1. AUTISME
Psikologi ABK:
By Team 4:
M. Rafi Oktavian (G1C120023)
Ulja Okta Fkriyanti (G1C120067)
Diva Syifa Altila (G1C120077)
Deny Firmansyah (G1C120085)
2. Autisme merupakan gangguan perkembangan perpasif pada
anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan
keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku
(behavior), komunikasi dan interaksi sosial.
PERTANYAAN #1:
AUTISME ITU APA?
3. Anak dengan gangguan autisme mempunyai karakteristik dalam bidang komunikasi,
interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi sebagai berikut:
Gangguan Sensoris
- Sangat sensitif terhadap sentuhan.
- Menutup telinga ketika mendengar suara yang keras.
- Senang menyium dan menjilat mainan atau benda-benda.
- Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
PERTANYAAN #2:
CIRI-CIRINYA BAGAIMANA YA?
Emosi
- Sering marah-marah, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan.
- Tempertantrum jika tidak dipenuhi keinginannya.
- Kadang suka menyeran dan merusak.
- Terkadang menunjukkan perilaku menyakiti diri.
- Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang
lain.
Interaksi Sosial
- Lebih suka menyendiri
- Tidak ada atau sedikit kontak mata
- Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
- Bila diajak bermain, anak tidak mau dan menjauh
Perilaku
- Menunjukkan perilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan
(deficit)
- Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-
goyang, mengepakkan tangan, berputar-putar, dan melakukan
gerakan yang berulang-ulang.
- Terkadang suka duduk bengong dengan tatapan yang kosong.
- Tidak suka pada perubahan.
4. Komunikasi
- Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
- Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah bicara
tapi kemudian sirna.
- Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
- Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak
dapat dimengerti orang lain.
- Bicara tidak dipakai sebagai alat komunikasi.
- Senang meniru atau membeo (echolalia).
- Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau
sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
- Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa
yang ia inginkan.
PERTANYAAN #2:
CIRI-CIRINYA BAGAIMANA YA?
Pola Bermain
- Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
- Tidak suka bermain dengan teman sebaya.
- Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik
lalu rodanya diputar-putar
- Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda
sepeda.
- Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang
dipegang terus dan dibawa kemana-mana.
5. PERTANYAAN #3:
BAGAIMANA
PENGKLASIFIKASIAN AUTISME?
Dikutip dari buku "Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme
YPAC", autisme diklasifikasikan berdasarkan empat kelompok
kondisi: waktu munculnya kelainan, tingkat intelektualnya,
interaksi sosialnya dan prediksi kemandiriannya.
6. Waktu Munculnya Kelainan
LANJUTAN #3:
DETAIL KLASIFIKASI (YPAC)
Autisme infantil, jika kelainan pada anak
sudah terlihat sejak kecil.
Autisme fiksasi, jika anak lahir dalam kondisi
normal, namun seiring bertambah usia tanda-
tanda autisnya baru muncul.
Menyendiri: menarik diri, abai dan risih bila
dilakukan pendekatan sosial.
Pasif: bisa menerima pendekatan sosial dan
bermain apabila pola permainan sesuai dengan
dirinya.
Aktif tapi aneh: suka spontan berinteraksi
dengan anak lain, tetapi interaksi yang
ditunjukkan suka tidak sesuai; hanya sepihak.
Interaksi Sosial
Autis berketerbelakangan mental sedang
(IQ < 50)
Autis berketerbelakangan mental ringan
(IQ 50-70)
Autis tidak mengalami keterbelakangan mental
(IQ > 70)
Intelektual
Prognosis buruk: tidak bisa mandiri (⅔ dari
penyandang autis)
Prognosis sedang: masalah perilaku masih ada,
tetapi menunjukkan peningkatan pada bidang
sosial dan pendidikannya (¼ dari penyandang
autis)
Prognosis baik: interaksi dan kehidupan sosialnya
mendekati normal dan berfungsi dengan baik di
lingkungannya. (1/10 dari penyandang autis).
Prediksi kemandirian
7. LANJUTAN #3:
KLASIFIKASI (CARS)
Autisme
Ringan
Autisme
Berat
Autisme
Sedang
Kesulitan berkomunikasi lebih besar
dari autisme ringan
Tidak menunjukkan kontak mata
Tidak merespon panggilan
Tidak bisa mengekspresikan emosi
melalui intonasi suara maupun raut
wajah
Menunjukkan kontak mata
Dapat merespon panggilan
Dapat menunjukkan ekspresi-
ekspresi muka dalam
komunikasi dua arah
Sedikit kesulitan dalam
bersosialisasi
Sulit hidup mandiri
Pola perilaku yang repetitif
Kurang sensitif atau
terkadang terlalu sensitif
terhadap stimulus dari luar
8. PERTANYAAN #4:
BAGAIMANA PENANGANAN AUTISME?
Jenis Tindak Verbal Terapi
Tindak Direktif
Tindak direktif merupakan
tindak tutur yang dalam
menyampaikan tuturan
mengharapkan anak autis
melakukan tindakan.
Tindak Ekspresif
Tindak ekspresif merupakan
tindak tutur yang menyatakan
suasana hati atau perasaan
terapis. Ada dua indikator
tindak ekspresif, yaitu bentuk
pujian dan bersyukur atau
berterima kasih.
Tindak Asertif
Tindak asertif merupakan tindak
tutur dalam menyampaikan suatu
hal terapis menggunakan proposisi
tertentu sehingga mewakili ekspresi
kebenaran dari sesuatu yang
disampaikannya
9. KASUS AUTISME:
ANAK AUTIS PUNYA CITRA TROUBLE MAKER
Belasan tahun sudah Lusiana Handoko mengasuh Gevin, anak laki-lakinya yang membutuhkan perawatan khusus sejak bayi. Saat baru berusia satu
tahun, buah hatinya itu divonis mengalami autisme. Kenyataan itu harus diterima Lusi, setelah dia menanyakan penyebab lambatnya perkembangan sang
anak ke dokter. Dia menceritakan, kala itu, Gevin sangat lambat saat melakukan kontak mata dan berbicara. Seiring waktu berjalan, Lusi juga
menyadari lemahnya perilaku, komunikasi dan interaksi sosial Gevin. Beberapa tempat terapi pun didatanginya untuk membantu perkembangan anaknya.
Namun dia pulang ke rumah dengan murung karena sebagian hatinya tidak bisa membayangkan seperti apa masa depan buah hatinya itu. Pertemuan
demi pertemuan pun didatanginya, hingga membawa Lusi bertemu dengan Ketua Yayasan Autisma Indonesia, Melly Budhiman. Sejak saat itu, pengetahuan
tentang penanganan anak autis pun didapatinya.
Kini, Gevin telah duduk di bangku kelas XI salah satu Sekolah Menengah Umum di Jakarta. "Banyak sekolah menolak karena begitu mereka menerima
anak autis, maka mereka harus menyediakan dukungan pembelajaran dan memberikan akomodasi pembelajaran lebih kepada anak autis dibandingkan yang
lainnya. Menurutnya, besar kemungkinan, penolakan sekolah-sekolah di sini terpaksa dilakukan karena setiap pekannya perlu waktu khusus untuk melatih
anak autis belajar mengorganisir tugas rumah mereka.
Gevin sendiri kerap diberikan tempat khusus saat ujian. Sebuah ruangan yang hanya berisikan dirinya dan pengawas diberikan, lantaran konsentrasinya
yang sangat mudah terganggu. Tak hanya itu, penggunaan komputer juga diberikan kepada anaknya, karena tulisan tangan yang sulit dibaca. Sayangnya,
kesempatan yang diberikan oleh sekolah malah sering menimbulkan kecemburuan dari orang tua murid yang lain. Lusi menilai, banyak orang tua yang tidak
memahami kondisi anak autis. "Diskriminasi yang paling sering dirasakan itu di sekolah. Dari segi pendidikan, sulit sekali anak autis diterima karena citra
mereka sebagai trouble maker," kata Lusi. Citra 'pembuat onar' ini muncul karena beberapa anak autis tak bisa mengendalikan diri. Di sisi lain, Melly,
yang sudah mahfum dalam menghadapi situasi penanganan anak autis mengungkapkan, hingga kini masih ada kasus anak autisme yang dibully oleh teman
sekolahnya, ataupun kasus kekerasan yang dialami oleh anak-anak autis dari kawan sebayanya.
10. REFERENSI:
Cummings, Louise.1999. Pragmatics, A Multidisciplinary Perspective. Oxford University Press Inc., New York.
Cummings, Louise. 2010. Pragmatik Klinis. Kajian tentang Penggunaan dan Gangguan Bahasa Secara Klinis. Terjemahan (Editor) Prof. Dr.
Abdul Syukur Ibrahim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Delphie, Bandi. 2009. Pendidikan Anak Autis. Klaten: PT Intan Sejati.
Instalasi Mutiara Hati, 2006. Penatalaksanaan Holistik Anak Autisme dan Anak Dengan Kebutuhan Khusus. Malang: Rumah Sakit Islam
Malang UNISMA.
Nugroho. 2011. Mensos Dukung Pembuatan Film Dokumenter Autisme. http: //www. rri.co.id/index.php. Diunduh, 27 April 2011.
Owens, Robert E. 1991. Language Disorder. A Functional Approach to Assesment dan Intervention. New York: Macmillan Publishing
Company.
Priyatna, Andri. 2010. Amazing Autizm, Memahami, Mengasuh, dan Mendidik Anak Autis. Jakarta: PT Gramedia.
YPAC. 2011. Buku Pedoman Penanganan dan Pendidikan Autisme YPAC.
Fakhiroh, Ely. 2011 Studi Deskriptif mengenai penerimaan dan perlakuan orang tua serta keluarga pada anak Autis. Digital Library UIN
Sunan Ampel Surabaya. http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/9275