SlideShare a Scribd company logo
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________




             LOMBA KARYA TULIS MAHKAMAH KONSTITUSI



                 IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI PUTUSAN
           MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 102/PUU-VII/2009
 TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA INDONESIA




                                             Oleh:

                    Muhammad Bahrul Ulum NIM 070710101060

                    Dizar Al Farizi                  NIM 060710101170




                                  FAKULTAS HUKUM

                                UNIVERSITAS JEMBER

                                              2009



                                                                                                     i
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

                               LEMBAR PENGESAHAN



Judul Karya Tulis         : Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah
                            Konsitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak

                            Konstitusional Warga Negara Indonesia

Nama Penulis I            : Muhammad Bahrul Ulum

NIM                       : 070710101060

Nomor KTP                 : 3509110509900005

Nama Penulis II           : Dizar Al Farizi

NIM                       : 060710101170

Menyatakan bahwa karya tulis ini adalah asli karya Penulis beserta tanda
tangannya.



                                                                  Jember, 29 Juli 2009

                                                                  Ketua Pelaksana




                                                                  Muhammad Bahrul Ulum
                                                                  NIM. 070710101060




                                                                                                     ii
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

                                  KATA PENGANTAR




       Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan suatu lembaga pelaksana
kekuasaan kehakiman yang lahir ketika amandemen III UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Sejak waktu itulah telah lahir lembaga pengawal konstitusi
(guardian of the constitution) yang bernama Mahkamah Konstitusi.

       Mahkamah Konstitusi adalah lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman
yang salah satu kewenangannya yaitu menguji Undang-Undang terhadap UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rangka mewujudkan negara
demokrasi yang berdasarkan hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

       Pada pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang kemudian
diputuskan oleh MK Nomor 102/PUU-VII/2009 merupakan salah satu upaya MK
yang berperan sebagai wujud Negara demokrasi berdasarkan hukum.

       Kisruh soal Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang mengancam pelaksanaan
Pemilihan Presiden 8 Juli yang lalu akhirnya bisa diatasi dengan putusan MK
tersebut. Putusan MK telah memberikan hak kepada masyarakat pemilih yang
belum masuk DPT dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk
memberikan hak suara telah mencairkan kebuntuan terhadap hak konstitusional
warga negara Indonesia.

       Oleh karena itu, Penulis menyambut positif langkah terobosan yang
dilakukan baik oleh MK dalam putusannya tersebut sehingga dijadikan judul
dalam karya tulis ini. Kita melihat hal tersebut sebagai putusan yang cerdas, sebab
kalau MK tidak cukup peka untuk mendengar arus yang ada di bawah maka pasti
dampaknya sangat buruk.

       Sehingga dengan analisis terhadap putusan MK tersebut diharapkan bisa
dibaca oleh masyarakat umum dan menambah kesadaran hukum dan konstitusi
bagi masyarakat luas.



                                                                                                     iii
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

       Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu kami,
terima kasih kepada Abdul Fatah, S.H.. Akhir kata, tidak ada sesuatu yang
sempurna, sehingga kami membuka kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan penulisan karya tulis berikutnya.



                                                                       Jember, 29 Juli 2009




                                                                               Penulis




                                                                                                     iv
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

                                                DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ................................................................................               i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................                         ii
KATA PENGANTAR..............................................................................                 iii
DAFTAR ISI.............................................................................................      iv
BAB I         PENDAHULUAN.....................................................................               1
              1.1 Latar Belakang.....................................................................        1
              1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan ............................................                  3
              1.3 Tinjaua Pustaka ...................................................................        4
              1.4 Metode Penulisan ................................................................          5
BAB II        PEMBAHASAN .......................................................................             7
              2.1 Putusan           Mahkamah             Konstitusi         Nomor          102/PUU-
                    VII/2009         dan      Hak       Konstitusional            Warga         Negara
                    Indonesia.............................................................................   7
                    2.1.1 Hak Konstitusional Pasca Putusan MK .....................                          7
                    2.1.2 Negara Hukum dan Putusan MK...............................                         10
              2.2 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap
                    Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia ....................                           11
              2.3 Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Hak
                    Konstitusional Warga Negara Indonesia ............................                       16
BAB III PENUTUP .................................................................................            20
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................               21
BIODATA PENULIS...............................................................................               23




                                                                                                                   v
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________




                                                                                                     vi
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   1
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________



                                            BAB I

                                     PENDAHULUAN



1.1.    Latar Belakang

        Hak asasi manusia merupakan materi inti dari naskah undang-undang dasar
negara modern. Demikian pula hak dan kewajiban warga negara merupakan salah
satu materi pokok yang diatur dalam setiap undang-undang dasar sesuai dengan
paham konstitusi negara modern. Hak Asasi Manusia (HAM), adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan setiap manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintahan, dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Artinya,
yang dimaksud sebagai hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri
setiap pribadi manusia. Karena itu, hak asasi manusia (the human rights) itu
berbeda dari pengertian hak warga negara (the citizen’s rights). Namun, karena
hak asasi manusia itu telah tercantum dengan tegas dalam UUD 1945, sehingga
juga telah resmi menjadi hak konstitusional setiap warga negara atau
“constitutional rights”.1

        Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman
yang salah satu kewenangannya adalah menguji Undang-Undang terhadap UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rangka mewujudkan negara
demokrasi yang berdasarkan hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

        Pemilihan umum atau pemilu merupakan sarana berdemokrasi bagi warga
negara dan merupakan hak warga negara yang dijamin oleh konsitusi, yaitu hak
atas kesempatan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur
dalam     UUD 1945          yang berbunyi         “Segala      warga     negara     bersamaan

1
    Jimly Asshiddiqie, Hak Konstitusional Perempuan dan Tantangan Penegakannya,
    http://www.jimly.com/makalah/.../hak_konstitusional_perempuan_dan_tantangan_penegakann
    ya.doc diakses tanggal 19 Juli 2009
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   2
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”2 dan “Setiap orang berhak
atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum”3, serta prinsip persamaan kesempatan
(equal opportunity principle)4. Hal ini secara khusus juga dimuat dalam Undang-
Undang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak untuk
dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui
pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”5

        Berdasarkan Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden hanya memberikan
hak tersebut pada warga negara yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap
atau Daftar Pemilih Tambahan. Sehingga warga negara yang telah memenuhi
syarat untuk memilih, akan tetapi masih belum terdaftar dalam DPT telah
dirugikan atas keberlakuan pasal dalam undang-undang tersebut. Sehingga
dipastikan apabila tidak diajukannya judicial review atas pasal tersebut, maka
tidak bisa menggunakan haknya dalam Pemilihan Umum Presiden.

        Setelah pengujian (judicial review) atas Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden yang kemudian diputuskan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 102/PUU-VII/2009, maka hak asasi yang dijamin dalam konstitusi
semakin dikuatkan sehingga warga negara yang tidak terdaftar dalam Daftar
Pemilh Tetap (DPT) bisa tetap menggunakan haknya dengan kartu Tanda
Penduduk (KTP) disertai Kartu Keluarga (KK) atau Paspor bagi warga negara
indonesia yang berada di luar Indonesia dengan syarat-syarat tertentu.

        Dalam hal ini masih terdapat permasalahan, yaitu:


2
    Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
3
    Pasal 28D ayat (1) ibid.
4
    Ensiklopedia Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/A_theory_of_justice diakses tanggal 20
    Juli 2009
5
    Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3886)
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   3
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

       1. Apakah putusan MK tersebut bisa diterapkan dan bisa semakin
           menguatkan hak konstitusional warga negara Indonesia?

       2. Apakah MK dalam putusannya melampaui kewenangan karena dalam
           putusannya bersifat mengatur?

       3. Mengapa putusan tersebut dibacakan dua hari sebelum hari pemilu
           presiden? Sehingga warga negara yang tidak masuk DPT dan tidak
           mempunyai KTP tidak bisa menggunkan hak pilihnya dalam pemilu
           presiden.

       Peranan MK dalam penguatan hak konstitusional warga negara berwujud
dalam putusan MK. Sehingga terhadap putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009
inilah yang dianggap Penulis perlu untuk dianalisis karena merupakan suatu
terobosan dari MK dalam pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
yang mana hak tersebut dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, sehingga dengan putusan tersebut, MK telah
mengembalikan hak konstitusional warga negara Indonesia yang sebelumnya
tidak didapatkan karena berlakunya pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2008 tersebut yang belum diartikan sepanjang mencakup warga
negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara yang diatur oleh
MK.



1.2.   Tujuan dan Manfaat Penulisan

       Adapun tujuan penulisan ini ialah:

       1. Untuk menjelaskan peran MK dalam proses demokratisasi di Indonesia,
            yang mana telah adanya perubahan ketatanegaraan di Indonesia setelah
            adanya amandemen UUD 1945 oleh the second founding parents kita
            pada tahun 1999-2002, sehingga lahirlah lembaga-lembaga baru, salah
            satunya yaitu MK sebagai pengawal kontitusi (guardian of the
            constitution); dan

       2. Menyebarluaskan informasi tentang MK kepada masyarakat.
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   4
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

       Manfaat penulisan ini antara lain:

       1. Memberikan kesadaran berkonstitusi, yaitu UUD Negara Republik
            Indonesia Tahun1945 sebagai konstitusi Indonesia dan pedoman dalam
            negara berdasarkan hukum kepada para pembaca khususnya mahasiswa
            dan masyarakat luas pada umumnya, sekaligus merupakan wahana
            pengembangan ilmu terkait dengan konstitusi; dan

       2. Memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap tugas dan
            keberadaan MK dalam menyelenggarakan tugas-tugas konstitusional-
            nya. Tingkat pemahaman masyarakat turut memengaruhi kinerja MK
            dalam menyelenggarakan tugas-tugas kostitusionalnya. Bila itu tidak
            direspon dengan memadai, dapat menimbulkan kesenjangan antara
            pemahaman atau harapan masyarakat dan kemampuan atau batas
            kewenangan MK.



1.3.   Tinjauan Pustaka

       Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.6

       Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan suatu putusan atas suatu
permohonan dari Pemohon/para Pemohon yang dimohonkan kepada Mahkamah
Konstitusi untuk diperiksa, diadili dan diputus oleh para Hakim Konstitusi untuk
mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.

       Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada
Mahkamah Konstitusi mengenai:

       a. pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
           Republik Indonesia Tahun 1945;




6
    Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4316)
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   5
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

        b. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
           oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

        c. pembubaran partai politik;

        d. perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau

        e. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah
           melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
           korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela,
           dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
           Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
           Republik Indonesia Tahun 1945.7

        Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:

        a. perorangan warga negara Indonesia;

        b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
           dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
           Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

        c. badan hukum publik atau privat; atau

        d. lembaga negara.8

        Hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.9



1.4.    Metode Penulisan

        Dalam penulisan karya tulis ini dimaksudkan karena setelah adanya
amandemen terdapat perubahan besar dalam ketataegaraan di Indonesia, salah
satunya dengan lahirnya Mahkamah Konstitusi sehingga menjadi sesuatu yang
penting bagi Penulis untuk membahas tentang peranan Mahkamah Konstitusi
yang berwujud putusan MK dalam negara demokrasi ini terutama yang
7
    Pasal 1 angka 3 Ibid.
8
    Pasal 51 ayat (1) Ibid.
9
    Penjelasan Pasal 51 ayat (1) Ibid.
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   6
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

berhubungan erat dengan hak konstitusional. Hal ini mengingat masih banyaknya
warga negara Indonesia yang masih belum memahami sepenuhnya tentang MK.
Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini
menggunakan metode yuridis-normatif.

       Namun, pembahasan dalam karya tulis ini tidak semata-mata yuridis-
normatif ataupun menurut hukum positif Indonesia, melainkan juga menggunakan
analisis-sintesis dari Penulis sehingga melahirkan solusi dan gagasan terhadap hak
konstitusional warga yang merupakan hak yang dijamin dalam konstitusi kita
sebagai wujud penguatan hak asasi manusia, sehingga hak konstitusional warga
negara dikuatkan dengan kehadiran Mahkamah Konstitusi, terutama dalam bentuk
putusan MK.
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   7
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

                                            BAB II

                                      PEMBAHASAN



2.1.   Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 dan Hak
       Konstitusi-onal Warga Negara Indonesia

2.1.1. Hak Konstitusional Pasca Putusan MK

       Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009,
yaitu pengujian atas Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, maka warga negara
Indonesia tidak perlu resah lagi untuk tidak bisa memberikan hak pilih pada
pemilu presiden yang diadakan pada tanggal 8 Juli 2009 lalu, sehingga warga
negara Indonesia baik yang berada di dalam maupun di luar negeri yang tidak
terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tetap bisa menggunakan hak pilihnya
dengan syarat dan cara sebagai berikut:

       1. Selain warga negara Indonesia yang terdaftar dalam DPT, warga negara
            Indonesia yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak
            pilihnya dengan menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih
            berlaku atau Paspor yang masih berlaku bagi warga negara Indonesia
            yang berada di luar negeri;

       2. Warga negara Indonesia yang menggunakan KTP harus dilengkapi
            dengan Kartu Keluarga (KK) atau nama sejenisnya;

       3. Penggunaan hak pilih bagi warga negara Indonesia yang menggunakan
            KTP yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat
            Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama
            sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP-nya;

       4. Warga negara Indonesia sebagaimana disebutkan dalam angka 3 di atas,
            sebelum menggunakan hak pilihnya, terlebih dahulu mendaftarkan diri
            pada KPPS setempat;
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   8
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

         5. Warga negara Indonesia yang akan menggunakan hak pilihnya dengan
            KTP atau Paspor dilakukan pada 1 (satu) jam sebelum selesainya
            pemungutan suara di TPS atau TPS Luar Negeri setempat.10

         Putusan MK tersebut tentu berpihak kepada warga negara Indonesia, karena
dengan putusan tersebut, MK telah mengembalikan hak konstitusional warga
negara Indonesia, yaitu prinsip persamaam kesempatan (equal opportunity
principle) sebagaimana dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

         Putusan tersebut sebagaimana dalam UUD Negara Indonesia Tahun 1945
yang mencerminkan asas demokrasi, Pasal 27 ayat (1) bukan hanya menjamin
persamaan kedudukan dalam hukum saja, tatapi juga persamaan hak dan
kewajiban dalam politik dan sosial11.

         Putusan yang dibacakan pada sidang terbuka untuk umum, sebelum
diadakan pemilu presiden ini tentu sudahlah tepat karena dengan putusan tersebut
sebagai wujud kepedulian MK terhadap hak konstitusional warga yang dijamin
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga dapat
menggugurkan kepesimisan warga untuk tidak dapat menggunakan haknya dalam
pemilu presiden pada tanggal 8 Juli kemarin disebabkan karena warga tidak
masuk dalam DPT.

         Putusan MK tersebut bisa dikatakan sebagai kemenangan demokrasi dan
wujud penguatan Hak Asasi Manusia (HAM), karena apabila tidak adanya
putusan tersebut, rakyat akan kehilangan hak suaranya karena tidak masuk dalam
DPT. Komnas HAM sudah mengingatkan bahwa jutaan orang yang dengan
sengaja tidak bisa menggunakan hak politiknya itu sebagai pelanggaran HAM
berat.

         Ternyata Hakim MK mendengar suara rakyat. Dalam amar putusannya,
MK memutuskan bahwa warga negara yang tidak masuk DPT bisa tetap
menggunakan hak suaranya dengan menggunakan KTP. Hak suara itu bisa


10
     Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009
11
     Azhary, Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif           tentang Unsur-Unsurnya
     (Jakarta: UI-Press,1995) hlm. 132
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   9
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

dilakukan di tempat KTP itu dikeluarkan sambil juga menunjukkan Kartu
Keluarga (KK).

         Atas putusan tersebut ternyata mendapat sambutan gembira dari beberapa
kalangan seperti Din Syamsudin, beliau mangatakan:

         Sebagai warga masyarakat, kita bersyukur dan bergembira atas
         keputusan tersebut karena memberi jaminan bagi penunaian hak-hak
         pilih rakyat yang dijamin oleh konstitusi. Kami sudah lama
         menyerukan agar KTP dapat digunakan pada pilpres, karena kami
         tahu hal itu memerlukan Perppu, maka kami juga meminta
         dikeluarkan Perppu sebagai pengganti undang-undang. Sayangnya
         yang kita harapkan tidak juga keluar tentu sangat disesalkan. Namun
         alhamdulillah, MK bisa secara jernih dan bertanggung jawab
         memperhatikan usulan tersebut dan mengeluarkan keputusannya.12

         Ternyata putusan tersebut di luar dugaan para kalangan, mengingat putusan
tersebut bisa langsung diterapkan oleh KPU karena bersifat self executing tanpa
membutuhkan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Hal ini
hanya terdapat tambahan pengaturan teknis lebih lanjut oleh Komisi Pemilihan
Umum (KPU).

         Selanjutnya yang menjadi pertanyaan, kenapa jumlah warga negara yang
tidak memilih (golput) masih tinggi? Apakah penggunaan KTP bisa memberikan
dampak pemenuhan hak asasi dan hak konstitusional warga? Hal ini dapat
dijawab yaitu; pertama, jumlah warga yang golput masih tinggi tersebut bukanlah
mutlak pada kekurangan dan lambatnya putusan MK tersebut, akan tetapi karena
dalam hal ini pihak yang berwenang menyelenggarakan Pemilihan Umum adalah
KPU, sehingga banyaknya jumlah warga yang golput menjadi tanggungjawab
bersama antara KPU dan rakyat, misalnya kurangnya sosialisasi kepada warga
tentang pemilu dan manfaat pemilu untuk mewujudkan negara demokratis. Di
samping itu juga masih terdapat masyarakat yang sengaja tidak menggunakan hak
pilihnya dalam pemilu tersebut.

         Kedua, tentu penggunaan KTP tersebut bisa memberikan dampak
penguatan hak konstitusional warga negara, karena warga yang tidak termasuk
dalam DPT tetap bisa menggunakan hak pilihnya dalam pemilu presiden.
12
     Din Syamsudin, http://www.inilah.com/berita/politik/2009/07/07/124952/din-sambut-gembira-
     putusan-mk/ diakses tanggal 27 Juli 2009
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   10
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

Sehingga putusan MK telah mengurangi jumlah warga negara yang golput dan
semakin memacu pertumbuhan demokrasi di Indonesia.



2.1.2. Negara Hukum dan Putusan MK

        Penggunaan KTP bagi warga negara Indonesia di wilayah Indonesia dan
Paspor bagi warga negara Indonesia di luar negeri merupakan penghilangan
diskrimanasi terhadap warga negara dalam menegakkan hukum dan memberikan
kesempatan untuk aktif dalam urusan pemerintahan dengan syarat-syarat yang
berlaku sama bagi setiap orang.

        Dengan demikian, Negara Indonesia telah menjunjung tinggi demokrasi
dan hukum. Sebagaimana menurut A. V. Dicey, dalam Negara Hukum (rule of
law) mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

        1. Hak asasi manusia dijamin lewat undang-undang;

        2. Persamaan kedudukan di muka hukum (equality before the law);

        3. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law) dan tidak
            adanya kesewenang-wenangan tanpa aturan yang jelas.13

        Lebih lanjut, putusan MK tersebut telah memenuhi unsur-unsur negara
hukum menurut A. V. Dicey, yaitu dengan dijaminnya hak asasi warga yang tidak
termasuk dalam KTP dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 sepanjang
diartikan sepanjang diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam
DPT dengan syarat dan cara yang ditentukan MK.

        Mengenai persamaan kedudukan di muka hukum juga terpenuhi, buktinya
dengan putusan tersebut telah menghilangkan diskriminasi hak warga yang
tercantum dalam DPT dan yang tidak tercantum dalam DPT. Sedangkan
supremasi dan aturan-aturan hukum dan tidak adanya kesewenang-wenangan
tanpa aturan yang jelas juga terpenuhi, seperti segala hal tentang pemilu diatur



13
     Masyhur Effendy, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses Dinamika
     Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm.
     42.
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   11
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

oleh hukum, dalam hal ini dengan dikeluarkannya peraturan KPU sebagai
pengaturan teknis pemilu pasca putusan MK.

       Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa putusan MK tersebut
merupakan perwujudan dalam upaya perlindungan dan menghormati HAM dan
persamaan kedudukan dalam pemerintahan sehingga warga negara mendapat
tempat yang sama sebagai pendukung hak dan kewajiban.

       Walaupun putusan tersebut diputuskan dua hari sebelum pemilu presiden,
ternyata dalam penerapannya di lapangan berjalan dengan baik sehingga mampu
melindungi, menjamin dan memenuhi hak konstitusional warga negara Indonesia.

       Pengembalian hak konstitusional warga negara yang diputuskan oleh MK
ternyata juga telah mengembalikan tujuan hukum, yaitu keadilan (justice),
kepastian hukum (certainty), dan kemanfaatan (Utility). Dikatakan memenuhi
keadilan karena warga negara yang sebelum adanya putusan MK tersebut bisa
dipastikan tidak bisa menggunakan haknya dalam memilih, dan bagi para calon
presiden dan wakil Presiden bisa dipastikan tidak bisa dipilih karena masalah DPT
yang tidak tuntas, justru menuai masalah.

       Dari segi kepastian hukum, warga negara yang tidak masuk dalam DPT
bisa menggunakan hak pilihnya berdasarkan putusan MK dan Peraturan KPU
mengenai petunjuk teknis pelaksanaan pemilu presiden pasca putusan MK yang
diadakan pada 8 Juli 2009, mengingat dalam realitas di sejumlah TPS tertentu
petugas TPS menyatakan bahwa pemilih bisa menggunakan hak pilihnya dengan
KTP sebelum putusan MK. Sedangkan dari segi kemanfaatannya, KTP menjadi
solusi masalah DPT yang tak kunjung selesai, KTP berlaku sebagai pengganti dan
alat bukti untuk menggunakan hak pilih bagi warga yang tidak terdaftar dalam
DPT tersebut.



2.2.   Implementasi Putusan MK Terhadap Hak Konstitusional Warga
       Negara Indonesia

       Putusan MK atas judicial review Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2008 telah memberikan nuansa segar pada masyarakat yang
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   12
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

tidak terdaftar dalam DPT yang sekaligus merupakan implementasi dari negara
demokrasi. Putusan MK tersebut dapat langsung dilaksanakan oleh KPU dengan
mengeluarkan Peraturan KPU No. 1232/KPU/VII/2009 mengenai petunjuk teknis
setelah putusan MK.

        Penerapan terhadap putusan MK tersebut berdampak positif pada semakin
kuatnya hak kostitusional warga yang sebelumnya masih terhalang oleh Pasal 28
dan Pasal 111 Undang-Undang Pilpres, misalnya di Balikbukit, Lampung Utara,
Sebanyak 536 warga yang tersebar di 17 kecamatan dan 757 Tempat Pemungutan
Suara (TPS) menyalurkan hak suaranya dengan menggunakan Kartu Tanda
Penduduk (KTP)14.

        Tentu hal ini menjadi kabar yang menggembirakan, mengingat pada pemilu
legislatif 9 April kemarin warga yang tidak masuk DPT tidak dapat menggunakan
hak pilihnya sama sekali, tidak mempunyai hak berpolitik dan kesempatan dalam
pemerintahan. pemilu legislatif lalu mugkin menjadi pengalaman MK, sehingga
ketika ada judicial review atas Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2008 tetap dinyatakan kostitusional sepanjang diartikan mencakup warga
negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara yang diatur oleh
MK.

        Putusan MK tersebut sudah seharusnya dihargai karena dengan putusan
tersebut telah membuka ruang kepada rakyat untuk menggunakan haknya dalam
Pemilihan Presiden serta dalam upaya penegakan HAM dan hak kostitusional
warga.

        Akan tetapi, terdapat berbagai kalangan yang menyatakan bahwa putusan
MK tersebut terdapat kelemahan, seperti putusan tersebut sulit diterapkan, isinya
putusan tersebut melampaui kewenangan MK karena bersifat mengatur, dan
mengapa putusan MK baru dibacakan dua hari sebelum pemilu presiden?
Mengapa putusan tersebut tidak dibacakan jauh-jauh hari sebelum pemilu
presiden? Sebagian dari mereka ada yang mendalilkan seharusnya hal-hal yang
bersifat mengatur menjadi kewenangan legislatif bukan MK, dan apabila tidak

14
     Radar Kota Bumi, http://www.radarkotabumi.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&
     cid=7&artid=9181 diakses pada 27 Juli 2009
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   13
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

diatur dalam Undang-Undang maka harus diatur dalam Perpu, bukan putusan MK,
karena MK hanya sebatas menyatakan pasal yang diuji adalah konstitusional atau
inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Di lain
pihak banyak warga yang masih belum mempunyai KTP sehingga mereka tidak
bisa memilih dengan menggunakan KTP, dan mustahil jika mengurus KTP dalam
waktu dua hari menjelang pemilu presiden. Perlu ditegaskan bahwa pernyataan
tersebut di atas bukanlah suatu pernyataan yang tepat.

       Argumentasinya yaitu pertama, memang kewenangan MK sebatas
menyatakan pasal sekian inkonstitusional dan menyatakan pasal sekian tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat atau menyatakan konstitusional atas
pasal yang di judicial review. Akan tetapi melihat lebih jauh, sebenarnya hal itu
merupakan kepedulian MK atas hak konstitusional warga yang harus diutamakan
dan ditegakkan. MK telah menyadari bahwa masalah DPT merupakan masalah
yang mengancam terhadap hak warga negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 27
Ayat (1) dan 28D Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
sehingga MK tetap menyatakan pasal yang diuji adalah konstitusional sepanjang
diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat
dan cara yang ditentukan oleh MK, sekaligus putusan tersebut bisa langsung
dijalankan oleh KPU tanpa adanya Undang-Undang ataupun Perpu mengingat
waktu yang mendesak menjelang pemilu presiden. Putusan MK yang dibacakan
pada dua hari menjelang pemilu sudahlah tepat karena mengingat perkara-perkara
sebelumnya yang masuk di MK tentang perselisihan hasil pemilihan umum cukup
banyak, sehingga MK baru memutus judicial review atas pasal yang diuji pada
dua hari sebelum pemilu presiden, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pun
tidak dilakukan sebagaimana biasanya, yaitu dilakukan pada hari yang sama
dengan agenda sidang pembacaan putusan terbuka untuk umum pada 6 Juli 2009.
Hal ini menunjukkan bahwa MK mempunyai komitmen atau i’tikad baik untuk
semakin memperkuat hak konstitusional warga.

       Kedua, kalau mekanisme menggunakan Perpu memang baik, tetapi justru
hal tersebut akan memperlambat dan menghambat waktu mengingat waktu pemilu
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   14
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

presiden tinggal dua hari lagi. Keadilan yang terlambat bukanlah keadilan 15. Lebih
lanjut, tidak hanya keadilan saja, akan tetapi kemanfaatan juga akan hilang.
Sehingga hal tersebut akan merugikan hak konstitusional warga, karena KPU
harus masih menunggu Perpu diundangkan.

         Ketiga, kalau masih terdapat warga yang masih belum memiliki KTP,
kenapa ketika jauh-jauh hari sebelum pemilu presiden dilaksanakan tidak
memanfaatkan perbaikan DPT? Karena waktu itu KPU melakukan perbaikan DPT
yang ditujukan kepada seluruh warga Indonesia. Sehingga apabila masih terdapat
warga yang tidak masuk DPT, bukanlah kesalahan MK. Hal itu menjadi
tanggungjawab bersama antara KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu dan
warga untuk mewujudkan demokrasi.

         Keempat, lain lagi permasalahannya bagi warga yang belum mempunyai
KTP. Sebenarnya warga pun bisa mengurus KTP, mengingat pentingnya KTP
bagi warga, baik sebagai alat bukti kewarganegaraan maupun alat bukti lain ketika
sewaktu-wakti       diperlukan,      dan    hal    ini   sebenarnya       bukanlah      menjadi
tanggungjawab MK akan tetapi menjadi tanggungjawab pemerintah daerah
setempat. Jadi, tidak menjadi alasan seseorang untuk tidak dapat menggunakan
hak konstitusionalnya karena tidak mempunyai KTP. Apabila warga tidak
mengurus DPT dan lebih parah lagi tidak mempunyai KTP, memang sudah
menunjukkan tidak mempunyai niat untuk menjadi warga Negara dan mengikuti
Pemilihan Umum, sehingga ditegaskan kembali bahwa hal ini tidak ada
hubungannya dengan putusan MK tersebut, justru seharusnya jauh-jauh hari KPU
benar-benar mensosialisasikan pemilu ke seluruh lapisan masyarakat dan
memberikan kesadaran demokrasi kepada warga.

         Kelima, permasalahan Kartu Keluarga (KK) bukanlah sebagai alasan yang
tepat, mengingat pembuatan KK yang mudah dan KK sendiri berfungsi sebagai
bukti keluarga orang yang bersangkutan. KK diperlukan sebagai pelengkap KTP
untuk menjadi bukti kecocokan dengan KTP untuk menghindari pemilih ganda.
Akan tetapi realitasnya pada TPS tertentu, KK tidak dipermasalahkan sebagai


15
     Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum Rampai Kolom & Artikel Pilihan Dalam Bidang
     Hukum (Jakarta: Kencana,2008) hlm. 211
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   15
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

bukti dalam Pemilihan Umum Presiden karena warga dapat memilih hanya
dengan menggunakan KTP.

        Keenam, apabila putusan MK ternyata tidak mengatur sepanjang diartikan
mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara
yang ditentukan oleh MK, sehingga MK menyatakan pasal yang diuji adalah
konstitusional, maka sisi kemudhorotannya lebih besar, yaitu MK telah merampas
hak kostitusional warga yang dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sehingga hak suara warga akan hilang dan tidak memenuhi asas
keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum. Dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman disebutkan bahwa
“Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Hal ini dimaksudkan agar putusan
hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Jadi, MK telah
mempunyai komitmen untuk mengoptimalkan peranannya dalam memutus
perkara yang bersifat terobosan, berwawasan filosofis, dan sosiologis yang baik.
Karena dalam konteks ini ada asas hukum yang harus diperhatikan, yaitu
menegakkan kepastian hukum secara kaku akan justru melahirkan ketidakadilan16.
Maksudnya apabila MK hanya menyatakan pasal yang diuji adalah konstitusional
tanpa pengaturan lebih lanjut oleh MK, sedangkan melihat waktu pelaksanaan
pemilu sudah di ujung tanduk, maka putusannya akan menimbulkan ketidakadilan
dan ketidakmanfaatan bagi warga yang mana hak-haknya dijamin oleh konstitusi.

        Ketujuh, apabila pemilu presiden diundur mungkin sekilas akan dianggap
bisa menyelesaikan masalah DPT oleh sebagian kalangan, akan tetapi pilihan ini
akan berdampak psikologis politik, yaitu KPU berarti tidak mampu menjalankan
tugas sebagai penyelenggara pemilu, yang akhirnya dapat memengaruhi
kredibilitas hasil pemilu, dan dengan diundurnya jadwal pemilu presiden juga
tidak menjadi jaminan bahwa masalah DPT dapat diselesaikan.




16
     Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada Reformasi Hukum Ketatanegaraan (Jakarta:
     Kompas, 2008) hlm. 163
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   16
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

        Capres Jusuf Kalla sebagai peserta pemilu presiden, mengemukakan alasan
tepat terhadap putusan MK bahwa Indonesia adalah negara demokrasi dan negara
hukum, yaitu:

         MK telah mengembalikan hak pilih rakyat yang hilang dan tidak terdaftar
         dalam DPT. Itulah yang diperjuangkan untuk memulihkan hak-hak rakyat.
         Tidak benar kalau kami takut kalah. Kami memperjuangkan hak rakyat
         yang kehilangan hak pilihnya. Kami tahu, hak pilih rakyat yang kami
         perjuangkan itu belum tentu juga nantinya akan memilih kami. Tidak apa-
         apa buat kami, yang penting jangan sampai hilang hak rakyat itu17.

         Ini menunjukkan bahwa Judicial review atas Pasal 28 dan Pasal 111
Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil presiden yang
diajukan oleh Refly Harun dan Maheswara Prabandono memberikan manfaat
yang besar kepada semua warga Indonesia, baik yang memilih ataupun yang
dipilih sehingga demokrasi dapat terwujud dengan pemenuhan hak rakyat, karena
warga yang tidak masuk dalam DPT pun bisa menggunakan haknya dalam pemilu
presiden 8 Juli lalu.



2.3.    Implikasi Putusan MK Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara
        Indonesia

        Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden telah berlangsung, akan
tetapi bukannya Pemilihan Umum sudah selesai begitu saja, pemungutan suara
merupakan bagian dari tahapan pemilu. KPU harus menghitung jumlah suara
secara demokratis, netral dan profesional. Setelah itu, masih ada tahapan-tahapan
yang dilalui untuk terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Seperti
apabila hasil pemilu dinyatakan tidak fair, atau dalam serangkaian tahapan pemilu
sebelumnya dinyatakan terdapat kecurangan yang sistematis, struktural dan
massif, maka MK bisa memutus dengan diadakannya pemilihan ulang, yang pada
intinya MK menjunjung demokrasi dan hak konstitusional warga negara



17
     Kompas, http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/07/04001339/ktp.untuk.memilih diakses
     pada tanggal 27 Juli 2009
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   17
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

Indonesia yang dijamin dalam konstitusi kita apabila terbukti terdapat kecurangan
dalam pemilu presiden.

         Beberapa implikasi yang timbul setelah adanya putusan MK No. 102/PUU-
VII/2009 adalah sebagai berikut:

         1. Semakin kuatnya hak warga negara Indonesia sebagai wujud dari
             Indonesia adalah negara demokrasi dan hukum yang berbunyi
             “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
             Undang-Undang Dasar” dan “Negara                    Indonesia adalah negara
                      18
             hukum” ;

         2. Putusan MK tersebut kemungkinan besar akan diadposi oleh DPR
             untuk dimasukkan dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum,
             melalui amandemen Undang-Undang atau Undang-Undang Pemilu
             untuk lima tahun ke depan;

         3. Dapat mengurangi terjadinya perselisihan hasil Pemilihan Umum
             Presiden antarpeserta pemilu presiden mengenai masalah DPT dan KTP
             yang berhubungan dengan putusan MK tersebut;

         4. Setelah dibacakan putusan MK tersebut, KPU akan bertindak ekstra,
             mengingat pelaksanaan pemungutan suara tinggal dua hari, sehingga
             KPU harus memaksimalkan waktu dua hari tersebut untuk menjaga
             profesionalitas KPU.

         5. Pada pemilu berikutnya dimungkinkan penggunaan DPT ditiadakan,
             sehingga warga bisa menggunakan hak pilihnya hanya dengan KTP,
             sehingga pemilu menjadi lebih efektif dan menjamin hak konstitusional
             warga yang berakibat meningkatkan taraf demokrasi di Indonesia.

         6. Hak konstitusional warga yang tidak masuk dalam DPT telah hilang
             pada pemilu legislatif, maka pada pemilu presiden telah dikuatkan
             berkat putusan MK tersebut;

         7. Warga yang tidak mempunyai KTP akan ditindak lanjuti oleh
             pemerintah, sehingga jika pada pemilu mendatang menggunakan tidak
18
     Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   18
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

            lagi menngunakan DPT tetapi KTP, maka akan mewujudkan pemilu
            yang lebih demokratis;

        8. Memacu kesadaran warga akan berkonstitusi, yaitu apabila warga
            merasa hak konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya suatu Undang-
            Undang, maka warga dapat mengajukan judicial review ke MK,
            sehingga peran MK dalam proses demokratisasi sejalan dengan
            kesadaran berkonstitusi warga;

        9. Putusan MK tersebut menjadi yurisprudensi ketika nantinya terdapat
            permasalahan tentang DPT, seperti pada pemilukada, dan sebagainya;

        10. Semakin menguatkan mekanisme checks and balances antara MK dan
            KPU, yang mana Indonesia sudah menuju ketatanegaraan modern,
            checks and balances tidak hanya dengan kekuasaan legislatif, eksekutif,
            dan yudikatif karena tidak lagi mampu menjawab kompleksitas, tetapi
            dengan komisi independen, karena KPU sebagai organ konstitusi. Bruce
            Ackerman berpendapat:

                … the American system contain (at least) five branches: house,
                senate, President, Court, and Independent Agencies such as
                the federal Reserve Board. Complexity is compounded by the
                bewildering institutional dynamics of the American federal
                system. The crucial question is not complexity, but whether we
                Americans are separating power for the right reason.19 (cetak
                tebal oleh Penulis).
         Demikian beberapa implikasi dan implementasi Putusan MK No.
102/PUU-VII/2009. MK memutus dengan putusan konstitusional bersyarat
(conditionally constitutional), yaitu pasal undang-undang a quo adalah
konstitusional sepanjang tidak merugikan hak warga negara yang tidak terdaftar
dalam DPT. Walaupun awalnya terdapat upaya penolakan berbagai kalangan
karena MK memutus dengan ketentuan pengaturan, akan tetapi dalam
pemerapannya merupakan wujud MK dalam upaya penguatan hak konstitusional
warga negara Indonesia, sehingga asas tujuan hukum juga telah terpenuhi, yaitu
asas kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.


19
     Bruce Ackerman dalam Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada Reformasi Hukum
     Ketatanegaraan (Jakarta: Kompas,2008) hlm. 282-283
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   19
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

                                           BAB III

                                         PENUTUP



       Pasca putusan MK telah berbuah dikuatkannya hak konstitusional warga
negara yang tidak tercantum dalam DPT tetap bisa menggunakan hak pilihnya
pada pemilu presiden 8 Juli lalu. Hal ini berkat terobosan MK dalam putusannya,
mengingat waktu pemilu tinggal dua hari, dan masalah DPT masih tidak dapat
diselesaikan oleh KPU, yang dikhawatirkan akan berakibat pada pelanggaran hak
kostitusional warga begara yang telah secara jelas tercantum dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

       Putusan MK tersebut sekaligus merupakan kemenangan demokrasi dan
wujud penguatan Hak Asasi Manusia (HAM), karena apabila tidak adanya
putusan tersebut, rakyat akan kehilangan hak suaranya karena tidak masuk dalam
DPT.

       Putusan MK tersebut juga wujud bahwa Indonesia di samping negara
demokrasi, juga negara berdasarkan hukum, karena dalam putusan tersebut juga
telah memenuhi unsur-unsur negara hukum menurut A. V. Dicey, seperti hak
asasi manusia dijamin lewat undang-undang, persamaan kedudukan di muka
hukum, dan supremasi aturan-aturan hukum dan tidak adanya kesewenang-
wenangan tanpa aturan yang jelas.

       Ternyata implementasi dari putusan MK tersebut juga berjalan dengan baik,
sehingga pemilu presiden 8 Juli lalu berjalan lebih demokratis dibanding pemilu
legislatif, karena warga bisa menggunakan hak pilihnya dengan memggunakan
KTP.

       Banyak kalangan yang mengharapkan agar pemilu presiden diundur, karena
untuk memperbaiki DPT, apabila tidak akan menganjam hak warga negara. Akan
tetapi, dengan putusan MK tersebut KPU telah terselamatkan, karena apabila
pemilu presiden diundur akan berdampak psikologis politik bagi KPU, yaitu KPU
akan dianggap tidak mampu menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu,
yang akhirnya dapat memengaruhi kredibilitas hasil pemilu, dan dengan
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   20
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

diundurnya jadwal pemilu presiden juga tidak menjadi jaminan bahwa masalah
DPT dapat diselesaikan.

       Jadi,    MK      dalam     putusanya       tersebut    memberikan        manfaat      atas
terselenggaranya pemilu yang demokratis ketika masalah DPT di ujung tanduk
yang mengancam hak konstitusional warga negara Indonesia. Dengan demikian,
telah tercapai juga tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian hukum dan
kemanfaatan.
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   21
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

                                   DAFTAR PUSTAKA



Buku-buku:

Ali, Achmad. 2008. Menguak Realitas Hukum Rampai Kolom & Artikel Pilihan
     Dalam Bidang Hukum. Jakarta: Kencana

Azhary. 1995. Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif                           tentang
     Unsur-Unsurnya. Jakarta: UI-Press

Effendy, Masyhur. 2005. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan
     Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM).
     Jakarta: Ghalia Indonesia

Indrayana, Denny. 2008. Negara Antara Ada dan Tiada Reformasi Hukum
     Ketatanegaraan. Jakarta: Kompas



Peraturan Perundang-undangan dan Putusan:

Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

________, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
             (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165,
             Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886)

________, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
             (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98,
             Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316)

________, Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
             (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8,
             Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358)

________, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 mengenai
             pengujian Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pemilihan
             Umum Presiden dan Wakil Presiden
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   22
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

Internet:

Inilah.        http://www.inilah.com/berita/politik/2009/07/07/124952/din-sambut-
        gembira-putusan-mk/ diakses tanggal 27 Juli 2009

Jimly       Asshiddiqie,         http://www.jimly.com/makalah/.../hak_konstitusional_
        perempuan_dan_tantangan_penegakannya.doc diakses tanggal 19 Juli 2009

Kompas,          http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/07/04001339/ktp.untuk.
        memilih diakses pada tanggal 27 Juli 2009

Radar Kota Bumi, http://www.radarkotabumi.com/mod.php?mod=publisher&
        op=viewarticle&cid=7&artid=9181 diakses pada 27 Juli 2009

Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/A_theory_of_justice diakses tanggal 20
        Juli 2009
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   23
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________

                                   BIODATA PENULIS



1. Nama Lengkap                    : Muhammad Bahrul Ulum

   Tempat, Tanggal Lahir           : Jember, 05 September 1990

   Alamat                          : Jalan Kalimantan X/22 Jember 68121

   Nomor HP                        : 085655830090

   Alamat Email                    : muhammad.ulum@ymail.com

   Organisasi Mahasiswa            : 1. Staf English Departemen Asian Law Students
                                          Association (ALSA) LC UJ

                                      2. Staf Research and Development University
                                          Students English Forum (USEF) UJ

                                      3. Pengurus Jember Against Corruption (JAC)

                                      4. Anggota HMI Cabang Jember Komisariat
                                          Hukum



2. Nama Lengkap                    : Dizar Al Farizi

   Tempat, Tanggal Lahir           : Surabaya, 27 Juli 1987

   Alamat                          : Jalan Nias 19 Jember Jawa Timur 68121

   Nomor HP                        : 085850005670

   Alamat Email                    : diz_ralf01@yahoo.com

   Organisasi Mahasiswa            : 1. Sekretaris Bidang Litbang Studi Islam
                                          Berkala

                                      2. Wakil Sekretaris Umum Kewirausahaan dan
                                          Pengembangan Profesi HMI Cabang Jember
                                          Kom. Hukum
© Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi   24
Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009).
__________________________________________________________________
PUTUSAN
                               Nomor 102/PUU-VII/2009

        DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

               MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA


[1.1]     Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada
tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara permohonan
Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh:

[1.2]     Nama      : Refly Harun;
          Alamat : Jalan Melati Nomor 164, RT/RW 005/006, Kebon Jeruk,
                      Jakarta Barat 11350;

          Sebagai ------------------------------------------------------------------- Pemohon I;


          Nama      : Maheswara Prabandono;
          Alamat : Peninggaran, RT/RW 09/09, Kelurahan Kebayoran Lama
                      Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan;
          Sebagai ------------------------------------------------------------------- Pemohon II;

          Selanjutnya disebut sebagai ----------------------------------- Para Pemohon;

[1.3]     Membaca permohonan dari para Pemohon;
          Mendengar keterangan dari para Pemohon;

          Memeriksa bukti-bukti.


                                 2. DUDUK PERKARA


[2.1]     Menimbang bahwa para Pemohon, telah mengajukan permohonan
dengan surat permohonannya bertanggal 16 Juni 2009 yang diterima dan terdaftar
di   Kepaniteraan    Mahkamah        Konstitusi     (selanjutnya     disebut     Kepaniteraan
2

Mahkamah) pada       tanggal 24 Juni 2009, dengan registrasi perkara Nomor
102/PUU-VII/2009, mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

I. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

      Pasal 24C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 juncto Pasal 10 UU Nomor
24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya “UU Mahkamah“)
menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili
perkara pengujian UU 42/2008.


II. PARA PEMOHON DAN KEPENTINGAN PARA PEMOHON

1.   Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah menyatakan: “Pemohon adalah
     pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya
     dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:      a.   perorangan warga
     negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih
     hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
     Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. badan
     hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara.“

2.   Bahwa Penjelasan 51 ayat (1) UU Mahkamah menyatakan bahwa “yang
     dimaksud dengan ’hak konstitusional’ adalah hak-hak yang diatur dalam
     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945“.

3.   Bahwa salah satu hak yang diatur dalam UUD 1945 adalah hak atas
     kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana disebut
     dalam Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan
     kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
     hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

4.   Bahwa hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan bagi
     warga negara tersebut dikuatkan lagi dalam ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan
     ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945 yang berbunyi, “(1) Setiap orang
3

     berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
     adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; (3) Setiap warga negara
     berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”

5.   Bahwa hak untuk memilih dalam pemilihan umum (the right to vote) adalah
     pengejawantahan dari hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan
     pemerintahan. Mahkamah Konstitusi dalam putusan Perkara Nomor 011-
     017/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004 menyatakan bahwa hak memilih
     adalah hak konstitusional warga negara. Putusan tersebut antara lain
     menyebutkan, “Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk
     memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang
     dijamin oleh konstitusi, Undang-Undang maupun konvensi internasional,
     maka pembatasan penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak
     dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara.”

6.   Bahwa Pemohon I (Refly Harun) dan Pemohon II (Maheswara Prabandono)
     adalah perorangan warga negara yang telah berusia 17 tahun dan sudah
     kawin. Berdasarkan ketentuan UU 42/2008, kedua pemohon memiliki hak
     memilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden [vide Pasal 27
     ayat (1) UU 42/2008].

7.   Bahwa pada Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD tanggal 9 April
     2009 para Pemohon tidak dapat memilih karena tidak tercantum dalam daftar
     pemilih tetap (DPT). Hal ini dikarenakan ketentuan Pasal 20 UU Nomor 10
     Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang
     berbunyi, “Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia
     harus terdaftar sebagai pemilih.”

8.   Bahwa UU 42/2008 memuat ketentuan serupa yang terkandung dalam Pasal
     28 dan Pasal 111 ayat (1). Pasal 28 berbunyi, “Untuk dapat menggunakan
     hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
     27 harus terdaftar sebagai Pemilih.” Pasal 111 ayat (1) berbunyi, “Pemilih
     yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi: a. Pemilih yang
     terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan b.
     Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.”

9.   Bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU
     42/2008, hak konstitusional para Pemohon yaitu hak memilih (the right to
4

    vote), berpotensi   untuk dirugikan. Para Pemohon terancam tidak dapat
    memilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tanggal 8 Juli
    2009 bila tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT). Dengan demikian,
    Para Pemohon memiliki kepentingan terhadap pengujian Undang-Undang
    Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
    Presiden, terutama pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1).


III. TENTANG POKOK PERKARA

10. Bahwa pada tanggal 14 November 2008 telah diundangkan Undang-Undang
    Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
    Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924, selanjutnya
    UU 42/2008);

11. Bahwa UU 42/2008 memuat ketentuan mengenai hak memilih dalam
    pemilihan umum presiden dan wakil presiden sebagaimana tercantum dalam
    Pasal 27 yang berbunyi, “Warga Negara Indonesia yang pada hari
    pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih
    atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.” Dengan ketentuan ini
    dapat disimpulkan bahwa sepanjang sudah berusia 17 tahun dan/atau sudah
    kawin pada hari pemungutan suara, seorang warga negara memiliki hak
    memilih.

12. Bahwa UU 42/2008 memuat pula ketentuan Pasal 28 yang berbunyi, “Untuk
    dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih.” UU Pilpres juga
    memuat ketentuan Pasal 111 ayat (1) yang berbunyi, ”Pemilih yang berhak
    mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi: a. Pemilih yang terdaftar pada
    Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan b. Pemilih yang
    terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.”

13. Dengan ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 dapat
    disimpulkan pula bahwa berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin tidaklah
    cukup untuk dapat memilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil
    presiden. Seorang warga negara juga harus terdaftar sebagai pemilih.
    Seorang warga negara yang tidak tercantum dalam daftar pemilih akan
5

    kehilangan hak memilihnya. Masalahnya, kewajiban untuk mendaftar warga
    negara yang telah memiliki hak memilih tersebut berada pada penyelenggara
    Pemilu sebagaimana disebut dalam Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi, “Warga
    Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar oleh
    penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam daftar Pemilih.”
    Degan ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa penyelenggara Pemilu wajib
    mendaftar semua warga negara yang memiliki hak memilih (eligible voters).
    Perkara yang bersangkutan akan menggunakan hak memilihnya atau tidak
    pada hari pemungutan suara, hal tersebut semata-mata hak warga negara
    yang bersangkutan.

14. Bahwa ketentuan Pasal 27 dan Pasal 111 ayat (1) yang menyebabkan
    seorang warga negara kehilangan hak memilihnya ketika tidak terdaftar
    sebagai pemilih atau tidak tercantum dalam DPT adalah sangat tidak adil. Di
    satu sisi, UU 42/2008 memberikan kewajiban untuk mendaftar semua warga
    negara yang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah pernah kawin kepada
    penyelenggara Pemilu. Namun, di sisi lain, bila penyelenggara Pemilu lalai
    mendaftar seorang warga negara yang telah memiliki hak memilih, warga
    negara yang bersangkutan kehilangan hak memilihnya. Kesalahan atau
    kelalaian penyelenggara Pemilu ditimpakan akibatnya kepada warga negara.

15. Bahwa dengan demikian telah jelaslah bahwa Pasal 28 dan Pasal 111
    ayat (1) UU 42/2008 telah menghilangkan hak memilih warga negara yang
    telah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin. Padahal, hak memilih adalah
    hak yang dijamin konstitusi sebagaimana disebutkan Mahkamah dalam
    putusan Perkara Nomor 011-017/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004.
    Putusan tersebut antara lain menyebutkan, “Menimbang, bahwa hak
    konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right
    to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang
    maupun     konvensi   internasional,   maka    pembatasan     penyimpangan,
    peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran
    terhadap hak asasi dari warga negara.”

16. Bahwa hak asasi manusia adalah materi yang terdapat di dalam UUD 1945.
    Sebelum disahkannya Perubahan Kedua UUD 1945 yang memuat Pasal XA
    tentang Hak Asasi Manusia, UUD 1945 telah mengakui beberapa macam hak
    asasi manusia. Salah satunya adalah hak yang tercantum dalam Pasal 27
6

    ayat (1) yang menyatakan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya
    di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
    pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

17. Pasal 27 ayat (1) adalah ketentuan yang tidak diubah ketika terjadi
    gelombang reformasi konstitusi pada kurun waktu 1999-2002. Bahkan,
    eksistensinya makin diperkuat dengan diadopsinya ketentuan Pasal 28D
    ayat (1) dan ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945 yang berbunyi, “(1) Setiap
    orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
    yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; (3) Setiap warga
    negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”

18. Hak memilih adalah pengejawantahan hak atas kesempatan yang sama
    dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1)
    serta Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945. Secara spesifik, UU Nomor
    39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur mengenai hak memilih
    sebagaimana tercantum dalam Pasal 43 yang berbunyi, “Setiap warga negara
    berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan
    persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas,
    rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan.”

19. Hak memilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil and
    Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-
    Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant
    on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil
    Dan Politik) Pasal 25 ICCPR menyatakan, “Every citizen shall have the right
    and the opportunity, without any of the distinctions mentioned in article 2 and
    without unreasonable restrictions: (a) To take part in the conduct of public
    affairs, directly or through freely chosen representatives; (b) To vote and to be
    elected at genuine periodic elections which shall be by universal and equal
    suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression
    of the will of the electors.”

20. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 28 dan
    Pasal 111 ayat (1) yang mengharuskan warga negara terdaftar sebagai
    pemilih atau tercantum dalam DPT untuk dapat memilih telah menghilangkan
7

     hak konstitusional warga negara untuk memilih dan karenanya bertentangan
     dengan UUD 1945, setidaknya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD
     1945 dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945.


IV. PETITUM

21. Berdasarkan uraian di atas, petitum dalam permohonan ini adalah sebagai
     berikut:

        1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;

        2. Menyatakan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
          Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara
          Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran
          Negara Republik Indonesia Nomor 4924) bertentangan dengan UUD
          1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

        3. Menyatakan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
          Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara
          Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran
          Negara Republik Indonesia Nomor 4924) bertentangan dengan UUD
          1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, atau setidak-
          tidaknya menyatakan bahwa Pasal 111 ayat (1) harus dibaca bahwa
          mereka yang tidak tercantum dalam DPT pun tetap dapat memilih
          sepanjang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin.

[2.2]     Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil-dalilnya, para Pemohon telah
mengajukan bukti-bukti surat/tulisan, masing-masing diberi tanda bukti P-1 sampai
dengan P-2, sebagai berikut:

1. Bukti P-1    : Fotokopi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
                 Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden;
2. Bukti P-2    : Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama Refly Harun
                 (Pemohon I) dan atas nama R. Maheswara Prabandono, SH
                 (Pemohon II);


[2.3]     Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini,
segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara
8

persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
putusan ini;


                           3. PERTIMBANGAN HUKUM


[3.1]      Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan para Pemohon
adalah menguji konstitusionalitas Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan
Lembaran       Negara   Republik Indonesia Nomor     4924, selanjutnya disebut
UU 42/2008) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (selanjutnya disebut UUD 1945).

[3.2]      Menimbang,     sebelum   mempertimbangkan      Pokok    Permohonan,
Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) harus mempertimbangkan
terlebih dahulu:

1. Kewenangan       Mahkamah    untuk   memeriksa,   mengadili,   dan   memutus
   permohonan a quo;
2. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon untuk bertindak selaku Pemohon
   dalam permohonan a quo.

           Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:

Kewenangan Mahkamah

[3.3]      Menimbang bahwa menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10
ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316, selanjutnya disebut
UU MK) juncto Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-
Undang terhadap UUD 1945;

[3.4]      Menimbang bahwa permohonan para Pemohon adalah untuk menguji
konstitusionalitas norma Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 terhadap
9

UUD 1945, yang menjadi salah satu kewenangan Mahkamah, sehingga oleh
karenanya Mahkamah berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
permohonan a quo.

Kedudukan Hukum (Legal Standing) Para Pemohon

[3.5]     Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta
Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang
terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu
Undang-Undang, yaitu:
a. perorangan warga negara       Indonesia (termasuk kelompok orang yang
  mempunyai kepentingan sama);
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
  perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
  yang diatur dalam Undang-Undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara;

Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD
1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu:
a. kedudukannya sebagai pemohon sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1)
   UU MK;
b. ada tidaknya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan
   oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang
   dimohonkan pengujian;

[3.6]   Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/
2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal
20 September 2007 berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan
konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi
lima syarat, yaitu:
a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh
  UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap
  dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
10

c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau
  setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan
  akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan
  berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka
  kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;

[3.7]       Menimbang bahwa para Pemohon mendalilkan sebagai berikut:
            Para Pemohon mengajukan pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1)
UU 42/2008, yang didalilkan bertentangan dengan UUD 1945 dengan alasan-
alasan yang pada pokoknya adalah dalam pelaksanaannya Pasal 28 dan Pasal
111 ayat (1) UU 42/2008 telah menghilangkan hak memilih sebagian warga negara
yang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin. Padahal hak memilih adalah
pengejawantahan hak atas         kesempatan     yang sama       dalam hukum dan
pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 28D ayat
(1) dan ayat (3) UUD 1945, yang juga secara spesifik dimuat dalam Pasal 43
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
berbunyi, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan
umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.” Hak memilih juga tercantum dalam International Covenant
on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Sipil Dan Politik), Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 119 Tahun 2005,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558, yakni di dalam
Pasal 25;

        Menurut Mahkamah, bahwa Pemohon I (Refly Harun) dan Pemohon II
(Maheswara Prabandono) adalah perorangan warga negara yang telah berusia 17
tahun dan sudah kawin (Bukti P-2) dan para Pemohon pada Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD tanggal 9 April 2009 tidak dapat memilih karena
tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT) sehingga tidak dapat
menggunakan hak pilihnya yang dijamin oleh UUD 1945. Dalam permohonan ini
11

hak para Pemohon untuk memilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden secara potensial dapat dirugikan karena sampai pada saat persidangan
Mahkamah dibuka yaitu dua hari sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden ternyata para Pemohon belum mendapat kepastian untuk
dapat menggunakan hak memilihnya, sebab para Pemohon belum mendapat
informasi apakah para Pemohon telah masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan
para Pemohon juga belum mendapatkan Surat Pemberitahuan Waktu dan Tempat
Pemungutan Suara (Model C 4 PPWP). Dengan demikian syarat-syarat kualifikasi
dan kerugian konstitusional dimaksud telah dipenuhi, sehingga para Pemohon
memenuhi     syarat   kedudukan   hukum (legal    standing)   untuk   mengajukan
permohonan a quo;

[3.8]     Menimbang     bahwa     karena    Mahkamah    berwenang     memeriksa,
mengadili, dan memutus permohonan a quo, dan para Pemohon mempunyai
kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak selaku pemohon dalam
permohonan a quo sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, Mahkamah akan
mempertimbangkan lebih lanjut tentang Pokok Permohonan.

Pokok Permohonan

[3.9]     Menimbang yang menjadi pokok permasalahan yang diajukan oleh para
Pemohon adalah sebagai berikut:

•   Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 telah menghilangkan atau
    sekurang-kurangnya potensial menghilangkan hak memilih warga negara yang
    telah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin. Padahal, hak memilih adalah hak
    yang dijamin konstitusi sebagaimana disebutkan Mahkamah dalam putusan
    Nomor 011-017/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004. Putusan tersebut antara
    lain menyebutkan, “Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk
    memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang
    dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun konvensi internasional, maka
    pembatasan penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud
    merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara.”

•   Hak memilih adalah pengejawantahan hak atas kesempatan yang sama dalam
    hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) serta
    Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945. Secara spesifik, Undang-Undang
12

    Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur mengenai hak
    memilih sebagaimana tercantum dalam Pasal 43 yang berbunyi, “Setiap warga
    negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan
    persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas,
    rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan.” Hak memilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil
    and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-
    Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on
    Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan
    Politik) yakni dalam Pasal 25 ICCPR yang menyatakan, “Every citizen shall
    have the right and the opportunity, without any of the distinctions mentioned in
    article 2 and without unreasonable restrictions: (a) To take part in the conduct
    of public affairs, directly or through freely chosen representatives; (b) To vote
    and to be elected at genuine periodic elections which shall be by universal and
    equal suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free
    expression of the will of the electors.”

Dengan demikian, menurut para Pemohon ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111
ayat (1) UU 42/2008 yang mengharuskan warga negara terdaftar sebagai pemilih
atau tercantum dalam DPT untuk dapat memilih telah menghilangkan hak
konstitusional sebagian warga negara untuk memilih dan karenanya bertentangan
dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945;

[3.10]     Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil permohonannya, para
Pemohon mengajukan bukti surat/tulisan yang diberi tanda Bukti P-1 dan Bukti
P-2, dan tidak mengajukan saksi atau ahli;

Pendapat Mahkamah

[3.11]     Menimbang bahwa sebelum Mahkamah mempertimbangkan materi
pokok permohonan a quo, maka perlu terlebih dahulu dirumuskan permasalahan
hukum utama yang diajukan oleh para Pemohon yaitu hak untuk memilih (right to
vote) yang merugikan hak konstitusionalnya dalam rangka Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden. Adapun alasan para Pemohon adalah:

•   Pasal 28 dan Pasal 111 UU 42/2008 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1)
    dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945;
13


•   Para Pemohon kehilangan hak untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum
    2009;

[3.12]      Menimbang bahwa dalam persidangan Mahkamah menemukan fakta
hukum, sebagai berikut:

•   Bahwa para Pemohon kehilangan haknya untuk memilih pada Pemilu DPR,
    DPD, dan DPRD Tahun 2009 karena tidak terdaftar dalam DPT;

•   Bahwa para Pemohon sama sekali tidak mendapatkan informasi sosialisasi
    yang memadai tentang DPT;

•   Bahwa para Pemohon telah berusaha sedemikian rupa untuk berpartisipasi
    dalam Pemilu dengan memeriksa DPT dan undangan pada alamat lama para
    Pemohon pada Pemilu Tahun 2004 dan pada alamat para Pemohon saat ini,
    namun belum memperoleh informasi dan undangan untuk memilih di TPS;

Berdasarkan fakta hukum di atas yang dihubungkan dengan kondisi saat ini dalam
menyongsong Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, maka pertanyaan hukum
utama yang harus dijawab oleh Mahkamah adalah apakah Pasal 28 dan Pasal 111
UU 42/2008 konstitusional atau inkonstitusional dalam hubungannya dengan
penyelenggaraan pemilihan umum yang berlaku di Indonesia;

[3.13]      Menimbang bahwa untuk menjawab pertanyaan hukum di atas,
Mahkamah terlebih dahulu merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011-
017/PUU-I/2003 bertanggal 24 Februari 2004 yang telah menegaskan bahwa hak
konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (rights to vote and right to be
candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, dan konvensi
internasional,   sehingga     pembatasan,     penyimpangan,       peniadaan,     dan
penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari
warga negara;

[3.14]      Menimbang bahwa Putusan tersebut didasarkan pada UUD 1945 yang
secara tegas menentukan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya.” [vide Pasal 27 ayat (1)]. Pasal 28C ayat (2) UUD
1945 menentukan, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa,
14

dan negaranya”. UUD 1945 juga menegaskan, “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum” [vide Pasal 28D ayat (1)]. Selanjutnya
ditentukan pula, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang
sama dalam pemerintahan” [vide Pasal 28D ayat (3)] dan Pasal 28I ayat (2) yang
menyatakan, “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu”.

[3.15]     Menimbang bahwa hal tersebut di atas sejalan dengan Pasal 21
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang berbunyi:

(1) “Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri, baik
    dengan langsung maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih dengan
    bebas;

(2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam
    jabatan pemerintahan negerinya;

(3) Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kemauan ini
    harus dinyatakan dalam pemilihan-pemilihan berkala yang jujur dan yang
    dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta
    dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang
    juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara.”

Terlebih lagi, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam paragraf [3.14] juga
sejalan dengan Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) sebagaimana termuat dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558, yang berbunyi:

“Setiap warga negara juga harus mempunyai hak dan kebebasan, tanpa
pembedaan      apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa
pembatasan yang tidak beralasan:

a) Ikut dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung maupun
   melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas;
15

b) Memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang jujur, dan dengan hak
   pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara
   secara rahasia untuk menjamin kebebasan dalam menyatakan kemauan dari
   para pemilih;

c) Memperoleh akses pada pelayanan umum di negaranya atas dasar
   persamaan.”

[3.16]   Menimbang bahwa Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia menegaskan:

(1) “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(2) Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung
atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

(3) Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan”.

[3.17]   Menimbang bahwa Pasal 1 angka 21 UU 42/2008 menyatakan, “Pemilih
adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun
atau lebih atau sudah/pernah kawin”. Dalam Pasal 27 ayat (1) UU 42/2008
dinyatakan, “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah
genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin
mempunyai hak memilih”.

[3.18]   Menimbang bahwa hak-hak warga negara untuk memilih sebagaimana
diuraikan di atas telah ditetapkan sebagai hak asasi manusia dan hak
konstitusional warga negara (constitutional rights of citizen), sehingga oleh
karenanya hak konstitusional tersebut di atas tidak boleh dihambat atau dihalangi
oleh berbagai ketentuan dan prosedur administratif apapun yang mempersulit
warga negara untuk menggunakan hak pilihnya;

[3.19]   Menimbang bahwa Pasal 27 ayat (2) UU 42/2008 berbunyi, “Warga
Negara   Indonesia   sebagaimana    dimaksud    pada   ayat   (1)   didaftar   oleh
16

penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam daftar Pemilih” dan
Pasal 28 UU 42/2008 menyatakan, “Untuk dapat menggunakan hak memilih,
Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar
sebagai Pemilih”. Demikian pula dalam Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 dinyatakan,
“Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi: a. Pemilih
yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan b.
Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan”. Ketentuan-ketentuan
tersebut merupakan ketentuan dan prosedur administratif bagi seorang warga
negara untuk menggunakan hak pilihnya;

[3.20]      Menimbang bahwa ketentuan yang mengharuskan seorang warga
negara terdaftar sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) lebih
merupakan prosedur administratif dan tidak boleh menegasikan hal-hal yang
bersifat substansial yaitu hak warga negara untuk memilih (right to vote) dalam
pemilihan umum. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat diperlukan adanya
solusi untuk melengkapi DPT yang sudah ada sehingga penggunaan hak pilih
warga negara tidak terhalangi;

[3.21]      Menimbang bahwa pembenahan DPT melalui pemutakhiran data akan
sangat sulit dilakukan oleh KPU mengingat waktunya yang sudah sempit,
sedangkan     penggunaan    KTP   atau    Paspor   yang    masih    berlaku   untuk
menggunakan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam
DPT merupakan alternatif yang paling aman untuk melindungi hak pilih setiap
warga negara. Terkait dengan hal tersebut, Mahkamah memandang bahwa
penggunaan KTP atau Paspor yang masih berlaku untuk memilih tidak dapat
diberlakukan melalui keputusan atau peraturan KPU; sedangkan bentuk hukum
Peraturan    Pemerintah    Pengganti   Undang-Undang      (Perpu)   juga   beresiko
menimbulkan masalah jika ternyata nantinya dibatalkan melalui legislative review
pada saat pembahasan dalam masa sidang DPR berikutnya;

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka demi keadilan, kepastian hukum, dan
kemanfaatan hukum, Mahkamah memutuskan dalam Putusan yang bersifat self
executing yang langsung dapat diterapkan oleh KPU tanpa memerlukan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) guna melindungi, menjamin, dan
memenuhi hak konstitusional warga negara untuk menggunakan hak pilihnya;
17


[3.22]    Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4358), Mahkamah diwajibkan menggali, mengikuti, dan memahami nilai-
nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini dimaksudkan
agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat;

[3.23]    Menimbang         bahwa   sebelum    memberikan     Putusan     tentang
konstitusionalitas pasal-pasal yang dimohonkan pengujian, agar di satu pihak tidak
menimbulkan kerugian hak konstitusional warga negara dan di lain pihak tidak
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Mahkamah
perlu memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengatur lebih lanjut
teknis pelaksanaan penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang tidak
terdaftar dalam DPT dengan pedoman sebagai berikut:

1. Warga Negara Indonesia yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan
   hak pilihnya dengan menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih
   berlaku atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Indonesia yang
   berada di luar negeri;

2. Bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP harus dilengkapi
   dengan Kartu Keluarga (KK) atau nama sejenisnya;

3. Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP
   yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat Pemungutan Suara
   (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat
   yang tertera di dalam KTP-nya. Khusus untuk yang menggunakan paspor di
   Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) harus mendapat persetujuan dan
   penunjukkan tempat pemberian suara dari PPLN setempat;

4. Bagi Warga Negara Indonesia sebagaimana disebutkan dalam angka 3 di atas,
   sebelum menggunakan hak pilihnya, terlebih dahulu mendaftarkan diri pada
   KPPS setempat;

5. Bagi Warga Negara Indonesia yang akan menggunakan hak pilihnya dengan
   KTP atau Paspor dilakukan pada 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan
   suara di TPS atau TPS LN setempat.
18


[3.24]    Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon, Mahkamah
memandang tidak perlu mendengar keterangan Pemerintah maupun Dewan
Perwakilan Rakyat, karena hal tersebut dimungkinkan menurut Pasal 54 UU MK.
Adapun bunyi selengkapnya Pasal 54 UU MK adalah “Mahkamah Konstitusi dapat
meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan
yang sedang diperiksa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, dan/atau Presiden”.

Selain itu, mengingat urgensi dari perkara ini telah mendekati pelaksanaan
Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden, maka keperluan untuk diputus
secara cepat pada hari yang sama sejak perkara a quo diperiksa dimungkinkan
oleh ketentuan Pasal 45 ayat (9) UU MK, yang berbunyi, “Putusan Mahkamah
Konstitusi dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau ditunda pada hari lain yang
harus diberitahukan kepada para pihak.”

[3.25]    Menimbang bahwa berdasarkan pendapat dan penilaian hukum di atas
dalam kaitan satu sama lain, Mahkamah menilai permohonan para Pemohon
beralasan hukum;

                                 4. KONKLUSI

         Berdasarkan pertimbangan fakta dan hukum di atas, Mahkamah
berkesimpulan:

[4.1]    Mahkamah berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan
         a quo;

[4.2]    Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk
         mengajukan permohonan a quo;

[4.3]    Permohonan para Pemohon terhadap Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-
         Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
         Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
         176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924)
         beralasan hukum, namun Mahkamah menilai bahwa permohonan para
         Pemohon adalah konstitusional bersyarat (conditionally constitutional)
         sepanjang tidak menghilangkan hak pilih warga negara yang tidak
19

         terdaftar dalam DPT dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
         Presiden;

[4.4]    Syarat dan cara yang harus dipenuhi bagi Warga Negara Indonesia yang
         tidak terdaftar dalam DPT dan akan menggunakan hak pilihnya
         disebutkan dalam amar Putusan ini.

                                5. AMAR PUTUSAN

         Dengan mengingat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);

                                     Mengadili,


   •    Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

   •    Menyatakan Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
        2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran
        Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran
        Negara Republik Indonesia Nomor 4924) adalah konstitusional sepanjang
        diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan
        syarat dan cara sebagai berikut:

        1. Selain Warga Negara Indonesia yang terdaftar dalam DPT, Warga
           Negara Indonesia yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan
           hak pilihnya dengan menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang
           masih berlaku atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara
           Indonesia yang berada di luar negeri;

        2. Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP harus dilengkapi
           dengan Kartu Keluarga (KK) atau nama sejenisnya;

        3. Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan
           KTP yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat Pemungutan
           Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai
           dengan alamat yang tertera di dalam KTP-nya;
20

       4. Warga Negara Indonesia sebagaimana disebutkan dalam angka 3 di
          atas, sebelum menggunakan hak pilihnya, terlebih dahulu mendaftarkan
          diri pada KPPS setempat;

       5. Warga Negara Indonesia yang akan menggunakan hak pilihnya dengan
          KTP atau Paspor dilakukan pada 1 (satu) jam sebelum selesainya
          pemungutan suara di TPS atau TPS Luar Negeri setempat.

   •   Menolak permohonan para Pemohon untuk selebihnya;

   •   Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik
       Indonesia sebagaimana mestinya.


        Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri
oleh sembilan Hakim Konstitusi pada hari Senin, tanggal enam bulan Juli tahun dua
ribu sembilan, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka
untuk umum pada hari ini juga, Senin, tanggal enam bulan Juli tahun dua ribu
sembilan, oleh kami Moh. Mahfud MD., selaku Ketua merangkap Anggota, Abdul
Mukthie Fadjar, Harjono, M. Arsyad Sanusi, Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati,
Maruarar Siahaan, M. Akil Mochtar, dan Muhammad Alim, masing-masing sebagai
Anggota, dengan dibantu oleh Cholidin Nasir sebagai Panitera Pengganti, serta
dihadiri oleh para Pemohon, dan Pemerintah atau yang mewakili.


                                     KETUA,


                                      ttd.



                               Moh. Mahfud MD.
                            ANGGOTA-ANGGOTA,



                  ttd.                                    ttd.

         Abdul Mukthie Fadjar                           Harjono


                  ttd.                                    ttd.

           M. Arsyad Sanusi                         Achmad Sodiki
21




        ttd.                                   ttd.

Maria Farida Indrati                     Maruarar Siahaan


        ttd.                                   ttd.

 M. Akil Mochtar                         Muhammad Alim

                   Panitera Pengganti,

                            ttd.

                       Cholidin Nasir
MAHKAMAH KONSTITUSI
            REPUBLIK INDONESIA




              KERANGKA ACUAN


LOMBA KARYA TULIS MAHKAMAH KONSTITUSI 2009




                 PENYELENGGARA
     SEKRETARIAT JENDERAL DAN KEPANITERAAN
    MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA




            JAKARTA, 13 JULI 2009




                      1
Implementasi dan implikasi putusan mk nomor 102 puu-vii-2009 terhadap hak konstitusional warga negara indonesia
Implementasi dan implikasi putusan mk nomor 102 puu-vii-2009 terhadap hak konstitusional warga negara indonesia
Implementasi dan implikasi putusan mk nomor 102 puu-vii-2009 terhadap hak konstitusional warga negara indonesia
Implementasi dan implikasi putusan mk nomor 102 puu-vii-2009 terhadap hak konstitusional warga negara indonesia
Implementasi dan implikasi putusan mk nomor 102 puu-vii-2009 terhadap hak konstitusional warga negara indonesia
Implementasi dan implikasi putusan mk nomor 102 puu-vii-2009 terhadap hak konstitusional warga negara indonesia

More Related Content

Recently uploaded

Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
MirnasariMutmainna1
 
Annisa Qatrunnada Mardiah_2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Annisa Qatrunnada Mardiah_2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdfAnnisa Qatrunnada Mardiah_2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Annisa Qatrunnada Mardiah_2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
annisaqatrunnadam5
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Rima98947
 
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
arianferdana
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
jodikurniawan341
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
Nur afiyah
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
smp4prg
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
Kanaidi ken
 
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa BaratPendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Eldi Mardiansyah
 
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdfEVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
Rismawati408268
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
astridamalia20
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
SdyokoSusanto1
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
GusniartiGusniarti5
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
LucyKristinaS
 
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkdpenjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
jaya35ml2
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
junarpudin36
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
TEDYHARTO1
 
Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdfTabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
ppgpriyosetiawan43
 

Recently uploaded (20)

Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
 
Annisa Qatrunnada Mardiah_2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Annisa Qatrunnada Mardiah_2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdfAnnisa Qatrunnada Mardiah_2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Annisa Qatrunnada Mardiah_2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
 
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
2. Kerangka Kompetensi Literasi Guru SD_Rev.pptx
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan_ PENGAWASAN P3DN & TKDN_ pd PENGADAAN Ba...
 
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa BaratPendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat
 
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdfEVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KB DAN KONTRASEPSI.pdf
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
 
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdfPPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
PPT ELABORASI PEMAHAMAN MODUL 1.4. budaya positfpdf
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
 
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptxDiseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
Diseminasi Budaya Positif Lucy Kristina S.pptx
 
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkdpenjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
penjelasan tentang tugas dan wewenang pkd
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
 
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawasuntuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
untuk observasi kepala sekolah dengan pengawas
 
Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdfTabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
Tabel 1. 7 Ruang Lingkup Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dalam CASEL PSE.pdf
 

Featured

PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
Neil Kimberley
 
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
contently
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
Albert Qian
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Kurio // The Social Media Age(ncy)
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Search Engine Journal
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
SpeakerHub
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next
Tessa Mero
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Lily Ray
 
How to have difficult conversations
How to have difficult conversations How to have difficult conversations
How to have difficult conversations
Rajiv Jayarajah, MAppComm, ACC
 
Introduction to Data Science
Introduction to Data ScienceIntroduction to Data Science
Introduction to Data Science
Christy Abraham Joy
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best Practices
Vit Horky
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project management
MindGenius
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
RachelPearson36
 
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Applitools
 
12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work
GetSmarter
 
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike RoutesMore than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
Project for Public Spaces & National Center for Biking and Walking
 
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
DevGAMM Conference
 
Barbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy PresentationBarbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy Presentation
Erica Santiago
 

Featured (20)

PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
 
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
 
How to have difficult conversations
How to have difficult conversations How to have difficult conversations
How to have difficult conversations
 
Introduction to Data Science
Introduction to Data ScienceIntroduction to Data Science
Introduction to Data Science
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best Practices
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project management
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
 
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
 
12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work
 
ChatGPT webinar slides
ChatGPT webinar slidesChatGPT webinar slides
ChatGPT webinar slides
 
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike RoutesMore than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
 
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
 
Barbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy PresentationBarbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy Presentation
 

Implementasi dan implikasi putusan mk nomor 102 puu-vii-2009 terhadap hak konstitusional warga negara indonesia

  • 1. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ LOMBA KARYA TULIS MAHKAMAH KONSTITUSI IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 102/PUU-VII/2009 TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA INDONESIA Oleh: Muhammad Bahrul Ulum NIM 070710101060 Dizar Al Farizi NIM 060710101170 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER 2009 i
  • 2. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ LEMBAR PENGESAHAN Judul Karya Tulis : Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia Nama Penulis I : Muhammad Bahrul Ulum NIM : 070710101060 Nomor KTP : 3509110509900005 Nama Penulis II : Dizar Al Farizi NIM : 060710101170 Menyatakan bahwa karya tulis ini adalah asli karya Penulis beserta tanda tangannya. Jember, 29 Juli 2009 Ketua Pelaksana Muhammad Bahrul Ulum NIM. 070710101060 ii
  • 3. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ KATA PENGANTAR Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan suatu lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman yang lahir ketika amandemen III UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sejak waktu itulah telah lahir lembaga pengawal konstitusi (guardian of the constitution) yang bernama Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi adalah lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman yang salah satu kewenangannya yaitu menguji Undang-Undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rangka mewujudkan negara demokrasi yang berdasarkan hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang kemudian diputuskan oleh MK Nomor 102/PUU-VII/2009 merupakan salah satu upaya MK yang berperan sebagai wujud Negara demokrasi berdasarkan hukum. Kisruh soal Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang mengancam pelaksanaan Pemilihan Presiden 8 Juli yang lalu akhirnya bisa diatasi dengan putusan MK tersebut. Putusan MK telah memberikan hak kepada masyarakat pemilih yang belum masuk DPT dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk memberikan hak suara telah mencairkan kebuntuan terhadap hak konstitusional warga negara Indonesia. Oleh karena itu, Penulis menyambut positif langkah terobosan yang dilakukan baik oleh MK dalam putusannya tersebut sehingga dijadikan judul dalam karya tulis ini. Kita melihat hal tersebut sebagai putusan yang cerdas, sebab kalau MK tidak cukup peka untuk mendengar arus yang ada di bawah maka pasti dampaknya sangat buruk. Sehingga dengan analisis terhadap putusan MK tersebut diharapkan bisa dibaca oleh masyarakat umum dan menambah kesadaran hukum dan konstitusi bagi masyarakat luas. iii
  • 4. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu kami, terima kasih kepada Abdul Fatah, S.H.. Akhir kata, tidak ada sesuatu yang sempurna, sehingga kami membuka kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan karya tulis berikutnya. Jember, 29 Juli 2009 Penulis iv
  • 5. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN.................................................................. ii KATA PENGANTAR.............................................................................. iii DAFTAR ISI............................................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1 1.1 Latar Belakang..................................................................... 1 1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan ............................................ 3 1.3 Tinjaua Pustaka ................................................................... 4 1.4 Metode Penulisan ................................................................ 5 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 7 2.1 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU- VII/2009 dan Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia............................................................................. 7 2.1.1 Hak Konstitusional Pasca Putusan MK ..................... 7 2.1.2 Negara Hukum dan Putusan MK............................... 10 2.2 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia .................... 11 2.3 Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia ............................ 16 BAB III PENUTUP ................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 21 BIODATA PENULIS............................................................................... 23 v
  • 6. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ vi
  • 7. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 1 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan materi inti dari naskah undang-undang dasar negara modern. Demikian pula hak dan kewajiban warga negara merupakan salah satu materi pokok yang diatur dalam setiap undang-undang dasar sesuai dengan paham konstitusi negara modern. Hak Asasi Manusia (HAM), adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan setiap manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintahan, dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Artinya, yang dimaksud sebagai hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap pribadi manusia. Karena itu, hak asasi manusia (the human rights) itu berbeda dari pengertian hak warga negara (the citizen’s rights). Namun, karena hak asasi manusia itu telah tercantum dengan tegas dalam UUD 1945, sehingga juga telah resmi menjadi hak konstitusional setiap warga negara atau “constitutional rights”.1 Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman yang salah satu kewenangannya adalah menguji Undang-Undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rangka mewujudkan negara demokrasi yang berdasarkan hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan umum atau pemilu merupakan sarana berdemokrasi bagi warga negara dan merupakan hak warga negara yang dijamin oleh konsitusi, yaitu hak atas kesempatan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan 1 Jimly Asshiddiqie, Hak Konstitusional Perempuan dan Tantangan Penegakannya, http://www.jimly.com/makalah/.../hak_konstitusional_perempuan_dan_tantangan_penegakann ya.doc diakses tanggal 19 Juli 2009
  • 8. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 2 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”2 dan “Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”3, serta prinsip persamaan kesempatan (equal opportunity principle)4. Hal ini secara khusus juga dimuat dalam Undang- Undang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”5 Berdasarkan Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden hanya memberikan hak tersebut pada warga negara yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap atau Daftar Pemilih Tambahan. Sehingga warga negara yang telah memenuhi syarat untuk memilih, akan tetapi masih belum terdaftar dalam DPT telah dirugikan atas keberlakuan pasal dalam undang-undang tersebut. Sehingga dipastikan apabila tidak diajukannya judicial review atas pasal tersebut, maka tidak bisa menggunakan haknya dalam Pemilihan Umum Presiden. Setelah pengujian (judicial review) atas Pasal 28 dan Pasal 111 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang kemudian diputuskan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009, maka hak asasi yang dijamin dalam konstitusi semakin dikuatkan sehingga warga negara yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilh Tetap (DPT) bisa tetap menggunakan haknya dengan kartu Tanda Penduduk (KTP) disertai Kartu Keluarga (KK) atau Paspor bagi warga negara indonesia yang berada di luar Indonesia dengan syarat-syarat tertentu. Dalam hal ini masih terdapat permasalahan, yaitu: 2 Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 3 Pasal 28D ayat (1) ibid. 4 Ensiklopedia Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/A_theory_of_justice diakses tanggal 20 Juli 2009 5 Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886)
  • 9. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 3 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ 1. Apakah putusan MK tersebut bisa diterapkan dan bisa semakin menguatkan hak konstitusional warga negara Indonesia? 2. Apakah MK dalam putusannya melampaui kewenangan karena dalam putusannya bersifat mengatur? 3. Mengapa putusan tersebut dibacakan dua hari sebelum hari pemilu presiden? Sehingga warga negara yang tidak masuk DPT dan tidak mempunyai KTP tidak bisa menggunkan hak pilihnya dalam pemilu presiden. Peranan MK dalam penguatan hak konstitusional warga negara berwujud dalam putusan MK. Sehingga terhadap putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009 inilah yang dianggap Penulis perlu untuk dianalisis karena merupakan suatu terobosan dari MK dalam pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang mana hak tersebut dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga dengan putusan tersebut, MK telah mengembalikan hak konstitusional warga negara Indonesia yang sebelumnya tidak didapatkan karena berlakunya pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tersebut yang belum diartikan sepanjang mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara yang diatur oleh MK. 1.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan penulisan ini ialah: 1. Untuk menjelaskan peran MK dalam proses demokratisasi di Indonesia, yang mana telah adanya perubahan ketatanegaraan di Indonesia setelah adanya amandemen UUD 1945 oleh the second founding parents kita pada tahun 1999-2002, sehingga lahirlah lembaga-lembaga baru, salah satunya yaitu MK sebagai pengawal kontitusi (guardian of the constitution); dan 2. Menyebarluaskan informasi tentang MK kepada masyarakat.
  • 10. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 4 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ Manfaat penulisan ini antara lain: 1. Memberikan kesadaran berkonstitusi, yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun1945 sebagai konstitusi Indonesia dan pedoman dalam negara berdasarkan hukum kepada para pembaca khususnya mahasiswa dan masyarakat luas pada umumnya, sekaligus merupakan wahana pengembangan ilmu terkait dengan konstitusi; dan 2. Memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap tugas dan keberadaan MK dalam menyelenggarakan tugas-tugas konstitusional- nya. Tingkat pemahaman masyarakat turut memengaruhi kinerja MK dalam menyelenggarakan tugas-tugas kostitusionalnya. Bila itu tidak direspon dengan memadai, dapat menimbulkan kesenjangan antara pemahaman atau harapan masyarakat dan kemampuan atau batas kewenangan MK. 1.3. Tinjauan Pustaka Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.6 Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan suatu putusan atas suatu permohonan dari Pemohon/para Pemohon yang dimohonkan kepada Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa, diadili dan diputus oleh para Hakim Konstitusi untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum. Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai: a. pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 6 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316)
  • 11. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 5 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ b. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. pembubaran partai politik; d. perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau e. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.7 Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara.8 Hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.9 1.4. Metode Penulisan Dalam penulisan karya tulis ini dimaksudkan karena setelah adanya amandemen terdapat perubahan besar dalam ketataegaraan di Indonesia, salah satunya dengan lahirnya Mahkamah Konstitusi sehingga menjadi sesuatu yang penting bagi Penulis untuk membahas tentang peranan Mahkamah Konstitusi yang berwujud putusan MK dalam negara demokrasi ini terutama yang 7 Pasal 1 angka 3 Ibid. 8 Pasal 51 ayat (1) Ibid. 9 Penjelasan Pasal 51 ayat (1) Ibid.
  • 12. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 6 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ berhubungan erat dengan hak konstitusional. Hal ini mengingat masih banyaknya warga negara Indonesia yang masih belum memahami sepenuhnya tentang MK. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini menggunakan metode yuridis-normatif. Namun, pembahasan dalam karya tulis ini tidak semata-mata yuridis- normatif ataupun menurut hukum positif Indonesia, melainkan juga menggunakan analisis-sintesis dari Penulis sehingga melahirkan solusi dan gagasan terhadap hak konstitusional warga yang merupakan hak yang dijamin dalam konstitusi kita sebagai wujud penguatan hak asasi manusia, sehingga hak konstitusional warga negara dikuatkan dengan kehadiran Mahkamah Konstitusi, terutama dalam bentuk putusan MK.
  • 13. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 7 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ BAB II PEMBAHASAN 2.1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 dan Hak Konstitusi-onal Warga Negara Indonesia 2.1.1. Hak Konstitusional Pasca Putusan MK Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009, yaitu pengujian atas Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, maka warga negara Indonesia tidak perlu resah lagi untuk tidak bisa memberikan hak pilih pada pemilu presiden yang diadakan pada tanggal 8 Juli 2009 lalu, sehingga warga negara Indonesia baik yang berada di dalam maupun di luar negeri yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tetap bisa menggunakan hak pilihnya dengan syarat dan cara sebagai berikut: 1. Selain warga negara Indonesia yang terdaftar dalam DPT, warga negara Indonesia yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atau Paspor yang masih berlaku bagi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri; 2. Warga negara Indonesia yang menggunakan KTP harus dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) atau nama sejenisnya; 3. Penggunaan hak pilih bagi warga negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP-nya; 4. Warga negara Indonesia sebagaimana disebutkan dalam angka 3 di atas, sebelum menggunakan hak pilihnya, terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat;
  • 14. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 8 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ 5. Warga negara Indonesia yang akan menggunakan hak pilihnya dengan KTP atau Paspor dilakukan pada 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS atau TPS Luar Negeri setempat.10 Putusan MK tersebut tentu berpihak kepada warga negara Indonesia, karena dengan putusan tersebut, MK telah mengembalikan hak konstitusional warga negara Indonesia, yaitu prinsip persamaam kesempatan (equal opportunity principle) sebagaimana dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Putusan tersebut sebagaimana dalam UUD Negara Indonesia Tahun 1945 yang mencerminkan asas demokrasi, Pasal 27 ayat (1) bukan hanya menjamin persamaan kedudukan dalam hukum saja, tatapi juga persamaan hak dan kewajiban dalam politik dan sosial11. Putusan yang dibacakan pada sidang terbuka untuk umum, sebelum diadakan pemilu presiden ini tentu sudahlah tepat karena dengan putusan tersebut sebagai wujud kepedulian MK terhadap hak konstitusional warga yang dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga dapat menggugurkan kepesimisan warga untuk tidak dapat menggunakan haknya dalam pemilu presiden pada tanggal 8 Juli kemarin disebabkan karena warga tidak masuk dalam DPT. Putusan MK tersebut bisa dikatakan sebagai kemenangan demokrasi dan wujud penguatan Hak Asasi Manusia (HAM), karena apabila tidak adanya putusan tersebut, rakyat akan kehilangan hak suaranya karena tidak masuk dalam DPT. Komnas HAM sudah mengingatkan bahwa jutaan orang yang dengan sengaja tidak bisa menggunakan hak politiknya itu sebagai pelanggaran HAM berat. Ternyata Hakim MK mendengar suara rakyat. Dalam amar putusannya, MK memutuskan bahwa warga negara yang tidak masuk DPT bisa tetap menggunakan hak suaranya dengan menggunakan KTP. Hak suara itu bisa 10 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 11 Azhary, Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-Unsurnya (Jakarta: UI-Press,1995) hlm. 132
  • 15. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 9 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ dilakukan di tempat KTP itu dikeluarkan sambil juga menunjukkan Kartu Keluarga (KK). Atas putusan tersebut ternyata mendapat sambutan gembira dari beberapa kalangan seperti Din Syamsudin, beliau mangatakan: Sebagai warga masyarakat, kita bersyukur dan bergembira atas keputusan tersebut karena memberi jaminan bagi penunaian hak-hak pilih rakyat yang dijamin oleh konstitusi. Kami sudah lama menyerukan agar KTP dapat digunakan pada pilpres, karena kami tahu hal itu memerlukan Perppu, maka kami juga meminta dikeluarkan Perppu sebagai pengganti undang-undang. Sayangnya yang kita harapkan tidak juga keluar tentu sangat disesalkan. Namun alhamdulillah, MK bisa secara jernih dan bertanggung jawab memperhatikan usulan tersebut dan mengeluarkan keputusannya.12 Ternyata putusan tersebut di luar dugaan para kalangan, mengingat putusan tersebut bisa langsung diterapkan oleh KPU karena bersifat self executing tanpa membutuhkan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Hal ini hanya terdapat tambahan pengaturan teknis lebih lanjut oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selanjutnya yang menjadi pertanyaan, kenapa jumlah warga negara yang tidak memilih (golput) masih tinggi? Apakah penggunaan KTP bisa memberikan dampak pemenuhan hak asasi dan hak konstitusional warga? Hal ini dapat dijawab yaitu; pertama, jumlah warga yang golput masih tinggi tersebut bukanlah mutlak pada kekurangan dan lambatnya putusan MK tersebut, akan tetapi karena dalam hal ini pihak yang berwenang menyelenggarakan Pemilihan Umum adalah KPU, sehingga banyaknya jumlah warga yang golput menjadi tanggungjawab bersama antara KPU dan rakyat, misalnya kurangnya sosialisasi kepada warga tentang pemilu dan manfaat pemilu untuk mewujudkan negara demokratis. Di samping itu juga masih terdapat masyarakat yang sengaja tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu tersebut. Kedua, tentu penggunaan KTP tersebut bisa memberikan dampak penguatan hak konstitusional warga negara, karena warga yang tidak termasuk dalam DPT tetap bisa menggunakan hak pilihnya dalam pemilu presiden. 12 Din Syamsudin, http://www.inilah.com/berita/politik/2009/07/07/124952/din-sambut-gembira- putusan-mk/ diakses tanggal 27 Juli 2009
  • 16. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 10 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ Sehingga putusan MK telah mengurangi jumlah warga negara yang golput dan semakin memacu pertumbuhan demokrasi di Indonesia. 2.1.2. Negara Hukum dan Putusan MK Penggunaan KTP bagi warga negara Indonesia di wilayah Indonesia dan Paspor bagi warga negara Indonesia di luar negeri merupakan penghilangan diskrimanasi terhadap warga negara dalam menegakkan hukum dan memberikan kesempatan untuk aktif dalam urusan pemerintahan dengan syarat-syarat yang berlaku sama bagi setiap orang. Dengan demikian, Negara Indonesia telah menjunjung tinggi demokrasi dan hukum. Sebagaimana menurut A. V. Dicey, dalam Negara Hukum (rule of law) mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Hak asasi manusia dijamin lewat undang-undang; 2. Persamaan kedudukan di muka hukum (equality before the law); 3. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law) dan tidak adanya kesewenang-wenangan tanpa aturan yang jelas.13 Lebih lanjut, putusan MK tersebut telah memenuhi unsur-unsur negara hukum menurut A. V. Dicey, yaitu dengan dijaminnya hak asasi warga yang tidak termasuk dalam KTP dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 sepanjang diartikan sepanjang diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara yang ditentukan MK. Mengenai persamaan kedudukan di muka hukum juga terpenuhi, buktinya dengan putusan tersebut telah menghilangkan diskriminasi hak warga yang tercantum dalam DPT dan yang tidak tercantum dalam DPT. Sedangkan supremasi dan aturan-aturan hukum dan tidak adanya kesewenang-wenangan tanpa aturan yang jelas juga terpenuhi, seperti segala hal tentang pemilu diatur 13 Masyhur Effendy, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 42.
  • 17. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 11 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ oleh hukum, dalam hal ini dengan dikeluarkannya peraturan KPU sebagai pengaturan teknis pemilu pasca putusan MK. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa putusan MK tersebut merupakan perwujudan dalam upaya perlindungan dan menghormati HAM dan persamaan kedudukan dalam pemerintahan sehingga warga negara mendapat tempat yang sama sebagai pendukung hak dan kewajiban. Walaupun putusan tersebut diputuskan dua hari sebelum pemilu presiden, ternyata dalam penerapannya di lapangan berjalan dengan baik sehingga mampu melindungi, menjamin dan memenuhi hak konstitusional warga negara Indonesia. Pengembalian hak konstitusional warga negara yang diputuskan oleh MK ternyata juga telah mengembalikan tujuan hukum, yaitu keadilan (justice), kepastian hukum (certainty), dan kemanfaatan (Utility). Dikatakan memenuhi keadilan karena warga negara yang sebelum adanya putusan MK tersebut bisa dipastikan tidak bisa menggunakan haknya dalam memilih, dan bagi para calon presiden dan wakil Presiden bisa dipastikan tidak bisa dipilih karena masalah DPT yang tidak tuntas, justru menuai masalah. Dari segi kepastian hukum, warga negara yang tidak masuk dalam DPT bisa menggunakan hak pilihnya berdasarkan putusan MK dan Peraturan KPU mengenai petunjuk teknis pelaksanaan pemilu presiden pasca putusan MK yang diadakan pada 8 Juli 2009, mengingat dalam realitas di sejumlah TPS tertentu petugas TPS menyatakan bahwa pemilih bisa menggunakan hak pilihnya dengan KTP sebelum putusan MK. Sedangkan dari segi kemanfaatannya, KTP menjadi solusi masalah DPT yang tak kunjung selesai, KTP berlaku sebagai pengganti dan alat bukti untuk menggunakan hak pilih bagi warga yang tidak terdaftar dalam DPT tersebut. 2.2. Implementasi Putusan MK Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia Putusan MK atas judicial review Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 telah memberikan nuansa segar pada masyarakat yang
  • 18. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 12 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ tidak terdaftar dalam DPT yang sekaligus merupakan implementasi dari negara demokrasi. Putusan MK tersebut dapat langsung dilaksanakan oleh KPU dengan mengeluarkan Peraturan KPU No. 1232/KPU/VII/2009 mengenai petunjuk teknis setelah putusan MK. Penerapan terhadap putusan MK tersebut berdampak positif pada semakin kuatnya hak kostitusional warga yang sebelumnya masih terhalang oleh Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Pilpres, misalnya di Balikbukit, Lampung Utara, Sebanyak 536 warga yang tersebar di 17 kecamatan dan 757 Tempat Pemungutan Suara (TPS) menyalurkan hak suaranya dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP)14. Tentu hal ini menjadi kabar yang menggembirakan, mengingat pada pemilu legislatif 9 April kemarin warga yang tidak masuk DPT tidak dapat menggunakan hak pilihnya sama sekali, tidak mempunyai hak berpolitik dan kesempatan dalam pemerintahan. pemilu legislatif lalu mugkin menjadi pengalaman MK, sehingga ketika ada judicial review atas Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tetap dinyatakan kostitusional sepanjang diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara yang diatur oleh MK. Putusan MK tersebut sudah seharusnya dihargai karena dengan putusan tersebut telah membuka ruang kepada rakyat untuk menggunakan haknya dalam Pemilihan Presiden serta dalam upaya penegakan HAM dan hak kostitusional warga. Akan tetapi, terdapat berbagai kalangan yang menyatakan bahwa putusan MK tersebut terdapat kelemahan, seperti putusan tersebut sulit diterapkan, isinya putusan tersebut melampaui kewenangan MK karena bersifat mengatur, dan mengapa putusan MK baru dibacakan dua hari sebelum pemilu presiden? Mengapa putusan tersebut tidak dibacakan jauh-jauh hari sebelum pemilu presiden? Sebagian dari mereka ada yang mendalilkan seharusnya hal-hal yang bersifat mengatur menjadi kewenangan legislatif bukan MK, dan apabila tidak 14 Radar Kota Bumi, http://www.radarkotabumi.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle& cid=7&artid=9181 diakses pada 27 Juli 2009
  • 19. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 13 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ diatur dalam Undang-Undang maka harus diatur dalam Perpu, bukan putusan MK, karena MK hanya sebatas menyatakan pasal yang diuji adalah konstitusional atau inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Di lain pihak banyak warga yang masih belum mempunyai KTP sehingga mereka tidak bisa memilih dengan menggunakan KTP, dan mustahil jika mengurus KTP dalam waktu dua hari menjelang pemilu presiden. Perlu ditegaskan bahwa pernyataan tersebut di atas bukanlah suatu pernyataan yang tepat. Argumentasinya yaitu pertama, memang kewenangan MK sebatas menyatakan pasal sekian inkonstitusional dan menyatakan pasal sekian tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat atau menyatakan konstitusional atas pasal yang di judicial review. Akan tetapi melihat lebih jauh, sebenarnya hal itu merupakan kepedulian MK atas hak konstitusional warga yang harus diutamakan dan ditegakkan. MK telah menyadari bahwa masalah DPT merupakan masalah yang mengancam terhadap hak warga negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 Ayat (1) dan 28D Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga MK tetap menyatakan pasal yang diuji adalah konstitusional sepanjang diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara yang ditentukan oleh MK, sekaligus putusan tersebut bisa langsung dijalankan oleh KPU tanpa adanya Undang-Undang ataupun Perpu mengingat waktu yang mendesak menjelang pemilu presiden. Putusan MK yang dibacakan pada dua hari menjelang pemilu sudahlah tepat karena mengingat perkara-perkara sebelumnya yang masuk di MK tentang perselisihan hasil pemilihan umum cukup banyak, sehingga MK baru memutus judicial review atas pasal yang diuji pada dua hari sebelum pemilu presiden, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pun tidak dilakukan sebagaimana biasanya, yaitu dilakukan pada hari yang sama dengan agenda sidang pembacaan putusan terbuka untuk umum pada 6 Juli 2009. Hal ini menunjukkan bahwa MK mempunyai komitmen atau i’tikad baik untuk semakin memperkuat hak konstitusional warga. Kedua, kalau mekanisme menggunakan Perpu memang baik, tetapi justru hal tersebut akan memperlambat dan menghambat waktu mengingat waktu pemilu
  • 20. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 14 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ presiden tinggal dua hari lagi. Keadilan yang terlambat bukanlah keadilan 15. Lebih lanjut, tidak hanya keadilan saja, akan tetapi kemanfaatan juga akan hilang. Sehingga hal tersebut akan merugikan hak konstitusional warga, karena KPU harus masih menunggu Perpu diundangkan. Ketiga, kalau masih terdapat warga yang masih belum memiliki KTP, kenapa ketika jauh-jauh hari sebelum pemilu presiden dilaksanakan tidak memanfaatkan perbaikan DPT? Karena waktu itu KPU melakukan perbaikan DPT yang ditujukan kepada seluruh warga Indonesia. Sehingga apabila masih terdapat warga yang tidak masuk DPT, bukanlah kesalahan MK. Hal itu menjadi tanggungjawab bersama antara KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu dan warga untuk mewujudkan demokrasi. Keempat, lain lagi permasalahannya bagi warga yang belum mempunyai KTP. Sebenarnya warga pun bisa mengurus KTP, mengingat pentingnya KTP bagi warga, baik sebagai alat bukti kewarganegaraan maupun alat bukti lain ketika sewaktu-wakti diperlukan, dan hal ini sebenarnya bukanlah menjadi tanggungjawab MK akan tetapi menjadi tanggungjawab pemerintah daerah setempat. Jadi, tidak menjadi alasan seseorang untuk tidak dapat menggunakan hak konstitusionalnya karena tidak mempunyai KTP. Apabila warga tidak mengurus DPT dan lebih parah lagi tidak mempunyai KTP, memang sudah menunjukkan tidak mempunyai niat untuk menjadi warga Negara dan mengikuti Pemilihan Umum, sehingga ditegaskan kembali bahwa hal ini tidak ada hubungannya dengan putusan MK tersebut, justru seharusnya jauh-jauh hari KPU benar-benar mensosialisasikan pemilu ke seluruh lapisan masyarakat dan memberikan kesadaran demokrasi kepada warga. Kelima, permasalahan Kartu Keluarga (KK) bukanlah sebagai alasan yang tepat, mengingat pembuatan KK yang mudah dan KK sendiri berfungsi sebagai bukti keluarga orang yang bersangkutan. KK diperlukan sebagai pelengkap KTP untuk menjadi bukti kecocokan dengan KTP untuk menghindari pemilih ganda. Akan tetapi realitasnya pada TPS tertentu, KK tidak dipermasalahkan sebagai 15 Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum Rampai Kolom & Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum (Jakarta: Kencana,2008) hlm. 211
  • 21. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 15 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ bukti dalam Pemilihan Umum Presiden karena warga dapat memilih hanya dengan menggunakan KTP. Keenam, apabila putusan MK ternyata tidak mengatur sepanjang diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara yang ditentukan oleh MK, sehingga MK menyatakan pasal yang diuji adalah konstitusional, maka sisi kemudhorotannya lebih besar, yaitu MK telah merampas hak kostitusional warga yang dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga hak suara warga akan hilang dan tidak memenuhi asas keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum. Dalam Pasal 28 ayat (1) Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman disebutkan bahwa “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Hal ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Jadi, MK telah mempunyai komitmen untuk mengoptimalkan peranannya dalam memutus perkara yang bersifat terobosan, berwawasan filosofis, dan sosiologis yang baik. Karena dalam konteks ini ada asas hukum yang harus diperhatikan, yaitu menegakkan kepastian hukum secara kaku akan justru melahirkan ketidakadilan16. Maksudnya apabila MK hanya menyatakan pasal yang diuji adalah konstitusional tanpa pengaturan lebih lanjut oleh MK, sedangkan melihat waktu pelaksanaan pemilu sudah di ujung tanduk, maka putusannya akan menimbulkan ketidakadilan dan ketidakmanfaatan bagi warga yang mana hak-haknya dijamin oleh konstitusi. Ketujuh, apabila pemilu presiden diundur mungkin sekilas akan dianggap bisa menyelesaikan masalah DPT oleh sebagian kalangan, akan tetapi pilihan ini akan berdampak psikologis politik, yaitu KPU berarti tidak mampu menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu, yang akhirnya dapat memengaruhi kredibilitas hasil pemilu, dan dengan diundurnya jadwal pemilu presiden juga tidak menjadi jaminan bahwa masalah DPT dapat diselesaikan. 16 Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada Reformasi Hukum Ketatanegaraan (Jakarta: Kompas, 2008) hlm. 163
  • 22. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 16 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ Capres Jusuf Kalla sebagai peserta pemilu presiden, mengemukakan alasan tepat terhadap putusan MK bahwa Indonesia adalah negara demokrasi dan negara hukum, yaitu: MK telah mengembalikan hak pilih rakyat yang hilang dan tidak terdaftar dalam DPT. Itulah yang diperjuangkan untuk memulihkan hak-hak rakyat. Tidak benar kalau kami takut kalah. Kami memperjuangkan hak rakyat yang kehilangan hak pilihnya. Kami tahu, hak pilih rakyat yang kami perjuangkan itu belum tentu juga nantinya akan memilih kami. Tidak apa- apa buat kami, yang penting jangan sampai hilang hak rakyat itu17. Ini menunjukkan bahwa Judicial review atas Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil presiden yang diajukan oleh Refly Harun dan Maheswara Prabandono memberikan manfaat yang besar kepada semua warga Indonesia, baik yang memilih ataupun yang dipilih sehingga demokrasi dapat terwujud dengan pemenuhan hak rakyat, karena warga yang tidak masuk dalam DPT pun bisa menggunakan haknya dalam pemilu presiden 8 Juli lalu. 2.3. Implikasi Putusan MK Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden telah berlangsung, akan tetapi bukannya Pemilihan Umum sudah selesai begitu saja, pemungutan suara merupakan bagian dari tahapan pemilu. KPU harus menghitung jumlah suara secara demokratis, netral dan profesional. Setelah itu, masih ada tahapan-tahapan yang dilalui untuk terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Seperti apabila hasil pemilu dinyatakan tidak fair, atau dalam serangkaian tahapan pemilu sebelumnya dinyatakan terdapat kecurangan yang sistematis, struktural dan massif, maka MK bisa memutus dengan diadakannya pemilihan ulang, yang pada intinya MK menjunjung demokrasi dan hak konstitusional warga negara 17 Kompas, http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/07/04001339/ktp.untuk.memilih diakses pada tanggal 27 Juli 2009
  • 23. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 17 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ Indonesia yang dijamin dalam konstitusi kita apabila terbukti terdapat kecurangan dalam pemilu presiden. Beberapa implikasi yang timbul setelah adanya putusan MK No. 102/PUU- VII/2009 adalah sebagai berikut: 1. Semakin kuatnya hak warga negara Indonesia sebagai wujud dari Indonesia adalah negara demokrasi dan hukum yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” dan “Negara Indonesia adalah negara 18 hukum” ; 2. Putusan MK tersebut kemungkinan besar akan diadposi oleh DPR untuk dimasukkan dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Umum, melalui amandemen Undang-Undang atau Undang-Undang Pemilu untuk lima tahun ke depan; 3. Dapat mengurangi terjadinya perselisihan hasil Pemilihan Umum Presiden antarpeserta pemilu presiden mengenai masalah DPT dan KTP yang berhubungan dengan putusan MK tersebut; 4. Setelah dibacakan putusan MK tersebut, KPU akan bertindak ekstra, mengingat pelaksanaan pemungutan suara tinggal dua hari, sehingga KPU harus memaksimalkan waktu dua hari tersebut untuk menjaga profesionalitas KPU. 5. Pada pemilu berikutnya dimungkinkan penggunaan DPT ditiadakan, sehingga warga bisa menggunakan hak pilihnya hanya dengan KTP, sehingga pemilu menjadi lebih efektif dan menjamin hak konstitusional warga yang berakibat meningkatkan taraf demokrasi di Indonesia. 6. Hak konstitusional warga yang tidak masuk dalam DPT telah hilang pada pemilu legislatif, maka pada pemilu presiden telah dikuatkan berkat putusan MK tersebut; 7. Warga yang tidak mempunyai KTP akan ditindak lanjuti oleh pemerintah, sehingga jika pada pemilu mendatang menggunakan tidak 18 Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • 24. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 18 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ lagi menngunakan DPT tetapi KTP, maka akan mewujudkan pemilu yang lebih demokratis; 8. Memacu kesadaran warga akan berkonstitusi, yaitu apabila warga merasa hak konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya suatu Undang- Undang, maka warga dapat mengajukan judicial review ke MK, sehingga peran MK dalam proses demokratisasi sejalan dengan kesadaran berkonstitusi warga; 9. Putusan MK tersebut menjadi yurisprudensi ketika nantinya terdapat permasalahan tentang DPT, seperti pada pemilukada, dan sebagainya; 10. Semakin menguatkan mekanisme checks and balances antara MK dan KPU, yang mana Indonesia sudah menuju ketatanegaraan modern, checks and balances tidak hanya dengan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif karena tidak lagi mampu menjawab kompleksitas, tetapi dengan komisi independen, karena KPU sebagai organ konstitusi. Bruce Ackerman berpendapat: … the American system contain (at least) five branches: house, senate, President, Court, and Independent Agencies such as the federal Reserve Board. Complexity is compounded by the bewildering institutional dynamics of the American federal system. The crucial question is not complexity, but whether we Americans are separating power for the right reason.19 (cetak tebal oleh Penulis). Demikian beberapa implikasi dan implementasi Putusan MK No. 102/PUU-VII/2009. MK memutus dengan putusan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional), yaitu pasal undang-undang a quo adalah konstitusional sepanjang tidak merugikan hak warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT. Walaupun awalnya terdapat upaya penolakan berbagai kalangan karena MK memutus dengan ketentuan pengaturan, akan tetapi dalam pemerapannya merupakan wujud MK dalam upaya penguatan hak konstitusional warga negara Indonesia, sehingga asas tujuan hukum juga telah terpenuhi, yaitu asas kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. 19 Bruce Ackerman dalam Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada Reformasi Hukum Ketatanegaraan (Jakarta: Kompas,2008) hlm. 282-283
  • 25. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 19 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ BAB III PENUTUP Pasca putusan MK telah berbuah dikuatkannya hak konstitusional warga negara yang tidak tercantum dalam DPT tetap bisa menggunakan hak pilihnya pada pemilu presiden 8 Juli lalu. Hal ini berkat terobosan MK dalam putusannya, mengingat waktu pemilu tinggal dua hari, dan masalah DPT masih tidak dapat diselesaikan oleh KPU, yang dikhawatirkan akan berakibat pada pelanggaran hak kostitusional warga begara yang telah secara jelas tercantum dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Putusan MK tersebut sekaligus merupakan kemenangan demokrasi dan wujud penguatan Hak Asasi Manusia (HAM), karena apabila tidak adanya putusan tersebut, rakyat akan kehilangan hak suaranya karena tidak masuk dalam DPT. Putusan MK tersebut juga wujud bahwa Indonesia di samping negara demokrasi, juga negara berdasarkan hukum, karena dalam putusan tersebut juga telah memenuhi unsur-unsur negara hukum menurut A. V. Dicey, seperti hak asasi manusia dijamin lewat undang-undang, persamaan kedudukan di muka hukum, dan supremasi aturan-aturan hukum dan tidak adanya kesewenang- wenangan tanpa aturan yang jelas. Ternyata implementasi dari putusan MK tersebut juga berjalan dengan baik, sehingga pemilu presiden 8 Juli lalu berjalan lebih demokratis dibanding pemilu legislatif, karena warga bisa menggunakan hak pilihnya dengan memggunakan KTP. Banyak kalangan yang mengharapkan agar pemilu presiden diundur, karena untuk memperbaiki DPT, apabila tidak akan menganjam hak warga negara. Akan tetapi, dengan putusan MK tersebut KPU telah terselamatkan, karena apabila pemilu presiden diundur akan berdampak psikologis politik bagi KPU, yaitu KPU akan dianggap tidak mampu menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu, yang akhirnya dapat memengaruhi kredibilitas hasil pemilu, dan dengan
  • 26. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 20 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ diundurnya jadwal pemilu presiden juga tidak menjadi jaminan bahwa masalah DPT dapat diselesaikan. Jadi, MK dalam putusanya tersebut memberikan manfaat atas terselenggaranya pemilu yang demokratis ketika masalah DPT di ujung tanduk yang mengancam hak konstitusional warga negara Indonesia. Dengan demikian, telah tercapai juga tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.
  • 27. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 21 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ DAFTAR PUSTAKA Buku-buku: Ali, Achmad. 2008. Menguak Realitas Hukum Rampai Kolom & Artikel Pilihan Dalam Bidang Hukum. Jakarta: Kencana Azhary. 1995. Negara Hukum Indonesia Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-Unsurnya. Jakarta: UI-Press Effendy, Masyhur. 2005. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM). Jakarta: Ghalia Indonesia Indrayana, Denny. 2008. Negara Antara Ada dan Tiada Reformasi Hukum Ketatanegaraan. Jakarta: Kompas Peraturan Perundang-undangan dan Putusan: Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ________, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886) ________, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) ________, Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358) ________, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
  • 28. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 22 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ Internet: Inilah. http://www.inilah.com/berita/politik/2009/07/07/124952/din-sambut- gembira-putusan-mk/ diakses tanggal 27 Juli 2009 Jimly Asshiddiqie, http://www.jimly.com/makalah/.../hak_konstitusional_ perempuan_dan_tantangan_penegakannya.doc diakses tanggal 19 Juli 2009 Kompas, http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/07/04001339/ktp.untuk. memilih diakses pada tanggal 27 Juli 2009 Radar Kota Bumi, http://www.radarkotabumi.com/mod.php?mod=publisher& op=viewarticle&cid=7&artid=9181 diakses pada 27 Juli 2009 Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/A_theory_of_justice diakses tanggal 20 Juli 2009
  • 29. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 23 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________ BIODATA PENULIS 1. Nama Lengkap : Muhammad Bahrul Ulum Tempat, Tanggal Lahir : Jember, 05 September 1990 Alamat : Jalan Kalimantan X/22 Jember 68121 Nomor HP : 085655830090 Alamat Email : muhammad.ulum@ymail.com Organisasi Mahasiswa : 1. Staf English Departemen Asian Law Students Association (ALSA) LC UJ 2. Staf Research and Development University Students English Forum (USEF) UJ 3. Pengurus Jember Against Corruption (JAC) 4. Anggota HMI Cabang Jember Komisariat Hukum 2. Nama Lengkap : Dizar Al Farizi Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 27 Juli 1987 Alamat : Jalan Nias 19 Jember Jawa Timur 68121 Nomor HP : 085850005670 Alamat Email : diz_ralf01@yahoo.com Organisasi Mahasiswa : 1. Sekretaris Bidang Litbang Studi Islam Berkala 2. Wakil Sekretaris Umum Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi HMI Cabang Jember Kom. Hukum
  • 30. © Muhammad Bahrul Ulum dan Dizar Al Farizi, Implementasi dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi 24 Nomor 102/PUU-VII/2009 Terhadap Hak Konstitusional Warga Negara Indonesia, (Jember, 2009). __________________________________________________________________
  • 31. PUTUSAN Nomor 102/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh: [1.2] Nama : Refly Harun; Alamat : Jalan Melati Nomor 164, RT/RW 005/006, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11350; Sebagai ------------------------------------------------------------------- Pemohon I; Nama : Maheswara Prabandono; Alamat : Peninggaran, RT/RW 09/09, Kelurahan Kebayoran Lama Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan; Sebagai ------------------------------------------------------------------- Pemohon II; Selanjutnya disebut sebagai ----------------------------------- Para Pemohon; [1.3] Membaca permohonan dari para Pemohon; Mendengar keterangan dari para Pemohon; Memeriksa bukti-bukti. 2. DUDUK PERKARA [2.1] Menimbang bahwa para Pemohon, telah mengajukan permohonan dengan surat permohonannya bertanggal 16 Juni 2009 yang diterima dan terdaftar di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan
  • 32. 2 Mahkamah) pada tanggal 24 Juni 2009, dengan registrasi perkara Nomor 102/PUU-VII/2009, mengemukakan hal-hal sebagai berikut: I. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pasal 24C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 juncto Pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya “UU Mahkamah“) menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili perkara pengujian UU 42/2008. II. PARA PEMOHON DAN KEPENTINGAN PARA PEMOHON 1. Bahwa Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah menyatakan: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara.“ 2. Bahwa Penjelasan 51 ayat (1) UU Mahkamah menyatakan bahwa “yang dimaksud dengan ’hak konstitusional’ adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945“. 3. Bahwa salah satu hak yang diatur dalam UUD 1945 adalah hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana disebut dalam Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” 4. Bahwa hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan bagi warga negara tersebut dikuatkan lagi dalam ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945 yang berbunyi, “(1) Setiap orang
  • 33. 3 berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.” 5. Bahwa hak untuk memilih dalam pemilihan umum (the right to vote) adalah pengejawantahan dari hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Mahkamah Konstitusi dalam putusan Perkara Nomor 011- 017/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004 menyatakan bahwa hak memilih adalah hak konstitusional warga negara. Putusan tersebut antara lain menyebutkan, “Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, Undang-Undang maupun konvensi internasional, maka pembatasan penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara.” 6. Bahwa Pemohon I (Refly Harun) dan Pemohon II (Maheswara Prabandono) adalah perorangan warga negara yang telah berusia 17 tahun dan sudah kawin. Berdasarkan ketentuan UU 42/2008, kedua pemohon memiliki hak memilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden [vide Pasal 27 ayat (1) UU 42/2008]. 7. Bahwa pada Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD tanggal 9 April 2009 para Pemohon tidak dapat memilih karena tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT). Hal ini dikarenakan ketentuan Pasal 20 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi, “Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih.” 8. Bahwa UU 42/2008 memuat ketentuan serupa yang terkandung dalam Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1). Pasal 28 berbunyi, “Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih.” Pasal 111 ayat (1) berbunyi, “Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi: a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.” 9. Bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008, hak konstitusional para Pemohon yaitu hak memilih (the right to
  • 34. 4 vote), berpotensi untuk dirugikan. Para Pemohon terancam tidak dapat memilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tanggal 8 Juli 2009 bila tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT). Dengan demikian, Para Pemohon memiliki kepentingan terhadap pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, terutama pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1). III. TENTANG POKOK PERKARA 10. Bahwa pada tanggal 14 November 2008 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924, selanjutnya UU 42/2008); 11. Bahwa UU 42/2008 memuat ketentuan mengenai hak memilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden sebagaimana tercantum dalam Pasal 27 yang berbunyi, “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.” Dengan ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa sepanjang sudah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin pada hari pemungutan suara, seorang warga negara memiliki hak memilih. 12. Bahwa UU 42/2008 memuat pula ketentuan Pasal 28 yang berbunyi, “Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih.” UU Pilpres juga memuat ketentuan Pasal 111 ayat (1) yang berbunyi, ”Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi: a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan.” 13. Dengan ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 dapat disimpulkan pula bahwa berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin tidaklah cukup untuk dapat memilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Seorang warga negara juga harus terdaftar sebagai pemilih. Seorang warga negara yang tidak tercantum dalam daftar pemilih akan
  • 35. 5 kehilangan hak memilihnya. Masalahnya, kewajiban untuk mendaftar warga negara yang telah memiliki hak memilih tersebut berada pada penyelenggara Pemilu sebagaimana disebut dalam Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi, “Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar oleh penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam daftar Pemilih.” Degan ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa penyelenggara Pemilu wajib mendaftar semua warga negara yang memiliki hak memilih (eligible voters). Perkara yang bersangkutan akan menggunakan hak memilihnya atau tidak pada hari pemungutan suara, hal tersebut semata-mata hak warga negara yang bersangkutan. 14. Bahwa ketentuan Pasal 27 dan Pasal 111 ayat (1) yang menyebabkan seorang warga negara kehilangan hak memilihnya ketika tidak terdaftar sebagai pemilih atau tidak tercantum dalam DPT adalah sangat tidak adil. Di satu sisi, UU 42/2008 memberikan kewajiban untuk mendaftar semua warga negara yang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah pernah kawin kepada penyelenggara Pemilu. Namun, di sisi lain, bila penyelenggara Pemilu lalai mendaftar seorang warga negara yang telah memiliki hak memilih, warga negara yang bersangkutan kehilangan hak memilihnya. Kesalahan atau kelalaian penyelenggara Pemilu ditimpakan akibatnya kepada warga negara. 15. Bahwa dengan demikian telah jelaslah bahwa Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 telah menghilangkan hak memilih warga negara yang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin. Padahal, hak memilih adalah hak yang dijamin konstitusi sebagaimana disebutkan Mahkamah dalam putusan Perkara Nomor 011-017/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004. Putusan tersebut antara lain menyebutkan, “Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun konvensi internasional, maka pembatasan penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara.” 16. Bahwa hak asasi manusia adalah materi yang terdapat di dalam UUD 1945. Sebelum disahkannya Perubahan Kedua UUD 1945 yang memuat Pasal XA tentang Hak Asasi Manusia, UUD 1945 telah mengakui beberapa macam hak asasi manusia. Salah satunya adalah hak yang tercantum dalam Pasal 27
  • 36. 6 ayat (1) yang menyatakan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” 17. Pasal 27 ayat (1) adalah ketentuan yang tidak diubah ketika terjadi gelombang reformasi konstitusi pada kurun waktu 1999-2002. Bahkan, eksistensinya makin diperkuat dengan diadopsinya ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945 yang berbunyi, “(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.” 18. Hak memilih adalah pengejawantahan hak atas kesempatan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945. Secara spesifik, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur mengenai hak memilih sebagaimana tercantum dalam Pasal 43 yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.” 19. Hak memilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) Pasal 25 ICCPR menyatakan, “Every citizen shall have the right and the opportunity, without any of the distinctions mentioned in article 2 and without unreasonable restrictions: (a) To take part in the conduct of public affairs, directly or through freely chosen representatives; (b) To vote and to be elected at genuine periodic elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of the electors.” 20. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) yang mengharuskan warga negara terdaftar sebagai pemilih atau tercantum dalam DPT untuk dapat memilih telah menghilangkan
  • 37. 7 hak konstitusional warga negara untuk memilih dan karenanya bertentangan dengan UUD 1945, setidaknya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Perubahan Kedua UUD 1945. IV. PETITUM 21. Berdasarkan uraian di atas, petitum dalam permohonan ini adalah sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 3. Menyatakan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, atau setidak- tidaknya menyatakan bahwa Pasal 111 ayat (1) harus dibaca bahwa mereka yang tidak tercantum dalam DPT pun tetap dapat memilih sepanjang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin. [2.2] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil-dalilnya, para Pemohon telah mengajukan bukti-bukti surat/tulisan, masing-masing diberi tanda bukti P-1 sampai dengan P-2, sebagai berikut: 1. Bukti P-1 : Fotokopi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; 2. Bukti P-2 : Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama Refly Harun (Pemohon I) dan atas nama R. Maheswara Prabandono, SH (Pemohon II); [2.3] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara
  • 38. 8 persidangan, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini; 3. PERTIMBANGAN HUKUM [3.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan para Pemohon adalah menguji konstitusionalitas Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924, selanjutnya disebut UU 42/2008) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945). [3.2] Menimbang, sebelum mempertimbangkan Pokok Permohonan, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) harus mempertimbangkan terlebih dahulu: 1. Kewenangan Mahkamah untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo; 2. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon untuk bertindak selaku Pemohon dalam permohonan a quo. Terhadap kedua hal tersebut, Mahkamah berpendapat sebagai berikut: Kewenangan Mahkamah [3.3] Menimbang bahwa menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316, selanjutnya disebut UU MK) juncto Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang- Undang terhadap UUD 1945; [3.4] Menimbang bahwa permohonan para Pemohon adalah untuk menguji konstitusionalitas norma Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 terhadap
  • 39. 9 UUD 1945, yang menjadi salah satu kewenangan Mahkamah, sehingga oleh karenanya Mahkamah berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Para Pemohon [3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya, yang dapat mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama); b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara; Dengan demikian, Pemohon dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 harus menjelaskan dan membuktikan terlebih dahulu: a. kedudukannya sebagai pemohon sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK; b. ada tidaknya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 yang diakibatkan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; [3.6] Menimbang pula bahwa Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/ 2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September 2007 berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK harus memenuhi lima syarat, yaitu: a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945; b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut oleh Pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
  • 40. 10 c. kerugian konstitusional tersebut harus bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidak-tidaknya potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; d. adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi; [3.7] Menimbang bahwa para Pemohon mendalilkan sebagai berikut: Para Pemohon mengajukan pengujian Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008, yang didalilkan bertentangan dengan UUD 1945 dengan alasan- alasan yang pada pokoknya adalah dalam pelaksanaannya Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 telah menghilangkan hak memilih sebagian warga negara yang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin. Padahal hak memilih adalah pengejawantahan hak atas kesempatan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945, yang juga secara spesifik dimuat dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Hak memilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik), Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 119 Tahun 2005, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558, yakni di dalam Pasal 25; Menurut Mahkamah, bahwa Pemohon I (Refly Harun) dan Pemohon II (Maheswara Prabandono) adalah perorangan warga negara yang telah berusia 17 tahun dan sudah kawin (Bukti P-2) dan para Pemohon pada Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD tanggal 9 April 2009 tidak dapat memilih karena tidak tercantum dalam daftar pemilih tetap (DPT) sehingga tidak dapat menggunakan hak pilihnya yang dijamin oleh UUD 1945. Dalam permohonan ini
  • 41. 11 hak para Pemohon untuk memilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden secara potensial dapat dirugikan karena sampai pada saat persidangan Mahkamah dibuka yaitu dua hari sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ternyata para Pemohon belum mendapat kepastian untuk dapat menggunakan hak memilihnya, sebab para Pemohon belum mendapat informasi apakah para Pemohon telah masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan para Pemohon juga belum mendapatkan Surat Pemberitahuan Waktu dan Tempat Pemungutan Suara (Model C 4 PPWP). Dengan demikian syarat-syarat kualifikasi dan kerugian konstitusional dimaksud telah dipenuhi, sehingga para Pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo; [3.8] Menimbang bahwa karena Mahkamah berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo, dan para Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak selaku pemohon dalam permohonan a quo sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, Mahkamah akan mempertimbangkan lebih lanjut tentang Pokok Permohonan. Pokok Permohonan [3.9] Menimbang yang menjadi pokok permasalahan yang diajukan oleh para Pemohon adalah sebagai berikut: • Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 telah menghilangkan atau sekurang-kurangnya potensial menghilangkan hak memilih warga negara yang telah berusia 17 tahun dan/atau sudah kawin. Padahal, hak memilih adalah hak yang dijamin konstitusi sebagaimana disebutkan Mahkamah dalam putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004. Putusan tersebut antara lain menyebutkan, “Menimbang, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun konvensi internasional, maka pembatasan penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara.” • Hak memilih adalah pengejawantahan hak atas kesempatan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945. Secara spesifik, Undang-Undang
  • 42. 12 Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur mengenai hak memilih sebagaimana tercantum dalam Pasal 43 yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.” Hak memilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) yakni dalam Pasal 25 ICCPR yang menyatakan, “Every citizen shall have the right and the opportunity, without any of the distinctions mentioned in article 2 and without unreasonable restrictions: (a) To take part in the conduct of public affairs, directly or through freely chosen representatives; (b) To vote and to be elected at genuine periodic elections which shall be by universal and equal suffrage and shall be held by secret ballot, guaranteeing the free expression of the will of the electors.” Dengan demikian, menurut para Pemohon ketentuan Pasal 28 dan Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 yang mengharuskan warga negara terdaftar sebagai pemilih atau tercantum dalam DPT untuk dapat memilih telah menghilangkan hak konstitusional sebagian warga negara untuk memilih dan karenanya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945; [3.10] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil permohonannya, para Pemohon mengajukan bukti surat/tulisan yang diberi tanda Bukti P-1 dan Bukti P-2, dan tidak mengajukan saksi atau ahli; Pendapat Mahkamah [3.11] Menimbang bahwa sebelum Mahkamah mempertimbangkan materi pokok permohonan a quo, maka perlu terlebih dahulu dirumuskan permasalahan hukum utama yang diajukan oleh para Pemohon yaitu hak untuk memilih (right to vote) yang merugikan hak konstitusionalnya dalam rangka Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Adapun alasan para Pemohon adalah: • Pasal 28 dan Pasal 111 UU 42/2008 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945;
  • 43. 13 • Para Pemohon kehilangan hak untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum 2009; [3.12] Menimbang bahwa dalam persidangan Mahkamah menemukan fakta hukum, sebagai berikut: • Bahwa para Pemohon kehilangan haknya untuk memilih pada Pemilu DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2009 karena tidak terdaftar dalam DPT; • Bahwa para Pemohon sama sekali tidak mendapatkan informasi sosialisasi yang memadai tentang DPT; • Bahwa para Pemohon telah berusaha sedemikian rupa untuk berpartisipasi dalam Pemilu dengan memeriksa DPT dan undangan pada alamat lama para Pemohon pada Pemilu Tahun 2004 dan pada alamat para Pemohon saat ini, namun belum memperoleh informasi dan undangan untuk memilih di TPS; Berdasarkan fakta hukum di atas yang dihubungkan dengan kondisi saat ini dalam menyongsong Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, maka pertanyaan hukum utama yang harus dijawab oleh Mahkamah adalah apakah Pasal 28 dan Pasal 111 UU 42/2008 konstitusional atau inkonstitusional dalam hubungannya dengan penyelenggaraan pemilihan umum yang berlaku di Indonesia; [3.13] Menimbang bahwa untuk menjawab pertanyaan hukum di atas, Mahkamah terlebih dahulu merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011- 017/PUU-I/2003 bertanggal 24 Februari 2004 yang telah menegaskan bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (rights to vote and right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, dan konvensi internasional, sehingga pembatasan, penyimpangan, peniadaan, dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara; [3.14] Menimbang bahwa Putusan tersebut didasarkan pada UUD 1945 yang secara tegas menentukan, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” [vide Pasal 27 ayat (1)]. Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 menentukan, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa,
  • 44. 14 dan negaranya”. UUD 1945 juga menegaskan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” [vide Pasal 28D ayat (1)]. Selanjutnya ditentukan pula, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan” [vide Pasal 28D ayat (3)] dan Pasal 28I ayat (2) yang menyatakan, “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. [3.15] Menimbang bahwa hal tersebut di atas sejalan dengan Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang berbunyi: (1) “Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri, baik dengan langsung maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih dengan bebas; (2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya; (3) Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kemauan ini harus dinyatakan dalam pemilihan-pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara.” Terlebih lagi, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam paragraf [3.14] juga sejalan dengan Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) sebagaimana termuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558, yang berbunyi: “Setiap warga negara juga harus mempunyai hak dan kebebasan, tanpa pembedaan apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak beralasan: a) Ikut dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas;
  • 45. 15 b) Memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang jujur, dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan dalam menyatakan kemauan dari para pemilih; c) Memperoleh akses pada pelayanan umum di negaranya atas dasar persamaan.” [3.16] Menimbang bahwa Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan: (1) “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. (3) Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan”. [3.17] Menimbang bahwa Pasal 1 angka 21 UU 42/2008 menyatakan, “Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin”. Dalam Pasal 27 ayat (1) UU 42/2008 dinyatakan, “Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih”. [3.18] Menimbang bahwa hak-hak warga negara untuk memilih sebagaimana diuraikan di atas telah ditetapkan sebagai hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara (constitutional rights of citizen), sehingga oleh karenanya hak konstitusional tersebut di atas tidak boleh dihambat atau dihalangi oleh berbagai ketentuan dan prosedur administratif apapun yang mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya; [3.19] Menimbang bahwa Pasal 27 ayat (2) UU 42/2008 berbunyi, “Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar oleh
  • 46. 16 penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam daftar Pemilih” dan Pasal 28 UU 42/2008 menyatakan, “Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai Pemilih”. Demikian pula dalam Pasal 111 ayat (1) UU 42/2008 dinyatakan, “Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi: a. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap pada TPS yang bersangkutan; dan b. Pemilih yang terdaftar pada Daftar Pemilih Tambahan”. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan ketentuan dan prosedur administratif bagi seorang warga negara untuk menggunakan hak pilihnya; [3.20] Menimbang bahwa ketentuan yang mengharuskan seorang warga negara terdaftar sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) lebih merupakan prosedur administratif dan tidak boleh menegasikan hal-hal yang bersifat substansial yaitu hak warga negara untuk memilih (right to vote) dalam pemilihan umum. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat diperlukan adanya solusi untuk melengkapi DPT yang sudah ada sehingga penggunaan hak pilih warga negara tidak terhalangi; [3.21] Menimbang bahwa pembenahan DPT melalui pemutakhiran data akan sangat sulit dilakukan oleh KPU mengingat waktunya yang sudah sempit, sedangkan penggunaan KTP atau Paspor yang masih berlaku untuk menggunakan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam DPT merupakan alternatif yang paling aman untuk melindungi hak pilih setiap warga negara. Terkait dengan hal tersebut, Mahkamah memandang bahwa penggunaan KTP atau Paspor yang masih berlaku untuk memilih tidak dapat diberlakukan melalui keputusan atau peraturan KPU; sedangkan bentuk hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) juga beresiko menimbulkan masalah jika ternyata nantinya dibatalkan melalui legislative review pada saat pembahasan dalam masa sidang DPR berikutnya; Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka demi keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum, Mahkamah memutuskan dalam Putusan yang bersifat self executing yang langsung dapat diterapkan oleh KPU tanpa memerlukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) guna melindungi, menjamin, dan memenuhi hak konstitusional warga negara untuk menggunakan hak pilihnya;
  • 47. 17 [3.22] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358), Mahkamah diwajibkan menggali, mengikuti, dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat; [3.23] Menimbang bahwa sebelum memberikan Putusan tentang konstitusionalitas pasal-pasal yang dimohonkan pengujian, agar di satu pihak tidak menimbulkan kerugian hak konstitusional warga negara dan di lain pihak tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Mahkamah perlu memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengatur lebih lanjut teknis pelaksanaan penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam DPT dengan pedoman sebagai berikut: 1. Warga Negara Indonesia yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri; 2. Bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP harus dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) atau nama sejenisnya; 3. Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP-nya. Khusus untuk yang menggunakan paspor di Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) harus mendapat persetujuan dan penunjukkan tempat pemberian suara dari PPLN setempat; 4. Bagi Warga Negara Indonesia sebagaimana disebutkan dalam angka 3 di atas, sebelum menggunakan hak pilihnya, terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat; 5. Bagi Warga Negara Indonesia yang akan menggunakan hak pilihnya dengan KTP atau Paspor dilakukan pada 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS atau TPS LN setempat.
  • 48. 18 [3.24] Menimbang bahwa terhadap permohonan para Pemohon, Mahkamah memandang tidak perlu mendengar keterangan Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat, karena hal tersebut dimungkinkan menurut Pasal 54 UU MK. Adapun bunyi selengkapnya Pasal 54 UU MK adalah “Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan/atau Presiden”. Selain itu, mengingat urgensi dari perkara ini telah mendekati pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden, maka keperluan untuk diputus secara cepat pada hari yang sama sejak perkara a quo diperiksa dimungkinkan oleh ketentuan Pasal 45 ayat (9) UU MK, yang berbunyi, “Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada para pihak.” [3.25] Menimbang bahwa berdasarkan pendapat dan penilaian hukum di atas dalam kaitan satu sama lain, Mahkamah menilai permohonan para Pemohon beralasan hukum; 4. KONKLUSI Berdasarkan pertimbangan fakta dan hukum di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo; [4.2] Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo; [4.3] Permohonan para Pemohon terhadap Pasal 28 dan Pasal 111 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924) beralasan hukum, namun Mahkamah menilai bahwa permohonan para Pemohon adalah konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang tidak menghilangkan hak pilih warga negara yang tidak
  • 49. 19 terdaftar dalam DPT dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; [4.4] Syarat dan cara yang harus dipenuhi bagi Warga Negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam DPT dan akan menggunakan hak pilihnya disebutkan dalam amar Putusan ini. 5. AMAR PUTUSAN Dengan mengingat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316); Mengadili, • Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian; • Menyatakan Pasal 28 dan Pasal 111 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924) adalah konstitusional sepanjang diartikan mencakup warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT dengan syarat dan cara sebagai berikut: 1. Selain Warga Negara Indonesia yang terdaftar dalam DPT, Warga Negara Indonesia yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri; 2. Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP harus dilengkapi dengan Kartu Keluarga (KK) atau nama sejenisnya; 3. Penggunaan hak pilih bagi Warga Negara Indonesia yang menggunakan KTP yang masih berlaku hanya dapat digunakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berada di RT/RW atau nama sejenisnya sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP-nya;
  • 50. 20 4. Warga Negara Indonesia sebagaimana disebutkan dalam angka 3 di atas, sebelum menggunakan hak pilihnya, terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat; 5. Warga Negara Indonesia yang akan menggunakan hak pilihnya dengan KTP atau Paspor dilakukan pada 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS atau TPS Luar Negeri setempat. • Menolak permohonan para Pemohon untuk selebihnya; • Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri oleh sembilan Hakim Konstitusi pada hari Senin, tanggal enam bulan Juli tahun dua ribu sembilan, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari ini juga, Senin, tanggal enam bulan Juli tahun dua ribu sembilan, oleh kami Moh. Mahfud MD., selaku Ketua merangkap Anggota, Abdul Mukthie Fadjar, Harjono, M. Arsyad Sanusi, Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, Maruarar Siahaan, M. Akil Mochtar, dan Muhammad Alim, masing-masing sebagai Anggota, dengan dibantu oleh Cholidin Nasir sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh para Pemohon, dan Pemerintah atau yang mewakili. KETUA, ttd. Moh. Mahfud MD. ANGGOTA-ANGGOTA, ttd. ttd. Abdul Mukthie Fadjar Harjono ttd. ttd. M. Arsyad Sanusi Achmad Sodiki
  • 51. 21 ttd. ttd. Maria Farida Indrati Maruarar Siahaan ttd. ttd. M. Akil Mochtar Muhammad Alim Panitera Pengganti, ttd. Cholidin Nasir
  • 52.
  • 53. MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA KERANGKA ACUAN LOMBA KARYA TULIS MAHKAMAH KONSTITUSI 2009 PENYELENGGARA SEKRETARIAT JENDERAL DAN KEPANITERAAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 13 JULI 2009 1