2. Jilid 23
Swat Hong tidak mau melayaninya, dia malah membuang muka dan melanjutkan
langkahnya.
Akan tetapi laki-laki itu melompat dan menghadang di depannya sambil bertolak
pinggang. "Eitt..... nanti dulu ! Berani kau menghina Perwira Ahmed ? Dia bukan
hanya lihai dan penembak tepat, juga banyak wanita tergila-gila kepadanya ! Dan
kau berani memandang rendah ?"
SwatHong memandang dengan mata melotot lalu mendengus, "Pergilah !" sambil
melangkah terus.
Melihat dara yang begitu cantik, apa lagi di sana banyak kawan yang
menyaksikannya, maka prajurit itu lantas gatal tangan. Dia melangkah maju,
kemudian meraih dan berhasil menangkap lengan gadis yang saat itu sedang
gundah hatinya. Di samping sedang memikirkan banyak hal, Swat Hong tidak
menduga prajurit itu akan berani berbuat selancang itu, maka tidak heran jika
lengannya dapat ditangkap begitu saja. Langsung darah gadis ini meluap naik
hingga mukanya merah.
"Dan kau laki-laki kurang ajar !" Swat Hong berkata, dan sekali dia menggerakkan
lengannya yang terpegang, dia berbalik sudah memegang pergelangan tangan
laki-laki itu dan begitu dia membetot, laki-laki itu jatuh tersungkur mencium
tanah !
"Aihhh, berani kau memukulku ?" Prajurit itu marah sekali dan cepat dia
melompat dan menubruk.
"Plakk! Aughhh...!" Prajurit itu terlempar dan mengaduh-aduh, mukanya
membengkak.
Melihat kejadian ini, lima orang prajurit kawan orang pertama itu menjadi marah
dan menerjang maju. "Tangkap, dia tentu mata-mata !"
3. SwatHong merasa muak sekali dan juga marah. Melihat lima orang itu menerjang
dan hendak berlomba menangkap dan merangkulnya, kaki tangannya bergerak
dan dalam segebrakan saja, lima orang itu pun roboh tersungkur dan tidak dapat
berlagak lagi karena mengaduh-aduh kesakitan. Tentu saja keadaan menjadi ribut
dan banyak anak buah pasukan mengurung.
Akan tetapi tiba-tiba perwira yang ahli menggunakan anak panah tadi meloncat
maju dan menghadik. "Mundur semua !"
Setelah orang-orang mundur tidak melanjutkan gerakan mereka untuk
mengeroyok, perwira itu membungkuk di depan Swat Hong sambil berkata,
"Harap Nona maafkan. Sudah lazim bahwa anak buah pasukan selalu bersikap
kasar. Nona tentu bukan orang sini, kalau boleh bertanya hendak ke manakah ?"
"Hemm," pikir Swat Hong. "Pantas kalau banyak wanita tergila-gila. Memang
perwira yang bernama Ahmed ini gagah sekali."
Perwira bernama Ahmed ini memang gagah dan tampan, amat keras daya
tariknya terhadap wanita terutama sekali sepasang matanya yang tajam dengan
bulu mata panjang lentik dan alis yang tebal itu. Juga dagunya berlekuk dan
menambah kejantanannya. Selain tampan dan gagah, juga laki-laki ini pandai
bersikap manis terhadap wanita.
"Sudahlah," kata SwatHong. "Asalmereka jangan kurang ajar, aku pun tidak ingin
mencari permusuhan. Bahkan aku ingin menghadap Kaisar untuk membantu
perjuangannya. Di manakah aku dapat menghadap Kaisar ?"
Mendengar ucapan gadis yang cantik jelita dan gagah itu, seketika lenyaplah
kemarahan para prajurit. "Aih, kiranya seorang lihiap (pendekar wanita)!"
"Tentu tokoh kang-ouw kenamaan !"
Perwira Ahmed menghentikan ribut-ribut itu dan kembali dia tersenyum, manis
dan menarik sekali. "Untuk membantu perjuangan, tidak perlu menghadap Sri
Baginda, Nona. Tidak mudah menghadap Sri Baginda yang sedang sibuk.
Kebetulan di sini juga merupakan markas dan dipimpin Bouw-ciangkun.
4. Banyak pula orang-orang kang-ouw yang telah diterima menjadi sukarelawan.
Akan tetapi baru sekarang datang seorang sukarelawati seperti Nona. Ahh,
terimalah hormat dan rasa kagumku, Nona. Engkau tentulah yang disebut
pendekar wanita dari dunia kang-ouw, bukan ?"
Swat Hong tidak peduli, yang penting adalah membantu perjuangan untuk
membasmi An Lu Shan dan keturunan atau penggantinya. "Dapatkah aku
bertemu dengan Bouw-ciangkun ?"
"Tentu saja. Akan tetapi, perkenankanlah aku memuaskan keinginan hatiku yang
sudah terpendam bertahun-tahun untuk menyaksikan kelihaian seorang pendekar
wanita dari timur, Nona." Perwira Ahmed memperlihatkan gendewanya.
"Dapatkah Nona mainkan gendewa dan anak panah?"
Swat Hong maklum bahwa dia hendak diuji, dan siapa tahu, mungkin perwira ini
termasuk seorang di antara para pengujinya. "Senjata ini kurang praktis untuk
pertandingan jarak dekat dan terang-terangan."
Perwira Ahmed mengerutkan alisnya, akan tetapi bibirnya tetap tersenyum
manis. "Benarkah? Nona, dengan gendewa ini aku dapat merobohkan musuh
dalam jarak seratus langkah, biar pun musuh itu menggunakan senjata apa pun
untuk melindungi dirinya. Aku dapat melepaskan anak panah terus-menerus dan
bertubi-tubi sampai puluhan batang!"
"Hemm, mungkin berhasil merobohkan segala burung dan manusia yang bodoh
saja."
"Wah...!" Ahmed membelalakkan matanya. "Apakah di dunia ini ada orang yang
sanggup menyelamatkan diri dalam jarak seratus langkah dari gendewaku?"
"Boleh kau coba. Aku bersedia."
"Eiiihhh, jangan, Nona! Aku akan menyesal selama hidupku kalau sampai
melukaimu, apa lagi membunuhmu!"
"Tidak perlu khawatir, aku malah akan menghadapi hujan anak panahmu itu
dengan tangan kosong!"
"Mustahil!"
5. Orang Han yang pertama kali dirobohkan Swat Hong kini mendekat. Karena dia
maklum akan kelihaian dara itu, kini dia hendak mencari muka dan berkata,
"Saudara Ahmed, jangan memandang rendah seorang lihiap. Dia pasti akan
sanggup memenuhi kata-katanya."
Atas dorongan dan desakan banyak orang, akhirnya Ahmed mau juga mencoba
kepandaian wanita cantik jelita itu. Dengan tenang Swat Hong melangkah sambil
menghitung sampai seratus langkah, pendek-pendek saja, kemudian membalik
dan menghadapi Ahmed dengan mata tak berkedip.
"Wah, terlalu dekat...! Terlalu dekat sekali! Langkahmu begitu pendek-pendek,
Nona. Ini hanyalah lima puluh langkah, tidak ada seratus!" Ahmed berteriak
sambil melangkah mundur sampai lima puluh langkah.
Diam-diam Swat Hong memuji kejujuran dan niat baik di hati perwira asing itu.
"Terserah kepadamu. Nah, aku sudah siap," katanya.
Ahmed ragu-ragu, mukanya agak pucat. "Tapi... tapi, setidaknya kau harus
membawa pedang untuk menangkis atau sebuah perisai."
"Tidak perlu. Seranglah!"
Didesak oleh orang banyak, dan memang di dalam hatinya dia juga merasa
penasaran sekali, Ahmed lalu memasang lima batang anak panah di gendewanya,
dan masih ada puluhan batang di tempat anak panah yang siap untuk disambar
tangan kanan menyusul rombongan anak panah terdahulu. "Nona, siap dan hati-
hatilah!" teriaknya.
Terdengar suara menjepret ketika tampak lima sinar berturut-turut meluncur ke
arah Swat Hong, diikuti oleh puluhan pasang mata yang tidak berkedip dan
dengan hati penuh ketegangan.
Swat Hong melihat betapa lima batang anak panah itu meluncur di sekeliling
tubuhnya. Tahulah dia bahwa orang itu memang amat hebat ilmu panahnya akan
tetapi juga amat lembut hatinya terhadap wanita sehingga sengaja membuat
anak panah rombongan pertama menyeleweng. Dia diam saja tidak bergerak,
membiarkan lima batang anak panah itu lewat, diikuti seruan menahan napas dari
semua orang yang sudah merasa ngeri melihat nona itu sama sekali tidak
mengelak!
6. Ahmed membelalakkan matanya. hampir dia tidak percaya. Anak panahnya itu
hanya sedikit saja selisihnya dari kulit tubuh wanita itu, namun wanita itu dengan
tenang saja berdiri diam tidak bergerak!
"Tidak perlu sungkan, bidik yang tepat!" Swat Hong berkata setelah dia merasa
yakin bahwa luncuran anak panah itu dapat diikuti dengan pandang matanya
sehingga mudah bagi dia untuk menjaga diri.
Lima batang lagi anak panah sudah berada di gendewa Ahmed dengan cepat
bukan main. Kembali terdengar suara menjepret ketika lima batang anak panah
itu menyambar seperti kilat ke arah Swat Hong. Dara itu melihat betapa lima
batang ini menyambar ke arah kakinya semua, maka dia mengerti bahwa Ahmed
masih saja khawatir kalau-kalau mencelakainya, maka dia meloncat dan sekaligus
menendang ke bawah sehingga dia bukan hanya mengelak, bahkan berhasil
menendang runtuh semua anak panah itu!
Ahmed mengeluarkan seruan kagum dan kini dia pun tidak ragu-ragu lagi akan
kehebatan pendekar wanita itu. Anak panahnya meluncur bertubi-tubi seperti
hujan derasnya, susul-menyusul ke arah tubuh Swat Hong.
Dara ini pun memperlihatkan kepandaiannya. Sambil mengelak berloncatan ke
sana-sini, tangannya menyambar dan dua batang anak panah ditangkapnya
dengan kedua tangannya. Dia lalu menggunakan dua batang anak panah itu untuk
menangkis semua anak panah yang datang menyambar, kemudian dengan cepat
dan tak terduga-duga dia menyambitkan sebatang anak panah yang meluncur
cepat ke arah Ahmed.
"Auhhh...!" Ahmed berteriak kaget dan gendewanya terlepas dari tangan kirinya
karena tangan kirinya itu kena sambar sebatang anak panah. Gendewanya
terlepas akan tetapi tangan kirinya tidak terluka karena anak panah yang
menyambar tangannya itu dilepas dengan cara dibalik sehingga bukan ujung yang
runcing yang mengenai tangannya, melainkan ujung belakang yang bulu-bulunya
telah dibuang.
Ahmed segera lari menghampiri Swat Hong, memandang penuh kagum,
kemudian dia membungkuk sampai dalam sambil berkata, "Duhai..., Nona adalah
setangkai bunga di tengah padang pasir! Satu di antara puluhan ribu wanita
belum tentu ada yang seperti Nona.... saya merasa kagum dan hormat sekali...!"
7. Wajah Swat Hong menjadi merah. Bukan main hebatnya pujian yang keluar dari
mulut pria ini, pujian yang aneh dan istimewa. Akan tetapi sebelum dia menjawab
terdengar kaki kuda berderap dan muncullah seorang panglima sebangsa Ahmed
naik kuda.
Usia panglima ini tentu sudah empat puluhan tahun, tinggi besar dan berwibawa,
gagah dan juga tampan. Akan tetapi begitu bertemu pandang, Swat Hong merasa
tidak suka kepada panglima ini karena pandang mata itu seolah-olah hendak
menelanjangi dan sinar mata orang itu seperti dapat menembus pakaiannya!
Ahmed cepat berdiri dengan tegak memberi hormat kepada atasannya. Panglima
itu lalu bertanya kepada Ahmed dalam bahasa mereka sendiri yang tidak
dimengerti oleh Swat Hong, dijawab pula oleh Ahmed. Panglima itu mengangguk-
angguk, bicara lagi lalu memutar kudanya pergi dari tempat itu setelah melempar
kerling penuh gairah dan kagum ke arah Swat Hong.
"Nona, Komandanku tadi bertanya tentang Nona dan menyuruh Nona langsung
saja menghadap Bouw-ciangkun untuk melapor. Tentu saja bantuan tenaga
seorang yang berkepandaian tinggi seperti Nona amat dihargai dan dibutuhkan.
Mari Nona, saya antar."
"Kau baik sekali, terima kasih," jawab Swat Hong yang merasa memperoleh
seorang sahabat dalam diri perwira yang simpatik ini.
"Nama saya Ahmed, Nona."
Swat Hong tersenyum, mengerti bahwa itulah cara yang sopan dari sahabat
barunya untuk menanyakan namanya. "Dan namaku Han Swat Hong."
Mereka memasuki sebuah bangunan besar. Di ruangan dalam, Ahmed membawa
Swat Hong ke dalam sebuah kamar di mana duduk seorang tua berpakaian
panglima perang. Orang ini berusia lima puluh tahun lebih, mukanya bulat.
Matanya yang sipit menjadi agak lebar ketika dia memandang Swat Hong yang
datang bersama Ahmed.
Setelah memberi hormat, Ahmed berkata, "Nona Han Swat Hong ini ingin menjadi
sukarelawati."
8. "Hemm, aku sudah mendengar dari komandanmu. Kau boleh pergi meninggalkan
Nona ini di sini," jawab Panglima Bouw dengan sikap angkuh. Menyaksikan
sikapnya ini saja Swat Hong sudah merasa kurang senang.
Ahmed memberi hormat, melirik kepada Swat Hong lalu melangkah ke luar
dengan tegap. Setelah derap kaki Ahmed tidak terdengar lagi, kamar itu menjadi
sunyisekali biar pun di situ, selain Bouw-ciangkun dan Swat Hong, masih terdapat
empat orang pengawal yang berdiri di sudut kamar seperti arca.
"Silakan duduk, Nona," suara Bouw-ciangkun berubah, tidak singkat dan keras
seperti tadi, melainkan lunak dan manis. Hal ini membuat Swat Hong makin tidak
senang lagi, akan tetapi karena kedatangannya hendak membantu kerajaan
melawan pemberontak, bukan hendak berhubungan dengan orang ini, dia tidak
banyak cakap, lalu duduk.
"Kami telah mendengar akan kelihaian Nona yang mendemonstrasikan
kepandaian di luar tadi. Kebetulan sekali kedatangan Nona, karena Kaisar
memang membutuhkan seorang pengawal wanita untuk menjaga keselamatan
keluarga Kaisar. Oleh karena itu, harap Nona menanti di dalam pesanggrahan.
Kalau kesempatan sudah terbuka, kami akan mengantarkan Nona untuk
menghadap Kaisar sendiri."
Girang juga hati Swat Hong karena dia lebih senang untuk bekerja dekat dengan
keluarga Kaisar dari-pada bekerja sama dengan para prajurit Kaisar itu. Pula,
memang karena merasa bahwa ayahnya adalah masih sedarah dengan keluarga
Kaisar maka dia berkeinginan membantu keluarga Kaisar. Pekerjaan menjadi
pengawal untuk melindungi keselamatan keluarga Kaisar amatlah cocok baginya.
"Baik, saya akan menanti," jawab Swat Hong.
Setelah mencatatkan nama Swat Hong, Bouw-ciangkun sendiri lalu mengantarkan
dara itu pergi ke pesanggrahan, yaitu sebuah bangunan yang terpencil, berada di
pinggir gunung, bangunan yang bentuknya indah dan mungil. Ketika menuju ke
bangunan ini, Swat Hong melihat beberapa orang penjaga yang jumlahnya hanya
belasan orang. Akan tetapi senjata mereka aneh, yaitu sebatang pedang yang
bengkak-bengkok seperti ular dan memegang perisai yang bentuknya seperti
batok kura-kura.
9. "Mereka ini adalah pasukan istimewa, pasukan pengawalku." kata Bouw-ciangkun
menjelaskan dengan nada suara bangga ketika Swat Hong memandang mereka
yang berdiri tegak dan memberi hormat kepada Bouwciangkun dengan gagah.
Setelah mereka memasuki pesanggrahan, Bouw-ciangkun melanjutkan, "Mereka
terdiri dari orang-orang pilihan, bermacam suku bangsa di barat dan utara...."
Akan tetapi Swat Hong sudah tidak memperhatikan lagi cerita tentang pasukan
pengawal tadi, karena dia sedang memperhatikan keadaan pesanggrahan yang
cukup mewah itu. "Rumah ini kosong?" tanyanya.
"Memang dikosongkan dan disediakan untuk tamu agung. Karena sekarang tidak
ada tamu, maka Nona boleh beristirahat di sini barang sehari dua hari untuk
menanti kesempatan Kaisar dapat menerima Nona menghadap. Saya akan
mengirim dua orang pelayan wanita untuk melayani segala keperluan Nona, dan
sekarang juga saya akan berusaha melaporkan kedatangan Nona kepada kaisar."
Swat Hong hanya mengangguk dan pembesar itu pergi meninggalkannya.
Ketika Swat Hong sedang memeriksa keadaan pesangrahan itu yang ternyata
mewah dan lengkap dengan kamar tidur yang indah, masuklah dua orang pelayan
wanita membawa perlengkapan dan bahan masakan. "Kami menerima perintah
untuk melayani Nona di sini," kata mereka dan segera mereka sibuk di dapur.
Swat Hong merasa tidak enak hatinya. Dia melamar untuk menjadi pejuang
membantu Kaisar, akan tetapi dia diterima seperti seorang tamu agung,
ditempatkan di rumah mungil dan dilayani dengan istimewa seperti dimanja!
Apakah karena dia wanita? Ataukah karena dia memperlihatkan kepandaiannya
tadi dan dipilih menjadi pengawalkeluarga Kaisar? Dia ingin melihat-lihat keadaan
di luar. Akan tetapi baru saja dia meninggalkan pondok itu sejauh belasan
langkah, tiba-tiba muncullah tiga orang pengawal istimewa yang bersenjata
pedang berbentuk ular dan perisai kura-kura tadi.
"Harap Nona jangan meninggalkan pondok. Kami diperintah untuk menjaga
pesanggrahan, dan kalau Nona memaksa pergi kami harus mengawal Nona."
10. Swat Hong mengerutkan alisnya. Akan tetapi karena maksud itu baik, biar pun
dianggapnya tidak ada gunanya, aneh dan menyebalkan, dia tidak menjawab
melainkan kembali memasuki pondok, terus ke kamar dan merebahkan diri di
atas pembaringan. Dia merasa seperti seorang asing di situ. Tiba-tiba dia
tersenyum teringat kepada Ahmed. Untung ada orang yang simpatik itu.
Setidaknya, dia yakin bahwa dia mempunyai seorang sahabat yang boleh
dipercaya.
Akan tetapi baru saja dia beristirahat di atas tempat tidur yang lunak itu,
terdengar suara hiruk-pikuk di luar. Swat Hong yang memang selalu merasa tidak
enak itu meloncat dan berlari ke luar. Kagetlah dia ketika melihat bahwa yang
datang adalah Bouw-ciangkun dan Panglima Arab tinggi besar yang menjadi
atasan Ahmed tadi. Mereka diiringi oleh tujuh orang pelayan pria yang membawa
baki tertutup.
Begitu berhadapan, Bouw-ciangkun menjura dengan hormat sambil berkata,
"Kiong-hi (selamat), Nona Han. Kami telah menghadap Kaisar, dan karena Beliau
masih sibuk, mulai besok lusa Nona boleh menghadap sendiri. Sementara itu
Beliau mengirim kami berdua untuk menemani Nona menerima hidangan yang
dikirim dari dapur keluarga Kaisar!"
Hati Swat Hong tidak senang dan curiga, akan tetapi karena nama Kaisar disebut-
sebut, dia tidak berani menolak. Dia tahu bahwa penolakan hadiah dari Kaisar
dapat diartikan penghinaan dan pemberontakan! Banyak dia mengerti tentang
peraturan kerajaan, karena selain dia sendiri adalah puteri raja di Pulau Es juga
dia banyak membaca kitab-kitab ayahnya tentang kehidupan keluarga Raja di
daratan besar. Terpaksa dia membalas dengan menjura penuh hormat, kemudian
bersama dua orang panglima itu dia memasuki pondok dan duduk menghadapi
meja besar bersama mereka berdua.
Setelah hidangan yang lengkap dan masih panas diatur di atas meja dan para
pelayan mundur berdiri di sudut, dua orang pelayan wanita muncul melayani
mereka makan minum. Bouw-ciangkun memperkenalkan panglima itu sebagai
panglima yang menjadi komandan dari pasukan Arab yang membantu. "Kami
mengandalkan bantuan sahabat-sahabat dari barat ini untuk merampas kembali
kota raja...," antara lain Bouw-ciangkun berkata. Akan tetapi urusan itu hanya
didengarkan sepintas lalu saja oleh Swat Hong yang menghendaki agar
pertemuan ini cepat selesai.
11. Dengan tangannya sendiri Bouw-ciangkun lalu mengisi cawan-cawan kosong di
depan Swat Hong, Panglima Arab, dan dia sendiri, lalu mengangkat cawan arak
sambil berkata, "Mari kita mulai makan minum bersama dengan mengucapkan
terima kasih kepada Sri Baginda dengan mengangkat cawan penghormatan untuk
kejayaan Sri Baginda Kaisar!"
Swat Hong mengangkat cawan dan minum bersama mereka, kemudian Bouw-
ciangkun mempersilakan Swat Hong dan Panglima Arab itu untuk mulai makan.
Sambil makan, Bouw-ciangkun dengan gembira menceritakan keadaan mereka,
kekuatan yang sedang mereka susun, juga menceritakan kekacauan di kota raja
sebagai akibat perebutan kekuasaan di antara para pemberontak sendiri. Betapa
An Lu Shan dan puteranya tewas dan sekarang Shi Su Beng yang berkuasa juga
menghadapi persaingan dari bekas kawan-kawannya sendiri.
"Ha-ha-ha, seperti sekumpulan anjing memperebutkan tulang!" dia menutup
ceritanya sambil tertawa-tawa.
Panglima Arab itu yang diperkenalkan tadi bernama Hussin bin Siddik. Komandan
ini mengeluarkan sebuah guci yang bentuknya seperti tanduk kerbau, lalu
membuka tutupnya. Segera tercium bau harum yang aneh. Sambil tertawa dia
mengacungkan guci tanduk kerbau itu sambil berkata, "Nona adalah seorang
pendekar yang berilmu tinggi dan dipilih untuk menjadi pengawal Sri Baginda,
karena itu sudah sepatutnya menerima penghormatan kami dengan anggur
padang pasir ini! Marilah kita minum tiga cawan. Cawan pertama, demi
keselamatan Sri Baginda sekeluarga!" Dia mengisi cawan arak di depan Swat
Hong, tidak banyak, hanya setengah cawan kurang.
Karena dia diajak minum demi keselamatan keluarga Kaisar, tentu saja Swat Hong
tidak menolak, apa lagi karena dia melihat betapa Bouw-ciangkun dan Panglima
Hussin sendiri juga minum. Diminumnya cawannya dan ternyata anggur itu enak
dan tidak begitu keras, manis dan harum, sungguh pun agak aneh harumnya.
"Secawan lagi kita minum demi persahabatan kita!"
Kembali Swat Hong minum dari cawan araknya yang sudah diisi lagi setengahnya.
"Dan cawan terakhir kita minum untuk kemenangan perjuangan kita!"
12. Sekali ini cawan itu diisi penuh. Karena anggur itu sama sekali tidak
mendatangkan pengaruh apa-apa, Swat Hong tidak khawatir dan minum anggur
itu sampai habis. Panglima Hussin dan Bouw-ciangkun tertawa girang dan
melanjutkan makan minum sepuas-puasnya. Setelah kenyang, kedua orang
panglima itu berpamit.
Sambil tertawa Bouw-ciangkun berkata, "Harap Nona jangan pergi meninggalkan
pesanggrahan ini. Siapa tahu tiba-tiba saja Sri Baginda Kaisar telah siap menerima
kunjungan Nona. Hal itu bisa saja terjadi di siang hari atau di malam hari.
Sebaiknya kalau Nona mengaso saja dalam pesanggrahan dan sewaktu-waktu,
kalau Sri Baginda menghendaki, aku sendiri atau Panglima Hussin yang akan
datang menjemput Nona."
Swat Hong mengangguk. Setelah dua orang panglima itu pergi dan meja
dibersihkan lalu ditinggal pergi oleh para pelayan, dia lalu minta kepada wanita
pelayan untuk menyediakan air. Setelah mandi dan tukar pakaian, Swat Hong
kembali beristirahat di dalam kamar yang indah itu. Berada di dalam kamar ini
teringatlah dia akan kamarnya sendiri di Pulau Es, kamar yang lebih indah dan
lebih menyenangkan lagi.
Dia menutup mulut dengan tangan dan menguap.... menggoyang-goyang
kepalanya. Mengapa dia begini mengantuk? Dia menguap lagi. Bukan main! Rasa
kantuk sukar dipertahankannya lagi. Aneh sekali! Hari baru menjelang senja,
belum malam. Pula habis makan dan mandi, mana bisa mengantuk? Kembali dia
menguap dan Swat hong meloncat bangun, duduk sambil memegangi kedua
pelipisnya.
"Ini tidak wajar," pikirnya.
Rasa kantuk menyerangnya amat hebat. Terbayanglah wajah Panglima Hussin
yang mengajaknya minum sampai tiga kali, kemudian terbayanglah dan terdengar
lagi kata-kata Bouw-ciangkun yang menyatakan bahwa kalau Kaisar menghendaki,
sewaktu-waktu dia atau Panglima Hussin akan datang menjenguknya. Semua ini
dilakukan sambil tertawa-tawa dan seakan-akan ada main mata di antara kedua
orang panglima itu!
"Celaka...!" dia mengeluh. Ingin dia turun membasahi muka dengan air, akan
tetapi dia tidak kuat. Baru saja dia turun, dia sudah terguling ke atas lantai karena
kepalanya pening dan Swat Hong sudah tidur di atas lantai dengan pulasnya!
13. Tak lama kemudian, setelah matahari mulai condong ke barat, sesosok bayangan
seorang pemuda berkelebat dan mengintai pesanggrahan itu dari balik batu-batu
gunung. Pemuda ini tinggi besar, gagah dan tampan, dengan sebatang pedang di
punggungnya, berpakaian sederhana dan matanya bersinar-sinar penuh
kemarahan. Pemuda ini adalah Kwee Lun! Bagaimana dia dapat datang di tempat
jauh itu?
Seperti telah dituturkan di bagian depan, dua tahun yang lalu pemuda ini berpisah
dari Swat Hong dan langsung dia pulang ke Pulau Kura-kura di Lam-hai. Tepat
seperti dugaannya semula, gurunya, Lam-hai Sengjin, terheran-heran dan kagum
mendengar penuturan muridnya, terutama pengalaman muridnya yang bertemu
dan bersahabat dengan penghuni Pulau Es!
Tak lupa Kwee Lun bercerita juga tentang kematian Ouw Soan Cu, gadis Pulau
Neraka yang dicintainya dengan suara berduka, Setelah muridnya selesai
bercerita, kakek itu berkata, "Pengalamanmu sudah cukup, muridku. Sekarang
biarlah kau memperdalam ilmumu dan menerima sisa-sisa dari semua
kepandaianku. Setelah itu, berangkatlah kau lagi ke daratan besar. Negara sedang
kacau-balau dilanda oleh para pemberontak. Tenagamu dibutuhkan. Kabarnya
Kaisar mengungsi ke Secuan, maka sebaiknya kalau kau kelak menyusul ke sana
untuk membantu Kaisar. Jangan membiarkan dirimu terbujuk oleh kaum
pemberontak."
Demikianlah, Kwee Lun berlatih silat untuk yang terakhir dari gurunya, terutama
sekali memperhebat ilmu pedang yang dimainkan bersama dengan kipas di
tangan kirinya. Setahun kemudian berangkatlah dia meninggalkan Pulau Kura-
kura untuk kedua kalinya, mendarat di daratan besar dan langsung dia pergi ke
barat, ke Secuan! Kebetulan sekali dia tiba pada hari itu juga, berbareng dengan
datangnya SwatHong! Hanya bedanya, kalau Swat Hong datang dari timur, adalah
Kwee Lun datang dari selatan, akan tetapi mereka memasuki daerah yang sama
yaitu yang dikuasai oleh Bouw-ciangkun.
Kwee Lun terus melaporkan diri dan langsung diterima sebagai sukarelawan. Dia
tidak tahu bahwa pada siang hari itu juga Swat Hong datang dan bertemu dengan
perwira Ahmed dari pasukan Arab yang diperbantukan. Tanpa disengaja, ketika
Kwee Lun berjalan-jalan dan bertemu dengan para prajurit Han, bertanya-tanya
tentang keadaan, dia mendengar kelakar seorang di antara para prajurititu."Wah,
enak juga menjadi panglima tentara asing!
14. Selain jaminannya lebih hebat, juga hiburannya lebih luar biasa lagi. Bayangkan
saja, dara perkasa yang menghebohkan siang tadi, kabarnya akan diserahkan
sebagai hadiah kepada Panglima Hussin!"
"Ah, masa?""Hem, jelita sekali dia!""Dan masih perawan hijau lagi!""Akan tetapi
ilmu silatnya hebat! Jangan-jangan panglima itu akan mampus olehnya!"
"Mudah-mudahan begitu!"
"Tapi panglima itu terkenal pandai. Lihat saja Perwira Ahmed itu, di mana-mana
para wanita tergila-gila kepadanya. Agaknya mereka memiliki jimat untuk
menundukkan hati wanita."
Mendengar ini Kwee Lun mengerutkan alisnya. Tak disangkanya di tempat seperti
ini dia mendengarkan peristiwa yang sepantasnya terjadi di dunia penjahat.
Seorang dara dihadiahkan begitu saja! Mendengar bahwa dara itu lihai ilmu
silatnya, dia jadi tertarik.
"Kalau wanita itu lihai, mana bisa dia dihadiahkan begitu saja?" dia ikut bicara
sambil tersenyum.
"Aha, kau tidak tahu, kawan. Banyak jalan yang dapat dilakukan oleh Bouw-
ciangkun. Dan kabarnya, tidak pernah ada wanita yang dapat melawan apabila
dikehendaki oleh Panglima Hussin itu. Apa lagi kalau Bouw-ciangkun sudah
mengijinkannya, dan dalam hal ini, agaknya Bouw-ciangkun selalu berusaha
mengambil hati orang-orang berkulit hitam itu!"
Kwee Lun makin tak senang hatinya. Dia mendengarkan dengan teliti dan
akhirnya memperoleh keterangan bahwa dara yang hendak dihadiahkan itu
kabarnya telah dikurung di dalam pesanggrahan, yaitu rumah kecil terpencil yang
oleh para prajurit diberi nama tempat penjagalan perawan! "Hem, semenjak kecil
suhu menanamkan sifat pendekar, membela keadilan dan kebenaran kepadaku."
Kwee Lun berpikir, "Biar pun sekarang aku menjadi seorang pejuang, tetap aku
harus menentang kejahatan, dari siapa pun juga datangnya!"
Dengan pikiran ini Kwee Lun mulai melakukan penyelidikan. Pada sore hari itu dia
sudah mendekati rumah pesanggrahan itu dan menyelinap untuk menyelidiki dari
jarak dekat, kalau mungkin memasuki rumah itu dan menolong si gadis yang
hendak dijadikan korban.
15. Melihat betapa di empat penjuru terdapat empat orang penjaga yang selalu
melakukan perondaan mengelilingi pesanggrahan itu, Kwee Lun bersembunyi dan
mengintai. Penjaga-penjaga yang memegang pedang ular dan perisaikura-kura itu
kelihatannya bukan penjaga-penjaga sembarangan. Dia harus menanti sampai
malam tiba, barulah ada harapan baginya untuk dapat memasuki pesanggrahan
itu tanpa diketahui orang.
Asal saja dia tidak terlambat, pikirnya. Akan tetapi tiba-tiba dia melihat seorang
perwira Arab yang berkumis rapi datang menghampiri pesanggrahan itu. Empat
orang penjaga menghadangnya, mereka bercakap-cakap dan perwira itu dibiarkan
oleh para penjaga memasuki pesanggrahan.
"Hemm, ini agaknya pembesar yang dihadiahi gadis itu," pikir Kwee Lun dengan
marah sekali. Kalau dia harus menanti lebih lama lagi , mungkin dia akan
terlambat. Kebetulan sekali terdapat seorang penjaga meronda di dekat tempat
dia bersembunyi.
"Keparat busuk!" Kwee Lun berseru marah dan dia meloncat dari tempat
sembunyinya.Penjaga itu terkejut, cepat menarik perisai kura-kura di depan
dadanya dan mengangkat pedangnya, siap untuk menyerang.
"Haaiiittttt!!!" tubuh Kwee Lun yang meloncat ke atas itu langsung menendang
dengan tumit kaki kanan di depan.
"Bresss...!!" perisai kura-kura itu ternyata kuat menahan tendangan Kwee Lun,
akan tetapi pemegangnya terdorong dan terjengkang bergulingan. Mendengar
suara berisik ini, berdatanganlah para penjaga lain. Dalam waktu sebentar saja
Kwee Lun terpaksa harus mencabut pedang dan kipasnya, mengamuk dikepung
oleh belasan orang penjaga yang bersenjata pedang ular dan perisai kura-kura itu.
Sementara itu, perwira berkumis yang datang tadi bukan lain adalah Perwira
Ahmed. Dia baru saja berhasil meyakinkan para penjaga bahwa dia datang untuk
memeriksa apakah dara itu masih berada di pesanggrahan. Dia terkejut
mendengar suara ribut-ribut. Ketika dia menengok, dia melihat seorang pemuda
perkasa sedang dikepung para penjaga. Perwira yang cerdik ini menduga bahwa
tentu pemuda itu datang untuk menolong Swat Hong, maka dia bergegas
memasuki rumah itu.
16. Dua orang pelayan wanita dibentaknya untuk minggir."Aku harus menjaga dia,
ada orang jahat datang!" didorongnya daun pintu kamar dan cepat ditutupnya
dari dalam.Melihat Swat Hong rebah terlentang dan tidur pulas di atas lantai,
Ahmed cepat berlutut dan mengeluarkan sebuah botol hijau dari sakunya.
"Huh, benar jahat! Mengorbankan siapa saja tanpa pilih bulu!" gerutunya sambil
membuka tutup botol hijau yang cepat dia tempelkan di depan hidung Swat
Hong.Tak lama kemudian dara itu terbangun. Dia mengeluh dan merintih,
"Aduhh... pening kepalaku..."
"Ssttt... Nona Swat Hong. Sadarlah... aku datang menolongmu." Ahmed
mengguncang-guncang dara itu. Swat Hong membuka matanya dan terkejut
melihat Ahmed berlutut di dekatnya.
"Lekas kau cium ini...."
Ahmed kembali mendekatkan botol di depan hidung Swat Hong.Gadis itu
memang sudah mempunyai kesan baik terhadap diri Ahmed, maka dia tidak
membantah dan disedotnya botol itu. Tercium bau keras dan dia tersedak lalu
berbangkis.
"Apa... apa yang terjadi...?" Swat Hong bertanya, kepalanya masih agak pening.
"Lekas kau telan ini...." Ahmed memberikan sebutir pil hitam.
"Engkau telah terkena racun Hashish yang dicampurkan di dalam anggur. Ini obat
penawarnya."
Teringatlah Swat Hong dan tahulah dia mengapa dia tertidur di lantai. Tanpa
bertanya lagi dia lalu menelan pil kecil itu dan benar saja, peningnya hilang dan
pikirannya terang kembali.
"Nona, aku mendengar bahwa siang tadi kau dijamu oleh mereka. Tahulah aku
bahwa kau tentu diberi anggur bercampur hashish. Lekas kau keluar, di luar
sedang terjadi pertempuran. Seorang pemuda agaknya datang hendak
menolongmu, dia bersenjata pedang dan kipas...."
"Kwee Lun....!" Swat Hong berseru kaget, menyambar pedangnya di atas meja
dan hendak lari ke luar.
17. "Nanti dulu, Nona."
Swat Hong berhenti. "Kau baik sekali, Saudara Ahmed. Aku berterima kasih
padamu."
"Bukan itu. Kau... kau harus lukai aku dengan pedang itu. Kalau tidak, aku akan
dihukum mati sebagai pengkhianat."
Barulah Swat Hong sadar betapa perwira ini telah menolongnya dengan taruhan
nyawa sendiri. "Kau adalah seorang yang amat baik, bagaimana mungkin aku tega
untuk melukaimu? Kau sahabatku... dan ternyata di segala bangsa, ada saja
manusianya yang jahat dan baik, tidak ada bedanya dengan bangsa lain. Aku
mengerti maksudmu, saudara Ahmed. Nah, biar kurobohkan kau dengan
totokan!"
Swat Hong bergerak cepat sekali, dan tahu-tahu dua jalan darah di tubuh Ahmed
telah di totoknya. Perwira itu terguling roboh dan tak mampu bergerak karena
kaki tangannya menjadi lumpuh, tubuhnya lemas tak mampu bergerak. Swat
Hong cepat menyambar botol dan sisa obat penawar, memasukannya di dalam
sakunya, kemudian dia menendang meja kursi sampai terpelanting ke kanan-kiri
sehingga menimbulkan kesan seolah-olah di kamar itu telah terjadi pertempuran,
mencabut pedang dari pinggang Ahmed dan melemparkan pedang di lantai,
kemudian dia memegang tangan Ahmed dan berkata, suaranya terharu, "Selamat
tinggal, Saudara Ahmed. Sekali lagi terima kasih dan kita takkan bertemu
kembali."
Hanya dengan bibir dan pandang matanya saja Ahmed tersenyum penuh kagum,
mulutnya hanya dapat berkata," Kau... setangkai bunga di padang pasir...."
Swat Hong melompat dan berlari ke luar. Dua orang pelayan wanita yang lari
mendatangi dia tendang terguling dan menjerit-jerit, kemudian dia terus lari ke
luar. Heran juga ketika dia melihat bahwa dugaannya tadi benar ketika
mendengar penuturan Ahmed tentang seorang pemuda bersenjata kipas dan
pedang. Kwee Lun telah datang dan mengamuk di luar pesanggrahan!
Gerakan pemuda itu hebat bukan main karena memang selama satu tahun dia
berlatih dengan tekun.Akan tetapi ternyata para pengeroyoknya juga merupakan
pasukan yang terlatih dan memiliki keistimewaan.
18. Bukan hanya senjata mereka yang aneh, yaitu pedang ular dan perisai kura-kura,
akan tetapi juga mereka itu membentuk barisan yang kokoh kuat, saling
membantu. Perisai digunakan untuk berlindung, kemudian pedang ular itu
meluncur dari depan perisai, persis gerakan seekor kura-kura menyerang dan
menyembunyikan kepala di dalam batoknya.
Kwee Lun merasa kewalahan juga menghadapi kepungan yang ketat ini. Akan
tetapi dia mengamuk dengan penuh keberanian dan akhirnya dia dapat
membobol kepungan dengan jalan berloncatan ke sana-sini, kemudian mendadak
dia meloncat melewati kepala pengepung yang berada di belakangnya. Begitu
berada di luar kepungan, dia berhasil merobohkan dua orang pengeroyok dengan
pedang dan kipasnya. Empat belas orang sisa pasukan itu sudah mengepung lagi,
akan tetapi mendadak terdengar lengking nyaring dan robohlah empat orang
diserang oleh Swat Hong dari luar kepungan.
"Nona Han...!"
"Kwee-toako, mari kita basmi mereka ini!" seru Swat Hong.
Kwee Lun girang bukan main, tak pernah disangkanya bahwa dara yang hendak
dijadikan korban itu adalah Han Swat Hong. Dia merasa kecelik juga, karena
ternyata bahwa gadis yang akan ditolongnya itu berbalik malah menolongnya!
"Kita lari saja, Nona. Tidak perlu melawan tentara yang amat banyak!"
"Tidak aku harus bunuh dulu sikeparat she Bouw...!"Pada saatitu terdengar suara
hiruk-pikuk dan berbondong-bondong datanglah pasukan besar dipimpin oleh
Bouw-ciangkun sendiri!
Melihat Bouw-ciangkun, Swat Hong menjadi marah sekali. Dari mulutnya
terdengar suara melengking nyaring dan tubuhnya melesat seperti terbang
cepatnya, pedangnya menyambar sebagai sinar kilat ke arah Bouw-ciangkun.
Panglima ini terkejut, menggerakkan pedang menangkis. Terdengar suara
berdencing nyaring dan pedang di tangan panglima itu patah disusul robohnya
tubuhnya yang berkelojotan karena ternyata lehernya hampir putus terbabat
pedang di tangan Swat Hong!
19. "Nona, jangan...." Kwee Lun lari mendekat.Mereka sudah dikepung oleh ratusan
orang prajurit yang menjadi bengong menyaksikan kematian komandan mereka
secara tidak disangka-sangka itu. Semua orang menduga bahwa tentu nona yang
tadinya melamar sebagai sukarelawati dan pemuda yang menjadi sukarelawan ini
tentulah mata-mata dari pihak pemberontak!
"Tangkap mata-mata!""Bunuh mereka!"
"Tahan semua senjata...!!" Kwee Lun berteriak, suaranya mengatasi semua
keributan itu.Semua orang menahan senjata dan memandang kepada pemuda itu
dengan marah. Mau bicara apa lagi mata-mata yang sudah membunuh komandan
mereka ini?
"Saudara-saudara sekalian! Kami berdua bukan mata-mata pemberontak, sama
sekali bukan! Bahkan kami adalah musuh-musuh pemberontak. Kami berdua
adalah sungguh-sungguh hendak membantu gerakan Sri Baginda Kaisar untuk
menghalau pemberontak dari kota raja. Akan tetapi celakanya, Nona Han Swat
Hong yang beriktikad baik ini dicurangi oleh Bouw-ciangkun. Sukarelawati yang
gagah perkasa ini, yang akan dapat membantu banyak sekali kepada Sri Baginda,
oleh Bouw-ciangkun hendak dikorbankan sebagai hadiah kepada panglima Arab,
untuk diperkosa! Tentu saja kami melawan kejahatan ini!"
"Tangkap.....!""Bunuh....! Dia telah membunuh Bouw-ciangkun.....!"
"Jangan percaya hasutan mulut mata-mata pemberontak!"
Kini tempat itu penuh dengan prajurit, tidak hanya ratusan, bahkan ribuan
banyaknya. Mereka sudah marah semua karena biar pun di antara mereka ada
yang dapat memaklumi kebenaran ucapan Kwee Lun, namun kenyataan
dibunuhnya Bouw-ciangkun tentu saja menggegerkan dan mengacaukan mereka.
Dengan senjata di tangan mereka sudah mengeroyok dua orang itu.
"Menyesal tidak berhasil, Nona."
"Tidak apa, Toako. Mati di sampingmu membesarkan hati."
"Benarkah?"
"Tentu saja, karena engkau seorang yang baik sekali, Kwee-toako."
20. "Kalau begitu, marilah mati bersama!"
Pemuda itu dengan wajah berseri sudah siap dengan sepasang senjatanya.
Mereka saling membelakangi dan saling melindungi. Para prajurit sudah
berdesak-desakan hendak menyerbu.Tiba-tiba terdengar suara yang halus dan
tenang, namun penuh wibawa, "Harap Cu-wi sekalian tidak menggerakkan
senjata......!"
Sungguh ajaib sekali. Biar pun ada di antara mereka yang tidak mempedulikan
kata-kata ini dan hendak tetap menyerang, tiba-tiba saja merasa bahwa tangan
mereka tidak mampu bergerak! Terdengar seruan-seruan kaget dan heran, dan
kini semua mata memandang kepada seorang pemuda yang dengan tenangnya
berjalan memasuki kepungan itu, dengan membuka jalan di antara para prajurit.
Juga Kwee Lun dan Swat Hong mengeluarkan seruan tertahan. Mereka berdua
pun merasa betapa tangan mereka tidak dapat digerakkan! Otomatis mereka pun
menoleh dan melihat pula seorang pemuda yang memasuki kepungan itu dengan
sikap tenang sekali. Pemuda yang pakaiannya sederhana, agak kurus, matanya
memancarkan sinar yang luar biasa, pemuda yang memandang kepada SwatHong
dengan senyum di bibir.
"Su... Suhengggg...!" Tiba-tiba Swat Hong menjerit, pedangnya terlepas dari
pegangan dan sambil terisak dia lari menghampirilalu menubruk pemuda itu yang
bukan lain adalah Kwa Sin Liong!
"Suheng... aihhh, Suheng... Ibuku...."
"Tenanglah, Sumoi, tenanglah...," suara Sin Liong mengandung wibawa yang luar
biasa, sehingga Swat Hong yang dilanda kekagetan dan keharuan hebat karena
sama sekali tidak menyangka bahwa suheng-nya masih hidup itu, dapat
menenangkan hatinya.
"Suheng... betapa bahagia rasa hatiku! Suheng, jangan kau tinggalkan aku lagi...."
"Tidak, Sumoi. Tidak lagi."
"Aku cinta padamu, Suheng! Aku cinta padamu!" tanpa malu-malu Swat Hong
meneriakkan suara hatinya ini di tengah-tengah kepungan ratusan, bahkan ribuan
orang prajurit!
21. Kwee Lun memandang semua itu dan dua titik air mata membasahibulu matanya.
Dia merasa terharu, juga girang sekali, girang melihat kebahagian Swat Hong dan
sekaligus dia teringat kepada Soan Cu. Dia pun sudah dapat bergerak, melangkah
maju dan berkata, "Kwa-taihiap, syukur bahwa engkau masih dalam keadaan
selamat. Sungguh aku ikut merasa girang...."
Sin Liong tersenyumkepadanya. "Kwee-toako, engkau seorang sahabatyang baik.
Simpanlah pedang dan kipasmu, tidak perlu melanjutkan pembunuhan yang tidak
ada gunanya ini."Kwee Lun menurut, akan tetapi matanya memandang ragu.
Sambil menyarungkan pedang dan menyimpan kipasnya, dia bertanya,
"Akan tetapi... mereka itu...?"
Terdengar teriakan-teriakan dari para pengepung.
"Tangkap mata-mata musuh!"
"Bunuh pemberontak!"
"Tangkap pembunuh Bouw-ciangkun!"
Ribuan orang prajurit sudah bergerak lagi. Swat Hong memegang lengan suheng-
nya dan Kwee Lun juga mendekati Sin Liong. Betapa pun juga, gentar dia
menghadapi ribuan orang yang berteriak itu, apa lagi dia tidak boleh melawan.
Ketenangan Sin Liong membuat dia mencari perlindungan dekat pemuda ini. Sin
Liong memegang lengan sumoi-nya.
Terdengarlah suaranya penuh kesabaran dan ketenangan yang wajar, "Cu-wi
sekalian tahu bahwa mereka berdua ini bukan mata-mata, dan Cu-wi tahu apa
yang telah terjadi. Maka harap Cu-wi perkenankan kami pergi, kemudian
sebaiknya melaporkan kepada Sri Baginda apa yang telah terjadi sehingga dapat
diambil tindakan tepat, demi ketertiban."
Suara ini demikian halus, akan tetapi mengatasi semua teriakan dan anehnya
orang-orang itu tidak berteriak-teriak lagi."Kami hendak pergi sekarang!"
22. Sin Liong memegang lengan Swat Hong dengan tangan kanannya, memegang
lengan Kwee Lun dengan tangan kiri, lalu menarik kedua orang itu keluar dari
kepungan.Swat Hong dan Kwee Lun melangkah dengan bengong, merasa seperti
dalam mimpi saja karena ketika mereka melangkah pergi melalui ribuan orang
pasukan itu, tidak ada seorang pun di antara para prajurit yang mencoba untuk
menghalangi mereka, bahkan ajaibnya, tidak ada seorang pun yang memandang
mereka, seolah-olah para prajurit itu tidak melihat mereka! Dan memang
begitulah. Para prajurit itu pun bengong ketika secara tiba-tiba setelah pemuda
tampan halus itu berpamit, tiga orang itu tiba-tiba saja lenyap dari situ tanpa
meninggalkan bekas!
Setelah Sin Liong dan dua orang temannya pergi jauh, barulah tempat itu menjadi
gempar. Akhirnya Kaisar memperoleh laporan tentang semua peristiwa yang
terjadi. Panglima Hussin dikirim pulang dan pimpinan pasukannya diserahkan
kepada Ahmed!
Sementara itu, Sin Liong, Kwee Lun dan Swat Hong pergi meninggalkan Secuan.
Ketika mereka tiba jauh dari daerah itu, mereka berhenti dan Swat Hong berkata,
"Suheng, mengapa kita meninggalkan Secuan? Aku ingin sekali menjadi
sukarelawati, membantu Kaisar dan membasmi pemberontak yang telah
mengakibatkan kematian Ibu, kematian Soan Cu dan Ayahnya, bahkan kematian
kakek buyutku!"
"Benar apa yang dikatakan Nona Swat Hong, Kwa-taihiap. Perjuangan menanti
tenaga kita. Marilah kita bertiga membantu kerajaan membasmi pemberontak."
Sin Liong menarik napas panjang, memegang tangan sumoi-nya dan diajak duduk
di atas rumput. Swat Hong duduk dekat suheng-nya dan memandang wajah
suheng-nya dengan penuh kagum dan kasih sayang.
"Kwee-toako, benarkah engkau tertarik dengan perang? Dengan saling bunuh
membunuh antara manusia, antara bangsa sendiri itu? Betapa mengerikan,
Toako. Menggunakan ilmu silat untuk membela yang lemah dan menentang yang
jahat masih dapat dimengerti dan masih mending. Akan tetapi bunuh-membunuh
hanya untuk membela sekelompok manusia lain saling memperebutkan
kemuliaan duniawi, sungguh patut disesalkan. Mereka itu hanya ingin
mempergunakan orang lain demi mencapai cita-cita sendiri."
23. "Aih, apa yang dikatakan Suheng memang tepat, Kwee-toako. Ingat saja apa yang
barusan telah aku alami. Aku jauh-jauh datang untuk menjadi sukarelawati,
membantu mereka, akan tetapi belum apa-apa aku sudah akan dikorbankan demi
untuk menyenangkan hati panglima asing itu," Swat Hong berkata, kemudian dia
menceritakan pengalamannya kepada Sin Liong, semenjak mereka berpisah dan
dia ditolong oleh kakek buyutnya, sampai dia berpisah dari Kwee Lun
meninggalkan ibunya yang menghadapi maut."
Aku tidak berhasil mencari Swi Nio dan Toan Ki yang kutitipi pusaka-pusaka Pulau
Es. Maka aku berniat membantu Kaisar sekaligus mencari mereka yang kurasa
melarikan diri membawa pusaka-pusaka itu untuk mereka sendiri. Sungguh
menggemaskan!"
"Jangan tergesa-gesa berprasangka buruk terhadap orang lain, Sumoi. Kelak kita
memang harus mencari mereka dan meminta kembali pusaka-pusaka itu untuk
kita bawa kembali ke Pulau Es."
Kwee Lun juga menceritakan riwayatnya semenjak dia berpisah dari Swat Hong.
Kemudian mereka minta agar Sin Liong suka menceritakan riwayatnya.
"Bagaimana engkau yang menurut cerita Kakek buyut dilempar ke sumur ular dan
ditutup dengan reruntuhan goa, dapat menyelamatkan diri, Suheng? Dan selama
ini engkau kemana saja?"
Sin Liong tersenyum. "Aku memang nyaris tewas di sumur itu, akan tetapi
memang agaknya belum tiba saatnya aku mati, maka batu mustika hijau
kepunyaanmu ini telah menolongku, Sumoi." Sin Liong mengeluarkan mustika
hijau itu.
Swat Hong menerima batu itu dan menciumnya."Terima kasih, kau telah
menyelamatkan Suheng!" katanya girang.
Sin Liong lalu menuturkan dengan singkat keadaannya selama dua tahun di dalam
sumur ular sampai dia berhasil keluar ketika sumur itu dibongkar oleh Han Bu Ong
dan orang-orang kerdil.
"Ahh, Ibunya yang mencelakanmu, anaknya yang tanpa sengaja menolongmu!"
Swat Hong berseru heran. "Lalu bagaimana kau bisa datang ke Secuan dan
menyelamatkan aku dan Kwee-toako?"
24. "Mula-mula aku pergi ke kota raja dan mendengar betapa Ibumu, juga Soan Cu
telah tewas di sana, akan tetapi juga bahwa ibu tirimu The Kwat Lin juga tewas
pula. Karena aku menduga bahwa peristiwa itu tentu membuat engkau dimusuhi
oleh para pemberontak, maka aku yakin bahwa kau tentu membantu Kaisar di
Secuan, maka aku segera menyusul ke sini dan kebetulan sekali melihat engkau
dan Kwee-toako dikeroyok para prajurit."
Sin Liong tidak memberi-tahukan bahwa sesungguhnya telah terjadi keajaiban
pada dirinya sehingga seolah-olah dia tahu bahwa sumoi-nya berada di Secuan.
Seolah-olah apa yang terjadi bukan merupakan rahasia lagi baginya!
Tiba-tiba Kwee Lun bertanya, nada suaranya hati-hati dan penuh sungkan, "Kwa-
taihiap, sejak dulu saya tahu bahwa Taihiap memiliki kepandaian luar biasa. Akan
tetapi... tadi di sana seruan Taihiap membuat ribuan orang berhenti bergerak,
bahkan aku pun... tidak mampu bergerak. Kemudian... ketika kita pergi, terjadi
keajaiban, seolah-olah mereka itu sama sekali tidak melihat kita pergi...."
Sin Liong hanya tersenyum dan mengangkat pundak tanpa menjawab.
"Benar! Apa yang telah kau lakukan tadi, Suheng?" Swat Hong juga bertanya.
"Tidak apa-apa, Sumoi. Engkau pun melihat sendiri. Kita pergi dari mereka, dan
karena tidak ada permusuhan atau kebencian di hatiku, tentu saja mereka pun
tidak melakukan apa-apa."
Swat Hong memang sejak dahulu sudah tahu akan keanehan watak suheng-nya
dan kadang-kadang ucapan suheng-nya tidak dimengerti sama sekali, maka
jawaban sederhana ini cukup baginya.
Tidak demikian dengan Kwee Lun. Pemuda ini menduga bahwa pemuda Pulau Es
itu bukanlah manusia biasa, maka cepat dia berkata, "Kwa-taihaip, jika Taihiap
berkenan, saya... saya mohon petunjuk...."
Sin Liong menoleh, memandang. Mereka bertemu pandang dan Sin Liong
tersenyum lagi. "Kau sebaiknya pulang saja ke Pulau Kura-kura, Kwee-toako. Dan
mengingat engkau suka sekali akan ilmu silat dan aku yakin bahwa engkau tidak
akan menggunakan ilmu itu untuk berbuat jahat, maka mungkin aku dapat
menambahkan sedikit tingkat ilmumu itu. Harap kau coba-coba mainkan pedang
dan kipasmu itu sebaik mungkin."
25. Bukan main girangnya hati Kwee Lun. Dia menjura dengan hormat sambil
mengucapkan terima kasih, kemudian dia mencabut pedang dan kipasnya lalu
bermain silat di depan Sin Liong dan Swat Hong. Seperti kita ketahui, dari kitab
kuno Sin Liong memperoleh ilmu luar biasa, yaitu mengenal semua inti ilmu silat
dari gerakan pertama saja. Maka setelah Kwee Lun mainkan jurus-jurus simpanan
yang paling lihai dan menghentikan permainan silatnya, Swat Hong bertepuk
tangan memuji, sedangkan Sin Liong berkata, "Ada kelemahan-kelemahan di
dalam beberapa jurusmu, Toako."
Pemuda luar biasa ini lalu memberi petunjuk kepada Kwee Lun yang menjadi
terheran-heran, kagum dan girang sekali. Petunjuk-petunjuk itu merupakan
penyempurnaan dari semua ilmu silatnya. Dia menerima dan melatih petunjuk-
petunjuk ini dan demikianlah, sampai hampir sebulan lamanya, tiga orang ini
melakukan perjalanan ke timur dan di sepanjang perjalanan, Kwee Lun menerima
petunjuk-petunjuk dari Sin Liong, bahkan Kwee Lun menerima pelajaran latihan
untuk menghimpun tenaga sinkang.
Selama sebulan itu, Kwee Lun memperoleh keyakinan bahwa pemuda Pulau Es ini
benar-benar bukan seorang manusia biasa. Tindak-tanduknya, bicaranya,
pandang matanya, dan betapa pemuda itu dapat mengerti ilmu silatnya lebih
sempurna dari-pada dia sendiri! Maka ketika tiba saatnya berpisah, dia tanpa
ragu-ragu menjatuhkan diri berlutut di depan Sin Liong!
"Harap jangan berlebihan, Kwee-toako," kata Sin Liong.
"Wah, Toako. Apa-apaan ini?" Swat Hong juga mencela.
"Kwa-taihiap, saya boleh dibilang adalah murid Taihiap. Dan Han-lihiap, agaknya
belum tentu selama hidupku akan dapat bertemu lagi dengan Ji-wi (Kalian).
Perkenankan saya, Kwee Lun, menghaturkan terima kasih dan selama hidup saya
tidak akan melupakan Ji-wi!"
"Hushhhh... sudahlah, Toako. Kita berpisah di sini. Engkau ke selatan dan kami
akan terus ke timur. Mari, Sumoi, kita lanjutkan perjalanan," kata Sin Liong
dengan suara tenang dan biasa saja, lalu mengajak sumoi-nya pergi dari situ.
26. Swat Hong beberapa kali menengok dan melihat Kwee Lun masih berlutut dengan
mata basah air mata! Dia pun terharu, akan tetapi tidak lagi merasa sengsara
seperti ketika dia berpisah dari Kwee Lun hampir dua tahun yang lalu. Kini Sin
Liong, suheng-nya, pria yang dicintainya, berada di sampingnya. Tidak ada lagi
perkara apa pun di dunia ini yang dapat menyusahkan hatinya lagi!
Sudah terlalu lama kita meninggalkan Bu Swi Nio dan Lie Toan Ki, dua orang muda
yang dipercaya oleh Swat Hong untuk menyelamatkan pusaka-pusaka Pulau Es.
Benarkah dugaan Swat Hong bahwa mereka itu bertindak curang, mengangkangi
sendiri pusaka-pusaka yang secara kebetulan terjatuh ke tangan mereka itu?
Sama sekali tidak demikian!
Mari kita mengikuti perjalanan mereka semenjak mereka meninggalkan kota raja.
Malam hari itu, mereka berhasil lolos keluar dari kota raja dan semalam suntuk
terus melarikan diri ke barat. Pada keesokan harinya, dengan tubuh lesu dan
lelah, mereka sudah tiba jauh dari kota raja. Selagi mereka hendak mengaso, tiba-
tiba terdengar derap kaki kuda dari belakang. Mereka terkejut dan cepat
menyelinap ke dalam semak-semak untuk bersembunyi. Akan tetapi, empat orang
yang menunggang kuda itu sudah melihat mereka dan begitu tiba di tempat itu,
mereka meloncat turun, mencabut senjata dan seorang di antara mereka berseru,
"Dua orang pengkhianat rendah, keluarlah!" Dari tempat persembunyian mereka,
Swi Nio dan Toan Ki mengenal empat orang itu. Mereka adalah bekas-bekas
teman mereka ketika masih membantu An Lu Shan dahulu di masa perjuangan
Karena mengenal mereka dan tahu bahwa mereka itu adalah orang-orang kang-
ouw yang dahulu juga membantu pemberontakan karena sakit hati kepada
kelaliman Kaisar, Swi Nio dan Toan Ki meloncat ke luar. Liem Toan Ki tersenyum
memandang kepada kakek berusia lima puluh tahun yang memimpin rombongan
empat orang itu.
Kakek ini bernama Thio Sek Bi, murid dari seorang tokoh kang-ouw kenamaan,
yaitu Thian-tok Bhong Sek Bin! Ada pun tiga orang yang lain adalah orang-orang
kang-ouw yang agaknya tunduk kepada Thio Sek Bi ini, namun menurut
pengetahuan Toan Ki, kepandaian mereka tidaklah perlu dikhawatirkan. Hanya
orang she Thio ini lihai. "Thio-twako, kita sama mengerti bahwa perjuangan kita
hanya untuk menghalau Kaisar lalim. Urusan kami di istana The Kwat Lin sama
sekali tidak ada hubungannya dengan urusan perjuangan.
27. Harap Toako tidak mencampuri urusan pribadi dan suka mengalah, membiarkan
kami pergi dengan aman."
"Ha-ha-ha-ha! Liem Toan Ki, enak saja kau bicara! Setelah berhasil memperoleh
pusaka-pusaka keramat, mau lolos begitu saja dan melupakan teman! Kami
berempat tentu akan menerima uluran tanganmu yang bersahabat kalau saja
persahabatan itu kau buktikan dengan membagikan sebagian pusaka itu.
Demikian banyaknya, buat apa bagi kalian? Membagi sedikit kepada kawan,
sudah sepatutnya, ha-ha!" Thio Sek Bi berkata sambil menudingkan senjata toya
ditangannya ke arah punggung Toan Ki, di mana terdapat buntalan pusaka yang
dititipkan kepadanya oleh Swat Hong.
"Ya, sebaiknya bagi rata, bagi rata antara teman sendiri, Saudara Liem Toan Ki dan
Nona Bu Swi Nio!" kata orang ke dua, sedangkan teman-temannya juga
mengangguk setuju.
Toan Ki terkejut. Mengertilah dia bahwa tentu empat ini malam tadi ikut
mengepung dan mereka mendengar penitipan pusaka itu oleh Swat Hong, maka
mereka lalu diam-diam mengejar sampai di hutan ini.
"Hem, saudara-saudara. Kalau kalian tahu bahwa ini adalah pusaka tentu kalian
tahu pula bahwa ini bukanlah milikku, dan aku hanya dititipi saja dan tidak berhak
membagi-bagikan kepada siapa pun juga."
"Ha-ha-ha!Lagaknya!Siapa mau percaya omonganmu? Pusaka-pusaka dari Pulau
Es yang hanya dikenal di dunia kang-ouw sebagai dalam dongeng telah berada di
tangan kalian dan kalian benar-benar tidak menghendakinya? Bohong!" kata Thio
Sek Bi sambil tertawa mengejek.
"Bohong atau tidak, apa yang dikatakan oleh Ki-koko adalah tepat! Kami tidak
akan membagi pusaka kepada kalian atau siapa pun juga. Habis kalian mau apa?!"
Bu Swi Nio membentak sambil mencabut pedangnya.
"Ha-ha, wah lagaknya! Kalau begitu, pusaka itu akan kami rampas dan kalian
berdua, mati atau hidup, akan kami seret kembali ke kota raja!" kata Thio Sek Bi
sambil memutar toyanya, diikuti oleh tiga orang kawannya.
28. Swi Nio dan Toan Ki menggerakkan senjata dan melawan dengan mati-matian.
Ilmu toya yang dimainkan oleh Thio Sek Bi amat hebat dan aneh karena dia adalah
murid dari Thian-tok.
Thian-tok (Racun langit) terkenal sebagai seorang ahli racun dan sebagai pemuja
tokoh dongeng Kauw-cee-thian Si Raja Monyet, maka yang paling hebat di antara
ilmu silatnya adalah ilmu silat toya panjang yang disebut Kim-kauw-pang seperti
senjata tokoh dongeng Kau-cee-thian sendiri! Muridnya ini, biar pun senjatanya
toya, namun dimainkan dengan gerakan yang amat aneh dan sebentar saja Toan
Ki sudah terdesak olehnya.
Namun Liem Toan Ki adalah seorang murid Hoa-san-pai yang memiliki dasar ilmu
yang bersih dan kuat. Selain itu dia sudah mempunyai banyak pengalaman,
bahkan tidak ada yang tahu bahwa dia adalah murid Hoa-san-pai. Selain dia tidak
pernah mengaku karena takut membawa-bawa nama Hoa-san-pai dengan
pemberontakan, juga ilmu silatnya sudah dia campur dengan ilmu silat lain
sehingga tidak kentara benar.
Dengan gerakan pedang yang indah dan cepat, dia dapat menjaga diri dari
desakan toya di tangan Thio Sek Bi. Di lain pihak, Swi Nio yang menghadapi
pengeroyokan tiga orang itu tidak mengalami banyak kesulitan. Wanita muda ini
pernah digembleng oleh The KwatLin, sedikit banyaknya telah mewarisiilmu yang
dahsyat dari wanita itu. Kini dikeroyok oleh tiga orang lawan yang tingkatnya di
bawah dia, tentu saja dia dengan mudah dapat mempermainkan mereka.
Terdengar Swi Nio mengeluarkan suara melengking berturut-turut seperti yang
biasa dikeluarkan oleh The Kwat Lin, dan tiga orang lawannya roboh berturut-
turut dengan terluka parah, tidak mampu melawan lagi. Sambil melengking keras,
Swi Nio meloncat dan membantu kekasihnya yang terdesak oleh toya Thio Sek
Bi."Cring! Tranggggg.....!"Swi Nio terhuyung, akan tetapi Thio Sek Bi merasa
betapa telapak tangannya panas. Liem Toan Ki tidak menyia-nyiakan kesempatan
itu.
Dia menubruk maju dan memutar pedangnya, kemudian dibantu oleh kekasihnya
dia terus mendesak sehingga permainan toya dari murid Thian-tok itu menjadi
kacau. Akhirnya, tiga puluh jurus kemudian, robohlah Thio Sek Bi, lengan
kanannya terbacok dan terluka parah, juga pundak kirinya terobek ujung pedang
Swi Nio.