Dunia Digital Dalam Genggaman Kaum MilenialJasaAmos
saat ini www.amos.mahirclosing.com menjadi pusatnya kaum milenial mencari ilmu. Oleh karena itu kita semua sama-sama akan belajar bagaimana caranya memanfaatkan fasilitas digital untuk mencari peluang baru untuk memenuhi kebutuhan kita yang tanpa batas
Courtesy of IPMI International Business School (www.ipmi.ac.id).
Lifestyle magazine segmented for highschool and college students.
Role: Project Manager, Editor
Dunia Digital Dalam Genggaman Kaum MilenialJasaAmos
saat ini www.amos.mahirclosing.com menjadi pusatnya kaum milenial mencari ilmu. Oleh karena itu kita semua sama-sama akan belajar bagaimana caranya memanfaatkan fasilitas digital untuk mencari peluang baru untuk memenuhi kebutuhan kita yang tanpa batas
Courtesy of IPMI International Business School (www.ipmi.ac.id).
Lifestyle magazine segmented for highschool and college students.
Role: Project Manager, Editor
Apa itu SP2DK Pajak?
SP2DK adalah singkatan dari Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pajak (KPP) kepada Wajib Pajak (WP). SP2DK juga sering disebut sebagai surat cinta pajak.
Apa yang harus dilakukan jika mendapatkan SP2DK?
Biasanya, setelah mengirimkan SPT PPh Badan, DJP akan mengirimkan SP2DK. Namun, jangan khawatir, dalam webinar ini, enforce A akan membahasnya. Kami akan memberikan tips tentang bagaimana cara menanggapi SP2DK dengan tepat agar kewajiban pajak dapat diselesaikan dengan baik dan perusahaan tetap efisien dalam biaya pajak. Kami juga akan memberikan tips tentang bagaimana mencegah diterbitkannya SP2DK.
Daftar isi enforce A webinar:
https://enforcea.com/
Dapat SP2DK,Harus Apa? enforce A
Apa Itu SP2DK? How It Works?
How to Response SP2DK?
SP2DK Risk Management & Planning
SP2DK? Surat Cinta DJP? Apa itu SP2DK?
How It Works?
Garis Waktu Kewajiban Pajak
Indikator Risiko Ketidakpatuhan Wajib Pajak
SP2DK adalah bagian dari kegiatan Pengawasan Kepatuhan Pajak
Penelitian Kepatuhan Formal
Penelitian Kepatuhan Material
Jenis Penelitian Kepatuhan Material
Penelitian Komprehensif WP Strategis
Data dan/atau Keterangan dalam Penelitian Kepatuhan Material
Simpulan Hasil Penelitian Kepatuhan Material Umum di KPP
Pelaksanaan SP2DK
Penelitian atas Penjelasan Wajib Pajak
Penerbitan dan Penyampaian SP2DK
Kunjungan Dalam Rangka SP2DK
Pembahasan dan Penyelesaian SP2DK
How DJP Get Data?
Peta Kepatuhan dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3)
Sumber Data SP2DK Ekualisasi
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Penghasilan PPh Badan vs DPP PPN
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Gaji , Bonus dll vs PPh Pasal 21
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Jasa, Sewa & Bunga vs PPh Pasal 23/2 & 4 Ayat (2)/15
Sumber Data SP2DK Mirroring
Sumber Data SP2DK Benchmark
Laporan Hasil P2DK (LHP2DK)
Simpulan dan Rekomendasi Tindak Lanjut LHP2DK
Tindak lanjut SP2DK
Kaidah utama SP2DK
How to Response SP2DK?
Bagaimana Menyusun Tanggapan SP2DK yang Baik
SP2DK Risk Management & Planning
Bagaimana menghindari adanya SP2DK?
Kaidah Manajemen Perpajakan yang Baik
Tax Risk Management enforce A APPTIMA
Tax Efficiency : How to Achieve It?
Tax Diagnostic enforce A Discon 20 % Free 1 month retainer advisory (worth IDR 15 million)
Corporate Tax Obligations Review (Tax Diagnostic) 2023 enforce A
Last but Important…
Bertanya atau konsultasi Tax Help via chat consulting Apps enforce A
Materi ini telah dibahas di channel youtube EnforceA Konsultan Pajak https://youtu.be/pbV7Y8y2wFE?si=SBEiNYL24pMPccLe
Program sarjana merupakan pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan pendidikan menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui penalaran ilmiah.
Program sarjana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyiapkan Mahasiswa menjadi intelektual dan/atau ilmuwan yang berbudaya, mampu memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja, serta mampu mengembangkan diri menjadi profesional.
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014
1. 1
DAFTAR ISI
LOMPATAN KUANTUM
Rhenald Kasali 5
QUO VADIS PERTANIAN KITA?
Ali Khomsan 8
ADU SANKSI EKONOMI
Dinna Wisnu 11
PENGANGGUR TRANSISI
Elfindri 14
PARETO, SHAW, DAN GEROBAKPRENEUR
Rhenald Kasali 17
BELAJAR DARI KEGAGALAN BAYAR ARGENTINA
Paul Sutaryono 20
PELAJARAN MUNDURNYA KAREN
Handi Sapta Mukti 23
2. 2
BERKACA PADA DEFLASI DI ZONA EURO
Firmanzah 26
HARGA BBM DAN MEA 2015
Prodjo Sunarjanto 29
PEMIMPIN PUNCAK YANG MEREDUP
Alberto Hanani 31
RAPBN 2015 DAN TRANSISI KEKUASAAN
Ahmad Erani Yustika 34
RAHASIA BISNIS
Rhenald Kasali 37
MENGUPAS JANJI EKONOMI JOKOWI-JK
Berly Martawardaya 40
POLITIK RUANG FISKAL DAN SUBSIDI BBM
Muhamad Ikhsan Modjo 43
DIFERENSIASI HARGA BBM UNTUK KEADILAN
Bambang Setiaji 46
3. 3
NEGARA MARITIM
Tridoyo Kusumastanto 49
STANDARDISASI PASAR MODAL ASEAN
Abiprayadi Riyanto 53
SUBSIDI MANDAT KONSTITUSI
W Riawan Tjandra 56
SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI YANG KOMPETITIF
Achmad Deni Daruri 59
BUDAYA AKUNTABILITAS
Rhenald Kasali 62
KEMBALI KE RUPIAH DAN MENYIKAPI PERGERAKANNYA
Untoro Kayatnan 65
PEMIMPIN YANG MELAYANI
Handi Irawan D 68
MANFAATKAN ENERGI TERBARUKAN
Ivan Hadar 71
4. 4
REFLEKSI MP3EI
Firmanzah 74
INTERNET UNTUK SEMUA ORANG
N/A 77
BERTEMPUR MELAWAN KEMISKINAN, PERBAIKI DWELLING TIME
Rhenald Kasali 80
REALOKASI SUBSIDI BBM
Fahmy Radhi 83
PENGENTASAN KEMISKINAN
Rahmat Hidayat 86
PENTINGNYA LITERASI KEUANGAN
Paul Sutaryono 89
EKONOMI MUSEUM
Elfindri 92
UMKM PENDORONG EKONOMI NASIONAL
Firmanzah 96
5. 5
Lompatan Kuantum
KORAN SINDO
14 Agustus 2014
Kita mengenal kaizen sebagai filosofi bisnis yang dianut raksasa automotif asal Jepang,
Toyota Motor Corp. Kaizen artinya perbaikan sedikit demi sedikit, tetapi dilakukan secara
terus-menerus (continuous improvement).
Filosofi bisnis ini terbukti ampuh. Sebab dengan filosofinya tersebut, Toyota Motor
Corporation pernah menyalip General Motors (GM) sebagai produsen automotif terbesar di
dunia. Menurut The Wall Street Journal, sepanjang 2012, Toyota mampu menjual 9,75 juta
mobil, sementara GM sedikit di bawahnya, 9,29 juta.
Ketika Korea Selatan ingin produk-produknya bisa mengalahkan Jepang di pasar dunia,
mereka tentu tak bisa kalau hanya mengandalkan filosofi bisnis atau cara-cara kerja yang
sama. Mereka harus melakukannya dengan cara yang berbeda. Kata Albert Einstein, Anda
bisa gila kalau menginginkan hasil yang berbeda, tetapi terus-menerus melakukan hal yang
sama. Maka, chaebol-chaebol Korea Selatan pun menggagas ide yang berbeda dengan
keiretsu-keiretsu Jepang, yakni lompatan kuantum (quantum leap).
Apa gagasan utama dari lompatan kuantum? Sebetulnya sederhana. Mereka mematok target
di depan, lalu berhitung mundur dengan menetapkan tahap-tahap apa saja yang harus mereka
lakukan untuk mencapai target tersebut. Tapi, tentu target yang dipatok di depan bukan
sekadar target yang biasa-biasa saja. Harus ambisius. Misalnya, jika biasanya kita hanya
tumbuh 5% per tahun, ke depan target pertumbuhannya harus berlipat dua. Bahkan lipat tiga.
Katakanlah menjadi 10% atau bahkan 15%. Itu baru lompatan kuantum.
Tiga Cara
Bagaimana cara mencapainya? Kunci dari keberhasilan strategi lompatan kuantum ada tiga,
yakni memaksa diri, saling bersinergi, dan melakukannya secara konsisten. Pertama,
memaksa diri itu artinya begini. Kalau ada suatu proses yang pada tahap biasa dilakukan
membutuhkan waktu sampai satu minggu, entah bagaimana caranya waktu tersebut mesti
berhasil dipangkas. Misalnya menjadi tinggal tiga hari.
Bagaimana caranya? Entah. Tapi, intinya adalah kita harus memaksa diri untuk mencari dan
menemukan caranya. Memang sulit, tetapi kalau dicari caranya pasti akan ketemu.
Hari-hari ini saya tengah kedatangan tamu-tamu penting dari Boston, para guru besar senior
dari Babson College yang akan memberi pelatihan mendalam untuk para dosen Podomoro
University yang saya pimpin. Pimpinan rombongan bercerita betapa business school (MBA)
6. Amerika mulai kehilangan market share karena kalah bersaing dengan sekolah-sekolah bisnis
dari Eropa. Mengapa demikian? Jawabannya karena business school dari Eropa bisa
menawarkan MBA satu tahun saja. “Saya usulkan agar membuat master program dalam
entrepreneurial leadership dan hasil survei pasar menandaskan mereka mau ikut kalau hanya
terdiri atas 42 SKS sudah selesai.” Ini sekadar contoh saja. Lantas berhasilkah? “Nah itu
tugasnya dekan, saya hanya memberi informasi pasar sekaligus meminta produknya.
Seminggu kemudian mereka datang dengan menawar. Bisakah menjadi 54 SKS? Saya
katakan, tidak bisa, pasar maunya 42 SKS. Akhirnya mereka bekerja lagi dan jadilah MBA
baru itu.”
6
Bicara soal ini, saya kerap terkagum-kagum dengan sopir saya yang piawai menemukan
jalan-jalan tikus. Kita pasti sudah sangat jenuh menghadapi kemacetan di Jakarta.
Menghadapi kondisi semacam itu, pilihannya hanya tinggal kita jalan terus seraya terus
mengutuk kemacetan tersebut. Atau kita mau berubah. Caranya? Kita keluar dari jalan utama
dan mulai mencari jalan-jalan tikus. Memang tidak mudah. Kadang Anda harus berhadapan
dengan jalan buntu. Tapi, kalau kita tidak lelah mencari, pasti akan ketemu juga jalannya.
Jadi, paksa diri dan temukan. Pasti ada. Mentalitas seperti ini harus ada kalau kita mau
melakukan lompatan kuantum.
Kedua, upaya memangkas waktu tersebut hanya bisa dilakukan kalau semua unit yang ada di
dalam organisasi perusahaan saling bersinergi. Jadi, setiap unit saling memberikan dukungan
kepada unit yang lain. Bahkan kalau perlu kita menanamkan sikap mental bahwa unit saya
baru dinilai berhasil kalau unit yang lain juga berhasil. Bukan kita berhasil sendirian.
Dengan sikap mental yang seperti itu, semua unit kemudian memberikan kontribusinya untuk
membenahi proses-proses yang ada pada setiap tahap. Bukan unit yang satu justru menjegal
unit yang lain atau sebaliknya.
Ketiga, harus selalu ada pihak yang perannya mengingatkan secara terus-menerus. Kalau kita
ingin produk kita menjadi nomor satu, harus ada bagian dalam organisasi di perusahaan yang
selalu mengingatkan, “Hei, kita harus menjadi nomor satu ... kita harus menjadi nomor satu!”
Begitu terus-menerus, berulang- ulang, persis seperti kaset rusak.
Konsistensi yang seperti itu, meski kadang sangat menjemukan, harus dilakukan dan harus
ada bagian yang ditunjuk untuk melakukannya. Jangan mengandalkan kesediaan bagian lain
untuk melakukannya secara sukarela (voluntary).
Dengan tiga cara tersebut, kini kita semua bisa menyaksikan hasil dari lompatan kuantum
yang dilakukan Korea Selatan. Produk-produk elektronik mereka, seperti Samsung, kini
mulai meninggalkan Sony. Bahkan smartphone Samsung terus mengimbangi iPhone dari
Apple. Apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman Samsung?
Semuanya Butuh Waktu
7. 7
Saya selalu sebal kalau membaca atau mendengar iklan yang menawarkan iming- iming,
“Cara cepat menjadi kaya ... cara cepat menjadi miliarder ... dan sebagainya.” Mereka
seakan-akan ingin mengatakan bahwa keberhasilan bisa kita raih secara instan. Omong
kosong! Keberhasilan selalu bisa kita raih kalau kita mau bekerja keras dan bekerja cerdas.
Bukan dengan cara-cara instan.
Orang-orang Jepang terkenal dengan kemampuan engineering-nya. Mereka mampu bekerja
dengan sangat detail dan cermat. Tapi, tahukah Anda bagaimana caranya sehingga mereka
bisa membentuk SDM-SDM yang seperti itu?
Anda tahu origami, seni melipat kertas menjadi berbagai macam mainan sampai hiasan yang
indah. Sejak kecil, di sekolah-sekolah, anak-anak Jepang itu diajari tentang bagaimana
caranya membuat origami. Itulah pelajaran pertama yang membangkitkan kemampuan
rancang bangun dari anak-anak Jepang. Setelah bertambahnya usia, anak-anak itu tumbuh,
siap ditempa untuk menjadi engineer-engineer yang andal seraya sekaligus memiliki cita rasa
akan keindahan. Jadi, mereka menempa SDM-nya sejak dini.
Keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki bukan hanya tertanam di dalam otak,
tetapi juga dalam memori yang ada di syaraf dan otot. Saya menyebut ini dengan istilah
myelin atau muscle memory. Membangun SDM yang seperti itu tidak bisa dilakukan dengan
cara-cara yang terburu-buru, yang maunya serbacepat. Cara-cara seperti itu hanya akan
melahirkan mentalitas main terabas. Padahal, dalam dunia bisnis kita juga harus taat aturan.
Analogi yang sama juga bisa kita gunakan dalam membangun brand. Dari sejumlah brand
favorit pilihan pembaca dari hasil survei Litbang KORAN SINDO, saya tak melihat ada di
antara mereka yang dibentuk secara instan. Semuanya merek lama yang sudah bertahun-tahun
kita rasakan kehadirannya termasuk jatuh bangunnya.
Dan, hampir semua brand itu sempat mengalami krisis. BCA pernah terkena isu rush.
Beberapa produk Toyota sempat harus ditarik dari pasar. Nokia harus menghadapi gempuran
BlackBerry dan berbagai gadget yang berbasis android. Dan sebagainya. Mereka melakukan
kesalahan, terpukul, tetapi mampu bangkit kembali.
Benar kata Daniel Coyle, “One you makes mistakes, it makes you smarter.” Jadi, jangan
malah mundur kalau Anda melakukan kesalahan. Sebab, kalau mundur, berarti Anda
membuang pengalaman yang mestinya membuat Anda bertambah pintar. Sayang bukan! ●
8. 8
Quo Vadis Pertanian Kita?
Koran SINDO
15 Agustus 2014
Menurut prediksi pakar ekonomi target pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan
dan surplus beras 10 juta ton tahun ini semakin sulit terwujud. Menurut sensus Badan Pusat
Pertanian, jumlah rumah tangga pertanian kian menyusut drastis. Kalau pada 2003 jumlah
rumah tangga pertanian sekitar 31 juta, pada 2013 tinggal 26 juta.
Lahan pertanian juga kian susut akibat konversi lahan. Sektor pertanian dianggap kurang
menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan. Populasi petani kita lebih banyak didominasi
petani gurem dengan pemilikan lahan sangat sempit. Sekitar 14,5 juta rumah tangga petani
memiliki lahan kurang dari 0,5 ha. Persentase penduduk miskin terbesar hampir di seluruh
kabupaten/provinsi adalah mereka yang bekerja di sektor pertanian. Presiden baru yang akan
dilantik 20 Oktober nanti mempunyai pekerjaan rumah (PR) berat di bidang pertanian.
Banyak produk pertanian impor yang menjejali pasar-pasar di Indonesia menunjukkan bahwa
kita sesungguhnya telah kalah sebagai negara agraris. Sebentar lagi akan diimplementasikan
pasar bebas ASEAN dan ini akan semakin memperbesar peluang produk pertanian negara-negara
lain memasuki Indonesia dengan harga lebih murah dan kualitas lebih baik. Apabila
sektor pertanian tidak segera dibenahi, petani Indonesia hanya akan melongo alias tak
berkutik dan semakin terempas dalam kehidupan yang semakin sulit karena tidak mampu
bersaing.
Pangan adalah soko guru bangsa. Ketidakberdayaan sektor pertanian dalam mencukupi
kebutuhan pangan penduduk akan menyebabkan ketergantungan pada impor yang semakin
besar. Ketidakmampuan petani-petani Indonesia menghasilkan produk pertanian bermutu
menyebabkan daya saing rendah dalam menghadapi produk pertanian Tiongkok, Thailand,
dan negara-negara tetangga. Telah banyak dilakukan penelitian dan kajian faktor-faktor yang
memengaruhi keterpurukan petani.
Salah satu di antaranya kesulitan pembiayaan usaha tani dan kebutuhan dana tunai untuk
keperluan hidup selama masa menunggu penjualan hasil panen. Banyak petani terjebak
sistem ijon dan atau utang kepada para tengkulak yang mematok harga pertanian dengan
harga rendah. Para petani kini semakin tidak memiliki bargaining position lagi. Pekerja
pertanian dan industri memiliki nasib yang berbeda. Industri melaju jauh lebih cepat
dibandingkan sektor pertanian.
Serapan tenaga kerja pertanian memang bertambah. Namun, kalau pertanian kita hanya
dijejali dengan petani gurem, sektor pertanian akan menjadi penyumbang kemiskinan yang
9. 9
signifikan. Kita yang selalu bangga mengklaim diri sebagai bangsa agraris atau negara
maritim ternyata tidak pernah meraih kemakmuran dari dua bidang tersebut. Impor beras dan
produk-produk pertanian lainnya masih saja terjadi. Potensi laut kita tidak termanfaatkan
secara maksimal karena ketidakmampuan teknologi penangkapan ikan. Akhirnya produk
kelautan banyak dicuri nelayan-nelayan luar.
Salah satu teori tentang kelaparan menyebutkan bahwa hunger adalah bencana kemanusiaan
yang dapat terjadi bilamana kebijakan pertanian dirumuskan secara tidak tepat. Kebijakan
pertanian yang tepat adalah kebijakan yang berpihak petani. Kebijakan pertanian yang keliru
akan menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan yang tidak mustahil akan meningkatkan
jumlah orang miskin di Indonesia. Kebijakan pengentasan kemiskinan akan mengabur tanpa
hasil karena dampak positifnya tertutup oleh dampak negatif kebijakan lain yang tidak tepat.
Kerja keras pemerintah akan tampak nihil karena orang miskin tidak berkurang, tapi justru
bertambah. Pertanian seharusnya tidak identik dengan kemiskinan. Sektor pertanian adalah
andalan bangsa kita. Kebijakan pertanian pada masa datang diharapkan bisa lebih fokus pada
usaha-usaha memperbaiki kesejahteraan para pelaku pertanian dan sekaligus menggapai
kedaulatan pangan. Kemiskinan yang mendominasi masyarakat petani harus segera diatasi.
Deklarasi Copenhagen yang dirumuskan dalam UNs World Summit on Social Development
menjelaskan fenomena kemiskinan sebagai deprivasi kebutuhan dasar manusia yang tidak
hanya menyangkut sandang, pangan, dan papan, tetapi juga akses terhadap pendidikan,
fasilitas kesehatan, air bersih, dan informasi. Kemiskinan di Indonesia mungkin merupakan
kombinasi beragam kemiskinan yakni kemiskinan subsistens yang dicirikan oleh daya beli
rendah, waktu kerja panjang, lingkungan tempat tinggal buruk, dan sulit mendapatkan air
bersih.
Masyarakat juga mengalami kemiskinan kultural yaitu keengganan untuk mengentaskan diri
dari kemiskinan. Mereka yang mengalami kemiskinan kultural mungkin sudah pasrah dan
menerima keadaan apa adanya. Membahas soal kemiskinan tidak bisa terlepas dari standar
kebutuhan hidup minimum/layak yang merupakan garis pembatas untuk membedakan orang
miskin dan tidak miskin.
Garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia senilai USD1 atau USD2 per kapita per hari
memungkinkan bagi setiap negara untuk membandingkan posisinya dengan negara-negara
lain. Sebuah penelitian tentang garis kemiskinan telah dilakukan di salah satu kabupaten di
Jawa Barat (Nani Sufiani dkk., 2008) dan hasil temuannya cukup menarik. Garis kemiskinan
versi penelitian ini adalah Rp457.558 per kapita per bulan (USD1,6 per kapita per hari).
Angka ini lebih besar dibandingkan garis kemiskinan Badan Pusat Statistik dan berada di
antara garis kemiskinan Bank Dunia sebesar USD1 dan USD2 per kapita per hari. Apa pun
garis kemiskinan yang dipakai, Indonesia telanjur memiliki jumlah penduduk miskin sangat
banyak. Sebab itu, presiden yang akan datang harus mampu mengangkat nasib dan
memberdayakan petani kita untuk segera lepas dari jerat-jerat kemiskinan.
10. 10
Jangan biarkan petani kita mogok sebagaimana yang dilakukan para buruh industri karena
pemogokan petani akan mengakibatkan krisis pangan yang tiada berkesudahan.
ALI KHOMSAN
Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB
11. 11
Adu Sanksi Ekonomi
Koran SINDO
20 Agustus 2014
Dalam menghadapi krisis di Ukraina, Uni Eropa telah sepakat menjatuhkan sanksi ekonomi
terhadap Rusia. Mereka melakukan embargo atas perdagangan senjata, menetapkan
pembatasan terhadap eksplorasi minyak dan gas, serta membatasi perdagangan dengan bank-bank
Rusia di Eropa.
Pilihan sanksi ini tidak sembarangan karena perekonomian Rusia sangat tergantung pada
produk minyak dan gas. Aset bank Rusia yang dibekukan juga telah mencapai 30%, menurut
pejabat resmi Amerika. Biasanya, pendapatan dari sektor ini bisa mencapai 60%. Secara
keseluruhan, 45% dari produk ekspor Rusia diserap oleh pasar Eropa, sementara Eropa
sendiri mengekspor sekitar 3% dari keseluruhan ekspornya ke Rusia.
Rusia tidak tinggal diam. Sejak dua minggu lalu, Rusia mengumumkan larangan impor bagi
produk-produk pertanian, buah-buahan, ikan dan sayur-mayur dari Amerika, Uni Eropa,
Kanada, Australia, dan Norwegia. Bagi Rusia, sanksi ekonomi yang ditetapkan terhadap
mereka adalah kabar baik untuk membangkitkan produksi barang-barang yang masuk dalam
daftar larangan ekspor. Nilai ekspor pertanian Eropa ke Rusia mencapai 5,25 miliar euro pada
tahun lalu. Mayoritas petani yang mengalami dampaknya adalah Jerman, Belanda, Polandia,
Spanyol, dan Prancis.
Kerugian tiap negara Eropa adalah relatif terhadap produk-produk yang dihasilkan. Contoh
untuk dairy product (produk turunan susu), Belanda kehilangan 257 juta Euro, sementara
pada produk-produk buah-buahan Polandia adalah negara yang paling dirugikan. Namun,
secara keseluruhan, kerugian dari larangan impor produk dari Eropa ke pasar Rusia paling
besar dirasakan dampaknya oleh Lithuania, Polandia, Jerman, dan Belanda. Larangan
terhadap produk-produk pertanian secara politik juga adalah pukulan besar bagi Uni Eropa
karena dibandingkan dengan produk lain, produk pertanian sangat rentan terhadap penurunan
harga.
Dengan adanya larangan impor, Eropa akan kebanjiran produk-produk pertanian. Mereka
tidak hanya akan mengalami kerugian dengan tidak terjualnya hasil pertanian di dalam
gudang, tetapi juga terhadap produksi yang sedang berjalan. Apabila mereka tidak segera
menemukan pasar yang baru, produk-produk itu akan kehilangan nilai akibat dikejar waktu
kedaluwarsa yang melekat dalam produk-produk organik. Untuk itu, Uni Eropa menjanjikan
bantuan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan dalam menghadapi krisis akibat larangan
impor dari Rusia terhadap produk-produk dari Eropa.
12. Pemerintahan Uni Eropa telah menghitung kerugian-kerugian tersebut dan mereka akan
memberikan bantuan sebesar 125 juta euro untuk membantu agar para produsen tidak
mengalami kerugian yang besar. Selain bantuan keuangan, Uni Eropa juga tengah membujuk
negara-negara lain mengambil kesempatan embargo Rusia ini untuk tidak memasarkan
produk mereka ke Rusia. Misalnya, dengan membujuk Brasil dan Mesir untuk tidak
melakukan perdagangan buah-buahan ke Rusia.
12
Dalam waktu dekat, sanksi ekonomi Amerika Serikat dan Uni Eropa kepada Rusia
kemungkinan tidak akan berkurang dan malah akan meningkat. Baru-baru ini, Amerika
Serikat dan Jerman telah mengancam akan meningkatkan sanksi ekonomi terkait dengan
meledaknya pesawat MH17 dan sulitnya rombongan bantuan kemanusiaan masuk ke
Ukraina. Namun, di sisi lain, Rusia juga mengancam balik bahwa apabila sanksi tambahan
diberlakukan, mereka akan melarang impor kendaraan dari Eropa dan Amerika Serikat.
Sanksi ekonomi adalah opsi keputusan politik ekonomi yang biasa diambil sebagai jalan
untuk menekan negara lain agar mengubah perilakunya sesuai dengan yang diharapkan
pemberi sanksi. Secara teoretis, dalam sistem pasar di mana pasar satu negara dengan negara
lain saling terhubung dan bergantung, sanksi ekonomi akan menghentikan atau mengurangi
volume dan nilai peredaran barang dan jasa sehingga akan mengurangi pendapatan suatu
negara. Pendapat saya tentang sanksi ekonomi, yang saya sampaikan dalam kolom KORAN
SINDO setahun lalu, menyimpulkan bahwa sanksi ekonomi sangat relatif keberhasilannya.
Sanksi ekonomi dapat mengubah perilaku negara dalam memenuhi tuntutan pemberi sanksi,
tetapi bisa juga memperdalam krisis kemanusiaan dan konsekuensi sosial. Isolasi ekonomi
terhadap rezim apartheid telah mendorong rezim untuk membuka demokrasi dan mengakhiri
politik diskriminasi terhadap kulit berwarna. Sanksi terhadap Kamboja telah mengisolasi
rezim Khmer Merah dan mendorong negeri itu untuk mengadopsi pemilu yang demokratis.
Demikian pula dengan Libya, Irak, Serbia, Kosovo, dan negara lain di Afrika. Namun ada
juga negara-negara yang mendapat sanksi ekonomi, tetapi tetap bertahan dan mampu
melewati masa-masa krisis dengan baik.
Contoh adalah Kuba yang telah diembargo selama 50 tahun oleh Amerika. Ada pula Suriah,
Iran atau Korea Utara. Di sisi lain, sanksi ekonomi justru merugikan masyarakat di suatu
negeri dan bukannya menghukum sang pemimpin negara. Sanksi ekonomi justru
memperdalam krisis kemanusiaan dan konsekuensi sosial. Embargo terhadap ekonomi Haiti
selama setahun, misalnya, telah berdampak negatif pada kesehatan anak-anak karena sulitnya
mendapatkan obat-obatan, demikian pula dengan pelayanan kesehatan publik di Kuba dan
Nikaragua.
Matheew Krain dalam penelitiannya mengenai hubungan antara sanksi ekonomi dan
pembunuhan massal sejak 1978 hingga 2008 menyimpulkan sanksi ekonomi tidak membawa
perubahan berarti untuk mengurangi atau menghentikan pembunuhan massal. Sanksi justru
berdampak negatif kepada kelompok yang bukan menjadi target seperti masyarakat sipil,
kelompok minoritas, dan kelompok-kelompok lain. Terlepas dari efektif atau tidak sebuah
13. 13
sanksi ekonomi, pertanyaannya adalah sejauh mana kita memanfaatkan fakta politik
tersebut?
Apakah kita perlu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dari sanksi tersebut, misalnya
dengan menggantikan produk-produk yang masuk di dalam daftar yang dilarang? Dari sisi
praktis, Indonesia sulit mengambil alih peran sebagai pemasok barang-barang kebutuhan
Rusia. Selain karena jarak geografis yang terlalu jauh dan persoalan logistik, Indonesia
bukanlah produsen andal untuk produk-produk pertanian yang ditolak Rusia dari Eropa dan
Amerika.
Paling mungkin, Indonesia mengambil manfaat dengan cara mengembangkan kerja sama
alternatif dengan negara-negara yang produknya ditolak Rusia, misalnya dengan sistem swap
(tukar) agar produk Indonesia pun bisa dibeli oleh para negara yang sedang kebanjiran
produk pertanian itu. Sistem tukar penjualan ini perlu supaya APBN kita tidak terbebani
peningkatan impor. Namun ada juga pertanyaan lain, yakni apakah Indonesia mau ikut
menekan Rusia dan solider menjatuhkan sanksi ekonomi?
Apakah secara etis pergaulan internasional, tindakan tersebut akan memperkuat atau
memperlemah kedudukan kita? Di sinilah kita harus jelas keberpihakannya. Tidak mungkin
kita sekadar abstain demi politik bebas aktif. Dalam sejarah, sanksi ekonomi sifatnya
diskriminatif. Pada saat rezim otoriter propasar bebas berkuasa di Amerika Latin dan Asia
Tenggara pada 1970-an hingga akhir 1990-an, tidak ada sanksi ekonomi yang dikeluarkan
negara-negara Barat, tetapi sebaliknya pada negara yang memiliki perbedaan garis ideologi
dengan Barat seperti Rusia, Kuba, Iran, dan Korea Utara. Mereka dengan mudah dijatuhi
sanksi.
Keberpihakan Indonesia selayaknya pada sisi kemanusiaan, demokrasi, dan penghidupan
masyarakat madani. Di sinilah Indonesia perlu memisahkan diri dari ”kerumunan pemberi
sanksi ekonomi” dan menunjukkan dasar sikap yang berbeda.
14. 14
Penganggur Transisi
Koran SINDO
20 Agustus 2014
Data pengangguran yang diterbitkan selama lima tahun terakhir memang
menggembirakan. Pasalnya angka pengangguran terbuka turun dari 9,1% tahun 2007 atau
10,0 juta orang menjadi 6,1% tahun 2012 atau sebanyak 7,2 juta orang. Memang kita sama-sama
maklum bahwa penurunan angka pengangguran terutama karena manfaat dari
pertumbuhan ekonomi. Pengangguran yang tertinggi adalah mereka yang berusia muda 15-24
tahun dan berpendidikan menengah (tamat SMA/sederajat). Untuk mereka yang
berpendidikan menengah tamat SMA, angka pengangguran terakhir telah mencapai rentang
9,6% sampai 9,9%.
Tidak ada tanda-tanda bahwa angka pengangguran tamat sekolah menengah atas vokasi lebih
rendah dibandingkan dengan tamatan SMA pendidikan umum. Secara implisit memang
pendidikan menengah pun belum memiliki daya saing. Banyak yang menyangsikan kualitas
dari penyelenggaraan pendidikan menengah mengingat orientasi pendidikan kita belum
menyiapkan mereka untuk siap pakai, atau siap kerja. Pertanyaannya adalah dimensi apa
yang tidak terbaca selama ini dalam data pengangguran? Kenapa hal ini penting dan apa
implikasinya?
Penganggur Transisi?
Pemuda dapat diasumsikan pada analisis ini mereka yang berusia 15-24 tahun. Sekiranya kita
lihat angka pengangguran terbuka pemuda, secara nasional tahun 2012 adalah sebesar 4,0 juta
orang. Jumlah ini lebih separo dari pencari kerja keseluruhannya. Namun ketika patokan kita
dalam melihat keadaan adalah pada mereka yang mencari pekerjaan, jelas itu ada pada usia
muda.
Selain jumlahnya besar, mereka terdidik dan pengangguran tentunya merupakan beban sosial
(social costs) yang serius. Tampaknya ketika kita hanya mengakui mereka yang masuk ke
dalam kelompok usia angkatan kerja, jumlah pengangguran anak muda tidak seberat
persoalan pengangguran terbuka anak muda di negara-negara maju. Sebab angka
pengangguran anak muda telah mencapai di atas dua digit. Berbagai kajian menemukan,
ketika angka pengangguran anak muda tinggi, angka partisipasi kerja penduduk usia tua
mengalami peningkatan.
Akan tetapi tunggu dulu, survei angkatan kerja memang memperlakukan mereka yang masuk
ke dalam usia kerja. Ketika kegiatan utama mereka adalah bekerja atau mencari pekerjaan
selama seminggu yang lalu masuk ke dalam angkatan kerja. Bagaimana ketika anak muda
15. 15
berusia 15-24 tahun, mereka tidak bekerja, tidak pula mencari pekerjaan? Mereka ketika
ditanya juga tidak sedang sekolah atau tidak mengurus rumah tangga. Maka opsi yang ada
dalam jawaban adalah kelompok ini adalah kelompok “lainnya”.
Masalahnya adalah siapa mereka yang menjawab kelompok “lainnya” itu? Sebuah
pertanyaan penting mengingat dari segi jumlah, angkanya relatif cukup serius. Ketika jumlah
pengangguran pada kelompok usia 15-24 tahun adalah pada kisaran 10,1 juta orang, data
mereka yang masuk usia yang sama yang berstatus “lainnya” adalah sebanyak lebih 2 juta
orang. Secara logika saja sebenarnya mereka yang mengaku secara terang-terangan
menganggur ditambah dengan mereka yang sebenarnya masih tetap menganggur menjadi 6,1
juta orang.
Ini menghasilkan proporsi mereka yang mesti mendapatkan penanganan yang bermakna
menjadi lebih luas dan semakin kompleks. Kelompok yang menganggur memang tidak lagi
sekolah, mereka sedang mencari pekerjaan. Sementara mereka yang menjawab lainnya pada
kelompok usia muda, diperkirakan mereka yang sehari-harinya tidak sekolah lagi, mungkin
sedang mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan atau beraktivitas yang mereka akui
tidak bekerja, padahal mereka memerlukan pekerjaan. Kelompok inilah yang kita istilahkan
sebagai kelompok pengangguran “transisi”.
Dari sisi penawaran supply side, mereka yang masa transisi, selain berusia muda, tidak
memiliki keterampilan yang memadai untuk bekerja atau dengan kondisi tertentu mereka
tetap bertahan dengan kondisi seadanya, tidak berinisiatif untuk menambah keterampilan,
atau pasrah dengan keadaan yang ada. Apalagi aktivitas ekonomi sepi gara-gara rendahnya
investasi pada daerah tempat mereka tinggal. Begitu juga kelompok transisi ini menjadi target
tersendiri agar mereka semakin terbekali. Mereka ini sekiranya tidak termasuk ke dalam
target untuk mendapatkan kebijakan, beban pasar kerja dalam waktu yang tidak terlalu lama
akan semakin berat.
Tanggung Jawab Siapa?
Pertanyaan kita tentu ditujukan apakah mereka yang menganggur dibiarkan saja? Untuk
kelompok penganggur, jelas mereka tidak lagi terikat dalam sistem pendidikan. Maka
penganggur ini tentunya sebagian di antaranya adalah merupakan pekerjaan rumah bagi
pemerintah, terutama meningkatkan keterampilan mereka serta menyalurkan mereka untuk
dapat bekerja. Namun pada kelompok pemuda “lainnya”, mereka tidak lagi sedang sekolah
dan bukan merupakan tanggung jawab departemen pendidikan, mengingat mereka bukan lagi
pada rentang usia wajib belajar.
Sementara kelompok ini tidak juga merupakan definisi pencari kerja. Pemerintah bisa lepas
tangan karena tidak terdefinisi sebagai pencari kerja. Lantas siapa? Sebenarnya telaah lebih
mendalam diperlukan mengenai siapa dan kenapa mereka masuk ke dalam kategori
“lainnya”. Dalam kaitan ini setidaknya kita dapat menetapkan lebih baik mereka masuk ke
dalam kategori transisi selepas menjalani pendidikan, kemudian sebaiknya mereka diarahkan
16. 16
pada penyediaan keterampilan kerja.
Pastikanlah, upaya untuk membekali keterampilan kerja dan membekali mereka untuk
merasa terpanggil bekerja adalah salah satu program penting pada masa yang akan datang.
Bukankah kita dapat melihat bahwa semakin besar partisipasi angkatan kerja, semakin besar
nilai tambah yang dihasilkan? Oleh karenanya, kita perlu menyarankan, agenda peningkatan
keterampilan dan kewirausahaan mesti dapat meringankan beban tekanan pasar tenaga kerja
pada masa yang akan datang. ●
ELFINDRI
Profesor Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi Universitas Andalas,
Padang
17. 17
Pareto, Shaw, dan Gerobakpreneur
Kita semua pemakai gadget. Dari telepon seluler (ponsel) biasa hingga ponsel cerdas.
Bentuknya bisa telepon sentuh, iPhone, tablet, atau peranti jinjing lainnya.
Semuanya produk berbasis teknologi. Ada yang langsung sentuh dan pakai, tetapi tak sedikit
yang masih hidup dalam peradaban membaca manual. Namun berapa banyak dari kita yang
membaca manualnya sepenuh hati sebelum menggunakannya? Dugaan saya, sedikit sekali.
Bahkan button theory mengatakan, kaum muda langsung mengoprek-oprek layar sentuhnya
atau knopnya meski berisiko salah, lalu bingung tak tahu apa yang meski dilakukan, keliru
berulang kali, dan sebagainya.
Jika tidak atau kurang mengerti, ketimbang repot mencari tahu dari manualnya, kita lebih
suka bertanya ke orang lain. Faktanya, anak-anak kita, entah bagaimana, ternyata bisa jauh
lebih cepat paham ketimbang kita. Perilaku semacam ini tentu ada risikonya. Vilfredo Pareto,
ekonom dan sosiolog berkebangsaan Italia, mengatakan, ”Sebanyak 80% hasil ternyata
diperoleh hanya dari 20% usaha.” Itu sebabnya Hukum Pareto kemudian kita sederhanakan
dengan prinsip 80/20. Maksud saya begini.
Dari seluruh pemakai gadget, ternyata hanya 20% di antara kita yang mampu memanfaatkan
80% dari fungsi- fungsi yang tersedia pada gadget-nya. Sebaliknya, sebanyak 80% pemakai
gadget ternyata hanya bisa memakai 20% dari seluruh fungsi yang tersedia dalam peranti
tersebut. Maka, tak mengherankan, meski ada begitu banyak pemakai smartphone, sebagian
besar ternyata hanya menggunakannya untuk menelepon, mengirim SMS, atau sesekali
membuka email. Sebagian besar lainnya menggunakannya untuk ber-selfie dengan bantuan
tongsis (tongkat narsis) atau paling-paling untuk bermain game. Aplikasi-aplikasi lainnya?
Nyaris tidak digunakan.
Prinsip Pareto ini berlaku di mana-mana. Dalam setiap perubahan, ternyata hanya 20%
pegawai dan staf yang mendukung proses transformasi. Selebihnya menolak, diam saja, tidak
mengerti atau ikut arus. Soal distribusi kekayaan juga sama, ternyata sebanyak 80% dikuasai
hanya oleh 20% warga dunia. Sebaliknya, 80% masyarakat dunia memperebutkan 20%
kekayaan yang tersisa dan masih banyak lagi contoh lain.
Prinsip 2 - 3 - 95
Vilfredo Pareto mungkin seorang ekonom yang sangat optimistis. Ia jauh lebih optimistis
ketimbang George Bernard Shaw, seorang sastrawan. Cobalah simak pernyataan Bernard
Shaw tentang manusia berpikir: ”Only 2% people think, three percent think they think, the
remaining 95% would rather die than think .” Betulkah hanya 2% di antara kita yang
berpikir? Kalau melihat fenomena yang terjadi di dunia pendidikan kita, saya merasa Bernard
Shaw ada benarnya. Hanya 2% dari seluruh tenaga pendidik yang betul-betul menjalankan
18. 18
perannya sebagai pendidik.
Mereka ini adalah orang-orang yang tidak sekadar memindahkan isi buku ke kepala murid-muridnya,
tetapi juga memperbaiki cara berpikirnya dan menerapkan ilmunya dalam
kehidupan sehari-hari. Makanya hanya sedikit akademisi yang punya karya besar, bukan?
Lalu, sebanyak 3% adalah mereka yang merasa dirinya pendidik. Padahal bukan. Lalu,
mayoritas sisanya adalah mereka yang menyebut dirinya pengajar. Di antara mereka yang
menjadi pengajar pun hanya 2% yang betul-betul bisa memindahkan isi buku ke dalam benak
dan tindakan murid-muridnya.
Lalu, sebanyak 3% merasa dirinya berhasil memindahkan isi buku ke dalam pikiran murid-muridnya.
Selebihnya tidak berhasil memindahkan isi buku tersebut. Fenomena yang sama
terjadi di kalangan para pemimpin. Hanya 2% di antara para pemimpin yang benar-benar
melakukan perubahan. Sebanyak 3% merasa dirinya sudah melakukan perubahan, padahal
belum. Lalu, mayoritas lainnya adalah pemimpin yang selalu ikut arus. Mereka memimpin
bawahannya dengan cara-cara yang sama, seperti yang dilakukan para pendahulunya.
Mereka dengan bangga menyebut dirinya sebagai generasi penerus. Padahal, zaman sudah
berubah. Problematika sudah menjadi semakin kompleks sehingga tidak bisa lagi dipimpin
dengan cara-cara lama. Di mana kita bisa melihat fenomena tersebut? Di mana-mana. Kita
mempunyai banyak seniman lukis, tetapi hanya ada beberapa yang layak disebut maestro
sekelas Affandi, Jeihan atau Sudjojono. Begitu pula di tingkat dunia, hanya ada beberapa
gelintir yang layak disebut seperti Van Gogh, Rembrandt, Picasso atau Leonardo da Vinci.
Bukan Gerobakpreneur
Angka 2% seakan-akan menjadi magic number. Ia menjadi indeks penting dalam dunia
kewirausahaan di berbagai negara. Anda tentu mengenal rule of thumb yang mengatakan
suatu negara akan menjadi negara maju jika 2% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha
atau entrepreneur. Kita belum menjadi negara maju karena jumlah penduduknya yang
menjadi pengusaha tak sampai 1%.
Sumber-sumber yang lain menyebut bahwa jumlah pengusaha kita hanya 0,24% dari seluruh
penduduk Indonesia. Bahkan ada yang menyebut jumlah pengusaha kita baru 0,18% dari
seluruh penduduk. Banyak kalangan menilai Malaysia lebih maju dari kita. Di sana jumlah
penduduknya yang menjadi pengusaha sudah lebih dari 6%. Amerika Serikat yang jauh lebih
maju ketimbang kita sebanyak 12% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha.
Saya percaya kuantitas memang penting. Tapi, kualitas juga tak kalah penting. Itu sebabnya
saya risau kalau kita hanya berpegang pada angka 2% dan mengabaikan kualitas. Maksudnya
begini. Untuk mengejar angka yang 2%, beberapa perguruan tinggi membuka program studi
atau jurusan kewirausahaan atau minimal mengaktifkan mata kuliah-mata kuliah untuk
menjadikan lulusannya wirausaha. Lalu, sejumlah lembaga juga menggelar lomba
kewirausahaan. Mulai dari wirausaha muda hingga wirausaha paling inovatif dan
19. 19
sebagainya.
Semua baik-baik saja. Tapi, kalau Anda cermati, banyak lulusan perguruan tinggi yang
kemudian menjadi pengusaha sebetulnya bisnis-bisnis mereka hanya menjadi pesaing dari
pedagang kaki lima. Mereka bukan melahirkan merek-merek franchise baru, tetapi
mengembangkan apa yang disebut dengan istilah gerobakchise. Bisnis franchise ala gerobak.
Bagi saya, mereka tidak menjadi berkah bagi ekonomi rakyat. Malah mereka menjadi pesaing
bagi para pedagang kali lima.
Mereka pasti menang karena memiliki bekal pengetahuan dan penguasaan teknologi
informasi. Padahal, 20-30 tahun yang lalu, Soeharto saja sudah mencetak konglomerat atau
Bung Karno 60 tahun yang silam sudah mencetak pengusaha Benteng yang skala usahanya
besar. Kita juga sudah saksikan lahirnya pengusaha pribumi lulusan S-1 sekelas Medco dan
Bukaka.
Kita memang masih membutuhkan banyak entrepreneur. Tapi, entrepreneur yang kelak
bakal menjadi pengusaha-pengusaha besar sekelas Arifin Panigoro, Ciputra, Trihatma
Kusuma Haliman, atau Chairul Tanjung. Maksud saya, bukan sekadar gerobakpreneur.
Maksud saya pula, kalau sudah besar, bantulah yang kecil-kecil, bukan mematikan mereka
yang tak berdaya. Caranya, jadikan mereka besar juga. Itulah mimpi saya sekarang ini, yang
ingin saya wujudkan melalui dunia pendidikan.
20. 20
Belajar dari Kegagalan Bayar Argentina
Argentina dinyatakan berstatus gagal bayar (default) oleh lembaga pemeringkat terkemuka
Standard & Poors (S&P). Status itu mencuat di permukaan ketika Argentina menolak untuk
membayar bunga utang lebih dari nilai yang seharusnya kepada kreditor internasional.
Pelajaran apa yang patut dipetik dari peristiwa yang menggegerkan pasar keuangan global
itu? Keadaan tersebut berawal dari status default Argentina pada 2001, saat negara itu
menyatakan tidak mau membayar bunga dan cicilan utang. Alasan Argentina saat itu, kreditor
mengenakan bunga terlalu tinggi secara sepihak saat Argentina amat tidak berdaya. Argentina
saat itu menolak utang-utang lama yang tidak masuk akal oleh pemerintah lama. Namun,
Argentina kemudian menawarkan perundingan ulang atas utang-utangnya dengan para
kreditor pada 2005. Total utang Argentina kini sekitar USD200 miliar.
Dari jumlah itu, USD30 miliar direstrukturisasi kembali. Dengan kata lain, ada bagian utang
yang dirundingkan kembali dengan pembayaran yang lebih ringan, yakni untuk utang USD30
miliar. Dari USD30 miliar utang yang direstrukturisasi, persoalan terjadi pada total utang
USD13 miliar. Akan tetapi, persoalan ini hanya terjadi pada sebuah perusahaan yang
memberikan pinjaman kepada Argentina, Elliot Management Corp yang dipimpin Paul
Singer dan beberapa rekan kreditor.
Pelajaran Berharga
Lantas, pelajaran berharga (lesson learned) apa yang layak dipetik? Pertama, meningkatkan
kewaspadaan terhadap posisi utang luar negeri Indonesia. Mari kita cermati dulu
pertumbuhan ekonomi nasional. Kita patut bersyukur lantaran ekonomi Indonesia tumbuh
cukup tinggi, 5,12% per kuartal II 2014, meskipun menipis dari 5,21% per kuartal I 2014.
Meskipun angka itu di bawah Nigeria 7,72%, Tiongkok 7,70%, Filipina 6,50% dan Singapura
5,50%, Indonesia jauh meninggalkan negara jiran di kawasan ASEAN: Malaysia 5,10% dan
Thailand 0,60%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan jauh di atas sebagian besar negara-negara BRICS,
yakni Brasil 1,90%, Rusia 2,00%, India 4,70%, dan Afrika Selatan 2,00%. Bukan hanya itu.
Rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pun menggembirakan 23,10%
di tengah rasio ideal 60%. Coba bandingkan dengan negara ASEAN Filipina 40,10%,
Thailand 44,30%, Malaysia 53,10% dan Singapura 97,90%. Tengok pula rasio utang Brasil
yang baru saja menyelenggarakan Piala Dunia 2014 65,10%, juga Rusia 8,40%, India
67,57%, China 26,00% ,dan Afrika Selatan 39,90%. Sejatinya, Argentina memiliki rasio yang
baik 43,20%.
Bagaimana kondisi utang Indonesia saat ini? Utang luar negeri Indonesia mencapai
21. USD283,7 miliar (setara dengan Rp3.319 triliun dengan kurs Rp11.700 per USD1) per Mei
2014. Jumlah itu naik 9,7% dibandingkan Mei 2013. Perhatikan, utang swasta sudah
mencapai USD151,5 miliar (Rp1.772 triliun) atau 53,4% dari utang luar negeri Indonesia.
Inilah yang wajib diwaspadai pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Karena itu, utang swasta
wajib dibatasi dengan menerapkan rasio utang terhadap modal inti (debt to equity) misalnya
25%. Rasio itu bertujuan final untuk memitigasi risiko gagal bayar seperti krisis 1998.
Kedua, mengendalikan utang bank nasional. Jangan alpa bahwa ternyata yang memiliki utang
itu bukan hanya bank nasional kelas bawah, tetapi juga kelas kakap. Saat ini, BI menerima
permohonan utang luar negeri USD6 miliar (Rp70,2 triliun) pada 2014 yang diajukan bank
nasional. Utang itu untuk apa? Bukankah bank nasional telah menghimpun dana triliunan dari
masyarakat (dana pihak ketiga/DPK)? Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
menunjukkan, DPK perbankan nasional mencapai Rp2.090 triliun per Mei 2014. Angka itu
meningkat Rp7,2 triliun dari April 2014.
21
Utang bank nasional itu antara lain untuk mengembangkan bisnis di dalam dan luar negeri
bagi yang memiliki kantor di luar negeri seperti BNI, Bank Mandiri, BCA, dan BRI. Selain
itu, utang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur berupa jaringan teknologi
informasi, gedung baru, renovasi atau relokasi (pindah lokasi yang lebih menjanjikan
dipandang dari sudut bisnis). Namun ingat, utang pun dapat digunakan untuk berjaga-jaga
atau disebut pinjaman siaga (standby loan).
Pemerintah pun mempunyai pinjaman jenis yang satu ini. Untuk itu, lagi-lagi BI sudah
semestinya mengetatkan persyaratan utang luar negeri yang diajukan bank nasional. Karena
ancaman krisis global masih belum hilang hingga kini meskipun ekonomi Amerika Serikat
sebagai pusat ekonomi global mulai bangkit.
Ketiga, menerapkan lindung nilai (hedging). Adalah benar bahwa rasio utang nasional
terhadap PDB rendah 23,10%. Tetapi jangan lupa, jumlah utang luar negeri Indonesia terus
mendaki setiap tahun. Karena itu, pemerintah dan BI wajib menetapkan peraturan lindung
nilai sebagai salah satu kiat untuk memitigasi risiko utang. Aturan lindung nilai wajib
diberlakukan baik untuk utang oleh badan usaha milik negara (BUMN), pemerintah daerah
dan pihak swasta. Sebagai catatan, pada umumnya, bank nasional telah melakukan lindung
nilai terhadap utang mereka.
Keempat, melirik Undang-Undang (UU) Desa. Kini Indonesia telah memiliki UU Nomor
6/2014 tentang Desa. Berkahnya, setiap desa akan menerima dana sekitar Rp1,4 miliar setiap
tahun dari pemerintah pusat sebagai kampanye yang manis ketika berlangsung pemilihan
umum presiden. Aturan ini bertujuan untuk melindungi dan memberdayakan desa agar
menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Dengan demikian, pemerintahan dan
pembangunan desa benar-benar menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Namun, liriklah Pasal 91 undang-undang tersebut, bahwa desa dapat mengadakan kerja sama
dengan desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Terkait dengan utang tersebut,
22. pasal itu suka tidak suka akan mendorong utang luar negeri semakin membengkak suatu saat,
padahal kini kita memiliki 73.000 desa di seluruh pelosok Tanah Air.
Ringkas tutur, sungguh pemerintah dan BI tidak boleh lalai untuk terus-menerus berupaya
mengamankan kondisi utang luar negeri Indonesia. Berbekal aneka langkah demikian, gagal
bayar yang dialami Argentina tidak akan menimpa Indonesia ke depan. ●
22
PAUL SUTARYONO
Pengamat Perbankan, Mantan Assistant Vice President BNI & Anggota Pengawas Yayasan
Bina Swadaya
23. 23
Pelajaran Mundurnya Karen
Pada 19 Agustus 2014 kita semua dikejutkan oleh berita pengunduran diri Karen Agustiawan
dari jabatannya sebagai direktur utama Pertamina, satu posisi yang banyak diincar orang.
Dalam beberapa periode kepemimpinan sebelumnya jabatan ini dipegang tidak lebih dari 3
tahun, Karen sudah lebih dari 6 tahun menjabat. Berita ini tentu sangat mengejutkan karena
masa jabatan Karen baru saja diperpanjang untuk periode kedua sampai 2018 melalui
keputusan RUPS Perseroan. Kedua, selama periode kepemimpinan Karen, Pertamina
menunjukkan kinerja yang sangat bagus dan menorehkan banyak prestasi yang belum pernah
dicapai pada periode-periode sebelumnya, seperti diberitakan oleh KORAN SINDO
(19/8/2014).
Salah satu langkah yang paling strategis yang dilakukan Karen adalah mengonversi visi dan
misi perusahaan dari perusahaan minyak dan gas bumi menjadi perusahaan energi, termasuk
energi terbarukan. Energizing Asia adalah salah satu program yang dicanangkannya. Dengan
perubahan visi dan misi ini Pertamina akan lebih mengonsentrasikan dirinya menjadi
perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan serta eksplorasi sumber-sumber
energi baru dan terbarukan seperti biodiesel, gasifikasi sampah, bioetanol, dan sebagainya.
Ini merupakan langkah yang dinantikan dan menjadi tantangan untuk mengantisipasi semakin
menipisnya cadangan energi fosil di Indonesia, bahkan dunia.
***
Banyak spekulasi yang berkembang di luar, selain masalah personal tentunya, terkait
mundurnya Karen, misalnya perseteruan antara Pertamina dan pemerintah soal penentuan
harga gas elpiji 12 kg yang tak kunjung selesai. Masalah antara Pertamina dan PLN soal
penggunaan bahan bakar solar, yang terakhir telah disepakati untuk menggunakan bioetanol.
Belum lagi persoalan subsidi BBM yang terus melambung.
Isu miring pun tidak lepas dari beliau yang sempat berurusan dengan KPK untuk kasus yang
melibatkan Kementerian ESDM beberapa waktu lalu. Tidak mudah memang memimpin
perusahaan sebesar dan sestrategis Pertamina. Begitu banyak kepentingan yang terlibat,
begitu besar dan luas dampak yang timbul dari setiap kebijakan yang dibuat dan begitu
banyak pihak yang ingin ikut memengaruhi setiap kebijakan yang akan dibuat oleh seorang
Karen. Berbagai dilema sudah pasti sangat sering dihadapi.
Enam tahun memang bukan waktu yang singkat untuk dapat mengelola, menahan tekanan,
dan tetap berdiri pada koridor yang benar dan profesional. Kepemimpinan yang kuat
sekalipun dapat saja tergelincir dan terjerumus dengan bertubi-tubinya tekanan dan godaan
yang datang. Dan batasan kekuatan itu mungkin saja sudah terlampaui pada tahun ini, pada
saat dia memutuskan mundur. Joel C. Peterson, seorang ahli manajemen bisnis dan
24. 24
kepemimpinan, menyebut tiga alasan atau pertanyaan yang akan dipertimbangkan oleh
seorang profesional sebelum memutuskan untuk keluar dari posisinya.
Pertama, apakah saya mendapatkan respek dalam posisi saya? Kedua, apakah saya berada
dalam tim pemenang? Terakhir, apakah saya melakukan sesuatu yang berarti bagi pemangku
kepentingan? Jika melihat dari ketiga pertanyaan tersebut, semua jawaban seharusnya positif
untuk Karen. Namun, apa jawaban sesungguhnya hanya dia yang tahu, karena bisa saja kita
salah dalam menilai dan banyak hal yang mungkin tidak kita ketahui. Mungkin kita tidak
perlu memperpanjang apa alasan mengapa dia mundur, karena itu sudah menjadi hak yang
diatur anggaran dasar perusahaan.
Hal yang perlu dipikirkan adalah apa yang harus dilakukan dengan dia keluar? Selain
mencari pengganti yang sepadan, jawaban yang paling klise adalah melanjutkan program-program
yang baik dan memperbaiki program kerja yang masih belum sempurna. Itu menjadi
klise jika hanya sebatas perkataan di bibir, tetapi akan menjadi sesuatu yang berarti apabila
betul-betul dilaksanakan. Menurut hemat saya, salah satu program yang harus dilanjutkan
adalah menggarap dan mengembangkan sumber-sumber energi baru dan terbarukan
(renewable energy).
Ini harus menjadi konsentrasi Pertamina dalam program-programnya ke depan yang telah
dirintis pada masa kepemimpinan Karen. Inilah yang harus dilanjutkan. Ini juga tentu didasari
dengan kenyataan bahwa sumber energi fosil yang selama ini menjadi sumber energi utama
dunia sudah semakin menipis cadangannya, baik cadangan domestik maupun dunia.
Pengembangan biodiesel, bioetanol dan gasifikasi sampah adalah salah satu contoh program
yang telah dirintis Karen.
Hal kedua, kita harus melihat mundurnya seorang profesional dari sisi yang positif, dalam arti
tidak ada yang salah bagi seseorang untuk memutuskan keluar dari pekerjaannya karena itu
adalah hak mendasar yang dimiliki oleh seorang profesional. Dalam ilmu mikromanajemen
perusahaan, keluarnya seorang profesional yang diandalkan dari perusahaan bisa dipandang
sebagai aset atau liabilitas.
Dia akan menjadi aset jika kita memandangnya dari aspek positif yang melihat keluarnya
seseorang yang andal akan dapat mengembangkan jaringan perusahaan kepada saluran-saluran
baru yang tidak tersentuh selama ini dan memberikan referensi positif tentang
perusahaan. Sebaliknya, itu akan menjadi liabilitas jika keluarnya seseorang dianggap sebagai
suatu pembangkangan, ketidakdisiplinan dan perbuatan tidak bertanggung jawab yang patut
dihakimi dan dihukum, sehingga yang muncul adalah liabilitas, berupa permusuhan, referensi
buruk terhadap perusahaan, dan tertutupnya peluang-peluang baru bagi perusahaan yang
seharusnya dapat dibawa oleh profesional tersebut.
Ibarat pepatah mengatakan kondisi perusahaan yang menganggap negatif keluarnya sang
profesional dari sisi negatif seperti orang yang sudah jatuh tertimpa tangga pula, tidak ada
keuntungan apapun yang diperoleh perusahaan melainkan hal-hal negatif dan destruktif,
25. 25
sudah kehilangan orang, kehilangan peluang pula.
Dalam kasus Karen, kita semua harus memandang dia mundur dari perspektif yang positif
agar prestasi yang dicapai dan langkah strategis yang telah dimulai dapat dilanjutkan oleh
penerusnya, sehingga langkah Pertamina untuk menjadi perusahaan Energizing Asia pada
2025 dapat terwujud. ●
HANDI SAPTA MUKTI, SSI MM
Praktisi Manajemen Resensibuku
26. 26
Berkaca pada Deflasi di Zona Euro
Koran SINDO
25 Agustus 2014
Pemulihan ekonomi Zona Euro kembali menghadapi ancaman serius ketika tiga kekuatan
ekonomi terbesar kawasan itu pada Juli lalu mencatatkan kinerja di luar perkiraan Bank
Sentral Eropa (ECB). Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kawasan Euro diperkirakan
hanya mencapai 0,1% pada kuartal kedua dan lebih rendah dari kuartal pertama sebesar
0,2%.
Ekonomi Jerman terkontraksi 0,2%, Prancis melaporkan mengalami stagnasi pertumbuhan
dengan ancaman defisit di atas 4%, sementara Italia kembali meneruskan tren kontraksi
mengarah ke resesi yang telah dialami dalam beberapa kuartal terakhir. Di Eropa Timur,
khususnya Polandia, Republik Ceko, dan Rumania juga menunjukkan perlambatan, bahkan
ekonomi Rumania dilaporkan berkontraksi 1% pada kuartal II 2014. Kondisi di atas
diperburuk situasi politik Zona Euro dengan perseteruan antara Rusia dan Ukraina yang
menyebabkan potensi terhentinya bantuan internasional ke kawasan ini.
Indeks kepercayaan konsumen di 18 negara yang tergabung dalam Zona Euro juga melemah.
ECB Juli lalu mengumumkan kawasan Zona Euro kembali dibayang-bayangi risiko deflasi
yang berpotensi menjerumuskan ekonomi kawasan tersebut. Bank Sentral Eropa itu
melaporkan inflasi yang sangat rendah Juli lalu di level 0,4% dan merupakan inflasi terendah
sejak 2009. Inflasi yang di bawah 1% ini dipandang banyak kalangan akan semakin
menyulitkan otoritas kawasan tersebut untuk mendorong pemulihan di kawasan Eropa.
Dengan profil inflasi terebut, ECB mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga ke level
0,15% atau lebih rendah dari saat ini 0,25% dan rencana peningkatan stimulus moneter di
kawasan tersebut. Ekspektasi inflasi kawasan Euro yang didesain 2% oleh ECB untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi sepertinya sulit diwujudkan dari perkembangan yang
dijelaskan di atas. Deflasi memiliki efek yang sama dengan inflasi yang terlalu tinggi
sehingga inflasi perlu dijaga dalam rentang yang aman dan memungkinkan ekonomi terus
tumbuh, tetapi tidak membahayakan fundamental ekonomi.
Negara-negara kawasan Euro yang menghadapi risiko inflasi rendah (deflasi) seperti
Portugal, Spanyol, dan Italia diperkirakan semakin membebani pemulihan kawasan Euro
dengan target inflasi yang disampaikan ECB. Tingkat inflasi di Portugal mencapai minus
0,7% pada kuartal II 2014, inflasi di Spanyol diperkirakan turun ke level 0,3%, sementara
Italia juga semakin buruk. Kinerja inflasi di Portugal, Spanyol, dan Italia ini juga
menyebabkan ekonomi di ketiga negara tersebut semakin sulit keluar dari persoalan utang
27. 27
dengan tren yang terus meningkat.
Italia kini menghadapi persoalan utang yang sangat serius di mana rasio utang terhadap PDB
telah mencapai 135,6%, sementara rasio utang Portugal juga meningkat ke level 132,9%.
Belajar dari realitas di kawasan Euro, pengelolaan risiko inflasi menjadi sangat relevan bagi
perekonomian nasional. Desain kebijakan ekonomi nasional, khususnya pengelolaan risiko
inflasi, menjadi fokus perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dilakukan tidak hanya
dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga menggairahkan aktivitas-aktivitas
ekonomi produktif.
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir indeks harga konsumen Juli 2014 sebesar 0,93%, inflasi
tahun kalender sebesar 2,94%, inflasi tahun ke tahun (yoy) 4,53%, inflasi komponen inti
0,52%, dan inflasi komponen inti yoy 4,64%. Inflasi Juli 2014 dipengaruhi utamanya oleh
kelompok bahan makanan sebesar 1,94%. Kinerja neraca perdagangan semester I 2014 juga
menunjukkan perbaikan signifikan. Pada periode semester I 2014, nilai ekspor Indonesia
kumulatif mencapai USD88,83 miliar atau menurun 2,46% jika dibandingkan periode tahun
lalu. Dan nilai impor mencapai USD89,98 miliar atau menurun 4,7% dibandingkan periode
tahun lalu.
Dengan demikian secara keseluruhan defisit semester I 2014 berkisar USD1 miliar akibat
besarnya defisit migas. Namun kinerja perdagangan nonmigas semester I 2014 mencatatkan
surplus USD5 miliar (di luar migas yang defisit USD6,1 miliar). Kebijakan masuk ke pasar-pasar
nontradisional seperti Nigeria, Mesir, Peru, Meksiko, Brasil, Afrika Selatan, Laos,
Kamboja, Myanmar, Taiwan, dan Hong Kong telah berhasil mendorong kinerja perdagangan
nasional di tengah melambatnya permintaan dunia. Perbaikan kinerja neraca dagang dan
inflasi menunjukkan berjalannya bauran kebijakan (policy mix) yang ditempuh selama ini.
Bauran kebijakan antara otoritas fiskal dan moneter dilakukan untuk terus menjaga stabilitas
perekonomian nasional di tengah risiko global yang semakin kompleks. Pengendalian inflasi
di rentang tertentu yang dipandang tidak hanya sebagai instrumen pertumbuhan, melainkan
juga mendorong penguatan fundamental ekonomi nasional sehingga sejumlah proses
pembangunan dapat terus berjalan. Tahun 2014, pemerintah dalam APBN Perubahan 2014
menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional di level 5,5%, sedangkan inflasi ditargetkan
berada di level 5,3%.
Dengan target ini, perekonomian nasional diharapkan dapat tumbuh positif sehingga
sejumlah agenda pembangunan dapat semakin ditingkatkan. Pengendalian risiko inflasi juga
ditunjukkan pemerintah pada tahun 2013 lalu ketika menempuh kebijakan penyesuaian harga
BBM subsidi. Artinya desain kebijakan inflasi perlu dirumuskan dengan sangat hati-hati.
Inflasi yang terlalu tinggi dan terlalu rendah (deflasi) adalah kondisi yang dihindari
pemerintah dalam beberapa tahun terakhir.
Hal ini menyebabkan kehati-hatian dalam sejumlah kebijakan yang akan ditempuh.
Pengendalian inflasi juga diwujudkan dengan membentuk tim pengendalian inflasi baik di
28. tingkat pusat maupun daerah sehingga gejolak harga di tingkat masyarakat dapat terus
terjaga. Kita optimistis pemerintahan berikutnya periode 2014- 2019 akan terus
meningkatkan pengelolaan inflasi sebagai salah satu kebijakan utama perekonomian nasional.
Pemerintahan ke depan juga perlu mewaspadai dan mengantisipasi normalisasi moneter
dengan dinaikkannya suku bunga di Amerika Serikat yang direncanakan tahun 2015 dan
tentunya akan memiliki dampak bagi perekonomian nasional.
Koordinasi dan bauran kebijakan baik di sektor fiskal, moneter maupun riil perlu untuk terus
ditingkatkan sebagai manifestasi kedisiplinan serta kehati-hatian dalam pengelolaan
kebijakan perekonomian nasional. Dengan upaya ini, kita berharap perekonomian nasional
akan terus tumbuh kuat, berkualitas, dan semakin bertenaga dalam mewujudkan
pembangunan yang sedang berjalan.
28
PROF FIRMANZAH PhD
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
29. 29
Harga BBM dan MEA 2015
Koran SINDO
26 Agustus 2014
Beberapa pekan terakhir, media massa ramai memberitakan wacana kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM) bersubsidi. Namun hingga kini belum ada kejelasan kapan dan berapa
besaran kenaikan harga BBM. Padahal kepastian itu sangat dibutuhkan pelaku usaha,
terutama untuk menghitung rencana bisnis di masa mendatang.
Sebagian besar pelaku usaha sebenarnya tidak mempersoalkan jika pemerintah benar-benar
menaikkan harga atau membatasi konsumsi BBM asalkan berlaku di semua daerah. Tapi
kalau hanya berlaku pada satu daerah tertentu dikhawatirkan bisa menimbulkan kelangkaan.
Para pelaku usaha ketika hendak membuat keputusan bisnis harus terlebih dahulu berhitung.
Bagaimana ongkosnya, berapa tarif listrik dan air, bagaimana tingkat inflasi, dan berapa suku
bunganya? Untuk itu pelaku usaha membutuhkan kepastian. Pelaku usaha membutuhkan
setidaknya tiga bulan untuk menyusun perencanaan.
Tidak bisa mendadak. Jadi kalau rencana kenaikan harga BBM ini tidak juga diumumkan,
bagaimana pelaku usaha bisa berhitung? Ada baiknya pemerintah tidak khawatir
mengeluarkan kebijakan yang tidak populis. Daripada tidak memberikan kejelasan, itu sama
saja telah menyandera perekonomian. Pemerintah bisa mengimbangi kenaikan harga BBM
dengan kebijakan prorakyat. Misalkan saja membebaskan pajak masuk onderdil kendaraan
sehingga pelaku usaha bisa menurunkan tarif yang dikenakan kepada masyarakat.
Untuk bisnis penyewaan (rental) kendaraan, pada tiga hingga enam bulan pertama
pascakenaikan harga BBM akan terimbas negatif. Ini karena konsumen akan mengurangi
mobilitasnya. Apalagi BBM merupakan bagian terpenting bagi operasional perusahaan rental
kendaraan. Jadi kemungkinan akan banyak perusahaan rental yang mengurangi kendaraan
yang disewakan. Karena itu rencana ekspansi kemungkinan akan direm dulu. Setelah pasar
bisa menerima kenaikan harga BBM, bisnis akan kembali bergerak. Selama ekonominya
maju, kebutuhan transportasi, baik orang ataupun barang, akan naik.
Saya rasa semakin lama orang semakin peduli untuk tidak perlu berinvestasi di kendaraan.
Semisal suatu perusahaan, kalau mempunyai 20 mobil saja, dengan asumsi harga mobil
Rp150 juta per unit, maka harus mengeluarkan dana sekitar Rp3 miliar untuk membeli aset
yang tidak produktif. Akan lebih menguntungkan jika dana sebesar itu dipergunakan untuk
membiayai kebutuhan di bisnis intinya, seperti membeli mesin, sehingga kinerja perusahaan
menjadi lebih efisien. Apalagi dengan menyewa kendaraan, pelaku usaha tidak lagi harus
30. 30
berpikir mengurus administrasi seperti perpanjangan STNK atau ketika ada musibah
kecelakaan.
Dengan demikian aktivitas bisnis pelaku usaha tidak terganggu. Jadi saya yakin, bisnis rental
kendaraan akan terus berkembang di masa mendatang. Saat ini, pemain-pemain besar bisnis
rental kendaraan ada 5-10 perusahaan. Kita memiliki market share di kisaran 13-14%. Kalau
bicara potensi pasar, kira-kira bisa 1,5 juta unit. Padahal sekarang suplainya baru di kisaran
150.000-an unit kendaraan. Jadi masih banyak ruang bagi industri ini untuk terus
berkembang. Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015, ancaman perusahaan
penyewaan kendaraan asing tidak terlalu mengkhawatirkan.
Mereka kan tidak memiliki local knowledge, semisal bagaimana cara mengembangkan dan
mengurus driver di sini. Mereka tidak memiliki kemampuan itu karena di luar negeri lebih
banyak yang self driving. Berbeda dengan di sini di mana sebagian besar sudah menggunakan
driver. Jadi menurut saya, pada era MEA bisnis kita tidak akan banyak terganggu karena
bisnis modelnya lain.
Bisnis ini butuh modal besar. Ibaratnya seperti menanam pohon, tumbuhnya bisa empat tahun
lagi. Kalau kita mau terus tumbuh, ya harus berinvestasi. Selain itu, pembiayaannya juga
berbeda. Kalau di luar negeri cost of money-nya murah karena tingkat suku bunga rendah.
Di Indonesia umumnya bisa 14%.
Itulah sebabnya masuk ke Indonesia tidaklah gampang. Apalagi Indonesia adalah negara
kepulauan. Di ASEAN yang seperti kita hanya Filipina, lainnya daratan. Kalau seperti
Thailand, Malaysia, dan Vietnam itu bisa langsung melalui darat. Kalau mau ke Indonesia
naik apa? Naik pesawat atau kapal laut. Jadi tidak gampang bagi perusahaan rental kendaraan
asing masuk ke Indonesia. Malah kita berpikir berencana masuk ke negara-negara lain.
Tinggal melihat aturan-aturannya, memungkinkan tidak kita main ke sana.
PRODJO SUNARJANTO
Direktur Utama PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA)
31. 31
Pemimpin Puncak yang Meredup
Koran SINDO
26 Agustus 2014
Seminggu ini berita di berbagai media dipenuhi oleh pengajuan pengunduran diri Direktur
Utama Pertamina Karen Agustiawan. Berbagai media menyampaikan berbagai spekulasi atas
alasan tersebut. Mengapa pemimpin puncak perusahaan yang begitu baik kinerjanya memilih
untuk mundur?
Sebagai sebuah perusahaan yang berorientasi profit, Pertamina memiliki kinerja yang baik.
Pada saat produksi minyak nasional cenderung menurun, Pertamina berhasil meningkatkan
produksinya hingga menjadi yang terbesar di Indonesia untuk saat ini. Pendapatan Pertamina
mencapai USD71,1 miliar pada 2013. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan
tahun 2012 yang mencapai USD70,9 miliar. Selain pendapatan, kinerja perusahaan juga
meningkat secara baik. Dari berbagai lini bisnisnya, hanya bisnis LPG nonsubsidi 12 kg yang
mengalami kerugian sebesar 5,7 triliun. Secara akumulasi, Pertamina membukukan laba
bersih senilai USD3,07 miliar pada 2013.
Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 11% dari tahun sebelumnya, dari USD2,77
miliar. Bila dilihat lebih jauh lagi, Pertamina mengalami kenaikan laba bersih sebesar 97%
dari tahun 2009 yang tercatat USD1,55 miliar. Seluruh kinerja keuangan yang superior itu
tercermin saat Pertamina berhasil masuk pada jajaran perusahaan terbesar di dunia, Global
Fortune 500, pada 2013 dan berhasil mempertahankannya pada 2014. Mengelola perputaran
uang hingga Rp2 triliun per hari, Pertamina merupakan BUMN yang strategis dan penuh
dengan berbagai kepentingan.
Berbagai spekulasi didengungkan media mengenai keterkaitan pengunduran diri tersebut
dengan aktivitas politik yang meningkat pada tahun ini. Dengan segala kenyataan bahwa
Pertamina mengalami kinerja yang superior, direktur utamanya tetap memilih untuk
mengajukan pengunduran diri. Mengapa pemimpin puncak perusahaan nasional yang
berkinerja baik seperti Pertamina memilih untuk mengajukan pengunduran diri? Apakah
tekanan menjadi pemimpin perusahaan dengan skala besar begitu penuh tekanan? Menteri
BUMN Dahlan Iskan akhirnya menyatakan bahwa pengunduran diri tersebut murni terkait
alasan pribadi.
Meredup, Kehilangan Daya
Di tengah pekerjaannya, pemimpin perusahaan selalu menghadapi tantangan tertentu yang
32. 32
akan selalu unik pada setiap tempat dan waktu yang berbeda. Tantangan tersebut dapat
menimbulkan stres. Dalam kondisi tertekan tersebut, para eksekutif tersebut mulai meredup.
Mereka kehilangan cahaya guna menjadi pijar dan menginspirasi anak buahnya. Seakan
kehilangan energi, mereka bagai lokomotif yang sedikit demi sedikit kehilangan daya. Saat
pemimpin puncak sudah tidak dapat lagi menolerir tekanan dan stres yang dibebankan di
pundak mereka, mereka perlu jalan keluar.
Salah satunya adalah berhenti dari jabatan mereka. Berbagai studi telah dilakukan untuk
memahami kondisi yang dialami oleh para pemimpin organisasi seperti itu. Terdapat sebuah
istilah teknis psikologi yang telah banyak digunakan untuk menggambarkan kondisi ini.
Pemimpin perusahaan tersebut mengalami apa yang disebut sebagai burn out. Herbert J
Freudenberger, seorang psikolog asal New York, menyampaikan karakteristik orang-orang
yang mengalami burn out. Kondisi mental tersebut menggambarkan sebuah kelelahan kondisi
mental yang biasa ditandai gejala tertentu.
Kelelahan mental tersebut tidak hanya mengambil wujud dalam gejala fisik seperti sakit
kepala, namun juga berbagai gejala psikis seperti mudah marah, keraguan dan kecurigaan
pada orang lain. Christina Maslach menggambarkan burn out sebagai sindrom kelelahan
emosional dan sinisme. Pemimpin perusahaan yang mengalami kondisi ini dipahami
memiliki enak karakteristik utama yang dapat diamati. Enam karakteristik tersebut adalah:
(1) kelelahan yang berlebihan; (2) marah kepada mereka yang meminta sesuatu; (3) otokritik
terhadap berbagai tuntutan yang menerpa; (4) Sinisme, berpikir negatif, dan mudah
tersinggung; (5) merasa seolah-olah terkepung, dan; (6) emosi yang meledak-ledak.
Selain gejala dan tanda-tanda di atas, pemimpin perusahaan yang telah kehilangan daya
sering kali memilih lari dari berbagai kondisi yang menekan tersebut. Mereka mengambil
jalan keluar melalui sakit, absen, obat-obatan, alkohol, mengunjungi psikolog, hingga
meditasi.
Kondisi yang Menyebabkan Burn Out
Kelelahan mental tersebut dipicu oleh sebuah kondisi yang menimbulkan tingkat stres yang
tinggi. Harry Levinson menyampaikan dalam artikelnya yang masyhur beberapa kondisi yang
menimbulkan pemimpin perusahaan mengalami burn out. Pertama, kesulitan berhubungan
dengan banyak sekali pihak. Semakin besar dan strategis sebuah perusahaan, pemimpinnya
mau tak mau harus berhubungan dengan banyak pihak. Menaruh perhatian pada begitu
banyak pihak yang memiliki kebutuhan dan tuntutannya masing-masing, menimbulkan
tekanan yang tidak berkesudahan bagi seorang pemimpin perusahaan.
Kedua, tekanan masalah waktu. Pemimpin perusahaan dewasa ini tidak dapat menunda suatu
agenda tertentu mengingat signifikansinya. Mereka akan memiliki waktu yang sangat terbatas
untuk keperluan mereka. Pada sebuah perusahaan yang mengelola juga barang publik yang
terkadang harus segera mengikuti aturan pemerintah yang baru saja efektif tentu akan
melahirkan tekanan waktu yang luar biasa.
33. 33
Ketiga, kerumitan organisasi. Ukuran perusahaan baik dari segi aset, pendapatan, hingga
jumlah karyawan tentu berbanding lurus dengan kerumitan organisasi. Dengan
berkembangnya organisasi dengan merger, adopsi berbagai pendekatan manajerial seperti
struktur matriks dan manajemen partisipatif, serta berkembangnya ukuran organisasi
membuat pemimpin perusahaan harus bekerja lebih banyak orang.
Kerumitan organisasi tersebut melahirkan berbagai tekanan pada seorang pemimpin
perusahaan. Pemimpin perusahaan pada dasarnya pasti mengalami tekanan. Namun, saat
mereka memasuki fase burn out, bukan tidak mungkin mereka mengabaikan seluruh
rasionalitas guna mendapatkan ruang agar dapat bernapas lega. Saya kembali teringat dengan
kalimat nada sambung Karen Agustiawan yang ditampilkan dalam sebuah tajuk majalah
terkait pengunduran dirinya, “Nomor telepon yang Anda hubungi kemungkinan disadap,
berhati-hatilah dalam melakukan pembicaraan!” Mungkin hal tersebut adalah bentuk kelakar
beliau di tengah kelelahan yang dihadapinya.
Bila disetujui pengunduran dirinya, Karen Agustiawan akan mengajar pada sebuah
universitas bisnis top di Amerika. Membagikan kebijaksanaan yang telah direngkuh dalam
memimpin sebuah raksasa BUMN dengan kinerja sehat di tanah air Indonesia. ●
ALBERTO HANANI
Founder dan Managing Partner BEDA & Company
34. 34
RAPBN 2015 dan Transisi Kekuasaan
Koran SINDO
27 Agustus 2014
Pada 15 Agustus lalu presiden telah membacakan RUU APBN 2015 beserta nota
keuangannya di depan anggota DPR. Postur RAPBN 2015 menyentuh angka Rp2.000 triliun
(tepatnya Rp2.020 triliun). Jumlah ini terlihat sangat besar, namun sebetulnya jika
dibandingkan dengan PDB yang sekitar Rp10.500 triliun tahun depan, anggaran itu kurang
dari 20%.
Sungguh pun begitu, dari sisi penerimaan jumlah yang direncanakan hanya Rp1.762,3 triliun
sehingga seperti tahun-tahun sebelumnya anggaran 2015 masih didesain defisit sebesar
Rp257,6 triliun (2,32% terhadap PDB). Demikian pula, anggaran tahun depan juga
mengalami defisit keseimbangan primer (jumlah penerimaan lebih kecil ketimbang
pengeluaran di luar pembayaran utang), jumlahnya sebesar Rp103,5 triliun. Situasi ini terjadi
sejak 2012 dan terus membesar hingga tahun depan.
Asumsi Makroekonomi
Data di atas menunjukkan bahwa pemerintah harus melakukan utang lagi tahun depan sebesar
defisit tersebut, baik yang bersumber dari luar maupun dalam negeri. Informasi lain yang bisa
disampaikan menyangkut porsi belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.379,9 triliun dan
transfer ke daerah dan dana desa Rp640 triliun. Dari sisi penerimaan, penerimaan perpajakan
diharapkan menyumbang Rp1.370,8 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
Rp388 triliun.
Ini berarti tahun depan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) ditargetkan masih rendah seperti
tahun-tahun sebelumnya yang selalu pada kisaran 12%. Sementara asumsi pertumbuhan
ekonomi adalah 5,6%, inflasi 4,4%, suku bunga SPN 3 bulan 6,2%, nilai tukar
Rp11.900/dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (ICP) 105 dolar AS/barel/ hari, dan
lifting minyak mentah 845 ribu barel/hari. Titik krusial dalam RAPBN 2015 adalah pos
subsidi yang mencapai Rp433 triliun. Subsidi energi memakan porsi paling besar (Rp363
triliun) dan nonenergi Rp70 triliun.
Subsidi energi itu dibagi menjadi subsidi minyak (Rp291 triliun) dan listrik (Rp72 triliun).
Sebaliknya, pos belanja yang dialokasikan untuk belanja modal sebesar Rp206 triliun.
Hampir pasti pemerintahan baru akan merevisi subsidi ini, khususnya minyak, sehingga akan
memengaruhi pencapaian asumsi makroekonomi (di samping realokasi belanja). Jika harga
35. minyak dinaikkan, inflasi 4,4% menjadi tidak realistis. Tiap kenaikan harga minyak Rp1.000/
liter diperkirakan inflasi akan naik 1,0-1,2%. Demikian pula pertumbuhan ekonomi juga akan
tertekan seiring kenaikan tingkat suku bunga yang tentu saja akan menekan pertumbuhan
investasi.
Sementara asumsi nilai tukar sebetulnya juga rentan berubah bila inflasi meningkat yang
mengakibatkan nilai tukar akan tertekan. Tahun depan rasanya pemerintah (baru) juga sulit
untuk mencapai lifting minyak sebesar itu, paling tinggi pada kisaran 820 ribu barel/hari. Jika
asumsi lifting berubah, jumlah impor minyak akan bertambah dan menyebabkan kenaikan
jumlah subsidi.
Dengan mengandaikan kenaikan harga minyak Rp1.000/liter, tahun depan diperkirakan
inflasi akan mencapai 5,5-6%, nilai tukar berpotensi menembus Rp12.000/USD, dan
pertumbuhan ekonomi tertekan ke level 5,3% saja. Apabila harga minyak dinaikkan
Rp2.000/liter, inflasi bisa mencapai 7% dan pertumbuhan ekonomi tertekan menjadi 5,0%.
Pilihan-pilihan sulit ini yang akan diambil pemerintah dengan manfaat di satu sisi dan ongkos
di sisi yang lain.
35
Program Strategis
Apa yang bisa dilakukan pemerintah mendatang agar anggaran lebih sehat dan berdaya? Isu
pokok yang harus dijawab adalah mengembalikan keseimbangan primer. Dengan begitu,
paling tidak dibutuhkan peningkatan penerimaan sebanyak Rp103,5 triliun atau penghematan
sebesar itu. Menambah penerimaan sebesar itu rasanya sulit karena membutuhkan waktu dan
upaya yang lebih keras. Demikian pula, PNBP juga tak mudah ditingkatkan. Jika dilakukan
upaya yang sangat serius, mungkin hanya bisa diperoleh kenaikan penerimaan sebesar Rp90-
100 triliun.
Dengan begitu, penghematan merupakan pilihan yang mesti diambil. Apa yang dapat
dihemat? Beberapa pos yang bisa dikurangi adalah belanja barang, program yang tumpang
tindih dan bukan prioritas, perjalanan dinas, pengurangan fasilitas pejabat, dan sebagainya.
Dari sini bisa dihemat Rp30-40 triliun. Apabila skenario di atas berjalan, keseimbangan
primer akan bisa dicapai sehingga defisit anggaran tinggal 1,5%. Meskipun belum ideal,
defisit itu masih dapat diterima pada tahun pertama transisi kekuasaan. Persoalannya, kualitas
alokasi belanja masih buruk karena belanja terkait motor pembangunan seperti belanja modal
sangat sedikit.
Apa yang bisa dilakukan lagi? Tak ada cara lain, kecuali mengurangi subsidi (meski tak harus
menaikkan harga minyak). Jika targetnya subsidi minyak tinggal Rp150 triliun, dapat
ditambahkan ke belanja modal sehingga akan menjadi Rp300-an triliun. Sebelum kebijakan
ini diambil, sebaiknya pemerintah menangani dulu masalah penyelundupan dan mafia impor
minyak. Jika ini sukses, resistensi rakyat terhadap kebijakan penghematan atau kenaikan
harga tidak akan terlalu besar. Pekerjaan rumah terakhir yang masih dapat dilakukan adalah
merevisi program sesuai janji pemerintahan terpilih.
36. Isu yang harus masuk adalah pengarusutamaan pembangunan maritim, alokasi dana desa
sesuai perintah undang-undang, reforma agraria, mitigasi liberalisasi perdagangan (khususnya
Masyarakat Ekonomi ASEAN), dan desain skema jaminan sosial semesta (termasuk di
dalamnya pendalaman subsidi kesehatan, pendidikan, perumahan, pengangguran, dan lain-lain).
36
Tentu saja program itu tak akan diselesaikan tahun depan, namun sudah harus dirintis
sejak dini karena menyangkut janji yang telah diikrarkan. Kendala yang dihadapi juga
banyak, terutama desain anggaran sudah dirumuskan oleh pemerintah sebelumnya. Namun,
segala soal itu bisa dikelola selama terdapat komitmen yang utuh dan ketulusan hati.
AHMAD ERANI YUSTIKA
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef
37. 37
Rahasia Bisnis
Koran SINDO
28 Agustus 2014
Suatu siang pada beberapa tahun silam. Saya menerima telepon dari seorang pemimpin
perusahaan. Ia mengajak saya bertemu sambil makan malam.
Oleh karena tak ada agenda khusus, saya mengiyakan. Malamnya kami bertemu di sebuah
restoran. Setelah basa-basi dan makan malam, sampailah ia pada tujuan utamanya. Ia
mengambil setumpuk dokumen dari dalam tasnya. Katanya, itu dokumen tentang perusahaan
kompetitor. Isinya sebagian besar tentang rencana masa depan sang kompetitor yang
dibumbui dengan adanya analisis mengenai dugaan kecurangan-kecurangan mereka dalam
berbisnis.
Untuk mendapatkan dokumen tersebut, ia mengaku harus membelinya dengan harga yang
lumayan mahal dari sebuah institusi yang kerap disebut-sebut sebagai “pusat intelijen bisnis”.
Ia berharap saya mau menuliskan materi yang dibawanya, terutama yang berisi tentang
dugaan kecurangan tersebut, di media cetak. Lalu, panjang lebar ia menjelaskan tentang isi
dokumen tersebut, termasuk menunjuk dugaan-dugaan kecurangannya. Kami menghabiskan
waktu selama lebih dari tiga jam.
Ketika malam semakin larut, kami pun memutuskan untuk berpisah. Jangan salah, saya tak
ingin berkisah tentang bagaimana kelanjutan dari dokumen tersebut. Tapi, yang ingin saya
sampaikan adalah betapa di masa lalu kita begitu sulit mendapatkan dokumen-dokumen
tentang rahasia bisnis, terutama milik kompetitor. Dokumen semacam itu, antara lain, berisi
apa saja yang ingin kompetitor lakukan dalam setahun, dua atau bahkan lima tahun ke depan.
Kian Terbuka
Kini, era sudah berganti. Kondisi sudah berbalik 180 derajat. Mengelola perusahaan saat ini
ibarat masuk ke dalam sebuah akuarium. Apa yang kita lakukan bisa dengan mudah dilihat
banyak orang. Bahkan oleh kompetitor kita. Apalagi kalau perusahaan itu adalah perusahaan
terbuka. Kita harus membuka semua data masa lalu. Dari situ, kompetitor bisa dengan mudah
membaca jejaknya dan mencari peristiwa-peristiwa penting yang relevan, yang pernah terjadi
pada masa lalu.
Berbekal informasi tersebut, ditambah dengan analisis dari para pakar, strategi bisnis kita pun
begitu mudah terungkap. Tapi, hal yang sebaliknya juga bisa kita lakukan terhadap para
38. kompetitor. Kita juga bisa dengan mudah mempelajari rekam jejak mereka dan strategi
bisnisnya. Jadi, saat ini boleh dibilang nyaris tak ada rahasia bisnis yang bisa kita tutup-tutupi
dengan sempurna. Kecuali mungkin kalau semuanya masih tersimpan di dalam kepala kita.
Belum dituliskan dan terlebih lagi belum dilakukan. Bagaimana rahasia bisnis yang di masa
lalu tersimpan rapat-rapat, kini bisa dengan mudahnya tersingkap?
38
Semua itu terjadi berkat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Perangkat
teknologi tersebut memang membuat pasokan data tiba-tiba menjadi berlimpah, tersedia di
mana-mana. Ini memudahkan kerja intelijen bisnis. Di tangan mereka, data yang digali dari
berbagai sumber tersebut kemudian mereka olah menjadi informasi sehingga memudahkan
banyak pemimpin perusahaan untuk menganalisis situasi yang berkembang dan menyusun
strategi bisnis. Mungkin karena semakin sulit menyimpan rahasia, kini banyak perusahaan
malah menjadi tak segan memaparkan strategi bisnisnya.
Mereka dengan enteng memaparkan rencana-rencana bisnisnya hingga beberapa tahun ke
depan. Itu mereka lakukan terutama untuk memikat perhatian para investor. Mereka tidak
takut rahasia semacam itu diketahui para kompetitornya. Sebab, sebagaimana para kompetitor
dengan mudah mengetahui rahasia bisnisnya, ia pun dengan mudah mencari tahu strategi para
kompetitornya. Kondisi semacam inilah yang membuat platform bisnis berubah. Apa yang
dahulu oleh banyak perusahaan dianggap sebagai rahasia bisnis, kini tidak lagi. Hari-hari
belakangan ini kian sulit bagi kita untuk menyembunyikan rahasia bisnis.
Man Behind the Gun
Apa yang membuat perusahaan-perusahaan tersebut kini tak terlalu khawatir lagi jika strategi
bisnisnya diketahui para kompetitornya? Rupanya, sehebat-hebatnya kita menyusun strategi
bisnis, semua akhirnya terpulang pada sumber daya manusia (SDM)-nya. Apakah kita
mempunyai SDM yang hebat, yang mampu mengeksekusi semua strategi yang tadi sudah
dirumuskan. Jadi, ujung-ujungnya tetap man behind the gun. Maka, kini medan pertempuran
berganti.
Mungkin strategi bisnis yang menjadi penentu, tetapi kemampuan untuk memperebutkan
SDM-SDM yang andal kini menjadi jauh lebih menentukan. Para pemenang perang adalah
perusahaan-perusahaan yang mampu mendapatkan dan mempertahankan SDM unggulannya.
Buat perusahaan-perusahaan di Indonesia, kondisi semacam ini bisa menjadi masalah besar.
Sebab di pasar tenaga kerja, pasokan SDM yang unggul jumlahnya sangat terbatas. Kondisi
semacam inilah yang kemudian memaksa perusahaan untuk mengubah konsep rekrutmen,
retain, talent management, termasuk juga sistem kompensasi dan lingkungan kerjanya.
Dulu banyak perusahaan besar tak terlalu peduli dengan sistem retain atau talent
management dan pentingnya membangun lingkungan kerja yang kondusif. Untuk menahan
SDM-SDM-nya, termasuk yang unggulan, mereka menganggap semuanya cukup dengan
menaikkan gaji. Nyatanya strategi semacam itu sama sekali tidak bisa diandalkan. Meski
39. 39
ditawari gaji lebih tinggi, satu per satu SDM-SDM unggulan meninggalkan perusahaan itu.
Mereka lupa bahwa banyak karyawan yang mencari sesuatu yang lebih dari sekadar gaji.
Imbasnya signifikan. Laju pertumbuhan perusahaan mulai melambat. Bahkan terancam
stagnan. Bagaimana itu bisa terjadi? Sederhana saja. Persaingan yang kian sengit
menghadapkan perusahaan pada semakin banyak masalah. Lalu, persaingan yang kian sengit
juga memaksa perusahaan tak boleh berhenti berinovasi. Tapi, itu semua seakan-akan
mandek karena perusahaan tak lagi memiliki SDM unggul yang mampu mencari solusi-solusi
bisnis yang inovatif.
Sayangnya masih ada saja perusahaan yang kurang menyadari adanya fenomena semacam ini
sebagaimana saya saksikan terjadi pada sebuah perusahaan besar yang tengah merintis usaha
barunya. Akibat salah mengelola SDM-nya, kini satu per satu karyawan mulai meninggalkan
perusahaan.
Mungkin perusahaan itu bisa menutupinya dengan merekrut karyawan-karyawan baru. Tapi,
saya lihat itu akan menyisakan masalah besar. Membangun kesamaan visi dan chemistry agar
sejalan dengan visi dan chemistry perusahaan, juga dengan karyawan lama, adalah masalah
yang tidak mudah untuk diurus. Maka, jangan sembarangan mengelola SDM. ●
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
40. 40
Mengupas Janji Ekonomi Jokowi-JK
Koran SINDO
28 Agustus 2014
Mahkamah Konstitusi telah mengukuhkan keputusan KPU yang menetapkan pasangan Joko
Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagai pemenang pemilu presiden 2014.
Sangat banyak permasalahan bangsa yang dihadapi Indonesia, sehingga pembahasan arah
kebijakan pemerintah periode 2014-2019 khususnya sektor ekonomi, perlu dilakukan sejak
sekarang. Tidak sulit untuk menjanjikan sesuatu dalam kampanye politik untuk menarik
dukungan kelompok masyarakat tertentu. Namun, tidak mudah untuk menyiapkan dan
menerapkan program konkret yang berdampak positif. Kerap ada yang dirugikan pada suatu
perubahan.
Pendanaan serta sumber daya yang terbatas dan banyak prioritas lain. Beberapa negara maju
bahkan mengharuskan para peserta pemilu untuk mengirimkan program ekonomi dan
rancangan anggaran belanja pemerintah yang akan diterapkan bila menang pemilu, untuk
dianalisis dampaknya oleh lembaga pemerintah yang netral dan kompeten.
Dari Janji ke Aksi
Apa saja janji ekonomi Jokowi-JK dan apa dampaknya pada ekonomi Indonesia bila
diterapkan pada pemerintah 2014-2019? Janji kampanye Jokowi-JK terangkum dalam Nawa
Cita yang terbagi dalam sembilan kategori. Tiga di antaranya terkait erat dengan ekonomi,
yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat
dan daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi. Indikator
yang kerap digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah pendidikan, kesehatan,
pekerjaan, dan lingkungan.
Dalam Nawa Cita, hal ini akan dicapai dengan beberapa program, yaitu wajib belajar 12
tahun untuk anak usia sekolah, jaminan kesehatan, reformasi agraria 9 juta ha, dan jaminan
sosial. Data Angka Partisipasi Kasar (APK) dari BPS tahun 2013 menyatakan bahwa 95,5%
penduduk usia SD sedang menjalani pendidikan dasar. APK menurun pada tingkat SMP
menjadi 72,7% dan terus menurun pada tingkat SMA menjadi 52,9%. Apabila tidak ada
perubahan pada tingkat APK, dari 31,9 juta siswa SD maka 13,6 juta tidak akan lulus SMA.
Bukan jumlah yang sedikit.
Padahal pada tahun 2015, Indonesia akan menjadi bagian dari Komunitas Ekonomi ASEAN
(KEA) di mana tenaga kerja terdidik dari negara ASEAN dapat bekerja di Indonesia. Rakyat
yang tidak berpendidikan rendah akan sulit untuk bersaing dalam era KEA. Karena proporsi
41. 41
lulusan SMA yang masuk ke universitas masih rendah, Nawa Cita juga berjanji membangun
lebih banyak SMK dan Politeknik serta kawasan industri untuk mendorong daya saing dan
penyerapan tenaga kerja.
Penyediaan lahan untuk petani membutuhkan sumber lahan untuk dibagi. Apakah berasal dari
tanah pemerintah, tanah pemerintah yang dikelola swasta atau milik swasta yang masing-masing
berbeda aspek legal serta kebutuhan dananya. Ketersediaan jaminan sosial dan
kesehatan akan mengurangi risiko individual dan meningkatkan produktivitas masyarakat.
Stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir menarik banyak investasi
asing langsung (FDI).
Namun, sebagian besar FDI ditanamkan di pulau Jawa yang relatif lebih baik
infrastrukturnya. Padahal, lahan pulau Jawa terbatas dan konversi tanah subur pertanian
menjadi pabrik atau perumahan membahayakan ketahanan pangan Indonesia. Bila dibiarkan,
kondisi ini akan memperbesar kesenjangan Jawa dan luar Jawa. Nawa Cita Jokowi-JK
menjanjikan akan tingkatkan daya saing dan produktivitas dengan membangun 1.000 km
jalan, 10 pelabuhan dan 10 bandara. serta 10 kawasan industri. Akan dibangun juga 5.000
pasar tradisional untuk mendorong ekonomi rakyat.
Apabila sebagian besar infrastruktur itu dibangun di luar Jawa, dampaknya akan besar pada
pertumbuhan dan produktivitas jangka panjang Indonesia. Apalagi bila janji memotong
proses izin bisnis menjadi 15 hari, yang selama ini banyak menghambat berhasil
direalisasikan. Nawa Cita berikut menargetkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor strategis. Program pada sektor ini adalah membangun kedaulatan pangan, energi, dan
keuangan serta mendirikan bank petani/nelayan dengan fasilitas pengolahan pascapanen di
sentra produksi dan sistem inovasi nasional.
Jokowi-JK juga menjanjikan untuk tingkatkan elektrifikasi dan tarik 20 juta turis asing setiap
tahun, yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong perekonomian.
Secara umum, terdapat keterkaitan antara di mana sumber daya manusia yang lebih terdidik
dengan infrastruktur yang lebih baik dan perpendek administrasi pemerintah (de-bottle
necking) yang saling memperkuat (virtuous cycle). Namun, masih banyak pertanyaan dan
kebijakan penting yang belum dijelaskan padahal perannya sangat besar.
Detail dan Celah
Satu pertanyaan penting yang belum tegas dijabarkan dalam Nawa Cita adalah, dari mana
sumber dananya? Program rutin tahunan pemerintah sudah memakan banyak biaya,
bagaimana biayai program yang perlu dana tinggi seperti perbaikan infrastruktur. Apalagi,
setahun ini ekonomi Indonesia alami defisit perdagangan, penurunan perubahan, dan defisit
fiskal.
Dalam beberapa kesempatan Jokowi menyatakan akan menaikkan pertumbuhan ekonomi
hingga menembus 7%, serta menaikkan tax ratio ke 16%. Subsidi BBM yang tahun ini
42. 42
diperkirakan menembus Rp200 triliun juga akan dihapus dalam lima tahun. Sumber-sumber
dana tersebut akan digunakan dan dialihkan untuk biayai perwujudan janji kampanye.
Namun, apakah jumlahnya mencukupi perlu didetailkan lebih lanjut dalam angka di APBN.
Petani di Indonesia terus terjebak dalam kemiskinan walau harga produknya
meningkat. Produk mereka dibeli dengan harga murah, lalu dijual ke penduduk kota dan
diekspor dengan keuntungan besar. Penguatan institusi dan pemberdayaan petani, yang tidak
disebut dalam Nawa Cita, untuk memotong jalur distribusi menjadi syarat perlu (necessary
condition) dari kemajuan sektor pertanian dan penyejahteraan petani. Tidak cukup dengan
hanya membangun jalan dan penyediaan fasilitas pascapanen di pedesaan. Nawa Cita juga
tidak mengupas kebijakan sektor pertambangan, industri dan perdagangan luar negeri yang
besar peranannya dalam ekonomi Indonesia.
Apakah memoratorium ekspor mineral mentah akan diteruskan atau dihentikan. Industri dan
investasi apa yang akan didorong di Indonesia? Apa kriteria untuk ikut dalam kerja sama
perdagangan bebas (Free Trade Agreement) yang beberapa kali kurang matang persiapan dan
berdampak negatif? Kurangnya sinergi antara pemerintah pusat-daerah menjadi penyebab
tidak efektifnya kebijakan pemerintah attitude sejak era desentralisasi.
Pada debat topik ekonomi, Jokowi menyatakan bahwa akan dilakukan politik anggaran di
mana jumlah dana transfer ke APBD akan dikaitkan dengan keselarasan program pusat-daerah.
Kebijakan ini membutuhkan perubahan formula dana alokasi khusus, dana alokasi
umum, dan dana perimbangan serta dekonsentrasi. Namun, harus juga diantisipasi bahwa
pemerintah daerah yang alami penurunan dana transfer akan melakukan lobi dengan berbagai
ke DPR.
Janji ekonomi Jokowi-JK adalah awal yang baik untuk kerangka kebijakan ekonomi 2014-
2019. Namun masih diperlukan upaya serius dan konsisten dalam mendetailkan,
mengimplementasikan, dan mengawasi pelaksanaan. Jangan sampai ada dusta antara kita.
Dalam pidato pelantikannya sebagai presiden Amerika Serikat, John F Kennedy menyatakan
banyak perubahan yang diajukannya tidak mudah diterapkan dan akan memakan waktu lama
untuk diwujudkan. But let us begin. ●
BERLY MARTAWARDAYA
Ekonom dan Dosen di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) FEUI
43. 43
Politik Ruang Fiskal dan Subsidi BBM
Koran SINDO
29 Agustus 2014
Persoalan ruang fiskal dan beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) kembali menjadi
perdebatan hangat di Tanah Air, sebagai akibat munculnya kelangkaan dan antrean BBM di
beberapa daerah.
Bila dirunut dari perjalanannya, kelangkaan BBM bersubsidi di beberapa kota, terutama di
Jawa Tengah dan Jawa Timur, terjadi karena diambilnya langkah pengendalian konsumsi
BBM bersubsidi oleh Pertamina berupa pengurangan jatah BBM bersubsidi di setiap SPBU
sebesar 5%. Langkah pengendalian ini sendiri merupakan antisipasi dari realisasi konsumsi
BBM bersubsidi yang mencapai 22,9 juta kiloliter selama semester I/2014. Dari realisasi
semester satu ini diprediksikan angka konsumsi BBM bersubsidi hingga akhir tahun bisa
mencapai 47,261 juta kiloliter. Yang berarti, melebihi kuota Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yang ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter.
Pada saat yang sama, kelangkaan akibat langkah pengendalian PT Pertamina ini juga
diperparah oleh desakan dari Rumah Transisi Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko
Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) ke pemerintah SBY-Boediono untuk menaikkan harga
BBM secepatnya. Desakan ini menimbulkan spekulasi di masyarakat bahwa harga BBM
bersubsidi akan dinaikkan secepatnya, yang menimbulkan panic buying dan penimbunan
BBM bersubsidi di masyarakat. Maka tidak mengherankan di banyak tempat muncul antrean
panjang, bahkan disinyalir hilangkan BBM bersubsidi dari SPBU.
Seruan menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rumah Transisi, sebagaimana dijelaskan
Presiden terpilih Joko Widodo, didasarkan kebutuhan atas satu ruang fiskal yang besar bagi
pemerintah terpilih nanti untuk menjalankan program-programnya. Lebih lanjut, ruang fiskal
ini dirasakan menyempit akibat adanya peningkatan jumlah subsidi BBM dalam RAPBN
2015 sebesar Rp44,6 triliun, hingga mencapai Rp363,53 triliun.
Jadi sebenarnya seruan Rumah Transisi ini lebih menyorot RAPBN 2015, yang kini tengah
dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, bukan terhadap APBN-P 2014. Namun merujuk pada
hasil pertemuan kedua pemimpin di Bali (27/8), desakan untuk menaikkan harga BBM ini
tidak digubris. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono bertekad untuk tidak
menaikkan lagi harga BBM bersubsidi hingga akhir masa pemerintahannya pada 20 Oktober
2014 nanti. Beberapa alasan kuat yang dimiliki Presiden SBY adalah sebagai berikut:
Pertama, harga BBM bersubsidi sudah dinaikkan oleh pemerintah pada Juni 2013. Dampak
dari kenaikan ini adalah lonjakan inflasi dan jumlah penduduk yang hidup di dalam
kemiskinan (lonjakan 0,72% dari perkiraan). Maka bila dipaksakan adanya kenaikan lagi
44. pada 2014, sudah hampir bisa dipastikan hal yang sama akan terulang: inflasi akan meningkat
begitu juga angka kemiskinan, yang berujung pada tambahan penderitaan rakyat.
44
Kedua, pemerintahan SBY juga sudah menaikkan harga tarif dasar listrik (TDL) dan
berencana menaikkan harga LPG 12 kilo dalam waktu dekat pada tahun ini. Kedua hal ini
dipastikan akan memicu tingkat kenaikan harga-harga dan menambah beban kehidupan
rakyat. Karena itu, pemerintah tidak sampai hati untuk menambahnya dengan menaikkan
harga BBM bersubsidi.
Ketiga, sejatinya dari kedua hal ini saja, kenaikan TDL, dan harga LPG 12 kilo, sudah
terdapat ruang fiskal yang lebih dari cukup hingga akhir tahun. Sehingga tidak semestinya
menggunakan alasan ini sebagai argumen menaikkan harga BBM bersubsidi pada APBN-P
2014.
Keempat, terkait dengan APBN-P 2014, keputusan mengurangi kuota BBM bersubsidi dari
48 juta ke 46 juta kiloliter merupakan keputusan yang diambil bersama oleh pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat, yang di dalamnya juga terdapat fraksi-fraksi pendukung Jokowi-
JK. Maka sebelum mendesakkan kenaikan harga BBM pada pemerintah SBY, ada baiknya
Jokowi menanyakan terlebih dahulu ke partai-partai pendukungnya, termasuk ke Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dahulu selalu menolak kenaikan harga BBM, apakah
setuju dengan usulan kenaikan ini?
Kelima, dalam APBN-P 2014 juga sesungguhnya terdapat catatan resmi yang memungkinkan
pemerintah memasok BBM bersubsidi ke masyarakat lebih dari kuota yang ditetapkan
sebesar 46 juta kiloliter. Akibatnya, lonjakan kuota seharusnya permasalahan yang harus
dibesar-besarkan. Sementara kekurangan anggaran yang disebabkan lonjakan kuota ini, yang
diperkirakan di dalam kisaran Rp35-38 triliun bisa ditutupi dari sisa anggaran lebih (SAL)
APBN yang setiap tahunnya di kisaran Rp40-50 triliun, atau mengurangi lebih lanjut
anggaran-anggaran kementerian/lembaga yang ada.
Keenam, dalam hal RAPBN 2015. Pemerintahan SBY sudah mengalokasikan kuota BBM
bersubsidi yang lebih dari cukup sebesar 48 juta kiloliter pada 2015. Di mana alokasi ini
seharusnya cukup sampai dengan akhir 2015 tanpa perlu melakukan menaikkan harga.
Dengan kata lain, pemerintah SBY tidak meninggalkan bom waktu kebutuhan menaikkan
harga subsidi BBM dengan memberikan pilihan opsi yang luas pada pemerintahan
mendatang. Tentu saja pilihan yang diambil nanti tergantung pada pertimbangan politik
Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla kelak.
Ketujuh, dengan momentum dan dukungan politik yang masih hangat dari rakyat, sungguh
sangat disayangkan bila presiden dan wakil presiden terpilih mereduksi pilihan kebijakan
yang akan diambil semata-mata menjadi menaikkan harga BBM atau tidak. Ada banyak
pilihan dan alternatif kebijakan yang bisa diambil, baik dalam jangka pendek maupun
menengah untuk mengatasi lonjakan subsidi tanpa menaikkan harga. Apalagi dalam visi dan
misinya, saya tidak mengingat pasangan terpilih ada menyebutkan akan menaikkan harga
BBM.
45. 45
Yang saya ingat mereka akan melakukan konversi ke gas dan pembangunan infrastruktur,
sebagai satu alternatif mengurangi subsidi BBM. Tentu saja menjadi hal yang patut
dipertanyakan mengapa sekonyong-konyong terjadi perubahan pemikiran?
Alhasil, bisa disimpulkan bahwa pemerintahan SBY-Boediono memiliki alasan yang sangat
kuat untuk mempertahankan harga BBM bersubsidi hingga pengujung masa baktinya pada 20
Oktober 2014. Desakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dari presiden terpilih hanya
meningkatkan tensi suhu politik yang bukan pada tempatnya, dan malah bisa menjadi
bumerang dalam perjalanan mereka selanjutnya. ●
DR MOHAMAD IKHSAN MODJO
Ekonom Senior/Ketua DPP Partai Demokrat
46. 46
Diferensiasi Harga BBM untuk Keadilan
Koran SINDO
1 September 2014
Tugas utama pemerintah adalah menjaga gawang keadilan. Hal ini karena pasar yang
menghasilkan keseragaman harga buta terhadap perbedaan daya beli rakyat banyak.
Tanpa menegakkan keadilan, keberadaan pemerintah menjadi tidak bermakna. Di negara
liberal pun keberadaan pemerintah bertugas mengoreksi pasar dan merekayasa keadilan.
Misalnya, pemerintah di berbagai negara menetapkan upah minimum yang bertujuan
membuat keadilan pembagian nilai tambah antara pengusaha dan pekerja. Pada kesempatan
atau ada momentum yang mengharuskan kenaikan harga BBM sekarang ini, sebagai penjaga
gawang keadilan, pemerintah perlu memikirkan diferensiasi harga BBM sesuai daya beli
masyarakat yang berbeda-beda.
Jumlah subsidi dengan tingkat konsumsi sekarang ini memerlukan sekitar Rp360 triliun
untuk menyubsidi pembelian BBM masyarakat. Subsidi ini tidak adil dan harus dihentikan
karena dinikmati lebih besar oleh kelompok atas. Persoalannya, apakah kesempatan emas ini
akan diselesaikan melalui jalan mudah, yaitu harga BBM bagi orang kaya dan miskin
dinaikkan dengan jumlah yang sama?
Katakanlah, harga diseragamkan pada Rp8.500 per liter. Itu bagi si miskin terasa berat,
sedangkan bagi si kaya, walaupun subsidi sudah berkurang, tetap saja tidak tepat karena
masih mendapat subsidi atas tindakannya mencemari udara. Dengan diferensiasi harga bisa
diformulasi misalnya kelompok bawah hanya naik Rp500 atau tetap pada harga lama, tetapi
kelompok atas tidak perlu diberi subsidi lagi mengikuti harga pasar di sekitar Rp11.000.
Pilihan terakhir itulah yang perlu didiskusikan di sini karena menyangkut tugas utama
pemerintah sebagai penjaga gawang keadilan. Berapa persen yang dianggap kelompok bawah
dan atas? Katakanlah, setengah-setengah sehingga harga rata-rata yang dicapai Rp9.500 per
liter. Dengan cara ini, kebutuhan subsidi jauh menurun dan diharapkan terdapat ruang fiskal
baru Rp150-200 triliun yang sangat bermakna untuk membiayai infrastruktur dan
pembangunan sumber daya manusia yang membentang begitu bervariasi dari Papua sampai
Aceh.
Diferensiasi harga merupakan cara yang tepat dan adil karena memperhatikan daya beli
rakyat banyak. Program ini sebenarnya sudah ada dan bukan cara yang baru. Di bidang energi
listrik sudah dilakukan dengan membuat harga berbeda antara pengguna keluarga miskin dan
keluarga kaya untuk tujuan bisnis dan tujuan sosial. Di bidang BBM pemerintah melalui
47. 47
Pertamina juga sudah membuat ketentuan diferensiasi harga dengan menjual beberapa jenis
BBM seperti premium yang merupakan BBM bersubsidi dan pertamax yang tidak
bersubsidi.
Kenaikan harga BBM secara sama memang memudahkan administrasi pemerintah di mana
premium mendekati pertamax tidak lain adalah mengikuti nature pasar, tetapi itu
bagaimanapun menghilangkan derajat peran pemerintah sebagai penjaga keadilan.
Ketidakefektifan diferensiasi harga sekarang disebabkan oleh kegagalan pemisahan
konsumen. Seperti tertuang dalam peraturan pemerintah, kendaraan dinas pemerintah,
BUMN, BUMD, sektor pertambangan, perkebunan, dan kehutanan tidak diperkenankan
mengonsumsi BBM bersubsidi.
Kenyataannya, petugas SPBU kesulitan dalam menyaring kendaraan bermotor yang hendak
mengisi BBM. Ketentuan larangan ini perlu ditambah dengan mobil pribadi keluaran lima
tahun terakhir. Untuk memudahkan petugas, ketentuan perlu diubah bukan siapa yang tidak
boleh yang tentu saja menyulitkan petugas dalam beberapa menit, tetapi siapa yang boleh
dengan menyerahkan voucher, katakanlah, dua literan. Target group harus membeli voucher
ini di toko-toko ritel sambil membantu UMKM.
Kuantitas vs Harga
Di samping masalah harga, BBM juga menghadapi masalah kuantitas. Jumlah penduduk
yang besar kurang dikembangkan budaya menggunakan transportasi massal, tetapi
dikembangkan mobil murah yang mendorong konsumen marginal menjadi konsumen riil.
Akibat itu, bisa diduga kebutuhan BBM terus menanjak. Sementara produksi minyak
Indonesia justru menurun selama sepuluh tahun terakhir dengan penurunan sekitar 5% per
tahun dari 1,094 juta barel per hari pada 2004 menjadi 850.000 barel pada 2013.
Sekali lagi, sebenarnya moda transportasi massa kita misalnya kereta api Jabodetabek
merupakan pilihan yang sangat baik, terutama bagi yang ingin terhindar dari kemacetan.
Beberapa hal dapat ditingkatkan seperti jumlah armada masih kurang sepadan dengan jumlah
penduduk sehingga masih berdiri berdesakan. Bila armada ditambah dan ruang berdiri diberi
tambahan kursi, kenyamanan akan meningkat. Soal keamanan seperti pencopet dan tindak
kekerasan susila bisa diatasi misalnya dengan menambah dan mengefektifkan gerbong
khusus wanita dan menugaskan militer teritorial untuk membantu polisi yang jumlahnya
tidak mencukupi membantu keamanan transportasi.
Guna menurunkan jumlah kendaraan yang menyedot lebih banyak lagi BBM dan akhirnya
anggaran subsidi negara, pajak kendaraan harus dinaikkan. Dengan meningkatkan harga
kendaraan baik roda dua maupun roda empat, tentu laju pembelian kendaraan akan melambat
dan laju kebutuhan kuantitas BBM akan bisa diperlambat.
Lebih Jauh dengan Voucher BBM
48. Bagaimana cara melakukan diferensiasi harga dengan tujuan meningkatkan skema keadilan
di mana kelompok bawah membayar lebih rendah dan kelompok atas membayar lebih tinggi?
Voucher sebaiknya dicetak oleh Perum Peruri dengan kualitas cetak seperti uang. Voucher ini
dibeli oleh target group misalnya kelompok bawah, siswa dan mahasiswa, kendaraan umum,
petani, dan nelayan.
Pada masa depan mereka akan memiliki kartu kuota seperti kartu ponsel untuk membeli
berapa banyak voucher yang bisa dibeli setahun. Pada jangka pendek ini, sebelum sistem
elektronik siap, voucher tidak bisa dibeli oleh mobil pemerintah dan seterusnya yang didaftar
dalam keputusan pemerintah yang selama ini dan perluasannya misalnya pemilik mobil yang
berumur kurang dari lima tahun sehingga tercapai jumlah subsidi yang masuk akal.
Dengan sistem voucher, SPBU tidak bisa menjual premium ke bukan yang berhak dengan
uang tunai karena SPBU hanya bisa membeli BBM bersubsidi ke Pertamina juga dengan
voucher. Apabila BBM dijual kepada yang tidak berhak dengan uang tunai, SPBU tidak bisa
kulakan. Gagasan ini mungkin memiliki banyak kendala yang perlu disempurnakan di
lapangan, tetapi yang penting wacana keadilan harus terus-menerus digulirkan untuk
membantu si lemah dan memandirikan si kuat. ●
48
PROF BAMBANG SETIAJI
Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta