ANALISIS FAKTOR-FAKTOR BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKE...Adil Athilshipate
ABSTRACT
Diarrheal disease is one disease that commonly affects infants and young children, said diarrhea
when frekuensianya more than 3 times a day. PHC Mungkajang in Palopo, diarrheal disease in the
top ten greatest disease which ranks sixth with a proportion of 2.44%. This study aims to
mengenalisis factors most dominant on the incidence of diarrhea in infants in PHC Mungkajang
Palopo. The research method is analytical survey with case control design. Population in this
research are children who live in PHC Mungkajang Palopo. Samples were taken by proportional
random sampling totaling 246 people. Data analysis included univariate, bivariate and multivariate.
The results showed that there is no correlation age, sex, measles immunization, maternal age,
mother's occupation and environmental sanitation with the incidence of diarrhea in infants (p>
0.05) and there is a relationship of nutritional status, exclusive breastfeeding, education, personal
hygiene, water supply Clean and availability toilet with diarrhea (p <0.05). The most predominant
risk factors associated with the incidence of diarrhea in children under five is personal hygiene with
OR = 3,065 (p = 0.001) and Exp (B) = 3,065. Models of logistic regression equations known to
toddlers who are not exclusively breastfed and personal hygiene, provision of clean water and poor
availability of latrines, then have a probability of occurrence of diarrhea by 48%. Advised the
public to raise awareness to behave clean and healthy lifestyle in reducing the frequency of
morbidity of diarrhea in infants.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKE...Adil Athilshipate
ABSTRACT
Diarrheal disease is one disease that commonly affects infants and young children, said diarrhea
when frekuensianya more than 3 times a day. PHC Mungkajang in Palopo, diarrheal disease in the
top ten greatest disease which ranks sixth with a proportion of 2.44%. This study aims to
mengenalisis factors most dominant on the incidence of diarrhea in infants in PHC Mungkajang
Palopo. The research method is analytical survey with case control design. Population in this
research are children who live in PHC Mungkajang Palopo. Samples were taken by proportional
random sampling totaling 246 people. Data analysis included univariate, bivariate and multivariate.
The results showed that there is no correlation age, sex, measles immunization, maternal age,
mother's occupation and environmental sanitation with the incidence of diarrhea in infants (p>
0.05) and there is a relationship of nutritional status, exclusive breastfeeding, education, personal
hygiene, water supply Clean and availability toilet with diarrhea (p <0.05). The most predominant
risk factors associated with the incidence of diarrhea in children under five is personal hygiene with
OR = 3,065 (p = 0.001) and Exp (B) = 3,065. Models of logistic regression equations known to
toddlers who are not exclusively breastfed and personal hygiene, provision of clean water and poor
availability of latrines, then have a probability of occurrence of diarrhea by 48%. Advised the
public to raise awareness to behave clean and healthy lifestyle in reducing the frequency of
morbidity of diarrhea in infants.
HOTOGEL - Situs Bandar Togel Terpercaya dan Toto Togel Hadiah Terbesar.pdfHOTOGEL
HOTOGEL merupakan situs bandar togel online resmi terpercaya yang mampu menyediakan bergam jenis pasaran togel terlengkap serta toto togel hadiah terbesar di Indonesia saat ini.
“tahap setelah analisa dari siklus pengembangan sistem yakni berupa pendefin...amallia7
“tahap setelah analisa dari siklus pengembangan sistem yakni berupa pendefinisian dari kebutuhan fungsional dan persiapan untuk rancang bangun implementasi, dan menggambarkan bagaimana suatu sistem dibentuk
1. ANGGOTA KELOMPOK
Jusfaega (022170010)
Muhammad Ilyas (022170011)
Novi Krisanti Rualemba (022170012)
Agus Salim (022170037)
TUGAS KELOMPOK IV
GIZI KESEHATAN MASAYARAKAT
Wasting (BB/TB) Bengkulu
2. Overview Daerah Bengkulu
Provinsi Bengkulu terletak di bagian Barat
Daya Pulau Sumatera dan berada di pantai
barat bagian Selatan Pulau Sumatera yang
berhadapan langsung dengan garis pantai
Samudera Hindia di sisi barat provinsi
tersebut. Dengan luas wilayah yang hanya
sebesar 19.919,33 km2, Provinsi Bengkulu
merupakan provinsi terkecil urutan pertama di
daratan Pulau Sumatera dan provinsi terkecil
urutan kesepuluh di Indonesia. Namun,
apabila di tambah dengan provinsi yang
berbentuk kepulauan yang terpisah dari
daratan Pulau Sumatera, Provinsi Bengkulu
merupakan provinsi terkecil urutan ketiga dari
sepuluh provinsi yang terdapat di Pulau
Sumatera, setelah Provinsi Kepulauan Riau
dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
3. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui gambaran status gizi kurus (Wasting)
berdasarkan BB ∕ TB pada anak usia 0-59 bulan di Provinsi
Bengkulu.
Manfaat Penulisan Laporan
Menjadi bahan masukan untuk mengetahui gambaran status gizi
kurus (wasting) berdasarkan BB ∕ TB pada anak yang berumur 0-
59 bulan di Provinsi Bengkulu.
4. Defenisi
Wasting merupakan masalah gizi yang sifatnya akut,
sebagai akibat dariperistiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak
lama seperti kekurangan asupanmakanan. Dampak wasting
pada balita dapat menurunkan kecerdasan, produktifitas,
kreatifitas, dan sangat berpengaruh pada kualitas SDM
(Kemenkes RI, 2020).
Wasting merupakan gabungan dari istilah kurus (wasted)
dan sangat kurus (severe wasted) yang didasarkan pada indeks
Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan
menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan ambang batas (Z- score)
<-2 SD.
5. Trend
Prevalensi sangat kurus secara nasional tahun 2013 masih cukup tinggi
yaitu 5,3 persen, terdapat penurunan dibandingkan tahun 2010 (6,0 %)
dan tahun 2007 (6,2 %). Demikian pula halnya dengan prevalensi kurus
sebesar (6,8%) juga menunjukkan adanya penurunan dari (7,3%) tahun
2010 dan 7,4 persen (tahun 2007). Secara keseluruhan prevalensi anak
balita kurus dan sangat kurus menurun dari 13,6 persen pada tahun
2007 menjadi 12,1 persen pada tahun 2013. Provinsi Bengkulu masuk
salah satu dari 17 propinsi yang masuk revalensi kurus diatas angka
nasional.
Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi kurus pada anak balita
masih 12,1 persen, yang artinya. Masalah kurus di Indonesia masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Selain itu hasil riskesdas pada tahun 2018 balita kurus berdasarkan
BB/TB yaitu 4,8% dan sangat kurus 3,5% dengan prevalensi 8,5% di
propinsi Bengkulu.
6. Berdasarkan WHO
Badan kesehatan dunia WHO, menyatakan
bahwa gizi kurang (wasting) adalah salah satu
masalah kesehatan utama. Sebab kondisi ini
berhubungan langsung dengan angka kejadian suatu
penyakit (morbiditas).
WHO juga menyatakan bahwa gizi kurang(wasting)
adalah salah satu masalah kesehatan utama. Sebab
kondisi ini berhubungan langsung dengan angka
kejadian suatu penyakit (morbiditas). Itulah mengapa
wasting pada anak adalah suatu hal yang tidak boleh
disepelekan, bahkan membutuhkan perhatian dan
penanganan sesegera mungkin (Upahita, 2019).
7. Wasting Masuk Indikator
Prevalensi kurus menurut provinsi dan nasional. Salah satu indikator untuk
menentukan anak yang harus dirawat dalam manajemen gizi buruk adalah
keadaan sangat kurus yaitu anak dengan nilai Zscore <-3,0 SD. Prevalensi
sangat kurus secara nasional tahun 2013 masih cukup tinggi yaitu 5,3 persen,
terdapat penurunan dibandingkan tahun 2010 (6,0 %) dan tahun 2007 (6,2 %).
Demikian pula halnya dengan prevalensi kurus sebesar 6,8 persen juga
menunjukkan adanya penurunan dari 7,3 persen (tahun 2010) dan 7,4 persen
(tahun 2007). Secara keseluruhan prevalensi anak balita kurus dan sangat kurus
menurun dari 13,6 persen pada tahun 2007 menjadi 12,1 persen pada tahun
2013.
Terdapat 17 provinsi dimana prevalensi kurus diatas angka nasional, propinsi
bengkulu termasuk diataranya.
8. Analisis Penyebab Masalah
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Olofin et al.
(2013) menyatakan bahwa semua tingkatan
malnutrisi baik itu wasting (gizi kurang) dan stunting
(balita pendek) secara signifikan memiliki hubungan
yang kuat terhadap peningkatan angka kematian
pada balita, dimana wasting memiliki asosiasi yang
lebih kuat terhadap peningkatan angka kematian
balita dari pada stunting. Tingginya prevalensi
kejadian wasting tersebut dipengaruhi oleh banyak
faktor risiko seperti: faktor asupan zat gizi,
pendapatan keluarga, riwayat penyakit infeksi, status
kelengkapan imunisasi, dan pemberian ASI eksklusif,
kebersihan lingkungan yang buruk, dan kurangnya
akses ke fasayankes.
9. Strategi Penanganan Masalah
Wasting
Strategi Internal
Memberi anak makanan padat energi untuk membantu meningkatkan berat
badannya, seperti kacang-kacangan dan produk yang berasal dari hewan,
Memberi makanan bergizi seimbang yang terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk,
sayur-mayur, dan buah-buahan, Memberi formula ready to use therapeutic food
(RUTF), yaitu makanan padat bentuk pasta yang diperkaya dengan zat gizi
berupa vitamin dan mineral untuk memulihkan balita wasting, Memberi suplemen
penambah berat badan jika diperlukan, Berkonsultasi pada layanan konseling
gizi, Mengobati penyakit yang mendasari wasting pada anak dan Pantau berat
badan anak.
Strategi eksternal
Media Massa, Mempublikasikan informasi yang mendukung pembangunan
kesehatan secara terus menerus
Dunia Usaha, Pengembangan produk dan program yang mendukung (Berbagi
informasi distribusi sumber daya, penerapan CSR sesuai dasar hukum)
Pemerintah pusat dan daerah Inisiator, Fasilitator, dan Motivator.