1. 1
UNIVERSITY RESIDENCE - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KARASIBAZHU
(Kajian Rabu Siang Ba’da Zhuhur)
Memahami Tuntunan Shalat Tarawih
Dalam Hadits-hadits Nabi Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam
Shalat Tarawih adalah qiyâmul lail yang dilaksananakan pada bulan
Ramadhan, yang sering juga disebut dengan Qiyâmu Ramadhân, yang batass
waktunya adalah antara setelah shalat ‘Isya’ sampai menjelang terbit fajar
(sebelum datang waktu subuh). Sebagaimana hadits berikut,
“Dari ‘Aisyah r.a. – isteri Nabi saw -- dia berkata Rasulullah saw selalu mengerjakan
shalat (malam) pada waktu antara selesai shalat ‘Isya, yang disebut orang “‘al-
atamah” hingga fajar, sebanyak sebelas rakaat. Beliau melakukan sebelas rakaat,
setiap dua rakaat beliau salam, dan beliau juga melakukan witir satu rakaat. Jika
muadzin shalat fajar telah diam, dan fajar telah jelas, sementara muadzin telah
menemui beliau, maka beliau melakukan dua kali raka'at ringan, kemudian beliau
berbaring diatas lambung sebelah kanan hingga datang muadzin untuk iqamat.” (HR
Muslim dari ‘Aisyah r.a., Shahîh Muslim, juz II, hal. 165, hadits no. 1752)
Shalat Tarawih atau Qiyâmu Ramadhân di luar bulan Ramadhan
umumnya disebut dengan shalat lail atau shalat tahajud, qiyâmul lail dan (juga)
disebut dengan ‘witir’, dengan jumlah rakaat yang beragam. Sedang di
lingkungan Muhammadiyah, Shalat Tarawih itu dilaksanakan dengan
jumlah rakaat 11 (rakaat), yang biasa dilaksanakan dengan formasi 4-4-3 atau
2-2-2-2-3 atau (juga) 2-2-2-2-2-1. Formasi pertama didasarkan pada hadits
riwayat Bukhari dari ‘Aisyah r.a.; formasi kedua didasarkan pada hadits
riwayat Bukhari-Muslim dan Ash-hâbus Sunan dari Abdullah bin Umar dan
formasi ketiga didasarkan pada hadits Riwayat Muslim dari Zaid bin Khalid
al-Juhani. Semuanya bernilai shahih, sehingga semuanya bisa diamalkan.
2. 2
Formasi pertama, 4-4-3, didasarkan pada hadits Riwayat Bukhari-
Muslim dari ‘Aisyah r.a.,
“Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam mengerjakan shalat sunnah baik
ketika Ramadhan atau di luar ramadhan tak lebih dari sebelas rakaat, beliau
mengerjakan empat rakaat, kamu tidak usah menanyakan kualitas dan panjangnya
shalat beliau, setelah itu beliau mengerjakan empat rakaat, kamu tidak usah
menanyakan kualitas dan panjangnya shalat beliau, kemudian beliau shalat tiga
rakaat." Aisyah berkata; lalu aku bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah anda tidur
sebelum witir? Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, kedua mataku memang tidur,
namun hatiku tidak.” (HR al-Bukhari dari ‘Aisyah r.a., Shahîh al-Bukhâriy, juz
XI, hal. 404, hadist no. 3304 dan Muslim dari ‘Aisyah r.a., Shahîh Muslim, II,
166, hadits no. 1754)
Formasi kedua didasarkan pada riwayat Bukhari-Muslim dan Ash-
hâbus Sunan dari Abdullah bin Umar r.a..
“Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam shalat malam dua raka'at dua raka'at, dan
witir dengan satu raka'at.” (HR al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz II, hal. 31,
hadits no. 995; Muslim, Shahîh Muslim, juz II, hal. 174, hadits no. 1797; Ibnu
Majah dari Abdullah bin Umar, Sunan ibn Mâjah, juz II, hal. 150, hadits no.
1174; An-Nasâi, Sunan an-Nasâi, juz I, hal. 248, hadits no. 437; dan At-
Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, juz II, hal. 324, hadits no. 461)
Formasi ketiga didasarkan pada hadits Riwayat Muslim dari Zaid bin
Khalid al-Juhani,
3. 3
“Dari Zaid bin Khalid al-Juhani bahwa ia berkata; Saya benar-benar akan
memperhatikan shalat Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam pada malam ini.
(Maka saya melihat) beliau shalat dua raka'at ringan. Kemudian beliau shalat dua
raka'at yang sangat panjang. Kemudian beliau shalat dua raka'at lagi selain dua
raka'at sebelumnya. Kemudian beliau shalat dua raka'at lagi selain dua raka'at
sebelumnya. Kemudian beliau shalat lagi selain dua raka'at sebelumnya. Kemudian
beliau shalat dua raka'at lagi selain dua raka'at sebelumnya. Dan sesudah itu beliau
shalat witir, hingga bilangan semua raka'atnya adalah tiga belas raka'at.” (HR
Muslim Dari Zaid bin Khalid al-Juhani, Shahîh Muslim, juz II, hal. 183, hadits
no. 1840)
Adapun formasi-formasi lain dari Qiyâmul Lail bisa kita temukan
dasarnya dari hadits-hadits berikut.
1. Formasi 8-1-2
Formasi ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dari Abu
Salamah,
4. 4
“Dari Abu Salamah dia berkata: “Saya bertanya kepada ‘Aisyah tentang shalat
(malam) Rasulullah saw. ‘Aisyah pun menjawab, (bahwa) Rasulullah saw
menunaikan shalat 13 rakaat. Beliau tunaikan shalat delapan rakaat, kemudian
menunaikan witir satu rakaat, lalu beliau shalat 2 rakaat sambil duduk, saat hendak
ruku’ beliau berdiri, kemudian ruku’. Setelah itu, bekliau tunaikan shalkat (qabla
shubuh) dua rakaat antara adzan dan iqamah sebelum shalat shubuh.” (HR Muslim
dari Abu Salam, Shahîh Muslim, juz II, hal. 166, hadits no. 1758)
2. Formasi 8-2-1
Formasi ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Dawud dari Qatadah.
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Sa'id dari Sa'id dari Qatadah dengan sanad seperti hadits di atas, dia
berkata; "Beliau mengerjakan shalat delapan raka'at, dan tidak duduk kecuali di
raka'at ke delapan, kemudian beliau duduk dan berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla,
lalu berdo'a kemudian beliau mengucapkan salam yang dapat kami dengar. Setelah
itu beliau shalat dua raka'at dalam keadaan duduk, setelah salam beliau mengerjakan
satu raka'at lagi, hingga jumlahnya menjadi sebelas raka'at. wahai anakku, ketika
usia beliau telah lanjut dan telah tua, beliau mengerjakan witir tujuh raka'at, dan
shalat dua raka'at dalam keadaan duduk setelah beliau memberi salam." …dengan
maksud yang sama (dengan hadits di atas) sampai pada kalimat…"Musyafahah
(berbicara langsung)." (HR Abu Dawud dari Qatadah, Sunan Abî Dâwud, juz II,
hal. 41, hadits no. 1343)
3. Formasi 9-2
5. 5
Formasi ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dari Sa’ad bin
Hisyam.
“Dari Sa'ad bin Hisyam dia berkata:"Wahai Ummul mukminin, beritahukanlah
kepadaku tentang witir Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam! Jawabnya; "Kami
dulu sering mempersiapkan siwaknya dan bersucinya, setelah itu Allah
membangunkannya sekehendaknya untuk bangun malam. Beliau lalu bersiwak dan
berwudhu` dan shalat sembilan rakaat. Beliau tidak duduk dalam kesembilan rakaat
itu selain pada rakaat kedelapan, beliau menyebut nama Allah, memuji-Nya dan
berdoa kepada-Nya, kemudian beliau bangkit dan tidak mengucapkan salam. Setelah
itu beliau berdiri dan shalat untuk rakaat ke sembilannya. Kemudian beliau berdzikir
kepada Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, lalu beliau mengucapkan salam
dengan nyaring agar kami mendengarnya. Setelah itu beliau shalat dua rakaat setelah
salam sambil duduk, itulah sebelas rakaat …” (HR Muslim dari Sa’d bin Hisyam,
Shahîh Muslim, juz II, hal. 168, hadits no. 1773)
Dan (juga) hadits Riwayat Ahmad dari Abu Salamah.
“Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Muhammad bin 'Amru berkata; Telah
menceritakan kepadaku Abu Salamah, dia berkata; Saya bertanya kepada Aisyah;
6. 6
"Bagaimana shalat Rasulullah Shallallâhu'alaihiwasallam sesudah 'isya' yang
terakhir?" ia menjawab; "Sembilan beliau berdiri, dua duduk, dan dua setelah dua
adzan." (HR Ahmad dari Abu Salamah, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz VI,
hal. 55, hadits no. 24320)
4. Formasi 10-1
Formasi ini didasarkan pada hadits riwayat An-Nasâi dari ‘Aisyah.
“Dari ‘Aisyah r.a. dia berkata: “Rasulullah saw menunaikan shalat malam sepuluh
rakaat, kemudian menunaikan witir satu rakaat, lalu beliau menunaikan shalat sunag
qabla shubuh dua rakaat.” (HR an-Nasâi, Sunan an-Nasâi, juz I, hal. 243,
hadits no. 421)
5. Formasi 4-5-2
Formasi ini didasarkan pada hadits riwayat An-Nasâi dari Abdullah
bin Abbas.
“Dari Abdullah bin Abbas dia berkata: “Aku bermalam di rumah (bibiku)
Maimunah, kemudian Rasulullah saw shalat ‘Isya’, lalu dating untuk menunaikan
shalat malam, lalu beliau tunaikan empat rakaat, lalu tidur, kemudian beliau bangun
dan berwudhu. Kata Abdullah bin Abbas: “Aku tidak mengingat wudhunya,
kemudian beliau berdiri untuk menunaikan shalat malam, aku pun ikut berdiri di
samping kirinya, lalu beliau menempatkanku di samping kanannya, lalu beliau shalat
lima rakaat, lalu dua rakaat, lalu belaiu tidur, kemudian (bangun lagi untuk) shalat
dua rakaat qabla shubuh, lalu beliau keluar rumah menuju masjid untukm shalat
shubuh.” (HR an-Nasâi dari Abdullah bin Abbas, Sunan an-Nasâi, juz I, hal.
239, hadits no. 406)
7. 7
6. Formasi 2-2-2-5
Formasi ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dari ‘Aisyah r.a.
“Dari ‘Aisyah r.a. dia berkata: “Adalah Rasulullah saw menunaikan shalat malam
13 rakaat. Beliau menunaikan witir 5 rakaat yang tidak duduk kecuali di akhir
rakatnya.” (HR Muslim dari ‘Aisyah r.a., Shahîh Muslim, juz II, hal. 166,
hadits no. 1754)
7. Formasi 8-3
Formasi ini didasarkan pada hadits riwayat an-Nasâi dari Abu
Salamah.
“Dari Abu Salamah, bahwa Ummu Salamah berkata: “Rasulullah saw menunaikan
shalat malam 13 rakaat (dengan formasi) delapan rakaat, kemudian witir 3 rakaat
dan menunaikan shalat dua rakaat sebelum shubuh.” (HR an-Nasâi dari Abu
Salamah, Sunan an-Nasâi, juz I, hal 240, hadits no. 410)
8. Formasi 2-7-2
Formasi ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Dawud dari ‘Aisyah
r.a..
8. 8
“Dari ‘Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw menunaikan shalat malam 13 rakaat,
beliau melakukan witir 7 rakaat atau sebagaimana dikatakan ‘Aisyah r.a. kemudian
Rasulullah saw menunaikan dua rakatmsambil duduk dan dua rakaat sunat sebelum
shubuh di antara adzab dan iqamah.” (HR Abu Dawud dari ‘Aisyah r.a., Sunan
Abî Dâwud, II, 43, hadits no. 1350)
Shalat Tarawih Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia
pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah
mengatakan,
“Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam mengerjakan shalat sunnah baik ketika
Ramadhan atau diluar ramadhan tak lebih dari sebelas rakaat, beliau mengerjakan
empat rakaat, kamu tidak usah menanyakan kualitas dan panjangnya shalat beliau,
setelah itu beliau mengerjakan empat rakaat, kamu tidak usah menanyakan kualitas
dan panjangnya shalat beliau, kemudian beliau shalat tiga rakaat." Aisyah berkata;
lalu aku bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum witir? Beliau
menjawab: "Wahai 'Aisyah, kedua mataku memang tidur, namun hatiku tidak.”
(HR Muslim dari ‘Aisyah r.a., Shahîh Muslim, II, 166, hadits no. 1754)
‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ mengabarkan,
9. 9
–
»
“Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam keluar di tengah malam
untuk melaksanakan shalat di masjid, orang-orang kemudian mengikuti beliau dan
shalat di belakangnya. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian
tersebut. Kemudian pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah
banyak lalu ikut shalat dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali
membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang
yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian
pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama’ah hingga akhirnya
beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah beliau selesai shalat Fajar, beliau
menghadap kepada orang banyak membaca syahadat lalu bersabda: “Amma ba’du,
sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi
aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak
mampu.”(HR al-Bukhari dari ‘Aisyah r.a., Shahîh al-Bukhâriy, juz II, hal 13,
hadits no. 924)
As- Suyuthi mengatakan, “Telah ada beberapa hadits shahih dan
juga hasan mengenai perintah untuk melaksanakan qiyamul lail di bulan
Ramadhan dan ada pula dorongan untuk melakukannya tanpa dibatasi
dengan jumlah raka’at tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang
mengatakan bahwa jumlah raka’at tarawih yang dilakukan oleh Nabi
shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah 20 raka’at. Yang dilakukan oleh beliau
adalah beliau shalat beberapa malam namun tidak disebutkan batasan jumlah
raka’atnya. Kemudian beliau pada malam keempat tidak melakukannya agar
orang-orang tidak menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib.” (Lihat: Al-
Mausû’ah al-Fiqhiyyah, juz II, hal. 9635)
10. 10
Ibnu Hajar Al-Haitsamiy mengatakan, “Tidak ada satu hadits shahih
pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam melaksanakan
shalat tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang mengatakan “Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20 raka’at”, ini adalah
hadits yang sangat-sangat lemah.”(ibid.)
Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, “Adapun yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadhan 20 raka’at ditambah witir, sanad
hadits itu adalah dha’if. Hadits ‘Aisyah yang mengatakan bahwa shalat Nabi
tidak lebih dari 11 raka’at juga bertentangan dengan hadits Ibnu Abi Syaibah
ini. Padahal ‘Aisyah sendiri lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pada waktu malam daripada yang
lainnya.” (Fathul Bâri, juz IV, hal. 254)
Jumlah Raka’at Shalat Tarawih yang Dianjurkan
Jumlah raka’at shalat tarawih yang dianjurkan adalah tidak lebih
dari 11 atau 13 raka’at. Inilah yang dipilih oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang telah lewat.
Juga terdapat riwayat dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
“Shalat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at, yakni
padad malam hari.” (HR. Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz II, hal. 64, hadits no.
1138 dan Muslim, Shahîh Muslim, juz II, hal. 183, hadits no. 1839). Sebagian
ulama mengatakan bahwa shalat malam yang dilakukan Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam adalah 11 raka’at. Adapun dua raka’at lainnya adalah dua
raka’at ringan yang dikerjakan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam sebagai
pembuka melaksanakan shalat malam, sebagaimana pendapat ini dikuatkan
oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bâri. (Fathul Bari, juz III, hal. 21)
Di antara dalilnya adalah ‘Aisyah mengatakan,
.
11. 11
“Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam jika hendak melaksanakan shalat malam,
beliau buka terlebih dahulu dengan melaksanakan shalat dua rak’at yang
ringan.”[HR Muslim dari ‘Aisyah r.a., Shahîh Muslim, juz II, hal. 184, hadits
no. 1842) Dari sini menunjukkan bahwa disunnahkan sebelum shalat malam,
dibuka dengan 2 raka’at ringan terlebih dahulu.
Bolehkah Menambah Raka’at Shalat Tarawih Lebih dari 11 Raka’at?
Mayoritas ulama terdahulu dan ulama belakangan, mengatakan
bahwa boleh menambah raka’at dari yang dilakukan oleh Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam.
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak
memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nâfilah
(yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh
mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan
banyak.”(At-Tamhîd, juz XXI, hal. 70)
Bilangan shalat tarawih 11 atau 13 raka’at yang dilakukan oleh Nabi
shallallâhu ‘alaihi wa sallam bukanlah merupakan pembatasan. Sehingga para
ulama dalam pembatasan jumlah raka’at shalat tarawih ada beberapa
pendapat.
Pendapat pertama, yang membatasi hanya sebelas raka’at.
Alasannya karena inilah yang dilakukan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Inilah pendapat Syaikh Al-Albani dalam kitab beliau Shalâtut Tarâwîh.
Pendapat kedua, shalat tarawih adalah 20 raka’at (belum termasuk
witir). Inilah pendapat mayoritas ulama semacam Ats-Tsauri, Al-Mubârak,
Asy-Syafi’i, Ash-haâbur Ra’yi, juga diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Ali dan
sahabat lainnya. Bahkan pendapat ini adalah kesepakatan (ijma’) para
sahabat.
Pendapat ketiga, shalat tarawih adalah 39 raka’at dan sudah
termasuk witir. Inilah pendapat Imam Malik. Beliau memiliki dalil dari
riwayat Daud bin Qais, dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan riwayatnya
shahih.
Pendapat keempat, shalat tarawih adalah 40 raka’at dan belum
termasuk witir. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh ‘Abdurrahman bin Al-
Aswad shalat malam sebanyak 40 raka’at dan beliau witir 7 raka’at. Bahkan
Imam Ahmad bin Hambal melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan
dengan jumlah raka’at yang tak terhitung sebagaimana dikatakan oleh
‘Abdullah, anaknya. (Lihat: Kasyaful Qanâ’ ‘an Matnil Iqnâ’, juz III, hal. 267
dan Shahîh Fiqh Sunnah, juz I, 418-419)
12. 12
Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang ada sebagaimana
dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Semua jumlah raka’at di atas
boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan
berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah
melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. Kalau
jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka
lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka’at ditambah dengan
witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini dipraktikkan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi
wa sallam sendiri di bulan Ramadhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi
seperti itu, demikianlah yang terbaik.
Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan raka’at-
raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at
itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak
ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara
jumlah raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun
seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga
diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama
juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan
ulama lainnya.
Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam
di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka
sungguh dia telah keliru.” (Majmû’ al-Fatâwâ, juz XXII, hal. 272)
Dari penjelasan di atas, bisa kami katakana: “hendaknya setiap
muslim bersikap ‘arif (bijak) dalam menyikapi permasalahan ini. Sungguh
tidak tepatlah kelakuan sebagian saudara kami yang berpisah dari jama’ah
shalat tarawih setelah melaksanakan shalat 8 atau 10 raka’at, karena mungkin
dia tidak mau mengikuti imam yang melaksanakan shalat 23 raka’at atau dia
sendiri ingin melaksanakan shalat 23 raka’at di rumah. Karena shalat tarawih
yang 11 rakaat pun sudah mencukupi bilangan yang seharusnya
dilaksanakan, tanpa harus menambahnya dengan rakaat yang lain yang bisa
menggenapi bilangan 23 rakaat.”
Wallâhu a’lamu bish-shawâb.