More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah - Putri Martya C.P..pdf
1. LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah
No.
Masalah yang
telah
diidentifikasi
Hasil eksplorasi penyebab masalah
Analisis eksplorasi
penyebab masalah
1 Penguasaan guru
terhadap model,
pendekatan
berbasis STEAM,
strategi, metode,
& Teknik
pembelajaran
inovatif masih
rendah
Kajian literatur:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1) profesionalisme guru dalam
penerapan model-model pembelajaran
inovatif masih belum sesuai harapan.
Hal ini terlihat baik dari aspek
pengetahuan maupun keterampilan
sebagian guruyang masih rendah
dalam menerapkan model-model
pembelajaran inovatif, dan 2) ada dua
faktor yang mempengaruhi
penerapan model-model
pembelajaran inovatif, yaitu
rendahnya kualitas pelatihan/
workshop yang diikuti dan
rendahnya komitmen dan motivasi
guru untuk menerapkan model-
model pembelajaran inovatif.
Karenanya, direkomendasikan pada
pemerintah agar pemerintah
meningkatkan kualitas
penyelenggaraan
pelatihan/workshop bagi guru dan
melakukan upaya-upaya nyata
dalammeningkatkan komitmen dan
motivasi guru untuk
menerapkannya.
(Khodijah, N. 2012)
2. There are additional factors to consider
to have ICT for learning :
a. the environmental factor which
consists of school or institution
holding the activity,
b. students who learn, their ages,
social and economical
background, the language and
literacy of IT, the variety of
learning
c. the teacher, consists of the
background of the teacher, the
age, the teaching style, the
experience and the personality
d. factors of technology which consists
of computer, software, internet
network and other application of
EducateNet at schools.
(Faridi, Abdurrahman: 2009)
Hasil observasi:
1. Minimnya pelatihan terkait
pengembangan pembelajaran yang
diikuti oleh guru.
Setelah dianalisis dapat
disimpulkan bahwa
penguasaan guru
terhadap model,
pendekatan berbasis
STEAM, strategi, metode,
& Teknik pembelajaran
inovatif masih rendah
terjadi karena beberapa
hal, yaitu:
1. Minimnya pelatihan-
pelatihan terkait
pembelajaran inovatif
yang diikuti oleh guru.
2. Kurangnya sarana
dan prasarana yang
dapat menunjang
terlaksananya
pembelajaran inovatif
dengan baik.
3. Beban kerja guru
yang berlebihan
sehingga
menyebabkan guru
tidak punya cukup
waktu untuk
menyiapkan
pembelajaran.
Berdasarkan analisis
penyebab masalah
tersebut maka upaya-
upaya yang dapat
dilakukan guru
diantaranya:
1. meningkatkan
motivasi guru untuk
mengikuti pelatihan;
2. mengoptimalkan
sarana dan prasarana
yang ada di sekolah;
3. aktif mencari
informasi tentang
pelatihan-pelatihan
yang dapat diikuti
untuk
mengembangkan diri;
4. membuat target dan
jadwal terstruktur
untuk mencapai target
tersebut;
5. mencari berbagai
macam sumber untuk
2. 2. Guru sering terlambat mendapatkan
informasi pelatihan karena terbatasnya
jaringan internet.
3. Guru sering tidak punya waktu untuk
mengembangkan media pembelajaran
yang inovatif karena beban kerja yang
banyak.
4. Sarana dan prasarana di sekolah
kurang mendukung guru untuk
mengikuti pelatihan yang sejak
pandemi dilakukan secara daring.
5. Kurangnya kreatifitas guru dalam
mengembangkan bahan ajar
6. Guru tidak maksimal menggunakan
ICT dalam pembelajaran
Hasil Wawancara dengan guru:
1. Guru sudah mengetahui makna dari
pembelajaran inovatif tapi belum
maksimal menerapkannya dalam
kegiatan pembelajaran.
2. Guru tidak dapat melakukan
pembelajaran inovatif karena faktor
penunjang pembelajaran (sarana dan
prasarana) belum memadai.
3. Guru menganggap bahwa
kemampuan peserta didik masih
rendah sehingga pembelajaran
inovatif tidak dapat dilaksanakan
dengan baik
Hasil wawancara dengan kepala
sekolah:
1. Hanya sebagian guru saja yang
melakukan pembelajaran inovatif.
2. Hanya sebagian guru yang rajin
mengikuti pelatihan-pelatihan tentang
pembelajaran karena terbatasnya
sarana dan prasarana.
3. Pembelajaran yang dilaksanakan di
sekolah menggunakan media
pembelajaran yang disesuaikan dengan
kondisi sekolah
4. Sarana dan prasarana sekolah terbatas
sehingga mempengaruhi kegiatan
pembelajaran.
Hasil wawancara dengan pakar:
1. Kurangnya kesempatan untuk
mengikuti pengembangan profesional
berkelanjutan;
2. guru terlalu banyak workload
dan/atau underpaid (dibayar rendah)
sehingga tidak punya waktu untuk
mengikuti training, seminar,
workshop, dst. karena terlalu banyak
yang harus dilakukan atau harus
mencari penghasilan tambahan;
mengembangkan
kreatifitas dalam
mengembangkan
bahan ajar.
3. 3. sarana dan prasarana di sekolah tidak
mendukung.
2 Kurang
memahami
karakteristik
peserta didik
seperti
kemampuan,
minat, gaya
belajar, &
perkembangan
kognitif
Kajian Literatur:
1. Guru dapat mengetahui karakteristik
peserta didik melalui berbagai cara.
Mengenali karakteristik peserta didik
akan membantu guru untuk
menghantarkan peserta didik meraih
cita-citanya. Ketika guru dapat
memahami karakteristik setiap
peserta didiknya, guru akan dapat
memberikan pendekatan dan
perlakuan yang tepat khususnya
dalam proses pembelajaran, berlaku
adil, dan dapat menyelesaikan
permasalahan yang dialami peserta
didik dengan memperhatikan
karakteristiknya. (Prastiwi H, 2021)
2. Hasil penelitian menunjukkan untuk
memahami anak, pendidik perlu
menggunakan segala informasi baik
informasi yang bersumber dari
internal maupun eksternal anak.
Informasi-informasi tersebut dapat
berhubungan dengan faktor latar
belakang anak seperti faktor sosial
budaya anak. Faktor-faktor ini penting
dipahami untuk mengoptimalkan pola
hubungan dan interaksi antara tenaga
pendidik dengan peserta didik.
(Janawi. 2019).
Hasil observasi:
1.Guru tidak melakukan asesmen awal
pada peserta didik baik asesmen
kognitif maupun asesmen non-kognitif.
2.Guru kurang memperhatikan gaya
belajar peserta didik di kelas.
3.Guru kurang memahami keinginan
belajar peserta didik
4.Guru tidak mengarsipkan hasil belajar
peserta didik untuk mengetahui
perkembangan kognitifnya
5.Guru lebih memperhatikan siswa yang
cenderung aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
Hasil Wawancara dengan guru:
1. Guru hanya memahami karakter
peserta didik dari hasil pengamatan di
kelas.
2. Guru tidak melakukan penilaian
kognitif untuk mengetahui
kemampuan dasar peserta didik
sebelum pembelajaran.
Setelah dianalisis dapat
disimpulkan bahwa
permasalahan guru
kurang memahami
karakteristik peserta
didik seperti
kemampuan, minat,
gaya belajar, &
perkembangan kognitif
terjadi karena beberapa
hal, yaitu:
1. Guru tidak melakukan
asesmen di awal
pembelajaran baik
asesmen kognitif
maupun non-kognitif.
2. Guru tidak
memanfaatkan
pemahamannya
terhadap karakter
peserta didik untuk
melakukan
pendekatan
pembelajaran yang
sesuai.
3. Guru belum
menyesuaikan
pembelajaran dengan
gaya belajar peserta
didik.
Berdasarkan analisis
penyebab masalah
tersebut maka upaya-
upaya yang dapat
dilakukan guru
diantaranya:
1. Guru melakukan
asesmen di awal baik
asesmen kognitif
maupun nonkognitif.
2. Guru melakukan
pemetaan setelah
melakukan asesmen
3. Guru membangun
hubungan yang
dekat dengan semua
siswa secara merata
4. Guru membangun
hubungan dengan
orang tua siswa
guna memahami
karakteristik siswa.
4. Hasil wawancara dengan kepala
sekolah:
1. Guru sudah memahami karakteristik
peserta didik.
2. Untuk menumbuhkan karakter baik
pada peserta didik, di sekolah
dilaksanakan sholat zuhur
berjamaah, mengajarkan peserta
didik untuk saling bekerja sama, serta
mengajarkan kepada peserta didik
untuk bisa saling menghargai orang
lain baik itu yang lebih muda ataupun
yang lebih tua
Hasil wawancara dengan pakar:
1. Kelas yang biasanya terlalu besar dan
terlalu heterogen.
2. Terlalu banyak beban kerja selain
mengajar sehingga kurang perhatian
untuk peserta didik.
3 Pendidik belum
bisa menerapkan
assessment
dengan baik
Kajian Literatur:
1. Hasil penelitian menemukan bahwa
implementasi penilaian otentik untuk
mata pelajaran bahasa Inggris belum
berjalan dengan baik. Kesiapan guru
terkait instrumen, penentuan tipe
penilaian, dan prosedur penilaian
menjadi masalah dalam
penerapannya. (Darong, H.C, Nirman,
E.M, 2022).
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Guru telah menerapkan empat jenis
penilaian otentik yaitu, observasi,
penilaian kinerja, penilaian rekan
dan diri, dan proyek. Perbedaan
ditemukan dalam penerapan
penilaian kinerja, penilaian diri, dan
portofolio. Temuan ini
mengimplikasikan bahwa guru belum
secara optimal menerapkan penilaian
otentik. (Rahayu, K.A. 2021).
3. Hasil analisis menunjukkan bahwa
pelaksanaan asesmen guru berada
pada katagori cukup otentik.
Cukupnya tingkat keotentikan
pelaksanaan asesmen guru juga
ditemukan berdasarkan pada persepsi
guru dan siswa terhadap
pelaksanaannya. Hal ini disebabkan
oleh kurangnya perencanaan asesmen
yang relevan dalam rancangan
perencanaan pembelajaran (RPP) guru
sehingga kurang mampu mencapai
apa yang diminta dalam kurikulum.
Asesmen instrumen yang
direncanakan dan dilaksanakan
seperti rubrik, kisi-kisi, dan tes
Setelah dianalisis dapat
disimpulkan bahwa
permalasalahan pendidik
belum bisa menerapkan
assessment dengan baik
disebabkan oleh
beberapa hal
diantaranya:
1. Guru tidak membuat
kisi-kisi dan kartu
soal sebelum
membuat penilaian.
2. Guru tidak
melakukan analisis
pada hasil penilaian.
3. Guru terkadang tidak
melakukan penilaian
yang sesuai dengan
IPK yang tertera pada
RPP.
Berdasarkan analisis
penyebab masalah
tersebut maka upaya-
upaya yang dapat
dilakukan guru
diantaranya:
1. Guru lebih aktif
mengikuti pelatihan
tentang asesmen
pembelajaran
2. Guru menyesuaikan
asesmen dengan IPK
dan materi
pembelajaran
5. cenderung kurang sesuai untuk
digunakan. Walaupun beberapa
asesmen sudah memenuhi beberapa
kriteria untuk dikatagorikan sebagai
asesmen otentik, kekurangsesuain
dari pelaksanaannya masih terjadi.
Hal ini menunjukkan bahwa
pelaksanaan asesmen guru, secara
umum, belum mampu mewakili
kompetensi siswa seperti apa yang
diminta dalam dunia nyata.
(Wahyuni, LGE 2018).
4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(1) Pengetahuan guru bahasa Inggris
SMPN RSBI Kota Padang cukup
memadai untuk membuat penilaian
otentik sesuai dengan standar
penilaian otentik. (2) Guru sudah
mampu menyusun perangkat
penilaian otentik, terutama untuk
speaking dan writing, tetapi melihat
begitu beragamnya jenis teks yang
harus dinilai, pengetahuan guru
untuk menyusun perangkat penilaian
ini masih perlu ditingkatkan. (3)
Pelaksanaaan penilaian otentik belum
begitu banyak pada proses
pembelajaran. Pada sebagian besar
aktivitas pembelajaran, penilaian
yang dilakukan guru masih bersifat
global, belum menggunakan rubrik
seperti yang telah dikemukakan
pada RPP. (4) Penilaian otentik sudah
dilaksanakan untuk menilai proses
pembelajaran, tetapi belum untuk
ujian tengah semester dan akhir
semester. Walaupun demikian, materi
ujian sudah menggunakan materi teks
otentik. Hal ini dapat dilihat dari jenis
teks yang digunakan sebagai bahan
ujian tengah semester dan akhir
semester. (5) Dari bobot penilaian
yang digunakan, penilaian proses
mendapat porsi terbesar pada
pembobotan nilai. Artinya guru
telah menggunakan hasil penilaian
otentik dalam menentukan nilai
akhir siswa. (Zaim, M and Amri, Zul:
2012)
Hasil observasi:
1. Guru hanya menggunakan assessment
yang sama tanpa melihat karakteristik
materi pembelajaran dan karakteristik
siswa
2. Guru tidak melakukan tahap-tahap
mengevuasi yang benar, guru tidak
3. Guru mengikuti
tahap-tahap
pembuatan soal
yang benar
4. Guru melakukan
refleksi pada
penilaian yang telah
dibuat sebelumnya
dan
menggunakannya
sebagai acuan untuk
memperbaiki
instrumen penilaian
selanjutnya.
5. Guru membuat
penilaian yang
sesuai untuk dapat
mengukur
kemampuan dan
keterampilan siswa
yang tertera pada
IPK
6. membuat kisi-kisi soal dan kartu soal
sebelum membuat soal.
3. Guru tidak melakukan analisis dari
hasil penilaian.
4. Guru terkadang tidak menyesuaikan
penilaian dengan IPK yang sudah di
buat.
Hasil Wawancara dengan guru:
1. Guru mempunyai kisi-kisi penilaian
akan tetapi tidak membuat kartu soal.
2. Guru tidak melakukan refleksi
terhadap penilaian yang sudah
dilakukan untuk memperbaiki
penilaian selanjutnya.
3. Guru hanya menggunakan penilaian
untuk mengisi nilai di raport peserta
didik.
4. Guru belum melakukan penilaian
HOTS
Hasil wawancara dengan kepala
sekolah:
1. Penilaian sudah dilakukan pada
kegiatan pembelajaran.
2. Penilaian yang dilakukan masih
sebatas pada penilaian sikap,
pengetahuan dan ketarampilan, belum
pernah menggunakan portofolio.
Hasil wawancara dengan pakar:
1. Guru belum menyusun perangkat
pembelajaran dengan baik.
2. Kriteria assessment yang kadang tidak
sesuai dengan situasi dan kondisi
siswa yg sebenarnya.
4 Pemahaman
tentang HOTS
masih kurang,
akibatnya tidak
mampu
merancang &
melaksanakan
pembelajaran
HOTS begitu pula
dengan membuat
soal level HOTS
Kajian Literatur:
1. Hal yang perlu diperhatikan dalam
mengembangkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi terletak pada
konten/materi pembelajaran dan
konteks peserta didik. Apabila peserta
didik belum siap untuk melakukan
keterampilan berpikir tingkat tinggi,
maka perlu dibangun terlebih dahulu
jembatan penghubung antara proses
berpikir tingkat rendah menuju
berpikir tingkat tinggi. Caranya
adalah dengan membangun skemata
dari pengetahuan awal yang telah
diperoleh sebelumnya dengan
pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Setelah terpenuhi, maka guru perlu
mempersiapkan sebuah situasi nyata
yang dapat menstimulasi proses
berpikir tingkat tinggi dengan
menciptakan dilema, kebingungan,
tantangan dan abiguitas dari
permasalahan yang direncanakan akan
Setelah dianalisis maka
dapat disimpulkan bahwa
permasalahan
pemahaman tentang
HOTS masih kurang,
akibatnya tidak mampu
merancang &
melaksanakan
pembelajaran HOTS
begitu pula dengan
membuat soal level HOTS
disebabkan oleh
beberapa hal yaitu:
1. Guru merasa cukup
dengan melakukan
pembelajaran LOTS.
2. Minimnya pelatihan
tentang pembelajaran
HOTS yang diikuti
guru sehingga belum
bisa merancang
pembelajaran HOTS
yang sesuai kaidah.
7. dihadapi peserta didik (King, Goodson &
Rohani, 2006)
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hambatan utama yang dihadapi para
guru dalam menerapkan penilaian
HOTS dalam membaca adalah
keterbatasan kosa kata siswa,
kurangnya minat siswa dalam
membaca, kurangnya kreativitas
dalam berpikir, keterbatasan
kemampuan siswa, dan kurangnya
waktu yang tersedia untuk
pembelajaran Bahasa Inggris.
(Ernawati, 2019)
3. Dari data yang berhasil dihimpun dari
berbagai referensi dapat diperoleh
gambaran sebagai berikut: 1) penilaian
HOTS adalah Soal-soal yang pada
umumnya mengukur kemampuan pada
ranah menganalisis (analyzing-C4),
mengevaluasi (evaluating-C5), dan
mengkreasi (creating-C6).
Karakteristik HOTS yaitu: mengukur
kemampuan berfikir tingkat tinggi,
berbasis permasalahan kontekstual,
tidak rutin (tidak akrab), dan
menggunakan bentuk soal yang
beragam; 2) langkah menulis item soal
HOTS adalah: a) menganalisis KD
yang dapat dibuat item HOTS, b)
menyusun kisi-kisi soal, c) memilih
stimulus yang menarik dan
kontekstual, d) menulis butir
pertanyaan yang sesuai dengan kisi-
kisi, e) membuat pedoman penskoran
(rubrik) atau kunci jawaban; 3)
Keuntungan dari penilaian HOTS
adalah meningkat motivasi belajar
siawa dan meningkatkan pencapaian
hasil belajar; 4) Sedangkan strategi
penyusunan soal-soal HOTS dilakukan
dengan melibatkan seluruh komponen
stakeholder di bidang pendidikan mulai
dari tingkat pusat sampai ke daerah,
sesuai dengan tugas pokok dan
kewenangan masing-masing. (Fanani,
2018)
Hasil observasi:
1. Guru merasa cukup dengan
pembelajaran yang biasa dilakukan
(LOTS).
2. Guru kurang membaca berbagai
referensi tentang pembelajaran HOTS
sehingga kesulitan mengembangkan
perangkat pembelajaran HOTS.
3. Minimnya pelatihan tentang
pembelajaran HOTS yang diikuti oleh
guru.
3. Siswa dianggap belum
mampu diberikan
pembelajaran HOTS.
Berdasarkan analisis
penyebab masalah
tersebut maka upaya-
upaya yang dapat
dilakukan guru
diantaranya:
1. Guru mendalami
kembali tentang
HOTS
2. Guru mengubah
pembelajaran menjadi
HOTS secara bertahap
menyesuaikan
dengan kondisi siswa
3. Guru membuat daftar
materi dan
pembelajaran HOTS
yang sesuai.
8. Hasil Wawancara dengan guru:
1. Guru cukup memahami tentang HOTS
akan tetapi belum melaksanakan
pembelajaran HOTS.
2. Guru masih merancang pembelajaran
LOTS.
3. Guru merasa siswa tidak mampu bila
diberikan pembelajaran HOTS
4. Guru kesulitan karena kemampuan
siswa dalam menangkap pembelajaran
berbeda.
Hasil wawancara dengan kepala
sekolah:
1. Pembelajaran HOTS belum
dilaksanakan pada seluruh kegiatan
pembelajaran karena belum bisa
diikuti oleh pseserta didik.
2. Hanya sebagian guru yang sudah
mempunyai perangkat pembelajaran.
Hasil wawancara dengan pakar:
1. Ketika ada training/workshop,
sebaiknya guru diberi hands-on
practice, untuk mengerjakan langsung
dan dievaluasi. Seringnya instruktur
workshop hanya memberikan
teori/meminta guru mengcopy contoh
tanpa ada kesempatan untuk praktek.
Akibatnya guru kurang mampu
merancang sendiri.
2. Guru diharapkan untuk keluar dari
zona nyaman dan terus
mengembangkan diri melalui
pelatihan-pelatihan atau membaca
informasi-informasi dari sumber-
sumber terpercaya.
5 Karena
kurangnya
pemahaman
menyebabkan
pendidik belum
dapat
mengintegrasikan
literasi numeral,
literasi membaca,
dan literasi sains
Kajian Literatur:
1. Pendekatan pembelajaran yang
terbukti meningkatkan literasi sains
pada anak adalah pembelajaran
STEAM. Untuk menjawab tantangan
ini, perlu dilakukan gerakan literasi
sains pada anak-anak di Komunitas
Panggon Moco. Metode pelaksanaan
program ini meliputi beberapa
kegiatan, yakni (1) diskusi dan
penyamaan presepsi; (2) pembuatan
buku Fun STEAM Lab; (3)
eksperimen STEAM; dan (4)
pendampingan literasi
STEAM.Kegiatan ini dilakukan secara
luring dan daring. Hasil yang
diperoleh dari program ini adalah
meningkatnya pemahaman anak-anak
Setelah dianalisis maka
dapat disimpulkan bahwa
permasalahan karena
kurangnya pemahaman
menyebabkan pendidik
belum dapat
mengintegrasikan literasi
numeral, literasi
membaca, dan literasi
sains disebabkan oleh
beberapa hal
diantaranya:
1. minimnya pelatihan
tentang literasi yang
diikuti guru.
2. kurangnya
kemampuan guru
dalam
9. tentang STEAM dan meningkatkan
minat dan motivasi belajar siswa.
(Sumarno, W. K., Shodikin, A.,
Rahmawati, A. A., Shafira, P. D., &
Solikha, I. (2021).
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan pembelajaran bahasa
Inggris yang berbasis HOTS dapat
meningkatkan keterampilan
membaca siswa. Beberapa siswa
mampu mengkritisi sebuah teks
dengan pendapat yang logis dan dapat
menjawab beberapa pertanyaan yang
menuntut kemampuan analisis,
evaluasi dan kreasi. (Pamungkas, nailul
Author, 2018).
3. Lee dan Goldman (2015) memaparkan
bahwa di sekolah menengah pertama,
siswa umumnya menunjukkan
penurunan motivasi dan keaktifan
dalam membaca. Tantangan siswa
dalam membaca akan semakin besar
ketika teks disajikan dalam bahasa
yang bukan merupakan bahasa
pertamanya (Martinez et al., 2014).
Hasil observasi:
1. Minimnya pelatihan yang diikuti guru
terkait literasi sehingga informasi yang
didapatkan guru kurang.
2. Kurangnya kemampuan guru dalam
mengaplikasikan kegiatan literasi di
sekolah.
3. Minat peserta didik pada kegiatan
literasi kurang sehingga kegiatan
literasi sering tidak berjalan
sebagaimana yang diharapkan.
Hasil Wawancara dengan guru:
1. Guru kurang memahami berbagai
macam literasi.
2. Guru hanya fokus pada literasi
membaca.
3. Kegiatan literasi di sekolah kurang
variatif sehingga belum bisa
meningkatkan kemampuan literasi
peserta didik.
Hasil wawancara dengan kepala
sekolah:
1. Kegiatan literasi di sekolah masih
terbatas.
2. Kegiatan literasi yang dilakukan di
sekolah hanya kegiatan membaca dan
menyampaikan kembali isi bacaan.
Hasil wawancara dengan pakar:
mengaplikasikan
berbagai kegiatan
literasi di sekolah
3. rendahnya minat
peserta didik pada
kegiatan literasi
sehigga kegiatan
sering berjalan tidak
seperti yang
diharapkan.
Berdasarkan analisis
penyebab masalah
tersebut maka upaya-
upaya yang dapat
dilakukan guru
diantaranya:
1. Guru menggali
informasi dari
berbagai sumber dan
pelatihan terkait
dengan ketiga literasi
tersebut.
2. Guru
mengimplementasikan
apa yang sudah did
apat dari berbagai
sumber dan pelatihan
dalam kegiatan literasi
3. Guru membuat
rencana aksi untuk
dapat meningkatkan
kemampuan literasi
baik guru maupun
siswa.
10. 1. Sumber permasalahan umum dan
utama. Tidak seharusnya semua
masalah dibebankan pada guru tanpa
mengevaluasi faktor lainnya. The
stakeholder is not just the teachers.
Teachers need a lot of support from
other stakeholders. But also: English
teachers need to speak more English in
the class!
2. Kegiatan harus dilakukan bersama
antara guru dan siswa agar siswa
mendapatkan role model.
Daftar Pustaka
Darong, HC, Niman, Em. 2022. Flores Implementation of Authentic Assessment by English Teachers in
Flores doi: 10.24832/jpnk.v7i1.2639
Fanani, Moh. Zainal. 2018. Strategi Pengembangan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS) dalam
Kurikulum 2013. Journal of islamic religius education. Vol 2, No 1 (2018)
Faridi, Abdurrahman. 2009. Inovasi Pembelajaran Bahasa Inggris Berbasis ICT Dalam Rangka Meningkatkan
Mutu Pendidikan. Journal of educational research. UNNES Jurnal. Vol 38, No 1 (2009)
https://doi.org/10.15294/lik.v38i1.497
Khodijah, Nyanyui. 2012. PROFESIONALISME GURU DALAM PENERAPAN MODEL-MODEL
PEMBELAJARAN INOVATIF PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL.
https://jurnalteknodik.kemdikbud.go.id/index.php/jurnalteknodik/article/download/27/27
Prastiwi,H , Sari K.P, Nugroho, Irham. 2021. Tingkat Pemahaman Guru Terhadap Karakteristik Peserta
Didik Pada Mata Pelajaran Tematik di MI.
Rahayu, K. A. (2021). The Implementation of Authentic Assessment in English Instruction. Jurnal Penelitian
Dan Pengembangan Pendidikan, 5(1), 122–128. https://doi.org/10.23887/jppp.v5i1.31723
Sumarno, W. K., Shodikin, A., Rahmawati, A. A., Shafira, P. D., & Solikha, I. (2021). Gerakan Literasi Sains
melalui Pengenalan STEAM pada Anak di Komunitas “Panggon Moco” Gresik. JPM (Jurnal Pemberdayaan
Masyarakat), 6(2), 702 - 709.
Wahyunu, Luh gede. 2018. Keautentikan Asesmen Pembelajaran: Studi Analisis Praktek Asesmen Guru di
Sekolah Kejuruan.
Zaim, M and Amri, Zul (2012) Implementasi Authentic Assessment dalam Pembelajaran Bahasa Inggris
SMP N RSBI Kota Padang. Project Report. Bahasa Inggris FBS UNP, Padang.
Daftar orang yang di wawancarai:
A. Guru : Nia Asrariah, S.Pd (Guru Bahasa Inggris di SMPN Satu Atap 3 Hanau)
B. Kepala Sekolah : Faujiah Hadinata, S.Pd. (Plt. Kepala Sekolah SMPN Satu Atap 3 Hanau)
C. Pakar:
1. Abdul Aziz, M.Pd (Dosen dan Direktur Pembelajaran di Universitas Darwan Ali Sampit)
2. Siti Juwariyah, P.hd (Sebelumnya Dosen Bahasa Inggris di Universitas Muhammadiyah Malang,
sekarang Dosen The University of Córdoba, Colombia)