja dari sebuah generator konvensinal menerapkan hukum Faraday
dan hukum Lenz. Hukum Farday menerangkan jika ada fluks yang berubah-ubah
yang memotong sebuah coil maka pada coil di stator akan timbul GGL. Ketika
kumparan rotor yang sudah diberikan arus eksitasi diputar maka pada inti stator
akan mengalir fluks magnet, seiring dengan perputaran rotor maka fluks yang
mengalir pada inti stator akan berubah-ubah sehingga menimbulkan tegangan
induksi pada kumparan stator. Adapun prinsip kerja generator konvensional seperti
terlihat pada gambar 2.2 dibawah ini.
Gambar 2.2 Generator sinkron empat kutub.
Prinsip kerja generator sinkron dari gambar diatas yaitu:
1. Coil yang terletak di rotor diberi arus induksi atau searah. Dengan adanya
arus DC tersebut yang mengalir pada kumparan rotor maka pada celah udara
31. 11
akan timbul GGL/Medan (Bf) nantinya medan inilah yang menyebabkan
timbulnya tegangan induksi pada kumparan stator.
2. Poros yang yang sudah terkopel dengan rotor diputar pada kecepatan
sinkron sehingga kumpuran rotor ikut berputar yang menyebabkan medan
magnet ikut berputar. fluks magnet masuk ke gigi stator dengan suatu
kecepatan sudut (omega) terjadi back electromotive force.
3. Medan magnet yang dihasilkan kumparan rotor yang diputar menghasilkan
tegangan induksi pada coil yang melilit stator dan menyebabkan fluks
magnetik (Φ) dimana besarannya brubah-ubah terhadap waktu.
2.5 Generator Sinkron Magnet Permanen
Generator sinkron magnet permanen memiliki kontruksi yang hampir sama
dengan generator kenvensional yang sring dijumpai yaitu memiliki sebuah stator
dan rotor yang berputar. Hanya saja yang membedakan antara PMSG dengan
generator sinkron konvensional adalah terletak pada rotornnya. medan eksitasi
pada PMSG dihaslikan oleh magnet permanen bukan coil rotor yang diberi arus
sehingga fluks magnet yang dihasilkan itu berasal dari magnet permanen. Generator
ini memiliki keunggulan yang signifikan, menarik minat para peneliti dan biasanya
digunakan dalam aplikasi wind turbine (Suhada, 2018).
Generator sinkron magnet permanen termasuk dalam kategori generator
kecepatan rendah karena biasanya diguanakan pada turbin angin ataupun kincir air.
Untuk meningkatkan kecepatan biasanya PMSG dipasang dengan jumlah kutub
yang lebih banyak untuk mendapatkan putaran yang sama. Karena semakin banyak
jumlah kutub yang diletakkan pada generator maka kecepatan rotor seolah-olah
bertambah.
2.5.1 Konstruksi Generator Sinkron Magnet Permanen
Generator sinkron magnet permanen merupakan mesin listrik 3 fasa seperti
generator induksi pada umumnya. Akan tetapi PMSG menggunakan magnet
permanen untuk menghasilkan medan magnet bukan dari kumparan seperti
generator sinkron konvensional. Magnet permanen diletakkan di rotor dan ukuran
dari fisik PMSG berbeda dibandingkan dengan generator pada umumnya. PMSG
32. 12
lebih pendek dan lebih besar. PMSG sering dipakai pada pembangkit kecepatan
rendah seperti kincir air dan kincir angin.
Penyusun komponen generator sinkron magnet permanen tidak serumit
generator konvensional yang sring dijumpai. PMSG Terdiri dari inti stator, shaft,
rotor dan magnet permanen. Untuk biaya perawatannya juga lebih minim.
Konstruksi pada rotor nya juga tidak serumit denga generator sinkron konvensional
hanya dengan magnet permaen. Magnet permanen pada rotor harus dibuat dengan
magnet yang kuat untuk menghasikan generator yang lebih efisien. konstruksi
PMSG seperti terlihat pada gambar 2.3 dibawah:
Gambar 2.3 Gambar melintang PMSG.
Keterangan dari gambar sebagai berikut.
1. Stator Generator Sinkron Magnet Permanen
Stator PMSG merupakan salah satu komponen utama penyusun utama
generator yang merupakan wadah untuk tempat belitan kawat yang akan menerima
fluks magnet yang terdapat pada rotor. stator terdiri dari beberapa slot dimana kawat
nantinya akan dililit pada gigi stator. Stator pada PMSG ini juga sebagai penghasil
arus listrik yang menuju ke beban. Biasanya stator terbuat dari besi atau baja yang
berbentuk silinder yang terdiri dari beberapa slot yang dibuat bersegmen-segmen
guna mengurangi arus eddy. Stator juga tempat mengalirnya fluks dari magnet di
Stator
Stator Winding (In Slots)
Shaf
Rotor
Permanent Magnet
33. 13
rotor yang masuk ke airgap melalui teeth. Berikut adalah contoh gambar stator
magnet permanen seperti terlihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Stator permanent magnet generator (Strous, 2010)
Teerdapat 2 jenis bentuk stator magnet permanent
1. Internal stator magnet permanen
Pada stator jenis ini rotor pada generator magnet permanen terletak di bagian
luar mengelilimgi stator dan belitan jangkar berada didalam rotor tersebut, rotor
yang terletak disisi luar stator dalam keadaan diam sedangkan stator merpakan
bagian yang berputar pada kecepatan nominalnya menghasilkan medan magnet.
Bentuk internal stator magnet permanen dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Internal stator magnet permanen.
2. Eksternal Stator magnet permanen
Stator jenis ini merupakan stator yang sering di pakai pada generator magnet
permanen pada umumnya. Rotor PMSG terletak dibagian dalam stator yang
berputar pada kecepatan nominal menghasilkan medan magnet. Stator ini
merupakan jenis yang paling efisien karena tidak perlu memerlukan torsi yang besar
Rotor Stator
Permanent Magnet
34. 14
untuk memutar rotor karena belitan jangkar berada di staor yag dalam keadaan
diam. Bentuk Eksternal stator magnet permanen dapat dilihat pada gambar 2.6
Gambar 2.6 Eksternal stator magnet permanen.
2. Rotor Generator Sinkron Magnet Permanen
Rotor di generattor sonkron magnet permanent merupakan benda yang ikut
berputar sekaligus tempat diletakkannya magnet permanen sebagai kutub. Magnet
permanen pada PMSG merupakan penghasil medan magnet pengganti belitan yang
menuju ke gigi stator. pada PMSG rotor langsung terkopel dengan poros dan
biasanya untuk PMSG yang berukuran kecil poros langsung dihubungkan ke turbin.
Biasanya rotor di letakkan pada bagian tengan stator, akan tetapi ada juga sebagian
generator memiliki rotor yang terletak dibagian luar mengelilingi stator.
Pada umumnya rotor pada PMSG dibuat lubang sebagai tempat masuknya
udara sebagai cooling system dan juga bertujuan agar putaran rotor lebih ringan.
Rotor pada PMSG juga disusun secara bersegmen-segmen sama seperti Stator dan
Trafo dimana setiap segmen merupakan lembaran baja slikon yang dapat
menghantarkan fluks magnet dengan baik. Tujuan rotor pada PMSG dibuat secara
bersegmen-segmen yaitu mengurangi arus eddy. Poros rotor PMSG juga terbuat
dari besi baja sehingga tahan untuk menopang rotor sekaligus turbin yang langsung
terhubung dengan poros.
Magnet prmanen yang terletak di rotor pada PMSG merupakan bagian yang
sangat penting karena magnet permanen berfungsi menghasilkan fluks magnet yang
mengarah ke stator sebagai medan magnet. Ada dua cara dalam meletakkan magnet
permanen di rotor PMSG, yaitu magnet permanen yang di tempatkan di area sisi
Rotor
Stator
Permanent Magnet
35. 15
luar rotor (Surface Mounted Permanent Magnet) dan magnet permanent yang di
letakkan pada bagian dalam stator (Interior Permanent Magnet). Untuk lebih jelas
terlihat pada gambar 2.7 berikut.
Gambar 2.7 Cara meletekananmagnet permanen di rotor.
3. Magnet Permanen
Magnet permanen adalah komponen penghasil medan magnet pada generator
sinkron magnet permanen yang terletak dibagian rotor. Semakin kuat jenis magnet
permanen yang di pakai atau semakin tebal magnet permanen yang digunakan maka
semakin kuat medan magnet yang dibangkitkan dan mempengaruhi nilai tegangan
keluaran dari generator. Magnet permanen dapat digambarkan oleh kurva histerisis.
Berdasarkn bentuk kurva histerisis terlihat perbedaan antara soft magnetic dan hard
magnetic. Berikut adalah bentuk kurfa histeris magnet pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Kurva histerisis magnetik (Kenjo and Nagamori, 1985).
(a). Surface Mounted PM (b). Interior Permanent Magnet
36. 16
2.5.2 Prinsip Kerja Generator Sinkron Magnet permanen
Generator sinkron magnet permanen dibangkitkan melalui magnet
permanen sebagai penghasil medan magnet pada rotor dan fluks magnet diperoleh
dari magnet permanen kemudian fluks magnet masuk melewati celah udara menuju
gigi stator yang sehingga timbul garris-garis magnet tersebut keluar dari kutub-
kutub secara axial maupun radial (Strous, 2010). Generator sinkron magnet
permanen mempunyai struktur penyusun yang sama dengan generator sinkron
konvensional pada umumnya yang memiliki kumparan dan sebagai tempat
terjadinya induksi elektromagnetik, rotor PMSG didesain lebih sederhana tempat
meletakkan magnet permanen sebagai sumber medan magnet tanpa belitan dan
tambahan arus eksitasi, fluks yang dihasilkan magnet permanen masuk ke gigi
stator melalui celah udara. Berikut adalah gambar lintasn fluks magnet dalam empat
kutub seperti terlihat pada gambar 2.9.
.
Gambar 2.9 Medan magnet mengalir dalam empat kutub (Hanselman, 2006).
Prinsip kerja generator sinkron magnet permanen yaitu poros yang terkopel
dengan rotor di putar dengan sebuah alat penggerak (prime mover) dengan
kecepatan sinkron bisa saja berupa turbin air, turbin angin, turbin gas maupun turbin
uap. kemudian magnet permanen di rotor akan berputar mengikuti putaran rotor
sebagai penghasil medan magnet. seiring dengan putaran rotor dan putaran kutub
magnet yang berbeda-beda terjadilah back EMF. Fluks magnet masuk ke gigi stator
melalui celah udara secara terus menenerus seiring dengan perputaran rotor. yang
kemudian menyebar ke inti stator. Di karenakan pada gigi stator timbul fluks yang
berubah-ubah maka pada kumparan yang melilit gigi stator tersebut akan timbul
tegangan.
37. 17
Generator magnet permanen berfungsi mengubah energi gerak/mekanik
menjadi sebuah tenaga listrik melalui induksi magnet dari magnet permanen yang
kemudian menghasilkan tegangan induksi. Perpuataran rotor menyebabkan magnet
permanen juga ikut berputar menghasilkan gaya magnet yang berubah-ubah
sehingga fluks magnet yang terserap gigi stator juga ikut berubah-ubah. Menurut
aturan tangan kanan Flemming maka akan timbul tegangan yang dibangkitkan dari
proses tersebut. Hukum tangan kanan flemming seperti terlihat pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 Hukum tangan kanan flemming (Kenjo and Nagamori, 1985).
Pada gambar diatas menjelaskan bahwa jari telunjuk menunjukkan arah
Flux Density (𝐵). jari tengah menunjukkan tegangan induksi induksi yang
dibangkitkan (𝑒) sedangkan ibu jari menunjukkan arah kecepatan putar (𝑣).
Hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat drumuskan dalam persamaan
sebagai berikut..
𝑒 =𝐵.𝐿.𝑣 (2.1)
Keterangan :
e : Tegangan yang dibangkitkan ( Volt )
B : Magnetic Flux Density ( Tesla)
v : Kecepatan ( m/s )
L : Panjang kabel (J D Edwards, 2004)
Dari persamaan tersebut panjang lilitan (L) dan kecepatan (𝑣) dapat diubah
sesuai kehendak namun untuk kuat medan magnet (𝐵) harus mengetahui terlebih
dahulu konsep dasar dari persamaan medan magnet. Arah lintasan medan magnet
38. 18
disebut magnetic flux densinty. Garis-garis ini timbul setelah menerima medan
magnet dari magnet permanen di rotor. Garis-garis magnet tersebut dinamakan
dengan garis fluks, yang mana nantinya garis fluks ini akan menunjukkan besar
magnitude atau gaya magnet dan arah dari B. Jarak antara garis satu dengan garis
yang lainnya menunjukkan besar magnitude sehingga semakin rapat garis-garis
magnet maka akan semakin besar magnitudenya dan begitu pula sebaliknya. Untuk
melihat bentuk lintasan garis-garis magnet dapat dilihat pada gambar 2.11 berikut.
Gambar 2.11 Arah fluks pada PMSG 24 slot 16 pole.
Dari gambar 2.11 terlihat lintasan garis-garis magnet yang dihasilkan magnet
permanen pada gigi stator yang menyebar ke inti stator, lintasan ini akan bergerak
saat magnet permanen di putar seiring dengan putaran rotor, lintasan garis-garis
magnet cenderung mencari kutub yang berlawanan. Perubahan garis-garis magnet
pada gigi stator menyebabkan timbulnya tegangan induksi pada kumparan yang
melilit gigi stator tersebut. Untuk menghitung gaya tarik magnet dapat dihitung
dengan persamaan Lorens berikut : (Chapman, Stephen J, 1999).
𝑓 = q.𝐵 (2.2)
Keterangan :
F: gaya (force)
q: eletric charge dengan kecepatan 𝑣
B: Magnetic flux density
39. 19
Atau dapat dinyatakan dengan persamaan lain yaitu : (Chapman, Stephen J, 1999).
𝑓 = 𝐵.𝑙.𝑖 (2.3)
Keterangan :
f : gaya ( force)
B: Magnetic Flux Density
l: panjang konduktor (m)
i: kuat arus listri (A)
Jika sebuah magnet permanen digerakkan dengan kecepatan 𝑣 maka akan
menyebabkan perpindahan flux charge pada stator yang mana akan mengarahkan
ke persamaan 𝑒=𝐵.𝐿.𝑣 untuk tegangan induktansi. Pada umumnya variabel yang
biasa dipakai dalam perhitungan adalah fluks magnet (ϕ) flux linkage (λ). Flux
magnet didefinisikan dengan ϕ = B.A. dimana B merupakan kuat medan magnet
dan A merupakan luas permukaan area. Sehingga didapat magnetic flux density
dalam total area A. Medan magnet tegak lurus dan konstan terhadap area
permukaan. Namun apabila medan magnet (B) tidak konstan dan tegak lurus
terhadap areanya maka fluks magnet (ϕ) di dapat dengan integral namun prinsip
yang digunakan masih sama. (fakrur razi, 2019)
Flux linkage adalah jumlah ϕ ( flux magnet ) terhadap seluruh lilitan coil,
dapat dinyatakan dalam λ=Nϕ. N adalah jumlah lilitan coil yang terhubung setiap
coilnya kepada flux ( ϕ ). Konsep bagaimana flux memperoleh nilainya dapat
dinyatakan melalui hukum induksi elektromagnetic Faraday. Ia menyatakan bahwa
tegangan induksi dapat dihitung dengan persamaan e = dλ / dt . Apabila Flux
linkage yang muncul akibat adanya arus yang mengalir baik itu di coil yang sama
atau berbeda maka dinyatakan dalam λ/Amp. (fakrur razi, 2019)
2.6 Jenis-Jenis Generator Sinkron Magnet Permanen
Generator sinrkon magnet permanen memiliki kontruksi yang mirip dengan
generator kenvensional yaitu memiliki stator yang diam dengan rotor yang
bergerak. Perbedaan antara generator magnet permanen dengan generator sinkron
konvensional yaitu terletak pada rotornnya. Rotor pada generator sinkron
konvensional memiliki kumparan dan memerlukan penambahan arus DC untuk
40. 20
mendapatkan medann magnet sedangkan rotor pada generator magnet
permanen/PMSG menggunakan sebuah magnet permanent sebagai penghasil
medan. Generator magnet permanen biasanya dipakai pada pembangkit dengan
kecepatan putar yang rendah.
Berdasarkan arah aliran fluks yang dihasilkan oleh magnet permanen yang
terletak pada rotor PMSG maka PMSG dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
PMSG dengan medan radial dan PMSG dengan medan aksial. Pada PMSG fluks
radial arah fluks yang dihasilkan magnet permanen pada rotor vertikal dan memiliki
bentuk yang sama pada generator sinkron pada umumnya. Sedangkan PMSG fluks
aksial memiliki arah fluks paralel dengan poros rotor. Pada aplikasi secara umum
generator sinkron jenis radial lebih banyak digunakan dibandingkan dengan
generator sinkron jenis aksia (Azka, 2013).
2.6.1 Generator Magnet Permanen Fluks Radial
Generator sinkron magnet permanen radial flux merupakan generator yang
mempunyai arah fluks tegak lurus sehingga arah fluks searah dengan arah putaran
rotor yang mirip seperti tabung. Bentuk kontruksi Generator sinkron magnet
permanen radial flux sama seperti generator konvensional yang sering dijumpai.
Magnet permanen di letakkan pada rotor yang melingkar mengelilingi stator dan
mempunyai gigi-gigi stator sebagai tempat untuk melilit coil. Berikut adalah
gambar dari generator magnet fluks radial.
Gambar 2.12 Desain generator magnet permanen fluks radial.
Generator sinkron magnet permanen radial flux adalah memiliki prinsip
yang sama dengan generator sinkron yaitu mengubah energi gerak/mekanik
41. 21
menjadi tenaga listrik dari sebuah magnet permanen di rotornya sehingga PMSG
tidak membutuhkan penambahan arus DC untuk menghasilkan medan induksi.
Generator radial flux memiliki fluks yang menyebar kesegala arah. Fluks yang
dihasilkan magnet permanen menginduksi gigi stator sehingga muncul garis-garis
magnet yang akan bergerak seiring dengan perputaran magnet pada rotor sehingga
pada kumparan akan muncul tegangan.
PMSG dengan arah fluks radial memiliki beberapa keunggulan yang sangat
signifikan dimana generator ini sangat mudah dalam meletakan magnet di rotornya.
Kontruksi generator ini juga mirip dengan generator konvensonal ataupun motor
yang berbentuk tabung panjang. PMSG radial flux paling banyak ditemukan atau
dipasang pada turbin angin karena bisa beroperasi pada putaran rendah dan tinggi.
(Pramono, Muliawati and Kuniawan, 2017).
2.6.2 Generator Magnet Permanen Fluks Aksial
Generator axial flux memiliki prinsip yang sama dengan generator sinkron
pada umumnya yaitu untuk mengubah energi gerak/mekanik menjadi sebuah
temaga listrik. Akan tetapi kontruksi generator fluks aksial berbeda dengan
generator sinkron konvensional pada umumnya. Generator axial flux arah fluks
magnet yang digunakan untuk memotong kumparan stator secara aksial dan
biasanya magnet permanen di susun secara surface mounted. Berikut adalah bentuk
generator sinkron magnet permanen fluks aksial seperti terlihat pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Desain generator magnet permanen fluks aksial.
Generator magnet axial flux, membuat konstruksi rotor menjadi lebih tipis
dapat meningkatkan kerapatan daya keluaran sedangkan Generator magnet
42. 22
permanen fluks radial kerapatan daya keluaran tetap. Prinsip kerjanya
menggunakan magnet sebagai medan eksitasi. fluks magnet masuk melalui celah
udara ke disk yang dililit oleh coil. Sehingga pada baja disk timbul garis-garis
magnet. fluks ini bergerak seiring denga oeroutaran magnet pada rotor sehingga
pada belitan timbul tegangan. Peletakan magnet permanen dirotor pada generator
fluks aksial seperti terlihat pada gambar 2.14 berikut.
Gambar 2.14 Konstruksi generator magnet permanen tipe aksial.
PMSG fluks aksial memiliki kontruksi dimensi yang lebih kecil dan lebih
ringan dibandingan dengan generator magnet permanen fluks radial sehingga
sangan efektif diletakkan di beberapa sektor pembangkit. Generator magnet
permanen fluks axial memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
generator magnet radial flux dimana generator ini dibuat untuk memiliki daya
keluaran yang tinggi, generator ini juga memiliki tingkat kebisingan yang rendah
serta torsi cogging yang labih rendah pula. Biasanya generator axial flux diterapkan
pada pembangkit listrik tenaga angin dan air dimana turbin tercopel pada rotornya.
2.7 Desain kumparan stator PMSG
Stator merupakan komponen PMSG sebagai tempat melilit coil yang
terdidiri dari beberapa slot. Jika ingin mengetahui banyaknya jumlah lilitan yang
bisa diisi dalam sebuah slot perlu dilakukan perhitungan untuk mencari luas slot
tersebut. Rumus matematis perancangan generator sinkron magnet permanen
merupakan rumus yang digunakan secara universal yang digunakan untuk
mendapatkan nilai parameter PMSG yang akan dimodelkan. Adapun berikut pada
tabel 2.1 merupakan data-data yang dibutuhkan untuk melakukan pendesainan.
43. 23
Tabel 2.1 Parameter dan simbol persamaan matematis desain PMSG.
Simbol Jenis Besaran Simbol Jenis Besaran
𝐷𝑖 Diameter luar rotor f Frekuensi
𝐷𝑎 Diameter dalam magnet 𝐸𝑝ℎ Tegangan fasa
𝐷𝑒 Diameter luar stator 𝑛𝑐 Jumlah lilitan per coil
𝐷𝑐 Diameter dalam stator 𝑘𝑤 Faktor lilitan
𝐷𝑏 Diameter dalam lubang slot 𝜙 Fluks magnet
𝐿𝑚 Tebal magnet 𝑁𝑠 Jumlah slot
𝐿ℎ Panjang magnet 𝑁𝑐 Jumlah lilitan fasa
𝐿𝑎 Tebal inti stator/rotor n Putaran rotor
𝐿𝑡𝑔 Lebar celah gigi stator Efisiensi
𝐿𝑡 Tinggi teeth 𝑃𝑖𝑛 Daya input
𝐿𝑤 Lebar teeth 𝑃𝑜𝑢𝑡 Daya output
𝑔 Celah udara ω Kecepatan sudut
P Jumlah kutub 𝐾𝑒 Kontanta EMF
Q𝑆 Jumlah slot 𝐾𝑡 Konstanta torsi
𝑊𝑑 Lebar magnet/kutub T Torsi
Dalam pemodelan generator sinkron magnet permanen perlu diperhatikan
spesifikasi dari dimensi stator. Sehingga dapat dilakukan perhitungan. Adapun
gambar dari rancangan stator dapat dilihat pada gambar 2.15.
Gambar 2.15 Bentuk rancangan stator.
44. 24
1. Menghitung luas lubang slot, 𝐴𝑠. (Suhada, 2018).
𝐴𝑠 = 𝜋
𝐷𝑒
2
− 𝐷𝑐
2
4
‧
1
𝑁𝑠
𝐿𝑡𝑔‧𝐿𝑡 −
𝜋.𝐷𝑐 − 𝐿𝑡𝑔.𝑁𝑠
𝑁𝑠
‧𝐿𝑡 − 𝑊𝑡𝑠
𝐷𝑒− 𝐷𝑐−2.𝐿𝑡
2
(2.4)
2. Menghitung luas area slot, 𝐴0
𝐴0 = 𝐴𝑠‧
𝑆𝑓
100
(2.5)
Dalam perancangan sebuah generator tidak terlepas dengan melilit coil pada
gigi stator. Sebelum melilit perlu diperhatikan ukuran slot sehingga perlu
mengetahui berapa kapasitas lilitan yang mampu ditampung dengan ukuran slot
yang dipakai. Ada dua cara melili coil yaitu double layer winding dan single layer
winding. Cara melilit sebuah coil mempengaruhi nilai coil fill factor (𝑆𝑓). Pada
metode double layer winding maka nilai fill factor (𝑆𝑓) berkisar antara 30%-50%.
Sedangkan pada metode single layer winding maka nilai dari fill factor (𝑆𝑓) berkisar
antara 65%-70%. (Suhada, 2018).
3. Menghitung jari-jari kawat penghantar, 𝜏𝑐𝑢
𝜏𝑐𝑢 = √
𝐴0.𝑆𝑓
2.𝑁𝑐.𝜋
(2.6)
4. Jumlah lilitan (Z) yang dapat diisi dalam slot :
Z =
𝐴0
𝜋.(𝑑.10−3)2
4
(2.7)
5. Jumlah belitan tiap fasa, 𝑛𝑐 (Suhada, 2018).
𝑛𝑐 =
𝐸𝑝ℎ
4,44.𝑓.𝑘𝑤.𝜙
(2.8)
6. Frekuensi PMSG (f )
f =
𝑛 . 𝑝
120
(2.9)
2.8 Desain Rangkaian Magnet
Generator sinkron magnet permanen terdiri dari rotor sebagai tempat
diletakan magnet permanen. Magnet permanen mempunyai kutub yang memiliki
polaritas yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Dalam merancang sebuah
45. 25
rotor sebagai tempat diletakkan kutub perlu perhitungan matematis untuk
menentukan luas area perkutub sesuai dengan bentuk magnet yang dimodelkan
maka dapat dihitung dengan persamaan:
1. Luas area per kutub, 𝑆𝑚 (J D Edwards, 2004)
𝑆𝑚 = 𝜋
𝐷𝑖+ 𝐷𝑎
2
‧
1
𝑝
‧𝐿ℎ (2.10)
2. Menghitung Luas ekuivalen gap, 𝑆𝑔
𝑆𝑔 = 𝜋
𝐷𝑖+ 𝐷𝑐
2
‧
1
𝑁𝑠
‧𝐿𝑎 (2.11)
3. Menghitung koefisien permeance, 𝑃𝑐
𝑃𝑐 =
𝐿𝑚 . 𝑆𝑔
𝑔 . 𝑆𝑚
‧
𝐾𝑓
𝐾𝑟
(2.12)
Magnet permanen merupakan penghasil medan magnet pada PMSG. Fluks
magnet yang di hasilkan masuk ke gigi stator melalui celah udara. Fluks yanng dari
magnet permanen mempunyai koefisien kebocoran fluks (𝑘𝑓) yang merupakan
rasio dari total fluks magnet yang dihasilkan magnet pada rangkaian tertentu dengan
fluks linkage yang terdapat pada celah udara yang memiliki rentang nilai 1,05-2.
Sedangkan koefisien kebocoran electromotive force merupakan rasio dari total gaya
magnetomotif yang yang berada pada airgap dengan gaya magnetomotif yang
memiliki rentang nilai 1-1.2. (Suhada, 2018).
Menghitung kemiringan kurva demagnetisasi (𝑟
) di kuadran II untuk
material magnet baik magnet NdFeB dan juga Magnet Ferite
4. Kemiringan kurva demagnetisasi, 𝑟
𝑟
=
𝐵𝑟
𝐻𝑐
‧
107
4.𝜋
(2.13)
Dimana 𝐵𝑟 = Nilai kerapatan fluks remanen (T)
𝐻𝑐 = Nilai dari coercive force (A/m).
Titik pengoperasian generator harus selalu ada diatas garis demagnetisasi
magnet. Oleh karena itu, titik pengoperasian (𝐵𝑑) diberikan pada titik pertemuan
46. 26
permeance, Dimana (𝐵𝑑) merupakan nilai kerapatan fluks di titik pengoperasian
generator dengan persamaannya adalah
5. Kerapatan fluks di titik pengoperasian generator, 𝐵𝑑 (Suhada, 2018).
𝐵𝑑 =
𝑃𝑐 . 𝐵𝑟
𝑃𝑐+𝑟
(2.14)
6. Kerapatan fluks rata-rata dalam celah udara, 𝐵𝑔
𝐵𝑔 =
𝐵𝑑 . 𝑆𝑚
𝐾𝑓 . 𝑆𝑔
(2.15)
7. Nilai fluks medan magnet, 𝜙 (J D Edwards, 2004)
𝜙 = 𝐵𝑔.𝑆𝑚 (2.16)
2.9 Ukuran Stator dan Rotor
Pada umumnya dimensi ukuran stator dan rotor pada PMSG saling terkait
sehingga perhitungannya harus dilakukan secara simultan. Dimensi ukuran stator
dan rotor PMSG dapat dihitung dengan persamaan berikut:
1. Derajat slot,𝜃𝑠
𝜃𝑠 =
2𝜋
𝑁𝑠
(2.17)
2. Derajat pole, 𝜃𝑝
𝜃𝑝 =
2𝜋
𝑝
(2.18)
Dimana 𝜃𝑠 = Derajat slot, 𝜃𝑝 = Derajat pole, Ns = Jumlah slot dan
p = Jumlah pole (Strous, 2010).
3. Slot pitch, τ𝑠
τ𝑠 = r𝑠𝑖 . 𝜃𝑝 (2.19)
Dimana r𝑠𝑖 = jari-jari dalam stator
4. Coil pitch, τ𝑐
τ𝑐 = Coil Span . τ𝑠 (2.20)
Dimana Coil Span = (
𝑁𝑆
𝑃
⁄ ), dengan 𝑁𝑆 = Jumlah Slot.
47. 27
5. Lebar gigi stator 𝑊𝑡𝑠
𝑊𝑡𝑠 =
𝑝 . 𝐵𝑔 . 𝐴𝑝𝑟
𝑁𝑠 . 𝐿𝑖 . 𝐵𝑡𝑠
(2.21)
Nilai 𝐵𝑡𝑠 = 1,12 (Magnet NdFeB) (Miller, T.J.E, 1989)
𝐴𝑝𝑟 = Area kutub rotor
6. Menghitung area kutub rotor, 𝐴𝑝𝑟
𝐴𝑝𝑟 = τ𝑟 . 𝐿𝑖 (2.22)
7. Rotor pole pitch, τ𝑟
τ𝑟 = τ𝑝 . 0,75 (2.23)
8. Stator pole pitch, τ𝑝
τ𝑝 =
𝜋 . 𝐷
𝑃
(2.24)
9. Effective core lenght, 𝐿𝑖
𝐿𝑖 = L . 𝐾𝑠𝑡𝑎𝑐𝑘 (2.25)
𝐾𝑠𝑡𝑎𝑐𝑘 adalah faktor penumpukkan stator laminasi = 0,9 - 0,95 untuk 0,35 –
0,55 mm ketebalan laminasi. (Suhada, 2018). Pada penelitian ini, tebal laminasi
yang digunakan 0,5 mm sesuai dengan material yang digunakan pada tools software
magnet infolytica yaitu material berbahan carpenter silicon steel. Sehingga faktor
penumpukan di ambil 0,95. Dengan ketebalan 0,5 mm memberikan losis inti 2,38
W/kg pada frekuensi 50 Hz.
10. Diameter rotor, 𝐷𝑟
𝐷𝑟 = D – 2.𝑙𝑔 (2.26)
Dimana 𝑙𝑔= lebar celah udara
11. Stator yoke, 𝑌𝑠
𝑌𝑠 =
𝜙
2 . 𝐿𝑖 . 𝐵𝑡𝑠
(2.27)
Dimana 𝐵𝑡𝑠 = Nilai kerapatan fluks pada gigi stator (1,5 T - 1,7 T) Nilai
yang lebih tinggi bisa menyebabkan kejenuhan (Suhada, 2018).
48. 28
2.10 Teori Medan Magnet Derhadap Posisi Peletakan Magnet
2.10.1 Hubungan medan terhadap hukum maxwell 3
Persamaan yang digunakan pada pemodelan PMSG dengan posisi magnet
sejajar dan posisi magnet skew menggunakan hukum maxwell 3 yang mamakai
prinsip hukum faraday yang menjelaskan bahwa jika ada fluks yang berubah-ubah
yang memotong coil maka pada coil tersebut akan menghasilkan gaya gerak listrik.
Dapat ditulis dengan persamaan :
Ɛ = - N
∂Ф
∂t
(2.28)
Dimana N = Banyak lilitan, ∂Ф perubahan fluks magnet dan ∂t perubahan
waktu. Tanda minus berasal dari Hukum Lenz juga menjelaskan arah medan
magnet yang dihasilkan arus induksi berbanding terbalik dengan arah medan
magnet dari arus yang dibangkitkan. dengan kata lain arus yang dibangkitan
menghasilkan medan magnet yang melawan perubahan fluks magnet. Pada
persamaan rumus di atas N merupakan nanyaknya lilitan sehingga jiga ditinjau
hanya satu lilitan saja maka persamaannya akan menjadi.
Ɛ = -
∂Ф
∂t
(2.29)
Semakin besar perubahan fluks magnetik maka akan semakin besar GGL
induksi yang dibangkitkan, begitu juga dengan ∂t semakin cepat perubahan fluks
magnetik maka ggl induksi yang dibangkitkan juga akan semakin besar pula. Jika
ditinjau dari fluks medan listrik dimana arah garis medan yang menembus suatu
luasan permukaan. sehingga yang di tinjau adalah luasan maka dalam bentuk
integral dapat ditulis dengan persamaan. (J D Edwards, 2004)
Ф = -∫ 𝐵 ‧ 𝑑𝐴 (2.30)
Sedangkan berdasarkan ggl kita meninjau muatan. Muatan yang bergerak ini tentu
bergerak sepanjang lintasannya sehingga yang di tinjau adalah panjang maka dalam
bentuk integral dapat ditulis dengan persamaan
Ɛ = ∫ 𝐸 ‧ 𝑑𝐿 (2.31)
49. 29
Dari kedua persamaan di atas di subtitusikan sehingga memjadi persamaan sebagai
berikut.
Ɛ = -
∂Ф
∂t
Ɛ = -∫
∂𝐵
∂t
‧ 𝑑𝐴
∫ 𝐸 ‧ 𝑑𝐿 = -∫
∂𝐵
∂t
‧ 𝑑𝐴
Berdasarkan teorema stokes
∫ 𝐸 ‧ 𝑑𝐿 = ∫ 𝛻 𝑥 𝐸 𝑑𝐴
Sehingga
∫ 𝛻 𝑥 𝐸 𝑑𝐴 = -∫
∂𝐵
∂t
‧ 𝑑𝐴
∇ x E ∫ 𝑑𝐴 = -
∂𝐵
∂t
∫ 𝑑𝐴
∇ x E ‧A = -
∂𝐵
∂t
‧A
∇ x E = -
∂𝐵
∂t
(2.32)
∂𝐵 merupakan fluks yang dihasil PMSG. Pada penelitian ini rotor di
gerakkan per 3 deg sehingga ∂𝐵 merupakan selisih flux lingkage yang dihasilkan
PMSG per setiap 3 deg sedangkan ∂𝑡 merupakan waktu yang dibutuhkan rotor
berputar sejauh 3 deg. Untuk mendapatkan nilai-nilai tersebut dibutuhkan semulasi
untuk mendapatkan besaran medan magnet yang dibangkitkan dikarenakan kita
tidak tahu seberepa kuat medan magnet yang bangkitkan dikarenaka setiap jenis
material magnet permanen mempunyai kuat medan magnet yang berubah-ubah dan
juga dimensi magnet juga mempengaruhi banyaknya fluks yang masuk ke gigi
stator sehingga diperlukan simulasi untuk pemodelan PMSG Magnet sejajar dan
skew. Adapun nilai dari ∂𝐵 dan ∂𝑡 akan dibahas pada bab 4.
2.10.2 Hukum Ampere Maxwell
Hukum ampere maxwell merupakan perpaduan hukum ampere dengan
faktor koreksi dari maxwell dengan mengubah sedikit persamaannya. Sebagaimana
yang dijelaskan oleh oersted bahwa jika arus listrik mengalir pada suatu kawat
50. 30
penghantar akan menghasilkan medan magnet di sekitar kawat tersebut. Kemudian
jika ada kawat penghantar yang di alirin arus listrik yang dilingkupi oleh permukaan
yang tidak homogen dan jika ingin meninjau elemen tertentu maka persamaan
menjadi
∑ 𝐵 ‧ ΔL = µ0 . I (2.33)
∫ 𝐵 ‧ 𝑑𝐿 = µ0 . I (2.34)
Berdasarkan teorema stokes
∫ 𝐵 ‧ 𝑑𝐿 = ∫ 𝛻 𝑥 𝐵 𝑑𝐴 (2.35)
Jika persamaan tersebut di subtitusikan maka akan menjadi :
∫ 𝛻 𝑥 𝐵 𝑑𝐴 = µ0 . I
∫ 𝛻 𝑥 𝐵 𝑑𝐴 = µ0 . ∫ 𝑗 ‧ 𝑑𝐴
∇ x B ∫ 𝑑𝐴 = µ0 . j ∫ 𝑑𝐴
∇ x B ‧A = µ0 . j ‧A
∇ x B = µ0 . j (2.36)
Persamaan inilah yang menjadi dasar hukum ampere. Tetapi ini hanya
berlaku untuk arus yang stady artinya rapat arusnya konstan tiap ruang penghantar.
Tetapi untuk arus yang nonstady dalam artian rapat arusnya berbeda-beda tiap
ruang penghantar itu maka persamaan hukum ampere tidak berlaku sehingga
maxwell menambahkan atau mengoreksi sedikit melalui persamaan kontinuitas.
Persamaan kontinuitas
∇ ‧ j = -
∂𝜌
∂t
∇ ‧ j = -
∂
∂t
(µ0 ‧∇ ‧ E )
j +
∂
∂t
‧ µ0 ‧ E = 0
j + µ0 ‧
∂𝐸
∂t
= 0
Sehingga
∇ x B = µ0 . ( j + µ0 ‧
∂𝐸
∂t
)
j =
𝐼
𝐴
I = ∫ 𝑗 ‧ 𝑑𝐴
Sehingga I akan disubtitusikan kedalam
persamaaan.
Hukum maxwell 1
∇ ‧ E =
𝜌
µ0
𝜌 = µ0 ‧∇ ‧ E
Sehingga 𝜌 akan disubtitusikan kedalam
persamaaan.
51. 31
Sehingga persamaan hukum ampere maxwell adalah :
∇ x B = µ0 j + µ0 ‧
∂𝐸
∂t
(2.37)
Maksud dari hukum ampere maxwell atau persamaan maxwell yang ke
empat ini adalah bahwa yang menyebabkan bukan hanya arus listrik. Sebelumnya
oested telah menjelaskan bahwa arus listrik yang megalir pada sebuah kawat
penghantar akan menghasilkan medan magnet kemudian maxwel menambahkan
bahwa bukan hanya arus listrik yang menghasilkan medan magnet tetapi perubahan
medan atau fluks yang berubah-ubah juga akan menghasilkan medan magnet. Teori
ini yang dipakai pada perancangan PMSG pada penelitian ini.
Untuk mendapatkan nilai arus pada penelitian ini menggunakan simulasi
dengan menambahkan tahanan 75 ohm pada tegangan keluaran 380 volt.
Dikarenakan arus yang diinginkan sebesar 5A. nantinya pada bab 4 akan dihitung
nilai arus per setiap derajat dari putaran rotor.
2.10.3 Hukum ohm
Ketika arus mengalir pada kawat yang berada di sekitaran magnet maka
medan magnet yang keluar yang berada disekitar kawat akan berinterkasi dengan
medan magnet yang berasal dari kutub magnet. Fluks magnet cenderung mengarah
ke kutub yang berlawanan dengan kutub dia. Ketika berinterkasi kutub magnet
dengan kawat penghantar akan muncul gaya magnetostatik.
F = B . I . L sin ϴ (2.38)
Jika ingin meninjau lebih dalam lagi dalam konteks muatan yang bergerak maka :
F = B .
𝑞
𝑡
. x . sin ϴ (2.39)
Fg = B . q . v . sin ϴ (2.40)
Jika ada beberapa muatan yang bergerak disepanjang kawat penghantar
maka gaya akan muncul dari interkasi antara muatan yang bergerak tersebut. Gaya
yang dihasilkan dari interkasi antar medan magnet dari muatan yang bergerak
dengan medan magnet dari kutub magnet dan gaya yang dihasilkan dari muatan itu
52. 32
sendiri atau biasa disebut gaya elektrostatik yang dapat ditulis dengan persamaan :
F =
𝑞1.𝑞2
𝑟
(2.41)
Jika dikaitkan dengan medan listrik maka :
E = K .
𝑞
𝑟2 maka Fe = E . q (2.42)
Gaya total adalah :
Ftot = Fg + Fe
Ftot = ( B . q . v . sin ϴ ) + ( E . q )
Ftot = q ( B . v . sin ϴ + E )
Ftot = q ( E + B x v )
Sehingga gaya per satuan muatan adalah :
𝐹𝑡𝑜𝑡
𝑞
= E + B x v maka F = E + B x v (2.43)
Persamaan hukum ohm yang sebenarnya yaitu rapat muatan sama dengan
konduktivitas dikali medan listrik atau bisa ditulis dengan persamaan.
j = σ . F (2.44)
Jika F disubtitusikan dari gaya persatuan muatan menjadi :
j = σ . ( E + B x v )
Jika meninjau pergerakan yang kecepatannya sangat kecil sekali maka ( B x v )
bisa diabaikan sehingga dapat ditulis dengan persamaan.
j = σ . E (2.45)
Dimana rapat arus sama dengan banyaknya arus yang mengalir dibagi luas
penampang sehingga dapat ditulis.
I
A
= σ . E
I =
1
𝜌
‧
𝑉
𝐿
‧ A
I = V .
A
𝜌 . 𝐿
1. Bedan potensial V = E . L maka E =
V
L
2. Konduktivitas berbanding terbalik dengan
Resitivitas Sehingga σ =
1
𝜌
3. karna R = ρ ‧
L
A
maka
A
𝜌 . 𝐿
=
1
𝑅
53. 33
I = V .
1
𝑅
Sehingga R =
V
I
(2.46)
2.11 Nilai Keluaran Desain Generator
Besar kerapatan fluks pada airgap (𝐵𝑔) sangat mempengaruhi nilai
electromotive force secara langsung yang dihasilkan dari magnet permanen yang
masuk ke teeth. Sehingga untuk mencari tegangan induksi yang dibangkitkan
dengan dihitung dengan persamaan : (Suhada, 2018).
1. Tegangan induksi antar fasa, 𝐸𝑝ℎ
𝐸𝑝ℎ =
2𝜋
√2
‧f ‧𝐾𝑤‧𝑛𝑐‧𝜙‧
𝑁𝑠
𝑁𝑝ℎ
(2.47)
2. Frekuensi PMSG, f
f =
𝑛 .𝑝
120
(2.48)
3. Torsi generator, T
Besarnya nilai torsi dan daya keluaran dapat dihitung dengan persamaan:
(Kenjo and Nagamori, 1985).
` ω = v ‧
2.𝜋
60
(2.49)
𝐾𝑒 =
𝑣
ω
dimana 𝐾𝑡 = 𝐾𝑒 (2.50)
𝑇 = 𝐾𝑒.𝐼𝑎 (2.51)
4. Daya generarator, P
Besarnya daya (P) pada generator dapat dihitung dengan persamaan :
(Hanselman, 2006).
𝑃𝑖𝑛 = T. ω (2.52)
𝑃𝑜𝑢𝑡 = V .I (2.53)
2.12 Konsep Penerapan Medan Magnet Pada Magnet Posisi Skew
Medan magnet yang dihasilkan dari Penggunaan magnet permanen dengan
posisi skew tentu akan berbeda dengan medan yang dihasilkan magnet sejajar. Hal
ini dikarenakan luas penampang dan area pekutub tidak sama dan fluks magnet
54. 34
yang menembus gigi stator tidak dihitung secara simultan. Nah untuk mencari
medan magnet dari magnet skew maka harus terlebih dahulu mengetahui konsep
magnet skew. Untuk lebih jelas dapat terlihat pada gambar 2.16 berikut.
Gambar 2.16 Konsep medan magnet pada magnet posisi skew
Medan magnet yang masuk ke gigi stator dibagi kedalam tiga tahap.
Wilayah pertama (𝐵1) ketika gigi stator akan mengenai ujung bidang magnet,
Wilayah kedua (𝐵2) saat gigi stator berada di tengah-tengah magnet skew, dilihat
dari kurva fluks density pada gambar 2.16 diatas, pada tahap ini medan magnet
yang menembus gigi stator memiliki kerapatan fluks tertinggi dikarenakan luasan
magnet yang melingkupi gigi stator lebih besar sehingga fluks magnet akan menjadi
lebih besar pula. Pada wilayah ketiga (𝐵3) adalah ketika posisi gigi stator
melingkupi luasan sisi miring magnet (σ). Sehingga dalam perhitungannya dibagi
menjadi tiga tahap.
Pada kondisi wilayah pertama (𝐵1) medan magnet yang ditinjau adalah
ketika magnet skew itu melintasi gigi stator, dikarenakan magnet itu miring maka
flux density meningkat secara bertahap mulai dari titik bawah sampai flux density
55. 35
pada puncaknya. Sehingga jarak atau batas integrasi terhitung saat fluks mulai
bergerak naik sampai titik jenuhnya (tahap skew angel,σ) seperti terlihat pada
gambar 2.16 dimulai dari -σ𝑠/2 sampai dengan σ𝑠/2. Adapun sudut kemiringan ϴ
merupakan perbedaan sudut awal ϴ dengan besar sudut akhir 𝛳1 dimana sudut akhir
ini adalah jarak sudut dari arah tegak lurus sampai dengan besar sudut kemiringan
magnet. kontribusi dari satu magnet lembaran sangat tipis terhadap distribusi fluks
total adalah dB = 𝐵𝑚 σ
⁄ d𝛳1, maka medan magnet yang ditinjau pada wilayah 1
adalah
𝐵1 = ∫ 𝑑𝐵
𝜎 2
⁄
−𝜎 2
⁄
= ∫
𝐵𝑚
σ
σ 2
⁄
−σ 2
⁄
x
1
2
𝑒(𝛳−𝛳1)/𝑎
d𝛳1
=
𝐵𝑚
4
𝑎
σ𝑠/2
[𝑒(𝛳+σ/2)/𝑎
- 𝑒(𝛳−σ/2)/𝑎
] (2.54)
Sekarang mari meninjau kembali gambar 2.16 pada wilyah dua (𝐵2)
dimana kondisi ini merupakan puncak flux density dengan batas integrasi mulai dari
σ𝑠/2 (1) sampai dengan σ𝑠/2 (2) dimana pada tahap ini gigi stator berada di
pertengahan bidang magnet, luasan magnet yang berada pada satu garis lurus
dengan gigi stator lebih besar sehingga pada tahap memiliki kerapatan fluks
terbesar maka,
𝐵2 = 𝐵𝑚 { 1 -
1
4
𝑎
σ/2
[𝑒−(𝛳−σ/2)/𝑎
- 𝑒−(𝛳+σ/2)/𝑎
] } (2.55)
Terakhir adalah kerapatan fluks pada wilyah ketiga (𝐵3), dimana pada
kondisi ini gigi stator berada pada satu garis lurus dengan Skew angel (σ), pada
gambar 2.16 dimana terlihat batas kerapatan fluks terhitung dari σ𝑠/2 (2) sampai
dengan -σ𝑠/2. Sehingga kerapatan fluks magnet adalah
𝐵3 = 𝐵𝑚 {
σ 2+𝛳
⁄
σ
-
1
4
𝑎
σ/2
[𝑒(𝛳−σ/2)/𝑎
- 𝑒−(𝛳+σ/2)/𝑎
] } (2.56)
Skew angel (𝛔) merupakan jarak kemiringan magnet, (ϴ) adalah sudut
kemiringan magnet dan (𝑳𝒂) merupakan tebal rotor atau bisa dikatakan panjang
magnet pada posisi normal. Jadi ketika rotor itu berputar, fluks magnet yang
melewati atau menembus gigi stator itu terjadi secara bertahap dikarenakan posisi
56. 36
magnet nya miring. Pada gambar 2.16 kerapatan fluks terbesar adalah ketika gigi
stator berada ditengah-tengah luasan penampang magnet. Karena pada tahap ini
bagian magnet yang mengenai gigi stator lebih banyak. Dalam kasus penelitian ini,
untuk menentukan Skew angel (𝛔), sudut kemiringan dan panjang magnet dapat di
ilustrasikan pada gambar 2.17 berikut.
Gambar 2.17 Konsep perhitungan magnet skew
Berdasarkan ilustrasi pada gambar diatas, kita dapat menghitung skew angel
(σ) dengan persamaan.
σ = σ1 + σ2 = 2 x σ1 (2.57)
dimana,
σ1 = σ2 = 2 x a = a tan (ϴ) =
𝐿𝑎
2
tan (ϴ) (2.58)
𝐿𝑎 merupakan panjang rotor. Dalam kasus ini untuk mempermudah dalam
perhitungan maka dibagi menjadi dua wilayah sehingga panjang rotor dibagi
menjadi dua. untuk menentukan panjang magnet (𝐿ℎ) maka cukup mencari sisi
miring wilayah satu saja dikarenakan sisi miring wilayah 2 merupakan cerminan
dirinya sendiri. Sehingga panjang magnet adalah sisimiring wilayah satu dikali dua
seperti terlihat pada gambar 2.17 diatas. Adapun untuk mencari panjang magnet
(𝐿ℎ) dapat dihitung dengan persamaan.
57. 37
𝐿ℎ = 2 x (𝐿ℎ/2) = 2 x
𝐿𝑎/2
cos (𝛳)
(2.59)
Dalam menghitung panjang magnet skew juga bisa diselesaikan dengan
teorema pythagoras dimana,
𝐿ℎ = 2 x (𝐿ℎ/2) = 2 x √(
𝐿𝑎
2
tan (𝛳) )
2
+ (
𝐿𝑎
2
)
2
(2.60)
Jika kemiringan sudut magnet belum diketahui dapat dihitung dengan persamaan.
ϴ = 𝑡𝑎𝑛−1
𝑎
𝑏
= 𝑡𝑎𝑛−1
σ 2
⁄
𝐿𝑎 2
⁄
(2.61)
Setelah mendapatkan nilai Skew angel (σ), Sudut kemiringan magnet (ϴ)
maka untuk mendapatkan luas area perkutub (a) dapat diselesaikan dengan
persamaan 2.10. Setelah mendapatkan variabel-variabel yang dibutuhkan
selanjutnya menentukan medan magnet yang dihasilkan. Dalam kasus magnet skew
menghitung medan magnet dibagi menjadi tiga tahap
2.13 Konsep Medan Magnet Yang Memotong Air Gap Boundary
Penyelesaian masalah di mana ada medan magnet yang memotong sebuah
kumparan seperti kondisi permukaan kumparan dimana medan magnet adalah nol
dan kerapatan fluks magnet normal sama dengan kerapatan pengisi permukaan pada
kumparan. sekarang kita mengambil langkah pertama dalam memecahkan masalah
tersebut. Pertama mari kita pertimbangkan antarmuka antara dua dielektrik yang
memiliki permeabilitas µ1 dan µ1 dan menempati wilayah 1 (arah medan setelah
memotong kumparan) dan wilayah 2 (sebelum memotong kumparan), seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.18.
Gambar 2.18 Batasan antara kesempurnaan permeabilitas µ𝟏 dan µ𝟐.
A
B
58. 38
A). kontinuitas 𝐷𝑛 ditunjukkan oleh permukaan gaussian di sebelah kanan.
B). kontinuitas 𝐸tan 1 dan 𝐸tan 2 oleh garis integral tentang lintasan tertutup di
sebelah kiri.
mengelilingi jalan kecil tertutup di sebelah kiri, memperoleh:
𝐸tan 1 ∆𝑤 - 𝐸tan 2 ∆𝑤 = 0
𝐸tan 1 = 𝐸tan 2 (2.62)
Penerapan hukum tegangan kirchhoff masih berlaku untuk kasus ini.
perbedaan potensial antara dua titik pada batas yang dipisahkan oleh jarak ∆𝑤
adalah sama pada bagian atas dan bawah. jika intensitas medan listrik tangensial
terus melintasi batas tersebut. maka tangensial D terputus sehingga.
𝐷tan 1
µ1
= 𝐸tan 1 = 𝐸tan 2 =
𝐷tan 2
µ2
𝐷tan 1
𝐷tan 2
=
µ1
µ2
(2.63)
Kondisi batas pada komponen normal ditentukan dengan menerapkan
hukum gauss pada komponen kecil. "kotak pil" seperti terlihat pada gambar 2.18 di
atas pada bagian A.
𝐷𝑁1 ∆S - 𝐷𝑁2 ∆S = ∆Ǫ = ρs ∆S
𝐷𝑁1- 𝐷𝑁2 = ρs (2.64)
Untuk kasus ini, maka kita mungkin menganggap ρs adalah nol pada
antarmuka. mempertimbangkan muatan terikat di ruang bebas sangat kecil
kemungkinannya ada muatan dimana magnet memiliki dua kutub sehingga tidak
ada muatan. Maka,
𝐷𝑁1= 𝐷𝑁2 (2.65)
µ1𝐵𝑁1 = µ2𝐵𝑁2 (2.66)
dan B normal terputus dikaena memotong batas. kondisi dapat digabungkan untuk
menunjukkan muatan dalam vektor D dan B di permukaan. biarkan D1 (dan B1)
membuat sudut dengan normal ke permukaan gambar 2.19. karena komponen
normal D berlanjut.
𝐷𝑁1= 𝐷1 cos 𝛳1 = 𝐷2 cos 𝛳2 = 𝐷𝑁2 (2.67)
59. 39
Gambar 2.19 Arah medan yang memotong boundary
Rasio komponen tangensial diberikan dengan dengan persamaan 2.63. maka,
𝐷tan 1
𝐷tan 2
=
𝐷1 sin 𝛳1
𝐷2 sin 𝛳2
=
µ1
µ2
Atau
µ2 𝐷1 sin 𝛳1 = µ1 𝐷2 sin 𝛳2 (2.68)
dan pembagian persamaan ini dengan persamaan 2.67 menghasilkan,
tan 𝛳1
tan 𝛳2
=
µ1
µ2
(2.69)
pada gambar 2.19 kita mengasumsikan bahwa µ1 > µ2, dan karena itu 𝛳1 > 𝛳2
Permeabilitas µ2 merupakan permeabilitas pada area rotor µ𝑟 sebelum
melewati batas airgap dimana B = µ𝑟.H, sedangkan Permeabilitas µ1 merupakan
permeabilitas stator yang melewati batas airgap dengan mengalikan faktor µ0 =
4π.10−7
dimana µ𝑠= B/µ0𝐻. Besaran D di daerah 2 dapat diketahui dari persamaan
2.67 dan persamaan 2.68 maka,
𝐷1 = 𝐷2√𝑐𝑜𝑠2 𝛳1 + (
µ2
µ1
)2 𝑠𝑖𝑛2 𝛳1 (2.70)
dan besarnya 𝐵𝑠 adalah
𝐵𝑟 = 𝐵𝑠√𝑠𝑖𝑛2 𝛳1 + (
µ1
µ2
)2 𝑐𝑜𝑠2 𝛳1 (2.71)
Pemeriksaan persamaan ini menunjukkan bahwa D lebih besar di wilayah
permabilitas yang lebih besar (kecuali 𝛳1= 𝛳2 = 0𝑂
. dimana besarnya tidak lebih
besar). dan B lebih besar di wilayah dengan permeabilitas yang lebih kecil (kecuali
𝛳1= 𝛳2 = 90𝑂
, dimana besarnya tidak berubah).
60. 40
2.14 Perumusan daya yang dibangkitkan PMSG
Sebelum menentukan besarnya daya yang dibangkitkan maka harus terlebih
dahulu mengetahui gaya (F) yang dihasilkan. Untuk menghitung gaya pada
generator magnet permanen maka dapat dituliskan dengan persamaan
F = B.I.L (2.72)
Dimana B merupakan medan magnet, I adalah arus dan L merupakan
panjang lintasan coil, namun jika arus tidak diketahui maka untuk menghitung gaya
dapat juga diselesaikan dengan persamaan.
F = 𝐵𝑟 . 𝐵𝑠 .L (2.73)
𝐵𝑟 merupakan medan magnet di rotor yang dapat diselesaikan dengan
persamaan 2.15 sedangkan 𝐵𝑠 adalah medan magnet di stator setelah memotong
airgap yang dapat diselesaikan dengan persamaan 2.71. kemudian untuk
menghitung daya dapat diselesaikan dengan persamaan
P = F.r.ω = T. ω (2.74)
Dimana r merpakan jari-jari rotor sedangkan merupakan kecepatan putar
rotor dalam rad/s maka,
ω = v ‧
2.𝜋
60
(2.75)
2.15 Efisiensi
Generator sinkron magnet permanen tidak akan mungkin bisa
mongkonversikan seluruh energi yang ia terima mnjadi energi yang sesuai dengan
apa yang diharapkan. Sebagian energi keluaran dari PMSG pasti ada yang tidak
sesauai dengan apa yang diharapkan. Hal ini adalah sifat alami sehingga terjadilah
yang dinamakan konsep efisiensi.
Daya yang diterima dari sebuah PMSG disebut dengan daya input
sedangkan daya yang diubah kedalam bentuk yang diinginkan merupakan daya
output atau daya keluaran PMSG. Efisiensi adalah hasil pembagian antara daya
ouput dengan daya input dikali seratus persen. Nilai efesiensi dapat diselesaikan
dengan persamaan berikut:
61. 41
=
Pout
Pin
x 100% (2.76)
Keterangan :
Pout : Daya keluar
Pin : Daya masuk (Hamdi. Essam S, 1994)
Efisiensi dalam sebuah generator merupakan suatu acuan dalam melihat
seberapa bagus kinerja dari generator tersebut. Nilai efisiensi merupakan hasil
pembagian nilai keluaran (Output) dengan nilai masukan (Input) pada generator
yang kemudian hasilnya dikali dengan 100% guna mengetahui persentase seberapa
besar generator mengkonversi suatu daya input
2.16 Nilai Back Electromotive Force (EMF)
Back EMF pada PMSG merupakan nilai tegangan yang terinduksi pada
suatu kumparann dimana saat kutub melewati gigi stator dan memotong medan
magnetik akan timbul GGL induksi atau electromotive force (EMF), seiring dengan
perputaran magnet permanen yang melewati teeth sehinggga terjadi GGL induksi
yang berulang hal inilah yang disebut dengan Back Electromotive (Back EMF).
Nilai Back EMF dapat diturunkan langsung dari flux linkage yang dinotasikan
sebagai 𝑑Ψ menggunakan hukum Faraday yang direpresentasikan pada persamaan
sebagai berikut.
E(ξ) =
dΨ
dt
= ωm =
dΨ(ξ)
dξ
(2.77)
(Hendershot JR, and Tje Miller, 1994)
Back EMF dilambangkan dengan E(ξ) sebagai fungsi dari posisi rotor ξ.
keluaran gelombang back EMF tidak akan berpengaruh dikarenakan ξ = ωm.t dan
ωm = dξ ⁄dt. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk konfigurasi winding
keseluruhan fasa. Konstanta back EMF atau KE menggambarkan konstruksi dari
PMSG. KE didefinisikan pada persamaan.
𝐾𝑒 =
𝐸
ω𝑚
=
𝐸
𝜈 x
2𝜋
60
(2.78)
(Hendershot JR, and Tje Miller, 1994)