3. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
PETA JALAN PENGENDALIAN PRODUK TEMBAKAU NDONESIA
Perlindungan terhadap Keluarga, Generasi Muda dan Bangsa terhadap Ancaman
Bahaya Rokok.
Hak cipta ada pada tim editor
@ Indonesian Tobacco Control Network
Aliansi Pengendalian Tembakau Indonesia
Alamat:
Jalan benda IV No.25 kebayoran Baru Jakarta Selatan
Telp: (021) 739318
Tim Editor:
Dr. Sudibyo Markus MBA, Dr. Kartono Mohamad, Dr. Prijo Sidipratomo Sp Rad, Mia Hanafiah,
Dr. Widyastuti Soerojo MPH, Dr. Hakim Sarimuda Pohan Sp.OG., DR. Rohani Budi Prihatin, Dr.
Alex Papilaya MPH, Dra. Tien Sapartinah, Drs. Abdillah Ahsan, Tulus Abadi S.H,
Siti Masyitah S.E., MA., Deni Wahyu Kurniawan S.Th.I,
M. Abdoel Malik R.
ISBN No. 978-979-636-151-9
Hak Terbit
Penerbit:
Muhammadiyah University Press
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kampus I Gd. I,
Jalan A. Yani Tromol Pos I Pabelan
Surakarta
57102
Telp. 0271 717417
Fax 0271 715448
ii
4. -- Sambutan-Sambutan --
Kata Pengantar
Universitas Muhammadiyah Surakarta
University Press
Bismillahirrahmanirahiem
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), melalui UNIVERSITY PRESSnya
bersyukur, dapat berkontribusi dalam Penerbitan Road Map atau Peta Jalan
Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia ini, yang digagas oleh Aliansi Masyarakat
Pengendalian Tembakau Indonesia. Keterlibatan UMS University Press tersebut, merupakan
bagian dari tanggung jawab lembaga pendidikan tinggi dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi,
tidak saja dari sisi Pengabdian Masyarakat, tapi juga dalam tugas Pendidikan dan Penelitian,
karena ternyata Road Map Pengendalian Produk Tembakau ini amat sarat dengan panggilan
untuk mendidik masyarakat, serta meneliti lebih lanjut berbagai dampak negative dari
konsumsi rokok.
Sebagai salah satu Lembaga Pendidikan Tinggi milik Muhammadiyah, keterlibatan
University Press UMS ini juga merupakan panggilan untuk berdakwah dan amar makruf
nahi munkar, untuk selalu mengingatkan, agar masyarakat perokok selalu berusaha dan
tak kenal menyerah untuk meninggalkan kegiatan buruk yang bersifat khobaa’itz atau
merusak diri sendiri dan bunuh diri pelan-pelan tersebut.
Terlebih lagi, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sebagai tindak lanjut dari Fatwa bahwa
merokok hukumnya adalah haram, telah pula memerintahkan seluruh lembaga amal usaha
Muhammadiyah, lembaga pendidikan sejak Bustanul Atfal atau Taman Kanak-Kanak hingga
lembaga Pendidikan Tingginya, lembaga pelayanan kesehatan atau Rumah Sakit, lembaga
pelayanan sosial berupa Panti Asuhan, bahkan forum-forum Musyawarah Muhammadiyah,
untuk secara istiqomah pula, membebaskan diri dari asap rokok, maupun sponsor dan
iklan rokok. Sekali lagi diperlukan sikap istiqomah, kesabaran, melalui upaya-upaya
pendidikan, penyadaran, karena sungguh tidak mudah bagi para perokok untuk dengan
serta merta menghentikan kebiasaan merokok yang adiktif tersebut.
iii
5. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Kiranya kontribusi kecil University Press UMS dalam mencetak dan menerbitkan
Road Map atau Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau ini, memberi manfaat kepada
masyarakat luas .
Semoga Allah swt meridloi dan memberkati segala ikhtiar dan amal usaha kemanusiaan
iv
kita bersama. Amien.
Surakarta, 20 Juni 2013
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Rektor
Prof. Dr. Bambang Setiadji
6. KATA -- Sambutan-PENGANTAR
Sambutan --
Koordinator Tim Penulisan Buku
“Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia”
Perlindungan terhadap Keluarga, Generasi Muda dan Bangsa
Terhadap Ancaman Bahaya Rokok”
v
The Great Trinity
All our knowledge bring us nearer to our ignorance
all our ignorance bring us nearer to death
but nearness to death no nearer to god
where is the life we have lost in living
where is the wisdom we have lost in information
the cycles of heaven in twenty centuries
bring us farther from god
and nearer to the dust
-T. S. Eliot
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, perjalanan yang cukup panjang dalam upaya penulisan buku Road
Map atau “Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia” yang kita
rintis dalam pertemuan awal pada tanggal 8 November 2009, akhirnya dapat kita selesaikan,
walau dalam waktu yang agak lebih lama dari waktu yang kita prakirakan.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Andrew Tani, CEO Andrew Tani & Co,
yang telah bersedia memandu kita bersama dalam bagaimana menyusun satu road map
dalam format yang baik, termasuk dalam mendorong pengembangan cohesiveness antar
kita anggota jejaring pengendalian tembakau.
“We are aligned now”, motto yang selalu beliau tekankan kepada kita bersama. Motto
tersebut memang benar, tidak saja dalam arti pengembangan komitmen bersama kita dalam
penyelesaian buku ini, tapi juga bahwa road map pengendalian produk tembakau ini
memang akan “mempersatukan” semua pemangku kepentingan atau stake holders, untuk
berangkat dari titik yang sama, menuju ke titik yang berbeda-beda, sasaran dan bidang
garapan yang berbeda, dengan metode dan tehnik yang berbeda, tapi dengan tujuan yang
sama, yakni menyelamatkan masyarakat dan bangsa Indonesia dari ancaman bahaya
kehancuran akibat adiksi tembakau.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Nina Sardjunani, Deputi Meneg
PPN Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan; Bapak Prof. Dr. Tjandra Yoga
Aditama, Dirjen P2PL Kemenkes RI dan Bapak Dr. Emil Agustiono, Deputy Menko Kesra
Bidang Kesehatan dan Kependudukan beserta jajarannya masing-masing, yang telah
memberikan dukungan, dorongan serta bantuan bagi terselesaikan penulisan buku ini.
Tentu ucapan terima kasih kami tujukan kepada semua teman yang mewakili seluruh
anggota Jejaring Pengendalian Tembakau Indonesia (Indonesian Tobacco Control Network),
yang yelah membuktikan komitmen serta kontribusinya dari awal hingga diselesaikannya
penulisan buku ini.
7. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
vi
Road Map untuk siapa?
Pertanyaan pertama yang diajukan pada rapat awal rencana penulisan Road Map atau
Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia di ruang rapat Pusat Dakwah
Muhammadiyah, tanggal 14 Oktober 2010 adalah, “road map pengendalian tembakau di
Indonesia ini nanti milik siapa?”
Pertanyaan ini wajar, karena selama ini masyarakat Indonesia hanya mengenal satu
road map yang terkait dengan industri hasil tembakau (IHT), yakni “Road Map 2007 –
2020 Industri Hasil Tembakau dan Kebijakan Cukai”, yang jelas-jelas merupakan milik
kalangan industri tembakau, yang jelas amat berfokus pada segala upaya keberhasilan bisnis
rokok.
Selama ini hanya isu kesehatan yang mengedepan dalam upaya pengendalian produk
tembakau, yang didukung secara optimal oleh lembaga dan berbagai sumber daya kesehatan.
Sementara berbagai isu lain yang terkait dengan tembakau, seperti cukai, perlindungan
petani tembakau dan pekerja industri serta perlindungan masyarakat secara luas belum
mengedepan secara proporsional, sehingga laju ekspansi industri tembakau yang berdampak
pada peningkatan konsumsi rokok praktis sulit dikendalikan.
Berbagai upaya pengendalian tembakau yang terkait dengan isu kesehatan, terutama
dalam upaya melahirkan berbagai produk legal atau perundang-undangan dalam pengen-dalian
produk tembakau, dengan Kementerian Kesehatan sebagai leading sektornya, selalu
terhambat dan berbenturan dengan kepentingan isu-isu non kesehatan tersebut di atas.
Setelah melalui diskusi mendalam, akhirnya peserta rapat yang merupakan wakil-wakil
organisasi masyarakat sipil dan anggota Jaringan Pengendalian Tembakau Indonesia
(Indonesian Tobaccop Control Network) beserta peserta perwakilan dari BAPPENAS,
Kemenko Kesra RI dan Kemenkes RI tersebut menyepakati beberapa hal, yakni:
Pertama, bahwa Road Map Pengendalian Tembakau di Indonesia adalah milik semua
stake holders atau pemangku kepentingan terhadap masalah pertembakauan,
baik dari unsur pemerintah, kalangan pengusaha maupun masyarakat sipil.
Kedua bahwa Road Map Pengendalian Tembakau di Indonesia merupakan (i) bahan
komunikasi, informasi dan edukasi bagi masyarakat untuk memahami ancaman
bahaya tembakau, sekaligus (ii) merupakan rujukan dalam mengembangkan
kebijakan dan merancang program / rencana aksi dalam upaya pengendalian
tembakau di Indonesia, serta (iii) merupakan rujukan dalam pengukuran ca-paian
kinerja masing-masing pemangku kepentingan.
Peran dan tanggung jawab masyarakat sipil
Sesuai dengan pengertian masyarakat sipil sebagai “semua individu, organisasi,
institusi yg berada di antara keluarga, negara dan pasar, dimana orang berhimpun secara
sukarela/bebas untuk mengagendakan kepentingan bersama (Helmut K. Anheier, 2004,
p.20), maka segenap anggota Jaringan Pengendalian Tembakau Indonesia, yang sadar akan
kedaruratan ancaman bahaya tembakau di tanah air, berhimpun untuk mengagendakan
kepentingan bersama, yakni melindungi masyarakat dan bangsa dari ancaman bahaya rokok.
8. -- Sambutan-Sambutan --
Di tahun 1970, ketika konsumen rokok di Indonesia “masih” berjumlah 30 milyar
batang, masyarakat belum terlalu merasakan ancaman bahaya rokok tersebut. Sebagian
orang masih menganggap bahwa merokok sekedar: kebiasaan belaka. Tapi kini di tahun
2013, ketika konsumsi rokok telah mencapai 302 milyar batang pertahun untuk penduduk
yang berjumlah 240 juta jiwa, maka kita baru terkejut akan tingkat kedaruratan ancaman
bahaya rokok. Di setiap mulut penduduk Indonesia telah di”penuhi” dengan 1250 batang
rokok per tahun termasuk bayi baru lahir telah tersedia rokok yang siap dihisap.
Naudzubillah. Korban penyakit akibat rokok semakin banyak berjatuhan. Sementara hak
warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat yang merupakan
unsur penting dalam perlindungan HAM semakin diabaikan dan dilanggar. Karena dari
mulai rumah tangga, angkutan umum dan berbagai fasilitas umum, bahkan sampai Bandara
Internasional pun, semakin dicemari oleh asap rokok.
Dampak di tingkat mikro, meso dan makro
Sementara itu dampak yang ditimbulkan akibat kebiasaan merokok yang menghinggapi
sebagian besar usia produktif bangsa ini, semakin mengkhawatirkan sejak ditingkat mikro,
meso hingga makro.
Di tingkat mikro berupa berbagai kerugian di bidang kesehatan dan kerugian ekonomis
yang ditimbulkan untuk belanja rokok, yang menurut berbagai survey Badan Pusat Statistik,
mengalahkan belanja untuk beras dan berbagai kebutuhan primer rumah tangga lain,
terutama untuk pendidikan dan kesehatan.
Ditingkat meso, kenyataan bahwa beberapa orang terkaya di Republik ini adalah
pengusaha rokok, dengan mudah menggambarkan bagaimana para pengusaha rokok dengan
mudah menyedot rupiah demi rupiah dari keluarga-keluarga miskin di Indonesia karena
pengaruh adiktif atau ketagihan mereka terhadap nikotin tembakau. Kerugian sosial ekonomi
di tingkat keluarga dan komunitas, pencemaran lingkungan yang merupakan pelanggaran
terhadap hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat berakumulasi di tingkat
yang lebih luas.
Sedang di tingkat makro, perilaku yang timbul oleh adiktif terhadap nikotin tembakau,
apalagi ketika perilaku adiktif ini juga merupakan gateway, membuka jalan dan
kecenderungan menuju pemakaian narkoba, minuman keras dan akan berakhir dengan
HIV/AIDS, benar-benar merupakan silent disaster yang telah dan akan terus sambung-sinambung
memakan korban yang lebih dahsyat, bahkan dari tsunami Aceh sekalipun.
Minimalnya kebijakan nasional dan peraturan perundang-undangan yang melindungi
segenap bangsa dan masyarakat terhadap ancaman kedaruratan bahaya tembakau yang
merupakan Amanat Konstitusi ini, telah mendorong kita, masyarakat sipil anggota Jejaring
Pengendalian Tembakau Indonesia, untuk mengasosiakan kepentingan bersama kita, yakni
mengupayakan perlindungan terhadap tak keberdayaan masyarakat korban adiktif nikotin
tersebut, serta mencegah jatuhnya korban lebih banyak, terutama dari kalangan generasi
muda.
vii
9. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Insya Allah Buku Indonesian Tobacco Control Road Map atau “Peta Jalan
Pengendalian Produk Tembakau Indonesia” ini, adalah jawaban awal kita dalam merespons
kedaruratan tersebut, baik berupa kedaruratan ancaman berbagai gateways terhadap beberapa
zat adiktif yang fatal tersebut, maupun berupa minimalisnya kebijakan dalam perlindungan
masyarakat yang jelas-jelas diamanatkan oleh Konstitusi, termasuk terhadap tidak
diratifikasi dan belum diaksesinya Framework Convention on Tobacco Control (FCTC),
yang telah menjadi kesepakatan global sejak tahun 2003 tersebut.
Bangsa Indonesia yang merupakan negara demokratis terbesar ke empat di dunia ini,
akan selalu merasa terganggu manakala sebagai bangsa bermartabat di berbagai forum
Internasional, manakala kita abai dalam melindungi rakyatnya dari ancaman kedaruratan
bahaya tembakau.
Semoga Allah meridloi ikhtiar kemanusiaan kita bersama. Amien.
Jakarta, 24 Juni 2013
Koordinator Tim Penulisan Buku
“Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia”
Sudibyo Markus
viii
10. -- Sambutan-Sambutan --
INDONESIAN TOBACCO CONTROL NETWORK
(ITCN)
Sekapur Sirih Jalan Pengendalian Tembakau
Tembakau merupakan factor besar, kalau bukan terbesar, dalam kasus-kasus
kematian yang dapat dicegah untuk beberapa jenis penyakit (Preventable Death),
khususnya penyakit tidak menular .Adalah kenyataan bahwa angka kematian akibat penyakit
tidak menular di Indonesia sudah mengungguli kematian akibat penyakit menular. Tembakau
mengandung nikotin yang sangatadiktif, menimbulkan kecanduan yang sulitdihentikan,
pada konsumennya. Dan rokok merupakan pengantar nikotin yang juga diikuti oleh berbagai
racun kimia yang berpotensi kuat untuk merusak kesehatan. Prof. Charles Sampford,
pakar etika dan hokum dari Universitas Griffith Australia, menyebut industry rokok sebagai
Corrupt Corporate that Kill their Consumers (KKKK).
Selain itu, upaya pengendalian rokok demi melindungi kesehatan masyarakat juga
sering ditanggapi dingin oleh banyak pejabat dan politisi yang menganggap bahwa industry
rokok adalah salah satu sumber investasi bagi negara. Di sisi lain masyarakat perokok
sendiri tidak memahami bahwa pada hakikatnya mereka menjadi korban dari perilaku
industry rokok yang telah menjerat mereka untuk menjadi kecanduan.
Oleh karena itu perjuangan untuk membebaskan masyarakat dari bahaya asap rokok
memerlukan stamina yang besardan kesiapan untuk berjuang dalam jangka waktu yang
panjang. Apalagi kini tinggal Indonesia, Negara dengan penduduk besar dan jumlah perokok
tertinggi ketiga, yang masih dianggap lunak oleh industry rokok internasional. Mereka
tentu dengan segala daya akan mempertahankan keadaan itu karena di negara lain gerqak
mereka sudah dan sangat dibatasi. Indonesia is the last bastion for tobacco industry.
Tetapi betapapun juga kita harus tetap berupaya membebaskan rakyat Indonesia dari
jeratan kecanduan nikotin dan bahaya asap rokok. Untuk itulah perlu dibuat suatu Peta
Jalan yang dapat diikuti oleh semua penggiat pengendalian tembakau tentang arah kemana
yang harus dituju. Peta Jalan ini bersifat terbuka, dapat diketahui oleh siapa saja, termasuk
masyarakt umum sehingga mereka pun tahu apa sebenarnya yang kita lakukan.
ix
11. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Kita dapat memahami bahwa kekuatan industry rokok sangatlah besar. Nyaris tidak
terbatas. Mereka sudah bagaikan kartel candu atau kokain yang mempunyai uang dalam
jumlah nyaris tidakterbatas, berkat menjual racun adiktif. Mereka dapat membeli apa saja
atau membayar siapa saja demi untuk melanggengkan bisnisnya, tanpa peduli apakah hal
itu berdampak buruk pada kesehatan dan kualitas generasi yang akan datang.
x
Jakarta, 17 Juni 2013
dr. Kartono Muhammad
Indonesian Tobacco Control Network (ITCN)
JALAN BENDA IV NO 25 KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PHONE/FAX : (62-21) 7393181
EMAIL : sekretariat@tcsc-indonesia.org
12. -- Sambutan-Sambutan --
SAMBUTAN
KETUA UMUM KOMNAS PENGENDALIAN TEMBAKAU
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas terbitnya “Road Map” atau Peta Jalan Pengendalian
xi
Produk Tembakau di Indonesia.
Merokok telah menjadi wabah dari tahun ke tahun di Indonesia dan terus meluas dan
meningkat dimasyarakat terutama dikalangan ekonomi lemah dan generasi muda. Epidemi
merokok di Indonesia telah menempatkan Indonesia sebagai peringkat ke-3 jumlah perokok
terbesar di dunia. Hasil Global Adult Tobacco Survey(GATS) 2011, kerjasama WHO dengan
Kementerian Kesehatan RI menyebutkan Indonesia menempati peringkat pertama diantara 16
negara yang disurvei dengan tingkat pevalensi perokok aktif tertinggi yaitu 67,4 persen untuk
laki-laki dan 4,5 persen untuk perempuan, yang artinya, sekitar 36,1 persen atau 60 juta penduduk
Indonesia adalah perokok aktif. Prevelensi perokok dikalangan remaja dan masyarakat miskin
terus meningkat, pendapatan masyarakat miskin 20% mereka belanjakan untuk rokok dibanding
untuk kesehatan dan pendidikan.
Upaya pengendalian tembakau harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan diikuti
dengan program dan tindakan nyata dari semua pihak. Program pengendalian tembakau harus
diprioritaskan pada strategi pengembangan regulasi dengan mendorong diterbitkanya kebijakan
pengendalian tembakau yang komprehensif sehingga dapat melindungi masyarakat dari ancaman
jeratan adiksi rokok.
“Road Map” atau Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia yang disusun
bersama jejaringan pengendalian tembakau yang di MPKU PP. Muhammadiyah dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam penyusunan rencana, strategi program dan tindakan agar semua kegiatan
dapat terarah dan bersinergi satu dengan yang lain sehingga tujuan pengendalian tembakau di
Indonesia dapat cepat tercapai.
Penghargaan dan ucapan selamat saya sampaikan kepada MPKU PP. Muhammadiyah
dan Tim Penyusun serta pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi dan berperan aktif
memberikan masukan dalam penyusunan Road Map ini.
Saya berharap Road Map ini dapat bermanfaat dan menjadikan acuan bagi kita semua
dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia untuk mencapai masyarakat Indonesia yang
sehat dan sejahtera demi Indonesia yang lebih baik.
13. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan meridhoi perjuangan kita semua dalam
melindungi masyarakat Indonesia terutama generasi muda dari dampak buruk bahaya merokok.
xii
Jakarta, 17 Juni 2013
Komnas Pengendalian Tembakau
Dr. Prijo Sidipratomo,Sp. Rad (K)
Ketua Umum
14. -- Sambutan-Sambutan --
Indonesian Institute for Social Development
KATA SAMBUTAN
Indonesian Institute for Social Development (IISD) tertarik mengikuti dialog dalam
masalah konsumsi tembakau dari segi social development atau pembangunan
xiii
sosialnya.
Banyak para founding fathers Republik Indonesia yang berpengharapan, bahwa dalam
kira-kira dua puluh tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan di tahun 1945, bangsa Idonesia
akan dapat memasuki tahap-tahap awal kesejahteraaannya. Namun pembangunan yang
terlalu bertumpu pada pembangunan politik, demikian juga pembangunan yang betumpu
pada pembangunan ekonomi, ternyata tak sanggup mengantar bangsa Indonesia untuk
mencapai taraf kesejahteraan yang diharapkan tersebut.
Resolusi Sidang Umum PBB No. 1710 tentang Dasawarsa Pembangunan atau
Development Decade menegaslan, bahwa “untuk dapat mencapai kemajuan sosial atau
social advancement, Negara-negara di dunia harus minimal mampu mencapai pertumbuhan
ekonomi sebesar 5%, sehingga Negara tersebut akan sanggup berkembang maju di atas
dasar self sustaining growth atau di atas kekuatan sendiri. Jadi disamping kemajuan
ekonomi, juga akan diikuti oleh kemajuan sosial.
Namun untuk Indonesia, walau dalam banyak tahapan pembangunan, bahkan selama
krisis moneter global sekalipun di tahun 1998, dimana Indonesia rata-rata masih sanggup
mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Namun kenapa kemajuan sosial, terutama
pemerataan kesejahteraan di Indonesia tak kunjung tercapai.
Gunar Myrdal dalam Asian Drama-nya jilid III mengatakan, bahwa “the movement of
the whole social system upwards is what all of us in fact mean by development”, yakni
bahwa “pembangunan harus diartikan sebagai kemajuan dan perbaikan seluruh sistem
sosial”.
Konsumsi rokok mencakup tiga dimensi kerugian, yakni (i) biaya nominal untuk
membeli rokok, (ii) biaya untuk menanggulangi penyakit akibat rokok” dan (iii) penurunan
tingkat produktivitas masyarakat karena pengaruh nikotin. Apalagi nikotin yang dikandung
tembakau, yang semakin luas dikenal sebagai gateway drugs, memberikan efek ganda
dengan berbagai zat adiktif lain seperti narkoba, alkohol, inhalan dan berbagai psikhotropika
lain. Sehingga terjadilah efek domino sosial, ekonomi yang sacara kuat berpengaruh pada
perilaku budaya dan sosial masyarakat.. Hal-hal tersebut di atas memberikan pengaruhnya
15. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
secara timbal balik, menurut Prof. Surjono Sukanto, baik di tingkat (i) keperangkatan atau
infrastruktur sosial masyarakat, (ii) kepranataan sosial, dan (iii) perilaku dan norma sosial
masyarakat.
Sangat jelas, bahwa konsumsi rokok tidak saja memberikan efek merugikan di bidang
ekonomi, tapi juga di bidang perilaku sosial masyarakat.
Semoga penerbitan “Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia” ini
membuat masyarakat dan bangsa Indonesia semakin cerdas, selalu belajar dari berbagai
permasalahan yang timbul akibat rokok, baik di tingkat mikro, yakni di aras keluarga dan
masyarakat, di tingkat meso, yakni di aras regional dan nasional, dan di tingkat makro ,
yakni di aras pembelajaran dari masyarakat dan bangsa-bangsa internasional.
Semoga Buku ini mempersatukan seluruh pelaku dan pegiat pengendalian produk
tembakau, baik dari instansi pemerintah, masyarakat sipil maupun dunia usaha yang
compasionate atau “ramah lingkungan”.
Jakarta, 17 Juni 2013
Indonesian Institute for Social Development
Pembina
Tien Sapartinah
xiv
16. -- Sambutan-Sambutan --
Sambutan
Ketua Dewan Pembina
People’s CAUCUS Against Addictives
Bersatu Menghadapi Darurat Nasional Ancaman Zat Adiktif.
Assalamu’alaikum Penerbitan w.w. Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau atau rokok yang diterbitkan
oleh Aliansi Masyarakat Pengendalian Produk Tembakau Indonesia ini, sungguh
tepat pada waktunya, ketika masyarakat Indonesia tiba-tiba tersentak, terbangun dan
terbeliak mendapatkan konsumen dan korban zat adiktif rokok sudah demikian besar di
Indonesia.
Tujuh puluh juta konsumen atau prevalensi perokok di Indonesia adalah angka yang
mencengangkan. Tahun tujuh puluhan, ketika konsumsi rokok “baru” mencapai 30 miliar
batang, masyarakat kita begitu tenang –tenang dan belum merasa terusik. Pertama karena
memang informasi tersebut tidak tersebar luas. Ke-dua merokok pada waktu itu dianggap
kebiasaan sepele yang tak menganggu. Ke-tiga, karena pada waktu itu belum begitu banyak
ruang publik yang terganggu oleh asap rokok, dan ke-empat karena masyarakat belum
mengenal dampak negative rokok, bahwa rokok ternyata mengandung zat adiktif dan
karsinogenik yang sangat berbahaya dan berakibat fatal, baik bagi perokok sendiri, maupun
bagi lingkungan yang terpapar asap rokok..
People’s CAUCUS Against Addictives sebagai lembaga swadaya masyarakat yang sadar
akan ancaman berbagai zat adiktif, dari semula menyadari bahwa rokok masuk dalam
katagori gateway drug, yakni zat adiktif yang bilamana dikonsumsi oleh seseorang, akan
cenderung membawa perokok tersebut mengkonsumsi zat adiktif lain yang semakin kuat.
Kini gateway drugs yang terdiri atas tembakau, berbagai macam narkoba, minuman keras
dan berbagai inhalants, telah ber-sinergi meracuni masyarakat, terutama generasi muda.
Para pecandu gateway drugs tersebut tidak saja merusak dan menghancurkan diri mereka
sendiri, tapi juga menebar teror di lingkungan. Bahkan dalam keseharian, mereka menebar
teror di jalan raya, berupa kecelakaan lalu lintas yang menyasar warga masyarakat yang tak
berdosa di pinggir jalan..
Namun kita tak boleh panik menghadapi teror zat adiktif yang sudah mencapai tahap
darurat nasional tersebut. Terlebih ketika industri rokok tanpa pernah merasa bersalah,
terus menebar teror mereka dengan mencari dan memprioritaskan generasi muda sebagai
konsumen baru, untuk mengganti generasi tua yang akan dan telah surut kebelakang karena
usia. Segenap lembaga swadaya masyarakat, bersama seluruh elemen masyarakat sipil atau
civil society lainnya, berbagai kelompok profesi, wanita, generasi muda, rumah Sakit
pemerintah dan swasta, perguruan tinggi, lembaga keagamaan, perlu mengkonsolidasikan
kerjasama dan berjejaring di semua tingkatan masyarakat, dari tingkat lingkungan wilayah
tempat tinggal atau RT / RW, Kelurahan, Kecamatan, sampai ke tingkat nasional.
xv
17. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Kegiatan-kegiatan penyuluhan dan sosialisasi terhadap ancaman darurat nasional
gateway drugs atau mata rantai zat adiktif ke seluruh komunitas, kita padukan dengan
berbagai kegiatan advokasi kebijakan publik di jenjang-jenjang yang sama, harus secara
berkesinambungan kita laksanakan secara sistematis dan terencana.
Sementara itu, kita berharap, bahwa para pengambul keputusan di lingkungan
legislative, judikatif dan eksekutif di tingkat pusat maupun daerah, hendaknya segera
membuka mata dan menyadari terhadap tanggung jawab mereka dalam melindungi
masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. Jangan dibiarkan anak bangsa terus
berlanjut menjadi korban industri zat adiktif dan membiarkan berbagai institusi Negara
yang seharusnya berfungsi melindungi rakyat, justru berdamai dengan lobi industri yang
secara legal dibiarkan untuk dengan sengaja menebar teror zat adiktif pembunuh tersebut.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melindungi bangsa kita, serta memberkati segenap
ikhtiar betapa kecilpun, dalam “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa”, sebagaimana diamanatkan dalam Mukadimah Undang Undang Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945. Amien.
Jakarta, 13 Mei 2013
People’s CAUCUS Aganst Addictives
Drs. Marzuki Usman M.A.
Ketua, Dewan Pembina
xvi
18. -- Sambutan-Sambutan --
Jihad Melawan Rokok
Bismillâhirahmânirahîm.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyambut baik diterbitkannya Peta Jalan
Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia, yang merupakan inisiatif dari aliansi
beberapa LSM, tokok masyarakat serta pemangku-kepentingan yang sadar terhadap ancaman
bahaya rokok. Road map ini insya Allah akan menjadi acuan atau rujukan yang penting
bagi semua fihak yang berkepentingan, termasuk seluruh jajaran Muhammadiyah di seluruh
tanah air, yang tertantang untuk turut mengambil bagian dalam pengendalian rokok.
Posisi Muhammadiyah dalam hubungan dengan produk tembakau atau rokok sudah
jelas, di mana sementara bagi sebagian umat Islam, hukum rokok adalah makrûh (dibenci),
namun Muhammadiyah dan beberapa lembaga fatwa lainnya baik dalam maupun luar negeri
sudah mengharamkannya. Muhammadiyah menilai bahwa merokok, apalagi sampai
ketingkat kecanduan ketergantungan ketergantungan pada rokok merusak kesehatan dan
menghilangkan nalar sehat. Segala hal yang merusak kesehatan dan nalar sehat jelas
bertentangan dengan tujuan Syariah (Maqâashid Syarîah). Bahkan kesalehan sosial dari
perokok juga hilang, karena asap rokok yang dihisapnya menganggu orang lain dan merusak
bagi kesehatan umum.
Di masa lalu, Muhammadiyah masih beranggapan, bahwa merokok itu makruh, karena
data dan fakta tentang kandungan rokok dan bahayanya bagi kesehatan belum banyak
diketahui. Kini setelah fakta tentang kandungan dan dampak bahaya rokok tersebar luas,
maka Muhammadiyah memperbarui pandangan dan sikapnya terhadap rokok. Sehingga
dalam Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 6/SM/
MTT/III/2010 tentang Hukum Merokok ditegaskan, bahwa merokok adalah haram.
Selanjutnya Muhammadiyah juga meneguhkan sikapnya, untuk berpartisipasi aktif dalam
upaya pengendalian tembakau, bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Fatwa Muhammadiyah tersebut menegaskan bahwa merokok hukumnya haram, karena:
a. Merokok masuk katagori perbuatan khabâ’its atau merusak diri sendiri yang dilarang
xvii
Allah (Q.S. 7:157).
b. Merokok mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan, bahkan meru-pakan
usaha bunuh diri secara perlahan (Q.S. 2:195 dan 4:29)
c. Merokok membahayakan diri sendiri dan orang lain yang terkena paparan asap rokok.
19. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
d. Rokok mengandung zat adiktif dan unsur racun yang karsinogenik yang membahayakan
xviii
walau tidak seketika.
e. Karena rokok membayakan diri sendiri dan orang lain, maka pembelanjaan untuk
membeli rokok adalah perbuatan mubazir atau pemborosan yang dilarang Allah (Q.S.
17:26-27).
f. Merokok bertentangan dengan unsur-unsur syariah (maqâshid asy-syarîah) yaitu (i)
perlindungan agama (hifzh ad-dîn), (ii) perlindungan jiwa / raga (hifzh an-nafs), (iii)
perlindungan akal (hifzh al-‘aql), (iv) perlindungan keluarga (hifzh an-nasl), dan (v)
perlindungan harta (hifzh al-mâl).
Amar fatwa Muhammadiyah tentang rokok memperjelas posisi Muhammadiyah, bahwa
Muhammadiyah akan bergerak bersama pemerintah dan segenap pemangku kepentingan
lainnya untuk melindungi masyarakat, khususnya gerenasi muda, dari ancaman bahaya
rokok yang semakin meluas mengancam anak bangsa ini. Muhammadiyah setuju dengan
pandangan, bahwa bukan hanya narkoba yang sudah sampai ketingkat darurat nasional,
tapi konsumsi rokok yang sudah mencapai 302 miliar batang per tahun, sungguh merupakan
situasi darurat nasional.
Anak bangsa ini harus diselamatkan dari keserakahan industri rokok, yang semakin
ditekan di Negara maju, namun karena kelemahan kebijakan pengendalian di Indonesia,
maka Indonesia dijadikan pengalihan pasar internasional mereka.
Situasi darurat nasional terhadap ancaman bahaya rokok di Indonesia sekarang ini,
mengingatkan kita kepada Perang Candu di Cina , yakni Perang Candu I (1839-1842) dan
Perang Candi II (1856-1860), dimana Dinasti Qing berusaha menentang upaya Inggris,
yang kemudian didukung Perancis, yang ingin menjadikan Cina sebagai pasar opium Eropa.
Perang Candu merupakan agenda Inggris untuk menjadikan Cina tidak saja sebagai pasar
opium, tapi sekaligus ingin memperlemah daya juang rakyat Cina.
Situasi darurat nasional tembakau dan narkoba di Indonesia, walau secara fisik-substantive
berbeda dengan apa yang terjadi di Cina pada abad ke XIX tersebut, tapi secara
kasat mata terlihat ada upaya memperlemah dan merusak anak bangsa secara terencana
dan sistematis melalui nikotin tembakau. Bilamana industri rokok yang rakus tersebut,
dengan berbagai cara, berhasil dengan rencana mereka memasarkan rokok ke generasi
muda bangsa, maka akan terjadi lost generation, generasi yang hilang.
Belajar dari pengalaman Perang Candu tersebut, kini Cina yang justru merupakan
penghasil tembakau sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia, tanpa ragu meratifikasi
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), karena Cina tak mau lagi terjebak
dan kalah dalam “Perang Candu III”, kalah dalam perang melawan nikotin. Ternyata sikap
tegas Cina dalam meratifikasi FCTC tersebut yang memang bertujuan melindungi
masyarakat, tidak mempengaruhi industri dan pertanian tembakau di Cina. Kiranya bangsa
Indonesia harus sadar terhadap ancaman sistematis pengalihan pasar nikotin dari Negara
maju ke Indonesia tersebut.
Kita berharap bahwa Road Map Pengendalian Produk Tembakau ini, sesuai dengan
tujuan penyusunan dan penerbitannya, benar-benar akan berhasil memberikan sosialisasi
20. -- Sambutan-Sambutan --
dan edukasi kepada masyarakat akan ancaman bahaya rokok, dan selanjutnya mendorong
bagi tumbuh kembang serta terkoordinasikan semua upaya pengendalian rokok di tanah
air.
Kita semua berkeinginan, bahwa bangsa kita akan menjadi bangsa yang memiliki
prinsip dan integritas, dan tidak menyerah dengan rayuan transaksional industri rokok,
atau kita akan menjadi bangsa “paria” karena tunduk kepada politik transaksional industri
rokok internasional yang semakin menggurita di Indonesia.
Semoga Allah swt memberkati perjuangan, jihad dan upaya kita bersama untuk
melindungi anak bangsa, dalam mewujudkan masyarakat sehat dan sejahtera di bawah
naungan dan ridhai-NYA. Amien.
Jakarta, 03 Sya’ban 1434 H / 12 Juni 2013 M
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Ketua,
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.
xix
21. RINGKASAN EKSE-K- PUetaT JIalFan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia
Perlindungan Keluarga, Generasi Muda dan Bangsa
Terhadap Ancaman Bahaya Rokok
Dalam suasana ketiadaan atau keterbatasan keberadaan kebijakan nasional dan
berbagai pengaturan dalam pengendalian produk tembakau di Indonesia, maka
tersusunnya Indonesian Tobacco Control Road Map atau “Peta Jalan Pengendalian Produk
Tembakau di Indonesia” ini, merupakan satu langkah yang tepat. Kedaruratan ancaman
bahaya produk tembakau di Indonesia sudah demikian mengkhawatirkan, sementara
masyarakat tidak dapat menebak, kapan kiranya kebijakan nasional pengendalian produk
tembakau tersebut akan secara utuh dikeluarkan.
Dikeluarkannya Undang Undang No. 36 (2009) tentang Kesehatan dimana pasal 113
menyatakan bahwa tembakau mengandung zat adiktif, termasuk turunannya berupa
Peraturan Pemerintah 109 (2012), merupakan pintu masuk bagi aksesi Framework
Convention on Tobacco Control (FCTC), yang merupakan solusi mendasar bagi kebijakan
pengendalian tembakau di Indonesia.
Oleh karenanya, menyadari akan dampak dari pasal 113 tersebut bagi masa depan
busines rokok di Indonesia, lobi industri telah mengajukan uji materi ke Mahkamah
Konstitusi untuk membatalkan Pasal tentang zat adiktif tersebut.ke Mahkamah Konstitusi.
Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap perkara No. 19/PUU-VIII/2010 yang telah
memberikan pengukuhan secara hukum bahwa tembakau memang mengandung zat adiktif.
Keputusan Mahkamah Konstitusi ini harus disosialisasikan secara luas, untuk selanjutnya
ditindak-lanjuti dengan berbagai pengaturan dan upaya-upaya lebih lajnjut untuk
memberlakukan tembakau setara dan sama dengan zat-zat adiktif lainnya, terutama narkoba
dan alkohol, baik dalam pengiklanan, ijin distribusi dan pemasaran, sanksi dan selanjutnya..
Tujuan
Secara umum “Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia” bertujuan:
terlindunginya keluarga, generasi muda dan bangsa Indonesia dari ancaman bahaya produk
tembakau.
Sementara secara khusus, Peta Jalan tersebut bertujuan:
1. Sebagai wahana komunikasi, informasi dan edukasi bagi masyarakat terhadap ancaman
xx
bahaya produk tembakau.
2. Sebagai rujukan bagi setiap pemangku kepentingan dalam pengembangan program
dan rencana aksi dalam pengendalian dampak produk tembakau.
3. Sebagai rujukan bagi pengukuran kinerja dan tingkat keberhasilan masing-masing
pemangku kepentingan.
22. -- Sambutan-Sambutan --
xxi
Epidemi Global dan nasional
UN Summit on Non-Communicable Diseases (NCD), New York, 19-20 September 2011
menegaskan, bahwa konsumsi tembakau, alkohol, diet yang buruk dan kekurangan kegiatan
fisik, telah menjadi pemicu bagi dari peningkatan penyakit tak menular atau NCD yang terdiri
atas (i) penyakit cardio-vasculer, (ii) kanker, (iii) diabetes mellitus dan (iv) chronic respiratory
diseases. Bahkan prevalensi NCD kini lebih tinggi dari prevalensi penyakit menular. Telah
terjadi peningkatan kematian akibat merokok, baik di negara maju maupun negara berkembang.
Disamping memacu bagi timbulnya beberapa penyakit akibat merokok bagi perokoknya
sendiri, ternyata kebiasaan merokok juga menyebabkan paparan asap rokok kepada sejumlah
besar orang lain, baik di lingkungan keluarga, maupun di berbagai fasilitas umum. Bahkan
perokok pasif menghisap asap dan racun rokok lebih banyak dari pada perokok aktif.
Terlebih, kebiasaan merokok tersebut tidak saja memberikan dampaknya di bidang
kesehatan, tapi juga di bidang sosial ekonomi dan budaya. Namun berkat lobi industri,
berbagai dampak negatif dari rokok sebagai zat adiktif tersebut kemudian menjadi komoditi
politik, sehingga mengaburkan ancaman substantive dari zat adiktif tersebut. Hilangnya
pasal 113 dari draft RUU Undang Undang Kesehatan yang terkenal dengan “skandal ayat
hilang” di DPR RI, menunjukkan betapa kuat tangan lobi industri menyeruak ke dalam
lembaga legislatf tersebut.
Fakta menunjukkan bahwa besarnya cukai rokok di Indonesia memberikan bukti akan
besarnya transaksi dan konsumsi rokok. Ironisnya, sebagian besar komsumen rokok adalah
keluarga miskin dan usia produktif. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, industri rokok
memfokuskan strategi pemasarannya pada generasi muda, sebagai generasi baru penerus
konsumen zat adiktif, yang diharapkan akan secara berkelanjutan memberikan keuntungan
kepada industri rokok.
Situasi semacam ini tidak saja menganggu kondisi perekonomian di tingkat mikro,
individu dan keluarga, tapi juga memberikan dampaknya secara makro pada kemampuan
bangsa untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Hal ini disebabkan, karena
konsumsi rokok pada keluarga miskin disamping menimbulkan berbagai dampak kesehatan,
sosial dan ekonomi keluarga, tapi juga menurunkan tingkat produktivitas masyarakat dan
bangsa. Oleh karena itu dikhawatirkan bahwa Indonesia pesimis akan sanggup mencapai
target-target MDG pada tahun 2015 nanti.
Komitmen Pemerintah
Dalam forum Organization of Islamic Conference di Kuala Lumpur tahun 2007
Indonesia diwakili oleh Menteri Kesehatan RI saat itu sebagai Wakil resmi Pemerintah RI.
Demikian juga dalam forum Jakarta Call for Action, April 2010. Namun upaya Kementerian
Kesehatan untuk melaksanakan rekomendasi forum-forum tersebut selalu mengalami
kesulitan, karena isu di bidang kesehatan berbenturan dengan berbagai isu non-kesehatan.
Namun demikian penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagaimana diatur oleh Undang
Undang No. 36 (2009) tentang Kesehatan, serta pengaturannya lebih lanjut dalam Peraturan
23. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Pemerintah No. 39 (2012) tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa
Produk Tembakau Bagi Kesehatan, minimal merupakan langkah-langkah awal yang akan
memberikan “enabling environment” yang lebih kondusif dalam upaya perlindungan masyarakat
dari kedaruratan ancaman produk tembakau. Pengetrapan KTR tersebut diharapkan juga akan
merupakan wahana bagi pendidikan moral serta secara bertahap membangun perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS), sebagai bagian dari perilaku masyarakat yang beradab dan berbudaya
luhur.
Negara-negara besar semacam Cina dan India, yang memiliki lahan tembakau dan
konsumen rokok jauh lebih besar dari Indonesia, telah meratifikasi FCTC, mengapa
Pemerintah Indonesia masih gamang dan ragu? Masih diperlukan jalan panjang untuk
mengatasi berbagai hambatan internal dan eksternal, baik di lingkungan pemerintah, dunia
industri dan masyarakat sendiri, dalam upaya melindungi masyarakat dan bangsa dari
kedaruratan ancaman bahaya rokok.
Oleh karena itu, road map atau “Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di
Indonesia” ini, berdasarkan pada kajian yang mendalam terhadap perkembangan situasi
kondisi, terhadap berbagai hambatan internal dan eksternal, serta berbagai isu strategis
yang harus menjadi fokus utama dalam penggarisan kebijakan, telah memprediksikan
berbagai kebijakan serta langkah-langkah operasionalisasinya secara bertahap, sampai denga
Tahun 2025.
Waktu dua belas tahun yang tersisa menuju tahun 2025 tidaklah panjang. Namun
cukup banyak pembelajaran di berbagai komunitas masyarakat dan bangsa-bangsa lain
yang bisa kita rujuk dan contoh, kalau memang komitmen untuk melindungi masyarakat
dan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi tersebut benar-benar sudah terwujud.
Terlebih bilamana aksesi terhadap FCTC tersebut dapat secepatnya diwujudkan, maka
berbagai upaya percepatan dalam pengembangan kebijakan dalam perlindungan masyarakat
terhadap kedaruratan ancaman bahaya tembakau tersebut akan dapat dipercepat juga.
Kerangka Pikir
Dalam tinjauan “input-proses-output” tergambar dengan jelas berbagai upaya yang
harus dilaksanakan dari situasi dan kondisi kita pada saat ini atau “das Sein”, menuju
situasi dan kondisi kita ke depan yang kita harapkan atau “das Sollen”..
Situasi dan kondisi kita pada saat ini, adalah situasi serba hambatan dan keterbatasan
yang kurang memberikan dukungan kondusif dalam upaya pengendalian produk tembakau.
Situasi negatif dalam “enabling situation” tersebut antara lain berupa keengganan
pemerintah dalam meratifikasi FCTC, rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya produk
tembakau, masih minimalnya kesadaran untuk melaksanakan berbagai upaya pengendalian
terhadap produk tembakau, baik yang datang dari pemerintah maupun masyarakat, lemahnya
koordinasi dan keterpaduan upaya pengendalian, tingkat konsumsi rokok sebesar 302 milyar
batang per tahun yang harus dikatagorikan sebagai darurat rokok, sementara sebagian besar
konsumen rokok adalah keluarga miskin.
xxii
24. -- Sambutan-Sambutan --
Sementara situasi dan kondisi yang kita harapkan kedepan adalah berupa kesediaan
pemerintah untuk secepatnya mengaksesi FCTC, masyarakat secara luas menyadari terhadap
kedaruratan ancaman bahaya rokok, meluasnya jejaring pengendalian produk tembakau secara
nasional, dimilikinya peta jalan atau road map sebagai rujukan bersama dalam upaya pengendalian
produk tembakau, dan pada akhirnya penuruna prevalensiperokok dan penyakit tyidak menular
yang disebabkan oleh rokok.
Prinsip pengendalian meliputi:
1. Perlindungan komprehensif berbasis HAM, berupa (i) hak untuk hidup,
mempertahankan kehidupan dan peningkatan taraf hidup, (ii) lingkungan hidup yang
baik dan sehat, (iii) hak anak untuk hidup, mempertahankan kehidupan dan
meningkatkan taraf hidup, (iv) hak anak atas perlindungan orang tua, keluarga,
masyarakat dan Negara, (v) hak anak untuk memperoleh perlindungan dari berbagai
ancaman yang mengancam kelangsungan hidup dalam proses tumbuh kembang.
Sementara kewajiban dasar yang dituju adalah (i) menghormati hak asasi (HAM)
orang lain, moral, etika, tata tertib pergaulan sosial dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, (ii) tugas pemerintah untuk mengormati, menegakkan dan
memajukan HAM dalam rangka melindungi hak-hak masyarakat., dan (iii) kewajiban
setiap warga negara untuk tunduk kepada Undang-Undang, untuk menjamin hak dan
kebebasan orang lain, dan memenuhi tuntutan yang adil sesuai pertimbangan moral,
keamanan, kertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
2. Orientasi pencerdasan masyarakat mencakup (i) bidang kesehatan, pendidikan, agama,
kesejahteraan sosial, (ii) keseimbangan ekonomi mikro dan makro, dan (iii) perumusan
kebijakan politik, pengaturan dan penegakan hukum.
3. Pendekatan holistik, bahwa upaya pengendalian produk tembakau seharusnya dilakukan
secara terintegrasi yang meliputi: (i) penyelenggaraan fungsi perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi, (ii) pencegahan, treatment, pengembangan uoaya berkelanjutan,
(iii) berbasis keluarga, lingkungan serta komunitas dan lembaga atau institusi., (iv) peru-musan
kebijakan, pengaturan, penegakan hukum dan implementasi di tingkat mikro, meso
xxiii
dan makro.
Instrumen Utama
Selanjutnya, agar rencana pengendalain produk tembakau dapat berjalan dan berfungsi
dengan baik, diperlukan sejumlah instrumen pelaksanaan utama yang meliputi: (i) regulasi
yang berkeadilan yang mengatur dari isu hulu sampai isu hilir, baik pada sisi demand
maupun supply reduction, (ii) pada level nasional, aturan pelaksanaan pengendalian
dirumuskan secara terstruktur dan konsisten, (iii) sedang pada tingkat daerah, peraturan
pengendalian dirumuskan secara terstandar, dengan sebanyak mungkin kondisi dan
situasidaerah secara positif konstruktif.
25. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Aspek, fitur dan pengendalian jangka panjang
Road map dibagi kedalam lima aspek utama, yakni aspek-aspek (i) kebijakan publik dan
legal, (ii) ekonomi, (iii) kesehatan, (iv) pendidikan, dan (v) sosial dan budaya. Selanjutnya setiap
aspek memiliki masing-masing (perumusan) tentang fitur, yang akan dikembangkan lebih lanjut
dalam berbagai tahapan pengendalian. Fitur dan pengendalian jangka panjang
Masing-masing fitur dibagi dijabarkan dalam:
- Development period, yakni dalam periode 2013 – 2015, 2016-2020 dan 2021-2025.
- Development Theme, yang mencakup periode 2013 – 2015 dengan tema sentral dalam
pengembangan legislasi, periode 2016 – 2020 dengan tema sentral enforcement, dan
periode 2021 – 2015 dengan tema sentral sustainability.
- Development vision, yakni Freedom from tobacco Use and Abuse for the People of Indonesia.
- Key performance indicators, berupa indikator capaian selama kurun waktu 2013 hingga
2025, yang meliputi tahap-tahap:
2013 – 2015 (i) seluruh penduduk Indonesia di lindungi dari ancaman tembakau oleh
Undang-Undang, (ii) Indonesia menjadi anggota Conference of the Parties,
dan (iii) terlaksananya 100% Kawasan Tanpa Rokok di seluruh Indonesia.
2016 – 2020 (i) penurunan prevalensi perokok sebesar 1% per tahun, dan (ii)
penurunan perokok pemula sebesar 2% per tahun.
2021 – 2025 (i) prevalensi perokok turun sebesar 5% per tahun, (ii) perokok pemula
(usia dibawah 19 tahun) turun sebesar 10%, (iii) perubahan norma dalam
kebiasaan merokok, dan (iv) menurunnya mortalitas penyakit akibat
merokok.
Selanjutnya, berbagai aspek, fitur dan fitur utama tersebut menjabarkan capaiannya masing-masing
dalam masing-masing tahapan legislasi (2013 – 2015), periode enforcement (2016-2020)
xxiv
dan periode sustainability (2021 – 2025).
Pengembangan berbagai tahap pengendalian produk tembakau tersebut diakhiri dengan
distribution of works antar semua pemangku kepentingan, dimana masing-masing pemangku
kepentingan, baik dari instansi pemerintah, dunia industri dan masyarakat sipil dapat
menentukan target, alat penilai, pendekatan studi atau intervensi masing-masing.
Manajemen Risiko
Bagian terakhir dari Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia ditutup
dengan satu Bab tentang perlunya membangun enabling environment yang sanggup
menciptakan situasi yang kondusif. Sebagai anggota Perserikatan Bangsa Bangsa, layak
kalau Indonesia merujuk pada Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia atau
Universal Declaration of Human Rights, dimana dasar-dasar tentang basic humanitarian
principles tersebut sudah pula termaktub dalam alinea ke empat Pembukaan Undang Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
26. -- Sambutan-Sambutan --
Selanjutnya peran dan komitmen kepemimpinan nasional sangat menentukan dalam upaya
pewujudan perlindungan terhadap masyarakat dan bangsa dari kedaruratan ancaman produk
tembakau ini.
Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia ini ditutup dengan perlunya
mengembangkan sistem gerakan yang didukung oleh semua pemangku kepentingan, yang sadar
akan tujuan akhir dari upaya pengendalian, yang memiliki komitmen, serta sanggup secara aktif
membangun iklim bekerjasama yang dinamis dan interaktif baik di tingkat nasional, regional sampai
ke tingkat komunitas.
xxv
27. DAFTAR ISI
-- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
KATA PENGANTAR REKTOR UMS ...................................................................... iii
KATA PENGANTAR KOORDINATOR TIM PENULIS.......................................... v
SAMBUTAN-SAMBUTAN
SAMBUTAN KETUA ITCN..................................................................................... ix
SAMBUTAN KETUA UMUM KOMNAS PENGENDALIAN TEMBAKAU ..... xi
SAMBUTAN KETUA IISD ...................................................................................... xiii
SAMBUTAN KETUA PEOPLE CAUCUS AGAINST ADDICTIVES ..................... xv
SAMBUTAN KETUA PP MUHAMMADIYAH ....................................................... xvii
RINGKASAN EKSEKUTIF..................................................................................... xx
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xxvi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xxix
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xxxii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................ 1
1. DARI MIKRO HINGGA KE MAKRO....................................................... 1
2. INDONESIA: PASAR BEBAS UNTUK ROKOK ..................................... 1
3. ROKOK, KEMISKINAN DAN TARGET MDG........................................ 3
4. FCTC DAN HARGA DIRI SEBUAH BANGSA ....................................... 5
5. AMANAT KONSTITUSI ............................................................................ 6
6. JAKARTA CALL FOR ACTION ................................................................ 7
7. DEKLARASI OKI KUALA LUMPUR 2007 ............................................. 8
8. ROAD MAP BERSAMA UNTUK BANGSA ............................................ 9
B. TUJUAN ............................................................................................................ 10
C. VISI DAN MISI ................................................................................................. 10
BAB II PERMASALAHAN DAN FAKTA ........................................................... 12
A. EPIDEMI AKIBAT KONSUMSI TEMBAKAU ............................................... 12
EPIDEMI GLOBAL........................................................................................... 12
EPIDEMI AKIBAT ROKOK DI INDONESIA .................................................. 15
B. ANCAMAN BAHAYA ROKOK ....................................................................... 20
KANDUNGAN ROKOK BERBAHAYA BAGI TUBUH MANUSIA .................. 20
ROKOK SEBAGAI GATEWAY DRUGS ........................................................... 21
ASAP ROKOK ORANG LAIN (AROL) ........................................................... 21
C. ROKOK DAN KEMISKINAN ......................................................................... 24
KEMISKINAN UMUM..................................................................................... 24
DAMPAK MEMISKINKAN DARI MEROKOK PADA KELUARGA ................ 29
xxvi
28. -- Sambutan--- Daftar Sambutan Isi --
--
KESEMPATAN YANG HILANG AKIBAT KEBIASAAN MEROKOK RUMAH.
TANGGA TERMISKIN ..................................................................................... 31
D. EKONOMI TEMBAKAU ................................................................................. 32
CUKAI ROKOK ................................................................................................ 34
CUKAI ROKOK DAN DEMAND REDUCTION ............................................ 36
ROADMAP INDUSTRI ROKOK ..................................................................... 37
E. PEMANFAATAN HASIL CUKAI TEMBAKAU ............................................. 37
F. LAHAN TANAMAN TEMBAKAU ................................................................. 39
G. DAMPAK IKLAN ............................................................................................. 44
PENGARUH IKLAN TERHADAP PENINGKATAN PREVALENSI PEROKOK 44
LARANGAN IKLAN YANG MENYELURUH LEBIH EFEKTIF KETIMBANG
LARANGAN PARSIAL .................................................................................... 46
H. PERINGATAN KESEHATAN BERGAMBAR (PICTORIAL WARNING) ....... 47
I. KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) ................................................................ 51
BAB III ANALISIS SITUASI................................................................................ 55
A. KEDARURATAN ANCAMAN PRODUK TEMBAKAU .................................... 55
B. HAMBATAN ..................................................................................................... 56
HAMBATAN INTERNAL................................................................................. 57
HAMBATAN EKSTERNAL ............................................................................. 58
BERBAGAI MITOS .......................................................................................... 63
C. MEROKOK BUKAN HAK ASASI MANUSIA ............................................... 65
D. ANALISA REGULASI ...................................................................................... 66
INTERNASIONAL ROADMAP (FCTC).......................................................... 66
NASIONAL ....................................................................................................... 67
INISIATIF DI TINGKAT DAERAH .................................................................. 70
E. HARAPAN KE DEPAN .................................................................................... 72
F. PERAN KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) .................................................. 72
G. FCTC SEBAGAI SOLUASI MENDASAR ...................................................... 77
H. PENGEMBANGAN JEJARING PENGENDALIAN TEMBAKAU ................ 79
BAB IV KERANGKA PIKIR PETA JALAN PENGENDALIAN PRODUK
TEMBAKAU........................................................................................................... 81
A. KONDISI SAAT INI .......................................................................................... 81
B. KONDISI YANG DIINGINKAN....................................................................... 83
C. ISU STRATEGIS ................................................................................................ 84
D. PRINSIP PENGENDALIAN .............................................................................. 86
E. KONSEP INTI ................................................................................................... 89
F. INSTRUMEN UTAMA ...................................................................................... 91
xxvii
29. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
G. LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS............................................................... 91
H. INPUT – PROSES – OUTPUT.......................................................................... 93
BAB V ASPEK, FITUR, DAN PENGEMBANGAN
JANGKA PANJANG .............................................................................................. 95
1. ASPEK .............................................................................................................. 95
2. FITUR DAN PENGEMBANGAN JANGKA PANJANG .................................... 96
A. KEBIJAKAN PUBLIK................................................................................ 96
B. EKONOMI ................................................................................................. 98
C. KESEHATAN.............................................................................................. 99
D. PENDIDIKAN............................................................................................. 100
E. SOSIAL BUDAYA ...................................................................................... 102
3. INTERVENSI SPESIFIK DAN PENANGGUNG JAWAB DALAM PENGEN-DALIAN
DAMPAK TEMBAKAU ................................................................... 105
BAB VI MANAJEMEN RESIKO ......................................................................... 107
1. LINGKUNGAN YANG MENDUKUNG .......................................................... 107
2. KOMITMEN NASIONAL DAN LEADERSHIP ............................................... 109
3. ADVOKASI KEBIJAKAN PUBLIK ................................................................ 110
4. PENGEMBANGAN SISTEM GERAKAN...................................................... 111
5. GERAKAN DI TINGKAT MAKRO, MESO DAN MIKRO ............................ 112
6. PENDEKATAN HOLISTIK .............................................................................. 113
PENUTUP .............................................................................................................. 113
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 115
KONTRIBUTOR PENYUSUNAN PETA JALAN PENGENDALIAN PRODUK
TEMBAKAU INDONESIA ...................................................................................... 121
DOKUMENTASI ...................................................................................................... 123
xxviii
30. DAFTAR -- Sambutan-Sambutan GAMBAR
--
GAMBAR 1 : BAYI PEROKOK DI INDONESIA ................................................ 2
GAMBAR 2 : BAYI PEROKOK DARI MUSI BANYUASIN .............................. 4
GAMBAR 3 : PEROKOK ANAK DI INDONESIA .............................................. 6
GAMBAR 4 : GENERASI MUDA BEBAS ROKOK ........................................... 8
GAMBAR 5 : PERBANDINGAN ANGKA KEMATIAN DINEGARA MAJU DAN
BERKEMBANG YANG DIPICU OLEH KEBIASAAN MEROKOK 12
GAMBAR 6 : KEMATIAN AKIBAT MEROKOK DI NEGARA BERKEMBANG
DAN NEGARA MAJU PADA TAHUN 2000 DAN 2030................ 13
GAMBAR 7 : PREVALENSI PEROKOK DINEGARA BERKEMBANG DAN
NEGARA MAJU BERDASARKAN JENIS KELAMIN ............... 14
GAMBAR 8 : PENYEBAB KEMATIAN TERKAIT DENGAN PTM DIDUNIA
UNTUK USIA DIBAWAH 70 TAHUN .......................................... 15
GAMBAR 9 : DELAPAN PENYAKIT PENYEBAB KEMATIAN TERTINGGI
DI DUNIA ....................................................................................... 16
GAMBAR 10: PREVALENSI MEROKOK PENDUDUK UMUR > 15 TAHUN
BERDASARKAN JENIS KELAMIN, INDONESIA - TAHUN
1995, 2001, 2004, 2007, 2010, DAN 2011 ..................................... 17
GAMBAR 11: PREVALENSI PEROKOK MENURUT USIA MEROKOK
TAHUN 1995 – 2010 ...................................................................... 18
GAMBAR 12: PREVALENSI PEROKOK USIA 15-19 PADA TAHUN 1995-2010 18
GAMBAR 13 & 14 : FUNGSI MESOLIMBIC DOPAMINE SYSTEM DALAM
NIKOTIN DAN POLA PERILAKU KETAGIHAN NIKOTIN...... 19
GAMBAR 15: PELEPASAN ASAP ROKOK SIDE-STREAM DAN
MAIN-STREAM............................................................................. 22
GAMBAR 16: HINDARI MEROKOK DI DALAM RUMAH............................... 23
GAMBAR 17: KAITAN ANTARA PENYAKIT TIDAK MENULAR DENGAN
KEMISKINAN DAN PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOP-MENT
GOALS ............................................................................... 24
GAMBAR 18: PRODUKSI ROKOK TERUS MENING KAT DARI TAHUN 1971-
2012................................................................................................. 25
GAMBAR 19: PREVALENSI PEROKOK DEWASA LAKI-LAKI MENURUT
TINGKAT PENDIDIKAN 2001-2010 ............................................ 26
GAMBAR 20: PREVALENSI PEROKOK DEWASA PEREMPUAN MENURUT
TINGKAT PENDIDIKAN 2001-2010 ............................................ 27
GAMBAR 21 : PREVALENSI PEROKOK DEWASA MENURUT TINGKAT
PENDAPATAN 2001-2010 UNTUK KUNITIL 1 DAN
KUINTIL 5 ...................................................................................... 28
GAMBAR 22: PROPORSI PENGELUARAN UNTUK TEMBAKAU DAN SIRIH
RUMAH TANGGA PEROKOK TERMISKIN, 2003-2010 ........... 29
xxix
31. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
GAMBAR 23 : RATA-RATA PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK
ROKOK TAHUN 2003-2006 ........................................................... 30
GAMBAR 24 : KETERGANTUNGAN HARGA TERHADAP KONSUMSI
PRODUK ROKOK DI BEBERAPA NEGARA................................ 34
GAMBAR 25: KONSUMSI ROKOK DAN LUAS LA. HAN DI INDONESIA 1971-
2004 ................................................................................................. 40
GAMBAR 26: MATA RANTAI TATA NIAGA TEMBAKAU, PETANI DAN
PEROKOK, FIHAK YANG PALING DIRUGIKAN ADALAH
PETANI ........................................................................................... 41
GAMBAR 27: PETANI DIRUGIKAN .................................................................... 42
GAMBAR 28: GENERASI MUDA JANGAN MUDAH TERJEBAK DENGAN
IKLAN ROKOK YANG MENYESATKAN................................... 45
GAMBAR 29 : IKLAN ROKOK DIMANA-MANA ............................................... 46
GAMBAR 30 : PERBANDINGAN BUKUS ROKOK DIBEBERAPA NEGARA
DENGAN YANG BEREDAR DI INDONESIA .............................. 49
GAMBAR 31 : KEMASAN ROKOK DI AUSTRALIA
DENGAN ISTILAH PLAIN PACKAGING. .................................... 50
GAMBAR 32 : POLLING PEMAHAMAN RESPONDEN TERHADAP BAHAYA
ASAP ROKOK ORANG LAIN ....................................................... 51
GAMBAR 33: TINGKAT DUKUNGAN RESPONDEN TERHADAP KEBIJAKAN
KAWASAN
TANPA ROKOK.............................................................................. 52
GAMBAR 34: MUKTAMAR MUHAMMADIYAH 2010 BEBASA ASAP ROKOK 53
GAMBAR 35 : MEROKOK BUKAN HAM............................................................ 57
GAMBAR 36 : PENEGAKKAN TINDAK PIDANA.. RINGAN (TIPIRING) PER-DA
KTR KOTA BOGOR ................................................................ 59
GAMBAR 37 : PERKEMBANGAN LARANGAN REKLAME ROKOK DI KOTA
BOGOR ........................................................................................... 60
GAMBAR 38 : ORANG MISKIN MEROKOK ....................................................... 62
GAMBAR 39: PERLAWANAN KOMUNITAS KRETEK TERHADAP PP 109 .... 64
GAMBAR 40 : BUPATI BANGLI MEMBERIKAN SAMBUTAN DALAM
SEBUAH ACARA .......................................................................... 74
GAMBAR 41: JAJAK PENDAPAT PEMAHAMAN RESPONDEN TERHADAP
BAHAYA ASAP ORANG LAIN, TINGKAT DUKUNGAN
RESPONDEN TERHADAP KEBIJAKAN KAWASAN TANPA
ROKOK........................................................................................... 75
GAMBAR 42: TINGKAT DUKUNGAN RESPONDEN TERHADAP KEBIJAKAN
KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) .............................................. 75
GAMBAR 43 : PAMERAN TEMBAKAU INTERNASIONAL DI JAKARTA. ...... 78
GAMBAR 44: DUKUNGAN MASYARAKAT TERHADAP PENGENDALIAN
TEMBAKAU .................................................................................. 80
xxx
32. -- Sambutan--- Daftar Gambar Sambutan --
--
GAMBAR 45 : PENTINGNYA PEMERINTAH RI MENGAKSESI FCTC............. 80
GAMBAR 46 : DEKLARASI KTR BALIKPAPAN ................................................. 83
GAMBAR 47 : PENJELASAN PERDA KTR BANGLI OLEH BUPATI BANGLI . 85
GAMBAR 48: FGD TENTANG FCTC DI KOMNAS HAM ..................................... 87
GAMBAR 49: CENGKEH WARISAN BUDAYA ASLI NUSANTARA ................ 88
GAMBAR 50 : SOSIALISASI KTR DI BALIKPAPAN........................................... 90
GAMBAR 51: ROKOK ADALAH DEATH ANGEL.............................................. 92
GAMBAR 52 : OPERASI TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) TENTANG
PERDA KTR DI BOGOR................................................................ 92
xxxi
33. DAFTAR TABEL
-- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
TABEL 1 : PREVALENSI PEROKOK UMUR > 15TAHUN BERDASARKAN
UMUR MULAI MEROKOK DI INDONESIA TAHUN 1995, 2001,
2004, 2007 DAN 2010 ....................................................................... 17
TABEL 2 : PREVALENSI PELAJAR MEROKOK UMUR 13-15 TAHUN DI 40
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI PULAU JAWA DAN
SUMATRA, INDONESIA TAHUN 2006 DAN 2009 .......................... 19
TABEL 3 : JUMLAH POPULASI YANG TERKENA ASAP ROKOK ORANG
LAIN (PEROKOK PASIF) DI DALAM RUMAH BERDASARKAN
KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN INDONESIA TAHUN
2007 DAN 2010 ................................................................................. 23
TABEL 4 : PREVALENSI MEROKOK UMUR > 15 TAHUN BERDASARKAN
TINGKAT PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN 1995, 2001, 2004,
2007 DAN 2010 ................................................................................. 26
TABEL 5 : PREVALENSI PEROKOK UMUR > 15TAHUN BERDASARKAN
KELOMPOK PENDAPATAN INDONESIA TAHUN 1995, 2001,
2004, 2007 DAN 2010 ....................................................................... 28
TABEL 6 : PENGELUARAN RATA-RATA RUMAH TANGGA PEROKOK
TERMISKIN (Q 1), INDONESIA, 2003 – 2010 ............................... 30
TABEL 7 : PERBANDINGAN PENGELUARAN BULANAN RUMAH TANG-GA
PEROKOK TERMISKIN, 2010 .................................................. 31
TABLE 8 : PERBANDINGAN PENGELUARAN BULANAN RUMAH
TANGGA PEROKOK TERMISKIN, 2010 ....................................... 32
TABEL 9 : TOTAL TAHUN PRODUKTIF YANG HILANG (DISABILITY
ADJUSTED LIFE YEARS/DALYS LOSS) KARENA PENYAKIT
TERKAIT TEMBAKAU, INDONESIA 2010 ................................... 33
TABEL 10 : HARGA ROKOK MERK INTERNASIONAL DI ASEAN................. 35
TABEL 11 : DAFTAR PERATURAN KAWASAN TANPA ROKOK DI TINGKAT
DAERAH ........................................................................................... 70
xxxii
34. -- P e n d a h u l u a n --
BAB I
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1. Dari mikro hingga ke makro
Merokok sudah lama menjadi kebiasaan di Indonesia. Demikian biasanya, sehingga
banyak yang beranggapan, bahwa merokok yang merupakan “kebiasaan” tersebut sekedar
merupakan suatu “gaya hidup” yang juga biasa saja. Tak disadari, bahwa dibalik “kebiasaan”
dan “gaya hidup biasa” tersebut, tersembunyi berlapis-lapis masalah yang tak disadari
oleh para perokok maupun masyarakat umum. Rokok tidak saja terkait dengan rasa “nikmat”
yang membuai para perokok, tetapi juga sederet permasalahan sosial, ekonomi, dan hukum,
dari tingkat yang paling mikro, pribadi dan keluarga, tapi juga sampai ke tingkat meso,
yakni masalah sosial ekonomi suatu bangsa, tapi juga bahkan ke tingkat makro, yakni
image dan harga diri satu bangsa di dunia internasional.
Selama ini kebiasaan merokok dianggap sebagai hal yang biasa saja, tak menimbulkan
gangguan, dan tak dirasakan sebagai gangguan, baik oleh masyarakat luas maupun oleh
anggota keluarga terdekat di rumah, ketika salah satu anggota keluarganya merokok. Tapi
setelah jumlah perokok demikian meningkat dan meluas dari waktu ke waktu, tidak saja di
lingkungan rumah tangga, tapi juga meluas sampai ke berbagai fasilitas publik, maka
kebiasaan yang tadinya dianggap “biasa saja” tersebut, mulai dan semakin dirasakan
mengganggu lingkungan, bahkan mengancam keselamatan dan hajat hidup masyarakat
luas.
Bahkan mengingat merokok sudah merupakan epidemi, maka kegiatan merokok sudah
layak dikatagorikan sebagai pencemaran udara dalam tingkat yang sangat membahayakan
Kebiasaan merokok dari tak kurang dari 70 juta perokok di Indonesia, yang sudah
semakin merambah ke sebagian besar rumah tangga dan fasilitas serta ruang publik tersebut,
sudah dapat dikategorikan melanggar hak asasi setiap warga Negara untuk mendapatkan
lingkungan hidup bersih sebagaimana diatur dan dijamin dalam Pasal 28 Undang Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945.
2. Indonesia: Pasar bebas untuk rokok
Ketika konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 1970 masih berjumlah sekitar 30
(tiga puluh) miliar batang rokok, masyarakat umum belum terlalu menyadari gangguan
kesehatan lingkungan yang ditimbulkan oleh asap rokok. Tapi setelah jumlah tersebut
meningkat menjadi 302 (tiga ratus) miliar batang rokok yang dikonsumsi oleh 70 juta
penduduk Indonesia pada tahun 2013, maka masyarakat semakin merasakan gangguan
35. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
paparan asap rokok tersebut. Rata-rata setiap mulut seorang penduduk Indonesia kini
dipenuhi dengan seribu dua ratus lima puluh batang rokok per tahun termasuk bayi baru
lahir. Hampir semua fasilitas publik, mulai dari angkutan umum, kantor swasta dan
pemerintah, pusat perbelanjaan, Rumah Sakit dan rumah tangga, bahkan Bandara
Internasional pun kini semakin merasakan pengap dan dampak negative yang disebabkan
oleh paparan asap rokok.
Puluhan juta keluarga dan rumah tangga di Indonesia, terkena paparan asap rokok,
dimana seluruh anggota keluarganya menjadi perokok sekunder, karena salah satu atau
lebih keluarganya adalah perokok dan terbiasa merokok di dalam rumah, tanpa pernah
menyadari akan ancaman dan bahayanya bagi seluruh anggota keluarganya.
Terlebih ketika Indonesia dinobatkan menjadi Negara dengan konsumsi dan
pencemaran asap rokok terbesar ke tiga di dunia setelah Cina dan India, masyarakat tersentak
menghadapi realitas tersebut. Ketika peredaran dan konsumsi rokok semakin ketat diatur
dan dibatasi di Negara-negara maju, kini industri rokok dengan segala dana dan daya
berhasil, hampir tanpa hambatan, memindahkan pasar rokoknya ke Indonesia.
Iklan-iklan canggih yang telah dilarang di negara maju, dapat dengan leluasa
dilaksanakan di Indonesia. Harga rokok di Indonesia yang relatif rendah, menjadikan rokok
menjadi consumers’ good, atau barang yang dengan mudah diperoleh dan dikonsumsi oleh
Gambar 1
Bayi Perokok di Indonesia
SW merupakan salah satu balita Indonesia yang dari kecil ketagihan rokok.
Sampai kapan generasi baru bangsa akan diracuni nikotin dan asap rokok?
2
36. -- P e n d a h u l u a n --
publik secara luas, termasuk keluarga miskin yang mendapat fasilitas bantuan tunai langsung
atau BLT, juga anak-anak muda, bahkan Balita. Sementara di negara tetangga kita di kawasan
Asia Tenggara, penjualan rokok sudah semakin ketat diatur, tapi di Indonesia rokok dijual
dengan bebas tanpa aturan, bisa di”keteng” atau dibeli eceran per batang, di jual
diperempatan-petempatan jalan. Bahkan anak kecilpun bebas membeli rokok.
Hingga tak mengherankan, kini Indonesia sangat populer di dunia internasional, karena
begitu banyaknya kasus balita yang ketagihan rokok. Foto-foto balita tersebut yang dengan
terampil mengisap dan mengepulkan asap rokok, terpampang di banyak media masa dan
media sosial seperti di Youtube. Presentasi para ahli di berbagai forum Konperensi
Internasional, terasa tak lengkap, kalau tak dipasang balita perokok Indonesia.
Dan hampir tak ada perlindungan terhadap generasi muda dari ancaman pemasaran
dan penjualan bebas rokok. Kasus balita yang menghabiskan dua bungkus rokok sehari di
Malang, telah dikenal luas dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu ikon internasional
tentang kelemahan pengendalian rokok. Negara demokrasi ke tiga terbesar didunia ini, tak
berdaya menghadapi invasi industri rokok, yang sudah diusir dari negara-negara maju.
3. Rokok, kemiskinan dan target MDG
Berdasarkan data Susenas 2010, 63 % rumah tangga di Indonesia mempunyai
pengeluaran untuk rokok. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa pengeluaran untuk
rokok pada keluarga termiskin ternyata lebih besar daripada kelompok keluarga terkaya.
Pada keluarga termiskin pengeluaran untuk rokok sebesar 11,91 %, sementara kelompok
keluarga terkaya hanya 6,73% dari pendapatan (Susenas 2010). Sementara pengeluaran
untuk rokok pada keluarga miskin jauh lebih besar dibanding pengeluaran untuk makanan
bergizi, pendidikan dan kesehatan. Pengeluaran untuk rokok 13 kali lipat dari pengeluaran
untuk daging, 5 kali lipat dari pengeluaran untuk telur dan susu, 6 kali lipat dari pengeluaran
untuk kesehatan, dan 6 kali lipat dari pengeluaran untuk pendidikan (Susenas 2010).
Dari penelitian Hellen Keller International, Jakarta pada tahun 2006 menunjukkan
bahwa kebiasaan merokok kepala keluarga miskin perkotaan di negara-negara berkembang
memicu malnutrisi (gizi buruk) pada balita (Semba and Bloem, 2008). Dengan demikian,
pengendalian produk tembakau justru akan membantu mengurangi kemiskinan dan
memperbaiki kesehatan serta status gizi di kalangan masyarakat miskin.
Berdasarkan data Susenas 2010, tiga dari empat keluarga miskin perkotaan mempunyai
pengeluaran untuk rokok. Belanja mingguan untuk membeli rokok menempati peringkat
tertinggi (12 %) setelah beras (18 %), sementara pengeluaran untuk telur dan ikan masing-masing
hanya 2% dan 6%. Di samping memiliki risiko sakit akibat rokok yang memperburuk
kemiskinan, kondisi ekonomi yang terbatas telah mengalihkan pengeluaran rumah tangga
dari makanan untuk membeli rokok. Ketergantungan pada zat adiktif di dalam rokok pada
keluarga miskin terbukti meningkatkan kejadian kurang gizi pada balita. Apabila tidak
ditanggulangi maka kondisi ini akan mengancam hilangnya sebuah generasi (lost
generation).
3
37. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Studi sejenis tahun 2000-2003 pada lebih dari 360.000 rumah tangga miskin di
perkotaan dan perdesaan membuktikan bahwa kematian bayi dan balita lebih tinggi pada
keluarga yang orang tuanya merokok daripada yang tidak merokok. Secara bermakna
(p<0,001), perbedaan angka kematian bayi dengan ayah merokok dan tidak merokok di
perkotaan adalah 6,3% versus 5,3% dan di perdesaan adalah 9,2% vs 6,4%, sementara
angka kematian balita di perkotaan adalah 8,1% vs 6,6% dan di perdesaan adalah 10,9% vs
7,6%.
Risiko kematian populasi balita dari keluarga perokok berkisar antara 14% di perkotaan
dan 24% di perdesaan, atau 1 dari 5 kematian balita berhubungan dengan perilaku merokok
orang tua. Dengan angka kematian balita sebesar 162 ribu per tahun (Unicef, 2006), maka
konsumsi rokok pada keluarga miskin menyumbang 32.400 kematian setiap tahun atau
hampir 90 kematian balita per hari (Semba, 2008).
Gambar 2
Bayi Perokok dari Musi Banyuasin
Si pipi gembul ARS, balita berusia 3,5 tahun dari Musi Banyuasin, Sumatra Selatan,
yang kisah kecanduannya pada rokok mendunia melalui berbagai
media internasional.
Kasus ARS, adalah satu kasus yang merupakan gunung es ancaman kecanduan rokok
4
pada balita dan gereasi muda bangsa.
ARS, balita dari Musi Banyuasin, Sumatra Selatan menghebohkan dunia, setelah
berbagai media internasional meliput kebiasaan tidak lazimnya. Dalam liputan media,
dia menghisap dan menikmati rokok layaknya orang dewasa. Cara dia memegang
dan mempermainkan rokok di antara jari-jarinya, caranya menghisap dan menikmati
rokok, persis seperti rang dewasa. Dia mulai merokok pada usia 11 bulan, kata Diana,
38. -- P e n d a h u l u a n --
Ibunya. Begitu kuat kecanduannya pada nikotin rokok , sehingga bilamana dia tak
diberi rokok, kepalanya dijedot-jedotkan ke tembok.
Dia bisa menghabiskan tiga hingga empat bungkus rokok Sampurna sehari.
Kecanduan rokok ini rupanya dibawa sejak kehamilan,dimana Diana, ibunya, yang
ternyata mengidam rokok pada waktu hamil, termasuk menikmati asap rokok yang
dihembuskan oleh suamainya yang juga perokok berat. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia tergerak untuk menyelamatkan anak bangsa yang tak berdosa ini, dan
membawanya ke RSCM Jakarta untuk menjalani proses rehabilitasi.
Pada bulan Oktober 2010 ARS dibawa ke RSCM. Minggu-minggu pertama ARS
mengamuk berguling-guling. Dengan berbagai pendekatan detoksikasi, terapi bermain
dan pendampingan intensi, akhirnya pada bulan Juli 2011 ARS berubah. Dia
terbebaskan dari kecanduannya untuk menghisap rokok, dan menjadi anak yang
energik. Berapa banyak ARS ARS lain sebagai generasi penerus bangsa yang harus
diselamatkan dari pemasaran rokok di negeri ni?(Mardiyah Chamim, 26)
Jika berbagai kecenderungan konsumsi rokok dengan berbagai akibat tersebut tidak
dapat dikendalikan, terlebih bilamana konsumsi rokok justru terus meningkat berkat ofensif
industri rokok tanpa kebijakan baru dari pemerintah, maka kita khawatir berbagai target
MDG, mulai penurunan kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar, penurunan angka
kematian balita / anak, peningkatan kesehatan ibu akan sangat sulit dicapai. Terlebih
kecenderungan konsumsi rokok sebagai salah satu faktor risiko (risk factor) dalam
peningkatan penyakit tidak menular (non-communicable diseases) disamping alkohol, diet
yang salah serta inaktivitas fisik, maka dapat dipastikan Indonesia akan mengalami
peningkatan prevalensi penyakit tidak menular tersebut.
4. FCTC dan Harga Diri Sebuah Bangsa
Ketika Indonesia, yang semula sangat aktif terlibat dalam penyiapan draft traktat
internasional tentang”Framework Convention on Tobacco Control” (FCTC) atau “Konvensi
Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau”, ternyata kemudian keterlambatan tersebut di
atas menyebabkan Indonesia tidak masuk sebagai anggota dalam “Conference of the Parties”
dari Konvensi Internasional tersebut.
Akibat lebih lanjut, Indonesia yang bangga disebut sebagai negara demokrasi ke tiga
terbesar didunia ini, kini berada dalam satu kelompok dengan sejumlah kecil negara-negara
terbelakang yang belum mengaksesi FCTC, sekelompok dengan negara-negara kecil
semacam Lichtenstein (36 ribu jiwa), Monaco (35 ribu jiwa), Andorra (86 ribu jiwa) dan
Eritrea (5.juta jiwa). Beberapa diantaranya dikenal sebagai negara yang masuk dalam
katagori negara gagal. Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang
belum mengaksesi FCTC. Sehingga setiap rapat Conference of the Parties, Indonesia harus
duduk dibelakang Timor Leste, tidak boleh pasang bendera merah putih kebanggaan bangsa,
bahkan tak punya hak untuk berbicara.
5
39. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Gambar 3:
Perokok Anak di Indonesia
Pembiaran terhadap jatuhnya korban di kalangan anak-anak sekolah.
Dimana gerangan amanat Konstitusi untuk “melindungi segenap bangsa,
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”?
Membiarkan asap rokok meracuni seluruh anak bangsa dan generasi muda, hanya
demi pertimbangan jangka pendek untuk memperoleh sumber pendapatan negara atau
revenue belaka, adalah cara bersikap dan berpikir dangkal, bertentangan dengan semangat
“mencerdaskan kehidupan bangsa”, yang sungguh tidak lahir dari satu sikap kenegarawanan.
Apalagi bilamana jumlah pendapatan negara yang diperoleh dari rokok tersebut sangat tak
seimbang dengan kerusakan kesehatan dan degenerasi moral yang ditimbulkan oleh
kebiasaan merokok. Berbagai penyakit sosial yang semakin sulit dicegah yang ditimbulkan
oleh kebiasaan minum minuman keras dan pemakaian narkotika atau psikhotropik lain,
justru bermula dari sikap permisive terhadap kebiasaan merokok.
5. Amanat Konstitusi
Para founding Fathers Republik Indonesia di tahun 1945 telah meletakkan upaya
untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial” , sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Alinea ke empat, Undang
Undang Dasar Negara Kesatuan RI 1945, sebagai amanat yang harus dilaksanakan oleh
penyelenggara Negara. Sebagai berikut
6
40. -- P e n d a h u l u a n --
Pembukaan alinea ke empat
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republika Indonesia 1945
tersebut di atas selanjutnya telah di jabarkan lebih lanjut dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yaitu antara lain:
a. Undang-Undang no. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
b. Undang-Undang no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
c. Undang-Undang no. 13 tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan,
d. Undang-Undang no. 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup
e. Undang-Undang no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
f. Undang-Undang no. 13 tahun 2011 tentang Penangan Fakir Miskin
6. Jakarta Call for Action
“Global Status Report tentang Non Communicable Disease” tahun 20101 yang
dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) menegaskan tentang keberadaan empat
penyakit tak menular utama yang mengancam seluruh bangsa-bangsa di dunia, yang terdiri
atas: (i) penyakit cardio-vasculer, (ii) kanker, (iii) diabetes mellitus, dan (iv) chronis
respiratory diseases.
Selanjutnya WHO juga sekaligus menyebutkan, bahwa terdapat empat common risk
factors yang menyebabkan tak terbendungnya perkembangan ke empat penyakit tak menular
utama tersebut, yakni : (i) harmful use of alcohol, (ii) tobacco use, (iii) physical inactivities,
dan (iv) unhealthy diets.
Dalam pada itu, dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi UN Summit on
NonCommunicable Diseases yang akan diselenggarakan di New York pada bulan September
2011, WHO SEARO telah menyelenggarakan satu “Regional Meeting on Health and
Development Challenges of Non Communicable Diseases (NCD) yang diselenggarakan
Jakarta, 1-4 Maret 2011.
1 Global Status Report on Non Communicable Disease”, World Health Organization 2011.
7
41. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Yang menatrik adalah, bahwa Regional meeting WHO SEARO tersebut telah melahir-kan
satu Deklarasi yang disebut “Jakarta Call for Action”. Nama Jakarta akan terus melekat
pada komitmen regional tersebut, sehingga alangkah sangat ironisnya bagi bangsa Indonesia,
bilamana bangsa ini ternyata tak memiliki komitmen atas Deklarasi yang disusun dan
disepakati di dalam negeri, dan hadir di UN Summit di New York tanpa suatu komitmen.
Gambar 4:
Generasi Muda Bebas Rokok
Generasi Muda Jogja menuntut perlindungan dari ancaman bahaya rokok bagi
Masyarakat, khususnya generasi muda.
Terlebih sesudah Deklarasi “Jakarta Call for Action” tersebut, WHO menyeleng-garakan
“First Global Ministerial Conference on Healthy Lifestyle and NonCommunicable
Diseases Control”, bertempat di Moscow, pada tanggal 28-29 April 2011. Konperensi
antar seluruh Menteri Kesehatan tersebut memberikan komitmen global yang lebih tegas
akan tanggung jawab seluruh bangsa dan Negara di dunia untuk menyelamatkan generasi
anak manusia dari ancaman Non Communicable Diseases yang semakin tak terbendung,
selama keempat common risk tersebut, pemakaian alkohol, pemakaian tembakau,
kekutrangan aktivitas fisik dan diet buruk tak dikendalikan.
7. Deklarasi OKI Kuala Lumpur 2007
Indonesia juga penandatangan dari Komitmen Pengendalian Tembakau dalam satu
Konperensi Internasional yang diselenggarakan oleh Organisasi Konperensi Islam (OKI)
atau Organization of Islamic Conference (OIC) di Kuala Lumpur pada tahun 2007 yang
dikenal dengan Deklarasi OKI Kuala Lumpur 2007. Dimana pada 12 – 15 Juni 2007,
8
42. -- P e n d a h u l u a n --
menteri kesehatan dari Negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI)
berkumpul di Malaysia dalam Konferensi Menteri Kesehatan Negara Islam yang pertama.
Dalam pertemuan tersebut seluruh Menteri Kesehatan dari Negara-negara Islam menyetujui
Resolusi OKI no. 4 tentang Pengendalian Tembakau, Program Pengurangan Bahaya dan
Etika Riset (Resolution No. 4 on Tobacco Control, Harm Reduction Programme and
Research Ethics / KLOICHMC-1/2007/2.4). Resolusi tersebut mendesak Negara-negara
anggota OKI untuk melakukan beberapa hal berikut ini:
1. Melaksanakan Regulasi Kesehatan Internasional (Internasional Health Regulation)
tahun 2005 untuk mencapai keamanan kesehatan (health security) di dunia;
2. Mengadopsi WHO Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) untuk melin-dungi
generasi saat ini dan generasi mendatang dari konsekuensi kesehatan, social,
lingkungan dan ekonomi dari konsumsi tembakau dan paparan asap rokok yang sangat
membahayakan
3. Mengajukan legislasi sebagai elemen inti untuk pengendalian tembakau yang efektif
4. Melibatkan para pemimpin agama untuk memanfaatkan konsep agama terhadap
tembakau dan penggunaan narkoba dalam strategi pencegahan;
5. Bekerjasama dengan SESRTCIC dan IDB melalui program pelatihan yang sesuai untuk
mendapatkan bantuan teknis untuk pelaksanaan strategi dan program pengendalian
tembakau nasional yang efektif dan berkelanjutan serta untuk membangun kerangka
hukum yang tepat untuk mencapai visi yang terkandung dalam WHO - FCTC;
6. Memperkenalkan Program Pengurangan Bahaya (Harm Reduction Program) yang
bertujuan untuk mengurangi bahaya kesehatan;
7. Mengembangkan pedoman etika penelitian pada subyek manusia;
8. Mengembangkan kapasitas pemantauan teknis untuk mematuhi etika penelitian;
9. Mengembangkan dan menerapkan intervensi yang efektif untuk mengurangi HIV /
9
AIDS tahun 2010.
8. Road map bersama untuk bangsa
Upaya pengendalian tembakau di Indonesia walau sudah dirintis sejak awal tahun
1990an, namun upaya tersebut baru digerakkan secara semakin terorganisasikan semenjak
tahun 2007, yakni dengan pembentukan Komite Nasional (Komnas) Pengendalian
Tembakau Indonesia, serta pembentukan Indonesian Tobacco Control Centre (Pusat
Pengendalian Tembakau Indonesia) oleh Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
(IAKMI), yang didukung oleh beberapa LSM atau asosiasi atau organisasi profesi yang
memiliki kepedulian terhadap ancaman bahaya produk tembakau.
Namun berbagai rintisan gerakan pengendalian tembakau yang dirintis oleh sejumlah
organisasi profesi dan LSM, dirasakan kurang memberikan hasil yang optimal. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor penghambat berupa:
1. Keterlambatan Indonesia dalam meratifikasi/mengaksesi FCTC, menyebabkan
lemahnya kebijakan public dalam pengendalian tembakau,sehingga kepentingan
dibidang kesehatan masih selalu berbenturan dengan kepentingan non-kesehatan.
43. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
2. Masyarakat luas belum menyadari ancaman bahaya tembakau rokok, yang dianggap
10
sebagai satu kebiasaan hidup belaka
3. Terjadi praktek pembiaran terhadap ancaman bahaya rokok yang demikian kasat mata
dalam bentuk penjualan rokok secara bebas baik tempat penjualan, cara menjual dan
pembelinya.
4. Kurang dirasakan adanya satu concerted efforts bagi terwujudnya mekanisme
koordinasi yang sanggup mengkordinasi dan menggerakkan semua agenda
pengendalian tembakau secara efektif dan efisien
Mengingat hal tersebut diatas keberadaan “Roadmap Pengendalian Tembakau di
Indonesia” baik yang holistic sangat diperlukan.
Sudah tiba saatnya bagi seluruh anak bangsa untuk meninggalkan egoisme sektoralnya,
meninggalkan cara pikir dan sudut pandang yang bersifat short-sighted, hanya
mementingkan kepentingan-kepentingan manfaat finansial jangka pendek, namun
menafikan kepentingan jangka panjang bagi seluruh anak bangsa.
B. Tujuan
Tujuan umum:
Terlindunginya masyarakat, khususnya keluarga dan generasi muda dari ancaman bahaya
rokok.
Tujuan khusus:
1. Sebagai wahana komunikasi, informasi dan edukasi bagi masyarakat tentang
kedaruratan ancaman bahaya rokok di Indonesia.
2. Sebagai landasan bersama dalam penyusunan dan pengembangan program dan
kegiatan dalam upaya pengendalian rokok oleh semua pemangku kepentingan
pengendalian rokok.
3. Sebagai rujukan bersama dan ukuran keberhasilan dalam pelaksanaan berbagai
upaya pengendalian rokok.
C. Visi dan Misi
Visi 2013 - 2025
Terkendalikannya penyebaran dan konsumsi rokok, sehingga masyarakat Indonesia
terlindungi dari dampak konsumsi rokok dan paparan asap rokok.
Visi 2013 - 2015
Dilahirkannya kebijakan publik dan regulasi di setiap tingkat pemerintahan yang mendukung
pengendalian rokok di Indonesia.
44. -- P e n d a h u l u a n --
Visi 2016 - 2020
Dilaksanakannya berbagai kebijakan publik dan produk perundang-undangan dalam
pengendalian dampak rokok, disertai pengetrapan sanksi-sanki hukumnya di seluruh
Indonesia.
Visi 2021 - 2025
Masyarakat Indonesia menyadari akan ancaman bahaya rokok dan menurunnya prevalensi
perokok secara signifikan.
Misi
1. Gerakan Pengendalian rokok di Indonesia meneruskan komitmen dan usahanya secara
berkelanjutan dalam upaya pengendalian rokok, baik dalam penguatan kebijakan publik
maupun dalam upaya pengendalian konsumsi produk di komunitas.
2. Menggalang keterpaduan upaya pengendalian rokok, baik yang dilaksanakan oleh
pemerintah, masyarakat sipil serta masyarakat pengusaha.
3. Melaksanakan upaya-upaya komunikasi, informasi dan edukasi berkelanjutan dalam
rangka menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat.
4. Mengupayakan perbaikan kehidupan petani tembakau sebagai mata rantai terdepan
11
dari rangkaian proses produksi rokok.
45. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
BAB II
PERMASALAHAN DAN FAKTA
A. Epidemi Akibat Konsumsi Tembakau
Epidemi Global
United Nations Summit on Non-Communicable Disease, New York 19 – 20
September 2011 telah menegaskan, bahwa konsumsi tembakau, di samping konsumsi
alkohol, diet yang buruk (poor dietary) dan kekurangan kegiatan fisik (physical inactivities),
merupakan empat faktor resiko utama atau four common risk factors bagi meningkatnya
empat penyakit tidak menular utama yang semakin mengancam kehidupan manusia secara
global. Empat penyakit tidak menular utama yang semakin meningkat dan mengancam
umat manusia secara global tersebut adalah penyakit kardiovaskular, kanker, obstruksi
paru dan diabetes.
Pada abad ke 20 ini diperkirakan bahwa produk tembakau dapat menyumbangkan
kematian sebesar 100 juta kematian secara global dan apabila tidak diambil tindakan atau
intervensi maka pada abad 21 diperkirakan mencapai 1 milyar kematian (Peto & Lopez,
2001). Produk tembakau merupakan penyebab sekitar 2.41 (1.8-3.5) juta kematian dinegara
berkembang pada tahun 2000 (Majid & Alan D, 2003). Angka ini menunjukkan terjadinya
peningkatan kematian lebih dari satu juta dibandingkan kematian yang terjadi pada tahun
1990.
Gambar 5:
Perbandingan angka kematian dinegara maju dan berkembang yang
dipicu oleh kebiasaan merokok
Sumber : Majid, E., & Alan D, L. (2003). Estimates of global mortality attributable to smoking in 2000.
The Lancet, 362 (9387).
12
46. -- Permasalahan dan Fakta --
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) melaporkan bahwa pada tahun
2008 telah terdapat 1 milyar orang pengguna produk tembakau diseluruh dunia (WHO,
2008). Konsumsi tembakau membunuh satu orang setiap 10 detik (WHO, 2002). Penyebab
kematian satu dari dua orang perokok disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan
konsumsi rokok(Global Smoke Free Partnership, 2009). Organisasi kesehatan dunia ini
memperkirakan bahwa separuh kematian tersebut terjadi di Asia, karena tingginya
peningkatan penggunaan tembakau. Angka kematian akibat rokok di negara berkembang
meningkat hampir empat kali lipat dari 2.1 juta pada tahun 2000 menjadi 6.4 pada tahun
2030. Sementara itu pada negara maju tren angka kematian akibat konsumsi tembakau
justru menurun yaitu 2.8 juta menjadi 1.6 juta dalam jangka waktu yang sama. Tingkat
prevalensi perokok pria di negara berkembang juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan
negara maju. Akan tetapi prevalensi untuk perokok perempuan lebih tinggi dinegara maju
daripada negara berkembang.
Gambar 6:
Kematian akibat merokok dinegara berkembang dan negara maju
pada tahun 2000 dan 2030
Sumber : Majid, E., & Alan D, L. (2003). Estimates of global mortality attributable to smoking in 2000.
The Lancet, 362 (9387).
13
47. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Gambar 7:
Prevalensi perokok dinegara berkembang dan negara maju berdasarkan jenis kelamin
Sumber : Majid, E., & Alan D, L. (2003). Estimates of global mortality attributable to smoking in 2000.
The Lancet, 362 (9387).
Perokok mayoritas dinegara maju dan negara berkembang adalah laki-laki yaitu
mencapai 50%, dan 35%. Sementara itu perokok wanita pada negara maju mencapai 22%
lebih tinggi dibandingkan perokok wanita dinegara berkembang 9% (Shafey, Eriksen, Ross,
& Mackay, 2009). Kematian satu di antara sepuluh orang dewasa sekarang ini dapat
dipastikan berkaitan dengan rokok. Angka kematian terkait dengan rokok justru meningkat
lebih cepat di negara-negara miskin dan berkembang seperti di Indonesia.
WHO melaporkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi pada tahun 2008, 36 juta
diantaranya (hampir 2/3) adalah karena Penyakit Tidak Menular (PTM) yang terdiri dari
penyakit kardiovaskuler, kanker, diabetes dan penyakit paru-paru kronik. Dari 36 juta
kematian terkait PTM, 80% diantaranya terjadi di negara berkembang. Adpun penyebab
kematian terkait PTM yang utama adalah penyakit kardiovaskular (17 juta kematian, 48%),
kanker (7,6 juta kematian, 21%), penyakit pernafasan termasuk asma dan penyakit
pulmonary obstruktif kronis (COPD) (4,2 juta kematian) serta diabetes (1,3 juta kematian)
(WHO 2011)
14
48. -- Permasalahan dan Fakta --
Gambar 8:
Penyebab kematian terkait dengan PTM didunia untuk usia dibawah 70 tahun
Sumber : Global Status Report on NCD 2010, WHO 2011. Data menunjukkan bahwa kematian
terkait PTM disebabkan oleh Penyakit Kardivaskuler 39%, Kanker 27 %, Penyakit pernafasan
kronis, penyakit digestif dan lainnya sebanyak 30 % dan diabetes 4%.
Tragisnya seperempat kematian terkait PTM tersebut terjadi pada usia produktif yaitu
dibawah 60 tahun. Kebiasaan mengkonsumsi rokok adalah salah satu faktor resiko yang
memicu meningkatnya Penyakit Tidak Menular selain diet yang tidak sehat, konsumsi
alkohol dan kurangnya aktifitas fisik (WHO, 2011). Diproyeksikan pada tahun 2030 Penyakit
Tidak Menular (PTM) akan memberikan kontribusi angka kematian sebesar 75% dari total
kematian secara global. Sedangkan kematian terkait dengan konsumsi rokok akan mencapai
8 juta orang pada tahun 2030 yang merupakan 10 % dari total kematian secara global jika
tidak ada intervensi yang dilakukan.
Epidemi Akibat Rokok di Indonesia
Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok tertinggi di dunia setelah
Cina dan India dengan prevalensi perokok yaitu 36,1% (Global Adult Tobacco Survey
(GATS) 2011). Dengan tingkat produksi rokok pada tahun 2012 telah mencapai 302,5
miliar batang (Sampoerna, 2012) dan perkiraan jumlah penduduk mencapai 259 juta jiwa
(kemdagri, 2011), maka terdapat 1.166 batang rokok disetiap mulut orang Indonesia
termasuk bayi yang baru lahir.
15
49. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Gambar 9:
Delapan penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia
Sumber : WHO Report on The Global Tobacco Epidemic, halaman 9
World Health Organization melaporkan bahwa di Indonesia lebih dari 200.000 orang
meninggal tiap tahunnya akibat penyakit yang disebabkan oleh mengkonsumsi produk
tembakau (rokok) (WHO, 2008). Rokok dapat mengakibatkan penyakit kanker, penyakit
jantung, impotensi, penyakit darah, enfisema, bronchitis kronik, dan gangguan kehamilan.
Rokok juga merupakan penyebab dari enam penyakit penyebab kematian tertinggi didunia.
Prevalensi perokok di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan dari
tahun ke tahun. Perubahan mencolok dapat dilihat dari data prevalensi perokok dewasa
sejak tahun 1995 hingga 2011. Jumlah perokok pria meningkat 14 persen dari 53,4% tahun
1995 menjadi 67,4% pada tahun 2011. Peningkatan tertinggi terjadi pada perokok
perempuan yang meningkat menjadi 2,6 kali lipat dari 1,7 % pada tahun 1995 menjadi
4,5% pada tahun 2011. Secara total jumlah perokok di Indonesia meningkat 9,1 % dari 27
% pada tahun 1995 menjadi 36,1 % pada tahun 2011.
Dengan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237.556.363 orang maka jumlah
absolut penduduk yang merokok sebanyak 59 juta orang. Dengan prediksi jumlah penduduk
pada tahun 2012 sebanyak 259juta maka pada tahun 2012, jumlah perokok saat ini tidak
akan kurang dari 93 juta orang.
16
50. -- Permasalahan dan Fakta --
Gambar 10:
Prevalensi merokok* penduduk umur > 15 tahun berdasarkan jenis kelamin,
Indonesia - tahun 1995, 2001, 2004, 2007, 2010, dan 2011
34.2 34.7 36.1
Tabel 1:
27 31.5 34.4
Prevalensi perokok umur > 15 tahun berdasarkan umur mulai merokok di Indonesia
tahun 1995, 2001, 2004, 2007 dan 2010
80
70
60
50
40
30
20
10
Sumber: SUSENAS 1995, SKRT 2001, SUSENAS 2004, RISKESDAS 2007* dan 2010*
Catatan: termasuk merokok tiap hari dan kadang-kadang; *) tembakau hisap dan kunyah
Tabel 1 menggambarkan pola umur mulai merokok di Indonesia, dengan angka
prevalensi tertinggi adalah mulai merokok pada usia 15-19 tahun atau di masa usia sekolah
(SMP/SMA) pada semua tahun survey (tahun 1995 s/d 2010). Pola prevalensi tidak berbeda
sejak tahun 1995. Meskipun demikian terjadi kecenderungan umur mulai merokok usia
muda 5 – 14 tahun meningkat dari 9,6% pada tahun 1995 menjadi 19,2% pada tahun 2010.
Pada kelompok umur mulai merokok 30 tahun ke atas, terjadi peningkatan yang cukup
tajam pada dari hasil survey tahun 2004 sebesar 1,82% menjadi 6,9% pada tahun 2007 dan
17
53.4
62.2 63.1 65.6 65.9 67.4
1.7 1.3
4.5 5.2 4.2 4.5
0
1995 2001 2004 2007 2010 2011
Laki‐laki
Perempuan
Total
Sumber: SUSENAS 1995, SKRT 2001, SUSENAS 2004, RISKESDAS 2007*dan 2010*, GATS 2011
Catatan: termasuk merokok tiap hari dan kadang-kadang; *) data 2007 dan 2010 termasuk tembakau hisap
dan kunyah.
Umur mulai merokok
Tahun
1995 2001 2004 2007 2010
5 ‐ 9 tahun 0.60 0.40 1.70 1.90 1.70
10 ‐ 14 tahun 9.00 9.50 12.60 16.00 17.50
15‐19 tahun 54.60 58.90 63.70 50.70 43.30
20‐24 tahun 25.80 23.90 17.20 19.00 14.60
25‐29 tahun 6.30 4.80 3.10 5.50 4.30
30+ tahun 3.80 2.60 1.82 6.90 18.60
51. -- Peta Jalan Pengendalian Produk Tembakau di Indonesia --
Gambar 11:
Prevalensi Perokok Menurut Usia Merokok tahun 1995 - 2010
Sumber: SUSENAS 1995, SKRT 2001, SUSENAS 2004, RISKESDAS 2007* dan 2010*
Catatan: termasuk merokok tiap hari dan kadang-kadang; *) tembakau hisap dan kunyah
18,6% pada tahun 2010. Peningkatan dari 6,9% pada tahun 2007 menjadi 18,6% pada
tahun 2010 kemungkinan berkaitan dengan merokok sebagai fungsi sosial pada usia
produktif kerja.
Gambar 12:
Prevalensi perokok usia 15-19 pada tahun 1995-2010
Sumber: SUSENAS 1995, SKRT 2001, SUSENAS 2004, RISKESDAS 2007*, 2010*
Catatan: termasuk merokok tiap hari dan kadang-kadang; *) data 2007 dan 2010 termasuk tembakau hisap dan
kunyah
18