Undang-undang Darurat ini mengubah peraturan sebelumnya tentang larangan senjata api, amunisi, dan bahan peledak di Indonesia. Larangan tersebut diperluas untuk mencakup senjata tajam dan senjata pemukul. Pelanggaran diancam hukuman berat seperti hukuman mati atau penjara seumur hidup. Barang bukti dapat dirampas dan dirusak.
Undang-undang Darurat ini mengubah peraturan sebelumnya tentang senjata api, amunisi, dan bahan peledak dengan menambah sanksi hukuman mati atau penjara seumur hidup untuk kejahatan terkait senjata api dan bahan peledak, serta menambah hukuman penjara maksimal 10 tahun untuk senjata tajam. Undang-undang ini juga memperluas definisi senjata dan bahan yang dilarang.
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12Ilham Mustafa
UU ini mengatur ketentuan pokok Kepolisian Negara Indonesia sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas memelihara keamanan dalam negeri. Kepolisian bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Menteri yang menguasai Kepolisian. UU ini mengatur tugas, organisasi, wewenang dan hubungan Kepolisian dengan instansi terkait untuk menjalankan fungsi keamanan.
Undang-undang ini menetapkan Undang-Undang Darurat tentang Pinjaman Darurat tahun 1950 sebagai undang-undang. Undang-undang ini memberi kuasa kepada Menteri Keuangan untuk mengambil tindakan pinjaman bagi negara dan menerbitkan peraturan tentang uang, serta menetapkan sanksi bagi pelanggaran peraturan tersebut. Undang-undang ini mulai berlaku pada saat diundangkan.
Dokumen tersebut merupakan bagian dari RUU KUHP yang membahas tindak pidana terhadap keamanan negara, meliputi larangan penyebaran ajaran komunisme, makar terhadap pemerintah dan negara, serta pengkhianatan dan pembocoran rahasia negara. Berbagai tindakan tersebut diancam dengan berbagai pidana penjara dan denda berat.
Undang-undang Darurat ini mengubah peraturan sebelumnya tentang senjata api, amunisi, dan bahan peledak dengan menambah sanksi hukuman mati atau penjara seumur hidup untuk kejahatan terkait senjata api dan bahan peledak, serta menambah hukuman penjara maksimal 10 tahun untuk senjata tajam. Undang-undang ini juga memperluas definisi senjata dan bahan yang dilarang.
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12Ilham Mustafa
UU ini mengatur ketentuan pokok Kepolisian Negara Indonesia sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas memelihara keamanan dalam negeri. Kepolisian bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Menteri yang menguasai Kepolisian. UU ini mengatur tugas, organisasi, wewenang dan hubungan Kepolisian dengan instansi terkait untuk menjalankan fungsi keamanan.
Undang-undang ini menetapkan Undang-Undang Darurat tentang Pinjaman Darurat tahun 1950 sebagai undang-undang. Undang-undang ini memberi kuasa kepada Menteri Keuangan untuk mengambil tindakan pinjaman bagi negara dan menerbitkan peraturan tentang uang, serta menetapkan sanksi bagi pelanggaran peraturan tersebut. Undang-undang ini mulai berlaku pada saat diundangkan.
Dokumen tersebut merupakan bagian dari RUU KUHP yang membahas tindak pidana terhadap keamanan negara, meliputi larangan penyebaran ajaran komunisme, makar terhadap pemerintah dan negara, serta pengkhianatan dan pembocoran rahasia negara. Berbagai tindakan tersebut diancam dengan berbagai pidana penjara dan denda berat.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Hukum pidana adalah bagian hukum yang mengatur larangan-larangan perbuatan serta sanksi pidananya.
2) Hukum pidana terbagi menjadi hukum pidana materiil yang mengatur larangan perbuatan dan hukum pidana formil yang mengatur proses penegakannya.
3) Sumber hukum pidana di Indonesia meliputi KUHP, UU-UU yang merubah dan menambah KUHP, serta ketentuan pidana dalam
Dokumen tersebut merupakan daftar isi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang membahas aturan umum dan kejahatan serta pelanggaran secara singkat. Dokumen ini membahas tentang batas-batas berlakunya aturan pidana, jenis-jenis pidana, dan bab-bab yang membahas berbagai jenis kejahatan dan pelanggaran sesuai KUHP Indonesia.
Undang-undang ini menetapkan peraturan tentang penerbitan Lembaran Negara dan Berita Negara serta pengumuman undang-undang dan peraturan pemerintah. Ditetapkan pula tata cara penerbitan, penomoran, dan pengumuman undang-undang dan peraturan pemerintah agar diketahui masyarakat.
Pidana mati merupakan satu jenis pidana dalam usianya, setua usia kehidupan manusia dan paling kontroversial dari semua sistem pidana, baik di negara-negara yang menganut sistem Common Law, maupun di negara-negara yang menganut Civil Law. Mempersoalkan hukuman mati dalam hukum pidana sebagai sarana mencapai tujuan dari hukum pidana itu sendiri, telah banyak menimbulkan perdebatan antar sesama ahli hukum pidana, diantara mereka ada yang pro dan juga ada yang kontra terhadap penggunaan sarana pidana mati sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum pidana yaitu memberikan rasa aman, memberikan keadilan dan sebagainya. Dalam hukum pidana Indonesia penggunaan hukuman mati dirasakan masih sangat efektif dalam mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang dapat dikualifikasikan kejahatan yang berat. Hal itu dapat dilihat dari KUHP nasional yang masih menempatkan hukuman mati sebagai pidana pokok selain itu terhadap hukum pidana di luar KUHP juga terdapat sebagian yang menempatkan hukuman mati sebagai sanksi dari dilanggarnya perbuatan tersebut. Adapun motif yang melatar belakangi masih digunakannya pidana mati sebagai saranan politik kriminal di Indonesia yakni: hukuman mati memiliki tingkat efektif yang lebih tinggi dari ancaman hukuman mati lainnya karena memiliki efek yang menakutkan (shock therapi) disamping juga lebih hemat. Hukuman mati digunakan agar tidak ada eigenrichting dalam masyarakat. Secara teoritis hukuman mati ini juga akan menimbulkan efek jera (detterent effect) yang sangat tinggi sehingga akan menyebabkan orang mengurungkan niatnya untuk melakukan tindak pidana, sehingga bisa dijadikan sebagai alat yang baik untuk prevensi umum maupun prevensi khusus. Disamping itu masih kuatnya fungsi pemidanaan yang menekankan pada aspek pembalasan (retributive), dan utamanya masih dipertahankannya. . Awal diberlakukannya praktek hukuman mati di Indonesia yaitu pada waktu Indonesia yang bernama Hindia Belanda adalah ketika diberlakukannya kodifikasi hukum pidana dalam Wetboek van Strafrecht voor Inlanders (indonesiers) atau WvSinl pada tanggal 1 Januari 1873. Kemudian karena adanya perkembangan baru dimana lahirnya kodifikasi pertama hukum pidana yang ada di belanda yang maka WvSinl tersebut kemudian disesuaikan dengan perkembangan tersebut dengan melakukan unifikasi hukum pidana di seluruh wilayah Indonesia. Maka pada tahun 1915 diundangkanlah Wetboek van strafrecht voor Indoensie, (WvSI) dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918. Berbeda dengan Belanda, di Hindia Belanda di dalam WvSi tersebut masih dicantumkan hukuman mati
Dokumen tersebut membahas tentang aturan umum dalam hukum pidana Indonesia. Isi utamanya adalah menjelaskan batas-batas berlakunya ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia, jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan, dan ketentuan pelaksanaan pidana penjara.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Hukum pidana adalah bagian hukum yang mengatur larangan-larangan perbuatan serta sanksi pidananya.
2) Hukum pidana terbagi menjadi hukum pidana materiil yang mengatur larangan perbuatan dan hukum pidana formil yang mengatur proses penegakannya.
3) Sumber hukum pidana di Indonesia meliputi KUHP, UU-UU yang merubah dan menambah KUHP, serta ketentuan pidana dalam
Dokumen tersebut merupakan daftar isi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang membahas aturan umum dan kejahatan serta pelanggaran secara singkat. Dokumen ini membahas tentang batas-batas berlakunya aturan pidana, jenis-jenis pidana, dan bab-bab yang membahas berbagai jenis kejahatan dan pelanggaran sesuai KUHP Indonesia.
Undang-undang ini menetapkan peraturan tentang penerbitan Lembaran Negara dan Berita Negara serta pengumuman undang-undang dan peraturan pemerintah. Ditetapkan pula tata cara penerbitan, penomoran, dan pengumuman undang-undang dan peraturan pemerintah agar diketahui masyarakat.
Pidana mati merupakan satu jenis pidana dalam usianya, setua usia kehidupan manusia dan paling kontroversial dari semua sistem pidana, baik di negara-negara yang menganut sistem Common Law, maupun di negara-negara yang menganut Civil Law. Mempersoalkan hukuman mati dalam hukum pidana sebagai sarana mencapai tujuan dari hukum pidana itu sendiri, telah banyak menimbulkan perdebatan antar sesama ahli hukum pidana, diantara mereka ada yang pro dan juga ada yang kontra terhadap penggunaan sarana pidana mati sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum pidana yaitu memberikan rasa aman, memberikan keadilan dan sebagainya. Dalam hukum pidana Indonesia penggunaan hukuman mati dirasakan masih sangat efektif dalam mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang dapat dikualifikasikan kejahatan yang berat. Hal itu dapat dilihat dari KUHP nasional yang masih menempatkan hukuman mati sebagai pidana pokok selain itu terhadap hukum pidana di luar KUHP juga terdapat sebagian yang menempatkan hukuman mati sebagai sanksi dari dilanggarnya perbuatan tersebut. Adapun motif yang melatar belakangi masih digunakannya pidana mati sebagai saranan politik kriminal di Indonesia yakni: hukuman mati memiliki tingkat efektif yang lebih tinggi dari ancaman hukuman mati lainnya karena memiliki efek yang menakutkan (shock therapi) disamping juga lebih hemat. Hukuman mati digunakan agar tidak ada eigenrichting dalam masyarakat. Secara teoritis hukuman mati ini juga akan menimbulkan efek jera (detterent effect) yang sangat tinggi sehingga akan menyebabkan orang mengurungkan niatnya untuk melakukan tindak pidana, sehingga bisa dijadikan sebagai alat yang baik untuk prevensi umum maupun prevensi khusus. Disamping itu masih kuatnya fungsi pemidanaan yang menekankan pada aspek pembalasan (retributive), dan utamanya masih dipertahankannya. . Awal diberlakukannya praktek hukuman mati di Indonesia yaitu pada waktu Indonesia yang bernama Hindia Belanda adalah ketika diberlakukannya kodifikasi hukum pidana dalam Wetboek van Strafrecht voor Inlanders (indonesiers) atau WvSinl pada tanggal 1 Januari 1873. Kemudian karena adanya perkembangan baru dimana lahirnya kodifikasi pertama hukum pidana yang ada di belanda yang maka WvSinl tersebut kemudian disesuaikan dengan perkembangan tersebut dengan melakukan unifikasi hukum pidana di seluruh wilayah Indonesia. Maka pada tahun 1915 diundangkanlah Wetboek van strafrecht voor Indoensie, (WvSI) dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918. Berbeda dengan Belanda, di Hindia Belanda di dalam WvSi tersebut masih dicantumkan hukuman mati
Dokumen tersebut membahas tentang aturan umum dalam hukum pidana Indonesia. Isi utamanya adalah menjelaskan batas-batas berlakunya ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia, jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan, dan ketentuan pelaksanaan pidana penjara.
1. PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 1951
TENTANG
MENGUBAH "ORDONNANTIE TIJDELIJKE BIJZONDERE STRAFBEPALINGEN" (STBL. 1948
NO.17) DAN UNDANG-UNDANG R.I. DAHULU NR 8 TAHUN 1948
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang : bahwa berhubung dengan keadaan yang mendesak dan untuk
kepentingan pemerintah dipandang perlu untuk mengadakan
perubahan-perubahan dalam "Ordonnantie Tijdelijke Byzondere
Strafbepalingen" (Stbl. 1948 No. 17) dan Undang-undang R.I.
dahulu No. 8 tahun 1948;
Menimbang pula : bahwa karena keadaan-keadaan yang mendesak, peraturan ini
perlu segera diadakan;
Mengingat : a. pasal 96, 102 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara
Republik Indonesia;
b. "Ordonnantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingen" (Stbl.
1948 No. 17);
c. Undang-undang R.I. dahulu No. 8 tahun 1948;
Memutuskan :
A. Menetapkan :
UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG MENGUBAH "ORDONNANTIE TIJDELIJKE
BYZONDERE STRAFBEPALINGEN" (Stbl. 1948 No. 17) dan Undang-undang R.I.
dahulu No. 8 tahun 1948).
Pasal 1.
(1) Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat,
menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api,
munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau
hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-
tingginya dua-puluh tahun.
(2) Yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan amunisi termasuk
juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam pasal 1 ayat 1 dari
Peraturan Senjata Api (Vuurwapenregeling : in-, uit-, doorvoer en lossing)
1936 (Stbl. 1937 No. 170), yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal 30
Mei 1939 (Stbl. No. 278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu
senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno
atau barang yang ajaib (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata
yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak
dapat dipergunakan.
2. PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
(3) Yang dimaksudkan dengan pengertian bahan-bahan peledak termasuk semua
barang yang dapat meledak, yang dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal
18 September 1893 (Stbl. 234), yang telah diubah terkemudian sekali
dengan Ordonnantie tanggal 9 Mei 1931 (Stbl. No. 168), semua jenis mesin,
bom-bom, bom-bom pembakar, ranjau-ranjau (mijnen), granat-granat
tangan dan pada umumnya semua bahan peledak baik yang merupakan
luluhan kimia tunggal (enkelvoudige chemische verbindingen) maupun yang
merupakan adukan bahan-bahan peledak (explosieve mengsels) atau bahan-
bahan peledak pemasuk (inleidende explosieven), yang dipergunakan untuk
meledakkan lain-lain barang peledak, sekedar belum termasuk dalam
pengertian munisi.
Pasal 2.
(1) Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat,
menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata
pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of
stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh
tahun.
(2) Dalam pengertian senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk
dalam pasal ini, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata
dimaksudkan untuk dipergunakan guna pertanian, atau untuk pekerjaan-
pekerjaan rumah tangga atau untuk kepentingan melakukan dengan syah
pekerjaan atau yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka
atau barang kuno atau barang ajaib (merkwaardigheid).
Pasal 3.
Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum Undang-undang Darurat ini dipandang
sebagai kejahatan.
Pasal 4.
(1) Bilamana sesuatu perbuatan yang dapat dihukum menurut Undang-undang
Darurat ini dilakukan oleh atau atas kekuasaan suatu badan hukum, maka
penuntutan dapat dilakukan dan hukuman dapat dijatuhkan kepada
pengurus atau kepada wakilnya setempat.
(2) Ketentuan pada ayat 1 dimuka berlaku juga terhadap badan-badan hukum,
yang bertindak selaku pengurus atau wakil dari suatu badan hukum lain.
Pasal 5.
(1) Barang-barang atau bahan-bahan dengan mana terhadap mana sesuatu
perbuatan yang terancam hukuman pada pasal 1 atau 2, dapat dirampas,
juga bilamana barang-barang itu tidak kepunyaan si-tertuduh.
(2) Barang-barang atau bahan-bahan yang dirampas menurut ketentuan ayat 1,
harus dirusak, kecuali apabila terhadap barang-barang itu oleh atau dari
pihak Menteri Pertahanan untuk kepentingan Negara diberikan suatu tujuan
lain.
3. PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
Pasal 6.
(1) Yang diserahi untuk mengusut perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum
berdasarkan pasal 1 dan 2 selain dari orang-orang yang pada umumnya telah
ditunjuk untuk mengusut perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, juga
orang-orang, yang dengan peraturan Undang-undang telah atau akan
ditunjuk untuk mengusut kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran
yang bersangkutan dengan senjata api, munisi dan bahan-bahan peledak.
(2) Pegawai-pegawai pengusut serta orang-orang yang mengikutinya senantiasa
berhak memasuki tempat-tempat, yang mereka anggap perlu dimasukinya,
untuk kepentingan menjalankan dengan saksama tugas mereka Apabila
mereka dihalangi memasuknya, mereka jika perlu dapat meminta bantuan
dari alat kekuasaan.
B. Menetapkan :
bahwa segala peraturan atau ketentuan-ketentuan dari peraturan-peraturan yang
bertentangan dengan Undang-undang Darurat ini tidak berlaku.
C. Ketentuan terakhir :
Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 1951.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEKARNO
PERDANA MENTERI,
SUKIMAN WIRJOSANDJOJO.
MENTERI DALAM NEGERI,
ISKAQ TJOKROHADISURJO.
MENTERI PERTAHANAN,
SEWAKA.
MENTERI KEHAKIMAN, a. i.,
M. A. PELLAUPESSY.
Diundangkan
pada tanggal 4 September 1951.
MENTERI KEHAKIMAN a. i.,
M.A.PELLAUPESSY