6. Moloku Kie Raha
Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tidak 5 kerajaan lain yang
memiliki pengaruh yaitu Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo, kesultanan
bacan, kerajaan lobidan kerajaan loloda. Kerajaan–kerajaan ini merupakan
saingan Ternate dalam memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat
perdagangan rempah Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi yang
mengesankan, dan untuk memperkuat hegemoninya di Maluku, Ternate
mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan antipati dan memperbesar
kecemburuan kerajaan lain di Maluku yang memandang Ternate sebagai
musuh bersama hingga memicu terjadinya perang.
Demi menghentikan konflik yang berlarut–larut, sultan Ternate ke-7 Kolano
Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang
raja–raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk
persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau
Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya
persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku.
Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut
juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).
7. Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan islam di maluku utara khususnya Ternate. Namun
diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat
banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah
menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih
diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad
ke-15.
Kolanu marhum(1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam
bersama seluruh kerabat dan pejabat istana.
Kedatangan Islam
Putera Sultan Ternate bersama seorang controlour dan
seorang warga Belanda di sekitar tahun 1900