Dokumen tersebut membahas model pengelolaan hutan negara oleh masyarakat di Desa Kalijaya, Ciamis. Masyarakat telah mengelola hutan secara mandiri sejak tahun 2001 tanpa kerja sama dengan Perum Perhutani dengan menanam berbagai tanaman seperti kayu, buah-buahan, dan pangan. Pengelolaan ini telah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta menjaga kelestarian hutan.
Dari Infomobilisasi Menuju Mobilisasi Sumberdaya Desa
Model kelola hutan negara yang mensejahterakan rakyat
1. Model Pengelolaan Hutan Negara
yang Mensejahterakan Rakyat
Aji Sahdi Sutisna
Sekjend Paguyuban Petani Hutan
Jawa (PPHJ)
2. Peta Kawasan Hutan Kab. Ciamis
1. Luas Kawasan Hutan Ciamis adalah 29.857,12 Ha atau (11,66%) dari luas
daratan kabupaten Ciamis yaitu 255.910 Ha.
2. Luas Areal Hutan dikelola oleh Perum Perhutani = 29.857,12 Ha.
3. GAMBARAN WILAYAH
1. Desa Kalijaya, Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis, Jawa
Barat merupakan wilayah Desa Hutan yang berada di dalam
hamparan wilayah BKPH Parigi kurang lebih 350 Ha dan
BKPH Pangandaran seluas kurang lebih 50 Ha;
2. Wilayah tersebut bersebelahan dengan wilayah Desa hutan
lainnya, yaitu :
- Desa Pasawahan Kecamatan banjarsari;
- Desa Bojong Kecamatan Langkaplancar;
- Desa Jadikarya Kecamatan Langkaplancar;
- Desa Selasari Kecamatan Parigi
4. PROFIL DESA
Luas desa 702.483 Ha
Jumlah penduduk : 3.108 orang dengan 912 KK
Kondisi geografis : pegunungan dan berada di ketinggian 450 MDPL
Kepemilikan Tanah :
- Tanah Sawah : 149 orang
- Tanah Ladang : 94 orang
- Buruh Tani : 1.196 orang
Struktur Kepemilikan Tanah :
- 0,1 – 0,5 Ha : 508 orang
- 0,5 – 1,5 Ha : 228 orang
- 1,5 – 3,0 Ha : 95 orang
- > 3,0 Ha : 50 orang
5. Sejarah Tanah ( 1900 – 1918)
Wilayah hutan Desa Kalijaya merupakan tanah
adat dan sejak tahun 1900 sudah berpenghuni
sekitar 122 Kk dan masuk dalam wilayah
administratif pemerintahan Desa Pasawahan,
Kec, Banjarsari.
Lokasi tersebut berupa sawah,ladang dan
pemukiman berada di : Blok Kaliwuluh, Blok
Bojong Longok Jagrag, Blok Patrol dan Kalibelet,
Karang Tengah, Karang Jambe, Cigondok dan
Cikacang;
Bukti-bukti yang ada hanya berupa : Tanda-tanda
bekas pemukiman, makam, dan saksi hidup.
6. Sejarah Tanah ( 1918 – 1958)
Tahun 1918 atas intruksi Pemerintah Hindia
Belanda, bukti-bukti kepemilikan tanah yang
ada (Cap Singa), dikumpulkan oleh Kepala
Desa Pasawahan bernama Bapak Amsen dan
tidak dikembalikan lagi kepada pemiliknya;
Pada Tahun 1948- 1958 Dengan alasan
keamanan dari Pemberontakan DI /TII,
masyarakat yang tinggal di hutan di ungsikan
ke daerah banjarsari, padaherang, cilacap dan
banjar;
7. Sejarah Tanah ( 1960 – 1970)
Tahun 1960-1963, dijalankannya UUPA oleh
pemerintah dan dilakukan nasionalisasi, Namun
dengan mempolitisasikan “NASIONALISASI”
pemerintah melarang masyarakat untuk masuk ke
hutan mereka dengan alasan tanah tersebut harus
dihutankan kembali oleh jawatan kehutanan saat itu;
Tahun 1965-1968 warga yang masih
mempertahankan tanahnya dituduh PKI dan diusir
secara paksa;
Tahun 1970 peralihan pengelolaan dari jawatan
kehutanan ke Perhutani, dan lokasi hutan sudah
steril dari klaim warga;
8. Sejarah Tanah ( 1978 – 2003)
Tahun 1978 Perhutani berdiri secara resmi;
Tanggal 4-7-2003, Keluar Surat Keputusan
Menhut no 195/Kpts-II/2003, tentang
pengukuhan kawasan hutan di jawa Barat;
9. Tahapan Pengelolaan
Pengelolaan sebelum tahun 1998 dilakukan dengan
sistem tumpang sari, Jenis tanaman pokok : Jati dan
Mahoni sementara tanaman masyarakatnya : padi,
pisang, jagung, dll. Dengan Sistem bayar cuke/
prosentase dari hasil tanaman tumpangsari
dibayarkan melalui mandor Perhutani 60:40/ 70:30;
1998 krisis ekonomi memicu terjadinya pembalakan
liar di wilayah hutan Kalijaya yang dilakukan banyak
pihak : aparat, mandor dan masyarakat, namun yang
banyak ditangkap dari pihak masyarakat dengan
tuduhan pencurian kayu, penjarahan (UU 41/99);
1999-2000 situasi hutan rusak dan gundul namun
cenderung dibiarkan terlantar sehingga mengancam
terjadinya longsor dan bencana alam;
10. Upaya Pengelolaan
Menghindari ancaman bencana alam,pada tahun
2001 masyarakat melakukan penggarapan di hutan
seluas +/- 250 Ha dengan model agroforestry. Dan
proses ini banyak menimbulkan ketegangan antara
perhutani dan masyarakat;
Tahun 2000-2001 hampir seluruh gubuk dan lahan
garapan dibakar dan dibabat oleh Mandor, aparat
dan LSM Pecinta Lingkungan (bentukan Perhutani),
tokoh petani ditahan, intimidasi dsb;
Atas hal ini memicu gerakan perlawanan dengan
berbagai cara salah satunya Demontrasi baik di
Jakarta, Bandung dan Ciamis.
11. Momentum Pendukung
2001 Disahkannya Tap MPR No. 11 Tahun 2001 tentang RA
dan PSDA;
Tahun 2001 Di Kab. Ciamis terbentuk Tim terpadu
Penyelesaian Konflik yang merupakan forum multi pihak yang
difasilitasi oleh Bupati Ciamis yang terdiri dari ( DPR, Pemda,
Kadishutbun, BPN, Kapolres, Dandim, SPP, Farmaci, )
Bupati Ciamis saat itu, Bapak Oma Sasmita mengeluarkan
Surat Penunjukan Garapan (SPG) tujuannya agar
meminimalisir konflik antara masyarakat penggarap dengan
perhutani
Sejak tahun 2002 sampai saat ini lahan sudah dikuasai dan
digarap oleh masyarakat namun ketegangan dengan
perhutani masih terus terjadi;
12. Model Pengelolaan
1. Tidak ada kerjasama dengan Perhutani
(PHBM), dengan alasan sistem PHBM tidak
berpihak kepada masyarakat;
2. Lahan dikelola secara mandiri dalam wadah
organisasi Rakyat;
3. Dikelola dengan model Agroforestry dengan
ditanaman kayu, buah-buahan dan tanaman
pangan (sengon, duren, kopi, kapulaga dll)
4. Pendanaan pengelolaan dilakukan dengan
cara swadaya/iuran dan tidak mendapatkan
bantuan dari pihak pemerintah/swasta
13. Pengaturan Bagi Hasil
• Tidak ada bagi hasil (100% untuk penggarap);
• Kontribusi penggarap berupa iuran anggota
sebesar Rp 400.000/ha/Tahun dan digunakan
untuk : Dana Organisasi, dana kesehatan,
kematian, dana pembangunan desa,
sumbangan sekolah SPP, dan Kegiatan lain;
• Sistem pengaturan modal dan hasil pertanian
anggota dikelola oleh Koperasi;
14.
15. Lokasi dan Luas Garapan
Lokasi Garapan Luas Penggarap Keterangan
Wilayah KK
Desa Kalijaya ( Dsn. 130 Ha 145
Jagrag dan
Munggangerang)
Desa Bojong 25 24
Desa Jadikarya 27 17
Desa Bangunkarya 33,5 67
Jumlah 256 287
16. Hasil Hutan
Sumber : Hasil Kajian PKHR UGM tahun 2012
• Kayu sengon :
Ya = 10/21 Ga
= 10/21 x 6.927
= 3.299 ≈ 3.300 m3/tahun
• Kayu campuran :
Ya = 0,15 Ga
= 0,15 x 469
= 70 m3/tahun
17. Potensi Jumlah Pohon Sengon
Jumlah Pohon seluruh kawasan kelola SPP
Kelas Jumlah
Diamater Pohon
Jumlah Pohon (btg)
40,000
35,000
30,000
25,000
20,000 < 10 39,654
15,000 Jumlah Pohon
10,000
5,000
-
< 10 10-19 20-29 > 30 10-19 17,517
Kelas diamater (cm) 20-29 5,170
18. Potensi Volume (m³) Pohon
Non Sengon
Standing stock seluruh kawasan kelola SPP
Kelas Kayu Kayu
250 Diamater Perkakas Bakar
200
Volume (m3)
150
100
50 <10 19 8.21
-
<10 10-19 20-29 > 30
Kelas Diamater (cm)
Kayu Perkakas Kayu Bakar 10-19 223 95.63
21. Kelayakan Usahatani Agroforestri
Sumber : Hasil Kajian PKHR UGM tahun 2012
Suku bunga 6,45%
Biaya (Rp) Pendapatan NPV
(Rp) Kelayakan
di tingkat
STRATA Luas Pendapatan/T keluarga
(ha) BCR IRR h petani
I
(1-3 kapling) 0,5-1,5 194.198.761 399.472.411 205.273.650 2,06 53% 21.756.911 100%
II
(4-6 kapling) 2,0-3,0 478.509.197 1.157.635.881 679.126.684 2,42 65% 71.980.495 100%
III
(6-12 kapling) 3,5-6,0 2.618.270.087 7.566.231.834 4.947.961.747 2,89 72% 524.433.428 100%
22. Kontribusi Hutan terhadap
Pendapatan Petani
Sumber : Hasil Kajian PKHR UGM tahun 2012
STRATA Luas (ha) Kontribusi Min Max < Rerata
I
(1-3 kapling) 0,5-1,5 61% 21% 100% 7 klg
II
(4-6 kapling) 2,0-3,0 80% 53% 100% 2 klg
III
(6-12 kapling) 3,5-6,0 98% 98% 100% 1 klg
23. Kondisi Masyarakat dan
Perkembangannya (12 Tahun)
• Masyarakat sudah mengelola lahan dan sudah mendapatkan
peningkatan ekonominya;
• 2012- Dari 250 penggarap sudah pergi haji (dari hasil kayu
dan kopi) 12 orang;
• Masyarakat sudah terorganisir dan dinamis dalam menyikapi
berbagai persoalan terutama agraria;
• Masyarakat sudah berkontribusi terhadap pembangunan
desanya;
• Tidak ada lagi pencurian kayu, dan kondisi hutan semakin
hijau dan baik;
• Mendorong upaya penyelesaian Konflik oleh Tim terpadu
penyelesaian sengketa Kabupaten Ciamis;
29. Catatan Akhir
• Sikap Perhutani yang pasif, membiarkan
masyarakat menggarap dengan modelnya
sendiri, tidak ada penangkapan dan
pengusiran petani telah mendorong
meningkatnya ekonomi masyarakat
penggarap, hutan semakin hijau dan tidak ada
pencurian kayu;
• Pola pendekatan keamanan dalam
penyelesaian konflik kehutanan hanya akan
menambah persoalan baru;