SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
1
KONSEP
POLICY PAPER
PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL
DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI
Tim Pelaksana Program LP3ES - TELAPAK1
A. Sumberdaya Air
Banjir dan kekeringan yang melanda di berbagai wilayah Indonesia belakangan ini,
nampaknya akan menjadi peristiwa rutin di masa datang. Keduanya terjadi tidak lain
sebagai konsekwensi logis dari modernisasi, privatisasi dan komersialisasi dalam
kehidupan masyarakat dari aspek sosial-ekonomi. Dewasa ini posisi sumberdaya
air telah mengalami pergeseran nilai dan kegunaan. Kalau semula penggunaan air
dominan untuk kepentingan pertanian dan air minum, sekarang berubah untuk
berbagai kepentingan (industri, tenaga listrik, perikanan). Sehingga fungsi air yang
bersifat sosial dan milik umum (common property) akhirnya berubah menjadi
komoditi ekonomi dan dikuasai pemilik modal (private property).
Implikasinya, kompetisi penggunaan air diantara berbagai kepentingan menjadi
semakin meningkat baik di tingkat masyarakat pemakai air sendiri maupun dengan
pihak perusahaan. Terutama ketika ketersediaan air tidak cukup memadai dari sisi
kuantitas. Neraca sumberdaya air Indonesia mencatat bahwa pada tahun 2000
defisit air sekitar 52.809 juta meter kubik dan diperkirakan mencapai 134.102 juta
meter kubik pada tahun 2015. Situasi krisis air (kekeringan), banjir dan longsor yang
berlangsung selama ini merupakan cerminan dari in-effektivitas dari pengelolaan
DAS. Data Dirjen Sumberdaya Air, Kimpraswil menyebutkan bahwa saat ini ada
sekitar 65 Daerah Aliran Sungai atau 13,8 % dari jumlah DAS di Indonesia dalam
keadaan sangat kritis dengan tingkat sedimentasi yang tinggi.
Kegagalan pemerintah khususnya dalam memberi solusi yang komprehensif atas
kelangsungan fungsi DAS akan menciptakan hilangnya potensi sumberdaya air
1
Program Penguatan Kapasitas CSO (Civil Society Organization) dalam Pengelolaan Wilayah Sungai di
Bengkulu, Jogyakarta dan Sulawesi Selatan, kerjasama LP3ES, TELAPAK dan Bank Dunia.
2
sebagai asset negara (publik) yang dapat menjamin kegiatan pembangunan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Secara umum keberhasilan pengelolaan
DAS bisa dilihat dari aspek-aspek: (1) Kemampuan mendukung produktivitas
optimum bagi kepentingan kehidupan (indikator ekonomi). (2) Pengelolaan yang
mampu memberikan manfaat secara merata bagi kepentingan kehidupan (indikator
sosial). (3) Pengelolaan yang mampu mempertahankan kondisi lingkungan untuk
tidak tergradasi (indikator lingkungan). (4) Pengelolaan dengan menggunakan
teknologi yang mampu dilaksanakan oleh kondisi penghidupan setempat, sehingga
menstimulir tumbuhnya sistem intitusi yang mendukung (indikator teknologi).
Berangkat dari permasalahan diatas dan keterbatasan sumberdaya pemerintah
untuk menyelesaikan, partisipasi semua pihak dalam pengelolaan sumberdaya air
tidak mungkin dihindari. Hal ini akan mendorong effektivitas dan sinergitas
pengelolaan mulai dari perencanaan hingga penentuan kebijakan atau aturan
tentang sumberdaya air. Persoalannya adalah belum sepenuhnya pemerintah
memandang peran kelompok masyarakat sangat diperlukan dalam seluruh proses
pembangunan sumberdaya air. Pemerintah melihat bahwa kewenangan dalam
penentuan kebijakan merupakan domain pemerintah. Masyarakat pengguna air dan
organisasi masyarakat sipil lainnya masih diposisikan terlibat dalam aktivitas
pengelolaan sumberdaya air yang hanya dalam bersifat fisik. Padahal tanpa
keterlibatan semua pihak, dikuatirkan proses pengambilan keputusan yang terkait
dengan kebijakan dan program akan jauh dari realitas.
B. Dasar Hukum Partisipasi Warga 2006 – 2009
Bersamaan dengan reformasi politik, maka langkah-langkah nyata untuk
meningkatkan keterlibatan warga, pemerintah pusat telah mengeluarkan beberapa
peraturan untuk memperluas peran warga dalam semua konteks pembangunan.
Beberapa landasan hukum yang secara tegas menyebutkan pentingnya peran dan
keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan adalah :
1. UU 32/2004 tentang Otonomi Daerah, dimana pemerintah memasukan bab
Partisipasi Masyarakat yang mencakup hak warga untuk mendapatkan
informasi tentang pelaksanaan pemerintahan daerah dan dilibatkan dalam
3
proses-proses pemerintahan daerah (misalnya dalam perencanaan dan
penganggaran).
2. UU 7/2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, dimana pemerintah secara
jelas mengakomodasi peran masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air
mulai dari aspek perencanaan hingga penentuan kebijakan. Bahkan dalam
UU ini juga mendorong keikutsertaan masyarakat yang dicerminkan melalui
wakil CSO sebagai unsur dalam kelembagaan wilayah sungai.
3. Pada tingkat yang lebih mikro, Peraturan Presiden tentang PNPM Mandiri
akan menghubungkan perencanaan di tingkat komunitas dengan
perencanaan di pemerintahan daerah melalui mekanisme Musrenbang. Hal
ini akan mengubah karakter program yang tersentralisasi menjadi lebih
partispatif.
4. Sejumlah peraturan – perundangan lainnya baik di tingkat sector maupun
daerah berkenaan dengan perlunya keterlibatan masyarakat, LSM dan
oragnisasi masyarakat dalam proses pembangunan nasional dan daerah.
Melihat instrumen hukum dan kebijakan yang digunakan untuk mendorong
partisipasi, menunjukan bahwa polanya telah mengakomodasi prinsip-prinsip
partisipasi kedalam system hukum yang memiliki kekuatan di tingkat yang lebih
tinggi (Undang-undang). Namun yang menjadi masalah adalah prinsip partisipasi
cenderung diperlemah atau mengalami distorsi pada sisi eksekutif ketika
mengoperasionalkan kedalam instrumen yang tingkatnya lebih rendah (PP, SK).
Sehingga esensi partisipasi yang semula bersifat ideology yaitu masyarakat memiliki
hak (subjeck) atas pembangunan berubah menjadi masyarakat bagian dari proses
pembangunan (objeck). Dimana keterlibatannya pada aspek tehnis ketika
diperlukan. Karena itu, pertanyaan penting dalam pengembangan partisipasi
adalah bagaimana bekerjasama secara lebih dekat dengan pemerintah (pusat dan
daerah( untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman yang baik serta kemungkinan
pelembagaan keberhasilan yang sudah terdapat. Ruang kebijakan yang ada dalam
kerangka hukum penting untuk didayagunakan dalam memperkuat partisipasi
dengan mendasarkan pada pengalaman nyata di tingkat lokal.
4
C. PERAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL
Situasi Era Reformasi
Studi Stock Taking tahun 2006 yang dilakukan DRSP – USAID mencatat bahwa
iklim berpartisipasi bagi warga pada tahun-tahun belakangan ini menjadi lebih
kondusif dengan munculnya berbagai perubahan dalam sistem legal yang terkait
dengan tata pemerintahan daerah. Berbagai bentuk Organisasi Masyarakat Madani
(Civil Society Organization) yang meliputi ; organisasi massa, yayasan, perkumpulan
telah memanfaatkan keterbukaan ini di tingkat nasional maupun dalam skala yang
lebih kecil di tingkat lokal.
Namun tantangan pokok yang umumnya dihadapi kalangan CSO dalam
menjalankan perannya untuk memperkuat partisipasi masyarakat adalah kapasitas
sumberdaya yang terbatas. Upaya membangun jaringan diantara CSO dalam
mengkomunikasikan tuntutan kepada negara (pemerintah) terkait dengan isu publik
tidak selamanya berjalan sukses. Kalaupun berjalan sukses maka lebih dikarenakan
dukungan dan bahkan ketergantungan pada dukungan sumberdaya lembaga donor.
Ini terlihat dari pengalaman CSO yang tergabung dalam JKII untuk advokasi
sumberdaya air, FKKM dalam kasus advokasi UU Kehutanan dan lainnya. Problem
lain yang dihadapi kalangan CSO adalah kesulitan menyebarluaskan keberhasilan
yang telah diraih dari inisiatif-inisiatif di tingkat lokal ke wilayah lain sehingga dapat
menghasilkan dampak yang lebih luas.
Menyadari keterbatasan-keterbatasa tersebut, maka kalangan CSO mencoba
melakukan perubahan pendekatan advokasi dan diseminasi yaitu dengan focus
mempengaruhi para pembuat kebijakan di tingkat lokal. Hal ini seiring dengan
pergeseran kebijakan politik pembangunan yang lebih member ruang bagi
pemerintah daerah (desentralisasi). Hal ini Nampak terlihat dari inisiatif sejumlah
CSO melakukan advokasi penyusunan perda partisipatif dalam bidang kehutanan.
Misalnya penyusunan Perda Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat yang
dilakukan oleh di Kabupaten Wonosobo. Namun upaya ini gagal karena ditolak
oleh pemerintah daerah. Sementara upaya yang dilakukan oleh LP3ES di
Kabupaten Sumbawa dalam mendorong hak inisiatif DRPD dalam penyusunan
5
Perda PSDHBM meski berhasil diwujudkan, namun implementasi programnya
sangat lambat dalam arti sedikit sekali hutan yang diserahkan masyarakat untuk
pengelolaannya.
Pada sisi lain, meski dari sisi advokasi kebijakan kurang cukup berhasil, banyak
ditemukan bukti-bukti bahwa CSOs telah melakukan upaya penguatan kelompok-
kelompok/organisasi-organisasi lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Termasuk untuk bidang sumberdaya air. .Dimana dalam prosesnya, CSO ini juga
melakukan kerjasama secara intensif dengan pemerintah daerah. Upaya ini ternyata
banyak yang berjalan sukses terutama dalam mendorong akses dan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sebagai contoh; kerjasama
sejumlah CSO dengan Dinas Kehutanan Termasuk keberhasilan Yayasan Damar
dalam mendorong dukungan pemerintah daerah Kulonprogo untuk memberikan
akses dan hak kelola lahan hutan kepada masyarakat untuk konservasi sumberdaya
air. Kerjasama Yayasan Rekonservasi Bhumi dengan Badan Pengelola Lingkungan
Hidup Propinsi Banten dalam memfasilitasi mekanisme pembayaran aur oleh
perusahaan kepada masyarakat dalam bentuk kegiatan konservasi.
Selain itu, juga telah berkembang inisiatif dari kelompok dan forum masyarakat
sendiri di beberapa daerah dalam pelaksanaan program hutan kemasyarakatan dan
konservasi sumberdaya air. Sebagai contoh; WPL (Warga Peduli Lingkungan) di
Kabupaten Bandung yang melakukan kegiatan pengolahan limbah rumah tangga
dan sanitasi di wilayah sungai Citarum. Hal yang sama dilakukan oleh Komunitas
Kali Code Jogyakarta yang mengorganisir masyarakat di bantaran sungai code
untuk penanganan limbah. Meskipun demikian, praktek-praktek positif baik yang
berasal dari CSO maupun kelompok masyarakat belum memperoleh respon yang
optimal dari pemerintah daerah untuk diterapkan di lokasi lain maupun pemerintah
daerah sekitarnya. Keberhasilan Yayasan Damar hanya terhenti di Kabupaten
Kulonprogo dan demikian pula untuk WPL yang belum diterapkan untuk wilayah di
sekitar sungai Citarum. Keberhasilan inisiasi ternyata tidak cukup berkembang dan
terpelihara dengan baik sehingga terkadang menimbulkan rasa ketidakyakinan
kalangan CSO terhadap kesungguhan pemerintah dalam membangun partisipasi
masyarakat.
6
Perkembangan Sekarang
Masa tiga tahun terakhir ini masih diwarnai oleh berlanjutnya proses pengambilan
keputusan yang tertutup dan didominasi oleh elit, dengan terbatasnya akses
masyarakat terhadap informasi menyangkut proses dan keputusan pemerintah,
lemahnya akuntabilitas, tidak efisiennya pelayanan publik, serta masih maraknya
praktek korupsi. Realita tersebut telah membentuk agenda gerakan masyarakat sipil
yang bertujuan mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas, serta mendesak
diterapkannya pendekatan kebijakan publik yang lebih melibatkan partisipasi aktif
warga, khususnya bagi perempuan, kelompok marjinal, dan penduduk di pedesaan.
Komitmen masyarakat sipil tersebut di atas sudah berlangsung beberapa waktu,
namun kembali memperoleh momentum untuk berkembang di berbagai daerah,
dengan perspektif yang lebih lebar yang memasukkan konsep ‘critical engagement’
dan ‘partnership’. Artinya, masyarakat madani belajar untuk memilih bentuk
keterlibatannya, menghindari sikap beroposisi ketika ada peluang untuk membangun
rasa saling percaya dan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama, sambil tetap
berusaha memegang prinsip-prinsip independensi dalam relasinya dengan
pemerintah.
Sekalipun untuk isu sumberdaya air masih terbatas dibandingkan dengan untuk
konservasi (kehutanan), maka jika dikategorikan fokus dari keterlibatan berbagai
CSO dalam pengelolaan sumberdaya alam (air) terlihat lebih terspesialisasi sesuai
dengan kapasitas dan kompetensinya, sekalipun dari sisi arah tetap sama yaitu
mendorong pemerintah untuk lebih memperluas partisipasi masyarakat dalam
pembangunan baik dari sisi sector, proses dan iwlayahnya. Setidaknya ada 3
kategori peran dan bentuk keterlibatan CSO dalam konteks pengelolaan
sumberdaya alam (air) yaitu : Pertama, melakukan advokasi kebijakan melalui
kampanye, dialog dan asistensi pemerintah dan bahkan legislative untuk
mendorong perubahan aturan perundangan tentang sumberdaya alam (air) yang
lebih kondusif bagi masyarakat local. Kedua, memfasilitasi kegiatan
pengorganisasian dan pemberdayaan masyarakat untuk mengambil iisiatif yang
lebih kongrkit dan lebih aktif dalam pengelolaan sumberdaya alam (air). Sekaligus
7
melakukan konsultatif dengan instasnai pemerintah terutama untuk mendapatkan
dukungan dalam bentuk aturan dan alokasi anggaran.
Diluar isu sumberdaya alam (air), kalangan CSO juga bergerak membentuk dan
memperkuat jaringan CSOs (termasuk Universitas) untuk menggali isu-isu
pembangunan lain bagi pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan penelitian dan
pemikiran sebagai input bagi para pengambil kebijakan di tingkat nasional. Upaya ini
dapat dilihat pada advokasi revisi Undang-Undang No. 32 tentang Pemerintahan
Daerah, perumusan Undang-Undang baru tentang Pemerintahan Desa, Undang-
Undang tentang Kebebasan Informasi (dengan melibatkan pemerintah daerah) dan
Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh. Jaringan CSO di tingkat provinsi juga
berkembang, seperti terlihat di Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Kegiatan yang
dilakukan oleh jaringan di tingkat provinsi ini adalah antara lain untuk memperkuat
kapasitas CSO maupun warga serta menyediakan masukan bagi kebijakan di tingkat
provinsi.
Fakta-fakta keberhasilan di atas ternyata belum sepenuhnya berkembang meluas di
semua daerah dan diterapkan pada sector pembangunan lainnya. Mengingat harus
disadari bahwa dalam kenyataannya masih ada sebagian dari aktor-aktor di
pemerintahan yang enggan untuk bekerja bersama dengan organisasi masyarakat
sipil. Disamping itu, juga tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada kelemahan internal
yang dilingkungan CSO sendiri. Menurut Dr Hetifah S, keberlanjutan peran dan
kerja CSO dalam mendorong proses perubahan pembangunan dengan partisipasi
masyarakat yang lebih meluas membutuhkan beberapa hal berikut:
 Kejelasan mandat/peran dari berbagai aktor
 Dukungan sumber daya yang lebih fleksibel dengan cara-cara pemberian
dukungan yang berkelanjutan
 Internalisasi tentang hak dan pendekatan partisipasi, sehingga lepas dari
pendekatan proyek semata
 Media massa yang lebih efektif, yang menuntut adanya jurnalis yang lebih
terinformasi dan mampu mengikuti isu-isu tata pemerintahan
 Produksi dan disseminasi pengetahuan secara lebih sistematis
8
Dalam menghadapi situasi yang cenderung lambat terhadap pengakuan partisipasi
masyarakat dan isu kerakyatan dalam proses pembangunan oleh birokrasi
pemerintah, sejumlah kalangan CSO telah melakukan langkah yang bersifat politik.
Setidaknya ada 3 (tiga) bentuk strategi yang telah dilakukan oleh berbagai CSO
dalam upaya meningkatkan peran dan pengaruh politiknya dalam 5 tahun terakhir
ini, yaitu :
 Melakukan tawar menawar langsung dengan para politisi; Hal ini terlihat dari
kasus-kasus pilkada dan juga pemilihan legilatif 2009, dimana antara calon
anggota DPR/DPRD dan Bupati/Walikota dengan kalangan CSO dan warga
masyarakat melakukan kontrak politik berkenaan dengan pemihakan atas
masalah pemberdayaan atau pemihakan kepada rakyat seperti ; masalah
pendidikan, kesehatan, usaha kecil dan lingkungan.
 Melakukan pencalonan diri untuk menjadi calon anggota legislatif atau calon
kepala daerah. Langkah ini dimaksudkan agar pembangunan yang
berorientasi kepada rakyat dan mengakomodasi partisipasi masyarakat
dapat dengan mudah diwujudkan. Sekalipun setelah berada di kekuasaan
namun kenyataannya agenda dan proses pembangunan pro kerakyatan tidak
banyak perubahan.
 Membangun partai politik sebagai alat perjuangan politik organisasi
masyarakat madani. Pilihan pada dasarnya jauh lebih sulit mengingat
diantara organisasi masyarakat sipil terdapat perdaan yang sangat tajam
terkait dengan misi,visi dan pilihan politik. Karenanya strategi pembentukan
partai politik oleh kalangan CSO sering menemui jalan buntu.
D. KERANGKA KEBIJAKAN PELIBATAN CSO
Tingkat dan Bentuk Pelibatan CSO
Mendasarkan pada sejarah dan perkembangan peran dan partisipasi CSO dalam
pembangunan, terutama di bidang SDA telah menunjukan spectrum yang luas dan
dinamis dari sisi tingkat dan bentuknya. Dalam peran dan keterlibatannya, CSO
tidak lagi hanya sebagai pelaksana dalam mengorganisir partisipasi masyarakat dari
9
suatu program pemerintah melainkan juga ikut berperan dalam memfasilitasi proses
penyusunan kebijakan (peraturan-perundangan) dan advokasi perubahan kebijakan,
Aktivitas keterlibatan CSO tidak terbatas di tingkat lapangan (lokasi.desa,kabupaten)
namun juga bergerak ke tingkat pusat pemerintahan (Jakarta). Dinamika peran ini
kemudian berimplikasi terhadap relasi, sasaran dan jaringan kerjanya. Kalau
semula kerja CSO hanya bertumpu pada masyarakat di tingkat desa dan pemerintah
kabupaten, maka dewasa ini hubungan semakin luas dengan legislative, media
massa, universitas dan bahkan perusahaan di pusat dan daerah.
Pada sisi lain, peranan organisasi di tingkat komunitas (kelompok-kelompok
masyarakat) juga telah mengalami perubahan yang signifikan. Kelompok ini pada
sebagian kasus kelompok masyarakat (KSM) tidak hanya menjadi organisasi yang
bersifat paguyuban dengan kegiatan pertemuan semata, simpan pinjam maupun
aktivitas tehnis administrative melainkan berubah dan berkembang sebagai lembaga
formal yang mampu memfasilitasi proses pemberdayaan dan pengorganisir
masyarakat dalam skala luas. Kelompok ini terutama para pengelolanya juga telah
mengalami peningkatan kapasitas, dimana dalam kerjanya juga mampu mendorong
proses fasilitasi perumusan aturan di tingkat desa, seperti ; peraturan desa.
Kesadaran masyarakat dalam melihat problematika pengelolaan sumberdaya air
telah mendorong kelompok fungsional untuk melakukan penggabungan atau
jaringan kerja dengan kelompok lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat
peran dan posisi sekaligus berfungsi sebagai wahana komunikasi dan kerjasama
untuk effektivitas pengelolaan.
Dengan demikian, kebijakan pelibatan CSO dalam pengelolaan sumberdaya air
seharusnya bersifat komprehensif. Hal ini dikarenakan ragam peran CSO yang tidak
hanya di bidang tehnis namun juga pada dimensi perubahan kebijakan baik melalui
advokasi maupun perumusan aturan perundangan. Sebagai salah satu actor yang
memiliki kapasitas di bidang pendekatan kemasyarakatan, maka peran CSO sangat
penting dalam mendukung proses pembangunan yang effektif. Karenanya
perannya tidak mungkin didistorsi hanya pada bidang pengorganisasian masyarakat
semata, diserahkan ke satu lembaga tertentu dan terbatas pada sector. Kebijakan
pelibatan CSO dalam pengelolaan sumberdaya air dalam lingkup berikut :
10
Bentuk dan Tingkat Peran CSO dalam Pengelolaan SDA
Bentuk Keterlibatan Tingkatan Peran
Wilayah Sungai Propinsi Nasional
Bentuk Partisipasi a. Perbaikan fisik
sungai dan
konservasi
b. Kebijakan alokasi air
c. Penyelesaian
sengketa
d. Penetapan aturan di
tingkat desa
a. Penentuan arah
pengelolaan
Sungai
b. Penentuan aturan
kebijakan daerah
c. Perumusan strategi
dan program
pengelolaan sungai
a. Perumusan arah
pengelolaan SDA
b. Perumusan aturan
perundangan
c. Penentuan strategi
dan program
nasional pengelolaa
sungai
Organisasi Pemeran a. Kelompok Tani
(P3A) dan
Gabungan
b. Forum2 Warga
c. Komunitas
Adat/Agama
a. LSM
Kabupaten/Propinsi
b. Media Massa
c. Organisasi adat
dan keagamaan
a. LSM Nasional
b. Lembaga Riset
c. Asosiasi Profesi
d. Media massa
Fungsi/Peran a. Mendorong
partisipasi warga
b. Memperkuat
kapasitas warga
c. Memonitor kondisi
persoalan sungai
d. Memberi input
kebijakan kepada
pemerintah dan
dewan
a. Memperkuat peran
dan kapasitas CSO
dalam pengelolaan
sungai
b. Melakukan kajian
social ekonomi
dalam pengelolaan
sungai
c. Memberi input
kebijakan kepada
pemerintah
propinsi/kabupaten
a. Menyusun
kebijakan nasional
tentang
sumberdaya air
b. Melakukan
monitoring dan
evaluasi atas
pelaksanaan
kebijakan
Mekanisme
kelembagaan
TKPSA Dewan SDA Propinsi Dewan Nasional
Mekanisme Pelibatan dalam Dewan
 Kriteria Pemilihan Lembaga
Mengingat jumlah CSO cukup banyak baik dari sisi ragam kegiatan, bentuk
organisasi maupun sebarannya, maka dipandang penting untuk menetapkan
kriteria lembaga yang dapat dilibatkan. Secara umum, criteria yang dapat
digunakan dalam pelibatan dalam Dewan adalah sebagai berikut :
a. Kejelasan/kepastian legalitas organisasi
b. Pengalaman dan kompeten dalam pengelolaan sumberdaya air
c. Kejelasan tata kelola organisasi
d. Jaringan kerja organisasi
e. Kejelasan kapasitas sumberdaya organisasi
11
 Proses seleksi
Sebagai bagian dari asas transparansi dan akuntabilitas, pemilihan lembaga
tidak didasarkan pada proses dan mekanisme tertutup. Sehingga tidak
menimbulkan sengketa dan penetapan lembaga yang tidak relevant. Proses
pemilihan lembaga yang dapat dilibatkan dalam dewan dilakukan melalui
proses sebagai berikut :
a. Penetapan Tim Seleksi. Tim harus bersifat independen dan berasal dari
unsure yang relevant dan tidak memiliki konflik kepentingan.
b. Rekruitmen melalui penyebarluasan informasi ke public baik melalui iklan
media massa, email dan lainnya
c. Seleksi yang meliputi ; administrsi, pengetahuan dan kompetensi
d. Penetapan kandidat lembaga dan penyebarluasan ke public
e. Menghimpun masukan dan complain dari publik terkait calon/kandidat
f. Penetapan lembaga definitive.

More Related Content

What's hot

Kaukus lingkungan dprd
Kaukus lingkungan dprdKaukus lingkungan dprd
Kaukus lingkungan dprd
Ruruh Wisona
 
384155276 pengelolaan sampah_berbasis_masyarakat
384155276 pengelolaan sampah_berbasis_masyarakat384155276 pengelolaan sampah_berbasis_masyarakat
384155276 pengelolaan sampah_berbasis_masyarakat
Indriati Dewi
 
MENAGIH MASTER PLAN SUPLAI AIR INDONEISA (Bisnis Indonesia 19 Juni 2015)
MENAGIH MASTER PLAN SUPLAI AIR INDONEISA (Bisnis Indonesia 19 Juni 2015)MENAGIH MASTER PLAN SUPLAI AIR INDONEISA (Bisnis Indonesia 19 Juni 2015)
MENAGIH MASTER PLAN SUPLAI AIR INDONEISA (Bisnis Indonesia 19 Juni 2015)
Helsi Dinafitri
 
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat DesaPemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Habibullah
 
Kajian peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
Kajian peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampahKajian peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
Kajian peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
Indriati Dewi
 
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampahPeran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
ar_
 
2004 indonesia wr law uu no. 7 2004 sda lengkap
2004  indonesia  wr  law    uu no. 7 2004 sda lengkap2004  indonesia  wr  law    uu no. 7 2004 sda lengkap
2004 indonesia wr law uu no. 7 2004 sda lengkap
Mentari Lhamwo
 
Uu no 7_th_2004 sumber daya air
Uu no 7_th_2004 sumber daya airUu no 7_th_2004 sumber daya air
Uu no 7_th_2004 sumber daya air
Sei Enim
 
Permasalahan dan tantangan pengembangan air minum
Permasalahan dan tantangan pengembangan air minumPermasalahan dan tantangan pengembangan air minum
Permasalahan dan tantangan pengembangan air minum
Joy Irman
 

What's hot (19)

materi 5: partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup
materi 5: partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidupmateri 5: partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup
materi 5: partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup
 
Mck
MckMck
Mck
 
Kerjasama Swasta - Pemerintah di Indonesia dalam Penyediaan Air Minum. Buku P...
Kerjasama Swasta - Pemerintah di Indonesia dalam Penyediaan Air Minum. Buku P...Kerjasama Swasta - Pemerintah di Indonesia dalam Penyediaan Air Minum. Buku P...
Kerjasama Swasta - Pemerintah di Indonesia dalam Penyediaan Air Minum. Buku P...
 
Kaukus lingkungan dprd
Kaukus lingkungan dprdKaukus lingkungan dprd
Kaukus lingkungan dprd
 
384155276 pengelolaan sampah_berbasis_masyarakat
384155276 pengelolaan sampah_berbasis_masyarakat384155276 pengelolaan sampah_berbasis_masyarakat
384155276 pengelolaan sampah_berbasis_masyarakat
 
MENAGIH MASTER PLAN SUPLAI AIR INDONEISA (Bisnis Indonesia 19 Juni 2015)
MENAGIH MASTER PLAN SUPLAI AIR INDONEISA (Bisnis Indonesia 19 Juni 2015)MENAGIH MASTER PLAN SUPLAI AIR INDONEISA (Bisnis Indonesia 19 Juni 2015)
MENAGIH MASTER PLAN SUPLAI AIR INDONEISA (Bisnis Indonesia 19 Juni 2015)
 
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat DesaPemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
Pemanfataan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Masyarakat Desa
 
Uu 07-2004-sumber-daya-air
Uu 07-2004-sumber-daya-airUu 07-2004-sumber-daya-air
Uu 07-2004-sumber-daya-air
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
 
Kajian peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
Kajian peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampahKajian peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
Kajian peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
 
Paper 1 wesli
Paper 1 wesliPaper 1 wesli
Paper 1 wesli
 
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
Permen PU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Rekayasa Sosial Pembangunan Bend...
 
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampahPeran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
 
2004 indonesia wr law uu no. 7 2004 sda lengkap
2004  indonesia  wr  law    uu no. 7 2004 sda lengkap2004  indonesia  wr  law    uu no. 7 2004 sda lengkap
2004 indonesia wr law uu no. 7 2004 sda lengkap
 
Undang-undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
Undang-undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya AirUndang-undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
Undang-undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air
 
Uu no 7_th_2004 sumber daya air
Uu no 7_th_2004 sumber daya airUu no 7_th_2004 sumber daya air
Uu no 7_th_2004 sumber daya air
 
P.moral unit 8
P.moral unit 8P.moral unit 8
P.moral unit 8
 
Permasalahan dan tantangan pengembangan air minum
Permasalahan dan tantangan pengembangan air minumPermasalahan dan tantangan pengembangan air minum
Permasalahan dan tantangan pengembangan air minum
 
Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik
Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian KonflikPelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik
Pelembagaan Balai Mediasi Penyelesaian Konflik
 

Viewers also liked

Viewers also liked (6)

Masyarakat sipil sebagai ruang publik
Masyarakat sipil sebagai ruang publikMasyarakat sipil sebagai ruang publik
Masyarakat sipil sebagai ruang publik
 
Evaluasi Program Subsidi Langsung Tunai 2005
Evaluasi Program Subsidi Langsung Tunai 2005Evaluasi Program Subsidi Langsung Tunai 2005
Evaluasi Program Subsidi Langsung Tunai 2005
 
Ki kd pp kn sd
Ki kd pp kn sdKi kd pp kn sd
Ki kd pp kn sd
 
Evaluasi Pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM 2005
Evaluasi Pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM 2005Evaluasi Pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM 2005
Evaluasi Pelaksanaan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM 2005
 
RPP SD KELAS 1 Tema - Pengalamanku Sub Tema 1
RPP SD KELAS 1 Tema - Pengalamanku Sub Tema 1RPP SD KELAS 1 Tema - Pengalamanku Sub Tema 1
RPP SD KELAS 1 Tema - Pengalamanku Sub Tema 1
 
[5] rpp sd kelas 1 semester 2 pengalamanku
[5] rpp sd kelas 1 semester 2   pengalamanku[5] rpp sd kelas 1 semester 2   pengalamanku
[5] rpp sd kelas 1 semester 2 pengalamanku
 

Similar to PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI

Pembangunan partisipatoris dalam pengelolaan daerah aliran sungai
Pembangunan partisipatoris dalam pengelolaan daerah aliran sungaiPembangunan partisipatoris dalam pengelolaan daerah aliran sungai
Pembangunan partisipatoris dalam pengelolaan daerah aliran sungai
aditya
 
bahan presentasi Rencana Disertasi_Wardi.pdf
bahan presentasi Rencana Disertasi_Wardi.pdfbahan presentasi Rencana Disertasi_Wardi.pdf
bahan presentasi Rencana Disertasi_Wardi.pdf
AndiMuhIshakYusma
 
Organisasi irigasi dalam operasional dan perawatan irigasi
Organisasi irigasi dalam operasional dan perawatan irigasiOrganisasi irigasi dalam operasional dan perawatan irigasi
Organisasi irigasi dalam operasional dan perawatan irigasi
Ade Rohima
 
4.strategi utama dalam pengelolaan das
4.strategi utama dalam pengelolaan das4.strategi utama dalam pengelolaan das
4.strategi utama dalam pengelolaan das
Zaidil Firza
 
Gerakan masyarakat sipil didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu ol...
Gerakan masyarakat sipil  didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu  ol...Gerakan masyarakat sipil  didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu  ol...
Gerakan masyarakat sipil didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu ol...
septianm
 
Rpp pengelolaan das terpadu
Rpp pengelolaan das terpaduRpp pengelolaan das terpadu
Rpp pengelolaan das terpadu
walhiaceh
 
Pelayanan publik-di-pdam
Pelayanan publik-di-pdamPelayanan publik-di-pdam
Pelayanan publik-di-pdam
Yuhanna Maurits
 

Similar to PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI (20)

Pembangunan partisipatoris dalam pengelolaan daerah aliran sungai
Pembangunan partisipatoris dalam pengelolaan daerah aliran sungaiPembangunan partisipatoris dalam pengelolaan daerah aliran sungai
Pembangunan partisipatoris dalam pengelolaan daerah aliran sungai
 
bahan presentasi Rencana Disertasi_Wardi.pdf
bahan presentasi Rencana Disertasi_Wardi.pdfbahan presentasi Rencana Disertasi_Wardi.pdf
bahan presentasi Rencana Disertasi_Wardi.pdf
 
Organisasi irigasi dalam operasional dan perawatan irigasi
Organisasi irigasi dalam operasional dan perawatan irigasiOrganisasi irigasi dalam operasional dan perawatan irigasi
Organisasi irigasi dalam operasional dan perawatan irigasi
 
Ipi190542 model partnership pu
Ipi190542 model partnership puIpi190542 model partnership pu
Ipi190542 model partnership pu
 
4.strategi utama dalam pengelolaan das
4.strategi utama dalam pengelolaan das4.strategi utama dalam pengelolaan das
4.strategi utama dalam pengelolaan das
 
Persentasi Kelompok 1.pptx
Persentasi Kelompok 1.pptxPersentasi Kelompok 1.pptx
Persentasi Kelompok 1.pptx
 
Jurnal peisir dan Laut
Jurnal peisir dan LautJurnal peisir dan Laut
Jurnal peisir dan Laut
 
Gerakan masyarakat sipil didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu ol...
Gerakan masyarakat sipil  didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu  ol...Gerakan masyarakat sipil  didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu  ol...
Gerakan masyarakat sipil didalam mendorong agenda lingkungan pada pemilu ol...
 
Rpp pengelolaan das terpadu
Rpp pengelolaan das terpaduRpp pengelolaan das terpadu
Rpp pengelolaan das terpadu
 
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisirMakalah pemberdayaan masyarakat pesisir
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir
 
Bacaan i ikhtisar bacaan
Bacaan i ikhtisar bacaanBacaan i ikhtisar bacaan
Bacaan i ikhtisar bacaan
 
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisirMakalah pemberdayaan masyarakat pesisir
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisirMakalah pemberdayaan masyarakat pesisir
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir
 
Makalah pembangunan sda
Makalah pembangunan sdaMakalah pembangunan sda
Makalah pembangunan sda
 
Pelayanan publik-di-pdam
Pelayanan publik-di-pdamPelayanan publik-di-pdam
Pelayanan publik-di-pdam
 
Bab i pendahuluan
Bab i pendahuluanBab i pendahuluan
Bab i pendahuluan
 
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahanStudi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
 
Kempen cintailah sungai kita1
Kempen cintailah sungai kita1Kempen cintailah sungai kita1
Kempen cintailah sungai kita1
 
TUGAS INFRASTRUKTUR
TUGAS INFRASTRUKTURTUGAS INFRASTRUKTUR
TUGAS INFRASTRUKTUR
 

PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI

  • 1. 1 KONSEP POLICY PAPER PARTISIPASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN WILAYAH SUNGAI Tim Pelaksana Program LP3ES - TELAPAK1 A. Sumberdaya Air Banjir dan kekeringan yang melanda di berbagai wilayah Indonesia belakangan ini, nampaknya akan menjadi peristiwa rutin di masa datang. Keduanya terjadi tidak lain sebagai konsekwensi logis dari modernisasi, privatisasi dan komersialisasi dalam kehidupan masyarakat dari aspek sosial-ekonomi. Dewasa ini posisi sumberdaya air telah mengalami pergeseran nilai dan kegunaan. Kalau semula penggunaan air dominan untuk kepentingan pertanian dan air minum, sekarang berubah untuk berbagai kepentingan (industri, tenaga listrik, perikanan). Sehingga fungsi air yang bersifat sosial dan milik umum (common property) akhirnya berubah menjadi komoditi ekonomi dan dikuasai pemilik modal (private property). Implikasinya, kompetisi penggunaan air diantara berbagai kepentingan menjadi semakin meningkat baik di tingkat masyarakat pemakai air sendiri maupun dengan pihak perusahaan. Terutama ketika ketersediaan air tidak cukup memadai dari sisi kuantitas. Neraca sumberdaya air Indonesia mencatat bahwa pada tahun 2000 defisit air sekitar 52.809 juta meter kubik dan diperkirakan mencapai 134.102 juta meter kubik pada tahun 2015. Situasi krisis air (kekeringan), banjir dan longsor yang berlangsung selama ini merupakan cerminan dari in-effektivitas dari pengelolaan DAS. Data Dirjen Sumberdaya Air, Kimpraswil menyebutkan bahwa saat ini ada sekitar 65 Daerah Aliran Sungai atau 13,8 % dari jumlah DAS di Indonesia dalam keadaan sangat kritis dengan tingkat sedimentasi yang tinggi. Kegagalan pemerintah khususnya dalam memberi solusi yang komprehensif atas kelangsungan fungsi DAS akan menciptakan hilangnya potensi sumberdaya air 1 Program Penguatan Kapasitas CSO (Civil Society Organization) dalam Pengelolaan Wilayah Sungai di Bengkulu, Jogyakarta dan Sulawesi Selatan, kerjasama LP3ES, TELAPAK dan Bank Dunia.
  • 2. 2 sebagai asset negara (publik) yang dapat menjamin kegiatan pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Secara umum keberhasilan pengelolaan DAS bisa dilihat dari aspek-aspek: (1) Kemampuan mendukung produktivitas optimum bagi kepentingan kehidupan (indikator ekonomi). (2) Pengelolaan yang mampu memberikan manfaat secara merata bagi kepentingan kehidupan (indikator sosial). (3) Pengelolaan yang mampu mempertahankan kondisi lingkungan untuk tidak tergradasi (indikator lingkungan). (4) Pengelolaan dengan menggunakan teknologi yang mampu dilaksanakan oleh kondisi penghidupan setempat, sehingga menstimulir tumbuhnya sistem intitusi yang mendukung (indikator teknologi). Berangkat dari permasalahan diatas dan keterbatasan sumberdaya pemerintah untuk menyelesaikan, partisipasi semua pihak dalam pengelolaan sumberdaya air tidak mungkin dihindari. Hal ini akan mendorong effektivitas dan sinergitas pengelolaan mulai dari perencanaan hingga penentuan kebijakan atau aturan tentang sumberdaya air. Persoalannya adalah belum sepenuhnya pemerintah memandang peran kelompok masyarakat sangat diperlukan dalam seluruh proses pembangunan sumberdaya air. Pemerintah melihat bahwa kewenangan dalam penentuan kebijakan merupakan domain pemerintah. Masyarakat pengguna air dan organisasi masyarakat sipil lainnya masih diposisikan terlibat dalam aktivitas pengelolaan sumberdaya air yang hanya dalam bersifat fisik. Padahal tanpa keterlibatan semua pihak, dikuatirkan proses pengambilan keputusan yang terkait dengan kebijakan dan program akan jauh dari realitas. B. Dasar Hukum Partisipasi Warga 2006 – 2009 Bersamaan dengan reformasi politik, maka langkah-langkah nyata untuk meningkatkan keterlibatan warga, pemerintah pusat telah mengeluarkan beberapa peraturan untuk memperluas peran warga dalam semua konteks pembangunan. Beberapa landasan hukum yang secara tegas menyebutkan pentingnya peran dan keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan adalah : 1. UU 32/2004 tentang Otonomi Daerah, dimana pemerintah memasukan bab Partisipasi Masyarakat yang mencakup hak warga untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan pemerintahan daerah dan dilibatkan dalam
  • 3. 3 proses-proses pemerintahan daerah (misalnya dalam perencanaan dan penganggaran). 2. UU 7/2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, dimana pemerintah secara jelas mengakomodasi peran masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air mulai dari aspek perencanaan hingga penentuan kebijakan. Bahkan dalam UU ini juga mendorong keikutsertaan masyarakat yang dicerminkan melalui wakil CSO sebagai unsur dalam kelembagaan wilayah sungai. 3. Pada tingkat yang lebih mikro, Peraturan Presiden tentang PNPM Mandiri akan menghubungkan perencanaan di tingkat komunitas dengan perencanaan di pemerintahan daerah melalui mekanisme Musrenbang. Hal ini akan mengubah karakter program yang tersentralisasi menjadi lebih partispatif. 4. Sejumlah peraturan – perundangan lainnya baik di tingkat sector maupun daerah berkenaan dengan perlunya keterlibatan masyarakat, LSM dan oragnisasi masyarakat dalam proses pembangunan nasional dan daerah. Melihat instrumen hukum dan kebijakan yang digunakan untuk mendorong partisipasi, menunjukan bahwa polanya telah mengakomodasi prinsip-prinsip partisipasi kedalam system hukum yang memiliki kekuatan di tingkat yang lebih tinggi (Undang-undang). Namun yang menjadi masalah adalah prinsip partisipasi cenderung diperlemah atau mengalami distorsi pada sisi eksekutif ketika mengoperasionalkan kedalam instrumen yang tingkatnya lebih rendah (PP, SK). Sehingga esensi partisipasi yang semula bersifat ideology yaitu masyarakat memiliki hak (subjeck) atas pembangunan berubah menjadi masyarakat bagian dari proses pembangunan (objeck). Dimana keterlibatannya pada aspek tehnis ketika diperlukan. Karena itu, pertanyaan penting dalam pengembangan partisipasi adalah bagaimana bekerjasama secara lebih dekat dengan pemerintah (pusat dan daerah( untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman yang baik serta kemungkinan pelembagaan keberhasilan yang sudah terdapat. Ruang kebijakan yang ada dalam kerangka hukum penting untuk didayagunakan dalam memperkuat partisipasi dengan mendasarkan pada pengalaman nyata di tingkat lokal.
  • 4. 4 C. PERAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL Situasi Era Reformasi Studi Stock Taking tahun 2006 yang dilakukan DRSP – USAID mencatat bahwa iklim berpartisipasi bagi warga pada tahun-tahun belakangan ini menjadi lebih kondusif dengan munculnya berbagai perubahan dalam sistem legal yang terkait dengan tata pemerintahan daerah. Berbagai bentuk Organisasi Masyarakat Madani (Civil Society Organization) yang meliputi ; organisasi massa, yayasan, perkumpulan telah memanfaatkan keterbukaan ini di tingkat nasional maupun dalam skala yang lebih kecil di tingkat lokal. Namun tantangan pokok yang umumnya dihadapi kalangan CSO dalam menjalankan perannya untuk memperkuat partisipasi masyarakat adalah kapasitas sumberdaya yang terbatas. Upaya membangun jaringan diantara CSO dalam mengkomunikasikan tuntutan kepada negara (pemerintah) terkait dengan isu publik tidak selamanya berjalan sukses. Kalaupun berjalan sukses maka lebih dikarenakan dukungan dan bahkan ketergantungan pada dukungan sumberdaya lembaga donor. Ini terlihat dari pengalaman CSO yang tergabung dalam JKII untuk advokasi sumberdaya air, FKKM dalam kasus advokasi UU Kehutanan dan lainnya. Problem lain yang dihadapi kalangan CSO adalah kesulitan menyebarluaskan keberhasilan yang telah diraih dari inisiatif-inisiatif di tingkat lokal ke wilayah lain sehingga dapat menghasilkan dampak yang lebih luas. Menyadari keterbatasan-keterbatasa tersebut, maka kalangan CSO mencoba melakukan perubahan pendekatan advokasi dan diseminasi yaitu dengan focus mempengaruhi para pembuat kebijakan di tingkat lokal. Hal ini seiring dengan pergeseran kebijakan politik pembangunan yang lebih member ruang bagi pemerintah daerah (desentralisasi). Hal ini Nampak terlihat dari inisiatif sejumlah CSO melakukan advokasi penyusunan perda partisipatif dalam bidang kehutanan. Misalnya penyusunan Perda Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat yang dilakukan oleh di Kabupaten Wonosobo. Namun upaya ini gagal karena ditolak oleh pemerintah daerah. Sementara upaya yang dilakukan oleh LP3ES di Kabupaten Sumbawa dalam mendorong hak inisiatif DRPD dalam penyusunan
  • 5. 5 Perda PSDHBM meski berhasil diwujudkan, namun implementasi programnya sangat lambat dalam arti sedikit sekali hutan yang diserahkan masyarakat untuk pengelolaannya. Pada sisi lain, meski dari sisi advokasi kebijakan kurang cukup berhasil, banyak ditemukan bukti-bukti bahwa CSOs telah melakukan upaya penguatan kelompok- kelompok/organisasi-organisasi lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam. Termasuk untuk bidang sumberdaya air. .Dimana dalam prosesnya, CSO ini juga melakukan kerjasama secara intensif dengan pemerintah daerah. Upaya ini ternyata banyak yang berjalan sukses terutama dalam mendorong akses dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sebagai contoh; kerjasama sejumlah CSO dengan Dinas Kehutanan Termasuk keberhasilan Yayasan Damar dalam mendorong dukungan pemerintah daerah Kulonprogo untuk memberikan akses dan hak kelola lahan hutan kepada masyarakat untuk konservasi sumberdaya air. Kerjasama Yayasan Rekonservasi Bhumi dengan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Propinsi Banten dalam memfasilitasi mekanisme pembayaran aur oleh perusahaan kepada masyarakat dalam bentuk kegiatan konservasi. Selain itu, juga telah berkembang inisiatif dari kelompok dan forum masyarakat sendiri di beberapa daerah dalam pelaksanaan program hutan kemasyarakatan dan konservasi sumberdaya air. Sebagai contoh; WPL (Warga Peduli Lingkungan) di Kabupaten Bandung yang melakukan kegiatan pengolahan limbah rumah tangga dan sanitasi di wilayah sungai Citarum. Hal yang sama dilakukan oleh Komunitas Kali Code Jogyakarta yang mengorganisir masyarakat di bantaran sungai code untuk penanganan limbah. Meskipun demikian, praktek-praktek positif baik yang berasal dari CSO maupun kelompok masyarakat belum memperoleh respon yang optimal dari pemerintah daerah untuk diterapkan di lokasi lain maupun pemerintah daerah sekitarnya. Keberhasilan Yayasan Damar hanya terhenti di Kabupaten Kulonprogo dan demikian pula untuk WPL yang belum diterapkan untuk wilayah di sekitar sungai Citarum. Keberhasilan inisiasi ternyata tidak cukup berkembang dan terpelihara dengan baik sehingga terkadang menimbulkan rasa ketidakyakinan kalangan CSO terhadap kesungguhan pemerintah dalam membangun partisipasi masyarakat.
  • 6. 6 Perkembangan Sekarang Masa tiga tahun terakhir ini masih diwarnai oleh berlanjutnya proses pengambilan keputusan yang tertutup dan didominasi oleh elit, dengan terbatasnya akses masyarakat terhadap informasi menyangkut proses dan keputusan pemerintah, lemahnya akuntabilitas, tidak efisiennya pelayanan publik, serta masih maraknya praktek korupsi. Realita tersebut telah membentuk agenda gerakan masyarakat sipil yang bertujuan mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas, serta mendesak diterapkannya pendekatan kebijakan publik yang lebih melibatkan partisipasi aktif warga, khususnya bagi perempuan, kelompok marjinal, dan penduduk di pedesaan. Komitmen masyarakat sipil tersebut di atas sudah berlangsung beberapa waktu, namun kembali memperoleh momentum untuk berkembang di berbagai daerah, dengan perspektif yang lebih lebar yang memasukkan konsep ‘critical engagement’ dan ‘partnership’. Artinya, masyarakat madani belajar untuk memilih bentuk keterlibatannya, menghindari sikap beroposisi ketika ada peluang untuk membangun rasa saling percaya dan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama, sambil tetap berusaha memegang prinsip-prinsip independensi dalam relasinya dengan pemerintah. Sekalipun untuk isu sumberdaya air masih terbatas dibandingkan dengan untuk konservasi (kehutanan), maka jika dikategorikan fokus dari keterlibatan berbagai CSO dalam pengelolaan sumberdaya alam (air) terlihat lebih terspesialisasi sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya, sekalipun dari sisi arah tetap sama yaitu mendorong pemerintah untuk lebih memperluas partisipasi masyarakat dalam pembangunan baik dari sisi sector, proses dan iwlayahnya. Setidaknya ada 3 kategori peran dan bentuk keterlibatan CSO dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam (air) yaitu : Pertama, melakukan advokasi kebijakan melalui kampanye, dialog dan asistensi pemerintah dan bahkan legislative untuk mendorong perubahan aturan perundangan tentang sumberdaya alam (air) yang lebih kondusif bagi masyarakat local. Kedua, memfasilitasi kegiatan pengorganisasian dan pemberdayaan masyarakat untuk mengambil iisiatif yang lebih kongrkit dan lebih aktif dalam pengelolaan sumberdaya alam (air). Sekaligus
  • 7. 7 melakukan konsultatif dengan instasnai pemerintah terutama untuk mendapatkan dukungan dalam bentuk aturan dan alokasi anggaran. Diluar isu sumberdaya alam (air), kalangan CSO juga bergerak membentuk dan memperkuat jaringan CSOs (termasuk Universitas) untuk menggali isu-isu pembangunan lain bagi pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan penelitian dan pemikiran sebagai input bagi para pengambil kebijakan di tingkat nasional. Upaya ini dapat dilihat pada advokasi revisi Undang-Undang No. 32 tentang Pemerintahan Daerah, perumusan Undang-Undang baru tentang Pemerintahan Desa, Undang- Undang tentang Kebebasan Informasi (dengan melibatkan pemerintah daerah) dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh. Jaringan CSO di tingkat provinsi juga berkembang, seperti terlihat di Sulawesi Selatan dan Jawa Barat. Kegiatan yang dilakukan oleh jaringan di tingkat provinsi ini adalah antara lain untuk memperkuat kapasitas CSO maupun warga serta menyediakan masukan bagi kebijakan di tingkat provinsi. Fakta-fakta keberhasilan di atas ternyata belum sepenuhnya berkembang meluas di semua daerah dan diterapkan pada sector pembangunan lainnya. Mengingat harus disadari bahwa dalam kenyataannya masih ada sebagian dari aktor-aktor di pemerintahan yang enggan untuk bekerja bersama dengan organisasi masyarakat sipil. Disamping itu, juga tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada kelemahan internal yang dilingkungan CSO sendiri. Menurut Dr Hetifah S, keberlanjutan peran dan kerja CSO dalam mendorong proses perubahan pembangunan dengan partisipasi masyarakat yang lebih meluas membutuhkan beberapa hal berikut:  Kejelasan mandat/peran dari berbagai aktor  Dukungan sumber daya yang lebih fleksibel dengan cara-cara pemberian dukungan yang berkelanjutan  Internalisasi tentang hak dan pendekatan partisipasi, sehingga lepas dari pendekatan proyek semata  Media massa yang lebih efektif, yang menuntut adanya jurnalis yang lebih terinformasi dan mampu mengikuti isu-isu tata pemerintahan  Produksi dan disseminasi pengetahuan secara lebih sistematis
  • 8. 8 Dalam menghadapi situasi yang cenderung lambat terhadap pengakuan partisipasi masyarakat dan isu kerakyatan dalam proses pembangunan oleh birokrasi pemerintah, sejumlah kalangan CSO telah melakukan langkah yang bersifat politik. Setidaknya ada 3 (tiga) bentuk strategi yang telah dilakukan oleh berbagai CSO dalam upaya meningkatkan peran dan pengaruh politiknya dalam 5 tahun terakhir ini, yaitu :  Melakukan tawar menawar langsung dengan para politisi; Hal ini terlihat dari kasus-kasus pilkada dan juga pemilihan legilatif 2009, dimana antara calon anggota DPR/DPRD dan Bupati/Walikota dengan kalangan CSO dan warga masyarakat melakukan kontrak politik berkenaan dengan pemihakan atas masalah pemberdayaan atau pemihakan kepada rakyat seperti ; masalah pendidikan, kesehatan, usaha kecil dan lingkungan.  Melakukan pencalonan diri untuk menjadi calon anggota legislatif atau calon kepala daerah. Langkah ini dimaksudkan agar pembangunan yang berorientasi kepada rakyat dan mengakomodasi partisipasi masyarakat dapat dengan mudah diwujudkan. Sekalipun setelah berada di kekuasaan namun kenyataannya agenda dan proses pembangunan pro kerakyatan tidak banyak perubahan.  Membangun partai politik sebagai alat perjuangan politik organisasi masyarakat madani. Pilihan pada dasarnya jauh lebih sulit mengingat diantara organisasi masyarakat sipil terdapat perdaan yang sangat tajam terkait dengan misi,visi dan pilihan politik. Karenanya strategi pembentukan partai politik oleh kalangan CSO sering menemui jalan buntu. D. KERANGKA KEBIJAKAN PELIBATAN CSO Tingkat dan Bentuk Pelibatan CSO Mendasarkan pada sejarah dan perkembangan peran dan partisipasi CSO dalam pembangunan, terutama di bidang SDA telah menunjukan spectrum yang luas dan dinamis dari sisi tingkat dan bentuknya. Dalam peran dan keterlibatannya, CSO tidak lagi hanya sebagai pelaksana dalam mengorganisir partisipasi masyarakat dari
  • 9. 9 suatu program pemerintah melainkan juga ikut berperan dalam memfasilitasi proses penyusunan kebijakan (peraturan-perundangan) dan advokasi perubahan kebijakan, Aktivitas keterlibatan CSO tidak terbatas di tingkat lapangan (lokasi.desa,kabupaten) namun juga bergerak ke tingkat pusat pemerintahan (Jakarta). Dinamika peran ini kemudian berimplikasi terhadap relasi, sasaran dan jaringan kerjanya. Kalau semula kerja CSO hanya bertumpu pada masyarakat di tingkat desa dan pemerintah kabupaten, maka dewasa ini hubungan semakin luas dengan legislative, media massa, universitas dan bahkan perusahaan di pusat dan daerah. Pada sisi lain, peranan organisasi di tingkat komunitas (kelompok-kelompok masyarakat) juga telah mengalami perubahan yang signifikan. Kelompok ini pada sebagian kasus kelompok masyarakat (KSM) tidak hanya menjadi organisasi yang bersifat paguyuban dengan kegiatan pertemuan semata, simpan pinjam maupun aktivitas tehnis administrative melainkan berubah dan berkembang sebagai lembaga formal yang mampu memfasilitasi proses pemberdayaan dan pengorganisir masyarakat dalam skala luas. Kelompok ini terutama para pengelolanya juga telah mengalami peningkatan kapasitas, dimana dalam kerjanya juga mampu mendorong proses fasilitasi perumusan aturan di tingkat desa, seperti ; peraturan desa. Kesadaran masyarakat dalam melihat problematika pengelolaan sumberdaya air telah mendorong kelompok fungsional untuk melakukan penggabungan atau jaringan kerja dengan kelompok lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat peran dan posisi sekaligus berfungsi sebagai wahana komunikasi dan kerjasama untuk effektivitas pengelolaan. Dengan demikian, kebijakan pelibatan CSO dalam pengelolaan sumberdaya air seharusnya bersifat komprehensif. Hal ini dikarenakan ragam peran CSO yang tidak hanya di bidang tehnis namun juga pada dimensi perubahan kebijakan baik melalui advokasi maupun perumusan aturan perundangan. Sebagai salah satu actor yang memiliki kapasitas di bidang pendekatan kemasyarakatan, maka peran CSO sangat penting dalam mendukung proses pembangunan yang effektif. Karenanya perannya tidak mungkin didistorsi hanya pada bidang pengorganisasian masyarakat semata, diserahkan ke satu lembaga tertentu dan terbatas pada sector. Kebijakan pelibatan CSO dalam pengelolaan sumberdaya air dalam lingkup berikut :
  • 10. 10 Bentuk dan Tingkat Peran CSO dalam Pengelolaan SDA Bentuk Keterlibatan Tingkatan Peran Wilayah Sungai Propinsi Nasional Bentuk Partisipasi a. Perbaikan fisik sungai dan konservasi b. Kebijakan alokasi air c. Penyelesaian sengketa d. Penetapan aturan di tingkat desa a. Penentuan arah pengelolaan Sungai b. Penentuan aturan kebijakan daerah c. Perumusan strategi dan program pengelolaan sungai a. Perumusan arah pengelolaan SDA b. Perumusan aturan perundangan c. Penentuan strategi dan program nasional pengelolaa sungai Organisasi Pemeran a. Kelompok Tani (P3A) dan Gabungan b. Forum2 Warga c. Komunitas Adat/Agama a. LSM Kabupaten/Propinsi b. Media Massa c. Organisasi adat dan keagamaan a. LSM Nasional b. Lembaga Riset c. Asosiasi Profesi d. Media massa Fungsi/Peran a. Mendorong partisipasi warga b. Memperkuat kapasitas warga c. Memonitor kondisi persoalan sungai d. Memberi input kebijakan kepada pemerintah dan dewan a. Memperkuat peran dan kapasitas CSO dalam pengelolaan sungai b. Melakukan kajian social ekonomi dalam pengelolaan sungai c. Memberi input kebijakan kepada pemerintah propinsi/kabupaten a. Menyusun kebijakan nasional tentang sumberdaya air b. Melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan Mekanisme kelembagaan TKPSA Dewan SDA Propinsi Dewan Nasional Mekanisme Pelibatan dalam Dewan  Kriteria Pemilihan Lembaga Mengingat jumlah CSO cukup banyak baik dari sisi ragam kegiatan, bentuk organisasi maupun sebarannya, maka dipandang penting untuk menetapkan kriteria lembaga yang dapat dilibatkan. Secara umum, criteria yang dapat digunakan dalam pelibatan dalam Dewan adalah sebagai berikut : a. Kejelasan/kepastian legalitas organisasi b. Pengalaman dan kompeten dalam pengelolaan sumberdaya air c. Kejelasan tata kelola organisasi d. Jaringan kerja organisasi e. Kejelasan kapasitas sumberdaya organisasi
  • 11. 11  Proses seleksi Sebagai bagian dari asas transparansi dan akuntabilitas, pemilihan lembaga tidak didasarkan pada proses dan mekanisme tertutup. Sehingga tidak menimbulkan sengketa dan penetapan lembaga yang tidak relevant. Proses pemilihan lembaga yang dapat dilibatkan dalam dewan dilakukan melalui proses sebagai berikut : a. Penetapan Tim Seleksi. Tim harus bersifat independen dan berasal dari unsure yang relevant dan tidak memiliki konflik kepentingan. b. Rekruitmen melalui penyebarluasan informasi ke public baik melalui iklan media massa, email dan lainnya c. Seleksi yang meliputi ; administrsi, pengetahuan dan kompetensi d. Penetapan kandidat lembaga dan penyebarluasan ke public e. Menghimpun masukan dan complain dari publik terkait calon/kandidat f. Penetapan lembaga definitive.