Gerakan pembaharuan pendidikan Islam pada abad ke-18 dan 19 ditandai dengan munculnya pemikiran baru untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan modern Barat ke dalam pendidikan agama, seperti yang digagas oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Rida. Keduanya berupaya memodernisasi pendidikan Islam tanpa meninggalkan nilai-nilai dasarnya."
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
modenisasi pendidikan islam.pptx
1. Pembaharuan dan Modernisasi
Pendidikan Islam
Oleh: Heru Chakra s & Afif Gita F
• Latar Belakang
• Pengertian modernisasi
• Keadaan pada abad 18 - 19
• Pemikiran para tokoh
2. Latar belakang
Dalam sejarah peradaban Islam, abad ke-18 menempati posisi
tersendiri. Ummat Islam pada itu, dipandang sebagai awal dari satu
peradaban. dikenal dengan masa modern. Di bawah dominasi
budaya Barat, masa ini ditandai dengan adanya kemajuan pesat
dalam bidang sains dan teknologi, yang dipandang mampu
mengubah hal-hal fundamental dalam kehidupan manusia
Gerakan pembaruan Islam adalah sebuah kenyataan historis, sebagai
cermin implementasi respons positif terhadap modernisme, untuk
kemudian melahirkan dinamika dan gerakan pemikiran yang
3. “sesungguhnya Islam sebagai gerakan
kultural menolak pandangan-pandangan
kuno yang statis dan bahkan sangat
mendorong pandangan-pandangan
dinamis”.
Gerakan pembaruan pemikiran Islam, ditandai dengan pemikiran-
pemikiran yang kritis pada modernisme (Barat).
Dan berupaya mencari alternatif-alternatif non-Barat, untuk
membangun Islam.
4. Kelompok pertama, menghendaki Arabisasi didorong oleh alasan yang
menyatakan bahwa selama kejayaan Islam bahasa Arab dan budaya
Arab merupakan hal nyata digunakan untuk kemajuan bersama,
memang ketika imperium Islam dibangun atas budaya-budaya Arab, khususnya
suku Quraisy, walapun dalam sebuah hadits dinyatakan al-Quran ini bukan untuk
Quraisy namun untuk sekalian umat.
Tokohnya : Kawakibi, Seorang Romantisisme
“If I had an army at my command I would overthrow
Abdulhamid’s (Sultan of the Ottoman Empire)
government in 24 hours”. Kawakibi.
5. Kelompok kedua yaitu yang cenderung ke modernisasi dan
sekularisasi, sebagaimana yang dilakukan oleh Kemal Ataturk dalam
negara Turki, yang mencoba membangun negaranya dengan paradigma
Barat, ia mengembalikan agama sebagai urusan privat dan
negara tidak mencampurinya.
Mustafa Kemal Atatürk (19 Mei 1881 – 10
November 1938), hingga 1934 namanya
adalah Gazi Mustafa Kemal Paşa, adalah seorang
perwira militer dan negarawan Turki yang
memimpin revolusi negara itu. Ia juga merupakan
pendiri dan presiden pertama Republik Turki.
Dia berideologi sekularis dan nasionalis
6. Diantara dua kelompok besar itu muncul
pula tokoh pembaharu yang moderat
satu sisi mencoba untuk
mempertahankan warisan islam disisi
lain juga berupaya melakukan
pembaharuan terhadap pemikiran
islam salah satunya antara lain:
Muhammad Abduh dan
Sayyid Muhammad Rasyid Rida
Muhammad Abduh
Rasyid Rida
7. Keadaan pada abad 18 dan 19
Abad 18 dan awal abad 19 adalah bagian
dari rentetan sejarah kemunduran umat
Islam. Dunia Islam mengalami kemunduran
yang sangat memprihatinkan. Dunia
Islam terkukung oleh penjajah.
Wilayah Islam yang sebelumnya berada
dalam naungan Khilafah Utsmaniyah
menjadi sasaran jajahan oleh bangsa-
Eropa.
Kebangkitan Eropa disertai dengan ekspansi
mereka ke berbagai wilayah Islam.
8. Di samping kekalahan politik
dan militer,
umat Islam juga mengalami
stagnasi intelektualitas.
Situasinya sangat berbedaa jika
dibandingkan dengan kemajuan
Eropa yang tersentuh
renaissance pada saat itu.
10. Pertama, kelompok
konservatif yang terwakili
oleh para pembesar
ulama Azhar. Mereka
sangat menolak segala
macam bentuk perubahan.
Orientasi pandangan
mereka hanya mengacu
pada kejayaan Islam
masa klasik.
Acuannya selalu berbalik ke sebuah zaman klasik. Menilai masa itu dengan
semangat kultusisme atau fanatik tanpa boleh disentuh oleh pembaharuan-
pembaharuan.
11. Kedua, golongan pembaharu atau kelompok terpelajar dari Barat yang mulai
mengenal seperangkat metode modern. Mereka meyakini bahwa melihat
sejarah keemasan Islam dengan semangat pengkultuasan adalah
usaha bodoh yang hanya memasung kebebasan berpikir.
12. Muhammad Abduh prihatin akan dikotomi pendidikan di Mesir, yaitu pendidikan yang
Barat yang modern di satu sisi dan pendidikan agama yang tradisional di sisi yang lain,
Pada saat itu, sekolah modern hanya mengajarkan ilmu pengetahuan Barat
sepenuhnya, dan mengabaikan ilmu agama. Demikian pula sebaliknya, di sekolah
agama hanya mengajarkan ilmu agama dan mengabaikan ilmu pengetahuan Barat.
Mengakibatkan output pendidikan yg memiliki orientasi berbeda.
13. “Pendidikan yang akan berhadapan dengan realitas yang berubah
tidak mungkin berpijak dengan cara lama yang boleh jadi sudah usang.
Tapi sebaliknya, terutama pendidikan Islam tidak akan mungkin
berjalan secara baik bila tidak berpijak pada nilai-nilai agama yang
melampau paradigma Barat yang material”.
14. Oleh sebab itu, pendapat Muhammad Abduh menjawab dikotomi itu
dengan gagasan equalisasi pendidikan, yaitu pendidikan yang
menyeimbangan keduanya.
Di mana ilmu pengetahuan Barat dan agama diintegrasikan.
Tegasnya, tidak semata-mata membuat peserta didik pandai
dalam ilmu-ilmu umum, tapi pada saat yang bersamaan juga
pandai dalam ilmu keagamaan.
15. Menurut Gibb dalam Mukti Ali menyebutkan
dalam karyanya, Modern Trends in Islam,
menyebutkan empat agenda pembaharuan
Muhammad Abduh. Yaitu:
1. Purifikasi
2. Reformasi
3. Pembelaan Islam
4. Reformulasi
16. Rasyid Ridha adalah seorang intelektual muslim dari Suriah yang
mengembangkan gagasan modernisme Islam yang awalnya digagas
oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh.
“Saya sudah menjalani Tarekat Naqsyabandiyyah, mengenal yang
tersembunyi dan paling tersembunyi dari misteri-misteri dan
rahasia-rahasianya. Aku telah mengarungi lautan Tasawuf dan
telah meneropong intan-intan di dalamnya yang masih kokoh dan
buih-buihnya yang terlempar ombak. Namun akhirnya petualangan
itu berakhir ke tepian damai, ‘pemahaman Salaf ash-Shalih’dan
tahulah aku bahwa setiap yang bertentangan dengannya adalah
kesesatan yang nyata.”
17. Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat muslim saat itu, dibandingkan
masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan tersebut antara lain
kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta
(taqlid), minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan
kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan
timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang
sains dan teknologi.
Ia berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip-
prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam menghadapi
realita modern.
18. Dalam bidang Pendidikan Rasyid Rida membentuk lembaga pendidikan yang
bernama “al-Dakwah Wal Irsyad” pada tahun 1912 di Kairo. Mula-mula
beliau mendirikan madrasah tersebut di Konstantinopel terutama meminta
bantuan pemerintah setempat akan tetapi gagal, karena adanya keluhan-
keluhan dari negeri-negeri Islam, di antaranya Indonesia, tentang aktivitas misi
Kristen di negeri-negeri mereka. Untuk mengimbangi sekolah tersebut
dipandang perlu mengadakan sekolah misi Islam
Muhammad Rasyid Ridha juga merasa perlu dilaksanakannya ide
pembaharuan dalam bidang pendidikan. untuk itu ia melihat perlu
ditambahkan ke dalam kurikulum mata-mata pelajaran berikut: teologi,
pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung,
ilmu kesehatan, bahasa-bahasa asing dan ilmu mengatur rumah tangga
(kesejahteraan keluarga), yaitu disamping fiqh, tafsir, hadits dan lain-lain yang
biasa diberikan di Madrasah-madrasah tradisional.