SlideShare a Scribd company logo
1 of 40
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan rahmat-Nya kepada saya agar dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Adapun judul makalah yang saya buat adalah “Makna Nilai-Nilai
Religi Islam dalam Film 99 Cahaya di Langit Eropa”.
Tujuan penulisan makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah
Teori Komunikasi. Penulisan dibuat berdasarkan hasil studi pustaka yang
disesuaikan dengan judul makalah ini. Saya menyadari tanpa bimbingan dan
dukungan dari semua pihak, maka penulisan makalah ini tidak akan lancar. Maka
dari itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Sofia Aunul, SE. M. Si sebagai dosen yang telah mengarahkan pembuatan
makalah ini
2. Orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual.
3. Rekan-rekan mahasiswa kelas karyawan A21416AB angkatan 2014.
Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang
membantu saya menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saya mohon kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang
akan datang.
Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan
bagi para pembaca pada umumnya.
Jakarta, 30 Juni 2014
Achmad Humaidy
1
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar .................................................................................. 1
Daftar Isi ............................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian ............................................ 4
1.2. Fokus Penelitian .......................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis ……………………………….. 9
1.4.2. Manfaat Praktis ………………………………… 9
BAB II KONSEP
2.1. Komunikasi Massa
2.1.1. Pengertian ................................................................. 10
2.1.2. Fungsi Komunikasi Massa ........................................ 11
2.1.3. Ciri Komunikasi Massa ............................................. 13
2.2. Proses Komunikasi Massa
2.2.1. Karakteristik Isi Pesan Media Massa ...................... 14
2.2.2. Dampak Pesan Media Massa .................................. 15
2.3. Teori dan Model Komunikasi Massa
2.3.1. Teori Komunikasi Massa ......................................... 17
2.3.2. Model Komunikasi Massa ........................................ 18
2
2.4. Hambatan dalam Komunikasi Massa
1. Hambatan Internal .................................................... 20
2. Hambatan Eksternal .................................................. 21
2.5. Bentuk Media Massa
2.5.1. Film ...................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Paradigma ..................................................................... 23
3.2. Metode Penelitian ......................................................... 24
3.3. Subyek Penelitian ......................................................... 25
3.4. Teknik Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer ........................................................ 26
3.4.2. Data Sekunder .................................................... 26
3.5. Teknik Analisis Data .................................................... 26
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................. 28
BAB V KESIMPULAN ................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 38
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Dunia perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam
perjalanannya. Bermula dari munculnya film Long March, Darah dan Doa pada
tahun 1950 karya Usmar Ismail, film Indonesia kemudian mulai berkembang
dengan menghasilkan film-film dengan kisah yang beragam. Meskipun
pembuatannya masih sederhana dan digarap dengan tema kultur sosial yang
berlatar belakang kehidupan sosial masyarakat Indonesia, namun hal tersebut
membuktikan bahwa Indonesia memiliki potensi dalam industri perfilman.
Menurut (Wibowo, dkk, 2006:196) mengatakan bahwa film adalah alat
untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak melalui sebuah media
cerita. Film juga merupakan medium ekspresi artistik sebagai suatu alat bagi para
seniman dan insan perfilman dalam rangka mengutarakan gagasan-gagasan dan
ide cerita. Secara esensial dan substansial film memiliki power yang akan
berimplikasi terhadap komunikan masyarakat.
Film bisa memiliki waktu dan ruang sendiri. Waktu bisa dipercepat atau
diperlambat bahkan dibiarkan berhenti selama diinginkan. Film bisa diceritakan
seperti terjadi saat sekarang tetapi bisa juga dilempar ke masa lalu atau melesat ke
masa yang akan datang. Demikian juga soal ruang. Ruang bisa dipersempit atau
dikembangkan. Bisa dibuat dengan perspektif yang sesungguhnya, bisa dengan
perspektif palsu. Ini semua dibuat untuk membantu penonton memahami cerita
Pertengahan ‘90-an, film-film nasional yang tengah menghadapi krisis
ekonomi harus bersaing keras dengan maraknya sinetron di televisi-televisi
swasta. Apalagi dengan kehadiran Laser Disc, VCD dan DVD yang makin
memudahkan masyarakat untuk menikmati film impor. Namun di sisi lain,
kehadiran kamera-kamera digital berdampak positif juga dalam dunia film
Indonesia, karena dengan adanya kamera digital, mulailah terbangun komunitas
4
film-film independen. Film-film yang dibuat diluar aturan baku yang ada. Film-
film mulai diproduksi dengan spirit militan. Meskipun banyak film yang kelihatan
amatir namun terdapat juga film-film dengan kualitas sinematografi yang baik,
Sayangnya film-film independen ini masih belum memiliki jaringan peredaran
yang baik, sehingga film-film ini hanya bisa dilihat secara terbatas dan di ajang
festival saja.
Berkembangnya dunia sinema Indonesia hingga tahun 2014 telah
menghasilkan berbagai film dengan genre yang berbeda. Selain sebagai hiburan
ternyata film banyak mengandung nilai atau pesan yang terkandung didalamnya
sehingga memiliki banyak penikmat dan penggemarnya masing-masing.
Film merupakan rangkaian cerita dari berbagai titik pandang. Penonton
bisa ditempatkan dimana saja, melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang.
Hidup modern tanpa film tak dapat lagi dibayangkan. Film sudah menjadi bagian
dari hidup modern, yang tak dapat dielakkan harus diterima. Maka sebagai suatu
realitas kehadiran film harus kita terima dengan sikap positif.
Saat ini, nonton film di bioskop menjadi salah satu alternatif hiburan bagi
keluarga. Apapun rela dilakukan masyarakat untuk menonton sebuah film yang
mampu menjadi kebutuhan bagi pemuas dirinya. Tak heran, banyak warga
metropolis rela antri di bioskop. Antusiasme menonton film pun kian meningkat
seiring dengan bermunculan film-film nasional yang apik, berbobot dan
menghibur. Salah satunya film Ayat-Ayat Cinta (AAC). Film fenomenal ini
menjadi film pertama Indonesia yang menaklukkan bioskop-bioskop di Asia
Tenggara, khususnya di negara yang memiliki komunitas Muslim atau Melayu.
Banyak warga dari luar negeri yang menyukainya.
Kesuksesan film Ayat-Ayat Cinta dipengaruhi atas keberhasilan novel
yang mendahuluinya. Beberapa film di Indonesia yang menjadi karya dari
sutradara-sutradara ternama juga diangkat dari beberapa novel yang laris di
pasaran atau menjadi best seller. Film-film tersebut mampu eksis ditengah
persaingan dunia industri perfilman. Bahkan, tidak jarang karya film lebih laris
dipasaran dibandingkan dengan karya sastranya, seperti Ketika Cinta Bertasbih
5
(Chaerul Umam), Laskar Pelangi (Mira Lesmana-Riri Riza), Sang Pemimpi (Riri
Riza), Edensor (Benni Setiawan), Negeri 5 Menara (Affandi Abdul Rachman), 5
cm (Rizal Mantovani), Perahu Kertas (Hanung Bramantyo), dan Tenggelamnya
Kapal Van der Wijck (Sunil Soraya) berhasil mencetak rekor penonton tertinggi.
Bukan hanya itu, tidak jarang film-film yang diangkat dari novel mendapat
banyak penghargaan.
Meski memiliki dimensi yang berbeda, novel dan film saling memiliki
keterkaitan satu sama lain. Banyak film-film berkualitas yang diadaptasi dari
sebuah novel menjadi laris. Tak jarang, film hasil adaptasi novel mendapatkan
sambutan yang sama baik dengan novel yang bersangkutan. Tak dapat dipungkiri
sukses suatu novel merambat pula kepada sukses suatu film untuk ditonton oleh
masyarakat.
Salah satu contoh film adaptasi novel paling laris yang baru saja
diproduksi adalah film berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa. Film ini adalah
sebuah film yang diangkat dari novel yang ditulis oleh Hanum Salsabela Rais,
putri tokoh nasional Amien Rais. Novel ini ia tulis bersama suaminya, Rangga
Almahendra.
Pada kenyataannya, film-film Indonesia sudah sangat jarang menampilkan
film yang berisi dan memberikan pesan yang mengandung unsur edukasi kepada
masyarakat. Akan tetapi, lain halnya dengan film 99 Cahaya di Langit Eropa yang
pada bulan Desember 2013 ditayangkan. Film ini sangat bagus karena
mengungkap pesan-pesan yang mendidik dan berdampak pada publik terutama
dalam segi kasih sayang dan religius.
Film 99 Cahaya di Langit Eropa adalah film yang diangkat dari novel
dengan judul yang sama karya Hanum Salsabela Rais dan suaminya Rangga
Almahendra yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Cerita ini
berdasarkan pada pengalaman mereka selama 3 tahun tinggal di benua biru.
Film ini merupakan salah satu film yang dirilis oleh Maxima Pictures
dengan arahan sutradara Guntur Soeharjanto. Sejak tayang perdana di bioskop
6
mulai 5 Desember 2013 lalu, film 99 Cahaya Langit Eropa meraih sebanyak 1,1
juta penonton1
. Film ini bercerita tentang pengalaman sejarah dan peradaban umat
manusia di negeri orang dalam mempertahankan keyakinan, cinta, dan prinsip di
tengah sekulerisme Eropa yang dibalut dengan persahabatan, konflik, dan
pengungkapan misteri peradaban Islam.
Film 99 Cahaya di Langit Eropa adalah film yang secara umum
menyampaikan infromasi mengenai jejak-jejak agama Islam di benua Eropa. Film
ini membawa kita untuk memahami sejarah kejayaan Islam di tanah Eropa tanpa
terkesan menggurui. Melalui film ini kita menelusuri sejarah Islam di Eropa
terutama dari masa Dinasti Umayyah dan Ustmaniyyah. Kita akan melihat jatuh
bangun peradaban Islam yang pernah menyinari daratan Eropa. Disamping itu,
kita juga dapat menyimak perjalanan Fatma Pasha. Sosok imigran dari Turki yang
menjadi sahabat Hanum untuk mencari kehidupan yang lebih baik sekaligus
menyebarkan cahaya Islam dan menghapus stereotipe negatif tentang Islam yang
sudah mengakar kuat di Eropa. Inilah film genre religi yang berbeda dari film-
film lainnya.
Menurut Gazalba (1985) religi berasal dari bahasa latin religio yang
berasal dari akar kata religare yang berarti mengikat. Religi adalah
kecenderungan rohani manusia untuk berhubungan dengan alam semesta, nilai
yang meliputi segalanya, makna yang terakhir, dan hakekat dari semuanya.
Definisi lain menyatakan bahwa religi merupakan perilaku terhadap agama
berupa penghayatan terhadap nilai-nilai agama yang ditandai tidak hanya melalui
ketaatan dalam menjalankan ibadah ritual tetapi juga dengan adanya keyakinan,
pengamalan, dan pengetahuan mengenai agama yang dianutnya (Ancok dan
Suroso, 2005).
1
Herman, http://www.beritasatu.com/film/159497-film-99-cahaya-di-langit-eropa-raih-
11-juta-
penonton.html. 2014. Hiburan Film [online]
7
Terdapat dua istilah yang dikenal dalam agama yaitu kesadaran beragama
(religious consciousness) dan pengalaman beragama (religious experience).
Kesadaran beragama adalah segi agama yang terasa dalam fikiran dan dapat diuji
melalui introspeksi atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas
agama, sedangkan pengalaman beragama adalah unsur perasaan dalam kesadaran
beragama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh
tindakan (Zakiyah Darajat dalam Psikologi Agama, 1997).
Secara terminologis (istilah maknawi) dapat dikatakan, Islam adalah
agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya yang terakhir dan
berlaku bagi seluruh manusia, dimanapun dan kapanpun, yang ajarannya meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia. Hubungan antara pengertian asli dan
pengertian religius dari kata Islam adalah erat dan jelas. Hanya melalui
penyerahan diri kepada kehendak Allah SWT dan ketundukkan atas hukum-Nya,
maka seseorang dapat mencapai kedamaian sejati dan menikmati kesucian abadi.
Alasan penulis mengangkat film “99 Cahaya di Langit Eropa” adalah
karena film ini sangat kaya akan nilai-nilai atau sikap religi Islam dalam
kehidupan. Film ini menyampaikan pesan yang kuat tentang rahasia Islam di
Eropa. Film ini menceritakan perjalanan mencari 99 cahaya kesempurnaan yang
pernah dipancarkan Islam di benua Eropa.
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mencermati
serta meneliti dan membahas tentang makna nilai-nilai religi Islam dalam film 99
Cahaya di Langit Eropa karya Guntur Soeharjanto.
1.2 Fokus Penelitian
8
Berdasarkan latar belakang yang diutarakan di atas, diperoleh fenomena yang
akan diteliti mengenai “Bagaimana makna nilai-nilai religi Islam dalam adegan-
adegan film “99 Cahaya di Langit Eropa”?.
1.3. Tujuan Penelitian
Dari fenomena yang diuraikan diatas, tujuan dari penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui lebih mendalam makna nilai-nilai religi Islam
yang dikemas dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa karya Guntur Soeharjanto.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan referensi pengetahuan dan
wawasan mengenai media film sebagai media pendidikan bagi ilmu komunikasi,
yaitu sumbangan dan literatur bagi perkembangan ilmu komunikasi khususnya
dalam bidang broadcasting yang memuat pesan-pesan edukatif yang dapat
dikemas secara menarik serta menambah kepustakaan, khususnya tentang nilai
religi Islam dalam film yang dapat dijadikan sebagai alternatif media pendidikan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi saran bagi Maxima Picture
sebagai rumah produksi yang telah membuat film 99 Cahaya di Langit Eropa.
Hasil penelitian ini pun diharapkan dapat memberikan masukan serta
pertimbangan dalam rangka memberikan sentuhan religi Islam melalui media
yaitu film yang mengandung muatan nilai keagamaan tentang citra agama Islam
yang akan dipandang sebagai ajaran penuh toleransi dengan nuansa damai dan
kasih sayang sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat terealisasi dengan
optimal.
BAB II
9
KONSEP
2.1. Komunikasi Massa
2.1.1. Pengertian
Istilah “komunikasi massa yang muncul pertama kali pada akhir tahun 1930-
an memiliki banyak pengertian sehingga sulit bagi para ahli untuk secara
sederhana mendefinisikan komunikasi massa. Kata ‘massa’ sendiri memiliki
banyak arti dan bahkan kontroversial, dan istilah ‘komunikasi’ sendiri masih
belum memiliki definisi yang dapat disetujui bersama. Namun demikian, definisi
Gebner (1967) mengenai komunikasi, yaitu interaksi sosial melalui pesan,
tampaknya merupakan definisi yang dipandang paling sulit dipatahkan,
setidaknya definisi itu sangat ringkas dan cukup tepat menggambarkan gejala
komunikasi. Namun demikian, terdapat upaya untuk terus mengajukan definisi
lainnya agar dapat menggambarkan proses kerja serta sifat-sifat komunikasi
secara umum2
.
Istilah “massa” menggambarkan sesuatu (orang atau barang) dalam jumlah
besar, sementara ‘komunikasi’ mengacu pada pemberian dan penerimaan arti,
pengiriman dan penerimaan pesan. Salah satu definisi awal komunikasi oleh
Janowitz (1960) menyatakan bahwa komunikasi massa terdiri atas lembaga dan
teknik dimana kelompok-kelompok terlatih menggunakan teknologi untuk
menyebarluaskan simbol-simbol kepada audiens yang tersebar luas dan bersifat
heterogen. Definisi oleh Janowitz ini berupaya untuk menyamakan kata
‘komunikasi massa’ dengan pengiriman (transmisi) pesan yang hampir
menekankan pada aspek pengiriman saja. Padahal, definisi ini tidak memasukan
aspek pengiriman saja, tetapi juga memasukan aspek respons dan interaksi.
Menurut Defleur dan Dennis McQuail, komunikasi massa adalah suatu
proses yang mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk
menyebarkan pesan-pesan secara luas dan secara terus menerus menciptakan
2
Morissan, dkk. “Teori Komunikasi Massa”, Bogor Ghalia Indonesia, 2010, Hal. 7
10
makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak-khalayak yang
besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara3
.
Jadi, kalau kita berbicara tentang komunikasi massa, tentu media massa
tidak akan tertinggal untuk dibicarakan, karena komunikasi massa, hanya dapat
berlangsung melalui media massa. Bittner seperti yang dikutip oleh Jalaludin
Rakhmat mengatakan bahwa “komunikasi massa adalah pesan-pesan yang
dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang” (Rakhmat,
2003: 188). Definisi ini memberikan batasan pada komponen-komponen dari
komunikasi massa. Komponen-komponen itu mencakup adanya pesan-pesan,
media massa (radio, televisi, film, dan media cetak), dan khalayak4
. Media massa
yang terdapat dalam komponen tersebut dikenal dengan istilah “The Big Five Of
Mass Media”.
2.1.2. Fungsi Komunikasi Massa
Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (2001) terdiri
dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan),
transmission of values (penyebaran nilai), dan entertainment (hiburan)5
.
1. Pengawasan
Fungsi pengawasan komunikasi dibagi dalam bentuk utama: (a)
pengawasan peringatan dan (b) pengawasan instrumental. Fungsi pengawasan
peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari
angin topan, meletusnya gunung merapi, kondisi yang memprihatinkan, tayangan
inflasi atau adanya serangan militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat
menjadi ancaman. Kendati banyak informasi yang menjadi peringatan atau
3
De Fleur and Dennis. Understanding Mass Communication. Inggris: Houghton Mifflin Co. 1985
4
Franciscus Theojunior Lamintang. Pengantar Ilmu Broadcasting dan Cinematography. Jakarta:
In Media. 2013 hal.7
5
Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si dan Dra. Lukiati Komala Erdinaya, M.Si. KOMUNIKASI
MASSA: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2005 hal.15
11
ancaman serius bagi masyarakat yang dimuat oleh media, banyak pula orang yang
tidak mengetahui tentang ancaman itu.
Fungsi pengawasan instrument adalah penyampaian atau penyebaran
informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam
kehidupan sehari-hari. Berita tentang film apa yang sedang diputar di bioskop,
bagaimana harga saham di bursa efek, produk-produk baru, ide-ide tentang mode,
resep masakan, dan sebagainya, adalah contoh –contoh pengawasan instrumental.
2. Penafsiran
Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media massa
tidak hanya memasok data dan fakta, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap
kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan
memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan.
3. Keterkaitan (Pertalian)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam,
sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang
sama tentang sesuatu.
4. Penyebaran Nilai-Nilai
Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, di
mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang
mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa
memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang
diharapkan mereka. Dengan perkataan lain, media mewakili kita dengan model
peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya.
5. Hiburan
12
Sulit dibantah lagi bahwa pada kenyataannya hampir semua media
menjalankan fungsi hiburan. Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur
tiada lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak. Kini,
hiburan sudah dianggap sebagai kebutuhan dasar manusia.
2. 1.3 Ciri Komunikasi Massa
Komunikasi massa dapat didefinisikan dalam tiga ciri6
:
1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan
anonim.
2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa
mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya
sementara.
3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang
kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar.
2.2. Proses Komunikasi Massa
Proses komunikasi massa tidaklah sama dengan media massa (organisasi
yang memiliki teknologi yang memungkinkan terjadinya komunikasi massa).
Media massa juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan orang perorangan (individu)
atau organisasi. Media massa yang membawa pesan-pesan publik kepada
masyarakat juga dapat memuat pesan-pesan pribadi (personal), seperti ucapan
terima kasih, ucapan selamat atau duka cita yang sifatnya pribadi. Dengan
demikian, telah terjadi penyatuan (konvergensi) komunikasi dimana garis batas
antara bidang publik dan pribadi serta komunikasi skala luas dan komunikasi
individu semakin tidak jelas batasnya7
.
6
Charles Wright Mills. The Sociological Imagination. New York: Oxford University Press. 1959
7
https://www.academia.edu/3690323/11_elemen_komunikasi_massa
13
2.2.1. Karakteristik Isi Pesan Media Massa
Diantaranya, seperti:8
1. Novelty (sesuatu yang baru)
Sesuatu yang ‘baru’ merupakan unsur yang terpenting bagi suatu pesan
media massa. Khalayak an tertarik untuk menonton suatu program acara televise,
mendengarkan siaran radio, atau membaca surat kabar.
2. Jarak (dekat atau jauh)
Jarak terjadinya suatu peristiwa dengan tempat publikasinya peristiwa
mempunyai arti penting. Khalayak akan tertarik untuk mengetahui hal-hal yang
berhubungan langsung dengan kehidupan dan lingkungannya.
3. Popularitas
Peliputan tentang tokoh organisasi/kelompok, tempat dan waktu yang
penting dan terkenal akan menjadi berita besar dan menarik perhatian khalayak.
4. Pertentangan (Konflik)
Hal-hal yang mengungkapkan pertentangan,baik dalam bentuk kekerasan
atau menyangkut perbedaan pendapat dan nilai biasanya disukai oleh khalayak.
5. Komedi (Humor)
Manusia pada dasarnya tertarik dengan hal-hal yang lucu dan
menyenangkan. Oleh karena itu, bentuk penyampaian pesan yang lucu disukai
khalayak.
6. Seks dan keindahan
Salah satu sifat manusia adalah menyenangi unsur seks dan kecantikan
atau keindahan sehingga kedua unsur tersebut bersifat universal dan menarik
minat khalayak. Maka, media massa seringkali mengangkat kedua unsur tersebut.
kedalam tulisannya.
8
Riswandi, “Ilmu Komunikasi”, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, Hal. 109
14
7. Emosi
Hal-hal yang berkaitan menyentuh kebutuhan dasar (basic needs)
seringkali menimbulkan emosi dan simpati khalayak.
8. Nostalgia
Isi pesan ini menunjukkan pada hal ungkapan pengalaman di masa lalu.
9. Human Interest
Setiap orang pada dasarnya ingin mengetahui segala peristiwa yang
menyangkut kehidupan orang lain. Hal ini sering diangkat media massa melalui
tulisan biografi, bibliografi, berita, feature dan tayangan deskriptif lainnya.
2.2.2. Dampak Pesan Media Massa
Dampak pesan media massa dapat diuraikan, seperti : 9
1. Dampak Kognitif
Dampak ini terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau
dipersepsi oleh khalayak. Dengan perkataan lain, dampak ini berkaitan dengan
penyampaian informasi, pengetahuan, dan kepercayaan yang diberikan oleh
media massa.
Dari media massa kita bisa mengetahui informasi kunjungan presiden ke
Amerika Serikat, telah ditahan ketua KPU, adanya kasus busung lapar di
daerah tertentu, dan masih banyak lagi. Melalui acara-acara di media massa
kita jadi tahu mengenai berbagai hal seperti cara mengasuh anak, membuat
masakan daerah tertentu, cara memilih dalam Pemilihan Umum secara
langsung dan sebagainya.
Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera manusia.
Melalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang,
peristiwa, atau tempat-tempat yang belum pernah kita lihat dan kunjungi secara
9
cai.elearning.gunadarma.ac.id/webbasedmedia/download
15
langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah realitas yang
sudah diseleksi.
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu
media massa akan mempengaruhi lingkungan sosial yang biasa tidak cermat.
Oleh karena itu, muncul apa yang disebut stereotipe.
2. Dampak Asosiatif
Dampak peran media massa sampai tahap afektif bila pesan yang disebarkan
media massa mengubah apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci oleh
khalayak. Dampak ini berkaitan dengan perasaan, rangsangan emosional, sikap,
atau nilai. Misalnya kita merasa terharu ketika membaca ulasan tentang
keberhasilan tukang becak menjadi sarjana, Anda merasa benci dengan aktor A
dalam film yang selalu mendapat peran penjahat, atau Anda merasa takut
pulang malam setelah menonton berita kriminal di televisi.
3. Dampak Konatif/Behavioral
Dampak pesan media massa sampai pada tahap konatif bila pesan-pesan yang
disebarkan media massa mendorong Anda untuk melakukan tindakan-tindakan
tertentu. Misalnya setelah Anda menonton tayangan televisi atau membaca
berita surat tentang Gempa Tsunami di Aceh, Anda kemudian segera
mengirimkan bantuan uang dan makanan.
Dewasa ini, media massa telah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi
khalayak. Contohnya, adalah berbagai jenis buku maupun surat kabar yang
telah membahas berbagai keterampilan antara lain adanya berbagai
kolom/ruang fotografi, keterampilan memasak, dan komputer, dan sebagainya.
Dengan demikian, media tersebut dapat dijadikan sebagai media pendidikan.
2.3 Teori dan Model Komunikasi Massa
2.3.1. Teori Komunikasi Massa
16
Selain memiliki efek terhadap individu, media massa juga menghasilkan
efek terhadap masyarakat dan budayanya. Efek dalam pengertian umumnya
mengacu pada efek jangka panjang yang tidak langsung. Hal ini tercermin dalam
salah satu teori yang dikenal dengan istilah cultural norms. Teori ini beranggapan
bahwa media tidak hanya memiliki efek langsung terhadap individu tapi juga
mempengaruhi kultur, pengetahuan kolektif, dan norma serta nilai-nilai dari suatu
masyarakat.
Pengenalan lain dalam teori ini akan dijelaskan dalam suatu konteks teori
difusi inovasi. Tokoh pelopor teori ini ialah Everett M. Rogers yang
mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan
melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu
sistem sosial. Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan
penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan
sebagai proses di mana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukar
informasi untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam pesan itu terdapat
ketermasaan (newness) yang memberikan ciri khusus kepada difusi yang
menyangkut ketidakpastian (uncertainty).
Everett M. Rogers dan Floyd G. Shoemaker mengemukakan bahwa teori
difusi inovasi dalam prosesnya ada 4 (empat) tahap, yaitu :
1. Pengetahuan : Kesadaran individu akan adanya inovasi dan pemahaman
tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.
2. Persuasi : Individu membentuk sikap setuju atau tidak setuju terhadap inovasi.
3. Keputusan : Individu melibatkan diri pada aktivitas yang mengarah pada
pilihan untuk menerima atau menolak inovasi.
4. Konfirmasi : Individu mencari penguatan (dukungan) terhadap keputusan yang
telah dibuatnya, tapi ia mungkin saja berbalik keputusan jika ia memperoleh
isi pernyataan yang bertentangan.
2.3.2. Model Komunikasi Massa
17
Model dapat dijadikan sebagai suatu dasar bagi pernyataan kemungkinan
terhadap berbagai alternative dan karenanya dapat membantu membuat hipotesis
suatu penelitian.
1. Model Komunikasi Satu Tahap (One Step Flow of Communication)
Model ini merupakan pengembangan pesan yang disampaikan melalui media
massa dan ditujukan langsung kepada komunikan tanpa melalui perantara.
Namun, pesan tersebut tidak mencapai semua komunikan dan juga tidak
menimbulkan efek yang sama pada setiap komunikan.
Proses Komunikasi Massa Satu Arah
2. Uses and Effect
Kebutuhan hanya salah satu dari faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya penggunaan media. Karakter individu, harapan dan persepsi terhadap
media, dan tingkat akses kepada media akan membawa individu kepada keputusan
untuk menggunakan atau tidak menggunakan isi media massa.
Pengetahuan mengenai penggunaan media dan penyebabnya, akan
memberikan jalan bagi pemahaman dan pemikiran tentang hasil dari suatu proses
komunikasi massa. Hasil dari proses komunikasi massa akan membawa pada
bagian penting berikutnya dari teori ini. Hubungan antara penggunaan dan
hasilnya, memilih beberapa bentuk yang berbeda, yaitu :
a. Pada kebanyakan teori efek tradisional, karakteristik isi media
menentukan sebagian besar dari hasil. Penggunaan media hanya
18
MEDIA
MASSA
KOMUNIKAN
dianggap sebagai faktor perantara, hasil dari proses tersebut dinamakan
efek.
b. Dalam berbagai proses, hasil merupakan akibat penggunaan daripada
karakteristik isi media. Di samping itu, hasil dari suatu media dapat pula
memilih konsekuensi psikologis seperti ketergantungan pada media
tertentu.
c. Ada dua proses yang bekerja secara serempak yang bersama-sama
menyebabkan terjadinya suatu hasil yang kita sebut ’conseffects’
(gabungan antara konsekuensi dan efek).
3. Information Seeking
Model information seeking dikemukakan oleh Donohew dan Tiplon (1973),
menjelaskan tentang pencarian, penghindaran, dan pemprosesan informasi yang
disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tergantung kesesuaian sikap.
Salah satu asumsi utamanya, bahwa orang cenderung untuk menghindari
informasi yang tidak sesuai dengan ‘image of reality’nya karena terasa
membahayakan. Konsep image tersebut mengacu pada pengalaman yang
diperoleh sepanjang hidup seseorang dan terdiri dari berbagai tujuan, keyakinan,
dan pengetahuan yang telah diperolehnya.
Image terdiri dari konsep diri seseorang dalam mengatasi berbagai situasi,
dan image of reality terdiri dari suatu perangkat penggunaan informasi yang
mengatur prilaku seseorang dalam mencari dan memproses informasi.
Proses dimulai ketika individu diterpa oleh sejumlah stimuli. Tahap
berikutnya terjadi perbandingan antara stimuli (informasi) dan image of reality
yang dimiliki individu tersebut. Berikutnya muncul persoalan tentang apakah
stimuli tersebut menuntut suatu tindakan. Selanjutnya, individu memerlukan
feedback dari tindakannya untuk mengevaluasi efektifitas tindakannya. Proses ini
dapat menghasilkan revisi pada images of reality seseorang.
19
Dalam hal ini Ellis membedakan pencarian informasi terdiri dari seeking
behaviour dan searching behavior, yaitu :
1. Seeking behaviour adalah aktivitas pencarian informasi dimana
pencari informasi (information seeker) belum mengetahui proses dalam
pencarian, contoh pencari informasi hanya mencoba atau membuka situs-situs
tertentu untuk menemukan informasi sesuai kebutuhannya.
2. Searching behaviour adalah proses pencarian informasi dimana
pencari informasi (information seeker) mengetahui proses, tahap, atau cara
dalam menemukan informasi sehingga informasi yang dibutuhkan relevan.
2.4. Hambatan dalam Komunikasi Massa
Setiap komunikator selalu menginginkan komunikasi yang dilakukannya
dapat mencapai tujuan. Oleh karena itu, seorang komunikator perlu memahami
setiap jenis hambatan komunikasi, agar ia dapat mengantisipasi hambatan
tersebut. Adapun hambatan-hambatan dalam penemuan informasi menurut
Wilson, diantaranya:
1. Hambatan Internal
a. Hambatan kognitif dan psikologis
(1). Disonansi kognitif
Disonansi kognitif adalah gangguan yang terkait motivasi individu
dalam berperilaku. Konsep ini mengemukakan bahwa adanya kognisi
yang sedang berkonflik membuat individu merasa tidak nyaman,
akibatnya mereka akan berupaya memecahkan konflik tersebut dengan
satu atau beberapa jalan penyelesaian.
(2). Tekanan selektif
20
Individu cenderung terbuka dengan gagasan yang sejalan dengan
minat, kebutuhan, dan sikap mereka. Secara sadar atau tidak sadar
manusia sering menghindari pesan yang berlawanan dengan
pandangan dan prinsip mereka.
(3). Karakteristik emosional
Hambatan ini berkaitan dengan kondisi emosional dan mental
seseorang ketika menemukan informasi.
b. Hambatan demografis
(1). Tingkat pendidikan dan basis pengetahuan
Hambatan dalam hal bahasa ditemui dalam beberapa penelitian
perilaku penemuan informasi. Semakin rendahnya pendidikan maka
semakin rendah juga tingkat penguasaan pencarian informasi mereka.
(2). Variabel demografi
Perilaku penemuan informasi dipengaruhi oleh atribut sosial
kelompok (karakteristik dan status sosial ekonominya). Atribut ini
berpengaruh pada metode-metode yang digunakan dalam menemukan
informasi.
2. Hambatan Eksternal
a. Keterbatasan waktu
Terbatasnya waktu dapat menjadi hambatan dalam penemuan informasi,
aktivitas yang padat memungkinkan berkurangnya waktu untuk menemukan
informasi yang dibutuhkan.
b. Hambatan geografis
21
Jauhnya sumber informasi dari lokasi juga menjadi penghambat dalam
kegiatan pencarian informasi seseorang.
c. Hambatan yang berkaitan dengan karakteristik sumber informasi
Teknologi baru, seperti internet, bagi sebagian orang juga dianggap masih
menyimpan kekurangan, misalnya menyajikan informasi yang terlalu banyak,
namun dinilai kurang relevan. Tidak menutup kemungkinan mereka yang
sering menggunakan internet pun mengalami kendala serupa.
2.5. Bentuk Media Massa
2.5.1. Film
Menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2009 tentang perfilman, film
adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi
massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan
dapat dipertunjukkan10
.
Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film adalah
ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi
informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan misi
perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hibura, film
nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda
dalam rangka nation and character building (Effendy, 1981: 212)11
.
Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film-
film sejarah yang objektif, atau film dokumenter dan film yang diangkat dari
kehidupan sehari-hari secara berimbang.
10
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman.
11
Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si dan Dra. Lukiati Komala Erdinaya, op.cit., 136.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Paradigma
Paradigma adalah cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan
melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang realitas.
(Menurut Harmon dalam Moleong, 2007: 49).
Salah satu jenis paradigma yang biasa digunakan dalam penelitian ialah
teori konstruktivis. Teori ini menggunakan pendekatan secara teoritis untuk
komunikasi yang dikembangkan tahun 1970an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan
sejawatnya. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan
interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam
pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam
bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana
cara seseorang melihat sesuatu (Morissan, 2009:107).
23
Konstruktivis menolak pandangan positivis yang memisahkan subjek dan
objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivis, bahasa tidak lagi hanya dilihat
sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek
sebagai penyampai pesan. Konstruktivis justru menganggap subjek sebagai faktor
sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek
memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam
setiap wacana.
Paradigma konstruktivis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah
realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Maka, konsentrasi
analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa
atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam
studi komunikasi, paradigma konstruktivis ini sering sekali disebut sebagai
paradigma produksi dan pertukaran makna.
Paradigma konstruktivis menjadi paradigma dimana kebenaran suatu
realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas
sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivis ini berada dalam perspektif
interpretivis (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik,
fenomenologis dan hermeneutik.
Paradigma konstruktivis menolak pandangan positivis yang memisahkan
subjek dengan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivis, bahasa tidak
lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan
dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivis justru
menganggap subjek (komunikan atau decoder) sebagai faktor sentral dalam
kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial.
3.2 Metode Penelitian
24
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis semiotika.
Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya
melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya12
.
Semiotika, yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda
(the study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu
sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu
sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna13
. ( Scholes, 1982: ix
dalam Kris Budiman, 2011: 3)
Semiotika digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis media
dengan asumsi bahwa media itu sendiri dikomunikasikan melalui seperangkat
tanda. Teks media yang tersusun atas seperangkat tanda itu tidak pernah
membawa makna tunggal. Kenyataannya teks media memiliki ideologi atau
kepentingan tertentu, memiliki ideologi dominan yang terbentuk melalui tanda
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa teks media membawa kepentingan-
kepentingan tertentu dan juga kesalahan-kesalahan tertentu yang lebih luas dan
kompleks.
Dalam penelitian ini bagaimana makna nilai-nilai religi Islam di setiap
adegan film 99 Cahaya di Langit Eropa akan mengantarkan pembaca pada titik
awal pencarian makna dan tujuan hidup. Dengan kata lain, dalam penelitian ini,
peneliti ingin mengetahui makna nilai-nilai religi Islam yang terdapat dalam film
99 Cahaya di Langit Eropa yang bisa mengajak pembaca untuk menjadi agen
muslim yang baik.
3.3Objek Penelitian
12
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, ”Semiotika Komunikas: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan
Skripsi Komunikasi”, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011, Hal. 89
13
Budiman, Kris. “Semiotika Visual”, Yogyakarta: Jalasutra, tahun 2011, hal. 3
25
Objek penelitian ini adalah film 99 Cahaya di Langit Eropa. Sedangkan
unit analisis pada penelitian ini adalah adegan yang ditimbulkan dari film 99
Cahaya Langit Eropa. Film yang ditayangkan di bioskop tanggal 5 Desember
2013 dan merupakan film yang mengambil lokasi syuting di empat negara Eropa:
Vienna (Austria), Paris (Perancis), Cordoba (Spanyol), dan Istanbul (Turki).
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Guna mendukung keperluan untuk menganalisa dan melakukan penelitian
ini, penulis membutuhkan data-data yang mendukung baik yang berasal dari
dalam maupun luar media film. Dalam pengumpulan data, penulis melakukan dua
macam pendekatan, yaitu :
3.4.1 Data Primer
Sumber data primer adalah data yang memberikan data langsung dari
tangan pertama14
. Adapun yang menjadi sumber data primer sekaligus sebagai
objek penelitian ini adalah DVD Film 99 Cahaya di Langit Eropa karya Guntur
Soeharjanto. Informasi ini diperoleh melalui tayangan film 99 Cahaya di Langit
Eropa dengan cara menyimak dan mendengarkan kemudian mencatat dialog-
dialog dan peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam tayangan DVD Film 99
Cahaya di Langit Eropa.
3.4.2 Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber yang memiliki bahan yang diperoleh
dari orang lain baik dalam bentuk turunan, salinan, atau bukan oleh tangan
14
Winarno Surakhman, “Pengantar Penelitian Ilmiah”, Bandung: Tarsito, 1983, Hal. 134.
26
pertama15
. Peneliti memperoleh data penelitian melalui studi kepustakaan untuk
melengkapi dan memperlancar proses penelitian, serta mendapat informasi dari
literatur-literatur yang berhubungan dengan judul, dokumen-dokumen berupa
buku-buku, majalah, skripsi, jurnal, surat kabar, artikel, informasi dan internet,
serta karya tulis yang memungkinkan data-data dalam penulisan, dan sebagainya.
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan model analisis semiotika Charles
Sanders Pierce. Pierce membagi tiga elemen utama dan menyebutnya sebagai
teori segitiga makna atau triangle of meaning. Tanda-tanda yang terdapat dalam
penelitian ini diolah untuk kemudian dimaknai. Tanda-tanda yang tersusun dalam
sebuah teks media merupakan hasil dari hubungan yang terbentuk dari tanda-
tanda itu sendiri.
Triangle of Meaning
Sign
Interpretant Objek
Semiotika berangkat dari tiga elemen utama, yang disebut Pierce teori segitiga
makna atau triangle of meaning yang terdiri dari16
:
a. Tanda
15
http://digilib.uin-suka.ac.id/10490/1/BAB%20I,%20BAB%20IV,%20DAFTAR
%20PUSTAKA.pdf
16
Rachmat Kriyantono, “Teknik Praktis Riset Komunikasi”, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006, Hal. 263
27
adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat diungkap oleh panca indera
manusia dan merupakan Sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain diluar tanda
itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek.
b. Acuan tanda (objek)
adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk
tanda.
c. Pengguna tanda (interpretant)
Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke
suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang
dirujuk sebuah tanda.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam sinematografi, unsur visual merupakan “alat” utama dalam
berkomunikasi. Maka secara konkrit bahasa yang digunakan dalam sinematografi
adalah suatu rangkaian beruntun dari gambar bergerak yang dalam pembuatannya
memperhatikan ketajaman gambar, corak penggambarannya, memperhatikan
seberapa lama gambar itu ditampilkan, iramanya dan sebagainya yang
kesemuanya merupakan alat komunikasi non verbal. Biarpun unsur-unsur yang
lain seperti kualitas cerita, editing, illustrasi musik, efek suara, dialog dan
permainan semua pemeran terlihat prima sehingga dapat memperkuat nilai sebuah
tayangan, tapi unsur penting yaitu visualnya sangat buruk tentu akan
mempengaruhi nilai keseluruhan.
28
Sinematografi berarti menulis dengan gambar bergerak. Setiap pembuatan
program dengan menggunakan sinema atau gambar yang bergerak, pada
hakikatnya adalah ingin menyampaikan sesuatu kepada orang lain atau pemirsa.
Hal itu berarti, pembuat program ingin berkomunikasi dengan menggunakan
audio visual kepada orang lain. Sesuatu yang ingin dikomunikasikan itu bisa
berupa ide atau perasaan yang erat hubungannya dengan visi dan misi dari
seorang pembuat program yang sudah dipelajari sebelumnya atau dapat pula
berupa sikap atau keberpihakan dari pembuat program terhadap suatu masalah,
misalnya masalah gender, kekerasan terhadap anak, perempuan, perdamaian,
keagamaan, dan sebagainya. Dalam penyampaian ide atau gagasan tersebut
seorang pembuat program berharap kepada penonton atau audiens mendapatkan
pemahaman sama dengan dirinya. Apabila hal tersebut terwujud maka terjadilah
suatu proses komunikasi yang baik.
Dalam buku teori-teori komunikasi yang ditulis oleh B. Aubrey Fisher,
dikutip definisi komunikasi yang baik dari Fotheringham bahwa komunikasi
dapat dipandang baik atau efektif apabila ide, tema, dan informasi yang
disampaikan dapat dipandang “sama” atau mempunyai kesamaan bagi orang-
orang yang terlibat dalam perilaku komunikasi. Berkaitan dengan sinematografi,
hal seperti yang disampaikan diatas perlu diperhatikan karena menyampaikan
sesuatu, ide, gagasan, informasi, tema dengan menggunakan gambar tentu
tidaklah semudah penyampaian dengan menggunakan tulisan.
Gambar adalah medium komunikasi non verbal. Dengan sebuah kamera,
baik kamera yang memakai film ataupun digital, baik yang diam (still photo)
maupun yang bergerak (seluloid atau video), bisa “mengabadikan” apa saja yang
bisa kita lihat dalam kenyataan hidup sehari-hari untuk dipindahkan menjadi
gambar. Dengan demikian gambar yang kita rekam tersebut adalah representasi
dari sebuah realitas, namun bukan realitas itu sendiri karena realitas yang ada di
dalam gambar hasil rekaman itu hanyalah sebagian saja dari realitas yang lebih
besar atau realitas yang jauh lebih kaya daripada realitas yang ada di dalam
29
gambar. Selain itu realitas di dalam gambar hanyalah realitas yang dua dimensi,
sementara realitas yang sebenarnya adalah tiga dimensi.
Untuk memahami makna yang terkandung di dalam gambar hasil rekaman
(baik foto maupun video) tidaklah mudah. Kendatipun seseorang merasa mengerti
tentang sesuatu yang terdapat di dalam gambar, tetap saja ada hal-hal yang tidak
bisa dipahami. Karena itu, sebuah gambar menjadi sangat tergantung kepada siapa
yang menginterpretasikan. Penonton yang melihat gambar tertentu akan
menginterpretasikan gambar tersebut menurut pikirannya yang didasari oleh
pengalaman hidupnya atau pola pikirnya hingga mempunyai kesan tertentu.
Dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa, kita akan merasakan suatu cerita
perjalanan spiritual yang telah dialami oleh Hanum dan suaminya. Kita bisa
merasakan bahwa kita masih jarang membuka mata untuk melihat dunia dan
segala isinya, terutama yang berkaitan dengan ajaran keagamaan. Perjalanan yang
terekam dalam film tersebut harus mampu membawa penonton untuk naik ke
derajat yang lebih tinggi dalam memperluas wawasan sekaligus memperdalam
keimanan.
1. Agama Islam adalah agama yang luas dan fleksibel
* Sign :
30
Objek : Lokasi pengambilan gambar di sebuah Universitas di Wina, salah satu
kampus tertua yang telah dibangun sejak abad 13 dan memiliki ruangan yang
seadanya. Rangga dan Khan tampak shalat di salah satu ruangan di kampus
tersebut yang juga menjadi tempat ibadah para mahasiswa beragama lain.
Intrepretant :
Pada adegan ini, Khan sempat menolak untuk tidak beribadah di ruangan
yang tidak layak baginya karena ruangan tersebut digunakan beribadah oleh
penganut agama lain. Namun, Rangga tetap teguh pendirian dan mereka berdua
pun shalat di tempat itu.
Pada dasarnya, Islam mengajarkan kita untuk hidup berdampingan.
Keberagamaan agama yang ada tidak boleh menjadi jurang pemisah. Gejala
pluralisme semacam ini akan terasa sangat sensitif dan akan merenggangkan
hubungan antara manusia jika dipermasalahkan. Hakikat agama memang sesuatu
yang sangat personal, namun kita tidak perlu mempermasalahkan tempat ritual
dalam menjalankan ibadah saja. Kita harus melihat bagaimana intensitas dan
kualitas kita dalam beribadah.
Dengan demikian, kita harus kembali pada ajaran syariat islamiyah yang
mengantarkan umat manusia kepada tujuan Islami. Setelah seseorang meyakini
keberadaan Allah sebagai pencipta dan pemberi kehidupan sesuai dengan dalil-
dalil akal, maka konsekuensi logisnya individu tersebut akan merasa berkewajiban
untuk menaati dan menyembah-Nya. Namun sebelumnya, tentu dia harus
mengetahui cara bertaat dan menyembah kepada-Nya, agar tidak seperti orang-
orang Arab Jahiliyah yang menyembah Allah, namun melalui patung-patung (QS.
Az-Zumar: 3).
Perlu diingat, agar tidak terjadi kesalahan dalam kontak dan komunikasi
dengan Allah SWT, maka kita mesti melakukannya menurut cara yang dihendaki-
Nya dan tidak mengikuti cara yang kita inginkan. Allah dengan luthf-Nya (upaya
mendekatkan hamba pada ketaatan dan menjauhkannya dari kemaksiatan)
mengutus para Nabi dan menurunkan kitab untuk mengajarkan tata cara
31
menyembah (beribadah). Oleh karena itu, kita mesti mengikuti bagaimana
Rasulullah Saaw beribadah, ''Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku
shalat.''
Itulah makna ajaran agama Islam sebagai agama fitrah bagi manusia.
Ajaran agama yang luas dan fleksibel. Dimanapun dan kapanpun kita berada,
manusia niscaya akan mampu melaksanakan segala perintah-Nya tanpa ada
kesulitan, tetapi biasanya yang menjadikan sulit adalah manusia itu sendiri.
Ingatlah ajaran agama Islam hadir untuk mewujudkan keadilan yang
sebenar-benarnya; untuk mewujudkan persaudaraan dan persamaan di tengah-
tengah kehidupan manusia, serta memelihara darah (jiwa), kehormatan, harta, dan
akal umatnya. Dalam ajaran Islam, terkandung ajaran yang senantiasa menjaga
keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum, antara
kebutuhan material dan spiritual serta antara dunia dan akhirat.
2. Ajaran agama Islam bersifat argumentatif, tidak bersifat doktriner.
* Sign :
Ulama : “… Serahkan semuanya kepada Allah … “
32
*Objek : Lokasi pengambilan gambar di salah satu ruang pertemuan yang
terdapat di sebuah Masjid. Tampak Rangga dan Hanum bertukar pikiran dengan
seorang ulama mengenai kelalaian Rangga yang meninggalkan ibadah shalat
Jum’at hanya demi ujian kelulusan studinya.
* Intrepretant : Pada scene ini, perpaduan antara keteguhan prinsip yang
tertanam dalam karakter Rangga diuji melalui fleksibilitas ciri khas agama Islam
Makna adegan ini terlihat pada perpaduan antara hal-hal yang bersifat prinsip
(tidak berubah oleh apapun) dan menerima perubahan sepanjang tidak
menyimpang dari batas syariat.
Sesungguhnya dalam ajaran Islam, hukum atau ajaran-ajaran yang
diberikan Allah SWT kepada manusia diturunkan secara berangsur-angsur sesuai
dengan fitrah manusia. Jadi, tidak secara sekaligus atau radikal. Hal ini tertulis
dalam argumentatif filosofis dalam kitab suci umat Islam. Al-Quran dalam
menjelaskan setiap persoalan senantiasa diiringi dengan bukti-bukti atau
keterangan-keterangan yang argumentatif dan dapat diterima dengan akal pikiran
yang sehat (rasional religius), sehingga apa yang sudah kita perbuat harus kita
serahkan kembali kepada Allah SWT sebagai Sang Maha Kuasa.
3. Agama Islam pernah bersinar sebagai peradaban paling maju di dunia,
terutama di Eropa. Cerminannya adalah dakwah islam yang bisa bersatu
dengan pengetahuan dan perdamaian, bukan dengan teror atau kekerasan.
*Sign :
Bule : “… Kau tahu bentuk bendera Turki, bukan?...”
33
*Objek : Lokasi pengambilan gambar di salah satu restoran di Eropa. Terlihat
aktor berperawakan bule bercerita kepada temannya, bahwa penamaan roti
Croissant berdasarkan sejarah kemenangan pasukan Eropa dalam mengalahkan
invasi pasukan Muslim Kesultanan Ottoman Turki. Sedemikian dendamnya
masyarakat Eropa yang non Muslim, sehingga mereka membuat roti berbentuk
bulan sabit untuk dimakan, bukan untuk dihormati.
Bulan Sabit adalah lambang negara Turki, yang awalnya sebelum jaman
Attaturk malah merupakan simbol kekaisaran Islam Eropa di bawah kekuasaan
Turki. Dan memang salah satu simbol agama Islam pula bersama bintang. Dalam
adegan tersebut, Fatma menahan Hanum untuk membalas secara emosional
obrolan kedua bule yang dianggap menghina Islam. Fatma memiliki cara
tersendiri untuk membalasnya.
*Intrepretant :
Pada scene ini, penghinaan terhadap agama Islam yang dilakukan oleh
bule non muslim dibalas oleh Fatma dengan kebaikan. Ajaran agama Islam
memang menempatkan Islam sebagai sumber pengetahuan yang penuh kedamaian
dan kasih sayang. Sebagaimana yang teerdapat dalam hadits Rasulullah SAW :
Suatu waktu Rasulullah SAW sedang duduk di beranda rumah bersama
istrinya Aisyah Radiyallaahu‘anha. Lewatlah seorang yahudi yang kemudian
mengolok-olok Nabi. Ia mengeluarkan kata-kata yang kasar. Aisyah beranjak
dari tempat duduknya dengan muka yang merah dan hendak membalas apa yang
dikatakan seorang yahudi tadi. Dengan lembah lembut, Nabi menutup mulut
Aisyah dengan telapak tangannya dan berkata: “Lemah lembut lah Aisyah. Allah
mencintai hamba-Nya yang lembut. Allah memberi karena kelembutan. Allah
tidak memberi karena kekerasan dan tidak juga karena yang lain.” (HR Muslim)
Sudah saatnya bagi kita untuk merubah sikap kita saat ini. Rasulullah telah
memberi teladan yang begitu sarat makna dan kebaikan. Sebuah kewajiban bagi
kita untuk mencontohnya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
34
“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara mu dan antara dia ada
permusuhan seolah-olah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik
itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan
yang besar.” (QS Fushshilat [41]: 34-35).
4. Agama Islam dahulu pernah menjadi sumber cahaya terang benderang
ketika Eropa diliputi abad kegelapan. Berarti, agama Islam adalah agama
yang tauhid.
*Sign :
Marion : “Percaya atau tidak, pinggiran kerudung Bunda Maria itu bertahtakan
kalimat tauhid Laa Illaaha Ilallah, Hanum,..”
*Objek : Lokasi pengambilan gambar di Museum Louvre. Marion mengajak
Hanum meihat lukisan Bunda Maria yang sedang menggendong bayi Yesus dan
terungkap misteri peradaban Islam seperti kalimat tauhid yang terdapat dalam
hijab yang dikenakan Bunda Maria.
*Intrepretant : Pada scene ini, kita akan melihat bahwa agama Islam secara
spiritual memiliki simbol sisi Rahmatan Lil Alamin (menjadikan kesejahteraan
kepada seluruh alam). Hal ini mengingatkan kita bahwa semua agama berasal
dari 1 sumber. Banyak orang yang berpandangan sempit dan menjadikan agama
hanya sebagai alat untuk kepentingan dirinya atau golongannya saja. Padahal
35
agama salah satunya berfungsi memberikan kebutuhan akan ketenangan hati dan
pikiran kita, bukan hanya simbol untuk dipertentangkan.
Itulah ajaran Islam sebagai agama tauhid. Dalam pengertian tauhid yang murni
artinya kuat sekali dan dalam pengertian tauhid yang sederhana artinya jelas
sekali. Tauhid berarti keesaan, maksudnya itikad atau keyakinan bahwa Allah
SWT adalah Esa, Tunggal, Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid
yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah“ mentauhidkan
berarti mengakui keesaan Allah atau mengesakan Allah.
5. Ajaran dimensi spiritual untuk lebih mengenal Islam dengan cara yang
berbeda. Sebuah tempat Axe Histourique Paris (Gerbang Kemenangan)
memiliki nilai sejarah Islam.
* Sign :
Marion : “ .. Dan jika Axe Historique ini ditarik garis lurus ke arah timur, jalan
ini akan menuju Mekkah, Ka’bah ; kiblat umat Islam.. “
* Objek : Lokasi pengambilan gambar dilakukan di Axe Historique, Gerbang
kemenangan yang menghadap kiblat. Dalam adegan ini, Marion menjelaskan
kepada Hanum bahwa jalan kemenangan ini sengaja dibangun untuk merayakan
kemenangan pahlawan besar Prancis, Napoleon Bonaparte, Sang Penakluk Eropa.
Axe Historique ini adalah garis imajiner yang membelah kota Prancis. Banyak
bangunan penting terdapat di garis ini. Mulai dari museum Louvre, gerbang Arc
du Triomphe du Carrousel, monumen Obelisk, Champ Elysees, Arc du Triomphe
de l'Etoile, hingga L Defens. Jalan ini memang lurus, sekilas orang tidak tahu
kemanakah jalan ini menghadap, apakah ke timur atau ke barat. Tetapi faktanya
bangunan Arc du Triomphe dibangun setinggi 20 meter, diatasnya terdapat patung
kereta kuda Yunani Kuno yang ditarik empat ekor kuda dan diapit dua perempuan
bersayap bersepuh emas, semuanya menghadap ke arah timur, arah kiblat di
36
eropa. Dan jika Axe Historique ini ditarik garis lurus ke arah timur, jalan ini
memang menuju Mekkah, kiblat umat Islam.
* Intrepretant : Pada scene ini, kita tidak akan menemukan penjelajahan di
Menara Eiffel, Tembok Berlin, Konser Mozart, Stadion Sepak Bola San Siro,
Colosseum Roma, atau gondola-gondola di Venezia. Lebih dari sekedar itu. Kita
akan dibuat takjub dengan penjabaran deskripsi lengkap tempat-tempat yang
jarang terekspos yang justru menyimpan makna sejarah yang mendalam. Itulah
Axe Historique Paris yang mengarah ke Mekah.
Quadriga Arc de Triomphe du Carrousel berlatar belakang horizon garis
lurus. Axe Historique ini membelah kota Paris. Marion berkata Napoleon
membuat garis imajiner ini sepulangnya dari ekspedisi Mesir, searah kiblat. Tidak
penting apakah Napoleon muslim atau bukan. Kenyataannya, pada suatu masa dia
telah memberi ruang yang lebar bagi nilai-nilai Islam, baik untuk negara maupun
dirinya sendiri. Itulah yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita sebagai
muslim.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa,
maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Komunikasi massa merupakan kajian ilmu komunikasi yang kaitannya dengan media massa.
Dalam film tersebut komunikasi menggunakan media film sebagai salurannya serta pesan film
sebagai komunikatornya. Informasi yang disampaikan merupakan informasi massa yang
diperuntukkan kepada masyarakat luas bukan hanya dikonsumsi secara pribadi.
Komunikasi yang terjadi melalui sebuah media massa, berupa film dimana komunikan atau
objek dari pesan yang dikirimkan oleh komunikator berupa khalayak ramai yang heterogen dan
tidak saling mengenal dapat disebut komunikasi massa. Hal ini merupakan keunggulan dari
komunikasi massa yang mampu menjangkau khalayak yang luas namun juga sebagai suatu
37
tantangan karena khalayak yang luas dan beragam tersebut memiliki keinginan atau intrepretasi
yang juga beragam terhadap isi pesan film ini.
2. Film 99 Cahaya di Langit Eropa sebagai saluran komunikasi massa dinilai sangat efektif sebagai
pembantu penyebaran informasi makna nilai-nilai religi terhadap khalayak. Dari uraian
mengenai efek saluran media massa, karakteristik komunikasi dan isi pesan media massa, dan
teori serta model saluran komunikasi massa memberikan implikasi positif terhadap strategi
komunikasi dalam perfilman.
3. Film 99 Cahaya di Langit Eropa bukan film religi biasa. Film ini menjadi film Indonesia
pertama yang sarat akan nilai edukasi, sosial dan spiritual yang bercerita tentang warisan
peradaban Islam di Eropa.
4. Sebuah film disadari atau tidak, dapat mengubah pola kehidupan seseorang. Film mempunyai
pengaruh sendiri bagi para penontonnya, seperti pesan yang terdapat dalam adegan-adegan film
99 Cahaya di Langit Eropa akan membekas dalam jiwa penonton. Gejala ini menurut ilmu jiwa
sosial disebut sebagai identifikasi psikologis. Melalui film ini, kita akan menjadi agen muslim
yang lebih baik lagi sesuai tatanan religi.
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, Djamaludin dan Suroso, Fuat Nashori. 2005. Psikologi Islam:
Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Ardianto, Elvinaro dan Dra. Lukiati Komala Erdinaya, M.Si. 2005.
KOMUNIKASI MASSA: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media. 2005
Budiman, Kris. 2011. Semiotika Visual. Yogyakarta: Jalasutra
38
Dennis and De Fleur. 1985. Understanding Mass Communication. Inggris:
Houghton Mifflin Co.
Gazalba, S. 1985. Asas Agama Islam. Jakarta : Bulan Bintang
Jalaluddin. 1997. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai
contoh praktis riset media, public relations, advertising,
komunikasi organisasi, komunikasi pemasaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Lamintang, Franciscus Theojunior. “Pengantar Ilmu Broadcasting dan
Cinematography”, Jakarta: In Media, 2013, hal.7
Mills, Charles Wright. 1959. The Sociological Imagination. New York: Oxford
University Press.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Morissan. 2009. Manajemen Media Penyiaran; Strategi Mengelola Radio
Televisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Morissan, dkk. 2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia
39
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2006. Semiotika: Aplikasi Praktis bagi
Penelitian dan Penulisan Skripsi Mahasiswa Ilmu Komunikasi.
Jakarta: Mitra Wacana Media.
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman.
Herman (2014, Januari). Film “99 Cahaya di Langit Eropa” Raih 1,1 Juta Penonton. Hiburan Film
[online]. Diakses pada tanggal 29 Juni 2014 dari http://www.beritasatu.com/film/159497-
film-99-cahaya-di-langit-eropa-raih-11-juta-penonton.html
http://e-journal.uajy.ac.id/821/3/2TA11217.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38405/3/Chapter%20II.pdf
https://www.academia.edu/3690323/11_elemen_komunikasi_massa
cai.elearning.gunadarma.ac.id/webbasedmedia/download
.
40

More Related Content

Similar to FILM NOVEL

Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah BuayaPeranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah BuayaTirta Yoga
 
Studi perancangan penulisan skenario dalam produksi film melodrama "terbaik m...
Studi perancangan penulisan skenario dalam produksi film melodrama "terbaik m...Studi perancangan penulisan skenario dalam produksi film melodrama "terbaik m...
Studi perancangan penulisan skenario dalam produksi film melodrama "terbaik m...Agus Murdadi
 
KD. 3.1 Memahami alur proses produksi multimedia.pdf
KD. 3.1 Memahami alur proses produksi multimedia.pdfKD. 3.1 Memahami alur proses produksi multimedia.pdf
KD. 3.1 Memahami alur proses produksi multimedia.pdfSuzyMulyawan
 
Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)
Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)
Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)Kinescope Indonesia
 
Dispro Radio (share now)
Dispro Radio (share now)Dispro Radio (share now)
Dispro Radio (share now)Jurnal Go-Blog
 
iklan,resensi,pidato,pusi dan tahapan alur
iklan,resensi,pidato,pusi dan tahapan aluriklan,resensi,pidato,pusi dan tahapan alur
iklan,resensi,pidato,pusi dan tahapan aluratalyataqwa
 
FBMK_2000_10_A.pdf
FBMK_2000_10_A.pdfFBMK_2000_10_A.pdf
FBMK_2000_10_A.pdfMDHaris19
 
The Amazing TOS / Talents on Screen
The Amazing TOS / Talents on ScreenThe Amazing TOS / Talents on Screen
The Amazing TOS / Talents on ScreenSmtv Channel
 
Analisis Novel Perempuan Kembang Jepun
Analisis Novel Perempuan Kembang JepunAnalisis Novel Perempuan Kembang Jepun
Analisis Novel Perempuan Kembang JepunChurifiani Eva
 
KEVIN AKSAMA - NASKAH DRAMA PENDEK DRUPADI DALAM ADEGAN PERMAINAN DADU
KEVIN AKSAMA - NASKAH DRAMA PENDEK DRUPADI DALAM ADEGAN PERMAINAN DADUKEVIN AKSAMA - NASKAH DRAMA PENDEK DRUPADI DALAM ADEGAN PERMAINAN DADU
KEVIN AKSAMA - NASKAH DRAMA PENDEK DRUPADI DALAM ADEGAN PERMAINAN DADUKevin Aksama
 

Similar to FILM NOVEL (20)

Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah BuayaPeranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
 
Studi perancangan penulisan skenario dalam produksi film melodrama "terbaik m...
Studi perancangan penulisan skenario dalam produksi film melodrama "terbaik m...Studi perancangan penulisan skenario dalam produksi film melodrama "terbaik m...
Studi perancangan penulisan skenario dalam produksi film melodrama "terbaik m...
 
KD. 3.1 Memahami alur proses produksi multimedia.pdf
KD. 3.1 Memahami alur proses produksi multimedia.pdfKD. 3.1 Memahami alur proses produksi multimedia.pdf
KD. 3.1 Memahami alur proses produksi multimedia.pdf
 
Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)
Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)
Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)
 
Dispro Radio (share now)
Dispro Radio (share now)Dispro Radio (share now)
Dispro Radio (share now)
 
PIALA MAYA - proposal 03102015
PIALA MAYA - proposal 03102015PIALA MAYA - proposal 03102015
PIALA MAYA - proposal 03102015
 
iklan,resensi,pidato,pusi dan tahapan alur
iklan,resensi,pidato,pusi dan tahapan aluriklan,resensi,pidato,pusi dan tahapan alur
iklan,resensi,pidato,pusi dan tahapan alur
 
The Amazing TOS
The Amazing TOSThe Amazing TOS
The Amazing TOS
 
BAB%20I-6.pdf
BAB%20I-6.pdfBAB%20I-6.pdf
BAB%20I-6.pdf
 
BAB%20I-6.pdf
BAB%20I-6.pdfBAB%20I-6.pdf
BAB%20I-6.pdf
 
FBMK_2000_10_A.pdf
FBMK_2000_10_A.pdfFBMK_2000_10_A.pdf
FBMK_2000_10_A.pdf
 
The Amazing TOS / Talents on Screen
The Amazing TOS / Talents on ScreenThe Amazing TOS / Talents on Screen
The Amazing TOS / Talents on Screen
 
Kelompok 7
Kelompok 7Kelompok 7
Kelompok 7
 
4196 5856-1-pb
4196 5856-1-pb4196 5856-1-pb
4196 5856-1-pb
 
Kinescope Magz Edisi 3.. :-)
Kinescope Magz Edisi 3.. :-)Kinescope Magz Edisi 3.. :-)
Kinescope Magz Edisi 3.. :-)
 
Analisis Novel Perempuan Kembang Jepun
Analisis Novel Perempuan Kembang JepunAnalisis Novel Perempuan Kembang Jepun
Analisis Novel Perempuan Kembang Jepun
 
05 penulisan-skenario
05 penulisan-skenario05 penulisan-skenario
05 penulisan-skenario
 
KEVIN AKSAMA - NASKAH DRAMA PENDEK DRUPADI DALAM ADEGAN PERMAINAN DADU
KEVIN AKSAMA - NASKAH DRAMA PENDEK DRUPADI DALAM ADEGAN PERMAINAN DADUKEVIN AKSAMA - NASKAH DRAMA PENDEK DRUPADI DALAM ADEGAN PERMAINAN DADU
KEVIN AKSAMA - NASKAH DRAMA PENDEK DRUPADI DALAM ADEGAN PERMAINAN DADU
 
Piala Maya (Program)
Piala Maya (Program)Piala Maya (Program)
Piala Maya (Program)
 
Program Piala Maya 2015
Program Piala Maya 2015Program Piala Maya 2015
Program Piala Maya 2015
 

FILM NOVEL

  • 1. KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan rahmat-Nya kepada saya agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun judul makalah yang saya buat adalah “Makna Nilai-Nilai Religi Islam dalam Film 99 Cahaya di Langit Eropa”. Tujuan penulisan makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah Teori Komunikasi. Penulisan dibuat berdasarkan hasil studi pustaka yang disesuaikan dengan judul makalah ini. Saya menyadari tanpa bimbingan dan dukungan dari semua pihak, maka penulisan makalah ini tidak akan lancar. Maka dari itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Sofia Aunul, SE. M. Si sebagai dosen yang telah mengarahkan pembuatan makalah ini 2. Orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual. 3. Rekan-rekan mahasiswa kelas karyawan A21416AB angkatan 2014. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang membantu saya menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saya mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Jakarta, 30 Juni 2014 Achmad Humaidy 1
  • 2. DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar .................................................................................. 1 Daftar Isi ............................................................................................ 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ............................................ 4 1.2. Fokus Penelitian .......................................................... 9 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................... 9 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis ……………………………….. 9 1.4.2. Manfaat Praktis ………………………………… 9 BAB II KONSEP 2.1. Komunikasi Massa 2.1.1. Pengertian ................................................................. 10 2.1.2. Fungsi Komunikasi Massa ........................................ 11 2.1.3. Ciri Komunikasi Massa ............................................. 13 2.2. Proses Komunikasi Massa 2.2.1. Karakteristik Isi Pesan Media Massa ...................... 14 2.2.2. Dampak Pesan Media Massa .................................. 15 2.3. Teori dan Model Komunikasi Massa 2.3.1. Teori Komunikasi Massa ......................................... 17 2.3.2. Model Komunikasi Massa ........................................ 18 2
  • 3. 2.4. Hambatan dalam Komunikasi Massa 1. Hambatan Internal .................................................... 20 2. Hambatan Eksternal .................................................. 21 2.5. Bentuk Media Massa 2.5.1. Film ...................................................................... 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma ..................................................................... 23 3.2. Metode Penelitian ......................................................... 24 3.3. Subyek Penelitian ......................................................... 25 3.4. Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer ........................................................ 26 3.4.2. Data Sekunder .................................................... 26 3.5. Teknik Analisis Data .................................................... 26 BAB IV PEMBAHASAN ................................................................. 28 BAB V KESIMPULAN ................................................................. 37 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 38 3
  • 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dunia perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam perjalanannya. Bermula dari munculnya film Long March, Darah dan Doa pada tahun 1950 karya Usmar Ismail, film Indonesia kemudian mulai berkembang dengan menghasilkan film-film dengan kisah yang beragam. Meskipun pembuatannya masih sederhana dan digarap dengan tema kultur sosial yang berlatar belakang kehidupan sosial masyarakat Indonesia, namun hal tersebut membuktikan bahwa Indonesia memiliki potensi dalam industri perfilman. Menurut (Wibowo, dkk, 2006:196) mengatakan bahwa film adalah alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak melalui sebuah media cerita. Film juga merupakan medium ekspresi artistik sebagai suatu alat bagi para seniman dan insan perfilman dalam rangka mengutarakan gagasan-gagasan dan ide cerita. Secara esensial dan substansial film memiliki power yang akan berimplikasi terhadap komunikan masyarakat. Film bisa memiliki waktu dan ruang sendiri. Waktu bisa dipercepat atau diperlambat bahkan dibiarkan berhenti selama diinginkan. Film bisa diceritakan seperti terjadi saat sekarang tetapi bisa juga dilempar ke masa lalu atau melesat ke masa yang akan datang. Demikian juga soal ruang. Ruang bisa dipersempit atau dikembangkan. Bisa dibuat dengan perspektif yang sesungguhnya, bisa dengan perspektif palsu. Ini semua dibuat untuk membantu penonton memahami cerita Pertengahan ‘90-an, film-film nasional yang tengah menghadapi krisis ekonomi harus bersaing keras dengan maraknya sinetron di televisi-televisi swasta. Apalagi dengan kehadiran Laser Disc, VCD dan DVD yang makin memudahkan masyarakat untuk menikmati film impor. Namun di sisi lain, kehadiran kamera-kamera digital berdampak positif juga dalam dunia film Indonesia, karena dengan adanya kamera digital, mulailah terbangun komunitas 4
  • 5. film-film independen. Film-film yang dibuat diluar aturan baku yang ada. Film- film mulai diproduksi dengan spirit militan. Meskipun banyak film yang kelihatan amatir namun terdapat juga film-film dengan kualitas sinematografi yang baik, Sayangnya film-film independen ini masih belum memiliki jaringan peredaran yang baik, sehingga film-film ini hanya bisa dilihat secara terbatas dan di ajang festival saja. Berkembangnya dunia sinema Indonesia hingga tahun 2014 telah menghasilkan berbagai film dengan genre yang berbeda. Selain sebagai hiburan ternyata film banyak mengandung nilai atau pesan yang terkandung didalamnya sehingga memiliki banyak penikmat dan penggemarnya masing-masing. Film merupakan rangkaian cerita dari berbagai titik pandang. Penonton bisa ditempatkan dimana saja, melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. Hidup modern tanpa film tak dapat lagi dibayangkan. Film sudah menjadi bagian dari hidup modern, yang tak dapat dielakkan harus diterima. Maka sebagai suatu realitas kehadiran film harus kita terima dengan sikap positif. Saat ini, nonton film di bioskop menjadi salah satu alternatif hiburan bagi keluarga. Apapun rela dilakukan masyarakat untuk menonton sebuah film yang mampu menjadi kebutuhan bagi pemuas dirinya. Tak heran, banyak warga metropolis rela antri di bioskop. Antusiasme menonton film pun kian meningkat seiring dengan bermunculan film-film nasional yang apik, berbobot dan menghibur. Salah satunya film Ayat-Ayat Cinta (AAC). Film fenomenal ini menjadi film pertama Indonesia yang menaklukkan bioskop-bioskop di Asia Tenggara, khususnya di negara yang memiliki komunitas Muslim atau Melayu. Banyak warga dari luar negeri yang menyukainya. Kesuksesan film Ayat-Ayat Cinta dipengaruhi atas keberhasilan novel yang mendahuluinya. Beberapa film di Indonesia yang menjadi karya dari sutradara-sutradara ternama juga diangkat dari beberapa novel yang laris di pasaran atau menjadi best seller. Film-film tersebut mampu eksis ditengah persaingan dunia industri perfilman. Bahkan, tidak jarang karya film lebih laris dipasaran dibandingkan dengan karya sastranya, seperti Ketika Cinta Bertasbih 5
  • 6. (Chaerul Umam), Laskar Pelangi (Mira Lesmana-Riri Riza), Sang Pemimpi (Riri Riza), Edensor (Benni Setiawan), Negeri 5 Menara (Affandi Abdul Rachman), 5 cm (Rizal Mantovani), Perahu Kertas (Hanung Bramantyo), dan Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (Sunil Soraya) berhasil mencetak rekor penonton tertinggi. Bukan hanya itu, tidak jarang film-film yang diangkat dari novel mendapat banyak penghargaan. Meski memiliki dimensi yang berbeda, novel dan film saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Banyak film-film berkualitas yang diadaptasi dari sebuah novel menjadi laris. Tak jarang, film hasil adaptasi novel mendapatkan sambutan yang sama baik dengan novel yang bersangkutan. Tak dapat dipungkiri sukses suatu novel merambat pula kepada sukses suatu film untuk ditonton oleh masyarakat. Salah satu contoh film adaptasi novel paling laris yang baru saja diproduksi adalah film berjudul 99 Cahaya di Langit Eropa. Film ini adalah sebuah film yang diangkat dari novel yang ditulis oleh Hanum Salsabela Rais, putri tokoh nasional Amien Rais. Novel ini ia tulis bersama suaminya, Rangga Almahendra. Pada kenyataannya, film-film Indonesia sudah sangat jarang menampilkan film yang berisi dan memberikan pesan yang mengandung unsur edukasi kepada masyarakat. Akan tetapi, lain halnya dengan film 99 Cahaya di Langit Eropa yang pada bulan Desember 2013 ditayangkan. Film ini sangat bagus karena mengungkap pesan-pesan yang mendidik dan berdampak pada publik terutama dalam segi kasih sayang dan religius. Film 99 Cahaya di Langit Eropa adalah film yang diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Hanum Salsabela Rais dan suaminya Rangga Almahendra yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Cerita ini berdasarkan pada pengalaman mereka selama 3 tahun tinggal di benua biru. Film ini merupakan salah satu film yang dirilis oleh Maxima Pictures dengan arahan sutradara Guntur Soeharjanto. Sejak tayang perdana di bioskop 6
  • 7. mulai 5 Desember 2013 lalu, film 99 Cahaya Langit Eropa meraih sebanyak 1,1 juta penonton1 . Film ini bercerita tentang pengalaman sejarah dan peradaban umat manusia di negeri orang dalam mempertahankan keyakinan, cinta, dan prinsip di tengah sekulerisme Eropa yang dibalut dengan persahabatan, konflik, dan pengungkapan misteri peradaban Islam. Film 99 Cahaya di Langit Eropa adalah film yang secara umum menyampaikan infromasi mengenai jejak-jejak agama Islam di benua Eropa. Film ini membawa kita untuk memahami sejarah kejayaan Islam di tanah Eropa tanpa terkesan menggurui. Melalui film ini kita menelusuri sejarah Islam di Eropa terutama dari masa Dinasti Umayyah dan Ustmaniyyah. Kita akan melihat jatuh bangun peradaban Islam yang pernah menyinari daratan Eropa. Disamping itu, kita juga dapat menyimak perjalanan Fatma Pasha. Sosok imigran dari Turki yang menjadi sahabat Hanum untuk mencari kehidupan yang lebih baik sekaligus menyebarkan cahaya Islam dan menghapus stereotipe negatif tentang Islam yang sudah mengakar kuat di Eropa. Inilah film genre religi yang berbeda dari film- film lainnya. Menurut Gazalba (1985) religi berasal dari bahasa latin religio yang berasal dari akar kata religare yang berarti mengikat. Religi adalah kecenderungan rohani manusia untuk berhubungan dengan alam semesta, nilai yang meliputi segalanya, makna yang terakhir, dan hakekat dari semuanya. Definisi lain menyatakan bahwa religi merupakan perilaku terhadap agama berupa penghayatan terhadap nilai-nilai agama yang ditandai tidak hanya melalui ketaatan dalam menjalankan ibadah ritual tetapi juga dengan adanya keyakinan, pengamalan, dan pengetahuan mengenai agama yang dianutnya (Ancok dan Suroso, 2005). 1 Herman, http://www.beritasatu.com/film/159497-film-99-cahaya-di-langit-eropa-raih- 11-juta- penonton.html. 2014. Hiburan Film [online] 7
  • 8. Terdapat dua istilah yang dikenal dalam agama yaitu kesadaran beragama (religious consciousness) dan pengalaman beragama (religious experience). Kesadaran beragama adalah segi agama yang terasa dalam fikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama, sedangkan pengalaman beragama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (Zakiyah Darajat dalam Psikologi Agama, 1997). Secara terminologis (istilah maknawi) dapat dikatakan, Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, dimanapun dan kapanpun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Hubungan antara pengertian asli dan pengertian religius dari kata Islam adalah erat dan jelas. Hanya melalui penyerahan diri kepada kehendak Allah SWT dan ketundukkan atas hukum-Nya, maka seseorang dapat mencapai kedamaian sejati dan menikmati kesucian abadi. Alasan penulis mengangkat film “99 Cahaya di Langit Eropa” adalah karena film ini sangat kaya akan nilai-nilai atau sikap religi Islam dalam kehidupan. Film ini menyampaikan pesan yang kuat tentang rahasia Islam di Eropa. Film ini menceritakan perjalanan mencari 99 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan Islam di benua Eropa. Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mencermati serta meneliti dan membahas tentang makna nilai-nilai religi Islam dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa karya Guntur Soeharjanto. 1.2 Fokus Penelitian 8
  • 9. Berdasarkan latar belakang yang diutarakan di atas, diperoleh fenomena yang akan diteliti mengenai “Bagaimana makna nilai-nilai religi Islam dalam adegan- adegan film “99 Cahaya di Langit Eropa”?. 1.3. Tujuan Penelitian Dari fenomena yang diuraikan diatas, tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih mendalam makna nilai-nilai religi Islam yang dikemas dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa karya Guntur Soeharjanto. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Penelitian ini dapat memberikan sumbangan referensi pengetahuan dan wawasan mengenai media film sebagai media pendidikan bagi ilmu komunikasi, yaitu sumbangan dan literatur bagi perkembangan ilmu komunikasi khususnya dalam bidang broadcasting yang memuat pesan-pesan edukatif yang dapat dikemas secara menarik serta menambah kepustakaan, khususnya tentang nilai religi Islam dalam film yang dapat dijadikan sebagai alternatif media pendidikan. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi saran bagi Maxima Picture sebagai rumah produksi yang telah membuat film 99 Cahaya di Langit Eropa. Hasil penelitian ini pun diharapkan dapat memberikan masukan serta pertimbangan dalam rangka memberikan sentuhan religi Islam melalui media yaitu film yang mengandung muatan nilai keagamaan tentang citra agama Islam yang akan dipandang sebagai ajaran penuh toleransi dengan nuansa damai dan kasih sayang sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat terealisasi dengan optimal. BAB II 9
  • 10. KONSEP 2.1. Komunikasi Massa 2.1.1. Pengertian Istilah “komunikasi massa yang muncul pertama kali pada akhir tahun 1930- an memiliki banyak pengertian sehingga sulit bagi para ahli untuk secara sederhana mendefinisikan komunikasi massa. Kata ‘massa’ sendiri memiliki banyak arti dan bahkan kontroversial, dan istilah ‘komunikasi’ sendiri masih belum memiliki definisi yang dapat disetujui bersama. Namun demikian, definisi Gebner (1967) mengenai komunikasi, yaitu interaksi sosial melalui pesan, tampaknya merupakan definisi yang dipandang paling sulit dipatahkan, setidaknya definisi itu sangat ringkas dan cukup tepat menggambarkan gejala komunikasi. Namun demikian, terdapat upaya untuk terus mengajukan definisi lainnya agar dapat menggambarkan proses kerja serta sifat-sifat komunikasi secara umum2 . Istilah “massa” menggambarkan sesuatu (orang atau barang) dalam jumlah besar, sementara ‘komunikasi’ mengacu pada pemberian dan penerimaan arti, pengiriman dan penerimaan pesan. Salah satu definisi awal komunikasi oleh Janowitz (1960) menyatakan bahwa komunikasi massa terdiri atas lembaga dan teknik dimana kelompok-kelompok terlatih menggunakan teknologi untuk menyebarluaskan simbol-simbol kepada audiens yang tersebar luas dan bersifat heterogen. Definisi oleh Janowitz ini berupaya untuk menyamakan kata ‘komunikasi massa’ dengan pengiriman (transmisi) pesan yang hampir menekankan pada aspek pengiriman saja. Padahal, definisi ini tidak memasukan aspek pengiriman saja, tetapi juga memasukan aspek respons dan interaksi. Menurut Defleur dan Dennis McQuail, komunikasi massa adalah suatu proses yang mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas dan secara terus menerus menciptakan 2 Morissan, dkk. “Teori Komunikasi Massa”, Bogor Ghalia Indonesia, 2010, Hal. 7 10
  • 11. makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak-khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara3 . Jadi, kalau kita berbicara tentang komunikasi massa, tentu media massa tidak akan tertinggal untuk dibicarakan, karena komunikasi massa, hanya dapat berlangsung melalui media massa. Bittner seperti yang dikutip oleh Jalaludin Rakhmat mengatakan bahwa “komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang” (Rakhmat, 2003: 188). Definisi ini memberikan batasan pada komponen-komponen dari komunikasi massa. Komponen-komponen itu mencakup adanya pesan-pesan, media massa (radio, televisi, film, dan media cetak), dan khalayak4 . Media massa yang terdapat dalam komponen tersebut dikenal dengan istilah “The Big Five Of Mass Media”. 2.1.2. Fungsi Komunikasi Massa Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (2001) terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai), dan entertainment (hiburan)5 . 1. Pengawasan Fungsi pengawasan komunikasi dibagi dalam bentuk utama: (a) pengawasan peringatan dan (b) pengawasan instrumental. Fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung merapi, kondisi yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer. Peringatan ini dengan serta merta dapat menjadi ancaman. Kendati banyak informasi yang menjadi peringatan atau 3 De Fleur and Dennis. Understanding Mass Communication. Inggris: Houghton Mifflin Co. 1985 4 Franciscus Theojunior Lamintang. Pengantar Ilmu Broadcasting dan Cinematography. Jakarta: In Media. 2013 hal.7 5 Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si dan Dra. Lukiati Komala Erdinaya, M.Si. KOMUNIKASI MASSA: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2005 hal.15 11
  • 12. ancaman serius bagi masyarakat yang dimuat oleh media, banyak pula orang yang tidak mengetahui tentang ancaman itu. Fungsi pengawasan instrument adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Berita tentang film apa yang sedang diputar di bioskop, bagaimana harga saham di bursa efek, produk-produk baru, ide-ide tentang mode, resep masakan, dan sebagainya, adalah contoh –contoh pengawasan instrumental. 2. Penafsiran Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media massa tidak hanya memasok data dan fakta, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. 3. Keterkaitan (Pertalian) Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. 4. Penyebaran Nilai-Nilai Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Dengan perkataan lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya. 5. Hiburan 12
  • 13. Sulit dibantah lagi bahwa pada kenyataannya hampir semua media menjalankan fungsi hiburan. Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur tiada lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak. Kini, hiburan sudah dianggap sebagai kebutuhan dasar manusia. 2. 1.3 Ciri Komunikasi Massa Komunikasi massa dapat didefinisikan dalam tiga ciri6 : 1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim. 2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. 3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar. 2.2. Proses Komunikasi Massa Proses komunikasi massa tidaklah sama dengan media massa (organisasi yang memiliki teknologi yang memungkinkan terjadinya komunikasi massa). Media massa juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan orang perorangan (individu) atau organisasi. Media massa yang membawa pesan-pesan publik kepada masyarakat juga dapat memuat pesan-pesan pribadi (personal), seperti ucapan terima kasih, ucapan selamat atau duka cita yang sifatnya pribadi. Dengan demikian, telah terjadi penyatuan (konvergensi) komunikasi dimana garis batas antara bidang publik dan pribadi serta komunikasi skala luas dan komunikasi individu semakin tidak jelas batasnya7 . 6 Charles Wright Mills. The Sociological Imagination. New York: Oxford University Press. 1959 7 https://www.academia.edu/3690323/11_elemen_komunikasi_massa 13
  • 14. 2.2.1. Karakteristik Isi Pesan Media Massa Diantaranya, seperti:8 1. Novelty (sesuatu yang baru) Sesuatu yang ‘baru’ merupakan unsur yang terpenting bagi suatu pesan media massa. Khalayak an tertarik untuk menonton suatu program acara televise, mendengarkan siaran radio, atau membaca surat kabar. 2. Jarak (dekat atau jauh) Jarak terjadinya suatu peristiwa dengan tempat publikasinya peristiwa mempunyai arti penting. Khalayak akan tertarik untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan langsung dengan kehidupan dan lingkungannya. 3. Popularitas Peliputan tentang tokoh organisasi/kelompok, tempat dan waktu yang penting dan terkenal akan menjadi berita besar dan menarik perhatian khalayak. 4. Pertentangan (Konflik) Hal-hal yang mengungkapkan pertentangan,baik dalam bentuk kekerasan atau menyangkut perbedaan pendapat dan nilai biasanya disukai oleh khalayak. 5. Komedi (Humor) Manusia pada dasarnya tertarik dengan hal-hal yang lucu dan menyenangkan. Oleh karena itu, bentuk penyampaian pesan yang lucu disukai khalayak. 6. Seks dan keindahan Salah satu sifat manusia adalah menyenangi unsur seks dan kecantikan atau keindahan sehingga kedua unsur tersebut bersifat universal dan menarik minat khalayak. Maka, media massa seringkali mengangkat kedua unsur tersebut. kedalam tulisannya. 8 Riswandi, “Ilmu Komunikasi”, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, Hal. 109 14
  • 15. 7. Emosi Hal-hal yang berkaitan menyentuh kebutuhan dasar (basic needs) seringkali menimbulkan emosi dan simpati khalayak. 8. Nostalgia Isi pesan ini menunjukkan pada hal ungkapan pengalaman di masa lalu. 9. Human Interest Setiap orang pada dasarnya ingin mengetahui segala peristiwa yang menyangkut kehidupan orang lain. Hal ini sering diangkat media massa melalui tulisan biografi, bibliografi, berita, feature dan tayangan deskriptif lainnya. 2.2.2. Dampak Pesan Media Massa Dampak pesan media massa dapat diuraikan, seperti : 9 1. Dampak Kognitif Dampak ini terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Dengan perkataan lain, dampak ini berkaitan dengan penyampaian informasi, pengetahuan, dan kepercayaan yang diberikan oleh media massa. Dari media massa kita bisa mengetahui informasi kunjungan presiden ke Amerika Serikat, telah ditahan ketua KPU, adanya kasus busung lapar di daerah tertentu, dan masih banyak lagi. Melalui acara-acara di media massa kita jadi tahu mengenai berbagai hal seperti cara mengasuh anak, membuat masakan daerah tertentu, cara memilih dalam Pemilihan Umum secara langsung dan sebagainya. Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera manusia. Melalui media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, peristiwa, atau tempat-tempat yang belum pernah kita lihat dan kunjungi secara 9 cai.elearning.gunadarma.ac.id/webbasedmedia/download 15
  • 16. langsung. Realitas yang ditampilkan oleh media massa adalah realitas yang sudah diseleksi. Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi lingkungan sosial yang biasa tidak cermat. Oleh karena itu, muncul apa yang disebut stereotipe. 2. Dampak Asosiatif Dampak peran media massa sampai tahap afektif bila pesan yang disebarkan media massa mengubah apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci oleh khalayak. Dampak ini berkaitan dengan perasaan, rangsangan emosional, sikap, atau nilai. Misalnya kita merasa terharu ketika membaca ulasan tentang keberhasilan tukang becak menjadi sarjana, Anda merasa benci dengan aktor A dalam film yang selalu mendapat peran penjahat, atau Anda merasa takut pulang malam setelah menonton berita kriminal di televisi. 3. Dampak Konatif/Behavioral Dampak pesan media massa sampai pada tahap konatif bila pesan-pesan yang disebarkan media massa mendorong Anda untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu. Misalnya setelah Anda menonton tayangan televisi atau membaca berita surat tentang Gempa Tsunami di Aceh, Anda kemudian segera mengirimkan bantuan uang dan makanan. Dewasa ini, media massa telah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi khalayak. Contohnya, adalah berbagai jenis buku maupun surat kabar yang telah membahas berbagai keterampilan antara lain adanya berbagai kolom/ruang fotografi, keterampilan memasak, dan komputer, dan sebagainya. Dengan demikian, media tersebut dapat dijadikan sebagai media pendidikan. 2.3 Teori dan Model Komunikasi Massa 2.3.1. Teori Komunikasi Massa 16
  • 17. Selain memiliki efek terhadap individu, media massa juga menghasilkan efek terhadap masyarakat dan budayanya. Efek dalam pengertian umumnya mengacu pada efek jangka panjang yang tidak langsung. Hal ini tercermin dalam salah satu teori yang dikenal dengan istilah cultural norms. Teori ini beranggapan bahwa media tidak hanya memiliki efek langsung terhadap individu tapi juga mempengaruhi kultur, pengetahuan kolektif, dan norma serta nilai-nilai dari suatu masyarakat. Pengenalan lain dalam teori ini akan dijelaskan dalam suatu konteks teori difusi inovasi. Tokoh pelopor teori ini ialah Everett M. Rogers yang mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial. Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai proses di mana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukar informasi untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam pesan itu terdapat ketermasaan (newness) yang memberikan ciri khusus kepada difusi yang menyangkut ketidakpastian (uncertainty). Everett M. Rogers dan Floyd G. Shoemaker mengemukakan bahwa teori difusi inovasi dalam prosesnya ada 4 (empat) tahap, yaitu : 1. Pengetahuan : Kesadaran individu akan adanya inovasi dan pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi. 2. Persuasi : Individu membentuk sikap setuju atau tidak setuju terhadap inovasi. 3. Keputusan : Individu melibatkan diri pada aktivitas yang mengarah pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi. 4. Konfirmasi : Individu mencari penguatan (dukungan) terhadap keputusan yang telah dibuatnya, tapi ia mungkin saja berbalik keputusan jika ia memperoleh isi pernyataan yang bertentangan. 2.3.2. Model Komunikasi Massa 17
  • 18. Model dapat dijadikan sebagai suatu dasar bagi pernyataan kemungkinan terhadap berbagai alternative dan karenanya dapat membantu membuat hipotesis suatu penelitian. 1. Model Komunikasi Satu Tahap (One Step Flow of Communication) Model ini merupakan pengembangan pesan yang disampaikan melalui media massa dan ditujukan langsung kepada komunikan tanpa melalui perantara. Namun, pesan tersebut tidak mencapai semua komunikan dan juga tidak menimbulkan efek yang sama pada setiap komunikan. Proses Komunikasi Massa Satu Arah 2. Uses and Effect Kebutuhan hanya salah satu dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penggunaan media. Karakter individu, harapan dan persepsi terhadap media, dan tingkat akses kepada media akan membawa individu kepada keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan isi media massa. Pengetahuan mengenai penggunaan media dan penyebabnya, akan memberikan jalan bagi pemahaman dan pemikiran tentang hasil dari suatu proses komunikasi massa. Hasil dari proses komunikasi massa akan membawa pada bagian penting berikutnya dari teori ini. Hubungan antara penggunaan dan hasilnya, memilih beberapa bentuk yang berbeda, yaitu : a. Pada kebanyakan teori efek tradisional, karakteristik isi media menentukan sebagian besar dari hasil. Penggunaan media hanya 18 MEDIA MASSA KOMUNIKAN
  • 19. dianggap sebagai faktor perantara, hasil dari proses tersebut dinamakan efek. b. Dalam berbagai proses, hasil merupakan akibat penggunaan daripada karakteristik isi media. Di samping itu, hasil dari suatu media dapat pula memilih konsekuensi psikologis seperti ketergantungan pada media tertentu. c. Ada dua proses yang bekerja secara serempak yang bersama-sama menyebabkan terjadinya suatu hasil yang kita sebut ’conseffects’ (gabungan antara konsekuensi dan efek). 3. Information Seeking Model information seeking dikemukakan oleh Donohew dan Tiplon (1973), menjelaskan tentang pencarian, penghindaran, dan pemprosesan informasi yang disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tergantung kesesuaian sikap. Salah satu asumsi utamanya, bahwa orang cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai dengan ‘image of reality’nya karena terasa membahayakan. Konsep image tersebut mengacu pada pengalaman yang diperoleh sepanjang hidup seseorang dan terdiri dari berbagai tujuan, keyakinan, dan pengetahuan yang telah diperolehnya. Image terdiri dari konsep diri seseorang dalam mengatasi berbagai situasi, dan image of reality terdiri dari suatu perangkat penggunaan informasi yang mengatur prilaku seseorang dalam mencari dan memproses informasi. Proses dimulai ketika individu diterpa oleh sejumlah stimuli. Tahap berikutnya terjadi perbandingan antara stimuli (informasi) dan image of reality yang dimiliki individu tersebut. Berikutnya muncul persoalan tentang apakah stimuli tersebut menuntut suatu tindakan. Selanjutnya, individu memerlukan feedback dari tindakannya untuk mengevaluasi efektifitas tindakannya. Proses ini dapat menghasilkan revisi pada images of reality seseorang. 19
  • 20. Dalam hal ini Ellis membedakan pencarian informasi terdiri dari seeking behaviour dan searching behavior, yaitu : 1. Seeking behaviour adalah aktivitas pencarian informasi dimana pencari informasi (information seeker) belum mengetahui proses dalam pencarian, contoh pencari informasi hanya mencoba atau membuka situs-situs tertentu untuk menemukan informasi sesuai kebutuhannya. 2. Searching behaviour adalah proses pencarian informasi dimana pencari informasi (information seeker) mengetahui proses, tahap, atau cara dalam menemukan informasi sehingga informasi yang dibutuhkan relevan. 2.4. Hambatan dalam Komunikasi Massa Setiap komunikator selalu menginginkan komunikasi yang dilakukannya dapat mencapai tujuan. Oleh karena itu, seorang komunikator perlu memahami setiap jenis hambatan komunikasi, agar ia dapat mengantisipasi hambatan tersebut. Adapun hambatan-hambatan dalam penemuan informasi menurut Wilson, diantaranya: 1. Hambatan Internal a. Hambatan kognitif dan psikologis (1). Disonansi kognitif Disonansi kognitif adalah gangguan yang terkait motivasi individu dalam berperilaku. Konsep ini mengemukakan bahwa adanya kognisi yang sedang berkonflik membuat individu merasa tidak nyaman, akibatnya mereka akan berupaya memecahkan konflik tersebut dengan satu atau beberapa jalan penyelesaian. (2). Tekanan selektif 20
  • 21. Individu cenderung terbuka dengan gagasan yang sejalan dengan minat, kebutuhan, dan sikap mereka. Secara sadar atau tidak sadar manusia sering menghindari pesan yang berlawanan dengan pandangan dan prinsip mereka. (3). Karakteristik emosional Hambatan ini berkaitan dengan kondisi emosional dan mental seseorang ketika menemukan informasi. b. Hambatan demografis (1). Tingkat pendidikan dan basis pengetahuan Hambatan dalam hal bahasa ditemui dalam beberapa penelitian perilaku penemuan informasi. Semakin rendahnya pendidikan maka semakin rendah juga tingkat penguasaan pencarian informasi mereka. (2). Variabel demografi Perilaku penemuan informasi dipengaruhi oleh atribut sosial kelompok (karakteristik dan status sosial ekonominya). Atribut ini berpengaruh pada metode-metode yang digunakan dalam menemukan informasi. 2. Hambatan Eksternal a. Keterbatasan waktu Terbatasnya waktu dapat menjadi hambatan dalam penemuan informasi, aktivitas yang padat memungkinkan berkurangnya waktu untuk menemukan informasi yang dibutuhkan. b. Hambatan geografis 21
  • 22. Jauhnya sumber informasi dari lokasi juga menjadi penghambat dalam kegiatan pencarian informasi seseorang. c. Hambatan yang berkaitan dengan karakteristik sumber informasi Teknologi baru, seperti internet, bagi sebagian orang juga dianggap masih menyimpan kekurangan, misalnya menyajikan informasi yang terlalu banyak, namun dinilai kurang relevan. Tidak menutup kemungkinan mereka yang sering menggunakan internet pun mengalami kendala serupa. 2.5. Bentuk Media Massa 2.5.1. Film Menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2009 tentang perfilman, film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan10 . Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hibura, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building (Effendy, 1981: 212)11 . Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film- film sejarah yang objektif, atau film dokumenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang. 10 Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman. 11 Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si dan Dra. Lukiati Komala Erdinaya, op.cit., 136. 22
  • 23. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma adalah cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang realitas. (Menurut Harmon dalam Moleong, 2007: 49). Salah satu jenis paradigma yang biasa digunakan dalam penelitian ialah teori konstruktivis. Teori ini menggunakan pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu (Morissan, 2009:107). 23
  • 24. Konstruktivis menolak pandangan positivis yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivis, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivis justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Paradigma konstruktivis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Maka, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruktivis ini sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Paradigma konstruktivis menjadi paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Paradigma konstruktivis ini berada dalam perspektif interpretivis (penafsiran) yang terbagi dalam tiga jenis, yaitu interaksi simbolik, fenomenologis dan hermeneutik. Paradigma konstruktivis menolak pandangan positivis yang memisahkan subjek dengan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivis, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivis justru menganggap subjek (komunikan atau decoder) sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial. 3.2 Metode Penelitian 24
  • 25. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis semiotika. Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya12 . Semiotika, yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna13 . ( Scholes, 1982: ix dalam Kris Budiman, 2011: 3) Semiotika digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis media dengan asumsi bahwa media itu sendiri dikomunikasikan melalui seperangkat tanda. Teks media yang tersusun atas seperangkat tanda itu tidak pernah membawa makna tunggal. Kenyataannya teks media memiliki ideologi atau kepentingan tertentu, memiliki ideologi dominan yang terbentuk melalui tanda tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa teks media membawa kepentingan- kepentingan tertentu dan juga kesalahan-kesalahan tertentu yang lebih luas dan kompleks. Dalam penelitian ini bagaimana makna nilai-nilai religi Islam di setiap adegan film 99 Cahaya di Langit Eropa akan mengantarkan pembaca pada titik awal pencarian makna dan tujuan hidup. Dengan kata lain, dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui makna nilai-nilai religi Islam yang terdapat dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa yang bisa mengajak pembaca untuk menjadi agen muslim yang baik. 3.3Objek Penelitian 12 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, ”Semiotika Komunikas: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi”, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011, Hal. 89 13 Budiman, Kris. “Semiotika Visual”, Yogyakarta: Jalasutra, tahun 2011, hal. 3 25
  • 26. Objek penelitian ini adalah film 99 Cahaya di Langit Eropa. Sedangkan unit analisis pada penelitian ini adalah adegan yang ditimbulkan dari film 99 Cahaya Langit Eropa. Film yang ditayangkan di bioskop tanggal 5 Desember 2013 dan merupakan film yang mengambil lokasi syuting di empat negara Eropa: Vienna (Austria), Paris (Perancis), Cordoba (Spanyol), dan Istanbul (Turki). 3.4 Teknik Pengumpulan Data Guna mendukung keperluan untuk menganalisa dan melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data-data yang mendukung baik yang berasal dari dalam maupun luar media film. Dalam pengumpulan data, penulis melakukan dua macam pendekatan, yaitu : 3.4.1 Data Primer Sumber data primer adalah data yang memberikan data langsung dari tangan pertama14 . Adapun yang menjadi sumber data primer sekaligus sebagai objek penelitian ini adalah DVD Film 99 Cahaya di Langit Eropa karya Guntur Soeharjanto. Informasi ini diperoleh melalui tayangan film 99 Cahaya di Langit Eropa dengan cara menyimak dan mendengarkan kemudian mencatat dialog- dialog dan peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam tayangan DVD Film 99 Cahaya di Langit Eropa. 3.4.2 Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber yang memiliki bahan yang diperoleh dari orang lain baik dalam bentuk turunan, salinan, atau bukan oleh tangan 14 Winarno Surakhman, “Pengantar Penelitian Ilmiah”, Bandung: Tarsito, 1983, Hal. 134. 26
  • 27. pertama15 . Peneliti memperoleh data penelitian melalui studi kepustakaan untuk melengkapi dan memperlancar proses penelitian, serta mendapat informasi dari literatur-literatur yang berhubungan dengan judul, dokumen-dokumen berupa buku-buku, majalah, skripsi, jurnal, surat kabar, artikel, informasi dan internet, serta karya tulis yang memungkinkan data-data dalam penulisan, dan sebagainya. 3.5 Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini menggunakan model analisis semiotika Charles Sanders Pierce. Pierce membagi tiga elemen utama dan menyebutnya sebagai teori segitiga makna atau triangle of meaning. Tanda-tanda yang terdapat dalam penelitian ini diolah untuk kemudian dimaknai. Tanda-tanda yang tersusun dalam sebuah teks media merupakan hasil dari hubungan yang terbentuk dari tanda- tanda itu sendiri. Triangle of Meaning Sign Interpretant Objek Semiotika berangkat dari tiga elemen utama, yang disebut Pierce teori segitiga makna atau triangle of meaning yang terdiri dari16 : a. Tanda 15 http://digilib.uin-suka.ac.id/10490/1/BAB%20I,%20BAB%20IV,%20DAFTAR %20PUSTAKA.pdf 16 Rachmat Kriyantono, “Teknik Praktis Riset Komunikasi”, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, Hal. 263 27
  • 28. adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat diungkap oleh panca indera manusia dan merupakan Sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain diluar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek. b. Acuan tanda (objek) adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. c. Pengguna tanda (interpretant) Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. BAB IV PEMBAHASAN Dalam sinematografi, unsur visual merupakan “alat” utama dalam berkomunikasi. Maka secara konkrit bahasa yang digunakan dalam sinematografi adalah suatu rangkaian beruntun dari gambar bergerak yang dalam pembuatannya memperhatikan ketajaman gambar, corak penggambarannya, memperhatikan seberapa lama gambar itu ditampilkan, iramanya dan sebagainya yang kesemuanya merupakan alat komunikasi non verbal. Biarpun unsur-unsur yang lain seperti kualitas cerita, editing, illustrasi musik, efek suara, dialog dan permainan semua pemeran terlihat prima sehingga dapat memperkuat nilai sebuah tayangan, tapi unsur penting yaitu visualnya sangat buruk tentu akan mempengaruhi nilai keseluruhan. 28
  • 29. Sinematografi berarti menulis dengan gambar bergerak. Setiap pembuatan program dengan menggunakan sinema atau gambar yang bergerak, pada hakikatnya adalah ingin menyampaikan sesuatu kepada orang lain atau pemirsa. Hal itu berarti, pembuat program ingin berkomunikasi dengan menggunakan audio visual kepada orang lain. Sesuatu yang ingin dikomunikasikan itu bisa berupa ide atau perasaan yang erat hubungannya dengan visi dan misi dari seorang pembuat program yang sudah dipelajari sebelumnya atau dapat pula berupa sikap atau keberpihakan dari pembuat program terhadap suatu masalah, misalnya masalah gender, kekerasan terhadap anak, perempuan, perdamaian, keagamaan, dan sebagainya. Dalam penyampaian ide atau gagasan tersebut seorang pembuat program berharap kepada penonton atau audiens mendapatkan pemahaman sama dengan dirinya. Apabila hal tersebut terwujud maka terjadilah suatu proses komunikasi yang baik. Dalam buku teori-teori komunikasi yang ditulis oleh B. Aubrey Fisher, dikutip definisi komunikasi yang baik dari Fotheringham bahwa komunikasi dapat dipandang baik atau efektif apabila ide, tema, dan informasi yang disampaikan dapat dipandang “sama” atau mempunyai kesamaan bagi orang- orang yang terlibat dalam perilaku komunikasi. Berkaitan dengan sinematografi, hal seperti yang disampaikan diatas perlu diperhatikan karena menyampaikan sesuatu, ide, gagasan, informasi, tema dengan menggunakan gambar tentu tidaklah semudah penyampaian dengan menggunakan tulisan. Gambar adalah medium komunikasi non verbal. Dengan sebuah kamera, baik kamera yang memakai film ataupun digital, baik yang diam (still photo) maupun yang bergerak (seluloid atau video), bisa “mengabadikan” apa saja yang bisa kita lihat dalam kenyataan hidup sehari-hari untuk dipindahkan menjadi gambar. Dengan demikian gambar yang kita rekam tersebut adalah representasi dari sebuah realitas, namun bukan realitas itu sendiri karena realitas yang ada di dalam gambar hasil rekaman itu hanyalah sebagian saja dari realitas yang lebih besar atau realitas yang jauh lebih kaya daripada realitas yang ada di dalam 29
  • 30. gambar. Selain itu realitas di dalam gambar hanyalah realitas yang dua dimensi, sementara realitas yang sebenarnya adalah tiga dimensi. Untuk memahami makna yang terkandung di dalam gambar hasil rekaman (baik foto maupun video) tidaklah mudah. Kendatipun seseorang merasa mengerti tentang sesuatu yang terdapat di dalam gambar, tetap saja ada hal-hal yang tidak bisa dipahami. Karena itu, sebuah gambar menjadi sangat tergantung kepada siapa yang menginterpretasikan. Penonton yang melihat gambar tertentu akan menginterpretasikan gambar tersebut menurut pikirannya yang didasari oleh pengalaman hidupnya atau pola pikirnya hingga mempunyai kesan tertentu. Dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa, kita akan merasakan suatu cerita perjalanan spiritual yang telah dialami oleh Hanum dan suaminya. Kita bisa merasakan bahwa kita masih jarang membuka mata untuk melihat dunia dan segala isinya, terutama yang berkaitan dengan ajaran keagamaan. Perjalanan yang terekam dalam film tersebut harus mampu membawa penonton untuk naik ke derajat yang lebih tinggi dalam memperluas wawasan sekaligus memperdalam keimanan. 1. Agama Islam adalah agama yang luas dan fleksibel * Sign : 30
  • 31. Objek : Lokasi pengambilan gambar di sebuah Universitas di Wina, salah satu kampus tertua yang telah dibangun sejak abad 13 dan memiliki ruangan yang seadanya. Rangga dan Khan tampak shalat di salah satu ruangan di kampus tersebut yang juga menjadi tempat ibadah para mahasiswa beragama lain. Intrepretant : Pada adegan ini, Khan sempat menolak untuk tidak beribadah di ruangan yang tidak layak baginya karena ruangan tersebut digunakan beribadah oleh penganut agama lain. Namun, Rangga tetap teguh pendirian dan mereka berdua pun shalat di tempat itu. Pada dasarnya, Islam mengajarkan kita untuk hidup berdampingan. Keberagamaan agama yang ada tidak boleh menjadi jurang pemisah. Gejala pluralisme semacam ini akan terasa sangat sensitif dan akan merenggangkan hubungan antara manusia jika dipermasalahkan. Hakikat agama memang sesuatu yang sangat personal, namun kita tidak perlu mempermasalahkan tempat ritual dalam menjalankan ibadah saja. Kita harus melihat bagaimana intensitas dan kualitas kita dalam beribadah. Dengan demikian, kita harus kembali pada ajaran syariat islamiyah yang mengantarkan umat manusia kepada tujuan Islami. Setelah seseorang meyakini keberadaan Allah sebagai pencipta dan pemberi kehidupan sesuai dengan dalil- dalil akal, maka konsekuensi logisnya individu tersebut akan merasa berkewajiban untuk menaati dan menyembah-Nya. Namun sebelumnya, tentu dia harus mengetahui cara bertaat dan menyembah kepada-Nya, agar tidak seperti orang- orang Arab Jahiliyah yang menyembah Allah, namun melalui patung-patung (QS. Az-Zumar: 3). Perlu diingat, agar tidak terjadi kesalahan dalam kontak dan komunikasi dengan Allah SWT, maka kita mesti melakukannya menurut cara yang dihendaki- Nya dan tidak mengikuti cara yang kita inginkan. Allah dengan luthf-Nya (upaya mendekatkan hamba pada ketaatan dan menjauhkannya dari kemaksiatan) mengutus para Nabi dan menurunkan kitab untuk mengajarkan tata cara 31
  • 32. menyembah (beribadah). Oleh karena itu, kita mesti mengikuti bagaimana Rasulullah Saaw beribadah, ''Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku shalat.'' Itulah makna ajaran agama Islam sebagai agama fitrah bagi manusia. Ajaran agama yang luas dan fleksibel. Dimanapun dan kapanpun kita berada, manusia niscaya akan mampu melaksanakan segala perintah-Nya tanpa ada kesulitan, tetapi biasanya yang menjadikan sulit adalah manusia itu sendiri. Ingatlah ajaran agama Islam hadir untuk mewujudkan keadilan yang sebenar-benarnya; untuk mewujudkan persaudaraan dan persamaan di tengah- tengah kehidupan manusia, serta memelihara darah (jiwa), kehormatan, harta, dan akal umatnya. Dalam ajaran Islam, terkandung ajaran yang senantiasa menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum, antara kebutuhan material dan spiritual serta antara dunia dan akhirat. 2. Ajaran agama Islam bersifat argumentatif, tidak bersifat doktriner. * Sign : Ulama : “… Serahkan semuanya kepada Allah … “ 32
  • 33. *Objek : Lokasi pengambilan gambar di salah satu ruang pertemuan yang terdapat di sebuah Masjid. Tampak Rangga dan Hanum bertukar pikiran dengan seorang ulama mengenai kelalaian Rangga yang meninggalkan ibadah shalat Jum’at hanya demi ujian kelulusan studinya. * Intrepretant : Pada scene ini, perpaduan antara keteguhan prinsip yang tertanam dalam karakter Rangga diuji melalui fleksibilitas ciri khas agama Islam Makna adegan ini terlihat pada perpaduan antara hal-hal yang bersifat prinsip (tidak berubah oleh apapun) dan menerima perubahan sepanjang tidak menyimpang dari batas syariat. Sesungguhnya dalam ajaran Islam, hukum atau ajaran-ajaran yang diberikan Allah SWT kepada manusia diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan fitrah manusia. Jadi, tidak secara sekaligus atau radikal. Hal ini tertulis dalam argumentatif filosofis dalam kitab suci umat Islam. Al-Quran dalam menjelaskan setiap persoalan senantiasa diiringi dengan bukti-bukti atau keterangan-keterangan yang argumentatif dan dapat diterima dengan akal pikiran yang sehat (rasional religius), sehingga apa yang sudah kita perbuat harus kita serahkan kembali kepada Allah SWT sebagai Sang Maha Kuasa. 3. Agama Islam pernah bersinar sebagai peradaban paling maju di dunia, terutama di Eropa. Cerminannya adalah dakwah islam yang bisa bersatu dengan pengetahuan dan perdamaian, bukan dengan teror atau kekerasan. *Sign : Bule : “… Kau tahu bentuk bendera Turki, bukan?...” 33
  • 34. *Objek : Lokasi pengambilan gambar di salah satu restoran di Eropa. Terlihat aktor berperawakan bule bercerita kepada temannya, bahwa penamaan roti Croissant berdasarkan sejarah kemenangan pasukan Eropa dalam mengalahkan invasi pasukan Muslim Kesultanan Ottoman Turki. Sedemikian dendamnya masyarakat Eropa yang non Muslim, sehingga mereka membuat roti berbentuk bulan sabit untuk dimakan, bukan untuk dihormati. Bulan Sabit adalah lambang negara Turki, yang awalnya sebelum jaman Attaturk malah merupakan simbol kekaisaran Islam Eropa di bawah kekuasaan Turki. Dan memang salah satu simbol agama Islam pula bersama bintang. Dalam adegan tersebut, Fatma menahan Hanum untuk membalas secara emosional obrolan kedua bule yang dianggap menghina Islam. Fatma memiliki cara tersendiri untuk membalasnya. *Intrepretant : Pada scene ini, penghinaan terhadap agama Islam yang dilakukan oleh bule non muslim dibalas oleh Fatma dengan kebaikan. Ajaran agama Islam memang menempatkan Islam sebagai sumber pengetahuan yang penuh kedamaian dan kasih sayang. Sebagaimana yang teerdapat dalam hadits Rasulullah SAW : Suatu waktu Rasulullah SAW sedang duduk di beranda rumah bersama istrinya Aisyah Radiyallaahu‘anha. Lewatlah seorang yahudi yang kemudian mengolok-olok Nabi. Ia mengeluarkan kata-kata yang kasar. Aisyah beranjak dari tempat duduknya dengan muka yang merah dan hendak membalas apa yang dikatakan seorang yahudi tadi. Dengan lembah lembut, Nabi menutup mulut Aisyah dengan telapak tangannya dan berkata: “Lemah lembut lah Aisyah. Allah mencintai hamba-Nya yang lembut. Allah memberi karena kelembutan. Allah tidak memberi karena kekerasan dan tidak juga karena yang lain.” (HR Muslim) Sudah saatnya bagi kita untuk merubah sikap kita saat ini. Rasulullah telah memberi teladan yang begitu sarat makna dan kebaikan. Sebuah kewajiban bagi kita untuk mencontohnya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 34
  • 35. “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara mu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS Fushshilat [41]: 34-35). 4. Agama Islam dahulu pernah menjadi sumber cahaya terang benderang ketika Eropa diliputi abad kegelapan. Berarti, agama Islam adalah agama yang tauhid. *Sign : Marion : “Percaya atau tidak, pinggiran kerudung Bunda Maria itu bertahtakan kalimat tauhid Laa Illaaha Ilallah, Hanum,..” *Objek : Lokasi pengambilan gambar di Museum Louvre. Marion mengajak Hanum meihat lukisan Bunda Maria yang sedang menggendong bayi Yesus dan terungkap misteri peradaban Islam seperti kalimat tauhid yang terdapat dalam hijab yang dikenakan Bunda Maria. *Intrepretant : Pada scene ini, kita akan melihat bahwa agama Islam secara spiritual memiliki simbol sisi Rahmatan Lil Alamin (menjadikan kesejahteraan kepada seluruh alam). Hal ini mengingatkan kita bahwa semua agama berasal dari 1 sumber. Banyak orang yang berpandangan sempit dan menjadikan agama hanya sebagai alat untuk kepentingan dirinya atau golongannya saja. Padahal 35
  • 36. agama salah satunya berfungsi memberikan kebutuhan akan ketenangan hati dan pikiran kita, bukan hanya simbol untuk dipertentangkan. Itulah ajaran Islam sebagai agama tauhid. Dalam pengertian tauhid yang murni artinya kuat sekali dan dalam pengertian tauhid yang sederhana artinya jelas sekali. Tauhid berarti keesaan, maksudnya itikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal, Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah“ mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah atau mengesakan Allah. 5. Ajaran dimensi spiritual untuk lebih mengenal Islam dengan cara yang berbeda. Sebuah tempat Axe Histourique Paris (Gerbang Kemenangan) memiliki nilai sejarah Islam. * Sign : Marion : “ .. Dan jika Axe Historique ini ditarik garis lurus ke arah timur, jalan ini akan menuju Mekkah, Ka’bah ; kiblat umat Islam.. “ * Objek : Lokasi pengambilan gambar dilakukan di Axe Historique, Gerbang kemenangan yang menghadap kiblat. Dalam adegan ini, Marion menjelaskan kepada Hanum bahwa jalan kemenangan ini sengaja dibangun untuk merayakan kemenangan pahlawan besar Prancis, Napoleon Bonaparte, Sang Penakluk Eropa. Axe Historique ini adalah garis imajiner yang membelah kota Prancis. Banyak bangunan penting terdapat di garis ini. Mulai dari museum Louvre, gerbang Arc du Triomphe du Carrousel, monumen Obelisk, Champ Elysees, Arc du Triomphe de l'Etoile, hingga L Defens. Jalan ini memang lurus, sekilas orang tidak tahu kemanakah jalan ini menghadap, apakah ke timur atau ke barat. Tetapi faktanya bangunan Arc du Triomphe dibangun setinggi 20 meter, diatasnya terdapat patung kereta kuda Yunani Kuno yang ditarik empat ekor kuda dan diapit dua perempuan bersayap bersepuh emas, semuanya menghadap ke arah timur, arah kiblat di 36
  • 37. eropa. Dan jika Axe Historique ini ditarik garis lurus ke arah timur, jalan ini memang menuju Mekkah, kiblat umat Islam. * Intrepretant : Pada scene ini, kita tidak akan menemukan penjelajahan di Menara Eiffel, Tembok Berlin, Konser Mozart, Stadion Sepak Bola San Siro, Colosseum Roma, atau gondola-gondola di Venezia. Lebih dari sekedar itu. Kita akan dibuat takjub dengan penjabaran deskripsi lengkap tempat-tempat yang jarang terekspos yang justru menyimpan makna sejarah yang mendalam. Itulah Axe Historique Paris yang mengarah ke Mekah. Quadriga Arc de Triomphe du Carrousel berlatar belakang horizon garis lurus. Axe Historique ini membelah kota Paris. Marion berkata Napoleon membuat garis imajiner ini sepulangnya dari ekspedisi Mesir, searah kiblat. Tidak penting apakah Napoleon muslim atau bukan. Kenyataannya, pada suatu masa dia telah memberi ruang yang lebar bagi nilai-nilai Islam, baik untuk negara maupun dirinya sendiri. Itulah yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita sebagai muslim. BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Komunikasi massa merupakan kajian ilmu komunikasi yang kaitannya dengan media massa. Dalam film tersebut komunikasi menggunakan media film sebagai salurannya serta pesan film sebagai komunikatornya. Informasi yang disampaikan merupakan informasi massa yang diperuntukkan kepada masyarakat luas bukan hanya dikonsumsi secara pribadi. Komunikasi yang terjadi melalui sebuah media massa, berupa film dimana komunikan atau objek dari pesan yang dikirimkan oleh komunikator berupa khalayak ramai yang heterogen dan tidak saling mengenal dapat disebut komunikasi massa. Hal ini merupakan keunggulan dari komunikasi massa yang mampu menjangkau khalayak yang luas namun juga sebagai suatu 37
  • 38. tantangan karena khalayak yang luas dan beragam tersebut memiliki keinginan atau intrepretasi yang juga beragam terhadap isi pesan film ini. 2. Film 99 Cahaya di Langit Eropa sebagai saluran komunikasi massa dinilai sangat efektif sebagai pembantu penyebaran informasi makna nilai-nilai religi terhadap khalayak. Dari uraian mengenai efek saluran media massa, karakteristik komunikasi dan isi pesan media massa, dan teori serta model saluran komunikasi massa memberikan implikasi positif terhadap strategi komunikasi dalam perfilman. 3. Film 99 Cahaya di Langit Eropa bukan film religi biasa. Film ini menjadi film Indonesia pertama yang sarat akan nilai edukasi, sosial dan spiritual yang bercerita tentang warisan peradaban Islam di Eropa. 4. Sebuah film disadari atau tidak, dapat mengubah pola kehidupan seseorang. Film mempunyai pengaruh sendiri bagi para penontonnya, seperti pesan yang terdapat dalam adegan-adegan film 99 Cahaya di Langit Eropa akan membekas dalam jiwa penonton. Gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis. Melalui film ini, kita akan menjadi agen muslim yang lebih baik lagi sesuai tatanan religi. DAFTAR PUSTAKA Ancok, Djamaludin dan Suroso, Fuat Nashori. 2005. Psikologi Islam: Solusi Islam Atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ardianto, Elvinaro dan Dra. Lukiati Komala Erdinaya, M.Si. 2005. KOMUNIKASI MASSA: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2005 Budiman, Kris. 2011. Semiotika Visual. Yogyakarta: Jalasutra 38
  • 39. Dennis and De Fleur. 1985. Understanding Mass Communication. Inggris: Houghton Mifflin Co. Gazalba, S. 1985. Asas Agama Islam. Jakarta : Bulan Bintang Jalaluddin. 1997. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai contoh praktis riset media, public relations, advertising, komunikasi organisasi, komunikasi pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Lamintang, Franciscus Theojunior. “Pengantar Ilmu Broadcasting dan Cinematography”, Jakarta: In Media, 2013, hal.7 Mills, Charles Wright. 1959. The Sociological Imagination. New York: Oxford University Press. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Morissan. 2009. Manajemen Media Penyiaran; Strategi Mengelola Radio Televisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Morissan, dkk. 2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia 39
  • 40. Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2006. Semiotika: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Mahasiswa Ilmu Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 33 tahun 2009 tentang Perfilman. Herman (2014, Januari). Film “99 Cahaya di Langit Eropa” Raih 1,1 Juta Penonton. Hiburan Film [online]. Diakses pada tanggal 29 Juni 2014 dari http://www.beritasatu.com/film/159497- film-99-cahaya-di-langit-eropa-raih-11-juta-penonton.html http://e-journal.uajy.ac.id/821/3/2TA11217.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38405/3/Chapter%20II.pdf https://www.academia.edu/3690323/11_elemen_komunikasi_massa cai.elearning.gunadarma.ac.id/webbasedmedia/download . 40