Proposal ini membahas pengaruh senam jantung sehat terhadap penurunan tekanan darah pada lansia di RT 05 Kelurahan Prapen Kecamatan Praya tahun 2023. Hipertensi merupakan masalah kesehatan utama yang dapat dicegah dengan aktivitas fisik seperti senam jantung sehat."
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT TERHADAP PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA PENDERI...harnaniknawangsari
Skipsi dengan tema pasien penderita Hipertensi terhadap minum obat. Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh nadi (arteri) ketika jantung kita berdetak, lazimnya 60 hingga 70 kali dalam 1 menit pada kondisi istirahat (duduk atau berbaring) darah dipompa menuju dan melalui arteri.tekanan darah paling tinggi terjadi ketika jantung berdetak memompa darah, ini disebut tekanan sistolik. Kepatuhan mengkonsumsi obat penderita hipertensi di Indonesia yang telah mengalami penderita hipertensi selama 1-5 tahun cenderung lebih mematuhi proses mengkonsumsi obat, sedangkan pasien yang telah mengalami hipertensi 6-10 tahun cenderung memiliki kepatuhan mengkonsumsi obat yang lebih buruk karena faktor lama menerita, pekerjaan, jenuh minum obat, kurang dukungan dari keluarga. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan minum obat antara lain pengalaman pengguna obat terhadap efek samping dan kenyamanan obat, terhadap kemanjuran obat atau tingkat kesembuhan yang telah dicapai, komunikasi antara pasien dengan dokter atau apoteker, memberikan sikap yang positif atau negatif bagi pengguna obat, faktor ekonomi, kepercayaan atau persepsi pasien terhadap penyakit dan pengobatannya, faktor kebosanan dalam menggunakan obat terus- menerus akibat lamanya pasien menderita penyakit hipertensi.
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT TERHADAP PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA PENDERI...harnaniknawangsari
Skipsi dengan tema pasien penderita Hipertensi terhadap minum obat. Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh nadi (arteri) ketika jantung kita berdetak, lazimnya 60 hingga 70 kali dalam 1 menit pada kondisi istirahat (duduk atau berbaring) darah dipompa menuju dan melalui arteri.tekanan darah paling tinggi terjadi ketika jantung berdetak memompa darah, ini disebut tekanan sistolik. Kepatuhan mengkonsumsi obat penderita hipertensi di Indonesia yang telah mengalami penderita hipertensi selama 1-5 tahun cenderung lebih mematuhi proses mengkonsumsi obat, sedangkan pasien yang telah mengalami hipertensi 6-10 tahun cenderung memiliki kepatuhan mengkonsumsi obat yang lebih buruk karena faktor lama menerita, pekerjaan, jenuh minum obat, kurang dukungan dari keluarga. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan minum obat antara lain pengalaman pengguna obat terhadap efek samping dan kenyamanan obat, terhadap kemanjuran obat atau tingkat kesembuhan yang telah dicapai, komunikasi antara pasien dengan dokter atau apoteker, memberikan sikap yang positif atau negatif bagi pengguna obat, faktor ekonomi, kepercayaan atau persepsi pasien terhadap penyakit dan pengobatannya, faktor kebosanan dalam menggunakan obat terus- menerus akibat lamanya pasien menderita penyakit hipertensi.
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
1. PROPOSAL
PENGARUH SENAM JANTUNG SEHAT TERHADAP
PENURUNAN TEKANAN DARAH DI RT 05 TIWU LEKONG
KELURAHAN PRAPEN KECAMATAN PRAYA LOMBOK
TENGAH TAHUN 2023
OLEH :
MAHNIYAH
NIM : 1420122514
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENJANG
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN
T.A 2021/2022
2. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan kondisi ketika tekanan sistol terukur ≥140
mmHg atau tekanan diastol terukur ≥90 mmHg (WHO, 2019). Menurut data
WHO (2018), di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% mengidap
penyakit hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di
tahun 2021 (Pratama, 2016). Diperkirakan setiap tahun ada 9,4 juta orang
meninggal akibat hipertensi dan komplikasi.
Dari data statistic World Health Organization (WHO) tahun 2015
menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi,
artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang
hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025
akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap
tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya.
Kasus hipertensi di beberapa Provinsi di Indonesia sudah melebihi rata
– rata nasional, dari 33 Provinsi di Indonesia terdapat 8 Provinsi yang kasus
penderita hipertensi melebihi rata – rata nasional yaitu : Sulawesi Selatan
(27%), Sumaetra Barat (27%), Jawa Barat (26%), Jawa Timur (25%), Sumatra
Utara (24%), Sumatera Selatan (24%), Riau (23%) dan Kalimantan Timur
(22%), NTB (33%). Berdasarkan data Dikes Kabupaten/Kota yang diperoleh
Pemprov NTB pada tahun 2020, kasus hipertensi atau penyakit darah tinggi
menduduki posisi pertama dengan jumlah 124.966 kasus. Kemudian disusul
infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas 88.319 kasus (dinkes
NTB,2021). Sedangkan kota Lombok Tengah didapatkan bahwa jumlah
3. 2
penderita hipertensi terbanyak kedua. Untuk jumlah kasus hipertensi
didapatkan data dari puskesmas sebanyak 28 kasus, dengan presentasi
terdiagnosa hipertensi berdasarkan jenis kelamin dan mempunyai usia >18 th
dengan jumlah presentasi laki-laki sebanyak 27,980% dan perempuan 30,686
%. Jumlah total penderita hipertensi sebanyak 58,666 %. Dan yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 266,217% penderita (Dinkes
Praya, 2021).
Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan
menyebutkan bahwa biaya pelayanan hipertensi mengalami peningkatan
setiap tahunnya yaitu pada tahun 2016 sebesar 2,8 Triliun rupiah, tahun 2017
dan tahun 2018 sebesar 3 Triliun rupiah.
Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di
Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54
tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar
34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang
yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum
obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak
mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan
pengobatan. Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena
penderita hipertensi merasa sehat (59,8%), kunjungan tidak teratur ke
fasyankes (31,3%), minum obat tradisional (14,5%), menggunakan terapi lain
(12,5%), lupa minum obat (11,5%), tidak mampu beli obat (8,1%), terdapat
efek samping obat (4,5%), dan obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes
(2%).
Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan
masalah kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang.
Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya.
4. 3
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum
dan paling banyak disandang masyarakat. Hipertensi sekarang jadi masalah
utama kita semua, tidak hanya di Indonesia tapi di dunia, karena hipertensi ini
merupakan salah satu pintu masuk atau faktor risiko penyakit seperti jantung,
gagal ginjal, diabetes, stroke,” Hipertensi disebut sebagai the silent killer
karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya
menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi
komplikasi.(Kemenkes, 2019)
Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko
seperti merokok, diet yang tidak sehat seperti kurang konsumsi sayur dan
buah serta konsumsi gula, garam dan lemak berlebih, obesitas, kurang
aktifitas fisik, konsumsi alkohol berlebihan dan stres. (kemenkes,2018)
Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi penderita hipertensi salah satunya
ialah senam aerobik dengan intensitas ringan sedang dalam hal ini senam
jantung sehat dengan cara berkelompok. Senam jantung sehat adalah senam
yang disusun dengan selalu mengutamakan kemampuan jantung, gerakan otot
besar dan kelenturan sendi, agar dapat memasukkan oksigen sebanyak
mungkin ke dalam tubuh. Senam jantung sehat bertujuan merawat jantung dan
pembuluh darah. Pembuluh darah yang sehat, membuat kerja jantung menjadi
optimal, karena kedua organ tersebut bekerja saling berhubungan (Sarvasty,
2014).
Berdasarkan data-data tersebut, yang menjelaskan pentingnya suatu
aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari guna meningkatkan taraf kesehatan
seseorang, maka peneliti melakukan penelitian kepada masyarakat di RT 05
Kelurahan Prapen Kecamatan Praya mengenai “Pengaruh Senam Jantung
Sehat Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Di RT 05 Kelurahan
Prapen Kecamatan Leneng Kabupaten Lombok Tengah.”
1.2 Rumusan Masalah
5. 4
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian
ini adalah apakah ada “Pengaruh Senam Jantung Sehat Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di RT 05 Tiwu Lekong Kelurahan
Prapen Kecamatan Praya Lombok Tengah tahun 2023 ?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Senam
Jnatung Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia di RT 05 Tiwu
Lekong Kelurahan Prapen Kecamatan Praya Tahun 2023.
b. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tekanan darah pada penderita sebelum dilakukannya
senam jantung sehat.
2. Mengidentifikasi tekanan pada penderita hipertensi setelah
dilakukannya senam jantung sehat.
3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan senam jantung sehat terhadap
penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Proses penelitian ini bagi peneliti berguna untuk menambah
pengalaman peneliti dan mengetahui Pengaruh Senam Jantung Sehat
Terhadap Penurunan Tekanan Darah di RT 03 Tiwu Lekong Kelurahan
Prapen Kecamatan Praya Tahun 2023.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi, khususnya mengenai
6. 5
Pengaruh Senam Jantung Sehat Terhadap Penurunan Tekanan Darah di RT
05 Tiwu Lekong Kelurahan Prapen Kecamatan Praya Tahun 2023 dan
sebagai bahan masukan atau acuan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan peserta didik khususnya pada Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kesehatan UNIQBHA.
c. Bagi Lahan Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi Masyarakat Tiwu Lekong RT 05
khususnya dalam mengatasi tingkat kenaikan tekanan darah dimasa yang
akan datang.
1.5 Kajian Pustaka/Penelitian Terdahulu
No Sumber Metode Hasil penelitian Perbedaan
1. Efektifitas
Penggunaan
Model Senam
Jantung
Terhadap
Penurunan
Tekananan
Darah Pasien
Hipertensi /
Egeria Dorina
Sitorus, S.Kep.,
M.Kes, Rosita
Magdalena
Lubis, MA.,
M.Kes / 2019.
Metode yang
digunakan
adalah
pendekatan
kuantitatif
dengan desain
quasi
eksperimenta
l dengan
menggunaka
n uji beda
berpasangan
dan uji beda
independen
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa Ada
perbedaan
tekanan darah
sebelum dan
sesudah
melakukan
senam jantung
sehat pada
pasien
hipertensi.
Dengan hasil
data yang
menunjukkan
pValue 0,008
Perbedaan
dalam titik
fokus ulasan,
terletak pada
responden
yang
kemudian
dibagi dua,
masing-
masing
untuk
kelompok
intervensi
sebanyak 18
responden
dan
7. 6
(<0,05). kelompok
kontrol
sebanyak 6
responden.
Sedangkan
peneliti
menggunakan
30 responden.
2. Senam
Jantung
Efektif
Menurunkan
Hipertensi
Pada Lansia
Hartutik, Erika
DewiNoorratri /
2019
Metode
penelitian
menggunakan
metode Quasy
Eskperiment
dengan
desain
penelitian
yang
digunakan
adalah pre-
postest
control one
group design.
Hasil penelitian
tersebut
menunjukkan
efektivitas
penurunan
tekanan darah
yang cukup
signifikan akibat
diberikan senam
jantung. hasil p
value 0,000< 0,05
yaitu ada
perbedaan
tekanan darah
pada kelompok
perlakuan dan
kelompok kontrol
sesudah diberikan
perlakuan senam
Tehnik
purposive
sampling,
sedangkan
analisa data
menggunakan
uji Wilcoxon.
Sampel
penelitian
sebanyak 22
responden.
Sadangkan
peneliti
Tekhnik time
series design.
Dimana
pengelompokk
an tidak
menggunakan
8. 7
Jantung kelompok
control tetapi
hanya
menggunakan
satu keompok
saja tetapi
pengukuran
dilakukan
secara
berulang
terhadap
individu yang
sama.
3. Pengaruh Senam
Jantung
Terhadap
Penurunan
Tekanan Darah
Pada Lansia
Penderita
Hipertensi Di Upt
Puskesmas
Helvetia Medan
2020 / Refor
Arniati Baeha,
Baskara Lumban
Tobing, Berkat
Jaya Waruwu,
Christopher Abdi
Metode
penelitian ini
yaitu metode
kuantitatif
dengan
desain quasi
experimental
Study without
control grup
Dari hasil data
tersebut dapat
disimpulkan
bahwa ada
Pengaruh Senam
Jantung
Terhadap
Penurunan
Tekanan Darah
Pada Lansia
Penderita
Hipertensi
dengan p-value
sebesar 0,000.
Dari nilai uji p-
value lebih kecil
Penelitian ini
memiliki
persamaan
dalam data
variable yang
akan diteliti.
Akan tetapi
memiliki
sampel sayng
berbeda
dengan
peneliti. Dari
segi tekhnik
juga berbeda.
Peneliti akan
menggunakan
10. 9
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi merupakan naiknya tekanan darah sistolik maupun
diastolik secara intermitten atau terus-menerus yang muncul dalam dua tipe
utama yaitu hipertensi esensial yang disebut juga sebagai hipertensi primer
atau idiopatik dan hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat
diidentifikasi seperti disebabkan oleh penyakit ginjal (Williams & Wilkins,
2011). Hipertensi juga dapat diartikan sebagai tekanan darah persiten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di
atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002).
Hipertensi adalah suatu keadaan tekanan darah di pembuluh darah
meningkat secara kronis yang dapat terjadi karena jantung bekerja lebih
keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
tubuh. Akibatnya hipertensi dapat memicu berbagai komplikasi terhadap
beberapa penyakit lain, seperti penyebab timbulnya penyakit jantung,
stroke dan ginjal. Tekanan darah tinggi atau hipertensi sering juga disebut
the silent killer (pembunuh diam-diam), sebab seseorang dapat mengidap
hipertensi selama bertahun-tahun tanpa menyadari kerusakan organ vital
yang cukup berat bahkan dapat membawa kematian (Adib, 2009).
Menurut World Health Organization (WHO)
hipertensi didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana tekanan darah lebih
dari 140/90 mmHg dengan dua kali pengukuran terpisah (Imelda &
Kurniawan, 2013). Definisi menurut Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2014), hipertensi adalah hasil dari dua kali pengukuran tekanan
darah dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang dimana tekanan darah sitolik maupun diastolik mengalami
peningkatan yakni tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
11. 10
darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Hipertensi didefenisikan oleh Joint National Committee on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) tahun
2003 sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan
diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari
tekanan darah (TD) normal, tinggi sampai hipertensi maligna.
Dari berbagai definisi di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa
hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah meningkat yakni
tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg.
b. Faktor Faktor Penyebab Hipertensi
1. Hipertensi berdasarkan factor penyebab
a) Hipertensi Primer
Hipertensi primer/hipertensi esensial adalah tekanan darah
140/90 mmHg atau lebih pada usia 18 tahun ke atas dengan
penyebab yang tidak diketahui. Pengukuran dilakukan 2 kali atau
lebih dengan posisi duduk, kemudian diambil reratanya pada 2 kali
atau lebih kunjungan. Sebanyak 95% penderita hipertensi termasuk
golongan hipertensi primer atau penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik), walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya
hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan (Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, 2014).
b) Hipertensi Sekunder
Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial: meningkatnya
tekanan darah dengan penyebab yang spesifik seperti penyakit
arterial, penyakit ginjal, obat tertentu, tumor dan kehamilan
(Baughman & Hackley, 2000).
2. Hipertensi berdasarkan usia
12. 11
a) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari
140 mmHg dan /atau tekanan diastolik sama atau lebih besar
dari 90 mmHg.
b) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar
dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan- perubahan pada :
1) Elastisitas dinding aorta menurun,
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku,
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya,
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenas,
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
Nuranif,Amin Huda dan Kusuma Hardhi. 2015)
c. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi baru tekanan darah berdasarkan AHA (American Heart
Association) tahun 2017 yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut AHA
Klasifikas
i
Sistolik
(mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
tensi
Normal
tinggi
< 120
120 –
129
130 –
<80
< 80
80 – 89
13. 12
Hipertensi tingkat 1
(ringan) Hipertensi
tingkat 2 (sedang)
Hipertensi tingkat 3
(berat)
139
≥ 140
≥ 180
≥ 90
≥ 120
Berikut klasifikasi hipertensi menurut WHO yang akan disajikan
dalam tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Klasifikasi hipertensi menurut
World Health Organization (WHO)
Kategori Sistolik
(mmHg)
Diastolik (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal 120-129 80-84
High normal 130-139 85-89
Grade I Hypertension
(mild)
140-159 90-99
Grade II Hypertension
(Moderate)
160-179 100-109
Grade III Hypertension
(Severe)
≥180 ≥110
Isolated Systolic
Hypertension
≥140 <90
d. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol vasokontriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari
14. 13
vasomotor ini, bermula dari syaraf simpatis yang berlanjut ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simptis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem syaraf pusat
simpatis ke ganglia simptis. Pada titik ini, ganglion melepas asetikolin,
yang merangsang serabut syaraf paska ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya non epineprin akan mengakibatkan
vasokontriksi pembuluh darah. Pada saat yang bersamaan dimana sistem
syaraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas
vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epineprin yang menyebabkan
vasokontriksi. Kortek adrenal mensekresi kortisol dan steroid yang dapat
memperkuat vasokontriksor pembuluh darah yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, sehingga menyebabkan pelepasan renin.
Selanjutnya renin menyebabkan pelepasan angiotensin I yang diubah
menjadi angiotensin II suatu konstriktor yang kuat, kemudian merangsang
sekresi aldosterone oleh tubulus ginjal yang mengakibatkan volume
intravaskuler meningkat sehingga dapat menyebabkan hipertensi
(Tjokonegoro, 2004).
e. Tanda dan Gejala Hipertensi
Gejala hipertensi pada umumnya tidak spesifik. Pada hipertensi
primer yang belum mengalami komplikasi, pasien biasanya tidak
mengalami gejala dan hanya mengeluh sakit kepala serta tegangan di
belakang leher. Gejala apabila telah terjadi kerusakan organ target dan
gejala yang timbul biasanya sesuai dengan organ yang terganggu.
Sedangkan pada hipertensi sekunder pada umumnya keluhan mengarah ke
penyakit penyebabnya (Kabo, 2010).
Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-
15. 14
satunya gejala. Bila demikian gejala lain baru muncul setelah terjadi
komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain yang sering
ditemukan seperti sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa
berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing
(Mansjoer et al, 2001).
f. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi
risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat
dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor)
seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko
yang dapat dikendalikan (minor) yaitu obesitas, kurang olah raga
atau aktivitas, merokok, minum kopi, sensitivitas natrium, kadar
kalium rendah, alkoholisme, stress, pekerjaan, pendidikan dan pola makan
(Suhadak, 2010).
1. Usia
Usia berpengaruh pada resiko terkena penyakit kardiovaskuler,
dimana usia menyebabkan perubahan di dalam jantung dan pembuluh
darah. Tekanan darah meningkat sesuai dengan usia, karena arteri
secara perlahan kehilangan keelatisannya. Dengan meningkatnya usia
maka gejala arteriosklerosis semakin nampak dan ini menunjang
peningkatan tekanan perifer total dan dapat menyebabkan hipertensi.
Namun berdasarkan kelompok umur, grafik rata-rata kenaikan tekanan
darah mengikuti rata-rata kenaikan umur. Pada laki-laki, hipertensi
pada umur > 55 tahun dan perempuan pada umur > 65 tahun. Resiko
wanita meningkat setelah mengalami menopause. Disimpulkan bahwa
prevelensi hipertensi akan meningkat dengan bertambahnya umur
(Kurnia, 2007).
16. 15
2. Jenis Kelamin
Penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada jenis
kelamin perempuan dibanding jenis kelamin laki-laki. Hal ini
dikarenakan pada perempuan, tekanan darah meningkat seiring
bertambahnya usia. Pada masa menopause perempuan cenderung
memiliki tekanan darah rendah lebih rendah daripada laki-laki
penyebabnya sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari
penyakit kardiovaskuler oleh hormon estrogen sedangkan kadar
estrogen menurun pada masa menopause.
3. Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat
Kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat dapat meningkatkan
hipertensi, antara lain minum-minuman beralkohol, kurang
berolahraga, dan merokok.
4. Merokok
Merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok
menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil di dalam
paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak,
nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat
karena tekanan darah yang lebih tinggi. Tembakau memiliki efek
cukup besar dalam peningkatan tekanan darah karena dapat
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan
kimia dalam tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh
darah. Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan
ikatan oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan
darah meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk
memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan
tubuh lainnya.
17. 16
5. Kurangnya aktifitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan
darah
Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik. Hal
tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa
darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding
arteri sehingga meningkatkan tekanan perifer yang menyebabkan
kenaikan tekanan darah. Kurangnya aktivitas fisik juga dapat
meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan
menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Studi epidemiologi
membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek antihipertensi
dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita
hipertensi. Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan
peran obesitas pada hipertensi.
6. Konsumsi garam berlebihan
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam
patogenesis hipertensi. Asupan garam kurang dari 3 gram/hari
menyebabkan prevelensi hipertensi yang rendah sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram/hari menyebabkan prevelensi
hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Garam mempunyai
peranan dalam patogenesis hipertensi melalui masukan natrium
yang tinggi (Kurnia, 2007).
Selain faktor risiko yang dikemukakan di atas terdapat
beberapa faktor risiko hipertensi menurut Bustan (2007), seperti ras/suku
dimana orang kulit hitam lebih banyak terkena hipertensi dibandingkan
orang kulit putih, pada daerah kota lebih banyak ditemukan terkena
hipertensi dibandingkan dengan orang desa, letak geografis dimana pada
daerah pantai lebih banyak kejadian hipertensi dari pada daerah
18. 17
pegunungan, kemudian tipe kepribadian orang juga mempengaruhi
kejadian hipertensi, banyak ditemukan hipertensi pada tipe kepribadian A.
g. Komplikasi Hipertensi
Beberapa komplikasi atau efek samping dari hipertensi dapat
terjadi, seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, kerusakan
pembuluh darah otak,dan gagal ginjal :
1. Penyakit Jantung Koroner
Penyebabnya terjadi pengapuran pada dinding pembuluh
darah jantung. jika aliran darah pada suatu otot jantung benar-benar
terhenti akan timbul gangguan pada ototjantung yang sering disebut
sebagai serangan jantung. serangan ini dapat berakibat fatal.
2. Gagal Jantung
Tekanan darah tinggi dapat memaksa otot jantung bekerja
lebih berat untuk memompa darah. kegagalan kerja jantung ini
ditandai dengan gejala sesak napas, napas pendek, serta
pembengkakan pada tungkai dan kaki.
3. Kerusakan Pembuluh Darah Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke,
apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar
4. Gagal jantung
Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal,
tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan system
penyaringan di dalam ginjal akibatnyaginjal tidak mampu membuang
zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah
dan terjadi penumpukan didalam tubuh
5. Lain-lain
Takanan darah tinggi yang tidak terkendali dapat menyebabkan
kerusakan pembuluh darah pada beberapa bagian tubuh, seperti mata
19. 18
Gangguan Jiwa
Penatalaksanaan
Faktor Farmakologis
Non Farmakologis
Kekambuhan
dan tungkai. (Purwati, Salimar, Sri, 1998)
h. Penatalaksanaan Pengobatan Hipertensi
2.2 Tekanan Darah
2.3 Senam Jantung
2.4 Kerangka Teori
Mengacu pada tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, kerangka teori
dalam penelitian ini digambarkan dalam skema berikut :
Gambar 2.1 Kerangaka Teori
20. 19
Tidak Patuh
Patuh
Kepatuhan
Penyakit
Terkontrol
Kekambuhan
Meningkat
Sumber : Keliat
Budi (2015)
2.5 Kerangka konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel
yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Variabel
independen adalah variabel bebas, sedangkan variable dependen adalah
variable terikat yang dapat dipengaruhi oleh variabel independent
(Notoadmojo, 2012). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independent
adalah kepatuhan minum obat, dan yang menjadi variabel dependent adalah
kekambuhan gangguan jiwa di Poli Umun Puskesmas Teruwai. Adapun
kerangka konsep pada penelitian ini tergambar pada skema berikut :
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
21. 20
Kepatuhan minum obat
Variabel independent Variabel
dependent
2.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar
variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil
penelitian. Didalam pernyataan ini terkandung variabel – variabel yang akan
diteliti dan hubungan anatar variabel tersebut serta mampu mengarahkan
peneliti untuk menentukan desain penelitian, tehnik menentukan sampel
pengumpulan dan metode analisis data (Dharma, 2011).
Berdasarkan karangka konsep penelitian, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah:
Ha : Ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan kekambuhan klien
gangguan jiwa di Poli Umum Puskesmas Teruwai Tahun 2022.
Kekambuhan klien
gangguan jiwa
22. 21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Pengertian desain penelitian adalah rangkaian prosedur dan metode yang
dipakai untuk menganalisis dan menghimpun data untuk menentukan variabel
yang akan menjadi topik penelitian. Selain pengertian tersebut, juga bisa
didefinisikan sebagai strategi yang dilakukan peneliti untuk menghubungkan
setiap elemen penelitian dengan sistematis sehingga dalam menganalisis dan
menentukan fokus penelitian menjadi lebih efektif dan efisien.
Masalah pada sebuah penelitian akan menentukan jenis apa yang cocok
untuk dipilih. Hal tersebut juga menentukan alat dan cara apa yang cocok
digunakan untuk mengatasi masalah dalam penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan desain penelitian deskriptif
analisis yaitu meneliti hubungan antara dua variabel atau sekelompok subjek
(Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui “Hubungan
Kepatuhan Minum Obat dengan Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa di Poli
Umum Puskesmas Teruwai Tahun 2022”. Menggunakan pendekatan cross
sectional yaitu pengumpulan data variabel independen dan variabel dependen
dilakukan secara bersamaan atau sekaligus. (Notoatmodjo, 2005).
23. 22
Populasi :
Seluruh pasien yang menderita gangguan jiwa yang berkunjung
dan mengambil obat di Puskesmas Teruwai dari bulan januari samapi agustus tahun
2022 berjumlah 41 orang
Sampel :
Seluruh pasien yang termasuk dalam kriteria inklusi, berjumlah 38 orang dan
mengambil obat di Puskesmas Teruwai
Sampling :
Non Probability Sampling dengan teknik purposive sampling
Desain Penelitian :
Deskriftif analisis dengan pendekatan cross sectional
Pengolahan dan analisis data
Pelaporan dan penulisan
3.2 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja merupakan bagian kerja terhadap rancangan kegiatan
penelitian yang akan dilakukan (Hidayat, 2007).
Gambar 3.1 Kerangka Kerja
Pengumpulan Data
Pengisian kuesioner untuk menilaikepatuhan minum obat :
Tidak pernah – Kedang-kadang – Selalu
Pengisian kuesioner untuk menilaikekambuhan klien gangguan jiwa :
Tidak setuju – Setuju
Data primer : diperoleh langsung dari responden
dengan menggunakan kuesioner
Data sekunder : dokumentasi poli
umum Puskesmas Teruwai
24. 23
3.3 Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah defenisi untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti, perlu sekali variabel-variabel
tersebut diberi batasan yang bermanfaat untuk mengarah kepada pengukuran
atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta
pengembangan instrument (Notoadmojo, 2012).
Tabel 3.1 Depenisi Operasional
Variabel Defenisi operasional Indikator Kriteria
Objektif
Skala
Independent
Kepatuhan pasien
berarti pasien
meminum obatyang
tepat pada waktu
yang tepat, pada
dosis yangtepat,
pada jadwal yang
tepat, dan pada
kondisi yang tepat
(sepertisetelah
makan). Serta tanpa
menunda- nunda
minum obat dalam
rangka mencapai
kesembuhan yang
optimal.
Kepatuhan
minum obat
Tidak Patuh:
Jika skor nilai
median ≤5
Patuh: Jika skor
nilai median >5
Nilai 0 jika
Tidak
Nilai 1 jika
Ya
Nominal
25. 24
Dependent
Apabila penderita
gangguan jiwa yang
sudah pernah berobat
lengkap tapi
sekarang kondisinya
memperlihatkan
tingkah laku atau
tanda dan gejala
yang sama dengan
gangguan jiwa yang
sudah dialami
sebelumnya, seperti
gelisah, sering
melamun, sering
bicara sendiri,
menarik diri, kurang
perawatan diri, sulit
tidur, bahkan samapi
mengamuk dan
menyerang
Kekambuhan
klien
gangguan jiwa
Jarang:
Jika klien
memperlihatkan
tanda dan gejala
kekambuhan
seperti sebelumnya
(score ≤ 2
kali selama 1
tahun)
Sering:
Jika klien
memperlihatkan
tanda dan gejala
kekambuhan
seperti sebelumnya
(score > 2
kali selama 1
tahun)
Sesui
dengan
kekambuhan
yang di isi
oleh
responden
(keluarga
pasien)
Guttman
26. 25
3.4 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi merupakan keseluruh sumber data (orang, kelompok,
lembaga, organisasi, dll) dalam suatu penelitian yang menjadi objek.
(Kasjono, 2016). Maka populasi yang digunakan penelitian ini adalah
seluruh pasien yang menderita gangguan jiwa yang berkunjung dan
mengambil obat di Puskesmas Teruwai dari bulan januari samapi agustus
tahun 2022 berjumlah 41 orang. (Sumber : Medical Record Poli Umum
dan Registrasi Obat Pasien Gangguan Jiwa Puskesmas Teruwai).
b. Sampel
Sampel adalah elemen kecil dari populasi yang secara nyata diteliti
juga mewakili populasi itu sendiri (Sugiyono, 2016). Pengambilan sampel
menggunakan Non Probability Sampling dengan teknik purposive
sampling. Cara ini digunakan oleh peneliti dikarenakan memiliki ciri
khusus yang ditujukan untuk analisis data. Akan tetapi, penargetan dipilih
didasarkan kriteria yang ditetapkan oleh peneliti dan tidak diberikan
peluang pada yang lain untuk bisa menjadi responden dan ikut memberikan
partisipasinya pada survei. (Sugiyono, 2016).
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus slovin
yakni sebanyak 38 responden dari populasi.
N = N
1 + N (d)²
N = 41
1 + 41 (0,05)²
= 41
1 + 41 (0,0025)
= 41
1 + 0,1025
= 4
1,1025
27. 26
= 37,188 di bulatkan menjadi 38 Responden
Yang menjadi responden atau yang akan mengisi kuesioner adalah keluarga
klien atau saudara klien.
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah ciri subjek penelitian yang sudah ditetapkan oleh
peneliti sehingga dapat dijadikan sampel penelitian. (Nursalam, 2014)
dengan kriteria pada penelitian yaitu :
a) Keluarga pasien yang mengambil obat jiwa di Puskesmas Teruwai
b) Keluarga pasien yang bersedia menjadi responden
c) Keluarga pasien yang bisa baca tulis
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi
karena beberapa faktor. (Nursalam, 2017) dalam penelitian ini adalah :
a) Pasien epilepsy
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Rencana penelitian akan dilakukan di Poli Umum Puskesmas Teruwai.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dari penyusunan proposal dan pengambilan
data di Puskesmas Teruwai bulan September 2022 dan rencana penyusunan
laporan akhir penelitian sekitar bulan desember 2022.
3.6 Pengumpulan Data
a. Jenis dan Sumber Data (Primer/Sekunder)
1. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari responden dengan
menggunakan kuesioner yang diajukan kepada keluarga pasien
gangguan jiwa yang berkunjung atau penaggung jawab mengambilkan
obat di Poli Umum Puskesmas Teruwai.
28. 27
2. Data Skunder
Data sekunder merupakan informasi yang diperoleh dengan
penggunaan dokumen ataupun umumnya diistilahkan dengan data yang
tidak langsung. (Sugiyono, 2018). Data sekunder untuk riset ini
ditemukan di data Puskesmas Teruwai dan hasil wawancara salah satu
perawat di poli umum Puskesmas Teruwai.
3. Instrument Penelitian
Instrument penelitian adalah peralatan bantuan dalam
mengumpulkan informasi yang diperlukan. Dalam penelitian ini,
instrumen digunakan adalah kuesioner. Menurut (Masturoh, 2018)
kuesioner merupakan teknik mengumpulkan informasi yang isinya
pertanyaan dan pernyataan peneliti lalu selanjutnya diberikan kepada
responden agar diisi.
a) Kuesioner Kepatuhan Klien Minum Obat
Instrumen pada kepatuhan klien minum obat, peneliti akan
menggunakan kuesioner kepatuhan klien minum obat dari penelitian
sebelumnya yaitu penelitian dari Muhammad Ali (2014). Kuesioner
kepatuhan klien minum obat terdiri dari 15 pertanyaan positif dan
negatif. Dimana setiap pertanyaan terdiri dari 9 pertanyaan postif dan
6 pertanyaan negatif yang menggambarkan tentang kepatuhan klien
minum obat. Dengan menggunakan kuesioner dengan Skala Guttman.
Menurut Sugiyono (2016) yaitu skala yang dimanfaatkan agar
menjawab dengan baik dan tepat dari sikap benar dan salah, pernah–
tidak pernah, ya-tidak. Untuk jawaban benar atau ya diberi skor 1
sedangkan untuk tidak atau negatif diberi skor 0.
Skala guttman mempunyai tingkatan yang dijadikan sebagai tolak
ukur atau nilai dari positif sampai negative
Tabel 3.2 skoring skala kepatuhan minum obat
29. 28
Alternatif Jawaban Positif Negatif
Ya 1 0
Tidak 0 1
Adapun cara yang digunakan untuk mengukur indikator penilaian
yaitu dengan mengambil nilai median dari jumlah pertanyaan
sebanyak 10 pertanyaan. Jadi, dikatakan kepatuhan klien minum obat
tidak patuh jika menjawab ≤5, patuh jika menjawab >5
b) Kuesioner Kekambuhan
Instrumen pada kekambuhan, peneliti menggunakan kuesioner
kekambuhan, peneliti menggunakan kuesioner kekambuhan klien
gangguan jiwa dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian
Muhammad Ali (2014). Kuesioner kekambuhan terdiri dari 1
pertanyaan. Dimana pertanyaan tersebut menggambarkan tentang
kekambuhan pada klien gangguan jiwa dan berapa kali pasien
mengalami kekambuhan dengan menggunakan kuesioner dengan
skala guttman. Menurut Sugiyono (2016) yaitu skala yang
dimanfaatkan agar memberi jawaban yang tepat dan baik dari sikap
benar dan salah, pernah–tidak pernah, ya-tidak. Untuk jawaban benar
atau ya diberi skor 1 sedangkan untuk tidak atau negatif diberi skor 0.
Skala guttman mempunyai tingkatan yang dijadikan sebagai tolak
ukur atau nilai dari positif sampai negative
Tabel 3.3 skoring skala kekambuhan
Alternatif jawaban Positif Negatif
Ya 1 0
Tidak 0 1
30. 29
Adapun cara yang digunakan untuk mengukur indikator penilaian
yaitu dengan menentukan berapa kali klien mengalami kekambuhan.
Jadi, dikatakan sering apabila klien memperlihatkan tanda dan gejala
kekambuhan seperti sebelumya >2 kali dalam 1 tahun, dikatakan
jarang apabila klien memperlihatkan tanda dan gejala kekambuhan
seperti sebelumya ≤2 kali selama 1 tahun.
c) Uji Validitas
Uji validitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
apakah kuesioner tersebut valid atau tidak pada suatu alat penelitian.
(Dahlan, 2013).
Hasil uji validitas kuesioner dilaksanakan melalui komputer.
Keputusan tersebut didasarkan pada p-value dengan signifikansi
<0,05 (5%) sehingga struktur proposisi dimensi variabel dapat
diandalkan dengan nilai significancy >0.05 (5%) dinilai tidal valid.
d) Reabilitas
Reabilitas adalah indeks yang menggambarkan derajat kehandalan
suatu alat ukur (instrumen) dan mempertahankan konsistensinya
walaupun gejala yang sama diukur berkali-kali. Uji reliabilitas
tercermin dari nilai cronbach's alpha.
Jika nilainya > 0,60, maka struktur pernyataan yang berdimensi
variabel adalah reliabel. (Arikunto, 2010). Hasil dari uji reabilitas
pada kuesioner kepatuhan klien minum obat 0,782 dan terbukti
reliabel dengan hasil >0,60. (Kautsar, 2015).
3.7 Pengolahan Data
Menurut Sugiyono (2015) Penanganan informasi penelitian dilakukan
secara fisik dengan menyelesaikan lembar persepsi yang diberikan.
Penanganan data kemudian ditangani dengan memanfaatkan program SPSS
dengan tahapan yang menyertainya:
31. 30
a. Editing
Pengeditan adalah pemeriksaan data yang telah dikumpulkan.
Pengeditan dilakukan karena kemungkinan data yang masuk tidak
memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan kebutuhan. Pada penelitian ini,
peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah terkumpul, meliputi
karakteristik responden, hasil jawaban kuesioner kepatuhan klien minum
obat dan kuesioner kekambuhan klien gangguan jiwa. Apabila masih belum
terisi atau tidak sesuai dengan petunjuk pengisian kuesioner maka
responden akan diminta untuk melengkapi kembali.
b. Coding
Pengkodingan merupakan aktivitas berubah data yang awalnya
berbentuk abjad lalu diubah jadi bentuk angka/bilangan.
1. Data Klien
a) Jenis Kelamin
Laki-laki : diberi kode 1
Perempuan : diberi kode 2
b) Umur
Remaja Akhir (17-25 tahun) : diberi kode 1
Dewasa Awal (16-35 tahun) : diberi kode 2
Dewasa Akhir (36-45 tahun) : diberi kode 3
Lansia Awal (46-55 tahun) : diberi kode 4
Lansia Akhir (56-65 tahun) : diberi kode 5
c) Status
Menikah : diberi kode 1
Belum menikah : diberi kode 2
Duda/Janda : diberi kode 3
2. Data Responden/Keluarga yang merawat pasien
a) Hubungan dengan pasien
Orang Tua : diberi kode 1
32. 31
Anak : diberi kode 2
Kakak : diberi kode 3
Adik : diberi kode 4
Lainnya : diberi kode 5
b) Jenis Kelamin
Laki-laki : diberi kode 1
Perempuan : diberi kode 2
c) umur
Remaja Akhir (17-25 tahun) : diberi kode 1
Dewasa Awal (16-35 tahun) : diberi kode 2
Dewasa Akhir (36-45 tahun) : diberi kode 3
Lansia Awal (46-55 tahun) : diberi kode 4
Lansia Akhir (56-65 tahun) : diberi kode 5
d) Tingkat Pendidikan
SD/Tidak Tamat SD/Tidak Sekolah : diberi kode 1
SLTP : diberi kode 2
SLTA : diberi kode 3
Diploma : diberi kode 4
Perguruan tinggi : diberi kode 5
e) Pekerjaan Keluarga
PNS : diberi kode 1
Petani : diberi kode 2
Karyanswasta : diberi kode 3
Wiraswasta : diberi kode 4
Lainnya : diberi kode 5
f) Sudah berapa lama pasien/anggota keluarga mengalami sakit
< 5 tahun : diberi kode 1
> 5 tahun : diberi kode 2
33. 32
g) Pengeluaran untuk pasien dalam 1 bulan :
Rp. 50.000 s/d Rp. 100.000 : diberi kode 1
Rp. 100.000 s/d Rp. 250.00 : diberi kode 2
Rp. 250.000 s/d Rp. 500.000 : diberi kode 3
Lebih dari Rp. 500.000 : diberi kode 4
3. Data Variabel
a) Kepatuhan Klien Minum Obat
Tidak patuh (<5) : diberi kode 1
Patuh (>5) : diberi kode 2
b) Kekambuhan
Jarang (<2) : diberi kode 1
Sering (>2) : diberikan kode 2, 3
c. Processing
Pengolahan adalah proses setelah semua kuesioner diisi secara lengkap
dan benar serta jawaban responden atas kuesioner tersebut telah dikodekan
ke dalam aplikasi pengolah data di komputer.
d. Cleansing
Pembersihan data memeriksa kembali apakah data yang dimasukkan
sudah benar atau terjadi kesalahan saat memasukkan data.
3.8 Analisa Data
Analisis data adalah aktivitas yang mengikuti pengumpulan data dari
semua responden atau sumber lain (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini,
data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan teknik statistik.
Proses pemasukan data dan pengolahan data menggunakan software komputer
Microsoft Excel dan program SPSS. Dalam penelitian ini menggunakan
analisa data univariat dan bivariat, yaitu :
a. Analisa Univariat
Merupakan proses pengolahan data dengan bentuk grafik atau tabel
(Nursalam, 2014). Analisa ini digunakan untuk menghitung distribusi dari
34. 33
frekuensi sehingga diketahui gambaran dari karakteristik responden.
Variabel responden yang termasuk dalam kategorik berupa pertanyaan
seperti apa hubungan responden dengan klien, jenis kelamin, umur, tingkat
pendidikan, pekerjaan keluarga, berapa lama pasien/anggota keluarga
mengalami sakit dan pengeluaran untuk pasien dalam 1 bulan berapa.
Sedangkan variabel berbentuk numerik pada penelitian ini adalah
kepatuhan klien minum obat dan kekambuhan. (Nototadmodjo, 2010)
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat untuk menganalisis hubungan antara 2 variabel yang
diduga berkorelasi (Nototadmodjo, 2010). Analisa bivariat pada penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan klien minum obat
dengan kekambuhan klien gangguan jiwa. Penelitian ini menggunakan
skala nominal dan ordinal, sehingga menggunakan Statistik Non
Parametric. (Norfai, 2021). Dalam statistik non parametric, data yang akan
dianalisis tidak harus terdistribusi normal. Maka dari itu, pada penelitian ini
tidak dilakukan uji normalitas. (Sugiyono, 2016). Uji statistik pada
penelitian ini yaitu dengan menggunakan Chi Square test, Peneliti ingin
mengetahui hubungan kepatuhan klien minum obat dengan kekambuhan
klien gangguan jiwa. Variabel kekambuhan termasuk skala ordinal dan
varaibel kepatuhan minum obat termasuk skala nominal. (Sugiyono, 2016).
3.9 Etika Penelitian
Prinsip-prinsip etika di mana penelitian ini dilakukan dirancang untuk
melindungi responden dari berbagai kekhawatiran dan pengaruh yang timbul
dari kegiatan penelitian (Nursalam, 2014) yaitu.
a. Informed Consent (Pernyataan Persetujuan)
Informed consent adalah suatu kesepakatan baik peneliti dan
responden penelitian dengan memberikan formulir persetujuan. Informed
consent diberikan kepada responden sebelum melakukan penelitian dengan
memberikan formulir persetujuan untuk menjadi responden. Maksud dari
35. 34
informed consent adalah agar responden memahami maksud dan tujuan
penelitian, jika responden tidak menghendaki demikian peneliti harus
tunduk dan hormat pada hak-hak responden.
b. Anonymity (Tanpa Nama)
Anonimitas merupakan aktivitas dalam penjagaan rahasia dan peneliti
tidak diperbolehkan untuk memperlihatkan identitas responden, maka
dalam kuesioner responden cuma dimintai agar memberi tanda berupa
huruf awal nama contohnya saja (M).
c. Beneficience (Manfaat)
Di sebuah riset harusnya memberikan dampak baik bagi subjek
sehingga dapat mencegah peningkatan kecemasan dengan berbagai cara
jika mereka mengetahui tingkat kecemasan yang mereka alami. Risiko
penelitian ini sangat rendah karena dalam penelitian ini pertanyaan yang
diajukan hanya berupa angket dan tidak dilakukan perlakuan atau uji coba.
d. Confidentially (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden diberikan penjaminan oleh peneliti,
dan hanya beberapa kelompok data yang dilaporkan sebagai hasil
penelitian yang tidak memuat data yang dibutuhkan peneliti, tidak akan
disajikan dalam hasil dan kuesioner yang digunakan. peneliti untuk
mengukur kecemasan melalui responden akan dihilangkan setelah hasil
disajikan.
40. DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim Ayub Sani. 2011. Keperawatan jiwa edisi 1. Penerbit
Nusa.Tanggerang Ibrahim Ayub Sani. 2011. Keperawatan jiwa edisi 2.
Penerbit Nusa.Tanggerang
Ireine Kaunang. 2015. Ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 2. Nomor 2. Mei
2015 http://download.portalgaruda.org
Junaidi iskandar. 2014. Cara Mengetahui Penyimpangan Jiwa Dan Perilaku
Tidak Normal Lainya. Yogyakarta
Kamila lestari, dhian ririn, herawati. Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan
Minum Obat Pada Pasien Gangguan Jiwa Diwilayah Kerja Puskesmas
Banjar Baru. Dari http://2558-5120-1.SM.pdf
Kaunang irene, kanine Asrom, kallo vanri. Hubungan kepatuhan minum obat
dengan prevalensi kekambuhan pada pasien skizofrenia yang berobat
jalan di poliklinik jiwa rumah sakit prof. Dr. Iratumbuysang manado
[online 2015]: volume 2 nomor 2. Dari
http://gtgtgy7h8h8hgtfrdry7h.pdf
Kaunang, 2015, Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan Prevalensi
Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Yang Berobat Jalan Di Poli
Klinik Jiwa Rs Manado
Keliat Budi Ana, Akemat, Helena Novi, Hurhaeni Heni. 2015. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas, Jakarta: EGC
Kusuma Farida, Hartono Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
41. Salemba Medika
Lia Minarni, Jaka S. Sudagijono.2015. Jurnal Experientia Volume 3, Nomor 2
Oktober 2015
Magura , 2011, Faktor Associated With Medication Adherence Among
Psychiatric Outpatients At Substance Abuse Risk
Nasir Abdul, Muhith Abdul. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
Notoatmodjo soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Keperawatan Teknik
analisis data. Jakarta: Salemba Medika
Saputra, 2012, Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
Mengkonsumsi Obat Pada Pasien Yang Mengalami Gangguan Jiwa
Poli Rawat Jalan Rsjd Surakarta
Souza, 2013, Bipolar Disordier And Medicaton: Adrence, Patients Knowledge
And Serum Monitoring Of Lithium Carbonate
Suprayitno,H. 2010. Merawat klien gangguan jiwa.
http://ganafamily.blogspot.com/2010/12/gangguan-
jiwa.html.[7april2015]
Videbeck, Sheila.2008 Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Yosep Iyus. 2008. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
42. https://regional.kompas.com/read/2011/11/14/14390742/~Regional~Indonesia
%20Timur
Aji, W. M. H. (2019). Asuhan Keperawatan Orang Dengan Gangguan Jiwa
Halusinasi Dengar Dalam Mengontrol Halusinasi.
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Barry Guze, S. R. (2017). Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC.
Kasjono, Heru, K. (2016). Intisari Epidemologi. Yogyakarta: Mitra Cendikia
Press.
Kautsar. (2015). Uji Validitas dan Reliabilitas HamiltonAnxiety Rating Scale
Terhadap Kecemasan dan Produktivitas Pekerja Visual Inspection PT.
Widatra Bhakti. Senatek.
Lubis, N. L. (2016). Depresi. Jakarta: Kencana.
Mariani. (2019). Faktor yang Berhubungan dengan Kekambuhan Penyakit
Skizofrenia di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Provinsi
Sulawesi Selatan. 1–18.
Muslim. (2018). Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic
Medication) (Edisi Ketiga). Jakarta: EGC.
Norfai. (2021). Statistika Non-Parametrik Untuk Bidang Kesehatan (Teoritis,
Sistematis dan Aplikatif). Klaten: Penerbit Lakeisha.
43. Notosoedirjo. (2018). Kesehatan Mental. Malang: UMM Press.
Nototadmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. jakarta: rineka
Cipta. Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika. Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
.
Pebrianti, D. K. (2021). Penyuluhan Kesehatan tentang Faktor Penyebab
Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK),
3(3), 235. https://doi.org/10.36565/jak.v3i3.160
Pujiningsih, E. (2021). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Guapedia.
Putra, F. A., Widiyono, & Sukmonowati, W. (2019). Hubungan Kepatuhan
Minum Obat dengan Tingkat Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia.
Jurnal Keperawatan Universitas Sahid Surakarta, 3(2), 58–66.
Retrieved from
http://www.tjyybjb.ac.cn/CN/article/downloadArticleFile.do?attachTyp
e=PD F&id=9987
Refnandes, R., & Almaya, Z. (2021). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia. 17(1).
RI, D. (2008). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Rilla Sovitriana. (2019). Dinamika Psikologis Kasus Penderita Skizofrenia.
Sidoarjo: Uwais Inspirasi Indonesia.
Sari, Y. P. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya
44. Kekmabuhan Pada Penderita Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sungai Dareh. Perinthis’ Health Journal, Vol. 5 No., 1–11.
Siahaan. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan.
Simanjuntak. (2017). Penanganan Penderita Skizofrenia Secara Holistik di
Badan Pelayana Kesehatan Jiwa Nangroe Aceh Darussalam. USU
Medan.
Siswanto. (2018). Laporan Nasional Riskesdas. Jakarta: Kemeneterian
Kesehatan RI.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Videback, S. L. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Wardani. (2009). Pengalaman Keluarga Menghadapi Ketidakpatuhan Anggota
Keluarga Dengan Skizofrenia Dalam Mengikuti Regimen Terapeutik :
Pengobatan. FIK UI.
Yunatan Iko Wicaksono. (2016). Gejala Gangguan Jiwa dan Pemeriksaan
Psikiatri Dalam Praktek Klinis (edition 1). Malang: Medi Nusa Cretive
(MNC).
46. Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswi Program Studi Ilmu
Keperawatan, Universitas Qamarul Huda Badaruddin Bagu Lommbok Tengah.
Nama : Sunnah
NIM : 1420121017EX
Akan mengadakan penelitian tentang “Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan
Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa di Poli Umum Puskesmas Teruwai Tahun
2022”. Untuk itu saya memohon kesediaannya menjadi responden dalam penelitian
saya. Segala hal yang bersifat rahasia akan dirahasiakan dan digunakan hanya untuk
penelitian ini.
Dengan surat permohonan ini disampaikan, atas kesediaannya sebagai responden
saya ucapkan terimakasih.
Teruwai, Desember
2022
Sunnah
Lampiran 2
Kode Responden:
47. LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Klien/Inisial :
Nama responden/Inisial :
Hubungan dengan Klien :
Umur :
Alamat :
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah mendapatkan penjelasan maksud dari
pengumpulan data untuk penelitian tentang “Hubungan Kepatuhan Minum Obat
dengan Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa di Poli Umum Puskesmas Teruwai
Tahun 2022”. Untuk itu secara sukarela saya menyatakan bersedia menjadi
responden penelitian tersebut. Adapun bentuk kesediaan saya adalah bersedia mengisi
kuesioner. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dengan penuh
kesadaran tanpa paksaan.
Teruwai, Desember
2022
Responden
( )
48. Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa
di Poli Umum Puskesmas Teruwai Tahun 2022
1. DATA DEMOGRAFI
Petunjuk : Berilah checklist (√) pada data demografi dibawah sesuai biodata.
A. KARAKTERISTIK KLIEN
1) Inisial :
2) Umur
Remaja Akhir (17-25 tahun) : ( )
Dewasa Awal (26-35 tahun) : ( )
Dewasa Akhir (36-45 tahun) : ( )
Lansia Awal (46-55 tahun) : ( )
Lansia Akhir (56- >65 tahun) : ( )
3) Jenis Kelami
Laki-laki : ( )
Perempuan : ( )
4) Status
Menikah : ( )
Belum menikah : ( )
Duda/Janda : ( )
5) Alamat :
B. RESPONDEN
1) Inisial :
2) Hubungan dengan Klien
Orang Tua : ( )
Tgl:
Kode:
49. Anak : ( )
Kakak : ( )
Adik : ( )
Lainnya : ( )
3) Umur
Remaja Akhir (17-25 tahun) : ( )
Dewasa Awal (16-35 tahun) : ( )
Dewasa Akhir (36-45 tahun) : ( )
Lansia Awal (46-55 tahun) : ( )
Lansia Akhir (56-65 tahun) : ( )
4) Jenis Kelamin
Laki-laki : ( )
Perempuan : ( )
5) Pendidikan
SD/Tidak Tamat SD/Tidak Sekolah : ( )
SLTP : ( )
SLTA : ( )
Diploma : ( )
Perguruan Tinggi : ( )
6) Pekerjaan :
PNS : ( )
Petani : ( )
Karyanswasta : ( )
Wiraswasta : ( )
Lainnya : ( )
7) Sudah berapa lama pasien/anggota keluarga mengalami sakit
< 5 tahun : diberi kode 1
> 5 tahun : diberi kode 2
8) Pengeluaran untuk pasien dalam 1 bulan
Rp. 50.000 s/d Rp. 100.000 : ( )
50. Rp. 100.000 s/d Rp. 250.000 : ( )
Rp. 250.000 s/d Rp. 500.000 : ( )
Lebih dari Rp. 500.000 : ( )
Lampiran 4
II. KUESIONER KEPATUHAN MINUM OBAT
Petunjuk : Berilah checklist (√) pada jawaban yang pasien rasa paling benar.
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Klien meminum obat secara teratur tanpa di
ingatkan oleh keluarga
2. Klien meminum obat sesuai dengan dosis yang
diberikan dari puskesmas
3. Klien tidak menghentikan obat yang dikonsumsi
sebelum waktunya
4. Klien mengetahui jadwal minum obat secara
mandiri
5. Klien merasa jenuh atau bosan minum obat
6. Keluarga mengingatkan klien dalam minum obat
7. Keluarga mendampingi klien saat kontrol ke
puskesmas
8. Keluarga diberi informasi secara detail tentang cara
minum obat dan jadwal kontrol ulang
9. Keluarga tidak mengajak klien untuk melakukan
kontrol ulang
10. Dukungan keluarga terhadap pengobatan klien
sangat besar
11. Ketidakpatuhan minum obat pada klien karena
51. kurangnya pengawasan dirumah
12. Klien minum obat secara teratur karena dibantu
adanya pemberian label pada setiap kemasan obat
13. Klien malas kontrol karena jarak puskesmas dengan
rumah klien jauh
14. Kesembuhan klien tidak diharapkan oleh keluarga
klien
15. Klien/keluarga klien tidak mengambil obatnya
karena tidak punya uang
Lampiran 5
III. KUESIONER KEKAMBUHAN
Petunjuk pengisian :Berilah tanda checklist (√) pada tempat yang disediakan.
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Jika klien menunjukan tanda dan gejala
kekambuhan seperti :
a. Gelisah
b. Sering melamun
c. Sering bicara sendiri
d. Menarik diri
e.Kurang perawatan diri
f. Sulit tidur
52. g. Mengamuk dan menyerang
1. Jika Ya, dalam satu tahun ini berapa kali pasien mengalami kekambuhan?
a. ( ) 1 kali
b. ( ) 2 kali
c. ( ) Lebih dari 2 kali