Mahasiswa sebagai Pemikir dan Ilmuwan
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Mahasiswa diharapkan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keilmuan selama perkuliahan.
2. Berpikir keilmuan melibatkan pengamatan sistematis, analisis, sintesis, dan pembuktian hipotesis untuk menghasilkan teori.
3. Perguruan tinggi bertujuan membimbing mahasiswa memahami tanggung jawab berpikir
3. Homo Sapiens
• Cogito ergo sum, karena berpikir maka aku ada (Rene Descartes)
• Homo sapiens adalah tanda kesadaran diri manusia dalam melahirkan kemampuan untuk
bernalar, mencerap, mengamati, mengingat, membayangkan, menganalisis, memahami,
merasa, membangkitkan emosi, menghendaki, melakukan sintesis, abstraksi, serta
mengadakan suatu perhitungan menuju ke masa depan.
• Homo sapiens merupakan sebuah keberadaan aktif yang memungkinkan dunia obyektif
direfleksikan dalam konsep, putusan intelektual, serta memungkinkan manusia
mengorganisir pikirannya dari taraf-taraf hipotesis menuju pembuktian. Sehingga
berkembang menjadi teori, ilmu, teknologi, industri, dan sebagainya, yang membuat manusia
mampu memecahkan masalah-masalah kehidupan secara efektif dan sitematis.
4. Proses berfikir
Pikiran sebagai kemampuan khas manusia untuk secara kritis melakukan:
• Pengamatan;
• Menilai dan mengklasifikasi atau mengkategorikan konsep-konsep;
• Menempatkan perbedaan dalam rangka kombinasi dan hubungan;
• Melakukan perhitungan-perhitungan berdasarkan kemampuan membeda-
perbedakan, mengklasifikasi, dan mengkombinasi hubungan (Aristoteles).
5. Curiosity
Pikiran mampu menangani "rasa ingin tahu" manusia dan menempatkannya
sebagai:
• titik pangkal kesadaran (existencial consciousness) untuk makin melangkah
menuju tahap kedewasaan dan kematangan hidup.
• "tenaga budaya" dalam melakukan berbagai karya budaya.
• "tenaga ilmu" dalam mengerjakan berbagai karya keilmuan untuk
menyingkap misteri ketidaktahuan yang mencemaskan menjadi alam
penaklukan yang menyenangkan.
6. Pikiran sebagai Tenaga Keilmuan
• Melalui pikiran, rasa "ingin tahu“ manusia diarahkan pada penemuan konsep-
konsep, ide, gagasan, dan pembuktian hipotesis untuk menjadi teori atau
pikiran keilmuan yang jelas.
• Melalui pikiran, manusia mampu menciptakan aneka hukum bagi
pengembangan kehidupannya, seperti; hukum ekonomi (the Law of having),
hukum tindakan (the Law of doing), dan hukum budaya (The Law of Being).
• Karena pikiran, manusia menjadi makhluk yang bertanggungjawab dan
karenanya, dapat dimintai pertanggung-jawaban atas segala hal yang
dilakukannya.
7. Ciri pemikiran keilmuan
Berpikir keilmuan, secara filosofis, adalah
• Berpikir sungguh-sungguh sampai mendapatkan kejelasan, kepastian, ketepatan, dan
keajegan-keajegan pemikiran yang mendasar bagi sebuah bangunan keilmuan.
• Berpikir disiplin (komitmen diri) dalam mengawal pengembangan pemikiran sampai pada
pembuktian-pembuktian kebenaran pemikiran keilmuan.
• Berpikir metodis, artinya diproses dan dihasilkan dengan cara-cara kerja yang tertanggung
jawab, baik dari sisi rasio maupun teknis analisis, pengujian, dan pembuktiannya.
• Berpikir terarah pada pengetahuan, sehingga dihasilkan sistem pemikiran yang tersusun
secara sistematis dan menjadi kerangka – kerangka pemikiran dasar bagi sebuah bangunan
keilmuan.
8. Peran Perguruan Tinggi
• Perguruan tinggi berfungsi dalam rangka pencerdasan budi atau intelektual
dan budaya masyarakat, melalui penumbuhan kesadaran diri mahasiswa dan
masyarakat bahwa pikiran, pengetahuan, dan ilmu adalah salah satu
fenomena eksistensi manusia yang tidak dapat dipisahkan dari nilai dan
panggilan tugas kemanusiaan yang diembannya
• Studi filsafat ilmu di Perguruan tinggi bertujuan membimbing mahasiswa
untuk memahami keluasan dan kedalaman hakikat serta tanggungjawab
pikiran dan pengetahuan manusia.
9. Sumber Bacaan:
Suriasumantri, J.S., 1995, Ilmu dalam Perspektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
The Liang Gie, 1985, Kamus Logika, Nurcahya, Yokyakarta.
------------------, 1996, Pengantar Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta.
Keraf, Gorys, 1992, Argumentasi dan Narasi, Gramedia, Jakarta
Watloly, A., 2001, Tanggung Jawab Pengetahuan, Kanisius, Yogyakarta.
Editor's Notes
Melalui pikiran, "rasa ingin tahu“ tidak hanya diratapi secara psikologis, tetapi ditempatkan pada sebuah realitas pembelajaran (diskursus) untuk mengisi ruang keinginannya itu dengan kompetensi; pengetahuan, keilmuan, ketrampilan, etika, moralitas, dan spiritualitas.
Pikiran, dalam kedudukan sebagai "tenaga ilmu", berfungsi memberi dasar-dasar pemikiran keilmuan, menentukan obyek dan prinsip-prinsip metodik keilmuan serta ciri khas masing-masing cabang ilmu. Tenaga keilmuan tersebut, berfungsi pula untuk memperdalam serta memperluas cakrawala pertimbangan-pertimbangan dan putusan-putusan teoretis sehingga mampu mendorong perkembangan ilmu-ilmu khusus, maupun aplikasi atau penerapan keilmuan dengan pertimbangan-pertimbangan nilai agar ilmu pengetahuan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Akhirnya, pikiran, baik sebagai "tenaga budaya" maupun "tenaga ilmu", merupakan kekuatan strategis untuk menyingkapkan keluhuran atau keagungan manusia yang tiada bandingnya, sehingga rasa "ingin tahu" manusia menemukan artinya yang strategis dan mendalam.