1. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU
DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA
MAJALENGKA
Oleh :
WAWAN KURNIAWAN
A14105620
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
2. RINGKASAN
WAWAN KURNIAWAN. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di
Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka. (Di bawah bimbingan
JOKO PURWONO)
Kecap merupakan hasil dari perkembangan teknologi pengolahan kedelai,
yaitu melalui proses fermentasi 1 sampai 2 minggu. Dilihat dari kandungan
gizinya kecap kedelai ternyata masih memilki protein dan kadar abu yang cukup
tinggi. Sementara komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar
didukung oleh asam glutamat, prolin, asam asportat dan lesitin (Santoso, 1994).
Seiring dengan berkembangnya perusahaan pengolahan kecap menyebabkan
persaingan semakin meningkat di antara perusahaan kecap, terutama dampak
persaingan ini dirasakan sekali bagi perusahaan kecap yang masih kecil, sehingga
keunggulan kompetitif menjadi penting. Salah satu strategi yang dapat diterapkan
adalah pengembangan keragaan manajemen produksi dan operasi organisasi
melalui manajemen produksi dan persediaan.
Perusahaan Kecap Segitiga merupakan salah satu produsen kecap yang
sedang berkembang. Adanya perubahan permintaan konsumen terhadap kecap
seringkali menuntut pihak perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap
rencana produksinya (revisi rencana produksi). Selain itu, kebijakan perusahaan
menyangkut perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku
sering dihadapkan pada kendala investasi yang terlalu banyak atau menekan
persediaan. Masing-masing akan memiliki konsekuensi terhadap biaya
persediaan, kelancaran produksi dan pelayanan kepada pelanggan. Untuk itu,
diperlukan sistem pengendalian persediaan yang optimal sehingga perusahaan
mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meminimalkan biaya produksinya.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) melakukan kajian terhadap sistem
pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan. (2) menganalisis
sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan menentukan
alternatif teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat diterapkan pada
perusahaan.
Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh langsung dari Perusahaan Kecap Segitiga yang berlokasi di Jalan
Raya Tonjong No 54. Kabupaten Majalengka, pada bulan februari 2007– Maret
2008 melalui hasil pengamatan dan wawancara dengan karyawan, manajer, dan
kepala divisi yang berkaitan. Data sekunder diperoleh dari buku-buku, hasil
laporan penelitian terkait, catatan perusahaan, literatur perusahaan dan instansi
terkait serta literatur lainnya. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan
program Microsoft Excel . Untuk menganalisis metode pengendalian persediaan
bahan baku perusahaan periode Maret 2007-Februari 2008 akan digunakan model
MRP teknik LFL, EOQ, dan POQ. dipilih kemudian akan dipilih satu model
alternatif untuk dijadikan sebagai bahan rekomendasi dalam pengendalian
persediaan bahan baku perusahaan Segitiga.
Data pembelian bahan baku perusahaan seringkali berfluktuasi, dengan
tingkat persediaan yan cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan tingkat pembelian yang
melebihi dari kebutuhan bahan baku untuk produksi kecap untuk setiap
periodenya.
3. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu Biaya yang
ditanggung perusahaan untuk biaya persediaan bahan baku sebesar
Rp 14 106 009.43 dengan biaya pembelian bahan baku selama periode Maret
2007-Februari 2008 sebesar Rp 1 340 203 482.00. Sedangkan dengan teknik LFL,
EOQ dan POQ biaya persediaan perusahaan masing-masing Rp 27 659 748.70 ,
Rp 9 365 809.48, Rp 8 278 409.65. Sistem pengadaan dan pengendalian
persediaan bahan baku kecap belum optimal dari segi biaya persediaan bahan
baku. Hal ini ditunjukkan dari tingginya biaya persediaan yang dihasilkan
perusahaan, dibandingkan dengan biaya persediaan menggunakan metode MRP
teknik EOQ dan teknik POQ. Sedangkan dari hasil analisis dengan Metode MRP
teknik POQ yang menghasilkan penghematan biaya paling besar di antara teknik
yang lainnya, yaitu menghasilkan biaya persediaan sebesar Rp 8 278 409.65 atau
perusahaan dapat menghemat biaya persediaan sebesar 41.3 persen. Biaya
pembelian bahan baku dengan teknik POQ sebesar Rp 1 228 478 728.50 atau
perusahaan mengalami penghematan biaya pembelian bahan baku sebesar 8.3
persen. Oleh karena itu metode MRP teknik POQ direkomendasikan sebagai
model alternatif dalam sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal
dilihat dari biaya persediaan bahan bakunya. Penggunaan metode MRP teknik
POQ dapat dijadikan alternatif bagi pengendalian persediaan perusahaan karena
metode ini menghasilkan periode gabungan yang akan meminimumkan biaya
persediaan (biaya pemesanan dan biaya penyimpanan) serta biaya pembelian
bahan baku.
4. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU
DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA
MAJALENGKA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
WAWAN KURNIAWAN
A14105620
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
5. Judul Skripsi : Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan
Kecap Segitiga Majalengka
Nama : Wawan Kurniawan
NRP : A14105620
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Joko Purwono, MS
NIP:131 578 844
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr,
NIP. 131 124 019
Tanggal lulus : 3 Mei 2008
6. PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI
PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA MAJALENGKA ” BELUM PERNAH
DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN
MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-
BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN
DALAM NASKAH.
Bogor, April 2008
Wawan Kurniawan
A14105620
7. RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1982 di Majalengka, Jawa Barat.
Penulis yang bernama lengkap Wawan Kurniawan adalah anak ketujuh dari enam
bersaudara pasangan ayahanda Abu sufyan dan ibunda Yayah Khususiah.
Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 1 Maja tahun 1990 hingga
tahun 1996. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan pada sekolah menengah
pertama di SLTP Negeri 1 Maja hingga tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis
menamatkan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 1 Majalengka,
kemudian pada tahun yang sama melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Diploma III
Program Studi Teknologi dan Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak, Fakultas Peternakan hingga tahun 2005. Kemudian penulis
melanjutkan ke program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan,
Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) periode 2004-2005
sebagai staf Departemen Pertanian. Sebagai pengurus Keluarga Muslim Ekstensi
(KAMUS X10C) dan terakhir menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Majalengka
2002-2007.
8. KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis
Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka.
Penelitian ini membahas tentang pengendalian persediaan bahan baku kecap
khususnya bahan baku Kedelai, Gula Aren, Gula kelapa dan garam.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari metode alternatif bagi perusahaan
dalam pengadaan bahan baku, dengan memberikan tingkat persediaan dan biaya
persediaan yang optimal, serta dapat menghemat biaya pembelian bahan baku.
Model pengendalian persediaan yang digunakan adalah model Material
Requirement Planning (MRP) teknik Lot For Lot (LFL), Teknik Economic Order
Quantity (EOQ) dan Teknik Period Order Quantity (POQ). Model pengendalian
persediaan tersebut dibandingkan dengan metode pengendalian persediaan
perusahaan untuk mendapatkan alternatif dalam pengendalian persediaan bahan
baku yang menghasilkan biaya persediaan minimum.
Besar harapan penulis agar hasil penelitian ini mendapatkan berkah dari
Allah SWT dan dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Terima kasih.
Bogor, April 2008
Wawan Kurniawan
9. UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan, arahan dan
dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang selalu memberikan Rahmat, Berkah dan Ridho kepada
penulis sepanjang hayat ini.
2. Bapak dan ibu tercinta, Teteh-tetehku dan Aa-Aaku atas daya upaya selalu
mendoakan, member kasih sayang, dorongan dan kesabarannya dalam
membimbing penulis dari kecil hingga sekarang.
3. Ir.Joko Purwono, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah begitu banyak
memberi bimbingan, saran, dan masukannya selama proses penelitian
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Ir. Yayah K. Wagiono, Mec sebagai dosen evaluator, atas masukannya berupa
saran dan kritik dalam kolokium proposal penelitian.
5. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS sebagai dosen penguji utama yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini.
6. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang
telah memberikan koreksi dan saran demi perbaikan skripsi ini.
7. Pak Dhany sebagai pembimbing lapang penulis, terima kasih atas bantuan
data-datanya, serta Bapak Deden Herdian selaku Pimpinan perusahaan dan
seluruh staf Perusahaan Kecap Segitiga yang telah banyak memberi
bimbingan dan motivasi selama penelitian di Perusahaan
10. 8. Daeng Iksal atas segala bantuannya dan kebersamaannya yang memberikan
semangat kepada penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik
dan Bu Mia atas pinjaman buku-bukunya, selamat atas kelahiran buah hatinya.
9. Dr. Arisman Adnan dan Mas Yuri atas dorongan semangat dan Do’anya.
10. Teman-teman seperjuangan (Asep, Hery, Hayya, Guna, Usman, Erfan, Iyan)
atas keceriaan dan kebersamaan kita dalam perjuangan tidak lupa juga untuk
mas Way. Sungguh suatu nikmat yang indah bisa mengenal kalian semua
saudaraku ;-)
11. Semua teman-teman ekstensi 13(esp :Pengurus KAMUS,dan Tim Pelopor :
Husni, Rudy, Husen, dan Abdul, Sol, dan Akhwatnya) atas kebersamaan kita,
semoga silaturahim kita tidak terputus.
12. Teman-teman satu atap (Arif, Aris, Fajar, Jam’an, Sudar, Ubay) atas
kebersamaan dan semangat kalian yang turut memotivasiku dalam
menyelesaikan skripsi ini. Selamat berjuang untuk kehidupan selanjutnya dan
teman-teman yang setia bersama (TIP 39 : Solihin, Sisca, Dizy).
13. Teman-teman Bogor Tengah, terus semangat perjuangan kita belum berakhir,
karena harapan itu masih ada.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
11. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... v
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 9
1.4 Kegunaan Penelitian............................................................................ 9
1.5 Ruang LingkupPenelitian ................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecap................................................................................................... 11
2.2 Bahan Baku .......................................................................................... 13
2.3 Persediaan ........................................................................................... 14
2.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan ................................................ 14
2.3.2 Jenis-jenis Persediaan fisik ........................................................ 15
2.3.3 Biaya-biaya Persediaan ............................................................ 16
2.3.4 Pengendalian Persediaan............................................................ 19
2.4 Perencanaan Kebutuhan Bahan (MRP) ............................................... 19
2.4.1 Lot For Lot ............................................................................... 22
2.4.2 Economic Order Quantity......................................................... 22
2.4.3 Part Periode Balancing ........................................................... 25
2.4.4 Period Order Quantity .............................................................. 27
2.5 Persediaan Pengaman .......................................................................... 27
2.6 Titik Pemesanan Kembali .................................................................... 28
2.7 Hasil Penelitian Terdahulu................................................................... 28
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Identifikasi Kebijakan Perusahaan Dalam Pegadaan bahan Baku....... 31
3.2 Analisis Prosedur Pembelian Bahan Baku........................................... 31
3.3 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan baku.................................... 33
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 36
4.2 Jenis dan Sumber Data........................................................................ 36
4.3 Metode Analisis Data.......................................................................... 37
4.3.1 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan ............................. 37
4.3.2 Penyesuaian dan Penentuan Volume Pemakaian Bahan Baku .. 38
4.3.3 Penyesuaian dan Penentuan Waktu Tunggu .............................. 39
4.3.4 Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku...... 39
4.3.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan........................ 44
12. 4.4Rekomendasi Model Alternatif Pengendalian Persediaan
Berdasarkan Data Historis ................................................................. 44
4.5 Definisi Operasional ............................................................................. 45
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Sejarah Perkembangan Perusahaan..................................................... 46
5.2 Lokasi Perusahaan .............................................................................. 47
5.3 Aspek Pemasaran ................................................................................ 48
5.4 Aspek Teknis/Produksi ....................................................................... 49
5.4.1 Proses Produksi ......................................................................... 49
5.5 Aspek Sumberdaya Manusia .............................................................. 53
5.6 Fasilitas Pabrik dan Kantor ................................................................ 53
VI. SISTEM PENANGANAN DAN PENGADAAN BAHAN BAKU
KECAP PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA
6.1 Jenis dan Asal Bahan Baku ................................................................ 55
6.1.1 Kacang Kedelai ......................................................................... 56
6.1.2 Gula Aren .................................................................................. 57
6.1.3 Gula Kelapa ............................................................................... 57
6.1.4 Garam ........................................................................................ 57
6.2 Prosedur Pengadaan Bahan Baku....................................................... 58
6.3 Waktu Tunggu Bahan Baku(Lead Time) Pada Perusahaan Segitiga.. 59
6.4 Proses penanganan Bahan Baku......................................................... 60
6.5 Volume Penanganan Bahan Baku ...................................................... 60
6.6 Biaya-Biaya Persediaan...................................................................... 62
6.6.1 Biaya Pemesanan....................................................................... 62
6.6.2 Biaya Penyimpanan ................................................................... 64
VII.ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU
PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA
7.1 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan ............................ 66
7.2 Metode Material Requirement Planning (MRP)................................ 70
7.2.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL) ................................... 71
7.2.2 Metode MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) .......... 73
7.2.3 Metode MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) ................ 75
7.3 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan.................. 77
7.4 Rekomendasi Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan
Baku Berdasarkan Data Historis perusahaan Periode
Maret 2007-Februari 2008.................................................................. 80
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan......................................................................................... 82
8.2 Saran ................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 84
LAMPIRAN ..................................................................................................... 86
13. DAFTAR TABEL
Nomor Teks Hal
1. Produksi Tanaman Sekunder Indonesia Tahun 2003-2007 .................. 1
2. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Seminggu untuk
Komoditas Kecap di Indonesia.............................................................. 2
3. Susunan Aset Suatu Perusahaan Manufaktur (Tipikal) ........................ 4
4. Daftar Industri Kecap Kabupaten Majalengka Tahun 2007 ................. 5
5. Kuantitas Pesanan dan Persediaan Rata-rata Bahan BakuKacang
Kedelai Berdasarkan kondisi Aktual Perusahaan Tahun 2007 ............. 7
6. Komposisi Zat Gizi Kecap Kedelai (100gr) ......................................... 12
7. Penentuan Lot dengan Teknik PPB ...................................................... 26
8. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 30
9. Format Rencana MRP........................................................................... 40
10. Komponen Bahan-bahan Pembentuk Keca pada Perusahaan Kecap
Segitiga.................................................................................................. 55
11. Volume Pemakaian Bahan Baku Kecap Perusahaan Kecap Segitiga
Periode Maret 2007-Februari 2008 ....................................................... 62
12. Biaya Pemesanan Bahan Baku Perusahaan Segitiga Periode Maret
2007-Februari 2008 (Rupiah/pesanan) 64
13. Biaya Penyimpanan Bahan Baku PerusahaanKecap Segitiga .............. 65
14. Persediaan Kacang Kedelai, Gula Aren, Gula Kelapa dan Garam
Selama Periode Maret 2007-Februari 2008 (kg)................................... 67
15. Biaya Persediaan Bahan Baku per Tahun Periode Maret 2007-
Februari 2008 Menggunakan Kondisi Aktual Perusahaan.................... 68
16. Biaya Pembelian Bahan Baku Periode Maret 2007-Februari 2008 ...... 69
17. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga dengan Teknik
Lot For Lot Periode Maret 2007-Februari 2008 ................................... 72
18. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Lot For Lot Periode
Maret 2007-Februari 2008 ..................................................................... 73
14. 19. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga dengan Teknik
Economic Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008……. .… 74
20. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Economic Order Quantity
Periode Maret 2007-Februari 2008 .......................................................... 75
21. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga Teknik Period
Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008 ................................ 76
22. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Period Order Quantity
Periode Maret 2007-Februari 2008 .......................................................... 77
23. Perbandingan Frekuensi Biaya Persediaan dan Biaya Pembelian Total
Bahan Baku Periode Maret 2007-Februari 2008 ..................................... 78
24. Penghematan Biaya Persediaan dan Pembelian dengan MRP Teknik
LFL, EOQ dan POQ................................................................................. 79
15. DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Hal
1. Biaya Persediaan ............................................................................................... 23
2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ........................................... 35
3. Prosedur Pembelian Bahan Baku........................................................ 59
16. I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor perindustrian merupakan sektor yang cukup diandalkan dalam
perekonomian Indonesia, terutama dari sektor industri pengolahan hasil pertanian.
Hal tersebut menjadikan industri pengolahan hasil produk pertanian sangat
berperan dalam pertumbuhan perekonomian, karena sektor pertanian masih
menjadi penghasilan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, sebagai
masyarakat agraris.
Indonesia sebagai negara agraris, yang mempunyai luas lahan pertanian
yang cukup luas, masih mempunyai potensi yang besar dalam meningkatkan
produksi industri pengolahan hasil pertanian. Data produksi beberapa komoditas
pertanian di Indonesia menunjukkan produksi hasil pertanian yang tinggi, seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 1. Data menunjukkan bahwa produksi pada tahun
2007 untuk komoditas jagung menduduki peringkat terbesar, yaitu sebesar
11.609.463 ton; kedelai sebesar 808 353 ton pada tahun 2005; kacang tanah
sebesar 838 096 ton pada tahun 2006; singkong sebesar 19.986 640 ton pada
tahun 2006; ubi jalar sebesar 1 991 478 ton pada tahun 2003.
Tabel 1. Produksi Tanaman Sekunder Indonesia tahun 2003-2007 (Ton)
Tahun Jagung Kedelai Kacang Singkong Ubi jalar
tanah
2003 10 886 442 671 600 785 526 18 523 810 1 991 478
2004 11 225 243 723 483 837 495 19 424 707 1 901 802
2005 12 523 894 808 353 836 295 19 321 183 1 856 969
2006 11 609 463 747 611 838 096 19 986 640 1 854 238
2007* 13 279 794 608 263 789 327 18 950 274 1 874 036
Sumber: BPS. 2007
Keterangan : * Data sementara
17. Produksi produk pertanian untuk tahun 2007, pada Tabel 1 menunjukkan
penurunan dalam produksi yaitu untuk komoditas kedelai, kacang tanah dan
singkong. Hal ini menimbulkan kenaikan harga beberapa komoditas pertanian,
khususnya yang terjadi pada tahun 2007 adalah kenaikan harga komoditas
kedelai, sehingga berdampak pada melambungnya harga produk-produk olahan
kedelai. Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu
Krisnamurthi, menyatakan bahwa harga komoditas pangan naik sebesar 10%-35%
selama enam bulan terakhir. Peningkatan harga itu dipicu kenaikan harga minyak
mentah dunia. Komoditas pangan yang dimaksud seperti jagung, kedelai, daging,
dan terigu.1
Salah satu industri pengolahan hasil pertanian yang menggunakan
komoditas kedelai sebagai bahan baku utama dalam proses produksinya adalah
industri kecap. Kecap sebagai salah satu hasil olahan kedelai, telah lama
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Industri kecap sangat berperan dalam
meningkatkan nilai tambah komoditas kedelai. Industri kecap juga berperan
dalam penyediaan tenaga kerja bagi masyarakat di sekitar lokasi pabrik dan
meningkatkan permintaan kedelai nasional.
Tabel 2. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata per Kapita Seminggu untuk
Komoditas Kecap di Indonesia (Rp/14ml)
Tahun Konsumsi Pertumbuhan Nilai Pertumbuhan
(Liter) (%) (Rp) (%)
1996 0.064 - 37.00 -
1999 0.063 -1.6 79.00 113.5
2002 0.083 31.8 124.00 57.0
2003 0.078 -6.0 127.00 2.4
Sumber : BPS (1996, 1999, 2002, dan 2003)
1
http://www.wartaekonomi.com/search_detail.asp?aid=9948&cid=2&x=kedelai
18. Apabila ditinjau dari aspek konsumsi, masyarakat Indonesia memiliki
tingkat konsumsi kecap yang cukup tinggi. Data pengeluaran dan konsumsi kecap
di Indonesia pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata–rata konsumsi dan
pengeluaran untuk kecap per kapita per minggu pada tahun 2002 mengalami
pertumbuhan yang signifikan yaitu sebesar 31.8 persen, dengan tingkat konsumsi
per kapita per minggu sebanyak 0.083 liter, nilai pengeluaran Rp 124.00 serta
pertumbuhan nilai pengeluaran sebesar 57 persen. Meskipun pada tahun 2003
dalam tingkat konsumsi mengalami penurunan menjadi 0,078 liter per kapita per
minggu, dengan tingkat pertumbuhannya sebesar – 6,0 persen, tetapi dengan nilai
pengeluaran yang mengalami peningkatan menjadi Rp 127.00, tentunya ini
menjadi pendorong bagi pelaku bisnis kecap untuk meningkatkan produksinya.
Industri kecap berlomba-lomba menghasilkan kecap dengan berbagai rasa,
ukuran, dan kemasan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang beragam.
Peningkatan tingkat konsumsi ini tentunya mendorong perusahaan untuk
meningkatkan jumlah produksi. Peningkatan produksi ini memerlukan perhatian
yang cukup serius dari pihak perusahaan, mulai dari manajemen sistem pengadaan
bahan baku baku kecap; manajemen sistem produksi; manajemen persediaan
bahan baku kecap. Masing-masing komponen tersebut menimbulkan biaya dari
setiap unit bahan baku kecap yang dibeli perusahaan.
Manajemen persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan bahan baku
sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada
waktunya dan di lain pihak investasi persediaan bahan baku dapat ditekan secara
optimal. Pengendalian tingkat persediaan bertujuan mencapai efisiensi dan
19. efektivitas optimal dalam penyediaan bahan baku. Dalam pengadaan dan
penyimpanan bahan baku diperlukan biaya besar, baik itu untuk perusahaan besar
maupun perusahaan kecil. Biasanya biaya yang paling besar adalah nilai inventory
dan biaya penyimpanannya. Biaya penyimpanan ini setiap tahun pada umumnya
mencapai sekitar 20 persen sampai 40 persen dari harga barang
(Indrajit, 2003). Oleh karena itu, perlu ditempuh strategi atau manajemen tertentu
yang bertujuan menjaga agar tingkat persediaan barang dapat ditekan seminimal
mungkin, namun di lain pihak harus diusahakan agar penjualan dan operasi
perusahaan tidak terganggu. Berikut ini dapat dilihat susunan aset tipikal dari
suatu perusahaan manufaktur pada Tabel 3.
Tabel 3. Susunan Aset Suatu Perusahaan Manufaktur (Tipikal)
No Susunan Aset Persentase (%)
1 Kas 4
2 Piutang 26
3 Aset cair lain 6
4 Persediaan barang 31
5 Aset tetap 27
6 Aset lain 6
Sumber : Indrajit, 2003.
Berdasarkan Tabel di atas terlihat jelas bahwa aset berupa barang
merupakan kelompok yang paling besar dari seluruh aset perusahaan, sehingga
perlu mendapat perhatian yang besar dari manajemen perusahaan.
1.2. Perumusan Masalah
Industri kecap merupakan salah satu subsistem agribisnis dalam bidang
industri pengolahan hasil pertanian. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Majalengka (2007), tercatat sebanyak 24 perusahaan
yang bergerak dalam industri kecap. Hal ini menyebabkan tingkat persaingan
20. yang cukup tinggi dalam aspek pemasaran dan harga, dimana sebagian besar
dipasarkan di wilayah Kabupaten Majalengka.
Tabel 4. Daftar Industri Kecap di Kabupaten Majalengka Tahun 2007
No. Nama Jumlah Satuan Jumlah
Perusahaan/Pengrajin Produksi Tenaga
Kerja
1 Segi tiga 860 000 Botol 40
2 Maja menjangan 624 175 Botol 12
3 Cap Sate 183 000 Botol 7
4 Anton Yuliyanto 108 000 Botol 15
5 Potret Matahari Terbit dan 180 000 5
Merak
6 Ijoh 960 Botol 2
7 Andon 750 Krat 2
8 T3 180 000 Botol 13
9 Roda Bersayap 144 000 Botol 10
10 H. Santana 250 000 Botol 4
11 Panggang Ayam 45 000 Botol 3
12 Potret Matahari 15 Ton 5
13 Kambing 100 Krat 4
14 Ikan mas koki 20 000 Botol 11
15 Ayam jago 225 000 10
16 Moh. Suherman 7000 Botol 3
17 Tohri 240 Botol 2
18 Iyah dasiyah 750 Botol 3
19 Oman 5 Ton 2
20 Sari 1000 Botol 2
21 Sapyudin 950 Krat 2
22 Saroni 240 000 Botol 4
23 Dua bintang 84 000 Botol 4
24 Cap Matahari 15 Ton 5
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka (2007), diolah
Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha produksi kecap
adalah Perusahaan Kecap Segitiga, yang merupakan perusahaan kecap terbesar
di Kabupaten Majalengka yang telah dirintis sejak tahun 1958.
Bahan baku utama kecap di Perusahaan Kecap Segitiga terdiri dari kacang
kedelai hitam, gula aren, gula kelapa, garam. Bahan baku tersebut diperoleh dari
distributor yang sudah menjadi pemasok perusahaan, yaitu berasal dari Bandung,
21. Banjar, Cianjur, Cirebon dan Majalengka. Kondisi aktual yang terjadi di
perusahaan selama ini adalah perusahaan tidak melakukan perhitungan
berdasarkan metode pengendalian bahan baku tertentu dalam menentukan jumlah
bahan baku yang dipesan. Perusahaan hanya melakukan pemesanan berdasarkan
kondisi aktual persediaan bahan baku di gudang sehingga sering terjadi
pemesanan bahan baku yang tidak terjadwal dan jumlah pesanannya jauh lebih
besar dari rata-rata kebutuhan bahan baku. Hal ini mengakibatkan tingginya
persediaan bahan baku perusahaan yang menyebabkan besarnya biaya kesempatan
(opportunity cost) yang harus ditanggung perusahaan. Contohnya dapat dilihat
pada Tabel 5 yang menjelaskan perbandingan antara kuantitas pesanan dan
kebutuhan pemakaian bahan baku kacang kedelai, berdasarkan kondisi aktual
perusahaan.
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa tingkat persediaan bahan baku kacang
kedelai cukup besar. Bahkan pada bulan Mei sampai dengan bulan November
angkanya melebihi kebutuhan produksi. Hal ini menunjukan bahwa cadangan
persediaan bahan baku pada bulan tersebut melebihi rata-rata kebutuhan bahan
baku perbulannya. Besarnya tingkat persediaan ini terjadi karena pemesanan
bahan baku yang dilakukan perusahaan tidak teratur, dimana kuantitas pemesanan
perbulan sangat bervariasi. Besarnya kuantitas pemesanan yang dilakukan tidak
sesuai dengan kebutuhan produksi. Pada bulan-bulan tertentu pemesanan bahan
baku melebihi kebutuhan produksinya, tetapi kemudian kuantitas pemesanan
dapat jauh lebih kecil dari kebutuhan produksi.
Seiring dengan berkembangnya perusahaan pengolahan kecap di
Kabupaten Majalengka menyebabkan persaingan semakin meningkat sehingga
22. keunggulan kompetitif menjadi penting. Salah satu strategi yang dapat diterapkan
adalah pengembangan keragaan manajemen produksi dan operasi organisasi
melalui manajemen produksi dan persediaan.
Tabel 5. Kuantitas Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Bahan Baku
Kacang Kedelai Berdasarkan Kondisi Aktual Perusahaan Tahun
2007
Bulan Kuantitas Stok Pemakaian Stok Persediaan
Pesanan Awal (kg) (kg) Akhir Rata-Rata
(kg) (kg) (kg)
Januari - 1800 150 1650 1725
Februari 840 1650 305 2185 1917.5
Maret 600 2185 1160 1625 1905
April 1000 1625 1000 1625 1625
Mei 8223 1625 2185 7663 4644
Juni 8337 7663 5411 10589 9126
Juli 3429 10589 6281 7737 9163
Agustus 6000 7737 5329 8408 8072.5
September - 8408 5724 2684 5546
Oktober 6488 2684 2166 7006 4845
November - 7006 5409 1597 4301.5
Desember 5010 1597 3946 2661 2129
Total 39 927 54 569 39 066 55 430 55 059.5
Rata-rata 3 327.25 4 547.42 3 255.5 4 619.17 4 588.29
Sumber : Data perusahaan (2007), diolah
Untuk menghadapi persaingan dalam industri kecap,
Perusahaan Kecap Segitiga merasa perlu menciptakan keunggulan kompetitif.
Salah satunya melalui manajemen produksi dan persediaan yang optimal, yaitu
melalui pengendalian persediaan bahan baku kecap. Hal ini didasari dari
beberapa permasalahan dalam manajemen produksi dan persediaan yang dihadapi
Perusahaan Kecap Segitiga, diantaranya: perubahan permintaan konsumen akan
produk kecap pada saat menjelang hari raya serta keterlambatan kedatangan bahan
baku dari pemasok. Selain itu dengan semakin banyaknya perusahaan kecap perlu
diperhatikan juga mengenai persaingan dalam mendapatkan vahan baku.
23. Perubahan permintaan konsumen terhadap kecap seringkali menuntut
pihak perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap rencana produksinya
(revisi rencana produksi). Selain itu kebijakan perusahaan menyangkut
perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku sering
dihadapkan pada kendala investasi yang terlalu banyak atau menekan persediaan.
Masing-masing akan memiliki konsekuensi terhadap biaya persediaan, kelancaran
produksi dan pelayanan kepada pelanggan. Untuk itu, diperlukan sistem
pengendalian persediaan yang optimal sehingga perusahaan mampu
meningkatkan efisiensi produksi dan meminimalkan biaya produksinya.
Persediaan bahan baku merupakan salah satu faktor produksi yang sangat
penting karena menunjang kelancaran dan kesinambungan dalam proses produksi.
Persediaan bahan bahan baku yang melebihi maupun yang persediaan bahan
baku yang kurang akan merugikan perusahaan. Kekurangan persediaan akan
menyebabkan terganggunya proses produksi, yaitu tidak tercapainya target
produksi sesuai dengan permintaan konsumen. Kelebihan persediaan
mengakibatkan meningkatnya biaya penyimpanan, di samping dengan tingginya
resiko kerusakan bahan baku akibat proses penyimpanan bahan baku yang terlalu
lama, yang dapat merugikan perusahaan secara keseluruhan. Dengan melihat
kondisi tersebut perusahaan memerlukan sistem pengendalian persediaan bahan
baku yang dapat menjaga ketersediaan bahan baku, serta dapat meminimalkan
biaya persediaan. Oleh karena itu permasalahan yang akan dianalisis adalah :
1. Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan
oleh perusahaan ?
24. 2. Bagaimanakah model alternatif pengendalian persediaan bahan baku yang
dapat meminimalkan biaya, sesuai dengan kondisi perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Melakukan kajian terhadap sistem pengendalian persediaan bahan baku
yang dilakukan perusahaan.
2. Menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal
dan menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan bahan baku
yang dapat diterapkan pada perusahaan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan pertimbangan perusahaan dalam menentukan alternatif
teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat meminimalkan
biaya, serta sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam pengadaan
dan pengendalian persediaan, yang sesuai bagi pelaksanaan kegiatan
produksi perusahaan.
2. Sebagai media untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh, dan bagi
masyarakat umum, penelitian ini dapat berguna sebagai informasi yang
berkenaan dengan pengendalian persediaan bahan baku.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi gambaran umum, sistem pengadaan
dan penanganan bahan baku perusahaan, serta analisis pengendalian persediaan
25. bahan baku. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada
perusahaan mengenai teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat
meminimalkan biaya. Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Kecap Segitiga,
Kabupaten Majalengka.
26. II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecap
Kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa
penambahan gula dan bumbu. Dilihat dari kandungan gizinya, kecap kedelai
ternyata masih memiliki protein dan kadar abu yang cukup tinggi. Sementara
komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar didukung oleh asam
glutamat, prolin, asam asportat dan lesitin (Santoso, 1994). Dengan demikian
mengkonsumsi kecap bukanlah sekedar menikmati rasa asin atau manis, akan
tetapi kecap kedelai memiliki zat gizi yang lengkap dengan asam aminonya.
Pada umumya bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan kecap adalah
kacang kedelai (Glycine max merr). Hal ini didasarkan kandungan nilai gizi
kedelai yang cukup tinggi, terutama kandungan protein dan kandungan
karbohidratnya sehingga memungkinkan perkembangbiakan mikroorganisme
yang menghasilkan enzim pemecah substrat pada kedelai (Yokotsuka dalam
Ramdhan, 2002). Kedelai atau kacang kedelai adalah salah satu tanaman
polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan Timur Jauh seperti
kecap, tahu dan tempe. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling
tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna
kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam).
G.max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Tiongkok dan
Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia
Tenggara.
Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun
Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena
27. kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli
tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan
Tiongkok. Pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah
sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif
kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih
cocok bagi Indonesia.
Jenis kedelai yang digunakan untuk pembuatan kecap adalah kedelai
hitam dan kedelai kuning (Judoamidjojo, dalam Ramdhan, 2002). Komposisi
kimia antara kedelai hitam dengan kedelai kuning tidak begitu berbeda. Selain itu
perbedaan jenis kedelai tersebut tidak berpengaruh pada efektifitas fermentasi.
Kedelai hitam lebih banyak digunakan oleh kalangan industri dalam pembuatan
kecap, namun beberapa perusahaan menggunakan kedelai kuning, dan hasil
samping dari pembuatan kecap tersebut dijadikan tauco (Judoamidjojo dalam
Ramdhan, 2002).
Tabel 6. Komposisi Zat Gizi Kecap Kedelai (100gr)
No Zat Gizi Kecap Satuan
1 Energi 86.00 kalori
2 Air 57.40 gram
3 Protein 5.50 gram
4 Lemak 0.60 gram
5 Karbohidrat 15.10 gram
6 Serat 0.60 gram
7 Abu 21.40 gram
8 Kalsium 85.00 mg
9 Besi 4.40 mg
10 Vitamin B1 0.04 mg
11 Vitamin B2 0.17 mg
Sumber : Direktorat Gizi Dep. Kesehatan RI dalam Santoso, 1994
28. Secara umum kecap di Indonesia dikelompokan menjadi dua golongan,
yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap dapat diproduksi dengan tiga metode
produksi, yaitu fermentasi kedelai, hidrolisa asam, atau kombinasi keduanya.
Kecap hidrolisa kurang populer dibandingkan dengan kecap hasil fermentasi dari
segi rasa dan aroma yang kurang baik. Hal ini disebabkan selama proses hidrolisa,
beberapa asam amino dan gula rusak, serta timbul senyawa off flavour seperti
asam levulinat, H2S dan beberapa komponen lainnya yang ada pada kecap
fermentasi tidak terbentuk. Di Indonesia pembuatan kecap pada umumnya
dilakukan secara fermentasi.
2.2 Bahan Baku
Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari
produk jadi. Tanpa bahan baku suatu industri tidak dapat menghasilkan output
produksinya. Masalah yang sering dihadapi produsen adalah ketersediaan bahan
baku, baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Masalah lainnya adalah
penanganan bahan baku yang berasal dari produk pertanian yang bersifat mudah
rusak dalam penyimpanannya.
Menurut Assauri (1999) pengertian bahan baku meliputi semua bahan
yang dipergunakan dalam perusahaan pabrik, kecuali terdapat bahan-bahan yang
secara fisik akan digabungkan dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan
pabrik tersebut. Perusahaan yang memiliki penguasaan atas produksi bahan baku
sendiri lebih menjamin ketersediaan bahan baku dibandingkan bila pengadaan
bahan baku tersebut dilakukan melalui pembelian (Gaspersz, 2002). Menurut
Webster dan Wind dalam Kotler (1997), pembelian merupakan proses
pengambilan keputusan yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan akan
29. barang dan jasa, mengidentifikasikan, menilai, dan memilih berbagai alternatif
merek dan pemasok.
2.3 Persediaan
Persediaan merupakan hal penting bagi suatu perusahaan manufaktur,
dalam menjaga keberlangsungan proses produksi. Karena persediaan dalam hal
ini adalah bahan baku, maka persediaan memiliki persentase terbesar dari modal
kerja.
Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian
yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan dan
menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi,
dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan
dan menjamin tersedianya sumberdaya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan
pada waktu yang tepat. Istilah persediaan (iventory) adalah istilah umum yang
menunjukan segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam
antisipasinya dalam pemenuhan permintaan (Handoko, 1997).
2.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan
Menurut Heizer dan Render (1999), persediaan memiliki beberapa fungsi
untuk dapat menciptakan fleksibilitas pada kegiatan operasi perusahaan.
Efisisensi operasional perusahaan dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi
penting persediaan (Handoko, 1997). Fungsi penting persediaan adalah sebagai
berikut :
1. Fungsi Decoupling. Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan
operasi-operasi perusahaan internal dan eksternal memiliki kebebasan.
30. Persediaan ”decouples” ini memungkinkan perusahaaan dapat memenuhi
permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier.
2. Fungsi Economic Lot Sizing adalah fungsi yang memungkinkan
perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumberdaya-sumberdaya
dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Fungsi Lot
Size ini perlu mempertimbangkan penghematan biaya. Penghematan dari
potongan pembelian, biaya pengangkutan, dan sebagainya. Penghematan
ini timbul karena perusahaan membeli dalam kuantitas yang lebih besar.
3. Fungsi Antisipasi merupakan persediaan untuk mengahadapi permintaan
yang dapat diramalkan dan menjaga kemungkinan kesulitan memperoleh
bahan baku. Fungsi ini untuk menanggulangi ketidakpastian jangka waktu
pengiriman dan penerimaan bahan baku selama periode pemesanan
kembali. Fungsi ini sangat penting untuk menjaga kelancaran proses
produksi
2.3.2 Jenis-Jenis Persediaan Fisik
Setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik tersendiri dan cara
pengelolaan yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan fisik dibedakan menjadi
(Handoko, 1977):
1. Persediaan bahan mentah (raw material), yaitu persediaan persediaan
barang-barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen
lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat
diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari suplier dan atau dibuat
sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi
selanjutnya.
31. 2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/component),
yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen
yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit
menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan
barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak
merupakan bagian atau komponen barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (work in proses), yaitu persediaan
barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses
produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu
diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang
yang telah diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau
dikirim ke pelanggan.
2.3.3 Biaya-Biaya Persediaan
Dalam pembuatan setiap keputusan yang akan mempengaruhi besarnya
jumlah persediaan, biaya-biaya variabel berikut ini harus dipertimbangkan,
diantaranya (Handoko, 1997):
a. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs)
Merupakan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya
persediaan barang. Biaya ini terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara
langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan
semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata-
32. rata persediaan semakin tinggi. Biaya -biaya yang termasuk sebagai biaya
penyimpanan adalah:
1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas
atau pendingin)
2. Biaya modal (oportunity cost of capital, yaitu alternatif pendapatan
atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan)
3. Biaya keusangan
4. Biaya penghitungan fisik dan kondisi laporan
5. Biaya asuransi persediaan
6. Biaya pajak persediaan
7. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan
b. Biaya Pemesanan (Pembelian)
Merupakan biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan
pemesanan bahan sejak pemesanan bahan sampai bahan tersedia di gudang.
Setiap kali barang dipesan, perusahaan menanggung biaya pemesanan (ordercosts
atau procurement costs). Biaya-biaya pemesanan secara terperinci meliputi :
1. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi
2. Upah
3. Biaya telepon
4. Pengeluaran surat menyurat
5. Biaya pengepakan dan penimbangan
6. Biaya pemeriksaan penerimaan
7. Biaya pengiriman kegudang
8. Biaya hutang lancar dan sebagainya.
33. Secara normal biaya per pesanan (di luar biaya bahan dan potongan
kuantitas) tidak naik bila kuantitas pesanan bertambah besar. Apabila semakin
banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode
turun, maka biaya pemesanan total akan turun.
c. Biaya penyiapan (manufacturing).
Bila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri ”dalam pabrik”
perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (setup costs) untuk
memproduksi komponen tertentu.
Biaya- biaya ini terdiri dari :
1. Biaya mesin-mesin menganggur
2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung
3. Biaya scheduling
4. Biaya ekspedisi dan sebagainya.
d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs)
Merupakan biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedia bahan pada
waktu diperlukan, bukan biaya nyata melainkan biaya kehilangan kesempatan.
Biaya ini merupakan biaya yang sulit diperkirakan. Biaya ini timbul bilamana
persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang
termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut :
1. Kehilangan penjualan
2. Kehilangan langganan
3. Biaya ekspedisi
4. Selisih harga
5. Biaya pemesanan khusus
34. 6. Terganggunya operasi
7. Tambahan pengeluaran manajerial dan sebagainya.
2.3.4 Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat
dan komposisi persediaan komponen rakitan (part), bahan baku dan barang
hasil/produk, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan
penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelajaran perusahaan dengan efektif dan
efisien (Assauri, 1999). Tujuan dari pengendalian dinyatakan sebagai usaha
untuk:
1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat
mengakibatkan terhentinya proses produksi.
2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar
atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul akibat persediaan
bahan baku tidak terlalu besar.
3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena hal
ini akan mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar
2.4 Perencanaan Kebutuhan Bahan (Material Requirement Planning/MRP)
Material Requirement Planning (MRP) merupakan suatu sistem
perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi, yang
memerlukan beberapa tahapan/fase, atau dengan kata lain merupakan suatu
rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan
mentah (komponen), yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang.
Sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak pesanan untuk
masing-masing komponen suatu produk yang akan dibuat.
35. Sistem ini memainkan peranan penting dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang bahan-bahan dan komponen-komponen apa yang
harus dibuat atau dibeli, berapa jumlah yang dibutuhkan, dan kapan dibutuhkan.
Menurut Heizer dan Render (1999), untuk mengetahui model persediaan terikat,
maka manajer harus mengetahui :
1. Jadwal produksi master (master production schedule)
Master production schedule (MPS) menjabarkan apa yang harus dibuat dan
penjadwalan yang harus sesuai dengan jadwal produksi. Rencana produksi
diturunkan dari teknik perencanaan agregat (agregat planning techniques).
Rencana agregat ini mencakup perencanaan jenis-jenis input, keuangan,
permintaan pelanggan, kemampuan teknik, ketersediaan tenaga kerja,
fluktuasi persediaan, keragaan pemasok, dan pertimbangan-pertimbangan
lainnya. Dari rencana produksi inilah jadwal dibangun MPS yang memberi
informasi apa yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan dan memenuhi
rencana permintaan.
2. Spesifikasi dari daftar bahan (bill of material)
Spesifikasi dari bahan material merupakan daftar kualitas komponen,
kandungan, dan kebutuhan bahan untuk membuat produk yang
menggambarkan struktur produk. Bill of materials ini tidak hanya
menjabarkan kebutuhan tetapi juga pertimbangan dalam pembiayaannya dan
dapat memberikan daftar barang-barang yang harus diproduksi atau dirakit.
3. Ketersediaan barang persediaan (inventory avaibilty)
Catatan persediaan ini menjadi landasan untuk memberikan informasi
tentang jumlah persediaan bahan baku. Catatan ini juga mendukung
36. penyusunan MRP yang tepat untuk merencanakan jumlah dan waktu
pesanan bahan baku yang tepat agar proses produksi tidak terhambat.
4. Posisi pesanan, pembelian (purchase order outstanding)
Pengetahuan atas perjanjian pesanan pembelian harus dimiliki bagian
pengendalian persediaan. Ketika pemesan terjadi, catatan tentang persediaan
tersebut dan jadwal pengantaran harus tersedia, sehingga manajer dapat
menyiapkan rencana produksi dan melakukan sistem MRP dengan baik.
5. Waktu ancang-ancang (lead time)
Pengetahuan atas waktu ancang-ancang untuk masing-masing komponen
diperlukan dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan
pembelian, produksi, atau perakitan yang sesuai dengan waktu produk
tersebut dibutuhkan.
Langkah selanjutnya adalah membuat rencana kotor kebutuhan bahan
(gross material requirement planning). Langkah ini mengkombinasikan jadwal
produksi master dan jadwal tingkatan waktu (time phased schedule). Rencana
kebutuhan kotor memperkirakan jadwal yang menunjukkan kapan suatu barang
harus dipesan dari pemasok, jika tidak ada persediaan di tangan atau ketika
produksi barang harus dimulai untuk masing-masing produksi, manejemen harus
menyiapkan sebuah jadwal induk produksi.
Menurut Heizer dan Render (1999) metode MRP dalam pengelolaannya
akan lebih komplek, tetapi dapat menghasilkan banyak keuntungan.
Keuntungannya antara lain dapat mengurangi persediaan dan biaya gabungan
(inventory holding cost) karena biaya itu hanya sebesar materi dan komponen
37. yang dibutuhkan dan kalau bias tidak ada biaya sama sekali. Kelebihan MRP
lainnya dalam menangani barang-barang, yaitu :
1) Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan
2) Meningkatkan kegiatan, fasilitas, dan tenaga kerja
3) Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik
4) Respon yang cepat terhadap perubahan pasar
5) Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan terhadap
pelanggan
2.4.1 MRP Teknik Lot for lot
Teknik Lot for lot merupakan teknik penentuan ukuran lot, dengan
memesan kuantitas bahan baku tepat sebesar yang dibutuhkan, tanpa persediaan
pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut, prosedur semacam ini
konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu
rendah, dan permintaan terikat (Buffa dan Sarin,1999).
Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan atas persediaan
bahan yang disimpan. Tetapi teknik ini tidak dapat mengambil keuntungan
ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan tepat, teknik ini juga tidak
dapat digunakan apabila bahan baku yang digunakan jumlahnya sedikit di pasaran
sehingga permintaan tepat pada waktunya tidak dapat dilakukan.
2.4.2 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)
Teknik EOQ merupakan teknik persediaan yang tertua dan paling umum
dikenal. Model ini mengidentifikasi kuantitas pemesanan atau pembelian optimal
38. dengan tujuan meminimalkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan
dan biaya penyimpanan.
Tujuan dari sebagian model persediaan adalah meminimalkan biaya total.
Dengan asumsi-asumsi yang diberikan, biaya-biaya yang signifikan adalah biaya
pemesanan (set up cost) dan biaya penyimpanan (holding cost/ carrying cost).
Biaya- biaya lain seperti biaya satuan ini sendiri adalah konstan. Sehingga dengan
meminimalkan jumlah pemesanan dan penyimpanan dapat berarti meminimalkan
biaya total. Penjelasan mengenai biaya-biaya tersebut dapat dilihat dalam
Gambar 1.
Pada Gambar 1 menunjukkan hubungan antara biaya penyimpanan
(holding/carrying cost) dan biaya pemesanan (ordering atau set up cost), dalam
bentuk grafik. Kuantitas pesanan tetap yang meminimumkan biaya tersebut terjadi
pada saat kurva biaya pemesanan dan kurva biaya penyimpanan berpotongan,
yaitu pada saat total biaya pemesanan sama dengan total biaya penyimpanan.
Ukuran lot dengan biaya minimum diperoleh pada saat turunan pertama dari biaya
total terhadap kuantitas (Q) tahunan sama dengan nol (Buffa, 1996; Herjanto,
1999; Rangkuti, 2004).
Biaya Total
Biaya
Total
Biaya Penyimpanan
Biaya Pemesanan
EOQ Q (kuantitas)
Gambar 1. Biaya Persediaan
Sumber: Rangkuti, 2004
39. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penentuan kuantitas yang optimal
dengan menggunakan model EOQ dapat dirumuskan sebagai berikut :
Total biaya per tahun (TC) = Biaya Penyimpanan + Biaya Pemesanan
TC = HQ + SD
2 Q
Dimana:
TC = Total biaya tahunan
H = Biaya penyimpanan (carrying cost) per unit per tahun
S = Biaya pemesanan (ordering cost)
Ukuran lot dengan biaya minimum diperoleh pada saat turunan pertama
dari biaya total terhadap kuantitas (Q) tahunan sama dengan 0.
TC min : dTC
=0
dQ
dTC H SD
= −
dQ 2 Q2
H SD
0= −
2 Q2
H SD
=
2 Q2
2 SD
Q2 =
H
2SD
Sehingga rumus dasar dari EOQ adalah: EOQ =
H
Dimana :
D = Penggunaan dan Permintaan yang diperkirakan per periode waktu (kg)
S = Biaya pemesanan per pesanan (Rp)
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun (Rp)
Model EOQ dapat diterapkan jika asumsi-asumsi ini dapat dipenuhi
(Handoko,2000) :
40. 1. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam, dan diketahui
(deterministik).
2. Harga per unit adalah konstan
3. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan
4. Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan
5. Waktu antara pesanan pesanan dilakukan dan barang-barang diterima
(lead time) adalah konstan
6. Tidak terjadi kekurangan barang atau back order.
Keuntungan penggunaan teknik EOQ adalah pemesanan dilakukan lebih
besar dari kebutuhan bersihnya, sehingga apabila terjadi perubahan kualitas
produksi menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Kekurangan
teknik ini adalah memberikan biaya penyimpanan yang lebih besar dibandingkan
dengan teknik Lot for lot.
2.4.3 MRP Teknik Part Periode Balancing (PPB)
Teknik penyeimbangan bagian periode merupakan pendekatan yang lebih
dinamis, yaitu menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
Menurut Herjanto (1999), metode PPB secara sederhana menambahkan
kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai Economic Part Period (EPP),
yang merupakan rasio antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan.
EPP dihitung dengan rumus :
Cp
EPP =
Ch
Keterangan :
EPP : Economic Part Period
41. Cp : Biaya pemesanan Per pesanan
Ch : Biaya penyimpanan per periode
Prinsip dari teknik ini adalah mencoba menggabungkan suatu periode
dengan periode berikutnya kemudian menghitung kumulatif bersih dari periode
gabungan tersebut serta kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode
diperoleh dengan mengakumulasikan perkalian kebutuhan suatu periode dengan
periode tambahan yang ditanggung. Tabel 7 menunjukkan penentuan ukuran lot
dengan menggunakan PPB.
Bagian periode yang paling mendekati nilai EPP merupakan gabungan
periode yang dipilih (Herjanto, 1999). Besar pesanan adalah sebesar kebutuhan
bersih kumulatif yang dilakukan sebelum kebutuhan tersebut terjadi, dengan
harapan akan diterima tepat pada awal periode gabungan tersebut dan akan
digunakan selama periode gabungan.
Kelemahan teknik PPB apabila diterapkan perusahaan, yaitu adanya
kemungkinan kerusakan persediaan bahan baku akibat penyimpanan bahan baku
di gudang. Teknik PPB tidak dapat dilakukan apabila nilai EPP-nya lebih kecil
dibandingkan dengan kebutuhan kotornya.
Tabel 7. Penentuan Lot dengan Teknik PPB
Periode yang Kebutuhan bersih kumulatif Kumulatif bagian periode
digabungkan
1 a a x (1-1)
1,2 a+b b X (2-1)
1,2,3 a+b+c b X (2-1) + c x (3-1)
Sumber: Buffa dan Sarin, 1999
42. 2.4.4 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)
Ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah
periode yang telah ditetapkan sebelumnya, dalam teknik POQ ini. Dengan
demikian jumlah sediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ
dihilangkan. Keunggulan teknik POQ adalah dibandingkan dengan teknik EOQ
adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan sediaan kebutuhan tidak uniform
(seragam) karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan. Untuk menghitung
jumlah periode kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan
perhitungan sebagai berikut :
Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata
2.5 Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Dalam kondisi aktual, perusahaan sering dihadapkan dengan fluktuasi
permintaan. Persediaan penyangga merupakan tindakan penanggulangan yang
logis dalam mengatasi permintaan yang flluktuatif. Ada beberapa pendekatan
dalam menentukan persediaan pengaman :
1) Pendekatan kemungkinan kehabisan bahan baku. Asumsi yang digunakan
adalah waktu tunggu yang terjadi konstan, dan seluruh barang yang
dipesan diserahkan kepada pemasok pada waktu yang sama.
2) Pendekatan tingkat pelayanan. Hal ini ditentukan dan diukur dengan
tingkat pelayanan yang dapat diberikan oleh adanya persediaan pengaman.
Persediaan pengaman merupakan persediaan minimum yaitu batas jumlah
persediaan yang paling rendah yang harus ada untuk suatu jenis bahan baku.
Persediaan minimum ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan
kekurangan bahan baku. Sedangkan persediaan maksimum dimaksudkan untuk
43. menghindari kerugian, karena kelebihan bahan baku yang akan menimbulkan
pemborosan biaya.
2.6 Titik Pemesanan Kembali
Titik pemesanan kembali merupakan suatu titik atau batas dari jumlah
persediaan yang ada pada suatu saat dimana pesanan harus diadakan kembali.
Titik ini menunjukkan kepada bagian pembelian untuk mengadakan pesanan
kembali bahan-bahan pesanan untuk menggantikan persediaan yang telah
digunakan. Dalam penentuan titik ini harus memperhatikan besarnya penggunaan
bahan baku selama bahan-bahan yang dipesan belum datang dan persediaan
minimum. Besarnya penggunaan bahan selama bahan-bahan yang dipesan belum
diterima, ditentukan oleh dua faktor yaitu lead time dan tingkat penggunaan rata-
rata. Jadi besarnya penggunaan bahan baku selama bahan baku dipesan belum
diterima adalah hasil perkalian antara waktu yang dibutuhkan untuk memesan
(lead time) dan jumlah penggunaan rata-rata bahan tersebut (Assauri,1999).
2.7 Hasil Penelitian Terdahulu
Sofyan (2004) menganalisis persediaan bahan baku Roti di PT. Maja Sary
bakery, Majalengka. Bahan baku yang dianalisis yaitu tepung terigu, mentega,
telur, gula pasir, dan ragi. Teknik pengendalian persediaan bahan baku yang
digunakan dalam penelitian adalah teknik MRP. Hasil analisis menunjukkan
bahwa biaya persediaan bahan baku metode perusahaan tidak menghasilkan biaya
yang efisien dibanding empat metode alternatif lainnya (metode MRP teknik Lot
for lot, teknik EOQ teknik POQ, dan teknik PPB). Hasil penghematan dari
analisis yang dilakukan, Metode MRP teknik POQ menghasilkan penghematan
44. biaya tertinggi untuk pengendalian persediaan bahan baku gula pasir. Untuk
keempat bahan baku lainnya yaitu bahan baku terigu, mentega, ragi, dan kelapa
metode MRP teknik PPB menghasilkan penghematan biaya terbesar. Berdasarkan
analisis perbandingan metode perusahaan dengan metode alternatif lainnya,
metode MRP teknik PPB adalah teknik yang mampu menghasilkan penghematan
biaya persediaan tertinggi untuk kumulatif kelima bahan baku.
Widyastuti (2001) melakukan penelitian dengan judul sistem pengandalian
persediaan bahan baku susu kental manis, studi kasus PT. Indolakto, Sukabumi.
pada penelitiannya menggunakan analisis dengan teknik EOQ, persediaan
pengaman (safety stock), dan titik pemesanan kembali (reorder point). Bahan
baku yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah susu segar, gula, skimmed
milk powder (SMP). Hasil penelitian menyatakan bahwa kebijakan perusahaan
terhadap pengendalian persediaan belum optimal dan perusahaan perlu
mengurangi persediaan pengaman untuk ketiga bahan tersebut.
Okristian (1999) menganalisis persediaan bahan baku dengan teknik ABC
yang mengelompokkan bahan baku berdasarkan urutan nilai pembelanjaan
tahunan. Urutannya adalah tepung terigu cakra, tepung terigu segitiga, shortening,
telur ayam kampung, ragi roti, susu bubuk full cream, dan gula pasir. Alat analisis
yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode MRP. Hasil penelitianya
menunjukkan bahwa biaya persediaan bahan baku dengan metode MRP lebih
tinggi dibandingkan dengan metode perusahaan. Walaupun dari aspek biaya
persediaan bahan baku dengan metode MRP lebih tinggi, namun metode ini
lebih tepat digunakan, karena metode yang diterapkan pada perusahaan,
menyebabkan terjadinya kekurangan bahan baku relatif lebih besar yang
45. menyebabkan timbulnya biaya kekurangan bahan baku berupa biaya pemesanan
mendadak, dan berupa biaya imbangan (opportunity cost).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai perencanaan
kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku, dapat disimpulkan bahwa
umumnya model analisis untuk persediaan bahan baku adalah metode MRP.
Metode MRP teknik Lot For Lot cocok digunakan pada perusahaan yang
melakukan pemesanan hanya sejumlah kebutuhan bersih tanpa adanya persediaan.
Metode MRP teknik POQ cocok untuk perusahaan yang memilki kebutuhan
bahan baku yang tiap periodenya tidak seragam.
Tabel 8. Penelitian Terdahulu
No Peneliti Tahun Komoditas Topik Alat Analisis
1 Sofyan M 2004 Tepung terigu, Analisis MRP (Teknik
mentega, telur, Pengendalian LFL, EOQ,
gula pasir, dan Persediaan Bahan POQ,PPB)
ragi Baku di Perusahaan
Majasari bakery
Majalengka
2 Widyastuti 2001 Susu segar, Sistem Teknik EOQ,
gula, skimmed Pengandalian Persediaan
milk powder Persediaan Bahan pengaman (safety
(SMP) Baku Susu kental stock), dan Titik
manis, Studi Kasus pemesanan
PT. Indolakto, kembali (reorder
Sukabumi. point).
3 Okristian 1999 Tepung terigu Analisis Metode MRP.
cakra, epung Pengendalian
terigu segitiga, Persediaan Bahan
shortening, telur Baku di PT.
ayam kampung, Purnama Bakery,
ragi roti, susu Jakarta.
bubuk full
cream, dan gula
pasir.
46. III. KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian ini dilakukan dengan dilatarbelakangi oleh upaya perusahaan
dalam meningkatkan keuntungannya. Dalam upayanya tersebut sering kali
perusahaan terkendala dengan tingginya persediaan bahan baku, ini dikarenakan
biaya pengendalian bahan baku yang dikeluarkan belum efisien. Hal ini dapat
diketahui dari besarnya penyimpanan bahan baku yang dibebankan pada
perusahaan, sebagai konsekuensi dari tingginya tingkat persediaan bahan baku.
Dari permasalahan perusahaan ini dapat dianalisis, yang diawali dengan
mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam pengadaan bahan baku, kemudiaan
dilakukan analisis prosedur pembelian, dan terakhir dengan menganalisis
pengendalian persediaan bahan baku.
3.1 Identifkasi Kebijakan Perusahaan dalam Pengadaan Bahan Baku
Dalam mengidentifikasi kebijakan yang diterapkan perusahaan untuk
pengadaan bahan baku, maka sebelumnya perlu diketahui jenis dan asal bahan
baku, prosedur pembelian, dan proses penanganan bahan baku. Selain itu perlu
juga diketahui sistem pesanan yang dilakukan antara perusahaan dengan pemasok,
fasilitas perusahaan dalam penyimpanan, dan proses pencatatan bahan baku yang
dilakukan. Hal terpenting yang perlu diketahui juga adalah perlu dipelajari sejarah
kekurangan bahan baku yang mungkin pernah dialami oleh perusahaan.
3.2 Analisis Prosedur Pembelian Bahan Baku
Aspek-aspek yang akan dianalisis dalam prosedur pembelian bahan baku
mencakup kebutuhan bahan baku pada tiap periode produksi, waktu tunggu yang
diperlukan dalam setiap pengadaan persediaan bahan baku, biaya-biaya yang
47. dikeluarkan dalam pengadaan persediaan bahan baku, harga bahan baku, dan
kebijakan bahan baku yang diterapkan perusahaan. Contoh dari kebijakan bahan
baku misalnya stok minimum dan maksimum persediaan bahan baku untuk
persediaan pengaman.
Dalam analisis ini akan banyak digunakan data volume pemakaian bahan
baku, sebab volume pemakaian bahan baku akan menentukan besarnya
permintaan bahan baku, yang merupakan salah satu variabel dalam penentuan
kuantitas optimal. Volume pemakaian bahan baku ini didasarkan pada catatan
historis perusahaan.
Waktu tunggu digunakan dalam menentukan waktu pelaksanaan pesanan
sampai bahan baku diterima perusahaan. Waktu tunggu diperoleh berdasarkan
catatan-catatan historis perusahaan.
Biaya persediaan bahan baku meliputi biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan bahan baku utama. Biaya ini meliputi seluruh biaya yang
menyangkut penyimpanan barang di tempat penyimpanan akhir di perusahaan.
Perhitungan biaya-biaya ini akan menentukan kuantitas pesanan optimal pada
analisis pengendalian persediaan.
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan yang berkaitan dengan
pengeluaran surat pesanan atau kontrak pembelian, biaya ini tidak tergantung dari
jumlah barang yang dipesan, tetapi tergantung dari jumlah surat pesanan yang
dikeluarkan. Komponen biaya pemesanan ini terdiri dari biaya administrai
penerimaan dan penempatan order, dan biaya penempatan pesanan (biaya telepon,
surat menyurat, faximile), biaya pengangkutan dan bongkar muat (yang
ditanggung perusahaan).
48. Biaya penyimpanan merupakan biaya yang timbul karena adanya bahan
baku yang disimpan perusahaan. Biaya penyimpanan meliputi biaya gudang,
biaya upah dan gaji pengawas, biaya peralatan penanganan bahan baku di gudang
(listrik, air, dan lain-lain), dan bunga atas modal yang ditanamkan ke dalam
investasi tersebut sebagai komponen opportunity cost. Dalam keadaan aktual di
lapangan biaya-biaya ini didasarkan pada catatan-catatan historis perusahaan atas
biaya tersebut.
Harga dari bahan baku sangat diperlukan dalam menentukan besarnya
beban bunga atas modal (opportunity cost) dalam penentuan biaya penyimpanan.
Harga bahan baku ini merupakan harga rata-rata pembelian bahan baku oleh
perusahaan selama periode pencatatan. Selain itu pengetahuan atas besarnya suku
bunga bank sangat diperlukan dalam menentukan bunga atas modal ini. Suku
bunga yang dipakai adalah suku bunga rata-rata tabungan deposito pada bank
umum (komersial).
3.3 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Langkah selanjutnya setelah dilakukan analisis prosedur pembelian bahan
baku, maka perlu dicari tingkat persediaan bahan baku yang optimal, baik dari
segi tingkat pesanan ataupun kuantitas pembeliannya dengan menggunakan
metode Material Requirement Planning (MRP). Metode MRP yang digunakan
sebagai perbandingan dengan metode yang digunakan perusahaan adalah metode
MRP teknik Lot for Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), Period Order
Quantity (POQ). Komponen yang dibandingkan dalam analisis model
pengendalian persediaan bahan baku tersebut meliputi : frekuensi pemesanan,
biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya total persediaan, dan biaya
49. pembelian total bahan baku. Hasil yang diperoleh dari ketiga teknik tersebut
kemudian akan dibandingkan dengan metode pengendalian yang dijalankan
perusahaan, untuk mengetahui besarnya penghematan biaya yang dihasilkan
masing-masing teknik. Dari analisis ini akan menentukan kebijakan bahan baku
yang optimal sehingga perusahaan dapat merumuskan suatu strategi alternatif
dalam pengendalian persediaan bahan bakunya. Kerangka penelitian operasional
peneltian dapat dilihat pada Gambar 2.
50. Visi Perusahaan: Masalah Perusahaan:
Meningkatkan Biaya pengendalian persediaan bahan baku
Keuntungan Perusahaan belum efisien.
Identifikasi kebijakan Perusahaan dalam Pengadaan Bahan Baku
Volume Biaya Persediaan Harga Bahan Waktu
Pemakaian Bahan Bahan Baku Baku Tunggu
Baku Bahan Baku
Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Kondisi Aktual Metode MRP teknik LFL
Perusahaan
Metode MRP teknik EOQ
Metode MRP teknik POQ
Analisis Perbandingan dan Penghematan Antar Metode Pengendalian Persediaan
Tingkat Persediaan dan Kebijakan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Optimal
Rekomendasi model Alternnatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
51. IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Kecap Segitiga, Jalan Raya
Tonjong No 54. Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara
sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Kabupaten Majalengka
terdapat banyak industri kecap dimana dengan banyaknya industri tersebut
menyebabkan persaingan dalam mendapatkan bahan baku. Adapun waktu
pengambilan data ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan
Maret 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif
dan kuantitatif yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh secara langsung dari Perusahaan Kecap Segitiga, yang terdiri
atas: gambaran umum perusahaan, data produksi dan penjualan produk kecap,
kebijakan pengadaan dan penanganan bahan baku di perusahaan yang mencakup
jenis bahan baku yang digunakan, jumlah kebutuhan bahan baku, waktu tunggu
(lead time) pembelian bahan baku, pemasok, sistem pemesanan dan
penyimpanannya.
Data primer dikumpulkan melalui hasil pengamatan, pencatatan langsung
di lapang dan wawancara dengan pihak perusahaan. Wawancara langsung
dilakukan kepada karyawan, manajer produksi, dan pihak perusahaan yang
berkaitan. Pemilihan responden ini dilakukan dengan sengaja (porposive) dengan
pertimbangan bahwa responden mengetahui dan dapat memberikan informasi
52. mengenai kondisi perusahaan dengan baik, khususnya mengenai kebijakan
pengendalian persediaan bahan baku dan pelaksanaan pengendalian persediaan
bahan baku di perusahaan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari (bahan
pustaka) buku, hasil laporan penelitian terkait, catatan-catatan yang dimiliki
perusahaan, literatur perusahaan dan instansi terkait serta internet.
4.3 Metode Analisis Data
Hasil perolehan data kuantitatif diolah dengan menggunakan program
Microsoft Excel. Output data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel dan
diuraikan secara narasi. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk
deskriptif dengan gambar dan tabel agar mudah dipahami.
4.3.1 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan
Perhitungan-pehitungan yang dilakukan dalam menentukan kuantitas
optimal pesanan pada analisis pengendalian persediaan merupakan perhitungan
yang melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung dalam persediaan. Oleh
sebab itu dalam perhitungannya perlu ditentukan terlebih dahulu komponen-
komponen biaya-biaya persediaan yang terjadi. Biaya-biaya ini meliputi biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Biaya pemesanan merupakan
semua biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan dan
penerimaan bahan baku. Biaya ini meliputi biaya administrasi penempatan dan
penerimaan order, biaya penempatan pesanan (biaya telepon, faximile, surat
menyurat). Biaya pemesanan setahun diperoleh dengan cara :
Tc =f x C
53. Dimana : Tc = Biaya pemesanan setahun
f = Frekuensi pemesanan selama setahun
C = Biaya pemesanan per pesanan
Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang diperlukan berkenaan
dengan diadakannya persediaan. Biaya ini berhubungan dengan jumlah persediaan
yang ada di gudang. Termasuk didalamnya biaya gudang, upah dan gaji pegawai
gudang, biaya administrasi gudang, dan bunga atas modal yang ditanamkan ke
dalam investasi.
Biaya penyimpanan dihitung dengan cara:
TH = ∑ tHi
tHi = Qi x h
Maka : TH = ∑ { Qi x h}
Dimana : TH = biaya penyimpanan setahun (Rp/kg)
tHi = biaya penyimpanan harian (Rp/kg)
h = biaya penyimpanan perunit per hari (Rp/kg)
Qi = tingkat persediaan ditangan harian (kg)
4.3.2 Penyesuaian dan Penentuan Volume Pemakaian Bahan Baku
Jumlah pemakaian bahan baku akan banyak digunakan dalam analisis ini.
Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian bahan baku menunjukkan jumlah
permintaan akan bahan baku.
54. 4.3.3 Penyesuaian dan Penentuan Waktu Tunggu Pengendalian Persediaan
Waktu tunggu berguna dalam menentukan waktu pelaksanaan pesanan,
sehingga pesanan dapat diterima pada saat tepat waktu tunggu bahan baku utama
didasarkan atas catatan-catatan historis perusahaan.
4.3.4 Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan atas beberapa model
tersebut sehingga akan didapat alternatif pilihan model yang tepat bagi
perusahaan. Tujuan dari analisis kuantitatif ini adalah untuk menentukan waktu
pesanan yang tepat dan kuantitas pesanan yang optimal. Dengan demikian
diharapkan tingkat persediaan di tangan menjadi lebih optimal dan biaya
persediaan bahan baku dapat ditekan. Model yang digunakan dalam penelitian ini
digunakan untuk menganalisis pengendalian persediaan bahan baku adalah model
perencanaan kebutuhan bahan (Material Requirement Planning system = MRP).
MRP adalah sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material
untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses atau dengan kata lain
adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke
bahan mentah yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang. Masalah
yang dihadapi perusahaan adalah inefisiensi dalam menentukan ukuran lot yang
akan dipesan. Metode MRP akan membantu perusahaan dalam menentukan waktu
pemesanan dan ukuran lot yang akan dipesan, sekaligus dapat memberikan model
yang dapat menurunkan biaya persediaan minimum bagi perusahaan. Format
perhitungan dengan sistem MRP adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 9.
55. Tabel 9. Format Rencana MRP
Uraian Periode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kebutuhan kotor (kg)
Sediaan di tangan (kg)
Penerimaan terjadwal (kg)
Kebutuhan bersih (kg)
Pesanan yang direncanakan (kg)
Sumber : Elwood, 1996
Langkah-langkah pengisian tabel MRP (Tabel 9) yaitu sebagai berikut:
6) Menentukan kebutuhan kotor
Kebutuhan kotor adalah rencana pemakaian bahan baku yang telah
ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan produksi.
7) Menghitung persediaan di tangan
Persediaan di tangan adalah persediaan awal yang ada di tangan pada
suatu periode. Apabila tidak terdapat kebutuhan bersih dan tidak terdapat
rencana penerimaan pada periode sebelumnya, maka besarnya proyeksi
persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor
periode sebelumnya. Apabila terdapat penerimaan terjadwal pada periode
sebelumnya, tetapi tidak terdapat kebutuhan bersih dan rencana
penerimaan terjadwal pesanan pada periode sebelumnya, maka proyeksi
persediaan di tangan untuk suatu periode adalah sebesar penerimaan
terjadwal periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode
sebelumnya. Apabila terdapat kebutuhan bersih dan penerimaan pesanan
pada periode sebelumnya, maka proyeksi persediaan di tangan untuk suatu
periode adalah sebesar rencana penerimaan pesanan periode sebelumnya
dikurangi dengan kebutuhan bersih periode sebelumnya.
56. 3) Kebutuhan bersih
Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat dipenuhi
oleh persediaan perusahaan. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan
proyeksi persediaan ditangan untuk suatu periode lebih besar dari
kebutuhan kotor periode tersebut, maka tidak terdapat kebutuhan bersih
untuk periode tersebut. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi
persediaan di tangan untuk suatu periode lebih kecil daripada kebutuhan
kotor periode tersebut, maka kebutuhan bersih untuk periode tersebut
adalah kebutuhan kotor dikurangi dengan jumlah penerimaan terjadwal
dan proyeksi persediaan periode tersebut.
4) Rencana penerimaan pesanan
Rencana penerimaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan
akan diterima untuk suatu periode. Besar rencana penerimaan pesanan
ditentukan berdasarkan teknik penentuan ukuran lot (lot sizing technique)
yang digunakan.
5) Rencana pelaksanaan pesanan
Rencana pelaksanaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan
akan dipesan pada suatu periode dengan harapan akan diterima oleh
perusahaan pada saat yang tepat. Rencana pesanan sama dengan rencana
penerimaan pesanan, hanya saja periode pelaksanaannya adalah lebih
besar waktu tunggu (lead time) pesanan.
57. Ukuran lot adalah jumlah kuantitas yang akan dipesan untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang minimum. Beberapa
teknik yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran lot pada sistem MRP,
diantaranya Lot for lot, Teknik EOQ, teknik POQ.
Berikut ini beberapa teknik yang digunakan dalam penentuan lot (lot
sizing technique), yaitu:
a. Teknik Lot for lot (LFL)
Hal yang pertama kali dilakukan dalam metode MRP teknik Lot For Lot
adalah menentukan kebutuhan kotor, apabila pada awal periode pengamatan
terdapat persediaan yang cukup besar, maka perusahaan akan menghabiskan
persediaan awal tersebut terlebih dahulu, sehingga tidak perlu dilakukan
pemesanan bahan baku sampai diperkirakan persediaan awal tersebut hanya
cukup memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selama waktu tunggu dan
tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selanjutnya.
Pada saat persediaan bahan baku suatu periode tidak lagi dapat memenuhi
kebutuhan kotor, maka dilakukan perencanaan penerimaan pesanan tepat sebesar
kebutuhan bersih, sehingga proyeksi persediaan di tangan dapat ditekan sampai
sebesar nol. Besar dan waktu pemakaian bahan baku dalam menjalankan teknik
ini perlu diketahui secara akurat, serta didasarkan pada jadwal produksi master
dan waktu tunggu bahan baku.
b. Teknik Economic Order Quantity (EOQ)
Teknik EOQ yang sering digunakan dalam persediaan barang-barang
bebas, dapat juga digunakan dalam teknik penentuan ukuran lot sistem MRP.
Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan teknik EOQ, maka
58. dilakukan metode MRP seperti yang dilakukan dengan teknik Lot for lot, besar
pesanan adalah sebesar kelipatan EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan
kebutuhan bersih. Biaya-biaya yang signifikan dalam penentuan optimal dengan
teknik EOQ adalah biaya pemesanan (ordering) dan biaya penyimpanan (holding
atau carrying), sehingga dengan meminimalkan kuantitas pesanan dan
penyimpanan dapat berarti meminimalkan biaya total.
Apabila terdapat persediaan awal yang cukup besar, maka perusahaan
tidak perlu melakukan rencana permintaan bahan baku sampai persediaan tersebut
tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Pesanan yang
direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah dan jumlah yang mencukupi dan
mendekati kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ yang telah dihitung
sebelumnya.
c. Teknik Period Order Quantity (POQ)
Dalam teknik POQ ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual
dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian
jumlah persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan.
Keunggulan kebijakan POQ dibandingkan kebijakan EOQ adalah dalam
mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak uniform (seragam)
karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan untuk menghitung jumlah periode
kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan
sebagai berikut :
Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata
59. e. Metode Perusahaan
Metode ini disesuaikan dengan kondisi yang dijalankan perusahaan. Biaya
persediaan dihitung berdasarkan biaya aktual yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Biaya tersebut meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku.
4.3.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan
Dari hasil analisis biaya persediaan bahan baku untuk setiap model yang
digunakan, akan dibandingkan besarnya pesanan, banyaknya pesanan, dan biaya
persediaan yang timbul. Selain melakukan perbandingan antar teknik juga
dilakukan perbandingan antar teknik-teknik tersebut dengan sistem pengendalian
persediaan yang selama ini dilakukan perusahaan, kemudian dilakukan
perhitungan penghematan biaya bahan baku. Dari hasil analisis perbandingan dan
perhitungan penghematan tersebut dapat dilakukan pemilihan alternatif sistem
pengendalian yang tepat bagi perusahaan. Metode yang menghasilkan persentase
penghematan terbesar dengan biaya persediaan yang paling minimum akan
direkomendasikan untuk digunakan perusahaan sebagai alat metode pengendalian
persediaan bahan bakunya.
4.4 Rekomendasi Model Alternatif Pengendalian Persediaan Berdasarkan
Data Historis
Berdasarkan analisis perbandingan biaya dan penghematan akan dipilih
suatu model alternatif yang memberikan tingkat biaya persediaan yang paling
rendah dan tepat bagi perusahaan. Model alternatif ini tentunya harus disesuaikan
dengan kondisi perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang ada dalam perusahaan
mengenai pengendalian persediaan bahan baku.
60. 4.5 Definisi Operasional
1. Waktu tunggu (lead time) adalah selang antara pemesanan bahan baku
dengan saat datang dan diterimanya bahan baku di gudang persediaan.
Waktu tunggu ini diukur dalam satuan hari, minggu atau bulan, tergantung
dari sifat dan kebutuhan bahan yang diperlukan perusahaan. Untuk bahan
baku SMP dan gula dihitung dalam satuan bulan.
2. Frekuensi pembelian adalah banyaknya (kali) pembelian yang dilakukan
perusahaan selama satu tahun produksi.
3. Biaya pemesanan bahan baku yaitu biaya yang dikeluarkan setiap kali
melakukan pemesanan dan penerimaan pesanan. Biaya pemesanan diukur
dalam rupiah per pesanan (Rp/pesanan). Besarnya biaya yang dikeluarkan
tidak tergantung pada besarnya atau banyaknya barang yang dipesan.
4. Biaya penyimpanan bahan baku yaitu semua biaya yang dikeluarkan
perusahaan selama satu tahun produksi karena penyimpanan persediaan
bahan baku. Biaya penyimpanan bahan baku diukur dalam satuan rupiah
per kilogram per tahun (Rp/kg/th).
61. V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1. Sejarah Perkembangan Perusahaan
Perusahaan Kecap Segitiga merupakan perusahaan perseorangan yang
bergerak di bidang usaha industri kecap. Perusahaan ini mulai dirintis sejak tahun
1958 oleh Bapak H. Lukman. Pada awal beroperasinya perusahaan hanya
menggunakan peralatan-peralatan sederhana atau hanya diproduksi dalam skala
rumah tangga. Pemberian Lambang atau nama SEGITIGA ini diilhami karena
pada awal pendirian perusahaan ini terdapat kesepakatan diantara tiga orang
bersaudara, yaitu Bapak H. Lukman sebagai penanam modal, Bapak Endek
sebagai tanaga ahli dalam bagian produksi kecap, dan Bapak Aman sebagai
tenaga ahli dalam bidang pemasaran produk.
Pada awal produksinya, sarana dan peralatan yang digunakan adalah
sebuah dapur pemasakan yang kecil, dan cara penjualannya dilakukan dengan
cara berjalan kaki serta memakai sepeda. Produk ditawarkan dari rumah ke
rumah atau dari toko ke toko yang terletak di sekitar lokasi perusahaan. Pada saat
itu produk yang dijual hanya kecap rasa asin dan manis sedang yang dikemas
dalam botol kecil yang berukuran 250 ml.
Mulai tahun 1964, proses legalitas perusahaanpun dilakukan, yaitu dengan
melakukan pendaftaran perusahaan, sesuai SK Menteri Perindustrian dan
Perdagangan tanggal 28 Juli tahun 1964 No. 207/SK/VII/64. Pada tahun 1978
perusahaan memperoleh Surat Izin Usaha (SIU) No. 503. U/Perek/I-TU/SK/1978
dari Pemerintah Tingkat II Kabupaten Majalengka.
Berbekal semangat dan kerja keras pengelola perusahaan, perusahaan ini
mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Mulai tahun 1980 kelengkapan
62. administrasi perizinan dilengkapi oleh perusahaan, yaitu dengan diterbitkannya
Surat Tanda Pendaftaran Industri Kecil No.50/Kandep.1.207/I/VII/1980.
berdasarkan SK Menteri Perindustrian No. 157/M/SK/4/1980. Pada tahun 1987
ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Surat Standar Industri Indonesia (SII)
No. 0032-74.1089/M/9/1987. Kelengkapan perizinan usaha yang terakhir
dilakukan adalah dengan diterimanya surat izin yang diperbaharui dan berlaku
selama perusahaan itu berdiri yaitu SIUP Nomor : 517/0025/PK-P/KPP/XI/2001;
Tanda Daftar Perusahaan Nomor : 102351500113; Tanda Daftar Industri
Nomor: 530/047/TDI/KOPERINDAG/IX/2002; Surat Ijin Gangguan
Nomor: 536/61.SK.KPP/VIII/IG/02; Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga Nomor : P-IRT NO.115321007012; Sertifikat Penggunaan Tanda SNI
Nomor : 0729/Bd/SNI/IV/1995.
Mutu dan kualitas produk juga sangat diperhatikan oleh perusahaan,
langkah yang ditempuh dalam menjaga kualitas mutu dari aspek higienis
produknya adalah dengan mengikuti penyuluhan dari Departemen Kesehatan, dan
diperoleh Sertifikat Penyuluhan (SP) No. SP 005/10.15/1988 berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 02192/B/SK/IX/1986. Pada tahun 2002
perusahaan telah mengantongi sertifikat halal dari LPPOM MUI Jawa Barat
No. MUI-JB 100250.
5.2 Lokasi Perusahaan
Penentuan Lokasi Perusahaan Kecap Segitiga dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, sarana dan prasarana
transportasi, serta daerah pemasaran. Perusahaan Kecap Segitiga berlokasi di
Jalan Raya Tonjong No. 54. Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka,