Dokumen ini membahas tentang peran gender dan partisipasi perempuan dalam pariwisata di Bali. Perempuan di Bali memiliki peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan penyumbang ekonomi, namun pekerjaan di sektor pariwisata cenderung dibagi berdasarkan gender. Pembangunan pariwisata skala kecil lebih melibatkan perempuan dibandingkan skala besar. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi kesempatan kerja peremp
Majunya perkembangan dunia teknologi, pendidikan, serta pengaruh budaya barat dalam persepsinya untuk menuntut kesetaraan gender telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap seluruh wanita di Indonesia agar bisa berkembang lebih pesat dalam bekehidupan. Pandangan sebelah mata terhadap wanita seiring waktu berjalan dalam aspek pembangunan negara semakin berkurang dengan adanya Survei yang dilakukan pada tahun 2016 oleh Grant Thornton. Survei tersebut menunjukkan adanya penigktatan pesat dalam pengisian posisi senior pada perusahaan diseluruh dunia yang diisi oleh wanita. Khususnya di Indonesia, Pertumbuhan sebesar 16 persen pada tahun 2015 menempatkan Indonesia dalam 10 besar dari salah satu negara di dunia yang memiliki peningkatan signifikan untuk jumlah wanita di posisi manajemen senior dalam perusahaan." Survei tersebut juga menjabarkan bawa 20 persen posisi General Manager atau Office Manager dijabat oleh wanita. Namun tak sedikit perempuan yang menjabat sebagai CEO sebesar 17 persen, direktur sebesar 10 persen, Chief Financial Officer (CFO) sebesar tujuh persen, dan Chief Operating Officer (COO) sebesar tiga persen. Namun ironisnya hal ini masih belum cukup untuk menunjang kapabilitas wanita agar setara dengan pria. Menurut survei Badan Pusat Statistik atau BPS pada 2017, perempuan di perkotaan atau urban yang mandiri dari sisi ekonomi dan mengenyam pendidikan juga rentan mengalami KDRT sebanyak 36,3 persen. Angka tersebut mencakup kekerasan fisik dan seksual. Temuan ini cukup mengejutkan karena dalam survei yang sama, angka KDRT terhadap perempuan di pedesaan lebih kecil, yakni 29,8 persen. Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan, Khariroh Ali mengatakan pemicu KDRT terhadap perempuan perkotaan antara lain budaya patriarki yang sudah mengakar di masyarakat dan kehidupan individualistik. Walaupun demikian, presentase kekerasan terhadap wanita di Indonesia tidak selamanya menjadi indikator kegagalan atau keberhasilan mereka dalam urusan karir dan rumah tangga yang dibina dengan suaminya.
Majunya perkembangan dunia teknologi, pendidikan, serta pengaruh budaya barat dalam persepsinya untuk menuntut kesetaraan gender telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap seluruh wanita di Indonesia agar bisa berkembang lebih pesat dalam bekehidupan. Pandangan sebelah mata terhadap wanita seiring waktu berjalan dalam aspek pembangunan negara semakin berkurang dengan adanya Survei yang dilakukan pada tahun 2016 oleh Grant Thornton. Survei tersebut menunjukkan adanya penigktatan pesat dalam pengisian posisi senior pada perusahaan diseluruh dunia yang diisi oleh wanita. Khususnya di Indonesia, Pertumbuhan sebesar 16 persen pada tahun 2015 menempatkan Indonesia dalam 10 besar dari salah satu negara di dunia yang memiliki peningkatan signifikan untuk jumlah wanita di posisi manajemen senior dalam perusahaan." Survei tersebut juga menjabarkan bawa 20 persen posisi General Manager atau Office Manager dijabat oleh wanita. Namun tak sedikit perempuan yang menjabat sebagai CEO sebesar 17 persen, direktur sebesar 10 persen, Chief Financial Officer (CFO) sebesar tujuh persen, dan Chief Operating Officer (COO) sebesar tiga persen. Namun ironisnya hal ini masih belum cukup untuk menunjang kapabilitas wanita agar setara dengan pria. Menurut survei Badan Pusat Statistik atau BPS pada 2017, perempuan di perkotaan atau urban yang mandiri dari sisi ekonomi dan mengenyam pendidikan juga rentan mengalami KDRT sebanyak 36,3 persen. Angka tersebut mencakup kekerasan fisik dan seksual. Temuan ini cukup mengejutkan karena dalam survei yang sama, angka KDRT terhadap perempuan di pedesaan lebih kecil, yakni 29,8 persen. Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan, Khariroh Ali mengatakan pemicu KDRT terhadap perempuan perkotaan antara lain budaya patriarki yang sudah mengakar di masyarakat dan kehidupan individualistik. Walaupun demikian, presentase kekerasan terhadap wanita di Indonesia tidak selamanya menjadi indikator kegagalan atau keberhasilan mereka dalam urusan karir dan rumah tangga yang dibina dengan suaminya.
1. GENDER
The Politics of Gender
Indigeneous and
Political System of
Gender Relations in
Balinese Society
The effects of Tourism
in Gender relation
Type and Scale of
Tourism Development
(Women’s
Participation)
2. The Politics of Gender
Karakteristik
biologis
menentukan
karakteristik sosial
Ideologi jender
mempengaruhi
wanita dan pria
bekerja sesuai
pola hidup mereka
Perempuan
sering dikenakan
pembatasan
sosial yang lebih
daripada laki-
laki, yang terkait
dengan mobilitas
sosial dan fisik
mereka.
3. Indigeneous System
“Laki – laki dan perempuan dilahirkan untuk
bebas dan keduanya memiliki kesamaan hak dan
kewajiban.”
Agama Simbol
Ideologi
Perilaku
Nilai -
nilai
4. Table : Women’s Qualities
Kualitas Positif Kualitas Negatif
Memainkan peran yang kuat dalam adat Malu / enggan menghadiri pertemuan
Dekat dengan keluarga, bertanggung jawab
membantu suami untuk meningkatkan
pendapatan keluarga
Kadang malas, tidak bekerja, hanya
meminta uang suami
Pengajar yang baik daripada pria, karena
selalu ingin belajar kemampuan baru,
memiliki hobby dan produktif
Pendidikan rendah, kurang mengikuti
teknologi dan informasi
Pengguna efisiensi waktu Mudah menyerah
Motivator dan pendukung terbaik suami Tidak bisa bekerja berat / kerja dimalam
hari
Koordinator yang baik, karena sabar,
fleksibel dan bersedia berbagi informasi
Terlalu emosional untuk membuat
keputusan rasional
Totalitas, sabar, rajin dan rapi
Pandai mengatur keuangan
5. Table : Men’s Qualities
Kualitas Positif Kualitas Negatif
Peran yang kuat dalam gotong royong di
desa adat
Suka judi, sabung ayam dan prostitusi
Fisik kuat dan pekerja keras Tidak mendukung partisipasi perempuan
dalam pembangunan
Berpenghasilan lebih besar daripada
wanita
Banyak yang malas, dan tidak memenuhi
peran mereka sebagai pencari nafkah
utama
Organiser dan perencana yang baik Tidak menghormati pemimpin perempuan
Selalu ingin belajar Pendidikan rendah
Lebih terdidik daripada wanita Kurang berbagi informasi
Kreatif dan imajinatif
6. Political System
Women In Development
Kebijakan WID umumnya bertujuan untuk meningkatkan peran dan status
perempuan dalam bias ekonomi. Mereka menempatkan perempuan dalam
posisi bertentangan karena harus menyeimbangkan peran ganda
Panca
Dharma
Wanita
Pendamping
setia suami
Manajer
Rumah
Tangga
Pendidik
Anak
Pencari
nafkah
tambahan
Anggota
masyarakat
yang berguna
7. The effects of Tourism in Gender relation
Pembagian
Kerja
Pria
Wanita
Lajang
Menikah
Lapangan
Kerja Baru
Formal
Informal Wirausaha
8. Statements related Tourism and Women
"Faktor menguntungkan adalah kemungkinan
bahwa industri pariwisata membutuhkan
karakteristik feminin karyawan perempuan lebih
dari sekedar tenaga kerja“
“Masyarakat masih meragukan
kemampuan perempuan untuk
menentukan kebijakan dalam
industri pariwisata”
“women smile more with
tourists ... and tourists like to
look at sweet and beautiful
women ... and because women
are better at being persuasive
and seductive than men”
9. Women’s Participation
Pengendalian Waktu Fleksibilitas
Stabilitas Keuangan
Persepsi Budaya ‘layak’
dan tidaknya
Partisipasi Perempuan di Sektor
Pariwisata terkait dengan 4 Faktor
10. Women’s Participation
Perempuan disosialisasikan untuk
peka terhadap kebutuhan orang
lain
Perempuan memiliki kemampuan
verbal lebih baik daripada pria
sehingga mereka dapat belajar
bahasa asing lebih mudah
Perempuan biasanya peduli dan
baik untuk pekerjaan rutin
Perempuan lebih menarik
daripada pria
Perempuan sangat cocok untuk bekerja di
bidang pariwisata budaya karena:
11. Type and Scale of Tourism Development
Jenis dan skala pengembangan
pariwisata adalah penting karena
mereka mempengaruhi
kesempatan kerja,
skala besar umumnya memiliki
distribusi pendapatan daerah
yang kurang dibandingkan
pembangunan skala kecil.
85% dari pekerja perempuan
di Bali, beroperasi di sektor
informal.
Sektor Formal
Hotel
Restauran
Dinas Pariwisata
Sektor Informal
Home Industry
UKM
12. Conclusion
Pariwisata diharapkan sebagai cara mengintegrasikan
perempuan dalam peran dan profil yang lebih tinggi, namun
pekerjaan di pariwisata cenderung dibagi berdasarkan keadaan
sosial dan jender.
Pariwisata Bali telah mempenguhi bisnis dan kesempatan kerja
bagi Perempuan, yang memiliki 2 peran sebagai pemelihara
keluarga bahagia dan kontributor dalam pembangunan ekonomi.
Perempuan dan Laki-laki membutuhkan pendidikan dan
keterampilan untuk naik di sektor pariwisata, namun ada faktor
tambahan yang perlu diperhatikan untuk wanita : Status
Perkawinan dan Norma Sosial
Pembangunan skala kecil lebih banyak melibatkan partisipasi
Perempuan