Pemantauan udara ambien bertujuan untuk mengukur kualitas udara dan menentukan sumber pencemaran. Dilakukan dengan mengukur parameter udara seperti SO2, NO2, dan debu serta melakukan pemantauan meteorologi untuk menganalisis penyebaran pencemaran. Hasilnya digunakan untuk menetapkan baku mutu udara dan mengelola pencemaran.
2. 1 Definisi Umum
Dasar Peraturan Perundang-Undangan
2
3 Baku Mutu Udara Ambien dan Gangguan
Penentuan Lokasi dan Periode Pemantauan
4
5 Cara Mengurangi Pencemaran Udara Ambien
3. Udara
Ambien Emisi
Udara bebas di permukaan bumi pada lapisan
troposfir yang dibutuhkan dan berpengaruh
terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup,
dan unsur lingkungan hidup lainnya.
* termasuk di dalamnya udara dalam ruangan
(tempat kerja) Permenkes/Permenaker
Pencemar udara yang dihasilkan dari
kegiatan manusia yang masuk dan/atau
dimasukkannya ke dalam udara,
mempunyai dan/atau tidak mempunyai
potensi pencemaran udara.
Pengertian
BM U.Ambien BM Emisi
nilai pencemar udara yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien.
nilai pencemar udare maksimum yang
diperbolehkan masuk atau dimasukkan
ke dalam udara ambien.
4. Udara
Emisi
Sumber
bergerak
Sumber tidak
bergerak
Ambien
Ruangan Lingkungan
Klasifikasi
Udara bebas di
permukaan bumi pada
lapisan troposfer
Udara dalam
ruangan (tempat
kerja)
Udara yang diemisikan
dari setiap kegiatan
yang mengeluarkan
emisi dari sumbernya
Udara yang
diemisikan dari
kendaraan
bermotor
Gangguan
Kebauan
Kebisingan
Getaran
Pemantauan
manual
Pemantauan
kontinyu
Pemantauan
manual
5. UU No. 32 Tahun 2009 PPLH
Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
PPLH
perencanaan
inventarisasi
lingkungan hidup
penetapan wilayah
ekoregion
penyusunan RPPLH
RPPLH nasional
RPPLH provinsi
RPPLH kabupaten/kota
pemanfaatan
pengendalian
pencegahan
penanggulangan
pemulihan
pemeliharaan
pengawasan
penegakan
hukum
6. PENCEGAHAN
1. KLHS
2. Tata Ruang
3. Baku Mutu LH
4. Kriteria Baku Kerusakan LH
5. Amdal
6. UKL-UPL
7. Perizinan
PENANGGULANGAN
PENGENDALIAN
a. Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan LH
kepada masyarakat.
b. Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan LH
c. Penghentian sumber pencemar dan/atau kerusakan LH
d. Cara lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
PEMULIHAN
a. Penghentian sumber pencemar dan pembersihan unsur pencemar
b. Remediasi
c. Rehabilitasi
d. Restorasi
e. Cara lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan
8. Instrumen Ekonomi LH
9. Peraturan PUU berbasis LH
10. Anggaran berbasis LH
11. Analisis Resiko LH
12. Audit Lingkungan
13. Instrumen lain sesuai perkembangan
ilmu pengetahuan
UU No. 32 Tahun 2009 PPLH
7. PERENCANAAN
Inventarisasi udara
Identifikasi sumber &
jenis emisi/gangguan
Penghitungan emisi,
gangguan & mutu UA
Pengukuran
manual
otomatis &
kontinyu
Perhitungan
Penyusunan &
penetapan BM UA
jenis parameter
nilai parameter
Penyusunan &
penetapan WPPMU
Penyusunan &
penetapan RPPMU
PEMANFAATAN
PP No. 22 Tahun 2021
Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara
Pemanfaatan WPPMU
berdasarkan RPPMU
8. PENGENDALIAN
Pencegahan
BM Emisi
Pertek BM Emisi
BM gangguan
Internalisasi biaya
Kuota emisi
SNI produk
kebauan
gangguan kesehatan
bentuk standar
lainnya
Penanggulangan
Pemulihan
a. Pemberian informasi kepada masyarakat
b. Penghentian sumber pencemar
c. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
a. Pembersihan unsur pencemar
b. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
PP No. 22 Tahun 2021
9. nasional
provinsi
kabu-
paten/
kota
WPPMU
Wilayah Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara:
wilayah yang dibagi dalam beberapa area untuk
perencanaan perlindungan dan pengelolaan mutu
udara.
nasional
lintas provinsi
provinsi
lintas
kabupaten/
kota
kabu-
paten/
kota
RPPMU
Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Mutu Udara:
perencanaan yang memuat potensi,
masalah, dan upaya perlindungan dan
pengelolaan mutu udara dalam kurun
waktu tertentu.
10. WPPMU dan RPPMU
WPPMU (Wilayah Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara)
terdiri atas:
WPPMU Kelas I: pelestarian & pencadangan udara bersih
WPPMU Kelas II: pemukiman, komersial, pertanian, perkebunan, dsj.
WPPMU Kelas III: industri dsj.
WPPMU disusun berdasarkan:
hasil penghitungan emisi
nilai konsentrasi udara ambien
RTRW
kesamaan karakteristik bentang alam
kondisi iklim & meteorologi
RPPMU (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara)
disusun berdasarkan:
nilai konsentrasi udara ambien tertinggi di kelas WPPMU
13. Definisi: UU PPLH pasal 1:13, Perpu CK pasal 22:1
Ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang
ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup.
Komponen: UU PPLH pasal 20(2), Perpu CK pasal 22:2
a. baku mutu air
b. baku mutu air limbah
c. baku mutu air laut
d. baku mutu udara ambien
e. baku mutu emisi
f. baku mutu gangguan
g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Ketentuan: UU PPLH pasal 20(3), Perpu CK pasal 22:2
Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan
hidup dengan persyaratan:
a. memenuhi baku mutu 1ingkungan hidup; dan
b. mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Baku Mutu Lingkungan Hidup UU No. 32 Tahun 2009 PPLH
UU No. 6 Tahun 2023 juncto
Perpu No. 2 Tahun 2022 CK
14. Pasal 197 huruf g
1. memiliki alat pengendali Emisi
2. menaati Baku Mutu Emisi yang ditetapkan bagi usaha dan/ atau
kegiatan
3. memenuhi persyaratan teknis pengambilan sampel emisi
4. memantau mutu udara ambien dan konsentrasi emisi secara berkala
5. melaksanakan pengurangan dan pemanfaatan kembali
6. memiliki penanggung jawab yang memiliki kompetensi di bidang
perlindungan dan pengelolaan mutu udara
7. melakukan perhitungan beban emisi
8. memiliki sistem tanggap darurat pencemaran udara; dan
9. melaporkan seluruh kewajiban pengendalian pencemaran udara
melalui Sistem Informasi Lingkungan Hidup
Kewajiban Perusahaan
menurut PP 22/2021
15. Peraturan Perundang-undangan
Bidang Pengendalian Pencemaran Udara
Udara Ambien
Luar Ruangan
PP 41/1999 Pengendalian Pencemaran Udara yang dicabut/diganti oleh
PP 22/2021 Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lampiran VII Baku Mutu Udara Ambien)
KepMenLH 48/1996 Baku Tingkat Kebisingan
KepMenLH 49/1996 Baku Tingkat Getaran
KepMenLH 50/1996 Baku Tingkat Kebauan
PerMenaker 13/2011 Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja, yang dicabut/diganti oleh PerMenaker
05/2018 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Lingkungan Kerja
Udara Ambien
Dalam Ruangan
Gangguan
Dalam Ruangan
Gangguan
Luar Ruangan
17. No. Parameter
Waktu
Pengukuran
Indonesia WHO
1999 2021 2000 2005
1. SO2 1 tahun 60 45 50
24 jam 365 75 125 20
1 jam 900 150
10 menit 500 500
2. NO2 1 tahun 100 50 40 40
24 jam 150 65
1 jam 400 200 200 200
3. CO 24 jam 10000
8 jam 4000 10000
1 jam 30000 10000 30000
4. Debu TSP 1 tahun 90
24 jam 230 230
PM10 1 tahun 40 30 20
24 jam 150 75 100 50
PM2.5 1 tahun 15 15 20 10
24 jam 65 55 25
5. Ozon 1 tahun 50 35
8 jam 100 120 100
1 jam 235 150 200
6. Pb 1 tahun 1 0.5
24 jam 2 2 0.1
7. HC 3 jam 160 160
Satuan:
μg/m3
Tulisan
merah
masih
melebihi
standar
WHO.
18. NAB Udara Lingkungan Kerja
PerMenaker 05/2018
Nama Bahan Kimia
NAB
BM Keterangan Dampak
bds (ppm) mg/m3
Ammonia (NH3) 25 17 17.03 Kerusakan mata, ISPA
Fluorida (F) 2.5 Kerusakan tulang dan fluorosis
Hidrogen sulfida (H2S) 1 34.08 ISPA, gangguan syaraf pusat
Karbon dioksida (CO2) 5000 9000 44.01 Asfiksia
Karbon monoksida (CO) 25 29 28.01 COHb-emia
Klorin (Cl2) 0.5 1.5 70.19 ISPA, mata
Klorin dioksida (ClO2) 0.1 0.28 67.46 ISPB, bronchitis
Metil merkaptan (CH3SH) 0.5 48.11 Kerusakan hati
Nitrogen dioksida (NO2) 0.2 46.01 ISPB
Partikel inhalabel (PM10) 10
Partikel respirabel (PM2.5) 3
Sulfur dioksida (SO2) 0.25 64.07 Gangguan fungsi paru
Stirena (C6H5CHCH2) 20 104.16 ISPA, gangguan syaraf pusat
Timbal hitam (Pb) 0.05 207.2 Gangguan syaraf pusat dan tepi
mg/m3 =
ppm × BM
24.45
21. SELAT MADURA
DERMAGA
/ JETTY
LAP.
SEPAK
BOLA
PINTU
UTAMA
OUTLET PLTU OUTLET PLTGU
PERUMAHAN
PENDUDUK
PLTU 1
PLTU 2
PLTU 3
PLTU 4
LAP. GOLF
LAP.
BULUTANGKIS
Pos 3
Pos 2
Pos I
Pos 9
Pos 4
Pos 10
Pos 11
Pos 7 Pos 6
Pos 8
Pos 5
B
T
U
S
GUDANG
TEMPAT
PEMBUANGAN
LUMPUR
A B C D E F G H I
J
K
Penentuan Lokasi Pemantauan Udara Ambien
1
2
3
1. Upwind
2. Downwind
3. Indoor
25. Ketentuan pemasangan stasiun pemantau
tetap (fixed station)
• Jika lokasi stasiun pemantau berdekatan dengan bangunan
atau pohon tinggi
26. • Jika lokasi stasiun pemantau relatif jauh dari bangunan atau
pohon tinggi
27. Baku Tingkat Kebisingan (Luar Ruangan)
KepMenLH 48/1996
Peruntukan Kawasan/Lingkungan
Kegiatan
Tingkat kebisingan
dB(A)
a. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman
2. Perdagangan dan Jasa
3. Perkantoran dan Perdagangan
4. Ruang Terbuka Hijau
5. Industri
6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum
7. Rekreasi
8. Khusus:
- Bandar Udara *)
- Stasiun Kereta Api *)
- Pelabuhan Laut
- Cagar Budaya
55
70
65
50
70
60
70
70
60
b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit atau sejenisnya
2. Sekolah atau sejenisnya
3. Tempat Ibadah atau sejenisnya
55
55
55
Keterangan:
*) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan
Waktu pengukuran: 24 jam
• siang 16 jam: pk. 0600-2200
L1: pk. 0600-0900 → 3 jam
L2: pk. 0900-1400 → 5 jam
L3: pk. 1400-1700 → 3 jam
L4: pk. 1700-2200 → 5 jam
• malam 8 jam: pk. 2200-0600
L5: pk. 2200-2400 → 2 jam
L6: pk. 0000-0300 → 3 jam
L7: pk. 0300-0600 → 3 jam
Leq = tingkat kebisingan equiv.
LTM5 = Leq tiap 5 detik selama
10 menit
LS = Leq selama siang hari
LM = Leq selama malam hari
LSM = Leq selama siang dan
malam hari
28. Perhitungan Tingkat Kebisingan secara manual
• L𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 = Leq yang diukur tiap 5 detik selama 10 menit
(T = 5 detik × 12 × 10 menit = 600 detik)
• 𝐿𝐿𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 = 10 log
1
𝑇𝑇
∑𝑖𝑖=1
12
𝑡𝑡𝑖𝑖100.1 𝐿𝐿𝐿𝐿
= 10 log 1
600
5×100.1 𝐿𝐿1 + 5×100.1 𝐿𝐿2 + … + 5×100.1 𝐿𝐿12
• 𝐿𝐿𝑆𝑆 = 10 log
1
16
∑𝑖𝑖=1
4
𝑡𝑡𝑖𝑖100.1 𝐿𝐿𝑖𝑖 ; t1, t3 = 3 jam, t2, t4 = 5 jam
• 𝐿𝐿𝑀𝑀 = 10 log
1
8
∑𝑖𝑖=5
7
𝑡𝑡𝑖𝑖100.1 𝐿𝐿𝑖𝑖 ; t5 = 2 jam, t6, t7 = 3 jam
• 𝐿𝐿𝑆𝑆𝑀𝑀 = 10 log
1
𝑇𝑇
𝑡𝑡𝑆𝑆100.1 𝐿𝐿𝑆𝑆 + 𝑡𝑡𝑀𝑀100.1 𝐿𝐿𝑀𝑀+5
= 10 log
1
24
16 × 100.1 𝐿𝐿𝑆𝑆 + 8 × 100.1 (𝐿𝐿𝑀𝑀+5)
• LSM yang dihitung kemudian dibandingkan dengan baku tingkat
kebisingan dengan toleransi + 3 dB(A)
30. NAB Kebisingan (di tempat kerja)
PerMenaker 05/2018 Lampiran 1.B
Waktu Pemaparan per hari Intensitas Kebisingan, dB(A)
8 jam 85
4 88
2 91
1 94
30 menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12 detik 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Pasal 10
Jika hasil pengukuran kebisingan
melebihi NAB harus dilakukan
pengendalian dengan cara:
a. menghilangkan sumber
kebisingan dari tempat kerja
b. mengganti alat, bahan, dan
proses kerja yang menirnbulkan
sumber kebisingan
c. memasang pembatas, peredam
suara, penutupan sebagian atau
seluruh alat
d. mengatur atau membatasi
pajanan kebisingan atau
pengaturan waktu kerja
e. menggunakan alat pelindung diri
yang sesuai
f. melakukan pengendalian lainnva
sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
31. Alat Ukur Kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan
dengan dua cara:
1) Cara Sederhana
dengan sebuah sound level meter biasa
diukur tingkat tekanan bunyi dB(A) selama
10 menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan
dilakukan setiap 5 detik.
2) Cara Langsung
dengan sebuah integrating sound level meter
yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5
yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik,
dilakukan pengukuran selama 10 menit.
32. Baku Tingkat Kebauan
KepMenLH 50/1996
No. Parameter Satuan Nilai Batas
Metode
Pengukuran
Peralatan
1. Amoniak (NH3) ppm 2.0 Indophenol Spectrophotometer
2. Hidrogen Sulfida (H2S) ppm 0.02
a. Merkuri tiosianat
b. Absorpsi gas
Spectrophotometer
Gas Chromatograph
3. Metil Merkaptan (CH3SH) ppm 0.002 Absorpsi gas Gas Chromatograph
4. Metil Sulfida ((CH3)2S) ppm 0.01 Absorpsi gas Gas Chromatograph
5. Stirena (C6H5CHCH2) ppm 0.1 Absorpsi gas Gas Chromatograph
A. Bau dari Odoran Tunggal
B. Bau dari Odoran Campuran
Tingkat kebauan yang dihasilkan oleh campuran odoran dinyatakan sebagai
ambang bau yang dapat dideteksi secara sensorik oleh lebih dari 50% anggota
penguji yang berjumlah minimal 8 orang.
33. Baku Tingkat Getaran (Luar Ruangan)
KepMenLH 49/1996
Alasan harus diuji:
Pengaruh kerusakan struktur dan non-
struktur:
1. Kerusakan pada struktur, dapat
membahayakan stabilitas bangunan
atau roboh (misal: patok kolom bisa
merobohkan bangunan).
2. Kerusakan pada non-struktur, tidak
membahayakan stabilitas bangunan
tetapi bisa membahayakan penghuni
(misal: robohnya dinding partisi, tidak
roboh bangunan, tetapi bisa
mencederai penghuni).
Derajat kerusakan struktur:
1. Rusak ringan adalah rusak yang tidak membahayakan stabilitas bangunan dan dapat
diperbaiki tanpa mengurangi kekuatannya.
2. Rusak sedang adalah rusak yang dapat mengurangi kekuatan struktur untuk
mengembalikan kepada kondisi semula, harus disertai dengan tambahan perkuatan.
3. Rusak berat adalah rusak yang membahayakan bangunan dan dapat merobohkan
bangunan.
34. • Lampiran I: Baku
tingkat getaran untuk
kenyamanan dan
Kesehatan
• Lampiran II: Baku
tingkat getaran
mekanik berdasarkan
dampak kerusakan
• Lampiran III: Baku
tingkat getaran
mekenik berdasarkan
jenis bangunan
• Lampiran IV: Baku
tingkat getaran kejut
Baku Tingkat Getaran
KepMenLH 49/1996
35. Waktu pajanan per hari kerja m/det2
6 – 8 jam 5
4 – 6 jam 6
2 – 4 jam 7
1 – 2 jam 10
0,5 – 1 jam 14
<0,5 jam 20
Waktu pajanan per hari kerja m/det2
0,5 3,4644
1 2,4497
2 1,7322
4 1,2249
8 0,8661
NAB Getaran (di tempat kerja)
PerMenaker 05/2018
Lampiran 1.C
• NAB getaran untuk
pemaparan lengan dan
tangan
Lampiran 1.D
• NAB getaran untuk
pemaparan seluruh tubuh
36. Alat Ukur Getaran
1. Alat penangkap getaran (accelerometer atau seismometer)
2. Alat ukur/analisis getaran (vibration meter atau vibration analyzer)
3. Tapis pita 1/3 oktaf atau pita sempit (filter 1/3 oktaf atau narrow band)
4. Pencatat tingkat getaran (level atau X-Y recorder)
5. Alat analisis pengukur tingkat getaran (FFT analyzer)
seismometer
X-Y recorder
level recorder
vibration analyzer
accelerometer
vibration meter
FFT analyzer
37. Periode Pemantauan
• Pemantauan Udara Ambien
• sesuai komitmen yang dibuat dalam dokumen lingkungan
• 6 bulan sekali bersamaan dengan penyampaian laporan pengelolaan
lingkungan
• Pemantauan Kebisingan
• sesuai komitmen yang dibuat dalam dokumen lingkungan
• 3 bulan sekali sesuai aturan di KepmenLH No. 48/1996.
• Pemantauan Kebauan
• sesuai komitmen yang dibuat dalam dokumen lingkungan (jika dipersyaratkan)
• 3 bulan sekali sesuai aturan di KepmenLH No. 50/1996.
• Pemantauan Getaran
• sesuai komitmen yang dibuat dalam dokumen lingkungan (jika dipersyaratkan)
• 3 bulan sekali sesuai aturan di KepmenLH No. 49/1996.
• Pemantauan Udara Ambien dan Gangguan Lingkungan Kerja
• sesuai komitmen yang dibuat dalam dokumen lingkungan
• 6 bulan sekali bersamaan dengan penyampaian laporan pengelolaan
lingkungan
39. Alternatif Cara Mengurangi Pencemaran Udara Ambien
Penghapusan sebagian/
keseluruhan proses
Modifikasi pabrik
Relokasi pabrik
Penerapan
teknologi khusus
• Memasang cerobong penghisap debu (exhaust fan)
• Memasang alat pengendali pencemaran di cerobong
emisi: cyclone, bag house, EP, scrubber, dll.
• Alokasi daerah akan tercemar
• Pembatasan tingkat tercemar
• Membuat peraturan tentang izin konstruksi baru
• Mengisolasi daerah sekitar sumber agar tidak dihuni
Mengganti bahan baku, bahan bakar, mesin/alat
Menghentikan/menghilangkan unit proses yang
berpotensi menimbulkan pencemaran udara
Penghijauan di
areal pabrik
Pemilihan tanaman yang bisa menangkap debu/gas
pencemar dan memiliki nilai APTI tinggi (toleran
terhadap polusi udara )
40. Jenis tanaman APTI Kategori
Tanaman kayu mudah gugur
- Albizzia lebbek
- Cassia fistula
- Zizyphus jujuba
- Azadirachta indica
- Bambusa bambos
32
28
25
22
21
T
T
T
AT
AT
Tanaman kayu berdaun abadi
- Pithecolobium dulce
- Leucaena leucocephala
- Polyalthia longifolia
24
19
18
T
AT
AT
Tanaman semak belukar
- Bougainvillea spectabilis
- Ricinus communis
- Calotropis procera
30
21
19
T
AT
AT
Tanaman herbal
- Catharanthus roseus
- Croton sparsiflorus
- Ageratum conyzoides
26
23
19
T
T
T
Air Pollution Tolerance Index (APTI)
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 =
𝐴𝐴 𝑇𝑇 + 𝑃𝑃 + 𝑅𝑅
10
A = asam askorbat (mg/g)
T = total klorofil (mg/g)
P = pH daun
R = kandungan air (%)
Ket:
T = toleran
AT = agak toleran
Sumber:
Singh et al. (1991)
43. Hood: tudung/topi yang dipasang tepat di atas
atau sangat dekat dengan sumber emisi
Duct: pipa yang dihubungkan dengan hood, juga
dihubungkan dengan air cleaner
(pembersih/penyedot udara)
Air cleaner: harus mampu menghisap dan
mengumpulkan bahan pencemar/kontaminan
yang ada di udara dari konsentrasi tertentu
sehingga tidak menyebabkan pencemaran udara
Hood & Duct
47. Hood & duct selanjutnya dialirkan
keluar melalui cerobong exhaust
48. Pasal 100
(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku
mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah
dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih
dari satu kali.
Pasal 98
(1) Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien,
baku mutu air, baku mutu air laut, atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,
dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan
paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Pasal 99
(1) Setiap orang yang karena kelalaiannya
mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu
air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
UU No. 32
Tahun 2009