SlideShare a Scribd company logo
11
KALPATARU
Majalah Arkeologi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Jakarta, 1996
11
KALPATARU
Majalah Arkeologi
PERPUSTAKAAN JURS. ARKEOLOGI UGM
No . Katalog
No. Inventaris
Subjek
Tanggal Masuk
Proses D1	D2	D3	i'A	-'.:5	1 `6	
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Proyek Penelitian Arkeologi Nasional
Jakarta, 1996
i
U
Copyright
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
1996 -- 1997
ISSN 0126 - 3099
Dewan Redaksi
Penanggungjawab
	
: Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary
Ketua
	
: Endang Sri Hardiati
Wakil
	
: M.Th. Naniek Harkantiningsih
Staf Redaksi
	
: Truman Simanjuntak
Lien Dwiari Ratnawati
DAFTAR ISI
Seni Prasejarah : Fungsi dan Perkembangan dalam Ma- 1
syarakat Pendukungnya
Ba yo Prasetyo
Barang-barang Dapur Cina 12
Naniek Harkantiningsih
Struktur Bangunan Situs Karangberahi: Sebuah Man- 29
data?
Retno Purwanti
III
SENI PRASEJARAH:
FUNGSI DAN PERKEMBANGAN
DALAM MASYARAKAT PENDUKUNGNYA
Bagyo Prasetyo
I. Pendahuluan
Seni sebagai salah satu unsur kebudayaan mempunyai kaitan-
kaitan tertentu dengan unsur-unsur kebudayaan lain. Seni bisa berkait-
an Brat dengan mata pencaharian, tata masyarakat, dan agama . Suatu
karya seni disatu pihak selain mengandung nilai keindahan, di pihak
lain memberlakukan suatu syarat berupa teknik tertentu untuk me-
wujudkannya .
Kenyataannya seni dapat dipelajari dari tiga sudut pandang, yaitu
pertama ben.ipa konsep keindahan yang dijadikan sebagai arahan uta-
ma ; kedua berupa teknik yang dikembangkan untuk memberikan ben-
tuk pada konsep keindahan ; dan yang ketiga berupa fungsi yang
memberikan berbagai macam kemungkinan sebanyak unsur-unsur ke-
budayaan atau pranata-pranata yang hendak dilihat hubungannya de-
ngan seni (Sedyawati 1987a).
Untuk mengamati suatu konsep keindahan maka kajian filsafat
sangat diperlukan, karena konsep-konsep keindahan yang berlaku da-
lam tiap-tiap kebudayaan memberikan arah garapan bempa unsur-un-
1
sur dasar estetik, yang mengacu pada alam pikiran yang melatar-
belakangi karya seni tersebut. Berbeda dengan kajian teknik seni, pe-
mahamannya dapat dilakukan melalui pendekatan multi-disiplin yang
bergantung kepada jenis teknik yang dibahas . Pengetahuan mengenai
teknik seni dapat diperoleh dari analogi etnografi, eksperimentasi,
maupun keterangan-keterangan dari sumber-sumber tertulis . Demikian
pula pembahasan yang bertalian dengan bahan dan alat pembuatan
karya seni, memerlukan suatu kiat tersendiri . Pengolahan tembikar,
penuangan logam, penuangan kaca, pemahatan batu, dan lain seba-
gainya menyangkut suatu kumpulan pengetahuan yang diserap dari
pengalaman berbagai budaya dan masa . Akhimya analisis teknik atas
artefak akan memberikan sumbangan pada kumpulan pengetahuan
tersebut, sebagai contoh jenis bahan, komposisi mineral, ataupun as-
pek-aspek lain dari teknik tuang logam . Lain lagi halnya dengan kajian
fungsi yang memerlukan dasar-dasar pengetahuan teori dari ilmu-ilmu
antropologi budaya, sosiologi, maupun arkeologi . Pembahasan yang
berkaitan dengan fungsi seni memberikan banyak kemungkinan, oleh
karena itu dalam melakukan suatu rekonstruksi terhadap fungsi seni
masyarakat primitif atau kuno, tidaklah begitu gampang untuk diarnati .
Penarikan kesimpulan berdasarkan analisis aspeknya sangat diperlu-
kan, mengingat berfungsinya seni tersebut tidak dapat lagi diamati se-
cara langsung .
II. Teori Seni
Dalam perkembangannya, suatu gaya seni dengan sendirinya
akan mengalami penyusutan, yang selanjutnya digantikan oleh suatu
gaya seni yang lain (Wolfflin 1929) . Istilah gaya mempunyai penger-
tian yang lebih luas, mencakup ciri-ciri bentuk atau teknik tenitama di-
kenakan pada suatu karya atau sekumpulan karya, atau juga kepada
seniman, aliran atau gerakan, maupun periode atau wilayah (Wolf
1951 :682).
L
Konsep dan pengertian gaga penting sekali untuk dibatasi dan
ditegaskan sehingga dapat dipakai sebagai kerangka operasional, me-
ngingat pengertiannya yang terlalu luas sehingga sulit untuk menjadi-
kannya sebagai kerangka dalam analisis perbandingan gaya . Benyamin
Rowland memberikan pengertian gaya yang agak jelas, yaitu ke-
khususan-kekhususan penampakan visual yang terdapat pada karya
arsitektur, seni arca dan seni lukis yang diciptakan untuk ditetapkan
waktunya dalam sejarah (Balasubrahmanyam 1971 :304). Adapun
Schapiro lebih menekankan pada aspek ketetapan bentuk (constant
form) sebagai ciri gaya (1970 :278). Oleh karena itu kesamaan gaya
dipengaruhi dan ditentukan oleh kesamaan waktu, atau dapat pula di-
artikan bahwa gaya adalah pengulangan cara oleh seniman dalam
membentuk dan menyajikan pola estetik berdasarkan sejumlah karya
seni yang mendahuluinya (Rahardjo 1987 :335; bandingkan pula de-
ngan Mills 1977 :72).
Lain halnya dengan Hauser (1959), yang menyatakan bahwa
penkembangan seni ditentukan oleh corak masyarakatnya . Kebutuhan-
kebutuhan dan kemudahan-kemudahan yang ada pada golongan-go-
longan di dalam masyarakat akan memberikan arah kepada perkem-
bangan seni. Berdasarkan hal tersebut di atas, kemudian Sedyawati
(1987b:8) memunculkan penjelasan yang berjangkauan lebih luas dan
merupakan pengembangan atas gagasan Hauser, yaitu bahwa : eks-
presi seni yang dihasilkan dalam suatu masyarakat ditentukan oleh be-
berapa faktor, yang menyangkut:
1 . Tradisi-tradisi lama menyangkut kemahiran teknik maupun ang-
gapan-anggapan yang telah mengakar ;
2. kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan ;
3. keadaan lingkungan alamiah maupun kemasyarakatannya ; dan
terakhir adalah
4. taraf serta intensitas komunikasi dengan lingkungan atau masya-
rakat lain.
3
Keempat faktor penentu tersebut saling berurutan, dengan faktor-fak-
tor yang sudah disebutkan terdahulu merupakan penentu yang lebih
kuat dibandingkan dengan faktor yang sesudahnya .
III. Beberapa Bentuk Seni Prasejarah
Seni prasejarah pertama-tama muncul pada masa Epi-paleolitik
(Berburu dan Mengumpul Makanan Tingkat Lanjut) . Orang-orang pa-
da mass itu mulai membuat lukisan serta goresan pada dinding-dinding
gua dan ceruk tempat tinggalnya, sebagai curahan rasa iseng dan rasa
takut (Howell 1982) . Imajinasi lukisan ini muncul ketika yang bersang-
kutan melihat beberapa obyek di sekelilingnya, seperti tumbuh-tum-
buhan, hewan atau lingkungan alam . Umumnya mereka lebih meng-
utamakan obyek hewan yang erat kaitannya dengan aktivitas mereka
yaitu berburu.
Oakley (1972) berpendapat bahwa rasa iseng diawali dari usaha
meniru bekas garukan kuku hewan di dinding gua atau cenik tempat
tinggalnya, tanpa disadari pada perkembangan selanjutnya menghasil-
kan bentuk-bentuk yang dikehendaki antara lain hewan yang menjadi
angan-angannya . Hasil visualisasi dari imajinasi mereka dalam bentuk
hewan sebagai contoh, memberikan suatu keterangan bahwa melalui
dorongan rasa yang artistis dibarengi dengan keyakinan mendalam
yang melahirkan suatu kekuatan gaib untuk dapat memperoleh hewan
buruan maka si pelukis tergerak hatinya menggambarkan bentuk-ben-
tuk hewan pada media dinding-dinding gua atau cenik . Kekuatan gaib
yang didasari oleh keyakinan yang mendalam dari para pelukis ter-
sebut sexing disebut sebagai simpatik-magis (sympathetic-magic) (Sol-
las 1924; Howell 1982). Lukisan-lukisan berbentuk babi sedang me-
lompat dengan jantung tertusuk mata panah yang ditemukan di dae-
rah Maros, Sulawesi Selatan merupakan pencerminan dari keyakinan
terhadap kekuatan simpatik-magis . Lain halnya dengan bentuk-bentuk
lukisan seperti matahari maupun lukisan manusia berkepala hewan
4
sebagai misal, menipakan keyakinan mendalam berhubungan dengan
pencerminan kekuatan gaib yang melambangkan religis-magis maupun
mitos magis (Kosasih :1984 ; lihat juga Kosasih 1987 :17-18, Holt
1967) . Konsep yang telah disebutkan di atas muncul dari perasaan ta-
kut berkaitan dengan kekuatan alam yang ada di lingkungannya seper-
ti malam, hujan, angin, hewan buas yang dianggap sebagai kekuatan
jahat/buruk . Maka untuk menghindarkan kekuatan-kekuatan yang bu-
ruk tersebut mereka mengagungkan hal-hal yang baik seperti matahari
yang dapat memberikan penerangan, serta nenek moyang yang di-
mitoskan berbentuk hewan setengah manusia, yang menipakan tokoh
mahluk yang menguasai lembah, gunung, sungai dan sebagainya . Ke-
yakinan inilah yang kemudian melahirkan konsep-konsep religis-magis
dan mitos-magis .
Pada masa-masa kemudian timbal perkembangan dalam bidang
seni yang mengakibatkan munculnya penubahan budaya . Hal ini di-
sebabkan oleh faktor-faktor kebutuhan yang dirasakan, mencakup
kondisi lingkungan, baik alamiah maupun kemasyarakatan, serta taraf
dan intensitas komunikasi dengan lingkungan atau masyarakat lain .
Bentuk-bentuk seni tidak hanya terpaku pada seni lukis di gua-gua,
namun juga mulai muncul bentuk-bentuk goresan, pahatan, ukiran,
ataupuri cap (impressed). Dikenalnya api sangat mempengaruhi dalam
pola kehidupan sehari-hari . Timbulnya perubahan budaya dalam pola
makanan, dari mentah menjadi dimasak akan membutuhkan suatu me-
dia untuk memasaknya. Lahir kemudian teknologi pembuatan wadah
dari tanah liat (tembikar) yang merupakan suatu karya seni tersendiri .
Tembikar-tembikar yang semula hanya digunakan sebagai alat kebu-
tuhan sehari-hari seperti memasak, tempat air dan sebagainya akhir-
nya berkembang menjadi wadah-wadah kubur berbentuk tempayan se-
perti yang ditemukan di Plawangan (Jawa Tengah), Melolo (Sumba),
Gilimanuk (Bali), Anyer (Jawa Barat) . Selain itu muncul pula bentuk-
bentuk khusus lain yang berfungsi religius .
5
Munculnya logam sebagai teknologi yang bane menjadi peme-
gang peranan penting, karena logam gampang dibentuk dan dihias di-
bandingkan dengan batu ataupun tanah hat . Mereka mulai membuat
berbagai model dari logam, misalnya bentuk manusia, hewan, senjata,
perhiasan, benda-benda upacara, dan barang-barang untuk keperluan
sehari-hari. Beberapa contoh benda logam memperlihatkan tiruan dari
lukisan gua atau cenik adalah bentuk-bentuk rusa, anjing, buning, dan
ular (Haskins 1963) .
Perkembangan karya seni pada masa tersebut selain berfungsi se-
bagai perkakas sehari-hari, juga mempunyai makna yang berkaitan de-
ngan religi. Karya seni yang dipentntukkan sebagai lambang-lambang
yang bermakna religi tampaknya lebih mementingkan konsep keindah-
an, sebagai contoh kapak penanggu dengan bentuk dan gaya yang
bervariasi seperti sriti, candrasa dan sebagainya . Selain bentuk dan
gaya, pola hias menipakan tekanan penting pada benda-benda yang
dikaitkan dengan magis, seperti pola-pola manusia, hewan, geometrik,
rumah, perahu, tumbuh-tumbuhan, bulan, dan matahari .
Selain itu karya seni tidak hanya berhubungan dengan magis, te-
tapi mulai meningkat pada kepercayaan nenek moyang. Aktivitas ini
ditunjukkan melalui pemujaan nenek moyang yang divisualkan dalam
bentuk megalit dengan menonjolkan pahatan, goresan, maupun lukis-
an pada batu-batu . Pada perkembangan ini menunjukkan bahwa hasil
seni prasejarah baik yang berupa lukisan, seni relief maupun seni pa-
tung tidak hanya bertujuan untuk mengekspresikan keindahan belaka,
tetapi memiliki pula nilai-nilai religius . Oleh karena itu gays karya seni
prasejarah ditentukan pula oleh faktor-faktor yang mendukung penam-
pilannya. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kepercayaan . Ber-
tolak dari anggapan itu, maka sejumlah karya seni arca megalitik da-
lam penggambarannya kurang memperhatikan ketepatan anatomi ser-
ta proporsinya (Atmosudiro 1984) . Sehubungan dengan hal tersebut,
Van der Hoop (1949) menekankan bahwa dalam kesenian primitif,
6
kekuatan batin dan dasar-dasar rohani lebih dipentingkan dan anti ra-
gam hias sering lebih penting dari kepandaian menghias semata-mata.
Sebagai contoh, goresan muka manusia yang ditemukan di Timor Ba-
rat, Besoa dan Bada (Sulawesi Tengah) maupun di Bondowoso (Jawa
Timur) lebih mementingkan ragam hiasnya, karena tampak jelas bah-
wa pahatan-pahatan tersebut sama sekali tidak mementingkan unsur
keindahan semata, namun unsur magis-religis lebih merupakan tujuan
utama. Oleh sebab itu penggambaran muka manusia tampak kaku dan
dalam proporsi yang tidak sempuma, dengan penggambaran bagian
muka yang tidak lengkap (Kaudem 1938) .
Arca-arca megalitik di Timor Barat, Sumba Sulawesi Tengah, Gu-
nung Kidul, Sukabumi, Pandeglang, Bondowoso, maupun Lampung
merupakan arca-arca yang didirikan di tempat sakral, baik yang ber-
fungsi sebagai penguburan maupun pemujaan . Berbeda dengan arca
megalit di Nias dan Pasemah, yang menggambarkan tokoh yang ber-
kuasa atau tokoh orang terkemuka dalam masyarakat dan merupakan
simbol atau lambang dari ketua adat (Sukendar 1987 :54). Agak sukar
untuk mengatakan bahwa arca yang berfungsi sakral lebih mementing-
kan tujuan kepercayaan saja, tanpa mengabaikan keindahan semata-
mata, sedangkan arca sebagai lambang perwujudan seseorang lebih
mementingkan keindahan dan kemegahan.
IV. Penutup
Demikian sekilas tentang seni dalam kaitannya dengan kehidupan
masyarakat prasejarah. Dalam uraian tersebut di atas terlihat bahwa
makna seni di kalangan masyarakat prasejarah selain hanya sebagai
hiasan semata-mata, hal yang lebih pokok dan lebih dominan adalah
dikaitkan dengan unsur-unsur religius. Di sini kesenian mempunyai ke-
kuatan batin dan dasar-dasar rohani, sehingga penampilan karya-karya
seni jelas tidak hanya tampak pada wujudnya sebagai suatu hasil karya
kesenian belaka, tetapi lebih tercermin pada simbol-simbol yang ter-
7
kandung di dalarnnya. Oleh karena itu konsep keindahan disesuaikan
dengan tujuan pembuatan seni hias tersebut, sebab hampir seluruh
karya seni prasejarah mengandung kekuatan magic yang dapat melin-
dungi dari kekuatan yang tidak balk dan menambah kesejahteraan ba-
gi si pemujanya .
8
Kepustakaan
Atmosudiro, Sumijati
1984 "Lukisan Manusia di Pulau Lomblen (Tambahan Data
Hasil Seni Bercorak Prasejarah", dalam Berkala Ar-
keologi, vol. V/1 . Yogyakarta : Balai Arkeologi Yog-
yakarta.
Balasubrahmanyam, S.R.
1971 Early Chola Temples, Parantaka I to Rajaraja I (AD
907-985), Bombay: New Delhi: Orient Longman
Haskins, John F.
1963 Chache at Stonde fortress-hill: Art from Ancient
Tien May Help to Explain Obsurities in Far Eastern
History, Natural History, Incorporating Nature Maga-
zine .
Hauser, Arnold
1959 The Philosophy of Art History, London: Routledge
& Kegan Paul.
Holt, Claire
1967 Art in Indonesia: Continuities and Change, Cornell
University Press, Ithaca-New York.
Hoop, A.N.J. Th . a Th. van der
1949 Indonesische Siermotieven (Ragam-ragam Hias In-
donesia), Uitgegeven door het KBGKW .
Howell, F. Clark
1982
	
"Manusia Purba", dalam Pustaka Time-Life, Edisi ke-
2, Jakarta : Tiara Pustaka
9
Kaudem . Walter
1938 "Megalithic Finds in Central Celebes", dalam Ethno
graphical Studies in Celebes, vol . V, Goteborg, Elan
ders, Boktryckeri.
Kosasih, E.A.
1984 "Hasil Penelitian Lukisan-lukisan pada Beberapa Gua
dan Ceruk di Pulau Muna (Sulawesi Tenggara)", dalam
Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi II . Jakar-
ta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
1987 "Lukisan Gua Prasejarah : Bentang Tema dan Wila-
yahnya", dalam Estetika dalam Arkeologi Indo-
nesia, Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia .
Mills, George
1977 "Art: An Introduction to Qualitative Anthropology",
dalam Anthropology and Art : Readings in Crosscul-
tural Aesthetics. Charlotte M . Often (ed.), New York:
The Natural History Press, hIm . 66-92.
Oakley
1972
	
Man the Tool-maker . The university of Chicago
Press .
Rahardjo, Supratikno
1987 "Beberapa Pertimbangan dalam Analisis Kuantitatif
untuk Perbandingan Gaya", dalam Diskusi Ilmiah Ar-
keologi II tentang Estetika dalam Arkeologi Indo-
nesia, Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia .
Schapiro, Meyer
1970 "Style", dalam Anthropology Today : Selections (Sol
Tax ed .), Chicago and London : The University Press
of Chicago .
10
yawati, Edi
1987a "Masalah Estetik dalam Arkeologi Indonesia", dalam
Estetika dalam Arkeologi Indonesia, Jakarta : Ikatan
Ahli Arkeologi Indonesia .
1987b "Peranan Arkeologi dalam Studi Sejarah Kesenian
Indonesia", dalam Estetika dalam Arkeologi Indone-
sia, Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.
as, W.J.
1924 "Ancient Hunters", Tanganyika Rock Paintings . A
Guide and Record. no. 29. MacMillan and Co . Ltd.,
St. Martin's Street, London .
endar, Haris
1987 "Konsep-konsep Keindahan pada Peninggalan Mega-
litik", dalam Estetika dalam Arkeologi Indonesia,
Jakarta : Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia .
ardjo, Supratikno
1987 "Beberapa Pertimbangan dalam Analisis Kuantitatif
untuk Perbandingan Gaya", dalam Estetika dalam
Arkeologi Indonesia, Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi
Indonesia.
)If, Martin L .
1951
	
Dictionary of the Art, New York: Phylosophical Li-
brary.
)Ifflin, Heinrich
1929 Principle of Art History : The Problem of The Deve-
lopments of Style in Later Art, Dover Publications .
11
BARANG-BARANG DAPUR CINA
Naniek Harkantiningsih
Pendahuluan
Cina menipakan salah sate negara penghasil kerarnik yang sudah
ada kurang lebih sejak abad ke-2 SM. Keramik-keramik hasil produk-
sinva tersebar di selunih penjuru dunia, baik dari jenis halos maupun
kasar. Keramik-keramik tersebut diproduksi oleh berbagai dapur (kiln)
yang tersebar di selunuh Cina daratan ataupun negara bagiannya . Se-
bagian dari dapur-dapur yang jumlahnya ribuan itu mempunyai hasil
produksi yang berbeda, sehingga beberapa di antaranya dapat menun-
jukkan dari dapur mana keramik tersebut dibuat . Bahkan beberapa di
antara dapur-dapur itu menghasilkan keramik yang produknya menjadi
incaran kolektor-kolektor temama, karena indahnva-langkanva-mahal-
nva .
Barang barang keramik memililki ciri khas, vaitu tergolong salah
satu jenis teknologi tanah fiat bakar yang dibakar dalam tungku ber-
suhu tinggi, antara 1200 1600 derajat Celcius . Di Cina, neqara penq-
hasil keramik; barang baranq tersebut biasanya dibakar dalam tunqku
berbentuk bangunan dibuat dari bata berlepa tanah hat, panjang men-
capai 35--40 meter, lebar 1--2 meter, dan tinggi 1,5--2 meter . Tungku
12
jenis ini disebut sebagai tungku naga-longyao atau dragon kiln . Ke-
mudian barang-barang hasil produksinya didistribusikan ke seluruh
penjunt dunia .
Sejarah telah memberikan informasi kepada kita, bahwa tradisi
pembuatan keramik berawal dari Cina, kemudian menyebar ke Korea,
Jepang, Thailand, Vietnam, Eropa, Persia, dan bahkan pada awal
abad ke-20an juga muncul di Singkawang, Kalimantan Barat . Bahkan
salah satu produknya, yaitu tempayan, banyak dipalsukan sebagai tem-
payan asli kuna dari Cina . Beberapa tempayan ini di pasaran antik
harganya mencapai ratusan ribu rupiah ; padahal harga asli dari pabrik
hanya puluhan ribu.
Hal tersebut berarti, bahwa keberadaan keramik seperti porselin
dan stoneware yang ditemukan di situs arkeologi sebelum abad ke-
20an menipakan barang import . Kenyataan memang menunjukkan
demikian, keramik kuna yang ditemukan di wilayah Indonesia memiliki
ciri yang berasal dari Cina, Thailand, Vietnam, Jepang, Eropa, Persia,
dan sebagainya . Hasil penelitian arkeologi di berbagai tempat di Indo-
nesia telah membuktikannya, baik itu dari survei, ekskavasi, maupun
penelitian bawah air (underwater research) .
Dari hasil penelitian arkeologi, diketahui bahwa sebagian besar
keramik yang ditemukan digunakan sebagai salah satu perlengkapan
harian . Selain itu, ditemukan pula penggunaan keramik yang sifatnya
sakral, yaitu sebagai bekal kubur, seperti di Selayar, Sulawesi Selatan
dan Situs Semawang, Sanur, Bali. Melalui penelitian bawah air, dite-
mukan barang-barang keramik dengan jumlah yang sangat banyak di
bekas kapal karam, misalnya di Pantai Utara Tuban ; Kepulauan Riau;
Kepulauan Seribu; dan kemungkinan masih banyak lagi . Barang-ba-
rang tersebut menapakan temuan in situ di dasar laut dengan konteks
bangkai kapal (Widiati 1992). Dengan ditemukannya barang-barang
keramik itu, membuktikan bahwa ada proses kegiatan pengangkutan
barang dari tempat asal ke tempat konsumen ; karena barang-barang
13
keramik tersebut ditemukan di perairan wilayah Indonesia, maka ke-
giatan pengangkutan itu tentunya ditujukan ke Indonesia .
Banyak hal yang dapat diungkapkan dari kegunaan keramik me-
lalui studi arkeologi . Namun untuk mengungkapkan itu sempa diper-
lukan keramolog yang mampu menguasai pengetahuan keramik de-
ngan terinci, baik dalam hal ware, tempat asal pembuatan, dapur atau
kiln, maupun waktu pembuatannya . Sampai saat ini penguasaan pe-
ngetahuan tentang ware keramik masih kurang tajam . Dimaksudkan
dengan penguasaan pengetahuan mengenai ware adalah, kemampuan
mengenali ketiga aspek yang secara intrinsik dimiliki keramik, yaitu
bentuk, tempat pembuatan, dapur, dan kronologi . Ketajaman dalam
mengenali bentuk hanya akan menghasilkan klasifikasi dalam kategori
besar, seperti piring, mangkuk, bukan menunat warenya seperti Guan,
Yingqing, Shufu, Yue, Changsa, dan sebagainya.
Demikian pula kekurangtajaman dalam mengenali tempat asal
pembuatan, menyebabkan suatu kesimpulan hanya sampai pada ting-
kat pengenalan negara seperti Cina, Jepang, Thailand, Eropa, dan
lainnya ; tetapi bukan mengacu kepada tempat pembuatannya atau
dapumya, misal dari dapur Shangyu atau Ningbo, dan sebagainya . Hal
serupa terjadi pula ketika aspek waktu keramik berusaha untuk dike-
tahui, pengenalan jarang sekali sampai pada kerangka waktu yang te-
rinci seperti raja tertentu, melainkan hanya mengacu kepada satu unit
waktu sepanjang suatu dinasti; misalnya, Tang, Song, Yuan dan sete-
nisnya. Ketajaman itu terasa semakin diperlukan mengingat hampir
sebagian besar keramik yang ditemukan di situs arkeologi dalam ben-
tuk fragmentaris.
Dengan dikuasainya ketajaman tersebut, berarti seorang arkeo-
log-keramolog mampu menemukan kembali suatu ware yang dalam
perjalanan waktunya buat-pakai-buang mengalami kehilangan bentuk .
Pengetahuan suatu ware merupakan salah sate hasil kerja arkeologi
vana Dalina oentina. mengingat keramik memiliki seiumlah arti vano
boleh dikatakan baku dan normatif . Gabungan sejumlah ciri itu kemu-
dian dapat dipakai sebagai dasar pengenalan walaupun keramik yang
ditemukan dalam bentuk fragmentaris .
Pada hakekatnya studi keramik di Indonesia merupakan serang-
kaian pengamatan secara cermat terhadap ciri-cirinya (tipologi-tekno-
logi-stilistik), balk keramik utuh maupun fragmentaris . Kemudian kum-
pulan ciri ini dibandingkan dengan ciri keramik dari negara asal . Ha-
nya melalui studi di tempat asal, kita dapat secara langsung mendapat-
kan pengetahuan dan pengalaman empiris yang berguna untuk mela-
kukan identifikasi keramik di Indonesia secara cermat dan benar .
Berdasarkan gambaran itulah, maka peninjauan di tempat asal
keramik merupakan suatu hal yang amat bermanfaat, untuk menajam-
kan analisis teknologis terhadap keramik senapa yang ada di Indone-
sia. Demikian pula, studi perbandingan terhadap koleksi keramik utuh
di museum-museum sangat bermanfaat, di samping mengikuti per-
kembangan yang terjadi terhadap cara analisis di tempat asal keramik,
sekaligus mengukuhkan kerangka tipologi-stilistik yang sudah ada .
Juga tidak kalah pentingnya melakukan studi perbandingan terhadap
pembuatan keramik masakini di negara asal, guna mengetahui tingkah
laku pembuatan keramik baru tapi antik .
Lokasi Peninjauan
Dalam tulisan ini diuraikan tentang hasil peninjauan ke beberapa
dapur Cina yang memproduksi barang-barang warna rahasiamise atau
lebih dikenal dengan barang-barang hijau zaitun . Peninjauan dilakukan
di dapur-dapur pembuatan-pembakaran keramik (kiln site), museum,
dan pabrik-pabrik keramik masa kini (ceramic factory), yang terletak
di Propinsi Zhejiang, yaitu Hangzhou ; Shaoxing, Shangyu; Tiantai;
Huangyan; dan Ningbo. Peninjauan ke museum dan ceramic factory,
untuk melakukan studi perbandingan identifikasi keramik, balk yang
15
betul-betul kuna maupun yang ash tapi palsu . Lokasi tersebut dapat
dilihat dalam tabel berikut :
a. Dapur Pembakaran (Kiln Site)
Lokasi dapur yang ditinjau semuanya terletak di atas bukit, be-
berapa di antaranya di tepi danau (Ningbo area) . Dapur-dapur terse-
but telah tertimbun tanah dan cenderung sudah menjadi hutan atau
dikelilingi hutan ataupun lahan persawahan, sehingga sulit untuk me-
ngetahui bentuk ash dari dapur-dapur itu . Dinding tungku terbuat dari
bata yang panjangnya tidak kurang dari 40 meter atau biasa disebut
sebagai dragon kiln. Bukti-bukti adanya sisa tungku hanya dapat di-
amati dari sebaran pecahan keramik, hamparan pecahan bata, dan
bekas tumpangan (firing supports/stacking) di atas permukaan tanah
atau singkapan tanah hash kegiatan masyarakat masa kini . Tungku-
tungku itu dikenal sebagai tempat memproduksi barang-barang hijau
16
Lokasi Kiln Museum Lain-lain
Hangzho Dalu Zhepang Zhejiang Institute
Shaoxing
Guan
Guanshan
Provincial
Guan Ware
Shaoxing
of Archaeolo-gy
Guan Modern
Ceramic Factory
-
Shangyu
Huangyan
Ningbo
Anshan
Xiaoxiantan
Liangwang
Fenghuangshan
Shafo
Sanglinhu
Dongqianhu
Ethnology
Shangyu
Huangyan
Ningbo
Municipal
Ninghai Modern
Ceramic Factory
paling awal (Eastern Han) yang kemudian berkembang dengan Yue
Ware hingga Longquan Ware ; masa Tang hingga Yuan Dynasty. Je-
nis barang-barang yang diproduksi dari tanah fiat (earthenware) dan
batuan dengan pembakaran tinggi ; beberapa barang-barang keramik
itu ada yang diberi hiasan, baik flora, fauna, ataupun geometris de-
ngan teknik hias ukir ataupun tempel .
Lokasi dapur atau tungku pembakaran keramik tersebut tersebar
di seluruh Provinsi Zhejiang ; setiap lokasi mempunyai ciri-ciri ter-
sendiri, yaitu:
1 . Hangzhou Area
Dalu kiln merupakan salah satu dapur masa Eastern Han (3th -
5th Century, Deqing Ware complex) yang ada di daerah Hangzhou .
Barang-barang yang diproduksi merupakan barang-barang hijau, ta-
nah hat dan batuan bakaran tinggi ; hiasan geometris (garis vertikal-
horisontal); teknik hias tempel . Dapur ini memproduksi barang-barang
hijau paling awal . Dapur lainnya, yang dikunjungi ialah Guan kiln,
masa Southern Song (1127-1279 AD) . Tungku berbentuk dragon
kiln terletak di atas bukit, panjang 40 .8 meter; lebar 1.34-1.80 me-
ter. Dapur ini sekarang sudah dikonservasi dan dijadikan museum.
Oleh karena itu, dari dapur ini tidak dapat dilihat pecahan hasil pro-
duksinya. Contoh produksi dalam keadaan utuh menjadi koleksi muse-
um, sehingga silt untuk diamati secara teliti .
2. Shaoxing Area
Seperti halnya Dalu kiln; Guanshan kiln (9th-11th Century)
yang terletak di Shaoxing telah dikonservasi dan dijadikan museum;
sehingga contoh produksi tidak dapat diamati secara jelas . Bentuk da-
pur adalah tungku naga. Barang-barang yang diproduksi berupa ba-
rang hijau, glasir tebal pecah seribu, batuan bakaran tinggi, kadang-ka-
dang dihias flora-fauna, wama coklat, dan teknik tempel.
17
3. Shangyu Area
Di wilayah Shangyu, dapur-dapur yang dikunjungi ialah Xiao-
xiantan kiln (1st-2nd Century); Liangwang kiln (3rd-5th Century) ;
Anshan Kiln (3rd-4th Century); dan Fenghuangshan Kiln (Shang
Dynasty). Daerah Shangyu ini dikenal dari masa Eastern Han ; ciri-ciri
barang-barang yang diproduksi, ialah wama hijau, dari tanah liat dan
batuan, bakaran tinggi, hiasan geometris (garis vertikal dan horisontal),
teknik hias ukir-tempel. Jenis ini belum pemah ditemukan dalam pene-
litian di Indonesia.
Dari hasil ekskavasi yang telah dilakukan di daerah ini, ditemukan
kurang lebih 350 kiln ; temtama pada masa Six Dynasty daerah ini
sangat dikenal sebagai tungku penghasil keramik hijau yang dipasar-
kan di lembah Yangze . Selain itu, diproduksi pula barang-barang kera-
mik masa Five Dynasty hingga awal Song untuk Qian family salah
satu kerajaan kecil di Wu-Yue, Provinsi Jiangsu-Zhejiang .
Jenis lain yang juga diproduksi di tungku ini ialah batuan, bakar-
an tinggi, glasir hijau, hiasan flora (chrysanthemum, peony, lotus),
teknik bias ukir, berasal dari abad ke-10-12 (Northern Song) atau
biasa dikenal juga sebagai Yue Ware. Jenis ini ditemukan di Situs Pa-
lembang, Banten Girang, dan beberapa situs masa Hindu Budha lain-
nya di Indonesia.
4. Huangyan Area
Di area Huangyan kurang lebih ditemukan 8 buah dapur ; salah
satu tungku yang ditinjau adalah Shafo kiln (9th-12th Century). Se-
perti halnya dapur lainnya, di sini barang-barang lain yang diproduksi
merupakan barang-barang hijau, antara lain pot dan piring ; tanah hat
dan batuan bakaran tinggi ; motif bias sulur-suluran ; teknik hias ukir di
bawah glasir; masa produksi antara akhir Tang-Northern Song. Hasil
produksi di dapur ini dikenal mempunyai kualitas yang sangat bagus .
18
11
5 . Ningbo Area
Keramik produksi Ningbo meliputi Tang Dynasty ; akhir Five Dy-
nasty-early Northern Song; akhir Southern ; dan pertengahan Yuan
Dynasty, terdiri dari Yue Ware dan Longquan Ware. Ningbo juga
menapakan pelabuhan ceramic export dari Provinsi Zhejiang .
Tungku-tungku di daerah Ningbo mempunyai persamaan dengan
tungku-tungku di daerah Shangyu, yang mulai berproduksi pada masa
Eastern Han . Barang-barang yang diproduksi adalah barang-barang
hijau (green wares) dan hitam (black wares), tanah liat dan batuan ba-
karan tinggi, teknik hias ukir-tempel .
Sebagian runtuhan tungku yang ditemukan di daerah ini terletak
di sekitar Danau Shanglinhu, berasal dari masa Five Dynasty dan
Song. Beberapa dapur ini, antara lain Shanglinhu kiln (8th-10th
Century) ; dan Dongqianhu kiln (10th-11th Century) . Dapur-dapur
tersebut memproduksi barang hijau, tanah liat dan batuan bakaran
tinggi, hiasan flora (lotus) ; geometris (suluran; garis; meander), teknik
hias ukir-tempel.
Terutama di Dongqianhu kiln yang letaknya di tepi danau,
beberapa pecahan sebagian ada di dalam air . Barang-barang keramik
di sini berglasir hijau (Yue dan Longquan) dan dihias dengan goresan
tangan, barang-barang tersebut masih dalam keadaan tertumpuk di
runtuhan dapur pembakaran beserta tumpangan (firing support/ stac-
king) atau wadah selama proses pembakaran . Benda-benda ini bahkan
tampak di sela-sela tumpukan bata bekas tungku pembakaran dan se-
rakan bata, tertutup pecahan beling . Dapur ini pemah di ekskavasi,
tetapi belum tuntas dan lama-kelamaan situs ini akan hilang atau habis
karena proses erosi, bahkan ada rencana situs ini akan dijadikan pro-
yek pembangkit tenaga listrik .
Situs tungku-tungku atau dapur pembuatan pembakaran keramik
ini merupakan harta karun yang tidak temilai harganya untuk ilmu pe-
19
ngetahuan bagi arkeolog-keramolog sekaligus sejarawan ; baik Cina
maupun luar Cina.
b Museum
Kunjungan ke museum-museum, merupakan suatu hal yang sa-
ngat bermanfaat, untuk melakukan studi perbandingan tipologi-stilistik
terhadap koleksi keramik utuh ; selain itu juga untuk mempelajari ke-
ramik-keramik yang di kiln site sudah tidak ditemukan sisanya . Bebe-
rapa museum itu ialah : Zhejiang Provincial Museum ; Guan Museum ;
Shangyu Museum ; dan Ningbo Municipal Museum.
Sebagian besar koleksi keramik di museum tersebut adalah ba-
rang-barang hasil produksi tungku yang terletak di Provinsi Zhejiang,
baik yang berasal dari masa Eastern Han Dynasty (abad ke-2 SM)
hingga Yuan Dynasty (abad ke-14), berupa barang-barang hijau
(green ware) dan hitam (blackware) . Jenis keramik-keramik itu, antara
lain dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel Koleksi Keramik di Museum-museum Provinsi Zhejiang
20
Dinasti Dapur Teknik Hias Motif
Eastern Han Shangyu impressed geometris
Western Jin Shangyu impressed geometris
Southern Shangyu carved lotus petal
Five Shangyu carved lotus petal
Northern Song Shangyu carved lotus petal
Eastern Han Ningbo impressed geometris
Eastern Jin Yuhang carved kepala ayam
Eastern Jin Deqing carved kepala ayam
Eastern Jin Xiaoshan impressed geometris
Tang Yue
carved
carved
lotus petal
peony
Five Yue carved pheonix
Northern Song Yue - -
Five Yin Man carved lotus petal
Bentuk keramik-keramik tersebut antara lain piring, mangkuk, te-
ko, jar, buli-buli, guci, vas, pedupaan, patung-patung binatang, dan
sebagainya. Beberapa koleksi keramik tersebut ditemukan di Indone-
sia, baik dari penelitian arkeologi maupun non arkeologi.
c. Lain-lain
Lokasi lain yang dianggap memiliki koleksi untuk dipelajari dalam
studi perbandingan, antara lain :
1. Zhejiang Institute of Archaeology
Zhejiang Institute of Archaeology, men.ipakan instansi yang me-
lakukan penelitian arkeologi, baik di archaeological site maupun di
kiln site, di seluruh Provinsi Zhejiang ; sebagian besar koleksinya be-
nipa keramik basil ekskavasi dari dapur-dapur pembuatan pembakaran
keramik di Provinsi Zhejiang, misalnya keramik dari dapur Shanglinhu .
Keramik itu antara lain Longquan Ware. Para ahli keramik dari
Zhejiang Institute of Archaeology, mengelompokkan barang-barang
Longquan ini ke dalam 6 phase, yaitu:
2 1
Dinasti Dapur Teknik Has Motif
Northern Song Yin Xian impressed geometris
Tang Wenzhou carved lotus petal
Five Wenzhou carved lotus petal
Northern Song Wenzhou carved lotus petal
Northern Song Huangyan carved suluran
Northern Song Longquan carved suluran
Southern Song Longquan applied ikan
Yuan Longquan impressed pheonix
Tang Changsha carved fauna
Song Dongtangshan carved geometris
Tang-N. Song Shanglinhu carved geometris, flora
2. Hangchou Porcelin Factory/Hangzhou Xioshan Guan Modern
Ceramic Factory
Guan Modern Ceramic Factory, merupakan pabrik keramik
modem yang sebagian besar produksinya meniru keramik Guan Ware
(Guan kiln) masa Southern Song Dynasty (1127-1279 AD). Barang-
barang keramik yang diproduksi kurang lebih ada 19 bentuk, antara
lain piring, mangkuk, jar, vas, pedupaan, botol, patung dewa, dan pa-
tung binatang ; glasir tebal pecah seribu ; wama hijau keputihan (green
and moon white). Beberapa di antaranya ada yang berhias fauna, mi-
salnya ikan dan sebagainya, dengan teknik bias ukir. Barang-barang
ini merupakan imitasi dari barang-barang Guan Wares; bila dilihat ha-
silnya sangat mirip dengan aslinya, sehingga kadang-kadang untuk
produk-produk tertentu sulit membedakannya, ini dapat disebut se-
bagai bare tapi antik . Selain itu pabrik keramik ini juga memproduksi
barang-barang polikrom jenis harian (daily use porcelain) yang se-
karang ini banyak beredar di seluruh mancanegara, termasuk Indo-
22
Phase Bahan Glasir Dekorasi
I
II
III
N
V
VI
putih
putih keabuan
tebal
tebal
tebal-putih
tebal-hitam
tebal
kasar-tebal
hijau terang-tipis
hijau-tipis
hijau-tipis
hijau-tipis
hijau-tebal
hijau-tebal
hijau-tebal (high
quality)
hijau keabuan
sulur-suluran
sulur-suluran
nesia . Oleh karena itu, perlu kecermatan dan kehati-hatian dalam
membeli-mengoleksi barang-barang keramik yang bare tapi antik.
3. Ninghai Factory
Ninghai factory terletak di tepi jalan raya antara Ninghai-
Ningbo. Pabrik ini khusus memproduksi tempayan bare tapi antik
yang sangat banyak digunakan di Cina . Bentuk tungku dragon kiln,
bahan batuan bakaran tinggi, teknik buat dengan roda putar, tanpa
hiasan, dan sebagian besar hasil produksinya berupa tempayan coklat
atau hijau. Cara produksi, jenis tungku dan basil produknya sama de-
ngan di Singkawang, Kalimantan Barat ; di Cina produk ini biasa untuk
menyimpan minuman keras; sedangkan di Indonesia jenis ini banyak
dijumpai di toko-toko antik dan menjadi koleksi kolektor ataupun mu-
seum.
Penutup
Tidak semua jenis keramik basil produksi dari dapur-dapur dan
koleksi museum yang ditinjau ada atau ditemukan di Indonesia . Jenis
keramik hijau dari Eastern Han sampai saat ini belum pernah dite-
mukan dalam penelitian di Indonesia ; sedangkan barang-barang hijau
dan hitam yang diproduksi dari masa Tang hingga Yuan banyak dite-
mukan di Indonesia, khususnya di situs-situs masa Hindu-Budha, an-
tara lain Palembang, Lampung, Banten Girang, Karawang, dan Tro-
wulan.
Dari pengamatan yang dilakukan, memang sangat sulit untuk
membedakan hasil produksi antara satu dapur dengan dapur lainnya,
terlebih bila dapur tersebut terletak dalam satu area dan satu masa (pe-
riode), antara lain keramik produksi dapur-dapur di daerah Ningbo .
Perbedaan yang dapat diamati mungkin hanya pada penyelesaian ben-
tuk kaki (footring); misalnya, bentuk footring keramik dari tungku
23
Shanglinhu menonjol keluar sedangkan footring dari tungku Dong-
qianhu mendatar (tegak lures) .
Untuk lebih memperdalam dan mengetahui perkembangan kera-
mologi di Indonesia, maka perlu adanya semacam workshop atau per-
temuan berkala tentang keramologi, guna melatih ketajaman para ke-
ramolog dalam mengenali variabilitas keramik, baik antar instansi mau-
pun pecinta keramik, misalnya Himpunan Keramik Indonesia dengan
lembaga penelitian.
Selain itu perlu juga melakukan inventarisasi semua temuan ke-
ramik baik koleksi museum, instansi, perorangan, dan kolektor untuk
memperoleh gambaran umum mengenai variabilitas temuan keramik
yang ada di Indonesia dan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai gui-
dance baik untuk penelitian maupun tourism.
Hat lain yang perlu juga dilakukan adalah saling tukar menukar
informasi tentang temuan ataupun koleksi keramik ; serta mengadakan
kerjasama baik dalam hal identifikasi, penelitian, sponsor, maupun tu-
kar informasi antara ahli keramik dengan kolektor . Selain itu apabila
mungkin melakukan tukar menukar pecahan keramik baik dari hasil
penelitian maupun non penelitian antar negara, misalnya pecahan dari
Indonesia dengan Cina .
24
Kepustakaan
Adhyatman, Sumarah
1983 Notes On Early Olive Green Wares Found in In-
donesia. Jakarta: Ceramic Society of Indonesia .
1987 "A Note On Yue and Yue Type Ware Found In In-
donesia". Bulletin de L'Ecole Francais d'Extreme
Orient .
Harkantiningsih, Naniek
1988 "The Singkawang Dragon Kiln in West Kalimantan
Indonesia", Arts of Asia Vol 20 No. 1 . Hongkong.
Medley, Margaret
1976
	
The Chinese Potter. A Practical History of Chine-
se Ceramic . Oxford: Phaidon.
Pinger, Yuan
1992 "Yue Ware: The Distribution of Manufacturing Sites
and Markets". International Conference On Cera-
mic Ecology In The Far East-The Manufacture and
Export Of Zhejiang Green Wares During The 9th
And 14th Centuries. The University of Hongkong:
Centre of Asian Studies.
Shin-An, Lin
1992 "Zhejiang Export Green Glazed Wares : Ningbo Da-
ta", International Conference On Ceramic Ecology
In The Far East-The Manufacture And Export Of
Zhejiang Green Wares During The 9th And 14th
25
Centuries. The University of Hongkong : Centre of
Asian Studies .
Shilong, Ren
1992 "The Dual Nature of Longquan Wares--Futher Dis-
cussion" . International Conference On Ceramic
Ecology In The Far East-The Manufacture And Ex-
port Of Zhejiang Green Wares During The 9th
And 14th Centuries. The University of Hongkong:
Centre of Asian Studies .
Yaw, Lu; Feng Xianming ; Mary Tregear
1983 Song Ceramics Singapore: Southeast Asian Cera-
mics Society.
Widiati
1992 "Keramik dari Perairan Pulau Buaya, Riau" . Perte
muan Ilmiah Arkeologi V1, Batu, Malang, Jawa Ti
mur. Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional .
1992 "Keramik dari Perairan Kepulauan Seribu", Inter-
national Seminar on Japanese Export Ceramics in
Serang. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasio-
nal.
N.N .
1949-1981 Kiln Site of Ancient China Recent Finds of Pottery
and Porcelain . Tokyo : Idemitsu Museum of Arts.
Penelope Hughes-Stanton-Rose Kerr
1980 Kiln Site of Ancient China. An Exhibition Lent by
The People's Republic of China . Oriental Ceramic
Society.
26
N.N .
1987 The Exhibition of Chinese Ceramics of Eight
Dynasties Republic of China: National Museum of
History.
Hamparan keramik di Dapur Sanhuyhu, dengan latar belakang tampak danau
27
STRUKTUR BANGUNAN SITUS
KARANGBERAHI: SEBUAH MANDALA?
Retno Purwanti
Pendahuluan
Situs Karangberahi terletak di Dusun Batu Bersurat, Desa Ka-
rangberahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Sarolangun Bangko,
Propinsi Jambi . Berdasarkan letak astronomis-nya berada pada ko-
ordinat 2°28' LS dan 102°28' BT.
Sebagai suatu situs Karangberahi mulai dikenal sejak tahun 1904
dengan ditemukannya prasasti dari masa kerajaan Sriwijaya oleh Ber-
khout (Coedes 1989 : 61). Meskipun prasasti ini tidak berangka tahun,
tetapi dari paleografinya dapat diduga berasal dari sekitar abad ke-7
Masehi. Dengan ditemukannya prasasti tersebut diketahui bahwa dae-
rah Karangberahi merupakan daerah penting yang tentunya mempu-
nyai peranan tertentu di masa lalu . Kutukan-kutukan yang tertulis da-
lam prasasti menyiratkan bahwa di tempat tersebut terdapat suatu ma-
syarakat dengan aktivitas tertentu . Hanya saja sejak ditemukannya
prasasti sampai lebih dari delapan dasawarsa sesudahnya tidak pernah
ditemukan adanya sisa-sisa pemukiman atau aktivitas masa lampau di
2 9
daerah ini. Oleh karena itu temuan struktur bangunan bata di daerah
ini yang bare ditemukan, yang lokasinya hanya berjarak sekitar 100 m
di sebelah selatan tempat penemuan prasasti merupakan salah satu
bukti bahwa di daerah ini pemah terjadi suatu aktivitas manusia di ma-
sa lalu .
Keadaan lingkungan sekitar situs berupa tanah persawahan ke-
ring yang sudah tidak dikerjakan selama hampir 6 tahun lamanya . Di
sebelah timur lokasi temuan struktur bangunan terdapat gundukan ta-
nah dan saluran irigasi lama yang sudah dimanfaatkan lagi . Menurut
informasi penduduk setempat, di sebelah gundukan ini pada jaman
Belanda terdapat jalan yang digunakan sebagai prasarana transportasi
ke kota Bangko. Tanah keying (ladang) terletak di sebelah selatan si-
tus. Di samping itu terdapat juga perkampungan penduduk yang le-
taknya sekitar 500 m di sebelah lahan kering tersebut . Di sebelah
barat situs terdapat saluran irigasi yang rencananya akan dimanfaat-
kan kembali untuk mengairi sawah-sawah yang selama ini tidak di-
kerjakan. Di sebelah barat saluran inilah terletak pemukiman penduduk
Dusun Batu Bersurat, tempat Prasasti Karangberahi dan keramik-ke-
ramik ditemukan beberapa waktu yang lalu .
Struktur Bangunan dan Temuan Iainnya
Berdasarkan ekskavasi yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Propinsi Jambi, Sumatera Selatan clan Beng-
kulu telah dapat ditampakkan kembali stnrktur bangunan bata berde-
nah empat persegi panjang ben.ukuran 5,26 m x 1,96 m. Susunan ba-
ta tersebut membujur ke arah tenggara-baratdaya terdiri dari 2-3 lapis
susunan bata. Ukuran bata ini relatif besar jika dibandingkan dengan
bata-bata yang digunakan untuk pembangunan candi-candi yang ada
di Kompleks Muara Jambi, karena bata di sini benikuran panjang 55
cm, lebar 36 cm dan tebal 17,5 cm. Besamya ukuran bata inilah yang
memungkinkan penyusunan bata tanpa perekat, sehingga menampak-
30
kan sebuah struktur bangunan yang disusun dengan cara merebahkan
bata secara horisontal . Bata-bata ini kemudian disusun ke atas de-
ngan satu bata berada di atas bata lainnya .
Secara umum fisik bangunan dalam kondisi nisak, terutama pada
bagian tenggara yang merupakan stniktur bata yang pertama kali dite-
mukan oleh penduduk secara tidak sengaja sewaktu menggali tanah .
Struktur bangunan yang masih tersisa hanya terdiri dari 2-3 lapis bata .
Kerusakan struktur bangunan ini tempak jelas pada bagian sisi timur
dengan ditemukannya bata-bata dalam keadaan keadaan pecah terbagi
dalam beberapa pecahan dan dalam susunan yang tidak intact lagi .
Pada sisi ini struktur bata yang masih tersisa tinggal satu lapis bata .
Pada sisi selatan stniktur bata khususnya sudut baratdaya ter-
susun atas 3 lapis, tetapi bata pada lapisan paling atas dalam posisi
rebah di sisi luamya . Sisi ini tampak miring ke selatan dan bata-bata
penyusunnya sebagian besar telah patah akibat retakan yang telah se-
kian lama dialami . Pada bagian barat masih menampakkan 2 lapis ba-
ta intact, tetapi dalam kondisi rusak balk susunan maupun keutuhan
batanya. Kondisi yang relatif sama juga dapat dilihat pada stniktur di
sudut baratdaya yang dalam keadaan miring ke arah barat . Susunan
bata pada sisi utara tampaknya kurang mengalami gangguan, sehingga
kondisinya relatif lebih baik dibandingkan sisi-sisi lainnya . Susunan ba-
ta ini terlihat masih intact terdiri dari 3 lapisan .
Di samping stniktur bangunan, hasil ekskavasi lainnya adalah te-
muan 4 buah periuk dari tanah fiat yang masing-masing terletak di em-
pat sudut bagian dalam bangtman . Satu buah wadah yang berada di
timur laut saat ditemukan masih dalam kondisi utuh, sedangkan 3 wa-
dah lainnya dalam kondisi retak dan tidak utuh lagi . Diameter ke em-
pat wadah jenis periuk ini antara 36-46 cm . Periuk ini berbentuk bulat
dengan dasar cembung . Lubang mulutnya berdiameter 10,62 - 13
cm, sedang bagian bibirnya memiliki ketebalan 1,24 - 1,33 cm. Tinggi
3 1
periuk utuh 25,5 cm. Pada saat ditemukan tidak satupun yang memi-
liki tutup.
Berdasarkan hasil analisis basah terhadap tanah yang terdapat di
dalam dan di luar periuk menunjukkan kandungan yang hampir sama.
Tanah yang diperoleh dari bagian dalam periuk mengandung pint,
kuarsa, pasir, emas, manik-manik, latent, pecahan tembikar, kapur
dan arang . Kandungan tanah di luar periuk terdiri dari pasir, bate ke-
rakal, arang, kapur, kuarsa dan emas . Analisis kandungan tanah dari
bagian dalam periuk ini diperoleh dari periuk yang berada di sudut
timur laut dan tenggara, yang ditemukan relatif lebih utuh dari pada
periuk-periuk lainnya . Sedangkan contoh tanah di luar periuk diambil-
kan dari bagian bawah periuk dari sudut tenggara bangunan (Sri Pad-
miarsi 1994).
Emas yang didapatkan dari dalam maupun luar periuk berbentuk
butiran dan serpihan. Dari tanah seberat 12,9 kg yang dikeluarkan da-
ri dalam periuk di sebelah tenggara hanya diperoleh 0,05 gram emas,
sedangkan dari tanah di luar periuk dengan berat 6,25 gram berhasil
dikumpulkan 0,04 gram emas dengan ukuran butiran relatif lebih be-
sar dibandingkan emas yang terkandung dalam tanah di bagian dalam
periuk.
Selunih manik-manik diperoleh dari kandungan tanah di bagian
dalam periuk. Manik-manik tersebut terbuat dari bahan kaca dan mu-
tisala. Manik-manik kaca tersebut berwama biru, sedangkan manik-
manik mutisala berwama merah kecoklatan .
Dugaan Fui
Stniktur bangunan bata berbentuk empat persegi panjang dan
tersusuin dari 2-3 lapis bata sepintas seperti pondasi bangunan . Ada-
nya temuan periuk pada keempat sudut bangunan mengingatkan te-
muan senipa yang ada di Candi Sambisari, Yogyakarta . Hanya saja
temuan di Candi Sambisari berupa periuk dan di dalamnya terdapat
32
peripih. Di Candi Sambisari di atas peripih terdapat umpak yang me-
nunjukkan bahwa sebelum dibangun dengan batu, Candi Sambisari
pemah dibangun dengan bangunan konstruksi kayu dan berdiri di atas
tiang-tiang penyangga. Untuk menyejajarkan temuan periuk dari situs
Karangberahi dengan peripih dari Candi Sambisari tidak mendapatkan
dukungan yang memadai mengingat terbatasnya data yang dapat dite-
mukan kembali. Melihat stnaktur bangunannya, terlihat bahwa struktur
ini tidak disiapkan untuk mendukung bangunan di atasnya, sebab
konstniksinya tidak kuat dan tampak tidak ada usaha untuk memper-
kuat kedudukan struktur. Meskipun demikian bukan berarti bangunan
ini merupakan bangunan yang belum selesai. Adanya empat buah pe-
riuk di keempat sudut bangunan menunjukkan bahwa bangunan ini
merupakan suatu bangunan yang dibangun dengan menggunakan
konsep tertentu dan digunakan untuk keperluan keagamaan . Hal ini
mengingat adanya peripih di dalam periuk yang berupa manik-manik,
butiran emas, pecahan tembikar dan sebagainya .
Ditemukannya periuk berisi peripih di ke empat sudut bangunan
dapat diduga bahwa pembangunan struktur ini menerapkan konsep
atau susunan tertentu yang dikenal dalam agama Hindu atau Budha .
Untuk mencari kejelasan tentang fungsi stn.iktur bangunan ini bisa
dilakukan analogi dengan temuan peripih yang terdapat di Candi Bukit
Batu Pahat di daerah Kedah, Malaysia (Soekmono 1974 : 71-74).
Candi Bukit Batu Pahat mulai diteliti pada tahun 1959 . Peneliti-
an ini dilakukan untuk keperluan pembinaan kembali bangunan candi
sejauh temuan yang ada memungkinkan . Oleh karena itu sisa bangu-
nan yang ada dibongkar seluruhnya . Dalam pembongkaran tersebut
ditemukan 6 buah peti peripih pada lantai candi dan masih dalam ke-
adaan in situ. Sebelumnya telah ditemukan 2 buah peti peripih oleh
Quaritch Wales (Soekmono Ibid ; Lemb 1960 : 6-7, 74). Dengan di-
ketemukannya 6 buah peti peripih tersebut maka jumlah keseluruhan
menjadi 8 buah. Peti-peti tersebut ditempatkan menurut susunan ter-
33
tentu, yaitu 4 buah peti pada keempat sudut dan di tengah tiap sisi de-
nah. Di bagian tengah denah bangunan candi tidak ditemukan lagi
adanya peti peripih . Hanya saja, berdasarkan hasil penelitian di te-
ngah pusat denah candi tidak mempunyai perigi, tetapi di bawah batu-
batu dasamya terdapat sebuah lubang dalam batuan padas yang men-
jadi landasan berdirinya candi tersebut. Lubang ini bagian tepinya di-
batasi oleh susunan bate-bate terpahat rapi . Di dalam lubang inilah di-
duga dahulunya tersimpan peti peripih utamanya . Di dalam peti-peti
peripih itu ditemukan guntingan emas tipis yang menggambarkan se-
orang dewi yang oleh Lemb dihubungkan dengan konsepsi Tantra-
yana, karena jumlahnya 8 buah dengan penggambaran yang sama (as-
tamatrka). Berdasarkan data inilah kemudian sebagian ahli menyata-
kan bahwa Candi Bukit pahat bemafaskan agama Budha . Tidak ada-
nya perigi di tengah bangunan candi mendukung pendapat tersebut .
Di Kompleks Muara Jambi, yaitu di Candi Gumpung sewaktu di-
adakan pembongkaran pernah ditemukan lubang-lubang di dasar ba-
ngunannya. Lubang-lubang tersebut berisi peripih yang di antaranya
berupa lempengan emas berinskripsi . Berdasarkan inskripsi tersebut
dapat diketahui sejumlah nama yang dikenal dalam patheon agama
Budha yang mengandung unsur vajra. Berdasarkan jumlah lubang
peripih dan lempengan emas yang ditemukan Boechari sampai pada
kesimpulan bahwa lubang-lubang tersebut merupakan susunan manda-
la yang dikenal dengan istilah vajradhatumandala (Boechari 1985).
Di samping temuan pada candi-candi di atas ditemukan pula pe-
ripih-peripih di salah satu candi perwara Candi Lorojonggrang dan
Candi Plaosan Lor, serta di Kompleks Kraton Ratu Boko . Dari hasil
temuan peripih yang telah diperoleh selama ini dapat diketahui bahwa
peripih tidak hanya dikenal dalam agama Hindu saja melainkan juga
dalam agama Budha.
Di luar Asia Tenggara penempatan peti peripih di bawah bangu-
nan-bangunan keagamaan sudah dikenal sejak lama, misalnya di Sri-
34
langka . Di negara ini peti peripih tersebut dikenal dengan nama yan-
tragala. Penempatan peti peripih ini tidak dikaitkan dengan penana-
man sisa abu jenazah melainkan bersumber pada pandangan kosmis
keagamaan yang pada azasnya tidak berbeda dalam agama Budha
maupun Hindu (Soekmono Ibid ; O'connors 1966: 58) .
Pembagian peti peripih dalam 9 kotak dan penempatannya di
delapan penjuru serta satu di tengah seperti yang terdapat di Candi
Bukit Batu Pahat temyata dapat dihubungkan dengan susunan man-
dala dan kedudukan astadikpalaka . Hat ini sesuai dengan sumber
yang tertera dalam kitab Hewajra-Tantra berkenaan dengan pem-
buatan suatu mandala (Soekmono Ibid 74) .
Mengacu pada temuan peti peripih di Candi Bukit Batu Pahat
dan Candi Gumpung di atas tidak tertutup kemungkinan pula bahwa
struktur bangunan yang ditemukan di Karangberahi juga merupakan
suatu mandala. Meskipun jumlah periuk yang ditemukan bate empat
buah, tidak menutup kemungkinan bahwa periuk-periuk lainnya juga
ditempatkan pada setiap sisi bangunannya. Demikianpun dengan pe-
riuk di bagian tengah atau pusat denah bangunan . Hal ini mengingat
bagian-bagian tersebut belum seluruhnya digali dan diteliti, sehingga
keberadaannya dapat diketahui .
Jika dapat disetujui bahwa struktur bangunan yang ditemukan di
Karangberahi tersebut merupakan suatu mandala, maka mandala ini
berfungsi sebagai alat atau media bagi para bhiksu atau pendeta untuk
mendapatkan pencerahan atau kekuatan mistis (Hadiwijono 1989 :
89). Bila selama ini mandala yang ditemukan di Indonesia sebagian
besar berupa bangunan candi, maka mandala yang ditemukan di Ka-
rangberahi ini merupakan mandala dalam bentuknya yang sederhana
seperti pada awal perkembangannya, seperti yang dijelaskan dalam
sumber-sumber dari India.
Di India pada masa awal perkembangannya mandala yang di-
hubungkan dengan suatu sites atau bangunan dikenal sejak permula-
3 5
an Jaman Weda . Dalam kitab Taittiriya-samhita dan Satapathabrah-
mana, mandala dibuat dari bata dan disusun secara membulat dan di-
sebut dengan mandalesshtaka (Rao 1988: 18) . Pada masa-masa be-
rikutnya bentuk mandala ini mengalami perkembangan, ada yang ber-
bentuk cakra (cakramandala), surya (suryamandala) dan bentuk-ben-
tuk lain yang merupakan simbol kosmis, kemutlakan dan kesatuan dari
bagian-bagian lain yang terkecil (Ibid 19) . Di samping bentuk-bentuk
tadi dikenal juga mandala yang berbentuk bujursangkar, segiempat,
segidelapan dan sebagainya . Mandala yang berbentuk empat persegi
panjang disebut ayatasra (Ibid 42).
Penutup
Merujuk pada sumber-sumber yang ada di India tersebut dapat
diperkirakan bahwa struktur bangunan yang ditemukan di situs Ka-
rangberahi merupakan ayatasra, yang digunakan sebagai alat atau
media bagi para pemuka agama untuk mendapatkan pencerahan atau
kekuatan mistis. Bisa juga mandala tersebut digunakan untuk mela-
kukan pentasbihan bagi para penganut agama setelah mencapai ting-
katan tertentu .
Keterbatasan data yang ditemukan di sekitar situs baik melalui
survei maupun ekskavasi menyebabkan belum diketahuinya latar bela-
kang keagamaan yang mendasari pembangunan mandala di Situs Ka-
rang berahi. Untuk itulah penelitian yang lebih mendalam terhadap si-
tes ini perlu dilanjutkan di masa mendatang.
36
Kepustakaan
Boechari
1985 'Ritual Deposit of Candi Gumpung (Muara Jambi)", Spa-
fa Final Report, him. 16 - 30 .
Coedes, G. dan L.Ch. Damais
1989 Kedatuan Sriwijaya, Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Harun Hadiwijono
1989 Agama Hindu dan Budha, Jakarta: BPK. Gunung Mu-
lia.
Kramrisch, Stella
1946 The Hindu Temple, Calcutta: University of Calcutta .
Lamb, Alastair
1960 "Report on The Exvation and Reconstruction of Chandi
Bukit Batu Pahat, Central Kedah" . Federal Museum
Journal. Vol. V. Kuala Lumpur: New Series.
1961 "Chandi Bukit Batu Pahat-Three Additional Notes", Mo-
nographs on Southheast Asian Subject No . 5, Singa-
pore: Eastern Universities Press, Ltd .
O'Connor, Stanley J.
1966 'Ritual Deposit Boxes in Southeast Asian Sanctuaries",
Artibus Asiae Vol. XXVIII, 1966: 53 - 60.
Ramachandra Rao, S.K.
1988 Mandalas In Temple Worship, Bangalore: Kalpataru
Research Academy.
37
Soediman
1976 Sepuluh Tahun Ekskauasi Candi Sambisari, Yogyakar-
ta : Yayasan Purbakala .
Soekmono
1974 Candi Fungsi dan Pengertiannya. Disertasi Universitas
Indonesia.
Sri Padmiarsi R .
1994 Laporan Ekskauasi Penyelamatan Situs Karang Berahi
Di Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabu-
paten Sarolangun Bangko, Provinsi Jambi, Suaka Pe-
ninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Suma-
tera Selatan dan Bengkulu. (belum diterbitkan).
3 8
(!quier eferqjrtd uPP IPJ103 MWula venV "wny cj5&uxp,2 unSuLloipS uajL>dnqpM ip upiqauad ise3jo-I
40
c :~
CQ
0
D
a
KFTFRAN hAN
a
	
lempayan
bola
bala re lak
a
D
0
0
. oB
w 01
D
SKALA 1 :25
Denah strukiur bangunan hash penggalian di Situs Karangberahi, Propinsi Jambi
12gal
0
I
5 CM
Tempayan yang ditemukan dalam kondisi utuh
41
Kalpataru no 11   majalah arkeologi

More Related Content

Similar to Kalpataru no 11 majalah arkeologi

02 elemen2 ssb & bentukan masyarakat
02 elemen2 ssb & bentukan masyarakat02 elemen2 ssb & bentukan masyarakat
02 elemen2 ssb & bentukan masyarakat
erkoes koesmayadi
 
Kraf Ukiran
Kraf UkiranKraf Ukiran
Kraf Ukiranlouisia
 
KEBUDAYAAN
KEBUDAYAAN KEBUDAYAAN
KEBUDAYAAN
AMAR MAHARDIKA
 
Makalah seni rupa tradisional
Makalah seni rupa tradisionalMakalah seni rupa tradisional
Makalah seni rupa tradisional
Dani Ibrahim
 
Makalah seni rupa yunani 2
Makalah seni rupa  yunani 2Makalah seni rupa  yunani 2
Makalah seni rupa yunani 2
Operator Warnet Vast Raha
 
Kebudayaan
KebudayaanKebudayaan
Kebudayaan
UFDK
 
Recka, alfarobi,ninda, sinta, havida
Recka, alfarobi,ninda, sinta, havidaRecka, alfarobi,ninda, sinta, havida
Recka, alfarobi,ninda, sinta, havidaLaksmana Recka
 
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesiaSeni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesiaArif Burhan
 
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kontKb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kontAre Juice Nyoman
 
TUGAS AKHIR GUSRIANSYAH.pptx
TUGAS AKHIR GUSRIANSYAH.pptxTUGAS AKHIR GUSRIANSYAH.pptx
TUGAS AKHIR GUSRIANSYAH.pptx
GRyan2
 
Teori Seni dalam Tiga Tahap Kebudayaan
Teori Seni dalam Tiga Tahap KebudayaanTeori Seni dalam Tiga Tahap Kebudayaan
Teori Seni dalam Tiga Tahap KebudayaanAditya Sasongko
 
TUGAS AKHIR FENOMENA NURSYABANI.pptx
TUGAS AKHIR FENOMENA NURSYABANI.pptxTUGAS AKHIR FENOMENA NURSYABANI.pptx
TUGAS AKHIR FENOMENA NURSYABANI.pptx
Naa22
 
Tugas seni SMA kelas XI
Tugas seni SMA kelas XITugas seni SMA kelas XI
Tugas seni SMA kelas XI
Jeny Safitri
 
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat LanjutHasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Christina Dwi Rahayu
 
MAKALAH SENI RUPA MANUSIA & KEBUDAYAAN, PENGERTIAN SENI, KONSEP KEINDAHAN
MAKALAH SENI RUPA MANUSIA & KEBUDAYAAN, PENGERTIAN SENI, KONSEP KEINDAHANMAKALAH SENI RUPA MANUSIA & KEBUDAYAAN, PENGERTIAN SENI, KONSEP KEINDAHAN
MAKALAH SENI RUPA MANUSIA & KEBUDAYAAN, PENGERTIAN SENI, KONSEP KEINDAHAN
Van Damian Kawashima
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
Tika Mazda
 

Similar to Kalpataru no 11 majalah arkeologi (20)

02 elemen2 ssb & bentukan masyarakat
02 elemen2 ssb & bentukan masyarakat02 elemen2 ssb & bentukan masyarakat
02 elemen2 ssb & bentukan masyarakat
 
Kraf
KrafKraf
Kraf
 
Kraf Ukiran
Kraf UkiranKraf Ukiran
Kraf Ukiran
 
KEBUDAYAAN
KEBUDAYAAN KEBUDAYAAN
KEBUDAYAAN
 
Makalah seni rupa tradisional
Makalah seni rupa tradisionalMakalah seni rupa tradisional
Makalah seni rupa tradisional
 
Makalah seni rupa yunani 2
Makalah seni rupa  yunani 2Makalah seni rupa  yunani 2
Makalah seni rupa yunani 2
 
Hbae3103 kraf tradisional
Hbae3103 kraf tradisionalHbae3103 kraf tradisional
Hbae3103 kraf tradisional
 
Kebudayaan
KebudayaanKebudayaan
Kebudayaan
 
Recka, alfarobi,ninda, sinta, havida
Recka, alfarobi,ninda, sinta, havidaRecka, alfarobi,ninda, sinta, havida
Recka, alfarobi,ninda, sinta, havida
 
Seni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesiaSeni rupa moden kontemporer indonesia
Seni rupa moden kontemporer indonesia
 
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kontKb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
Kb3 sen rupa_trad_mod_dan_kont
 
tamadun di asia
tamadun di asiatamadun di asia
tamadun di asia
 
TUGAS AKHIR GUSRIANSYAH.pptx
TUGAS AKHIR GUSRIANSYAH.pptxTUGAS AKHIR GUSRIANSYAH.pptx
TUGAS AKHIR GUSRIANSYAH.pptx
 
Sejarah perkembangan musik di indonesia
Sejarah perkembangan musik di indonesiaSejarah perkembangan musik di indonesia
Sejarah perkembangan musik di indonesia
 
Teori Seni dalam Tiga Tahap Kebudayaan
Teori Seni dalam Tiga Tahap KebudayaanTeori Seni dalam Tiga Tahap Kebudayaan
Teori Seni dalam Tiga Tahap Kebudayaan
 
TUGAS AKHIR FENOMENA NURSYABANI.pptx
TUGAS AKHIR FENOMENA NURSYABANI.pptxTUGAS AKHIR FENOMENA NURSYABANI.pptx
TUGAS AKHIR FENOMENA NURSYABANI.pptx
 
Tugas seni SMA kelas XI
Tugas seni SMA kelas XITugas seni SMA kelas XI
Tugas seni SMA kelas XI
 
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat LanjutHasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
 
MAKALAH SENI RUPA MANUSIA & KEBUDAYAAN, PENGERTIAN SENI, KONSEP KEINDAHAN
MAKALAH SENI RUPA MANUSIA & KEBUDAYAAN, PENGERTIAN SENI, KONSEP KEINDAHANMAKALAH SENI RUPA MANUSIA & KEBUDAYAAN, PENGERTIAN SENI, KONSEP KEINDAHAN
MAKALAH SENI RUPA MANUSIA & KEBUDAYAAN, PENGERTIAN SENI, KONSEP KEINDAHAN
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 

More from Danar Arief Soemartono

UTS_Redesain Interior kamar type Villa_ Danar Arief S_201412006.pptx
UTS_Redesain Interior kamar type Villa_ Danar Arief S_201412006.pptxUTS_Redesain Interior kamar type Villa_ Danar Arief S_201412006.pptx
UTS_Redesain Interior kamar type Villa_ Danar Arief S_201412006.pptx
Danar Arief Soemartono
 
STUDI PRESEDEN RESORT.pptx
STUDI PRESEDEN RESORT.pptxSTUDI PRESEDEN RESORT.pptx
STUDI PRESEDEN RESORT.pptx
Danar Arief Soemartono
 
Kalpataru no 7 majalah arkeologi 1981
Kalpataru no 7   majalah arkeologi 1981Kalpataru no 7   majalah arkeologi 1981
Kalpataru no 7 majalah arkeologi 1981
Danar Arief Soemartono
 
Kalpataru no 16 majalah arkeologi 2002
Kalpataru no 16   majalah arkeologi 2002Kalpataru no 16   majalah arkeologi 2002
Kalpataru no 16 majalah arkeologi 2002
Danar Arief Soemartono
 
Kalpataru no 15 majalah arkeologi 2000
Kalpataru no 15   majalah arkeologi 2000Kalpataru no 15   majalah arkeologi 2000
Kalpataru no 15 majalah arkeologi 2000
Danar Arief Soemartono
 
Kalpataru no 13 majalah arkeologi 1997-1998
Kalpataru no 13   majalah arkeologi 1997-1998Kalpataru no 13   majalah arkeologi 1997-1998
Kalpataru no 13 majalah arkeologi 1997-1998
Danar Arief Soemartono
 

More from Danar Arief Soemartono (6)

UTS_Redesain Interior kamar type Villa_ Danar Arief S_201412006.pptx
UTS_Redesain Interior kamar type Villa_ Danar Arief S_201412006.pptxUTS_Redesain Interior kamar type Villa_ Danar Arief S_201412006.pptx
UTS_Redesain Interior kamar type Villa_ Danar Arief S_201412006.pptx
 
STUDI PRESEDEN RESORT.pptx
STUDI PRESEDEN RESORT.pptxSTUDI PRESEDEN RESORT.pptx
STUDI PRESEDEN RESORT.pptx
 
Kalpataru no 7 majalah arkeologi 1981
Kalpataru no 7   majalah arkeologi 1981Kalpataru no 7   majalah arkeologi 1981
Kalpataru no 7 majalah arkeologi 1981
 
Kalpataru no 16 majalah arkeologi 2002
Kalpataru no 16   majalah arkeologi 2002Kalpataru no 16   majalah arkeologi 2002
Kalpataru no 16 majalah arkeologi 2002
 
Kalpataru no 15 majalah arkeologi 2000
Kalpataru no 15   majalah arkeologi 2000Kalpataru no 15   majalah arkeologi 2000
Kalpataru no 15 majalah arkeologi 2000
 
Kalpataru no 13 majalah arkeologi 1997-1998
Kalpataru no 13   majalah arkeologi 1997-1998Kalpataru no 13   majalah arkeologi 1997-1998
Kalpataru no 13 majalah arkeologi 1997-1998
 

Recently uploaded

MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
almiraulimaz2521988
 
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdf
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdfmateri Obat obatan saluran pencernaan.pdf
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdf
SopiOktapiani
 
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docxASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
rms1987mom3anak
 
Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdfTahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
NathanielIbram
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
LEESOKLENGMoe
 
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
ArumNovita
 
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdfFinal_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
FazaKhilwan1
 

Recently uploaded (7)

MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
 
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdf
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdfmateri Obat obatan saluran pencernaan.pdf
materi Obat obatan saluran pencernaan.pdf
 
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docxASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
ASKEB ABORTUS adalah manajemen asuhan kebidanan pada ibu hamil.docx
 
Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdfTahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
Tahapan Sinkron kurikulum merdeka pmm.pdf
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
 
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
 
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdfFinal_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
Final_Alur registrasi Plataran Sehat_webinar series HTBS 2024.pdf
 

Kalpataru no 11 majalah arkeologi

  • 1. 11 KALPATARU Majalah Arkeologi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Jakarta, 1996
  • 2.
  • 3. 11 KALPATARU Majalah Arkeologi PERPUSTAKAAN JURS. ARKEOLOGI UGM No . Katalog No. Inventaris Subjek Tanggal Masuk Proses D1 D2 D3 i'A -'.:5 1 `6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Proyek Penelitian Arkeologi Nasional Jakarta, 1996 i
  • 4. U Copyright Pusat Penelitian Arkeologi Nasional 1996 -- 1997 ISSN 0126 - 3099 Dewan Redaksi Penanggungjawab : Prof. Dr. Hasan Muarif Ambary Ketua : Endang Sri Hardiati Wakil : M.Th. Naniek Harkantiningsih Staf Redaksi : Truman Simanjuntak Lien Dwiari Ratnawati
  • 5. DAFTAR ISI Seni Prasejarah : Fungsi dan Perkembangan dalam Ma- 1 syarakat Pendukungnya Ba yo Prasetyo Barang-barang Dapur Cina 12 Naniek Harkantiningsih Struktur Bangunan Situs Karangberahi: Sebuah Man- 29 data? Retno Purwanti III
  • 6.
  • 7. SENI PRASEJARAH: FUNGSI DAN PERKEMBANGAN DALAM MASYARAKAT PENDUKUNGNYA Bagyo Prasetyo I. Pendahuluan Seni sebagai salah satu unsur kebudayaan mempunyai kaitan- kaitan tertentu dengan unsur-unsur kebudayaan lain. Seni bisa berkait- an Brat dengan mata pencaharian, tata masyarakat, dan agama . Suatu karya seni disatu pihak selain mengandung nilai keindahan, di pihak lain memberlakukan suatu syarat berupa teknik tertentu untuk me- wujudkannya . Kenyataannya seni dapat dipelajari dari tiga sudut pandang, yaitu pertama ben.ipa konsep keindahan yang dijadikan sebagai arahan uta- ma ; kedua berupa teknik yang dikembangkan untuk memberikan ben- tuk pada konsep keindahan ; dan yang ketiga berupa fungsi yang memberikan berbagai macam kemungkinan sebanyak unsur-unsur ke- budayaan atau pranata-pranata yang hendak dilihat hubungannya de- ngan seni (Sedyawati 1987a). Untuk mengamati suatu konsep keindahan maka kajian filsafat sangat diperlukan, karena konsep-konsep keindahan yang berlaku da- lam tiap-tiap kebudayaan memberikan arah garapan bempa unsur-un- 1
  • 8. sur dasar estetik, yang mengacu pada alam pikiran yang melatar- belakangi karya seni tersebut. Berbeda dengan kajian teknik seni, pe- mahamannya dapat dilakukan melalui pendekatan multi-disiplin yang bergantung kepada jenis teknik yang dibahas . Pengetahuan mengenai teknik seni dapat diperoleh dari analogi etnografi, eksperimentasi, maupun keterangan-keterangan dari sumber-sumber tertulis . Demikian pula pembahasan yang bertalian dengan bahan dan alat pembuatan karya seni, memerlukan suatu kiat tersendiri . Pengolahan tembikar, penuangan logam, penuangan kaca, pemahatan batu, dan lain seba- gainya menyangkut suatu kumpulan pengetahuan yang diserap dari pengalaman berbagai budaya dan masa . Akhimya analisis teknik atas artefak akan memberikan sumbangan pada kumpulan pengetahuan tersebut, sebagai contoh jenis bahan, komposisi mineral, ataupun as- pek-aspek lain dari teknik tuang logam . Lain lagi halnya dengan kajian fungsi yang memerlukan dasar-dasar pengetahuan teori dari ilmu-ilmu antropologi budaya, sosiologi, maupun arkeologi . Pembahasan yang berkaitan dengan fungsi seni memberikan banyak kemungkinan, oleh karena itu dalam melakukan suatu rekonstruksi terhadap fungsi seni masyarakat primitif atau kuno, tidaklah begitu gampang untuk diarnati . Penarikan kesimpulan berdasarkan analisis aspeknya sangat diperlu- kan, mengingat berfungsinya seni tersebut tidak dapat lagi diamati se- cara langsung . II. Teori Seni Dalam perkembangannya, suatu gaya seni dengan sendirinya akan mengalami penyusutan, yang selanjutnya digantikan oleh suatu gaya seni yang lain (Wolfflin 1929) . Istilah gaya mempunyai penger- tian yang lebih luas, mencakup ciri-ciri bentuk atau teknik tenitama di- kenakan pada suatu karya atau sekumpulan karya, atau juga kepada seniman, aliran atau gerakan, maupun periode atau wilayah (Wolf 1951 :682). L
  • 9. Konsep dan pengertian gaga penting sekali untuk dibatasi dan ditegaskan sehingga dapat dipakai sebagai kerangka operasional, me- ngingat pengertiannya yang terlalu luas sehingga sulit untuk menjadi- kannya sebagai kerangka dalam analisis perbandingan gaya . Benyamin Rowland memberikan pengertian gaya yang agak jelas, yaitu ke- khususan-kekhususan penampakan visual yang terdapat pada karya arsitektur, seni arca dan seni lukis yang diciptakan untuk ditetapkan waktunya dalam sejarah (Balasubrahmanyam 1971 :304). Adapun Schapiro lebih menekankan pada aspek ketetapan bentuk (constant form) sebagai ciri gaya (1970 :278). Oleh karena itu kesamaan gaya dipengaruhi dan ditentukan oleh kesamaan waktu, atau dapat pula di- artikan bahwa gaya adalah pengulangan cara oleh seniman dalam membentuk dan menyajikan pola estetik berdasarkan sejumlah karya seni yang mendahuluinya (Rahardjo 1987 :335; bandingkan pula de- ngan Mills 1977 :72). Lain halnya dengan Hauser (1959), yang menyatakan bahwa penkembangan seni ditentukan oleh corak masyarakatnya . Kebutuhan- kebutuhan dan kemudahan-kemudahan yang ada pada golongan-go- longan di dalam masyarakat akan memberikan arah kepada perkem- bangan seni. Berdasarkan hal tersebut di atas, kemudian Sedyawati (1987b:8) memunculkan penjelasan yang berjangkauan lebih luas dan merupakan pengembangan atas gagasan Hauser, yaitu bahwa : eks- presi seni yang dihasilkan dalam suatu masyarakat ditentukan oleh be- berapa faktor, yang menyangkut: 1 . Tradisi-tradisi lama menyangkut kemahiran teknik maupun ang- gapan-anggapan yang telah mengakar ; 2. kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan ; 3. keadaan lingkungan alamiah maupun kemasyarakatannya ; dan terakhir adalah 4. taraf serta intensitas komunikasi dengan lingkungan atau masya- rakat lain. 3
  • 10. Keempat faktor penentu tersebut saling berurutan, dengan faktor-fak- tor yang sudah disebutkan terdahulu merupakan penentu yang lebih kuat dibandingkan dengan faktor yang sesudahnya . III. Beberapa Bentuk Seni Prasejarah Seni prasejarah pertama-tama muncul pada masa Epi-paleolitik (Berburu dan Mengumpul Makanan Tingkat Lanjut) . Orang-orang pa- da mass itu mulai membuat lukisan serta goresan pada dinding-dinding gua dan ceruk tempat tinggalnya, sebagai curahan rasa iseng dan rasa takut (Howell 1982) . Imajinasi lukisan ini muncul ketika yang bersang- kutan melihat beberapa obyek di sekelilingnya, seperti tumbuh-tum- buhan, hewan atau lingkungan alam . Umumnya mereka lebih meng- utamakan obyek hewan yang erat kaitannya dengan aktivitas mereka yaitu berburu. Oakley (1972) berpendapat bahwa rasa iseng diawali dari usaha meniru bekas garukan kuku hewan di dinding gua atau cenik tempat tinggalnya, tanpa disadari pada perkembangan selanjutnya menghasil- kan bentuk-bentuk yang dikehendaki antara lain hewan yang menjadi angan-angannya . Hasil visualisasi dari imajinasi mereka dalam bentuk hewan sebagai contoh, memberikan suatu keterangan bahwa melalui dorongan rasa yang artistis dibarengi dengan keyakinan mendalam yang melahirkan suatu kekuatan gaib untuk dapat memperoleh hewan buruan maka si pelukis tergerak hatinya menggambarkan bentuk-ben- tuk hewan pada media dinding-dinding gua atau cenik . Kekuatan gaib yang didasari oleh keyakinan yang mendalam dari para pelukis ter- sebut sexing disebut sebagai simpatik-magis (sympathetic-magic) (Sol- las 1924; Howell 1982). Lukisan-lukisan berbentuk babi sedang me- lompat dengan jantung tertusuk mata panah yang ditemukan di dae- rah Maros, Sulawesi Selatan merupakan pencerminan dari keyakinan terhadap kekuatan simpatik-magis . Lain halnya dengan bentuk-bentuk lukisan seperti matahari maupun lukisan manusia berkepala hewan 4
  • 11. sebagai misal, menipakan keyakinan mendalam berhubungan dengan pencerminan kekuatan gaib yang melambangkan religis-magis maupun mitos magis (Kosasih :1984 ; lihat juga Kosasih 1987 :17-18, Holt 1967) . Konsep yang telah disebutkan di atas muncul dari perasaan ta- kut berkaitan dengan kekuatan alam yang ada di lingkungannya seper- ti malam, hujan, angin, hewan buas yang dianggap sebagai kekuatan jahat/buruk . Maka untuk menghindarkan kekuatan-kekuatan yang bu- ruk tersebut mereka mengagungkan hal-hal yang baik seperti matahari yang dapat memberikan penerangan, serta nenek moyang yang di- mitoskan berbentuk hewan setengah manusia, yang menipakan tokoh mahluk yang menguasai lembah, gunung, sungai dan sebagainya . Ke- yakinan inilah yang kemudian melahirkan konsep-konsep religis-magis dan mitos-magis . Pada masa-masa kemudian timbal perkembangan dalam bidang seni yang mengakibatkan munculnya penubahan budaya . Hal ini di- sebabkan oleh faktor-faktor kebutuhan yang dirasakan, mencakup kondisi lingkungan, baik alamiah maupun kemasyarakatan, serta taraf dan intensitas komunikasi dengan lingkungan atau masyarakat lain . Bentuk-bentuk seni tidak hanya terpaku pada seni lukis di gua-gua, namun juga mulai muncul bentuk-bentuk goresan, pahatan, ukiran, ataupuri cap (impressed). Dikenalnya api sangat mempengaruhi dalam pola kehidupan sehari-hari . Timbulnya perubahan budaya dalam pola makanan, dari mentah menjadi dimasak akan membutuhkan suatu me- dia untuk memasaknya. Lahir kemudian teknologi pembuatan wadah dari tanah liat (tembikar) yang merupakan suatu karya seni tersendiri . Tembikar-tembikar yang semula hanya digunakan sebagai alat kebu- tuhan sehari-hari seperti memasak, tempat air dan sebagainya akhir- nya berkembang menjadi wadah-wadah kubur berbentuk tempayan se- perti yang ditemukan di Plawangan (Jawa Tengah), Melolo (Sumba), Gilimanuk (Bali), Anyer (Jawa Barat) . Selain itu muncul pula bentuk- bentuk khusus lain yang berfungsi religius . 5
  • 12. Munculnya logam sebagai teknologi yang bane menjadi peme- gang peranan penting, karena logam gampang dibentuk dan dihias di- bandingkan dengan batu ataupun tanah hat . Mereka mulai membuat berbagai model dari logam, misalnya bentuk manusia, hewan, senjata, perhiasan, benda-benda upacara, dan barang-barang untuk keperluan sehari-hari. Beberapa contoh benda logam memperlihatkan tiruan dari lukisan gua atau cenik adalah bentuk-bentuk rusa, anjing, buning, dan ular (Haskins 1963) . Perkembangan karya seni pada masa tersebut selain berfungsi se- bagai perkakas sehari-hari, juga mempunyai makna yang berkaitan de- ngan religi. Karya seni yang dipentntukkan sebagai lambang-lambang yang bermakna religi tampaknya lebih mementingkan konsep keindah- an, sebagai contoh kapak penanggu dengan bentuk dan gaya yang bervariasi seperti sriti, candrasa dan sebagainya . Selain bentuk dan gaya, pola hias menipakan tekanan penting pada benda-benda yang dikaitkan dengan magis, seperti pola-pola manusia, hewan, geometrik, rumah, perahu, tumbuh-tumbuhan, bulan, dan matahari . Selain itu karya seni tidak hanya berhubungan dengan magis, te- tapi mulai meningkat pada kepercayaan nenek moyang. Aktivitas ini ditunjukkan melalui pemujaan nenek moyang yang divisualkan dalam bentuk megalit dengan menonjolkan pahatan, goresan, maupun lukis- an pada batu-batu . Pada perkembangan ini menunjukkan bahwa hasil seni prasejarah baik yang berupa lukisan, seni relief maupun seni pa- tung tidak hanya bertujuan untuk mengekspresikan keindahan belaka, tetapi memiliki pula nilai-nilai religius . Oleh karena itu gays karya seni prasejarah ditentukan pula oleh faktor-faktor yang mendukung penam- pilannya. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kepercayaan . Ber- tolak dari anggapan itu, maka sejumlah karya seni arca megalitik da- lam penggambarannya kurang memperhatikan ketepatan anatomi ser- ta proporsinya (Atmosudiro 1984) . Sehubungan dengan hal tersebut, Van der Hoop (1949) menekankan bahwa dalam kesenian primitif, 6
  • 13. kekuatan batin dan dasar-dasar rohani lebih dipentingkan dan anti ra- gam hias sering lebih penting dari kepandaian menghias semata-mata. Sebagai contoh, goresan muka manusia yang ditemukan di Timor Ba- rat, Besoa dan Bada (Sulawesi Tengah) maupun di Bondowoso (Jawa Timur) lebih mementingkan ragam hiasnya, karena tampak jelas bah- wa pahatan-pahatan tersebut sama sekali tidak mementingkan unsur keindahan semata, namun unsur magis-religis lebih merupakan tujuan utama. Oleh sebab itu penggambaran muka manusia tampak kaku dan dalam proporsi yang tidak sempuma, dengan penggambaran bagian muka yang tidak lengkap (Kaudem 1938) . Arca-arca megalitik di Timor Barat, Sumba Sulawesi Tengah, Gu- nung Kidul, Sukabumi, Pandeglang, Bondowoso, maupun Lampung merupakan arca-arca yang didirikan di tempat sakral, baik yang ber- fungsi sebagai penguburan maupun pemujaan . Berbeda dengan arca megalit di Nias dan Pasemah, yang menggambarkan tokoh yang ber- kuasa atau tokoh orang terkemuka dalam masyarakat dan merupakan simbol atau lambang dari ketua adat (Sukendar 1987 :54). Agak sukar untuk mengatakan bahwa arca yang berfungsi sakral lebih mementing- kan tujuan kepercayaan saja, tanpa mengabaikan keindahan semata- mata, sedangkan arca sebagai lambang perwujudan seseorang lebih mementingkan keindahan dan kemegahan. IV. Penutup Demikian sekilas tentang seni dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat prasejarah. Dalam uraian tersebut di atas terlihat bahwa makna seni di kalangan masyarakat prasejarah selain hanya sebagai hiasan semata-mata, hal yang lebih pokok dan lebih dominan adalah dikaitkan dengan unsur-unsur religius. Di sini kesenian mempunyai ke- kuatan batin dan dasar-dasar rohani, sehingga penampilan karya-karya seni jelas tidak hanya tampak pada wujudnya sebagai suatu hasil karya kesenian belaka, tetapi lebih tercermin pada simbol-simbol yang ter- 7
  • 14. kandung di dalarnnya. Oleh karena itu konsep keindahan disesuaikan dengan tujuan pembuatan seni hias tersebut, sebab hampir seluruh karya seni prasejarah mengandung kekuatan magic yang dapat melin- dungi dari kekuatan yang tidak balk dan menambah kesejahteraan ba- gi si pemujanya . 8
  • 15. Kepustakaan Atmosudiro, Sumijati 1984 "Lukisan Manusia di Pulau Lomblen (Tambahan Data Hasil Seni Bercorak Prasejarah", dalam Berkala Ar- keologi, vol. V/1 . Yogyakarta : Balai Arkeologi Yog- yakarta. Balasubrahmanyam, S.R. 1971 Early Chola Temples, Parantaka I to Rajaraja I (AD 907-985), Bombay: New Delhi: Orient Longman Haskins, John F. 1963 Chache at Stonde fortress-hill: Art from Ancient Tien May Help to Explain Obsurities in Far Eastern History, Natural History, Incorporating Nature Maga- zine . Hauser, Arnold 1959 The Philosophy of Art History, London: Routledge & Kegan Paul. Holt, Claire 1967 Art in Indonesia: Continuities and Change, Cornell University Press, Ithaca-New York. Hoop, A.N.J. Th . a Th. van der 1949 Indonesische Siermotieven (Ragam-ragam Hias In- donesia), Uitgegeven door het KBGKW . Howell, F. Clark 1982 "Manusia Purba", dalam Pustaka Time-Life, Edisi ke- 2, Jakarta : Tiara Pustaka 9
  • 16. Kaudem . Walter 1938 "Megalithic Finds in Central Celebes", dalam Ethno graphical Studies in Celebes, vol . V, Goteborg, Elan ders, Boktryckeri. Kosasih, E.A. 1984 "Hasil Penelitian Lukisan-lukisan pada Beberapa Gua dan Ceruk di Pulau Muna (Sulawesi Tenggara)", dalam Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi II . Jakar- ta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. 1987 "Lukisan Gua Prasejarah : Bentang Tema dan Wila- yahnya", dalam Estetika dalam Arkeologi Indo- nesia, Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia . Mills, George 1977 "Art: An Introduction to Qualitative Anthropology", dalam Anthropology and Art : Readings in Crosscul- tural Aesthetics. Charlotte M . Often (ed.), New York: The Natural History Press, hIm . 66-92. Oakley 1972 Man the Tool-maker . The university of Chicago Press . Rahardjo, Supratikno 1987 "Beberapa Pertimbangan dalam Analisis Kuantitatif untuk Perbandingan Gaya", dalam Diskusi Ilmiah Ar- keologi II tentang Estetika dalam Arkeologi Indo- nesia, Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia . Schapiro, Meyer 1970 "Style", dalam Anthropology Today : Selections (Sol Tax ed .), Chicago and London : The University Press of Chicago . 10
  • 17. yawati, Edi 1987a "Masalah Estetik dalam Arkeologi Indonesia", dalam Estetika dalam Arkeologi Indonesia, Jakarta : Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia . 1987b "Peranan Arkeologi dalam Studi Sejarah Kesenian Indonesia", dalam Estetika dalam Arkeologi Indone- sia, Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. as, W.J. 1924 "Ancient Hunters", Tanganyika Rock Paintings . A Guide and Record. no. 29. MacMillan and Co . Ltd., St. Martin's Street, London . endar, Haris 1987 "Konsep-konsep Keindahan pada Peninggalan Mega- litik", dalam Estetika dalam Arkeologi Indonesia, Jakarta : Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia . ardjo, Supratikno 1987 "Beberapa Pertimbangan dalam Analisis Kuantitatif untuk Perbandingan Gaya", dalam Estetika dalam Arkeologi Indonesia, Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. )If, Martin L . 1951 Dictionary of the Art, New York: Phylosophical Li- brary. )Ifflin, Heinrich 1929 Principle of Art History : The Problem of The Deve- lopments of Style in Later Art, Dover Publications . 11
  • 18. BARANG-BARANG DAPUR CINA Naniek Harkantiningsih Pendahuluan Cina menipakan salah sate negara penghasil kerarnik yang sudah ada kurang lebih sejak abad ke-2 SM. Keramik-keramik hasil produk- sinva tersebar di selunih penjuru dunia, baik dari jenis halos maupun kasar. Keramik-keramik tersebut diproduksi oleh berbagai dapur (kiln) yang tersebar di selunuh Cina daratan ataupun negara bagiannya . Se- bagian dari dapur-dapur yang jumlahnya ribuan itu mempunyai hasil produksi yang berbeda, sehingga beberapa di antaranya dapat menun- jukkan dari dapur mana keramik tersebut dibuat . Bahkan beberapa di antara dapur-dapur itu menghasilkan keramik yang produknya menjadi incaran kolektor-kolektor temama, karena indahnva-langkanva-mahal- nva . Barang barang keramik memililki ciri khas, vaitu tergolong salah satu jenis teknologi tanah fiat bakar yang dibakar dalam tungku ber- suhu tinggi, antara 1200 1600 derajat Celcius . Di Cina, neqara penq- hasil keramik; barang baranq tersebut biasanya dibakar dalam tunqku berbentuk bangunan dibuat dari bata berlepa tanah hat, panjang men- capai 35--40 meter, lebar 1--2 meter, dan tinggi 1,5--2 meter . Tungku 12
  • 19. jenis ini disebut sebagai tungku naga-longyao atau dragon kiln . Ke- mudian barang-barang hasil produksinya didistribusikan ke seluruh penjunt dunia . Sejarah telah memberikan informasi kepada kita, bahwa tradisi pembuatan keramik berawal dari Cina, kemudian menyebar ke Korea, Jepang, Thailand, Vietnam, Eropa, Persia, dan bahkan pada awal abad ke-20an juga muncul di Singkawang, Kalimantan Barat . Bahkan salah satu produknya, yaitu tempayan, banyak dipalsukan sebagai tem- payan asli kuna dari Cina . Beberapa tempayan ini di pasaran antik harganya mencapai ratusan ribu rupiah ; padahal harga asli dari pabrik hanya puluhan ribu. Hal tersebut berarti, bahwa keberadaan keramik seperti porselin dan stoneware yang ditemukan di situs arkeologi sebelum abad ke- 20an menipakan barang import . Kenyataan memang menunjukkan demikian, keramik kuna yang ditemukan di wilayah Indonesia memiliki ciri yang berasal dari Cina, Thailand, Vietnam, Jepang, Eropa, Persia, dan sebagainya . Hasil penelitian arkeologi di berbagai tempat di Indo- nesia telah membuktikannya, baik itu dari survei, ekskavasi, maupun penelitian bawah air (underwater research) . Dari hasil penelitian arkeologi, diketahui bahwa sebagian besar keramik yang ditemukan digunakan sebagai salah satu perlengkapan harian . Selain itu, ditemukan pula penggunaan keramik yang sifatnya sakral, yaitu sebagai bekal kubur, seperti di Selayar, Sulawesi Selatan dan Situs Semawang, Sanur, Bali. Melalui penelitian bawah air, dite- mukan barang-barang keramik dengan jumlah yang sangat banyak di bekas kapal karam, misalnya di Pantai Utara Tuban ; Kepulauan Riau; Kepulauan Seribu; dan kemungkinan masih banyak lagi . Barang-ba- rang tersebut menapakan temuan in situ di dasar laut dengan konteks bangkai kapal (Widiati 1992). Dengan ditemukannya barang-barang keramik itu, membuktikan bahwa ada proses kegiatan pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat konsumen ; karena barang-barang 13
  • 20. keramik tersebut ditemukan di perairan wilayah Indonesia, maka ke- giatan pengangkutan itu tentunya ditujukan ke Indonesia . Banyak hal yang dapat diungkapkan dari kegunaan keramik me- lalui studi arkeologi . Namun untuk mengungkapkan itu sempa diper- lukan keramolog yang mampu menguasai pengetahuan keramik de- ngan terinci, baik dalam hal ware, tempat asal pembuatan, dapur atau kiln, maupun waktu pembuatannya . Sampai saat ini penguasaan pe- ngetahuan tentang ware keramik masih kurang tajam . Dimaksudkan dengan penguasaan pengetahuan mengenai ware adalah, kemampuan mengenali ketiga aspek yang secara intrinsik dimiliki keramik, yaitu bentuk, tempat pembuatan, dapur, dan kronologi . Ketajaman dalam mengenali bentuk hanya akan menghasilkan klasifikasi dalam kategori besar, seperti piring, mangkuk, bukan menunat warenya seperti Guan, Yingqing, Shufu, Yue, Changsa, dan sebagainya. Demikian pula kekurangtajaman dalam mengenali tempat asal pembuatan, menyebabkan suatu kesimpulan hanya sampai pada ting- kat pengenalan negara seperti Cina, Jepang, Thailand, Eropa, dan lainnya ; tetapi bukan mengacu kepada tempat pembuatannya atau dapumya, misal dari dapur Shangyu atau Ningbo, dan sebagainya . Hal serupa terjadi pula ketika aspek waktu keramik berusaha untuk dike- tahui, pengenalan jarang sekali sampai pada kerangka waktu yang te- rinci seperti raja tertentu, melainkan hanya mengacu kepada satu unit waktu sepanjang suatu dinasti; misalnya, Tang, Song, Yuan dan sete- nisnya. Ketajaman itu terasa semakin diperlukan mengingat hampir sebagian besar keramik yang ditemukan di situs arkeologi dalam ben- tuk fragmentaris. Dengan dikuasainya ketajaman tersebut, berarti seorang arkeo- log-keramolog mampu menemukan kembali suatu ware yang dalam perjalanan waktunya buat-pakai-buang mengalami kehilangan bentuk . Pengetahuan suatu ware merupakan salah sate hasil kerja arkeologi vana Dalina oentina. mengingat keramik memiliki seiumlah arti vano
  • 21. boleh dikatakan baku dan normatif . Gabungan sejumlah ciri itu kemu- dian dapat dipakai sebagai dasar pengenalan walaupun keramik yang ditemukan dalam bentuk fragmentaris . Pada hakekatnya studi keramik di Indonesia merupakan serang- kaian pengamatan secara cermat terhadap ciri-cirinya (tipologi-tekno- logi-stilistik), balk keramik utuh maupun fragmentaris . Kemudian kum- pulan ciri ini dibandingkan dengan ciri keramik dari negara asal . Ha- nya melalui studi di tempat asal, kita dapat secara langsung mendapat- kan pengetahuan dan pengalaman empiris yang berguna untuk mela- kukan identifikasi keramik di Indonesia secara cermat dan benar . Berdasarkan gambaran itulah, maka peninjauan di tempat asal keramik merupakan suatu hal yang amat bermanfaat, untuk menajam- kan analisis teknologis terhadap keramik senapa yang ada di Indone- sia. Demikian pula, studi perbandingan terhadap koleksi keramik utuh di museum-museum sangat bermanfaat, di samping mengikuti per- kembangan yang terjadi terhadap cara analisis di tempat asal keramik, sekaligus mengukuhkan kerangka tipologi-stilistik yang sudah ada . Juga tidak kalah pentingnya melakukan studi perbandingan terhadap pembuatan keramik masakini di negara asal, guna mengetahui tingkah laku pembuatan keramik baru tapi antik . Lokasi Peninjauan Dalam tulisan ini diuraikan tentang hasil peninjauan ke beberapa dapur Cina yang memproduksi barang-barang warna rahasiamise atau lebih dikenal dengan barang-barang hijau zaitun . Peninjauan dilakukan di dapur-dapur pembuatan-pembakaran keramik (kiln site), museum, dan pabrik-pabrik keramik masa kini (ceramic factory), yang terletak di Propinsi Zhejiang, yaitu Hangzhou ; Shaoxing, Shangyu; Tiantai; Huangyan; dan Ningbo. Peninjauan ke museum dan ceramic factory, untuk melakukan studi perbandingan identifikasi keramik, balk yang 15
  • 22. betul-betul kuna maupun yang ash tapi palsu . Lokasi tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut : a. Dapur Pembakaran (Kiln Site) Lokasi dapur yang ditinjau semuanya terletak di atas bukit, be- berapa di antaranya di tepi danau (Ningbo area) . Dapur-dapur terse- but telah tertimbun tanah dan cenderung sudah menjadi hutan atau dikelilingi hutan ataupun lahan persawahan, sehingga sulit untuk me- ngetahui bentuk ash dari dapur-dapur itu . Dinding tungku terbuat dari bata yang panjangnya tidak kurang dari 40 meter atau biasa disebut sebagai dragon kiln. Bukti-bukti adanya sisa tungku hanya dapat di- amati dari sebaran pecahan keramik, hamparan pecahan bata, dan bekas tumpangan (firing supports/stacking) di atas permukaan tanah atau singkapan tanah hash kegiatan masyarakat masa kini . Tungku- tungku itu dikenal sebagai tempat memproduksi barang-barang hijau 16 Lokasi Kiln Museum Lain-lain Hangzho Dalu Zhepang Zhejiang Institute Shaoxing Guan Guanshan Provincial Guan Ware Shaoxing of Archaeolo-gy Guan Modern Ceramic Factory - Shangyu Huangyan Ningbo Anshan Xiaoxiantan Liangwang Fenghuangshan Shafo Sanglinhu Dongqianhu Ethnology Shangyu Huangyan Ningbo Municipal Ninghai Modern Ceramic Factory
  • 23. paling awal (Eastern Han) yang kemudian berkembang dengan Yue Ware hingga Longquan Ware ; masa Tang hingga Yuan Dynasty. Je- nis barang-barang yang diproduksi dari tanah fiat (earthenware) dan batuan dengan pembakaran tinggi ; beberapa barang-barang keramik itu ada yang diberi hiasan, baik flora, fauna, ataupun geometris de- ngan teknik hias ukir ataupun tempel . Lokasi dapur atau tungku pembakaran keramik tersebut tersebar di seluruh Provinsi Zhejiang ; setiap lokasi mempunyai ciri-ciri ter- sendiri, yaitu: 1 . Hangzhou Area Dalu kiln merupakan salah satu dapur masa Eastern Han (3th - 5th Century, Deqing Ware complex) yang ada di daerah Hangzhou . Barang-barang yang diproduksi merupakan barang-barang hijau, ta- nah hat dan batuan bakaran tinggi ; hiasan geometris (garis vertikal- horisontal); teknik hias tempel . Dapur ini memproduksi barang-barang hijau paling awal . Dapur lainnya, yang dikunjungi ialah Guan kiln, masa Southern Song (1127-1279 AD) . Tungku berbentuk dragon kiln terletak di atas bukit, panjang 40 .8 meter; lebar 1.34-1.80 me- ter. Dapur ini sekarang sudah dikonservasi dan dijadikan museum. Oleh karena itu, dari dapur ini tidak dapat dilihat pecahan hasil pro- duksinya. Contoh produksi dalam keadaan utuh menjadi koleksi muse- um, sehingga silt untuk diamati secara teliti . 2. Shaoxing Area Seperti halnya Dalu kiln; Guanshan kiln (9th-11th Century) yang terletak di Shaoxing telah dikonservasi dan dijadikan museum; sehingga contoh produksi tidak dapat diamati secara jelas . Bentuk da- pur adalah tungku naga. Barang-barang yang diproduksi berupa ba- rang hijau, glasir tebal pecah seribu, batuan bakaran tinggi, kadang-ka- dang dihias flora-fauna, wama coklat, dan teknik tempel. 17
  • 24. 3. Shangyu Area Di wilayah Shangyu, dapur-dapur yang dikunjungi ialah Xiao- xiantan kiln (1st-2nd Century); Liangwang kiln (3rd-5th Century) ; Anshan Kiln (3rd-4th Century); dan Fenghuangshan Kiln (Shang Dynasty). Daerah Shangyu ini dikenal dari masa Eastern Han ; ciri-ciri barang-barang yang diproduksi, ialah wama hijau, dari tanah liat dan batuan, bakaran tinggi, hiasan geometris (garis vertikal dan horisontal), teknik hias ukir-tempel. Jenis ini belum pemah ditemukan dalam pene- litian di Indonesia. Dari hasil ekskavasi yang telah dilakukan di daerah ini, ditemukan kurang lebih 350 kiln ; temtama pada masa Six Dynasty daerah ini sangat dikenal sebagai tungku penghasil keramik hijau yang dipasar- kan di lembah Yangze . Selain itu, diproduksi pula barang-barang kera- mik masa Five Dynasty hingga awal Song untuk Qian family salah satu kerajaan kecil di Wu-Yue, Provinsi Jiangsu-Zhejiang . Jenis lain yang juga diproduksi di tungku ini ialah batuan, bakar- an tinggi, glasir hijau, hiasan flora (chrysanthemum, peony, lotus), teknik bias ukir, berasal dari abad ke-10-12 (Northern Song) atau biasa dikenal juga sebagai Yue Ware. Jenis ini ditemukan di Situs Pa- lembang, Banten Girang, dan beberapa situs masa Hindu Budha lain- nya di Indonesia. 4. Huangyan Area Di area Huangyan kurang lebih ditemukan 8 buah dapur ; salah satu tungku yang ditinjau adalah Shafo kiln (9th-12th Century). Se- perti halnya dapur lainnya, di sini barang-barang lain yang diproduksi merupakan barang-barang hijau, antara lain pot dan piring ; tanah hat dan batuan bakaran tinggi ; motif bias sulur-suluran ; teknik hias ukir di bawah glasir; masa produksi antara akhir Tang-Northern Song. Hasil produksi di dapur ini dikenal mempunyai kualitas yang sangat bagus . 18 11
  • 25. 5 . Ningbo Area Keramik produksi Ningbo meliputi Tang Dynasty ; akhir Five Dy- nasty-early Northern Song; akhir Southern ; dan pertengahan Yuan Dynasty, terdiri dari Yue Ware dan Longquan Ware. Ningbo juga menapakan pelabuhan ceramic export dari Provinsi Zhejiang . Tungku-tungku di daerah Ningbo mempunyai persamaan dengan tungku-tungku di daerah Shangyu, yang mulai berproduksi pada masa Eastern Han . Barang-barang yang diproduksi adalah barang-barang hijau (green wares) dan hitam (black wares), tanah liat dan batuan ba- karan tinggi, teknik hias ukir-tempel . Sebagian runtuhan tungku yang ditemukan di daerah ini terletak di sekitar Danau Shanglinhu, berasal dari masa Five Dynasty dan Song. Beberapa dapur ini, antara lain Shanglinhu kiln (8th-10th Century) ; dan Dongqianhu kiln (10th-11th Century) . Dapur-dapur tersebut memproduksi barang hijau, tanah liat dan batuan bakaran tinggi, hiasan flora (lotus) ; geometris (suluran; garis; meander), teknik hias ukir-tempel. Terutama di Dongqianhu kiln yang letaknya di tepi danau, beberapa pecahan sebagian ada di dalam air . Barang-barang keramik di sini berglasir hijau (Yue dan Longquan) dan dihias dengan goresan tangan, barang-barang tersebut masih dalam keadaan tertumpuk di runtuhan dapur pembakaran beserta tumpangan (firing support/ stac- king) atau wadah selama proses pembakaran . Benda-benda ini bahkan tampak di sela-sela tumpukan bata bekas tungku pembakaran dan se- rakan bata, tertutup pecahan beling . Dapur ini pemah di ekskavasi, tetapi belum tuntas dan lama-kelamaan situs ini akan hilang atau habis karena proses erosi, bahkan ada rencana situs ini akan dijadikan pro- yek pembangkit tenaga listrik . Situs tungku-tungku atau dapur pembuatan pembakaran keramik ini merupakan harta karun yang tidak temilai harganya untuk ilmu pe- 19
  • 26. ngetahuan bagi arkeolog-keramolog sekaligus sejarawan ; baik Cina maupun luar Cina. b Museum Kunjungan ke museum-museum, merupakan suatu hal yang sa- ngat bermanfaat, untuk melakukan studi perbandingan tipologi-stilistik terhadap koleksi keramik utuh ; selain itu juga untuk mempelajari ke- ramik-keramik yang di kiln site sudah tidak ditemukan sisanya . Bebe- rapa museum itu ialah : Zhejiang Provincial Museum ; Guan Museum ; Shangyu Museum ; dan Ningbo Municipal Museum. Sebagian besar koleksi keramik di museum tersebut adalah ba- rang-barang hasil produksi tungku yang terletak di Provinsi Zhejiang, baik yang berasal dari masa Eastern Han Dynasty (abad ke-2 SM) hingga Yuan Dynasty (abad ke-14), berupa barang-barang hijau (green ware) dan hitam (blackware) . Jenis keramik-keramik itu, antara lain dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel Koleksi Keramik di Museum-museum Provinsi Zhejiang 20 Dinasti Dapur Teknik Hias Motif Eastern Han Shangyu impressed geometris Western Jin Shangyu impressed geometris Southern Shangyu carved lotus petal Five Shangyu carved lotus petal Northern Song Shangyu carved lotus petal Eastern Han Ningbo impressed geometris Eastern Jin Yuhang carved kepala ayam Eastern Jin Deqing carved kepala ayam Eastern Jin Xiaoshan impressed geometris Tang Yue carved carved lotus petal peony Five Yue carved pheonix Northern Song Yue - - Five Yin Man carved lotus petal
  • 27. Bentuk keramik-keramik tersebut antara lain piring, mangkuk, te- ko, jar, buli-buli, guci, vas, pedupaan, patung-patung binatang, dan sebagainya. Beberapa koleksi keramik tersebut ditemukan di Indone- sia, baik dari penelitian arkeologi maupun non arkeologi. c. Lain-lain Lokasi lain yang dianggap memiliki koleksi untuk dipelajari dalam studi perbandingan, antara lain : 1. Zhejiang Institute of Archaeology Zhejiang Institute of Archaeology, men.ipakan instansi yang me- lakukan penelitian arkeologi, baik di archaeological site maupun di kiln site, di seluruh Provinsi Zhejiang ; sebagian besar koleksinya be- nipa keramik basil ekskavasi dari dapur-dapur pembuatan pembakaran keramik di Provinsi Zhejiang, misalnya keramik dari dapur Shanglinhu . Keramik itu antara lain Longquan Ware. Para ahli keramik dari Zhejiang Institute of Archaeology, mengelompokkan barang-barang Longquan ini ke dalam 6 phase, yaitu: 2 1 Dinasti Dapur Teknik Has Motif Northern Song Yin Xian impressed geometris Tang Wenzhou carved lotus petal Five Wenzhou carved lotus petal Northern Song Wenzhou carved lotus petal Northern Song Huangyan carved suluran Northern Song Longquan carved suluran Southern Song Longquan applied ikan Yuan Longquan impressed pheonix Tang Changsha carved fauna Song Dongtangshan carved geometris Tang-N. Song Shanglinhu carved geometris, flora
  • 28. 2. Hangchou Porcelin Factory/Hangzhou Xioshan Guan Modern Ceramic Factory Guan Modern Ceramic Factory, merupakan pabrik keramik modem yang sebagian besar produksinya meniru keramik Guan Ware (Guan kiln) masa Southern Song Dynasty (1127-1279 AD). Barang- barang keramik yang diproduksi kurang lebih ada 19 bentuk, antara lain piring, mangkuk, jar, vas, pedupaan, botol, patung dewa, dan pa- tung binatang ; glasir tebal pecah seribu ; wama hijau keputihan (green and moon white). Beberapa di antaranya ada yang berhias fauna, mi- salnya ikan dan sebagainya, dengan teknik bias ukir. Barang-barang ini merupakan imitasi dari barang-barang Guan Wares; bila dilihat ha- silnya sangat mirip dengan aslinya, sehingga kadang-kadang untuk produk-produk tertentu sulit membedakannya, ini dapat disebut se- bagai bare tapi antik . Selain itu pabrik keramik ini juga memproduksi barang-barang polikrom jenis harian (daily use porcelain) yang se- karang ini banyak beredar di seluruh mancanegara, termasuk Indo- 22 Phase Bahan Glasir Dekorasi I II III N V VI putih putih keabuan tebal tebal tebal-putih tebal-hitam tebal kasar-tebal hijau terang-tipis hijau-tipis hijau-tipis hijau-tipis hijau-tebal hijau-tebal hijau-tebal (high quality) hijau keabuan sulur-suluran sulur-suluran
  • 29. nesia . Oleh karena itu, perlu kecermatan dan kehati-hatian dalam membeli-mengoleksi barang-barang keramik yang bare tapi antik. 3. Ninghai Factory Ninghai factory terletak di tepi jalan raya antara Ninghai- Ningbo. Pabrik ini khusus memproduksi tempayan bare tapi antik yang sangat banyak digunakan di Cina . Bentuk tungku dragon kiln, bahan batuan bakaran tinggi, teknik buat dengan roda putar, tanpa hiasan, dan sebagian besar hasil produksinya berupa tempayan coklat atau hijau. Cara produksi, jenis tungku dan basil produknya sama de- ngan di Singkawang, Kalimantan Barat ; di Cina produk ini biasa untuk menyimpan minuman keras; sedangkan di Indonesia jenis ini banyak dijumpai di toko-toko antik dan menjadi koleksi kolektor ataupun mu- seum. Penutup Tidak semua jenis keramik basil produksi dari dapur-dapur dan koleksi museum yang ditinjau ada atau ditemukan di Indonesia . Jenis keramik hijau dari Eastern Han sampai saat ini belum pernah dite- mukan dalam penelitian di Indonesia ; sedangkan barang-barang hijau dan hitam yang diproduksi dari masa Tang hingga Yuan banyak dite- mukan di Indonesia, khususnya di situs-situs masa Hindu-Budha, an- tara lain Palembang, Lampung, Banten Girang, Karawang, dan Tro- wulan. Dari pengamatan yang dilakukan, memang sangat sulit untuk membedakan hasil produksi antara satu dapur dengan dapur lainnya, terlebih bila dapur tersebut terletak dalam satu area dan satu masa (pe- riode), antara lain keramik produksi dapur-dapur di daerah Ningbo . Perbedaan yang dapat diamati mungkin hanya pada penyelesaian ben- tuk kaki (footring); misalnya, bentuk footring keramik dari tungku 23
  • 30. Shanglinhu menonjol keluar sedangkan footring dari tungku Dong- qianhu mendatar (tegak lures) . Untuk lebih memperdalam dan mengetahui perkembangan kera- mologi di Indonesia, maka perlu adanya semacam workshop atau per- temuan berkala tentang keramologi, guna melatih ketajaman para ke- ramolog dalam mengenali variabilitas keramik, baik antar instansi mau- pun pecinta keramik, misalnya Himpunan Keramik Indonesia dengan lembaga penelitian. Selain itu perlu juga melakukan inventarisasi semua temuan ke- ramik baik koleksi museum, instansi, perorangan, dan kolektor untuk memperoleh gambaran umum mengenai variabilitas temuan keramik yang ada di Indonesia dan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai gui- dance baik untuk penelitian maupun tourism. Hat lain yang perlu juga dilakukan adalah saling tukar menukar informasi tentang temuan ataupun koleksi keramik ; serta mengadakan kerjasama baik dalam hal identifikasi, penelitian, sponsor, maupun tu- kar informasi antara ahli keramik dengan kolektor . Selain itu apabila mungkin melakukan tukar menukar pecahan keramik baik dari hasil penelitian maupun non penelitian antar negara, misalnya pecahan dari Indonesia dengan Cina . 24
  • 31. Kepustakaan Adhyatman, Sumarah 1983 Notes On Early Olive Green Wares Found in In- donesia. Jakarta: Ceramic Society of Indonesia . 1987 "A Note On Yue and Yue Type Ware Found In In- donesia". Bulletin de L'Ecole Francais d'Extreme Orient . Harkantiningsih, Naniek 1988 "The Singkawang Dragon Kiln in West Kalimantan Indonesia", Arts of Asia Vol 20 No. 1 . Hongkong. Medley, Margaret 1976 The Chinese Potter. A Practical History of Chine- se Ceramic . Oxford: Phaidon. Pinger, Yuan 1992 "Yue Ware: The Distribution of Manufacturing Sites and Markets". International Conference On Cera- mic Ecology In The Far East-The Manufacture and Export Of Zhejiang Green Wares During The 9th And 14th Centuries. The University of Hongkong: Centre of Asian Studies. Shin-An, Lin 1992 "Zhejiang Export Green Glazed Wares : Ningbo Da- ta", International Conference On Ceramic Ecology In The Far East-The Manufacture And Export Of Zhejiang Green Wares During The 9th And 14th 25
  • 32. Centuries. The University of Hongkong : Centre of Asian Studies . Shilong, Ren 1992 "The Dual Nature of Longquan Wares--Futher Dis- cussion" . International Conference On Ceramic Ecology In The Far East-The Manufacture And Ex- port Of Zhejiang Green Wares During The 9th And 14th Centuries. The University of Hongkong: Centre of Asian Studies . Yaw, Lu; Feng Xianming ; Mary Tregear 1983 Song Ceramics Singapore: Southeast Asian Cera- mics Society. Widiati 1992 "Keramik dari Perairan Pulau Buaya, Riau" . Perte muan Ilmiah Arkeologi V1, Batu, Malang, Jawa Ti mur. Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional . 1992 "Keramik dari Perairan Kepulauan Seribu", Inter- national Seminar on Japanese Export Ceramics in Serang. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasio- nal. N.N . 1949-1981 Kiln Site of Ancient China Recent Finds of Pottery and Porcelain . Tokyo : Idemitsu Museum of Arts. Penelope Hughes-Stanton-Rose Kerr 1980 Kiln Site of Ancient China. An Exhibition Lent by The People's Republic of China . Oriental Ceramic Society. 26
  • 33. N.N . 1987 The Exhibition of Chinese Ceramics of Eight Dynasties Republic of China: National Museum of History. Hamparan keramik di Dapur Sanhuyhu, dengan latar belakang tampak danau 27
  • 34.
  • 35. STRUKTUR BANGUNAN SITUS KARANGBERAHI: SEBUAH MANDALA? Retno Purwanti Pendahuluan Situs Karangberahi terletak di Dusun Batu Bersurat, Desa Ka- rangberahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Sarolangun Bangko, Propinsi Jambi . Berdasarkan letak astronomis-nya berada pada ko- ordinat 2°28' LS dan 102°28' BT. Sebagai suatu situs Karangberahi mulai dikenal sejak tahun 1904 dengan ditemukannya prasasti dari masa kerajaan Sriwijaya oleh Ber- khout (Coedes 1989 : 61). Meskipun prasasti ini tidak berangka tahun, tetapi dari paleografinya dapat diduga berasal dari sekitar abad ke-7 Masehi. Dengan ditemukannya prasasti tersebut diketahui bahwa dae- rah Karangberahi merupakan daerah penting yang tentunya mempu- nyai peranan tertentu di masa lalu . Kutukan-kutukan yang tertulis da- lam prasasti menyiratkan bahwa di tempat tersebut terdapat suatu ma- syarakat dengan aktivitas tertentu . Hanya saja sejak ditemukannya prasasti sampai lebih dari delapan dasawarsa sesudahnya tidak pernah ditemukan adanya sisa-sisa pemukiman atau aktivitas masa lampau di 2 9
  • 36. daerah ini. Oleh karena itu temuan struktur bangunan bata di daerah ini yang bare ditemukan, yang lokasinya hanya berjarak sekitar 100 m di sebelah selatan tempat penemuan prasasti merupakan salah satu bukti bahwa di daerah ini pemah terjadi suatu aktivitas manusia di ma- sa lalu . Keadaan lingkungan sekitar situs berupa tanah persawahan ke- ring yang sudah tidak dikerjakan selama hampir 6 tahun lamanya . Di sebelah timur lokasi temuan struktur bangunan terdapat gundukan ta- nah dan saluran irigasi lama yang sudah dimanfaatkan lagi . Menurut informasi penduduk setempat, di sebelah gundukan ini pada jaman Belanda terdapat jalan yang digunakan sebagai prasarana transportasi ke kota Bangko. Tanah keying (ladang) terletak di sebelah selatan si- tus. Di samping itu terdapat juga perkampungan penduduk yang le- taknya sekitar 500 m di sebelah lahan kering tersebut . Di sebelah barat situs terdapat saluran irigasi yang rencananya akan dimanfaat- kan kembali untuk mengairi sawah-sawah yang selama ini tidak di- kerjakan. Di sebelah barat saluran inilah terletak pemukiman penduduk Dusun Batu Bersurat, tempat Prasasti Karangberahi dan keramik-ke- ramik ditemukan beberapa waktu yang lalu . Struktur Bangunan dan Temuan Iainnya Berdasarkan ekskavasi yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Propinsi Jambi, Sumatera Selatan clan Beng- kulu telah dapat ditampakkan kembali stnrktur bangunan bata berde- nah empat persegi panjang ben.ukuran 5,26 m x 1,96 m. Susunan ba- ta tersebut membujur ke arah tenggara-baratdaya terdiri dari 2-3 lapis susunan bata. Ukuran bata ini relatif besar jika dibandingkan dengan bata-bata yang digunakan untuk pembangunan candi-candi yang ada di Kompleks Muara Jambi, karena bata di sini benikuran panjang 55 cm, lebar 36 cm dan tebal 17,5 cm. Besamya ukuran bata inilah yang memungkinkan penyusunan bata tanpa perekat, sehingga menampak- 30
  • 37. kan sebuah struktur bangunan yang disusun dengan cara merebahkan bata secara horisontal . Bata-bata ini kemudian disusun ke atas de- ngan satu bata berada di atas bata lainnya . Secara umum fisik bangunan dalam kondisi nisak, terutama pada bagian tenggara yang merupakan stniktur bata yang pertama kali dite- mukan oleh penduduk secara tidak sengaja sewaktu menggali tanah . Struktur bangunan yang masih tersisa hanya terdiri dari 2-3 lapis bata . Kerusakan struktur bangunan ini tempak jelas pada bagian sisi timur dengan ditemukannya bata-bata dalam keadaan keadaan pecah terbagi dalam beberapa pecahan dan dalam susunan yang tidak intact lagi . Pada sisi ini struktur bata yang masih tersisa tinggal satu lapis bata . Pada sisi selatan stniktur bata khususnya sudut baratdaya ter- susun atas 3 lapis, tetapi bata pada lapisan paling atas dalam posisi rebah di sisi luamya . Sisi ini tampak miring ke selatan dan bata-bata penyusunnya sebagian besar telah patah akibat retakan yang telah se- kian lama dialami . Pada bagian barat masih menampakkan 2 lapis ba- ta intact, tetapi dalam kondisi rusak balk susunan maupun keutuhan batanya. Kondisi yang relatif sama juga dapat dilihat pada stniktur di sudut baratdaya yang dalam keadaan miring ke arah barat . Susunan bata pada sisi utara tampaknya kurang mengalami gangguan, sehingga kondisinya relatif lebih baik dibandingkan sisi-sisi lainnya . Susunan ba- ta ini terlihat masih intact terdiri dari 3 lapisan . Di samping stniktur bangunan, hasil ekskavasi lainnya adalah te- muan 4 buah periuk dari tanah fiat yang masing-masing terletak di em- pat sudut bagian dalam bangtman . Satu buah wadah yang berada di timur laut saat ditemukan masih dalam kondisi utuh, sedangkan 3 wa- dah lainnya dalam kondisi retak dan tidak utuh lagi . Diameter ke em- pat wadah jenis periuk ini antara 36-46 cm . Periuk ini berbentuk bulat dengan dasar cembung . Lubang mulutnya berdiameter 10,62 - 13 cm, sedang bagian bibirnya memiliki ketebalan 1,24 - 1,33 cm. Tinggi 3 1
  • 38. periuk utuh 25,5 cm. Pada saat ditemukan tidak satupun yang memi- liki tutup. Berdasarkan hasil analisis basah terhadap tanah yang terdapat di dalam dan di luar periuk menunjukkan kandungan yang hampir sama. Tanah yang diperoleh dari bagian dalam periuk mengandung pint, kuarsa, pasir, emas, manik-manik, latent, pecahan tembikar, kapur dan arang . Kandungan tanah di luar periuk terdiri dari pasir, bate ke- rakal, arang, kapur, kuarsa dan emas . Analisis kandungan tanah dari bagian dalam periuk ini diperoleh dari periuk yang berada di sudut timur laut dan tenggara, yang ditemukan relatif lebih utuh dari pada periuk-periuk lainnya . Sedangkan contoh tanah di luar periuk diambil- kan dari bagian bawah periuk dari sudut tenggara bangunan (Sri Pad- miarsi 1994). Emas yang didapatkan dari dalam maupun luar periuk berbentuk butiran dan serpihan. Dari tanah seberat 12,9 kg yang dikeluarkan da- ri dalam periuk di sebelah tenggara hanya diperoleh 0,05 gram emas, sedangkan dari tanah di luar periuk dengan berat 6,25 gram berhasil dikumpulkan 0,04 gram emas dengan ukuran butiran relatif lebih be- sar dibandingkan emas yang terkandung dalam tanah di bagian dalam periuk. Selunih manik-manik diperoleh dari kandungan tanah di bagian dalam periuk. Manik-manik tersebut terbuat dari bahan kaca dan mu- tisala. Manik-manik kaca tersebut berwama biru, sedangkan manik- manik mutisala berwama merah kecoklatan . Dugaan Fui Stniktur bangunan bata berbentuk empat persegi panjang dan tersusuin dari 2-3 lapis bata sepintas seperti pondasi bangunan . Ada- nya temuan periuk pada keempat sudut bangunan mengingatkan te- muan senipa yang ada di Candi Sambisari, Yogyakarta . Hanya saja temuan di Candi Sambisari berupa periuk dan di dalamnya terdapat 32
  • 39. peripih. Di Candi Sambisari di atas peripih terdapat umpak yang me- nunjukkan bahwa sebelum dibangun dengan batu, Candi Sambisari pemah dibangun dengan bangunan konstruksi kayu dan berdiri di atas tiang-tiang penyangga. Untuk menyejajarkan temuan periuk dari situs Karangberahi dengan peripih dari Candi Sambisari tidak mendapatkan dukungan yang memadai mengingat terbatasnya data yang dapat dite- mukan kembali. Melihat stnaktur bangunannya, terlihat bahwa struktur ini tidak disiapkan untuk mendukung bangunan di atasnya, sebab konstniksinya tidak kuat dan tampak tidak ada usaha untuk memper- kuat kedudukan struktur. Meskipun demikian bukan berarti bangunan ini merupakan bangunan yang belum selesai. Adanya empat buah pe- riuk di keempat sudut bangunan menunjukkan bahwa bangunan ini merupakan suatu bangunan yang dibangun dengan menggunakan konsep tertentu dan digunakan untuk keperluan keagamaan . Hal ini mengingat adanya peripih di dalam periuk yang berupa manik-manik, butiran emas, pecahan tembikar dan sebagainya . Ditemukannya periuk berisi peripih di ke empat sudut bangunan dapat diduga bahwa pembangunan struktur ini menerapkan konsep atau susunan tertentu yang dikenal dalam agama Hindu atau Budha . Untuk mencari kejelasan tentang fungsi stn.iktur bangunan ini bisa dilakukan analogi dengan temuan peripih yang terdapat di Candi Bukit Batu Pahat di daerah Kedah, Malaysia (Soekmono 1974 : 71-74). Candi Bukit Batu Pahat mulai diteliti pada tahun 1959 . Peneliti- an ini dilakukan untuk keperluan pembinaan kembali bangunan candi sejauh temuan yang ada memungkinkan . Oleh karena itu sisa bangu- nan yang ada dibongkar seluruhnya . Dalam pembongkaran tersebut ditemukan 6 buah peti peripih pada lantai candi dan masih dalam ke- adaan in situ. Sebelumnya telah ditemukan 2 buah peti peripih oleh Quaritch Wales (Soekmono Ibid ; Lemb 1960 : 6-7, 74). Dengan di- ketemukannya 6 buah peti peripih tersebut maka jumlah keseluruhan menjadi 8 buah. Peti-peti tersebut ditempatkan menurut susunan ter- 33
  • 40. tentu, yaitu 4 buah peti pada keempat sudut dan di tengah tiap sisi de- nah. Di bagian tengah denah bangunan candi tidak ditemukan lagi adanya peti peripih . Hanya saja, berdasarkan hasil penelitian di te- ngah pusat denah candi tidak mempunyai perigi, tetapi di bawah batu- batu dasamya terdapat sebuah lubang dalam batuan padas yang men- jadi landasan berdirinya candi tersebut. Lubang ini bagian tepinya di- batasi oleh susunan bate-bate terpahat rapi . Di dalam lubang inilah di- duga dahulunya tersimpan peti peripih utamanya . Di dalam peti-peti peripih itu ditemukan guntingan emas tipis yang menggambarkan se- orang dewi yang oleh Lemb dihubungkan dengan konsepsi Tantra- yana, karena jumlahnya 8 buah dengan penggambaran yang sama (as- tamatrka). Berdasarkan data inilah kemudian sebagian ahli menyata- kan bahwa Candi Bukit pahat bemafaskan agama Budha . Tidak ada- nya perigi di tengah bangunan candi mendukung pendapat tersebut . Di Kompleks Muara Jambi, yaitu di Candi Gumpung sewaktu di- adakan pembongkaran pernah ditemukan lubang-lubang di dasar ba- ngunannya. Lubang-lubang tersebut berisi peripih yang di antaranya berupa lempengan emas berinskripsi . Berdasarkan inskripsi tersebut dapat diketahui sejumlah nama yang dikenal dalam patheon agama Budha yang mengandung unsur vajra. Berdasarkan jumlah lubang peripih dan lempengan emas yang ditemukan Boechari sampai pada kesimpulan bahwa lubang-lubang tersebut merupakan susunan manda- la yang dikenal dengan istilah vajradhatumandala (Boechari 1985). Di samping temuan pada candi-candi di atas ditemukan pula pe- ripih-peripih di salah satu candi perwara Candi Lorojonggrang dan Candi Plaosan Lor, serta di Kompleks Kraton Ratu Boko . Dari hasil temuan peripih yang telah diperoleh selama ini dapat diketahui bahwa peripih tidak hanya dikenal dalam agama Hindu saja melainkan juga dalam agama Budha. Di luar Asia Tenggara penempatan peti peripih di bawah bangu- nan-bangunan keagamaan sudah dikenal sejak lama, misalnya di Sri- 34
  • 41. langka . Di negara ini peti peripih tersebut dikenal dengan nama yan- tragala. Penempatan peti peripih ini tidak dikaitkan dengan penana- man sisa abu jenazah melainkan bersumber pada pandangan kosmis keagamaan yang pada azasnya tidak berbeda dalam agama Budha maupun Hindu (Soekmono Ibid ; O'connors 1966: 58) . Pembagian peti peripih dalam 9 kotak dan penempatannya di delapan penjuru serta satu di tengah seperti yang terdapat di Candi Bukit Batu Pahat temyata dapat dihubungkan dengan susunan man- dala dan kedudukan astadikpalaka . Hat ini sesuai dengan sumber yang tertera dalam kitab Hewajra-Tantra berkenaan dengan pem- buatan suatu mandala (Soekmono Ibid 74) . Mengacu pada temuan peti peripih di Candi Bukit Batu Pahat dan Candi Gumpung di atas tidak tertutup kemungkinan pula bahwa struktur bangunan yang ditemukan di Karangberahi juga merupakan suatu mandala. Meskipun jumlah periuk yang ditemukan bate empat buah, tidak menutup kemungkinan bahwa periuk-periuk lainnya juga ditempatkan pada setiap sisi bangunannya. Demikianpun dengan pe- riuk di bagian tengah atau pusat denah bangunan . Hal ini mengingat bagian-bagian tersebut belum seluruhnya digali dan diteliti, sehingga keberadaannya dapat diketahui . Jika dapat disetujui bahwa struktur bangunan yang ditemukan di Karangberahi tersebut merupakan suatu mandala, maka mandala ini berfungsi sebagai alat atau media bagi para bhiksu atau pendeta untuk mendapatkan pencerahan atau kekuatan mistis (Hadiwijono 1989 : 89). Bila selama ini mandala yang ditemukan di Indonesia sebagian besar berupa bangunan candi, maka mandala yang ditemukan di Ka- rangberahi ini merupakan mandala dalam bentuknya yang sederhana seperti pada awal perkembangannya, seperti yang dijelaskan dalam sumber-sumber dari India. Di India pada masa awal perkembangannya mandala yang di- hubungkan dengan suatu sites atau bangunan dikenal sejak permula- 3 5
  • 42. an Jaman Weda . Dalam kitab Taittiriya-samhita dan Satapathabrah- mana, mandala dibuat dari bata dan disusun secara membulat dan di- sebut dengan mandalesshtaka (Rao 1988: 18) . Pada masa-masa be- rikutnya bentuk mandala ini mengalami perkembangan, ada yang ber- bentuk cakra (cakramandala), surya (suryamandala) dan bentuk-ben- tuk lain yang merupakan simbol kosmis, kemutlakan dan kesatuan dari bagian-bagian lain yang terkecil (Ibid 19) . Di samping bentuk-bentuk tadi dikenal juga mandala yang berbentuk bujursangkar, segiempat, segidelapan dan sebagainya . Mandala yang berbentuk empat persegi panjang disebut ayatasra (Ibid 42). Penutup Merujuk pada sumber-sumber yang ada di India tersebut dapat diperkirakan bahwa struktur bangunan yang ditemukan di situs Ka- rangberahi merupakan ayatasra, yang digunakan sebagai alat atau media bagi para pemuka agama untuk mendapatkan pencerahan atau kekuatan mistis. Bisa juga mandala tersebut digunakan untuk mela- kukan pentasbihan bagi para penganut agama setelah mencapai ting- katan tertentu . Keterbatasan data yang ditemukan di sekitar situs baik melalui survei maupun ekskavasi menyebabkan belum diketahuinya latar bela- kang keagamaan yang mendasari pembangunan mandala di Situs Ka- rang berahi. Untuk itulah penelitian yang lebih mendalam terhadap si- tes ini perlu dilanjutkan di masa mendatang. 36
  • 43. Kepustakaan Boechari 1985 'Ritual Deposit of Candi Gumpung (Muara Jambi)", Spa- fa Final Report, him. 16 - 30 . Coedes, G. dan L.Ch. Damais 1989 Kedatuan Sriwijaya, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Harun Hadiwijono 1989 Agama Hindu dan Budha, Jakarta: BPK. Gunung Mu- lia. Kramrisch, Stella 1946 The Hindu Temple, Calcutta: University of Calcutta . Lamb, Alastair 1960 "Report on The Exvation and Reconstruction of Chandi Bukit Batu Pahat, Central Kedah" . Federal Museum Journal. Vol. V. Kuala Lumpur: New Series. 1961 "Chandi Bukit Batu Pahat-Three Additional Notes", Mo- nographs on Southheast Asian Subject No . 5, Singa- pore: Eastern Universities Press, Ltd . O'Connor, Stanley J. 1966 'Ritual Deposit Boxes in Southeast Asian Sanctuaries", Artibus Asiae Vol. XXVIII, 1966: 53 - 60. Ramachandra Rao, S.K. 1988 Mandalas In Temple Worship, Bangalore: Kalpataru Research Academy. 37
  • 44. Soediman 1976 Sepuluh Tahun Ekskauasi Candi Sambisari, Yogyakar- ta : Yayasan Purbakala . Soekmono 1974 Candi Fungsi dan Pengertiannya. Disertasi Universitas Indonesia. Sri Padmiarsi R . 1994 Laporan Ekskauasi Penyelamatan Situs Karang Berahi Di Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabu- paten Sarolangun Bangko, Provinsi Jambi, Suaka Pe- ninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Jambi, Suma- tera Selatan dan Bengkulu. (belum diterbitkan). 3 8
  • 45. (!quier eferqjrtd uPP IPJ103 MWula venV "wny cj5&uxp,2 unSuLloipS uajL>dnqpM ip upiqauad ise3jo-I
  • 46. 40 c :~ CQ 0 D a KFTFRAN hAN a lempayan bola bala re lak a D 0 0 . oB w 01 D SKALA 1 :25 Denah strukiur bangunan hash penggalian di Situs Karangberahi, Propinsi Jambi 12gal
  • 47. 0 I 5 CM Tempayan yang ditemukan dalam kondisi utuh 41