Dokumen tersebut membahas budidaya komersial rumput laut merah Kappaphycus alvarezii, yang telah diperkenalkan ke berbagai negara tropis sejak 40 tahun lalu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir. Dokumen ini meninjau pengenalan, budidaya, dan interaksi ekologi K. alvarezii di berbagai negara Asia, Afrika, dan Kepulauan Pasifik.
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)AzukaYuukanna1
Laporan Prakek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut. Budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) di Desa Bungin Permai, Tinanggea, Sulawesi Tenggara menggunakan bibit kultur jaringan, monitoring tahun ke 2 (2018).
Laporan Praktek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut monitoring ke 2 (2018)AzukaYuukanna1
Laporan Prakek Kerja Lapang Manajemen Akuakultur Laut. Budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) di Desa Bungin Permai, Tinanggea, Sulawesi Tenggara menggunakan bibit kultur jaringan, monitoring tahun ke 2 (2018).
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II)
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
Pemanfaatan SDKP berkelanjutan pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan
sumberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya dalam
jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang. Teknologi penangkapan ikan
bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki
proses penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan ikan terhadap
lingkungan perairan dan biodiversitinya.
Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...Fathur Fathur
Laporan hasil PKL mahasiswa Agrobisnis Perikanan, Universitas Brawijaya, sebagai wawasan, pengetahuan dan terapan hasil dari bangku kuliah pada keadaan lapang
Ikan pari manta sebagai ikan eksotis yang memiliki nilai lingkungan dan nilai ekonomi ketika dalam keadaan hidup di perairan yang tinggi, yang populasinya semakin turun drastis sehingga perlu dilindungi keberadaannya
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta) Menggunakan Bibit Hasil Seleksi Klon yang telah di Kultur Jaringankan di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan Di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan,
Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke II)
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
Pemanfaatan SDKP berkelanjutan pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan
sumberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya dalam
jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang. Teknologi penangkapan ikan
bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki
proses penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan ikan terhadap
lingkungan perairan dan biodiversitinya.
Praktek Kerja Lapang pada Usaha Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ...Fathur Fathur
Laporan hasil PKL mahasiswa Agrobisnis Perikanan, Universitas Brawijaya, sebagai wawasan, pengetahuan dan terapan hasil dari bangku kuliah pada keadaan lapang
Ikan pari manta sebagai ikan eksotis yang memiliki nilai lingkungan dan nilai ekonomi ketika dalam keadaan hidup di perairan yang tinggi, yang populasinya semakin turun drastis sehingga perlu dilindungi keberadaannya
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Soliericeae) Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara (Monitoring Tahun ke-II)
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Soliericeae, Gigartinales, Rhodophyta) Menggunakan Bibit Hasil Seleksi Klon yang telah di Kultur Jaringankan di Perairan Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
1. J. Appl Phycol (2011) 23:789
DOI 10.1007/s10811-010
The Commercial Red Seaweed
Rumput Laut Merah Komersial
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
J. Appl Phycol (2011) 23:789-796
010-9570-2
The Commercial Red Seaweed Kappaphycus alvarezii – an Overview on
Farming and Environment
Rumput Laut Merah Komersial Kappaphycus alvarezii – Gambaran
Budidaya dan Lingkungan
M. S. Bindu & Ira A. Levine
Diterjemahkan Oleh :
CITRA UTAMI
I1A2 15 012
JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
an Overview on
Gambaran
3. 1
Rumput Laut Merah Komersial Kappaphycus alvarezii – Gambaran
Budidaya dan Lingkungan
Abstrak. Budidaya komersial rumput laut merah Kappaphycus alvarezii (Doty)
telah memenuhi permintaan industri karagenan selama lebih dari 40 tahun. Selama
empat dekade terakhir, spesies ini telah diperkenalkan secara global ke banyak
negara maritim untuk budidaya eksperimental dan komersil sebagai mata
pencaharian alternatif yang berkelanjutan bagi penduduk desa pesisir. Mengawali
pendahuluan dengan keprihatinan yang meningkat atas efek spesies pada
keanekaragaman hayati ekosistem endemik. Pengenalan kultivar non-endemik
telah menghasilkan prosedur adaptasi karantina untuk meminimalkan spesies
bioinvasi tambahan. Tinjauan ini berfokus pada teknik budidaya Kappaphycus
melalui aplikasi alat bioteknologi, interaksi ekologi dengan ekosistem endemik,
potensi budidaya K. alvarezii di Asia, Afrika, dan Pasifik, serta tantangan bagi
para calon pembudidaya, yaitu, nilai pasar bahan mentah yang rendah, penyakit,
hama, dll. Pengenalan budidaya Kappaphycus ke negara-negara tropis akan terus
berlanjut karena terealisasinya nilai-nilai produksi yang tinggi, desa-desa pesisir
mencari mata pencaharian alternatif, dan meningkatkan permintaan industri global
untuk karagenan.
Kata kunci: Mata Pencaharian Alternatif, Budidaya Komersial, Pengenalan
Global, Kappaphycus alvarezii, EIA.
PENDAHULUAN
Selama empat dekade terakhir, perhatian diberikan pada rumput laut
merah, Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty (Rhodophyta, Gigartinales,
Areschaugiaceae), sebuah industri Carrageenophyte yang penting. Laporan
menyatakan bahwa budidaya rumput laut ini dimulai di Mindanao Selatan pada
pertengahan tahun kedua 1960-an di Filipina menggunakan varietas lokal yang
dipilih dari alam liar (Doty 1973a,b; Parker, 1974). Budidaya telah semakin
4. 1
meluas ke bagian belahan dunia, misalnya Indonesia, Fiji, Micronesia, Vietnam,
China, Afrika Selatan yang ditinjau dengan baik dan didokumentasikan oleh
Ask et al. (2001) menyatakan bahwa, budidaya komersial K. alvarezii
dikembangkan bersama oleh perusahaan Marine Colloids (diambil alih oleh
perusahaan FCM pada tahun 1997, saat ini merupakan bagian dari Biopolimer;
Ask et al., 2001) dan oleh Dr. Maxwell Doty dari universitas Hawaii Botany
Department (Parker, 1974). Menyadari potensi ekstraksi komersial karagenan, K.
alvarezii diperkenalkan ke banyak negara untuk penelitian, pengembangan, dan
komersialisasi oleh para peneliti dan perusahaan Phycocolloid. Tinjauan ini
adalah upaya untuk mengkompilasi aspek-aspek yang berbeda dari perkenalan
global budidaya Kappaphycus dan keprihatinan lingkungan. Laporan perkenalan
dan pengembangan budidaya daerah setelahnya Ask et al. (2001) dikutip dalam
tinjauan ini. Seiring dengan berkembangnya kegiatan budidaya, tumbuh
kekhawatiran atas dampak dari pengenalan spesies eksotis ke lingkungan baru,
interaksi mereka dengan spesies endemik, dan efeknya terhadap keanekaragaman
hayati juga dilaporkan (Russell 1983; Woo 2000; Smith et al., 2002; Conklin dan
Smith 2005; Pereira dan Verlecar 2005; Anon 2006; Vijayalakshmi 2007;
Chandrasekaran et al., 2008). Namun, setelah empat dekade pengenalan
Kappaphycus mengakibatkan jenis Eucheumoid menjadi paling banyak
dibudidayakan secara komersil, hanya ada beberapa studi penilaian dampak
lingkungan (EIA) yang membahas dampak ekologis K. alvarezii terhadap
lingkungan (Tewari et al., 2006; Tewari 2006), Meskipun rekomendasi untuk
studi EIA telah disarankan oleh para peneliti (Woo et al., 1989; Mesia dan
Mapelamao 2006) dan organisasi (Akademi Nasional Ilmu Pertanian,
India 2003).
Pengenalan Kappaphycus Secara Global
Kappaphycus telah diperkenalkan ke lebih dari dua puluh negara dalam 35
tahun terakhir untuk pengembangan usaha budidaya. Keadaan pengenalan
Kapppaphycus terakhir ditinjau oleh Ask et al. (2001 ) dan selanjutnya informasi
baru yang berkaitan dengan pengenalannya, budidaya dan interaksi ekologi telah
2
5. 1
dilaporkan. Tinjauan ini mencoba untuk menyoroti inisiatif budidaya
Kappaphycus baru oleh negara-negara Asia, Afrika, dan kepulauan Pasifik
Ask et al. (2001). Beberapa di antaranya termasuk strategi budidaya multitropik
(polikultur), selain itu, upaya termasuk program peningkatan kultivar
menggunakan teknik molekuler untuk: meningkatkan produktivitas, melawan
penyakit, herbivora, dan epifit (Cheney et al., 1997, 1998; De Paula et al., 2001;
Lombardi et al., 2001, 2006; Yarisn et al., 2001; Wu et al., 2003; Myusa dan
Salum 2006; Zuccarello et al., 2006; Hayashi et al., 2007, , Hayashi et al., 2008
, ; Hurtado dan Biter 2007; Rodrigueza dan Montano 2007; Yano et al., 2007).
Mempertimbangkan pentingnya lingkungan dari Kappaphycus, laporan yang
tersedia tentang interaksi ekologis dari spesies ini dengan lingkungan lokal telah
dinyatakan oleh Woo (2006); Smith et al., (2002); Oliveira dan Paula (2003);
Smith (2003); Barrios (2005); Conklin dan Smith (2005); Pereira dan Verlecar
(2005); Vijayalakshmi (2007); Chandrasekaran et al., (2008).
Negara Pulau Pasifik
Budidaya komersial Kappaphycus pulau Pasifik dimulai pada pertengahan
1970-an. Pickering dan Forbes (2003), Mate et al., (2003), Teitelbaum (2003),
Ponia (2005), Namudu dan Pickering (2006), Mesia dan Mapelamao (2006), dan
Pickering (2006) menyoroti pentingnya spesies ini ke berbagai pulau pasifik
sebagai alat penghasilan pendapatan dan pengembangan ekonomi masyarakat
pesisir. Pickering and Forbes (2002) menunjukkan bahwa usaha Kappaphycus di
Fiji dianggap sebagai konsolidasi dan diversifikasi industri akuakultur setelah
awal yang salah sebelumnya. Laporan ini menganjurkan amandemen legislatif
yang memperkuat pengawasan pemerintah terhadap akuakultur melalui
pengumpulan statistik. Selain itu, asosiasi industri akuakultur didorong untuk
mewakili kepentingan sektor swasta, berkontribusi pada pengembangan
kebijakan, dan mengadopsi persyaratan pelatihan khusus. Bersamaan dengan itu,
Teitelbaum (2003) menerbitkan buku panduan yang membantu petani rumput laut
Pasifik dalam budidaya K. alvarezii. Panduan ini menjelaskan berbagai aspek
budidaya Kappaphycus termasuk: pemilihan lokasi, pemilihan bibit, peralatan
3
6. 1
yang relevan, metode tali dan tali rafia, pengikatan tali, pemanenan, pembuat
konstruksi pengeringan, teknik pengeringan, pembersihan, pengolahan dan
penjualan rumput laut. Panduan ini menyoroti penyebab, efek, dan solusi untuk
masalah yang biasa ditemui, seperti hama teritorial oleh herbivora, alga epifit, dan
penyakit Ice-ice. Mate et al., (2003) melaporkan pentingnya lokakarya pemerintah
Fiji tentang budidaya K. alvarezii yang diadakan pada tahun 2003. laporan
tersebut meliputi kebijakan pemerintah Fiji untuk budidaya rumput laut dan peran
petugas penyuluhan, serta ringkasan singkat dari penemuan penelitian tentang
budidaya rumput laut yang dilakukan di Fiji, Jepang. Saran untuk perlindungan
lingkungan, profitabilitas dan penambahan stok budidaya Kappaphycus di pulau-
pulau Pasifik dikemukakan oleh Ponia (2005). Keberhasilan perikanan komersial
budidaya laut musiman di laut Pasifik dilaporkan untuk dua spesies, K. alvarezii
di Kiribati, Fiji, dan Kepulauan Solomon dan Cladosiphon sp. di Tonga
(Pickering, 2006). Laporan tersebut menyatakan bahwa kawasan pasifik barat
daya adalah lingkungan yang ideal untuk budidaya rumput laut, mengatasi
tantangan jarak dari pasar utama, kerentanan terhadap fluktuasi harga dunia, dan
masalah sosial-ekonomi. Laporan ini menyimpulkan bahwa budidaya rumput laut
regional dapat memberikan kontribusi yang berguna untuk menambah pendapatan
dan dorongan ekonomi yang signifikan untuk pulau-pulau terluar yang memisah
di mana ada beberapa peluang pendapatan alternatif. Penilaian inisiatif budidaya
fokus pada faktor sosial dibandingkan dengan masalah teknis dalam menentukan
keberhasilan proyek pembangunan pedesaan. Sebuah survei telah dikembangkan
memungkinkan penentuan kecocokan masyarakat untuk budidaya rumput laut;
Namudu dan Pickering (2006) melaporkan hasil teknik tinjauan sosial yang
dilakukan di antara delapan komunitas di Fiji. Meskipun dikembangkan untuk
studi kasus Fiji, survei dapat diterapkan ke daerah pedesaan Asia / Pasifik lainnya
(Namudu dan Pickering, 2006). Sekretariat komunitas pasifik pada tahun 2006
memberikan gambaran tentang budidaya ikan di Papua Nugini dan minat
pemerintah dalam uji coba. Budidaya multitrofik Kappaphycus dan teripang.
Kappaphycus dan budidaya mutiara multitropik di air tawar berpartisipasi dalam
prakarsa regional yang bertujuan untuk mengidentifikasi akar penyebab dari
4
7. 1
wilayah pesisir dan degradasi DAS dan untuk mempromosikan perikanan pesisir
yang berkelanjutan dengan menciptakan kawasan perlindungan laut di provinsi
barat pulau Solomon (Mesia dan Mapelamao, 2006). Para penulis menyarankan
pengembangan sumber daya laut yang berkelanjutan hanya dapat dicapai melalui
pembentukan rencana pengelolaan sumber daya dalam kemitraan dengan
masyarakat setempat.
Negara Afrika
Budidaya Eucheuma dan Kappaphycus berkembang dengan baik selama
pertengahan 1980-an di Tanzania dan produksi komersial dimulai di sepanjang
pantai timur Zanzibar dan pulau Pemba pada tahun 1989 dan berkembang pesat
sepanjang tahun 1990-an (Ask, 2001). Lundsor (2001) mengembangkan metode
alternatif untuk budidaya komersial E. denticulatum dan K. alvarezii di luar pantai
Paje timur Pulau Unguja, Zanzibar, Tanzania, disebut "sistem siaran" (terlepas
dari siklus pasang surut yang menghasilkan hasil yang lebih besar) yang tersusun
dari pena persegi panjang. Mtorela (2003) menyelidiki efek potensial lamun pada
produktivitas rumput laut dengan membandingkan produktivitas E. denticulatum
dan K. alvarezii di Paje (meliputi lamun rendah) dan Uroa (meliputi lamun
tinggi), Zanzibar. Laju pertumbuhan E. denticulatum di Paje adalah 20-75% lebih
rendah dari pada di Uroa yang bersifat musiman. Zanzibar E. denticulatum dan K.
alvarezii menunjukkan laju pertumbuhan yang berbeda sebagai fungsi dari
kepadatan penebaran dan durasi budidaya (Myusa dan Salum, 2006). Namun,
peningkatan produksi K. alvarezii telah terhambat dalam beberapa tahun terakhir
oleh penyakit dan predasi (Rice dan Savoie, 2005). Total produksi tahunan
Carrageenophytes di Tanzania, termasuk Zanzibar, Pemba, dan Kepulauan Mafia,
serta pantai daratan sepanjang 1.400 km melebihi 7.000 metrik ton kering pada
tahun 2002, menjadikan Tanzania sebagai produsen terbesar keenam di dunia
dengan penghasilan awal pembudidaya AS. $ 1,4 juta. Produksi Pemba dan
Kepulauan Unguja telah berkurang menjadi memproduksi ~ 5.000 ton
E. denticulatum dari masing-masing daerah pada tahun 2008 (E. Ask, per-komisi).
5
8. 1
Nilai produksi pembudidaya rumput laut mewakili lebih dari 99% produksi
industri akuakultur di Tanzania.
Sebagai sarana untuk meningkatkan mata pencaharian desa setempat,
Budidaya komersial menggunakan bibit Eucheumoid dilakukan ditiga
lokasi berbeda di pantai Selatan Kenya menggunakan metode lepas dasar
(Wakibia et al., 2006). E. denticulatum dan K. alvarezii dengan tingkat
pertumbuhan relatif tertinggi di dataran berpasir dengan susunan tanaman bakau
(Gazi; 5,6% hari-1
), terendah di dataran intertidal (Kibuyuni; 3,2% hari-1
) dan
menengah di Laguna (Mkwiro; 4,8% hari-1
). Hasil menunjukkan bahwa budidaya
komersial Eucheumoid di Kenya layak untuk dilakukan.
Rekomendasi untuk meningkatkan budidaya K. alvarezii di Afrika
meliputi: pemakaian air dalam gaya Indonesia, metode budidaya longline dengan
jaring mengelilingi dari serangan predator, menenggelamkan stok benih ke
perairan bersalinitas lebih dalam selama musim hujan, dan untuk menangkap dan
membudidayakan ikan baronang (Siganus spp.) sebagai tambahan, predator
rumput laut di lokasi budidaya yang menyediakan alternatif pemanenan rumput
laut. (Rice dan Savoie, 2005). Bryceson (2001) melaporkan beberapa ribu
pembudidaya, kebanyakan adalah wanita yang terlibat dalam produksi dan
penjualan rumput laut, menyediakan pendapatan yang sangat dibutuhkan. Efek
lingkungan tampak minim, bahkan beberapa ikan herbivora sebenarnya
mendapatkan sumber makanan tambahan ketika berada di sekitar rumput laut
yang dibudidayakan. Konflik dengan pengguna lain dari pantai tampak dapat
dikelola ketika zonasi diterapkan pada perahu nelayan dan kegiatan wisata.
Kendala yang sering dialami adalah harga yang sangat rendah dibayarkan kepada
pembudidaya dibandingkan dengan harga yang sangat tinggi yang diambil untuk
produk-produk phycocolloid oleh industri farmasi dan makanan, keuntungan besar
yang dibuat oleh perusahaan transnasional menimbulkan pertanyaan yang penting
di era globalisasi ini (Bryceson, 2001).
6
9. 1
Negara Asia
Kappaphycus alvarezii merupakan 80% dari ekspor rumput laut Filipina,
yang dijual sebagai bentuk segar dan kering; Meskipun rumput laut kering
memiliki permintaan yang lebih besar, rumput laut segar sangat diminati di
restoran (Hurtado, 2003). Filipina memiliki rumput laut dengan kandungan
karagenan terbesar di Asia yang mendukung pengenalan ke negara-negara Asia
lainnya, misalnya Indonesia, Malaysia, Jepang, China, India, dan Vietnam.
Budidaya terus diperkenalkan ke lokasi baru. Budidaya laut K. alvarezii di India,
yang terletak di Okha di pantai barat, dimulai pada pertengahan 1990-an untuk
produksi karagenan Kappaphycus (Mairh et al., 1995). Budidaya komersial
Kappaphycus selanjutnya didirikan di Mandapam, pantai India Tenggara, selama
1995-1997. Awalnya, budidaya dilakukan dengan menggunakan kantong dan
jaring; kemudian seorang wanita dari kelompok swadaya dan nelayan
memperkenalkan metode rakit untuk budidaya komersial. Mereka mengadopsi
sistem budidaya model Kudumpam dengan kerjasama industri dan bank yang
dinasionalisasi (Eswaran dan Jha, 2006). Eswaran et al. (2002) mengevaluasi
lapangan dari hasil biomassa K. alvarezii di laboratorium Mandapan dengan
tingkat pertumbuhan jauh lebih tinggi (hampir 3% per hari) pada bulan Desember
sampai Februari. Laporan ini menunjukkan potensi untuk upaya budidaya skala
besar lebih lanjut di wilayah Mandapam. Meninjau dampak kemasyarakatan yang
sangat jauh dari perkembangan ini, kemakmuran Dr. APJ Abdul Kalam, yang
pada waktu itu presiden India, mendorong budidaya rumput laut Kappaphycus
untuk mendukung mata pencaharian sebagai mode proyek misi masyarakat miskin
di daerah pesisir (Technology Empower the Nation-address oleh presiden
Honorble India di New Delhi pada tanggal 11 Mei 2006, hari teknologi).
Selanjutnya, eksperimental Kappaphycus dan penanaman di lapangan dimulai di
beberapa wilayah pesisir India dan hasilnya menunjukkan kemungkinan budidaya
komersial Kappaphycus skala besar di perairan India sebagai sarana penghasilan
pendapatan (Sakthivel;1999; Subba Rao et al., 2004, 2008; Abhiram 2006; Bindu
7
10. 1
2006, 2007, 2009; Bindu dan Kumaraswamy Achary 2006; Reeta 2006; Sahoo
2006).
Dung dan Nhan (2001) melaporkan keberhasilan percobaan budidaya
K. alvarezii di Laguna Haiquan dan teluk Cat Ba, Vietnam yang memanfaatkan
rakit mengapung dan tali yang digantung. Tingkat pertumbuhan yang
direalisasikan dari laut lepas lebih tinggi dari pada yang dicapai di teluk
terlindung dan masing-masing berkisar dari 5,18-9,82% hari-1
dan 5,25-7,90%
hari-1
. Budidaya Kappaphycus alvarezii dianggap sangat efisien dalam
menghasilkan peluang pekerjaan dan sebagai penghasilan tambahan bagi orang
yang kurang mampu dalam hal ekonomi di daerah pesisir Vietnam (Nang, 2005).
Selain itu, kontribusi yang signifikan terhadap keseimbangan ekologi dan
bioremediasi pengkayaan nutrien pesisir diwujudkan melalui penggunaan metode
budidaya yang ditempatkan di dasar daerah dangkal selama musim dingin dengan
sirkulasi air yang cepat, angin kencang, dan ombak, musim panas yang cerah
dengan sirkulasi air terbatas, angin yang sedikit, dan energi gelombang.
Penurunan konsentrasi kandungan amonia, nitrit, nitrat, fosfat, dan fosfor dalam
air berkisar 10-80% (Nang, 2005). Kualitas tinggi Eucheuma yang dibudidayakan
orang Vietnam, memenuhi standar yang diperlukan untuk budidaya Eucheuma
komersial yang berkelanjutan, khususnya di perairan selatan Vietnam. Yarish et
al. (2001) melaporkan model prototipe yang dapat mengilustrasikan pentingnya
mengintegrasikan kegiatan budidaya rumput laut dalam pemeliharaan dan
kesehatan wilayah pesisir, model yang sedang dieksplorasi untuk teluk Xincun,
provinsi Hainan Tenggara, Cina. Kapasitas kekurangan nitrogen dan fosfor
tahunan Kappaphycus di teluk Xincun adalah 53,8 dan 3,7 t, masing-masing,
selama musim pertumbuhan 1999-2000. Laporan tersedia juga pada budidaya
Eucheuma dan Kappaphycus di Sabah, Malaysia di mana dua pabrik untuk
produksi Carrageenan telah ditetapkan dan melanjutkan persediaan rumput laut di
Malaysia (Phang, 2006).
8
11. 1
Negara Amerika
Ada beberapa laporan tentang pengenalan K. alvarezii dan budidaya
komersial dari belahan bumi bagian barat dan sebagian besar upaya
berkonsentrasi pada peningkatan strain dan manipulasi genetik melalui
penggunaan teknik bioteknologi modern (Ask dan Azanza, 2002). Namun,
laporan bioinvasif dari Hawaii (Woo et al., 1989 ; Rodgers dan Cox 1999; Smith
2003; Conklin dan Smith, 2005) dan Venezuela (Barrios, 2005) telah berfokus
pada efek ekologi pengenalan Eucheumoid pada komunitas lokal.
De Paula et al. (2002) melaporkan budidaya komersial K. alvarezii sebagai
praktik yang secara teknis layak untuk teluk Ubatuba, negara Sao Paulo, Brazil
menggunakan teknologi budidaya rakit apung. Cabang-cabang yang ditumbuhkan
di laboratorium dari K. alvarezii, dengan bobot rata-rata mulai dari 2,97 hingga
4,25 g, berhasil dikembangkan untuk menghasilkan thallus dengan percabangan
yang banyak di teluk Ubatuba (Hiyashi et al., 2007a,b). Transplantasi cabang
yang diproduksi dalam budidaya rumput laut berguna untuk menghindari
risiko pengenalan spesies yang tidak diinginkan (De Paula et al., 2002).
Ask et al. (2001) prioritas penelitian yang direkomendasikan termasuk;
penggantian "sistem tie-tie", penggunaan spora/ sporelings dalam kultivasi,
percobaan multifaktorial dengan mempertimbangkan nutrisi, salinitas, cahaya, dll.
Untuk menghadapi tantangan musiman, mitigasi hama, herbivora dan penyakit,
peningkatan strain dan pengembangan transgenik, serta meningkatkan kualitas
ekstrak melalui metode penanganan pasca panen yang unggul. Rekomendasi
untuk mengeksplorasi, mempublikasikan dan memanfaatkan prosedur karantina
praktis dan efektif untuk pengenalan komersial Eucheumoids. Tiga strain warna
K. alvarezii dibudidayakan di Dzilam, Yucatan, Meksiko menggunakan metode
budidaya rakit apung yang ditentukan untuk menentukan kelayakan teknis dari
produksi rumput laut ini secara komersial di perairan tropis Semenanjung Yucatan
(Munoz et al., 2004). Studi ini menggambarkan bahwa K. alvarezii dapat tumbuh
selama musim kemarau dan musim hujan, serta menyimpulkan bahwa budidaya
rumput laut dapat dicoba sebagai kegiatan alternatif di daerah tersebut. Bulboa
9
12. 1
dan De Paula (2005) membandingkan tingkat pertumbuhan in vitro K. alvarezii
dan K. striatum, di bawah intensitas cahaya matahari dan temperatur yang berbeda
di laut lepas pantai Tenggara Ubatuba, Sao Paulo, Brazil. K. alvarezii secara
fisiologis berbeda dan tumbuh lebih cepat dari pada K. striatum. Selain itu, karena
risiko propagasi Kappaphycus yang tidak terkontrol merupakan hal yang sangat
memprihatinkan, produksi lapangan K. striatum dihentikan setelah upaya
pemantauan, mengungkapkan produksi tetraspores yang dapat bertahan hidup.
K. alvarezii sudah menjadi spesies yang lebih menguntungkan dan ekologis lebih
aman untuk kegiatan budidaya lokal.
Budidaya Polikultur dan Multitropik
Solusi untuk tuntutan yang saling bertentangan antara pengembangan
budidaya laut intensif dan perlindungan lingkungan laut dapat bergantung pada
interaksi budidaya (polikultur) multitrofik antara produsen utama dan konsumen
(Wu et al., 2003). Sejumlah laporan menunjukkan potensi K.alvarezii sebagai
kandidat spesies untuk praktek budidaya (polikultur) multitropik (Lombardi et al.,
2006; Namudu dan pickering, 2006). Wu et al., (2003) menyatakan bahwa, efek
hasil mutiara kualitas premium dari tiram polikultur yang dibudidayakan dengan
K. alvarezii lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan tiram monokultur.
Mesia dan Mapelamao (2006) melaporkan di Provinsi Barat pulau Solomon,
terdapat kegiatan budidaya Kappaphycus dengan mutiara multitropik, budidaya
udang putih di laut Pasifik dengan menggunakan keramba jaring apung., budidaya
Litopenaeus vannamei dan K. alvarezii di perairan laut terbuka telah
dipublikasikan oleh penelitian akuakultur pusat, lembaga perikanan negara di
Ubatuba, Sao Paulo, brazil (Lombardi et al., 2001) dan hasil yang didukung
menggunakan polikultur apung yang menyediakan tempat berlindung, naungan,
dan dasar untuk organisme tambahan, agar dapat meningkatkan pakan alami,
pasokan untuk udang. Sebuah laporan baru-baru ini (Lombardi et al., 2006)
Menunjukkan tingkat produksi udang putih Litopaneaus vannamei pasifik setinggi
3,23 kg m2
y-1
dan tingkat produksi K. alvarezii 23,70 kg m2
y-1
menggunakan
10
13. 1
kurungan percobaan dengan tambahan tiram / PVC ukuran tertentu, di PVC
keramba apung dalam uji coba budidaya di Brazil.
Genetika molekuler dan manipulasi
Upaya untuk menghasilkan strain baru Eucheumoid komersial melalui
hibridisasi somatik dan mutagenesis di bidang budidaya dengan tingkat
pertumbuhan yang memiliki karakteristik biokimia yang lebih baik, dinyatakan
oleh Cheney et al, (1997, 1998). Sebagai hasilnya, kemajuan dalam teknik fusi
protoplas dan fusi sel-sel, strain baru E. denticulatum dan K. alvarezii,
menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lebih cepat secara signifikan (hingga
14% per hari) dalam uji coba lapangan yang luas. Menggunakan teknik fusi
sel-sel hibrida antara E. denticulatum dan K. alvarezii yang diproduksi,
menunjukkan komposisi karagenan baru (Cheney et al., 1998). Laporan ini juga
menjelaskan beberapa teknik baru yang dikembangkan di laboratorium
bioteknologi rumput laut dari Universitas Noertheastern, yang telah membuat
produksi budidaya rumput laut merah yang diperbaiki secara genetik dan juga
praktis. Peningkatan strain K. alvarezii dengan memanfaatkan kultur jaringan dan
micropropagasi yang dikembangkan untuk optimasi budidaya in vitro
(Hayashi et al., 2008a, b). Serangkaian budidaya dan pengujian bentuk
pengenalan ditandai dengan (warna coklat dan hijau, tetrasporophytes merah,
gametofit coklat, dan tetraspores mulai tumbuh). Sampel tetraspore mulai tumbuh
menunjukkan persentase tertinggi dari eksplan membentuk kalus dan potensi
regenerasi dalam larutan 50% von stosch, dan potensi mikropropagasi yang tinggi.
Asam indole-3-asetat dan benzylaminopurine serta penambahan colchicine dapat
menstimulasi proses regenerasi untuk menghasilkan eksplan potensial regenerasi
yang tinggi.
Sistematika dan taksonomi yang dilibatkan oleh plastisitas morfologi
rumput laut Kappaphycus dan Eucheuma (Areschougiaceae), kurangnya karakter
identifikasi khusus yang memadai, dan manfaat nama-nama komersial. Variasi
genetik dan hubungan taksonomi dari sampel komersial, liar, dan herbarium
11
14. 1
ditentukan dengan menggunakan berbagai alat molekuler (Giuseppe et al., 2006).
Mitokondria cox2-3 dan Rubisco spacer menyatakan digastidal diurutkan dengan
perbedaan genetik yang jelas antara K. alvarezii ("Cottonii") dan K. striatum
("Sacol"). K. alvarezii di Hawaii dan Afrika juga ditemukan berbeda secara
genetis. Giuseppe et al. (2006) melaporkan semua yang saat ini dipelihara.
K. alvarezii memiliki mitokondria haploid yang serupa. Sampel Afrika dari
E. deticulatum ("sponosum") tampaknya berbeda secara genetik. Data
menunjukkan bahwa E. denticulatum yang dibudidayakan saat ini mungkin telah
“diaklimatisasi” beberapa kali, dibandingkan dengan K. alvarezii yang
dibudidayakan. Kiberly et al., (2009) menggunakan tiga penanda molekuler
(rRNA 28S nuklir parsial, plastida parsial 23S rRNA, dan mitochondrial 5 'COI),
dan mengikuti pendekatan barcoding seperti DNA untuk mengidentifikasi sampel
Eucheuma dan Kappaphycus, Hawaiian, Amerika Serikat. Analisis batas-
bergabung adalah kongruen dalam pemisahan Eucheuma dan Kappaphycus, dan
rangkaian yang dihasilkan konsisten dengan yang terungkap untuk perbandingan
global dengan spacer mitokondria cox2-3 dan data GenBank.
Intetrasi ekologi dan laporan bioinvasi
Pengenalan global K. alvarezii ke ekosistem baru telah menciptakan
kekhawatiran atas sifatnya yang non-endemik, berdampak pada keanekaragaman
hayati, dan alternatif kesehatan serta keseimbangan ekologi masyarakat lokal.
Pengenalan budidaya invasif komersial adalah mengumpulkan perhatian dan
pertimbangan sebagai salah satu tantangan potensial untuk budidaya rumput laut
sebagai mesin pengembangan ekonomi bagi masyarakat nelayan di wilayah
pesisir. Interaksi ekologi spesies ini pertama kali dilaporkan dari pulau Hawaii
(Woo et al. 1989) dan laporan berikutnya dari Rodgers and Cox (1999), Smith
(2003), Barrios (2005), dan Chandrasekaran et al. (2008) menyatakan sebagai
spesies invasif , tampaknya, tidak ada laporan praktis dari negara-negara di mana
rumput laut telah dilibatkan untuk tujuan budidaya (Ask et al. 2001) dan praktik
budidaya masih terus memberikan penghasilan bagi ribuan keluarga.
12
15. 1
Woo et al., (1989) menentukan peran herbivora (hama) pada kelimpahan
K. striatum dengan intensitas yang disimpulkan rendah dan tidak dapat
mempengaruhi biomassa rumput laut. Sebaliknya, percakapan baru-baru ini
dengan nelayan Kappaphycus di India menunjukkan bahwa sekitar 30% biomassa
rumput laut berkurang dari serangan hama. Woo et al., (1989) menyatakan
penelitian tambahan untuk menilai kemampuan rumput laut bereproduksi secara
vegetatif, serta penilaian kualitatif dari kemungkinan dampak pertumbuhan
rumput laut berlebihan pada karang hidup, untuk memperkirakan penyebaran
lebih lanjut, perubahan habitat, dan dampak ekologis. Penyebaran K. alvarezii,
K. striatum, dan Gracilaria salicornia diukur pada karang penghalang, pecahan
karang, dan karang tepi di teluk Kaneohe, Oahu, Hawaii oleh Rodgers dan Cox
(1999). Laporan ini menilai sejauh mana rumput laut di teluk ini dapat
menentukan tingkat penyebarannya dengan survei papan manta tow. Kelimpahan
dari spesies ini ditentukan oleh transek karang yang terdapat di teluk pusat. Smith
(2003) mengemukakan beberapa bukti kuantitatif pertama dari yang negatif secara
signifikan pada rumput laut non indigenous di perairan tropis. Interaksi antara
K. alvarezii dan kelimpahan karang diperiksa menggunakan fotoquadrat dan hasil
menunjukkan bahwa pertumbuhan karang yang berlebihan akan menyebabkan
rumput laut mengalami kematian. Conklin dan Smith (2005) melakukan penelitian
untuk mengukur kelimpahan Kappaphycus spp. baik secara spasial atau temporal,
dan untuk menyelidiki kontrol pertumbuhan termasuk penghapusan manual dan
penggunaan biocontrol. Para peneliti di teluk Kaneohe, Hawaii, AS yang
merekomendasikan bahwa tindakan manajemen yang cepat harus dilakukan untuk
mencegah kerusakan dan penyebaran lebih lanjut pada bagian terumbu karang,
Hawaiian, Amerika Serikat.
Barrios (2005) menyatakan bahwa, jaringan vegetatif K. alvarezii
tersimpan sebagai lapisan dari sel-sel kecil yang disusun secara radial dengan
medulla penghubung sel besar dengan filamen rhizoidal. Kurangnya struktur
K. alvarezii membatasi Pencegahan pertumbuhan thallus ketika berbudidaya di
perairan terbuka dapat menimbulkan risiko penyebaran rumput laut ke lingkungan
13
16. 1
sekitarnya. Tingkat pertumbuhan yang tinggi, kapasitas reproduksi aseksual
melalui fragmentasi, resistensi terhadap hama dan kolonisasi oleh organisme
pencemar membuat Kappaphycus menjadi dominan potensial di lingkungan baru.
Chandrasekaran et al., (2008) melaporkan bioinvasi dari K. alvarezii ke terumbu
karang (Acropora sp.) di pulau Kurusadai, biosfer teluk laut Mannar, India
Selatan. Laporan ini mengkuantifikasi invasi K. alvarezii dan pembentukan
karang hidup dan mati, pecahan-pecahan karang, menghasilkan gambaran yang
signifikan dalam pembentukan koloni karang.
Studi Penilaian Dampak Lingkungan
Meskipun kekhawatiran tentang pengalihan dan pengenalan K. alvarezii
semakin meningkat, studi-studi mengenai dampak lingkungan untuk mengatasi
masalah ini sangat kecil. AMDAL dilakukan pada budidaya komersial
Kappaphycus di India yang membahas dengan mengacu pada skenario global oleh
Tewari et al., (2006 a,b). Masalah kontroversial termasuk pertumbuhan rumput
laut yang tidak terkontrol, invasif dan fragmentasi melalui spora, kerusakan
karang, dan kekurangan nutrisi. Studi penilaian dampak lingkungan India telah
menunjukkan bahwa budidaya komersial Kappaphycus memiliki banyak dampak
positif dan beberapa dampak negatif lingkungan. Pembudidayaan yang
direncanakan, mencakup pemantauan rutin terhadap lingkungan, yang dapat
mengurangi dampak negatif. Dampak budidaya Kappaphycus akan berbeda dari
lingkungan ke lingkungan hidup lainnya. Oleh karena itu, dampak negatif yang
dialami oleh satu lingkungan belum tentu dialami di lingkungan lain. Budidaya
komersial K. alvarezii di India tidak dianggap berbahaya bagi lingkungan.
Sebagai alternatif, Percira dan Verlecar (2005) mengemukakan K. alvarezii
condong menjadi invasif di India Selatan dan penyebarannya di Teluk Mannar.
Akademi nasional ilmu pertanian, budidaya rumput laut di India dan catatan
kebijakan pemanfaatan (2009) mengembangkan budidaya komersial makroalga
dan rekomendasi pengolahan serta menyatakannya sebagai prioritas nasional.
Prioritas penelitian dan pengembangan di India meliputi; Pembuatan basis data
taksonomi dasar rumput laut; Pembentukan tempat plasma nutfah dan herbarium;
14
17. 1
Program improvisme strain klasik dan molekuler; Diversifikasi produk rumput
laut; dan Studi ekologi serta AMDAL yang berkaitan dengan pengenalan spesies
eksotis.
Berdasarkan literatur yang tersedia dari laporan yang telah diverifikasi,
tinjauan ini menyimpulkan bahwa pengenalan budidaya Kappaphycus ke lokasi
baru akan berlanjut untuk masa mendatang di negara-negara tropis karena
terealisasinya nilai produksi yang tinggi, sebagai mata pencaharian alternatif
desa-desa pesisir, dan peningkatan permintaan industri global untuk karagenan.
15
18. Kosa Kata
Abudance = Kelimpahan
Accompanying = Mengawali
Achieved = Mencapai
Activity = Kegiatan
Actually = Sebenarnya
Additionally = Selain itu
Addressing = Berbicara
Adequate = Memadai
Adjunct = Tambahan
Adopt = Mengambil
Advancements= Kemajuan
Advocated = Menganjurkan
Affect = Mempengaruhi
Aimed = Tujuan/ maksud
Along = Sepanjang
Alteration = Perubahan
Among = di antara
Annual = Tahunan
Appear = Tampak
Appear = Tampak
Apprehensions = Kekhawatiran
Assessment = Penilaian/
kemungkinan
Assist = Membantu
Attempt = Upaya
Available = Tersedia
Avoids = Menghindari
Bag = Kantong
Balance = Keseimbangan
Barrier = Penghalang
bays = Teluk
Began = Mulai
Between = Antara
Biodiversity = Keanekaragaman
hayati
Boats = Perahu
Borne = Tersimpan
Bottom = Bawah
Branch = Cabang
Brief = Laporan singkat
Broadcast = Siaran
Cages = Keramba
Capture = Menangkap
Carried = Mengatasi
Cause = Sebab
Challenge = Tantangan
Cited = Dikutip
Cleaning = Pembersihan
Clusters = Rangkaian/gugus
Coast = Pantai
Coastal = Pesisir
Comlicated = Melibatkan
Commonly = Umumnya
Comparing = Perbandingan
Concern = Kekhawatiran/
keprihatinan
Concluded = Menyimpulkan
Conducted = Melakukan
16
19. 1
Conflicting = Bertentangan
Considering = Mempertimbangkan
Consisting = Terdiri
Content = Kadar
Convenience = Manfaat
Conversations = Percakapan
Conversely = Sebaliknya
Corporation = Perusahaan
Countries = Negara
Coverage = Cakupan
Crop = Panen
Crust = Lapisan/ permukaan
keras
Cucumber = Tenang
Cultivation = Budidaya/penanaman
Currently = Sekarang/saat ini
Damage = Kerusakan
Demand = Permintaan
Demonstrated = Menunjukkan
Densities = Kepadatan
Deployed = Menyebarkan
Determination = Kebulatan tekad
Determine = Menentukan
Determined = Menentukan
Developed = Dikembangkan
Development = Merkembangan
Different = Berbeda
Discontinued = Dihentikan
Diseases = Penyakit
Distance = jarak
Distinct = berbeda
Distinctions = perbedaan
Drying = pengeringan
During = Selama
e.g = Misalnya
Each = Masing-masing
Earlier = Sebelumnya
East = Timur
Ecological = Ekologi
efficient = Efisien
Efforts = Upaya
EIA = AMDAL
Enabling = Memungkinkan
Encountered = Mengalami
encouraged = Mendorong
Engaged = Terlibat
Enhancement = Peningkatan
Enormous = Besar
Enrichment = Pengkayaan
Equipment = Peralatan
Established = Didirikan
Establishment = Pembentukan
Evidence = Bukti
Examined = Diperiksa
Exceeded = Melebihi
excellency = Kemakmuran
Exhibited = Menunjukkan
Exist = Ada
Expanded = Mengembangkan
Experienced = pengalaman/ yang
telah dialami
Experimental = percobaan
17
20. 1
Explored = eksplorasi/
menyelidiki
Extension = perpanjangan
Extensive = luas
Extent = jangkauan
Extremely = Sangat
Fact = fakta/ kebenaran
Factories = Pabrik
False = Salah
Farming = budidaya
Farming = Budidaya
far-reaching = Sangat jauh
Faster = Lebih cepat
Feasible = Layak
Fetched = Mengambil
Few = Beberapa/ golongan
kecil
Field = lapangan
findings = penemuan
Fishermen = nelayan
Flat = dataran
Floating = apung
Floating = Mengapung
Forming = membentuk
Fouling = mencemari
Found = ditemukan
Frames = bingkai/membuat
Fresh = segar
Fringing = penyebar
Further = Lebih Lanjut
Future = Masa Depan
Gain = mendapatkan
Gathering = mengumpulkan
gave = lihat
generating = menghasilkan
Germinated = mulai tumbuh/
bercabang
Grazing = merumput (hama)
Greater = lebih besar
Growth = pertumbuhan
Half = Sebagian
Hampered = Terhambat
Handling = Penanganan
Hanging = Gantung
Harmful = Berbahaya
held = Diadakan
Hemisphere = Belahan bumi
Higher = tinggi
Highlight = Menyoroti
However = Namun
i.e = yaitu
Impact = Dampak
Importance = pentingnya
Improvement = peningkatan
Includes = Memasukkan
Including = termasuk
Income = pendapatan
Increase = Meningkat
increased = Peningkatan
Increasing = Peningkatan
Independent = lepas/bebas
Indicated = Menunjukkan
18
21. 1
initiated = dimulai
Initiative = inisiatif
Interest = perhatian/ minat
Intermediate = Menengah
Invader = Penyerang
Inventory = Persediaan
Islands = pulau
isolated = memisahkan/isolasi
Knot = simpul/ikat
Lack = kekurangan
Large = besar
Limiting = membatas
Livelihood = Mata Pencaharian
locaties = Lokasi
Lower = rendah
main = secara keseluruhan
Mainland = daratan
Maintenance = pemeliharaan
Manageable = dapat dikelola
Manipulation = manipulasi
markets = pasar
May = dapat
Mean = rata
Means = sarana
Measured = diukur
Meet = menghadapi
Meeting = memenuhi
Memperluas
Mitigate = mengurangi
Monitoring = pemantauan
Most = Paling
Nations = Negara/bangsa
Nearly = hampir
Needed = membutuhkan
Netting = kelambu/jaring
Novel = baru
Offered = penawaran
outer = terluar
Outplanting = tunas
Over = Atas/Berakhir
overcoming = mengatasi/
menanggulangi
Oversight = kelalaian
overview = gambaran
Particularly = khususnya
Patch = penempel
Pearl = mutiara
Peninsula = semenanjung
pertaining = berkaitan
Pests = hama
Piloting = memantu
Point = menunjukkan
poor = miskin
possibility = kemungkinan
Preventing = pencegahan
Price = harga
Profitable = menguntungkan
Promote = menaikkan
Propagation = penyebaran
Protection = perlindungan
Providing = memberikan
Purchased = Dibeli
19
22. 1
Purposes = Tujuan
Quantifies = mengukur
Rabbitfish = ikan baronang
Raft = rakit
Ragional = daerah
Raise = Menimbulkan
Ranged = berkisar
Rapid = cepat
Rate = tingkat
Raw = Mentah
Realized =mewujudkan
Recent = belakangan
Rectangular = persegi panjang
Reductions = penurunan
Reference = mengacu
Regimes = rezim/aturan
Region = wilayah
Relating = Berhubungan
Rely = bergantung
Removal = kehilangan/
kekurangan
Replacement = penggantian
Replenishment= perlengkapan/
penambahan
Represents = mewakili
Required = diperlukan
Requirements = Persyaratan
Resist = Menolak/ Melawan
Resource = sumber penghasilan
respectively = masing-masing
Resulted = Menghasilkan
Results = hasil
Revealed = mengungkapkan
Revealed = menyatakan
Review = Tinjauan
Risk = Risiko
Role = Peran
Rope = Tali
Rubble = Puing
Rural = Pedesaan
Safer = aman
Sandy = pasir
Satisfying = Memenuhi
Seagrass = lamun
Seasonal = musiman
Seed = benih
Seeded = diunggulkan
Seedling = bibit
Selected = Memilih
Self-help = Swadaya
Sequenced = Diurutkan
Several = Beberapa
Shade = naungan
shallow = dangkal
sheltered = terlindung
Shown = Menunjukkan
Similar = Serupa
Simultaneously = Serentak
Site = Lokasi
societal = kemasyarakatan
Sold = Terjual
Solution = Larutan
20
23. 1
Some = Beberapa
Source = Sumber
Southeastern = Tenggara
Southerm = Selatan
Spread = penyebaran
State = Negara Bagian
Still = Masih
Strengthening = penguatan
Submerging = menenggelamkan
Subsequently = Kemudian
Successfully = berhasil
Suggested = Disarankan
Suggestions = saran/ usul
Summary = ringkasan
sunny = cerah
Superior = unggul
supplemental = tambahan
support = mendukung
Surrounding = sekitar
Survey = peninjauan
Sustainable = berkelanjuatan
Techniques = Teknik
Term = mengatakan
Than = dari
Though = Meskipun
Tidal = pasang surut
Tools = alat
Tourist = wisata
Training = latihan
trials = uji coba
Unable = tidak dapat
Uncontrolled = tidak terkontrol
Under = bawah
Unwanted = tidak diinginkan
up to = hingga
Use = penggunaan
Using = menggunakan
Utilizing = Memanfaatkan
Value = Nilai
Ventures = usaha
Viability = kelangsungan hidup
Viable = dapat bertahan hidup
village = desa
Villager = Penduduk Desa
Vulnerability = kerentanan
waves = ombak/gelombang
Weights = bobot
Well = Baik
Were = Adalah
west = barat
Wet = basah/hujan
Widely = Secara Luas
Wild = Alam liar
Wind = angin
Yields = hasi
21