SlideShare a Scribd company logo
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU
        DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA
                 MAJALENGKA




                    Oleh :
              WAWAN KURNIAWAN
                  A14105620




PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
             FAKULTAS PERTANIAN
         INSTITUT PERTANIAN BOGOR
                    2008
RINGKASAN
WAWAN KURNIAWAN. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di
Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka. (Di bawah bimbingan
JOKO PURWONO)
        Kecap merupakan hasil dari perkembangan teknologi pengolahan kedelai,
yaitu melalui proses fermentasi 1 sampai 2 minggu. Dilihat dari kandungan
gizinya kecap kedelai ternyata masih memilki protein dan kadar abu yang cukup
tinggi. Sementara komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar
didukung oleh asam glutamat, prolin, asam asportat dan lesitin (Santoso, 1994).
     Seiring dengan berkembangnya perusahaan pengolahan kecap menyebabkan
persaingan semakin meningkat di antara perusahaan kecap, terutama dampak
persaingan ini dirasakan sekali bagi perusahaan kecap yang masih kecil, sehingga
keunggulan kompetitif menjadi penting. Salah satu strategi yang dapat diterapkan
adalah pengembangan keragaan manajemen produksi dan operasi organisasi
melalui manajemen produksi dan persediaan.
     Perusahaan Kecap Segitiga merupakan salah satu produsen kecap yang
sedang berkembang. Adanya perubahan permintaan konsumen terhadap kecap
seringkali menuntut pihak perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap
rencana produksinya (revisi rencana produksi). Selain itu, kebijakan perusahaan
menyangkut perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku
sering dihadapkan pada kendala investasi yang terlalu banyak atau menekan
persediaan. Masing-masing akan memiliki konsekuensi terhadap biaya
persediaan, kelancaran produksi dan pelayanan kepada pelanggan. Untuk itu,
diperlukan sistem pengendalian persediaan yang optimal sehingga perusahaan
mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meminimalkan biaya produksinya.
     Penelitian ini bertujuan untuk (1) melakukan kajian terhadap sistem
pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan. (2) menganalisis
sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan menentukan
alternatif teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat diterapkan pada
perusahaan.
     Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh langsung dari Perusahaan Kecap Segitiga yang berlokasi di Jalan
Raya Tonjong No 54. Kabupaten Majalengka, pada bulan februari 2007– Maret
2008 melalui hasil pengamatan dan wawancara dengan karyawan, manajer, dan
kepala divisi yang berkaitan. Data sekunder diperoleh dari buku-buku, hasil
laporan penelitian terkait, catatan perusahaan, literatur perusahaan dan instansi
terkait serta literatur lainnya. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan
program Microsoft Excel . Untuk menganalisis metode pengendalian persediaan
bahan baku perusahaan periode Maret 2007-Februari 2008 akan digunakan model
MRP teknik LFL, EOQ, dan POQ. dipilih kemudian akan dipilih satu model
alternatif untuk dijadikan sebagai bahan rekomendasi dalam pengendalian
persediaan bahan baku perusahaan Segitiga.
     Data pembelian bahan baku perusahaan seringkali berfluktuasi, dengan
tingkat persediaan yan cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan tingkat pembelian yang
melebihi dari kebutuhan bahan baku untuk produksi kecap untuk setiap
periodenya.
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu Biaya yang
ditanggung perusahaan untuk biaya persediaan bahan baku sebesar
Rp 14 106 009.43 dengan biaya pembelian bahan baku selama periode Maret
2007-Februari 2008 sebesar Rp 1 340 203 482.00. Sedangkan dengan teknik LFL,
EOQ dan POQ biaya persediaan perusahaan masing-masing Rp 27 659 748.70 ,
Rp 9 365 809.48, Rp 8 278 409.65. Sistem pengadaan dan pengendalian
persediaan bahan baku kecap belum optimal dari segi biaya persediaan bahan
baku. Hal ini ditunjukkan dari tingginya biaya persediaan yang dihasilkan
perusahaan, dibandingkan dengan biaya persediaan menggunakan metode MRP
teknik EOQ dan teknik POQ. Sedangkan dari hasil analisis dengan Metode MRP
teknik POQ yang menghasilkan penghematan biaya paling besar di antara teknik
yang lainnya, yaitu menghasilkan biaya persediaan sebesar Rp 8 278 409.65 atau
perusahaan dapat menghemat biaya persediaan sebesar 41.3 persen. Biaya
pembelian bahan baku dengan teknik POQ sebesar Rp 1 228 478 728.50 atau
perusahaan mengalami penghematan biaya pembelian bahan baku sebesar 8.3
persen. Oleh karena itu metode MRP teknik POQ direkomendasikan sebagai
model alternatif dalam sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal
dilihat dari biaya persediaan bahan bakunya. Penggunaan metode MRP teknik
POQ dapat dijadikan alternatif bagi pengendalian persediaan perusahaan karena
metode ini menghasilkan periode gabungan yang akan meminimumkan biaya
persediaan (biaya pemesanan dan biaya penyimpanan) serta biaya pembelian
bahan baku.
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU
        DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA
                 MAJALENGKA




                      SKRIPSI

   Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
                 Sarjana Pertanian pada
                   Fakultas Pertanian
                Institut Pertanian Bogor




                     Oleh :
               WAWAN KURNIAWAN
                   A14105620




PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
             FAKULTAS PERTANIAN
         INSTITUT PERTANIAN BOGOR
                    2008
Judul Skripsi : Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan
                Kecap Segitiga Majalengka
Nama          : Wawan Kurniawan
NRP           : A14105620




                                  Menyetujui,
                               Dosen Pembimbing




                              Ir. Joko Purwono, MS
                                 NIP:131 578 844




                                  Mengetahui,
                             Dekan Fakultas Pertanian




                     Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr,
                              NIP. 131 124 019




Tanggal lulus : 3 Mei 2008
PERNYATAAN


DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS   PENGENDALIAN   PERSEDIAAN   BAHAN   BAKU     DI

PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA MAJALENGKA ” BELUM PERNAH

DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN

MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK

TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-

BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK

LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN

DALAM NASKAH.




                                           Bogor, April 2008


                                          Wawan Kurniawan
                                            A14105620
RIWAYAT HIDUP


       Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1982 di Majalengka, Jawa Barat.

Penulis yang bernama lengkap Wawan Kurniawan adalah anak ketujuh dari enam

bersaudara pasangan ayahanda Abu sufyan dan ibunda Yayah Khususiah.

       Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 1 Maja tahun 1990 hingga

tahun 1996. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan pada sekolah menengah

pertama di SLTP Negeri 1 Maja hingga tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis

menamatkan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 1 Majalengka,

kemudian pada tahun yang sama melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor

(IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Diploma III

Program Studi Teknologi dan Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan

Makanan Ternak, Fakultas Peternakan hingga tahun 2005. Kemudian penulis

melanjutkan ke program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

       Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan,

Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) periode 2004-2005

sebagai staf Departemen Pertanian. Sebagai pengurus Keluarga Muslim Ekstensi

(KAMUS X10C) dan terakhir menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Majalengka

2002-2007.
KATA PENGANTAR



      Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis

Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka.

Penelitian ini membahas tentang pengendalian persediaan bahan baku kecap

khususnya bahan baku Kedelai, Gula Aren, Gula kelapa dan garam.

      Penelitian ini bertujuan untuk mencari metode alternatif bagi perusahaan

dalam pengadaan bahan baku, dengan memberikan tingkat persediaan dan biaya

persediaan yang optimal, serta dapat menghemat biaya pembelian bahan baku.

Model pengendalian persediaan yang digunakan adalah model Material

Requirement Planning (MRP) teknik Lot For Lot (LFL), Teknik Economic Order

Quantity (EOQ) dan Teknik Period Order Quantity (POQ). Model pengendalian

persediaan tersebut dibandingkan dengan metode pengendalian persediaan

perusahaan untuk mendapatkan alternatif dalam pengendalian persediaan bahan

baku yang menghasilkan biaya persediaan minimum.

      Besar harapan penulis agar hasil penelitian ini mendapatkan berkah dari

Allah SWT dan dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Terima kasih.




                                                            Bogor, April 2008


                                                         Wawan Kurniawan
UCAPAN TERIMA KASIH


       Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan, arahan dan

dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang selalu memberikan Rahmat, Berkah dan Ridho kepada

   penulis sepanjang hayat ini.

2. Bapak dan ibu tercinta, Teteh-tetehku dan Aa-Aaku atas daya upaya selalu

   mendoakan, member kasih sayang, dorongan dan kesabarannya dalam

   membimbing penulis dari kecil hingga sekarang.

3. Ir.Joko Purwono, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah begitu banyak

   memberi bimbingan, saran, dan masukannya selama proses penelitian

   sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ir. Yayah K. Wagiono, Mec sebagai dosen evaluator, atas masukannya berupa

   saran dan kritik dalam kolokium proposal penelitian.

5. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS sebagai dosen penguji utama yang telah

   memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini.

6. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang

   telah memberikan koreksi dan saran demi perbaikan skripsi ini.

7. Pak Dhany sebagai pembimbing lapang penulis, terima kasih atas bantuan

   data-datanya, serta Bapak Deden Herdian selaku Pimpinan perusahaan dan

   seluruh staf Perusahaan Kecap Segitiga yang telah banyak memberi

   bimbingan dan motivasi selama penelitian di Perusahaan
8. Daeng Iksal atas segala bantuannya dan kebersamaannya yang memberikan

   semangat kepada penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik

   dan Bu Mia atas pinjaman buku-bukunya, selamat atas kelahiran buah hatinya.

9. Dr. Arisman Adnan dan Mas Yuri atas dorongan semangat dan Do’anya.

10. Teman-teman seperjuangan (Asep, Hery, Hayya, Guna, Usman, Erfan, Iyan)

   atas keceriaan dan kebersamaan kita dalam perjuangan tidak lupa juga untuk

   mas Way. Sungguh suatu nikmat yang indah bisa mengenal kalian semua

   saudaraku ;-)

11. Semua teman-teman ekstensi 13(esp :Pengurus KAMUS,dan Tim Pelopor :

   Husni, Rudy, Husen, dan Abdul, Sol, dan Akhwatnya) atas kebersamaan kita,

   semoga silaturahim kita tidak terputus.

12. Teman-teman satu atap (Arif, Aris, Fajar, Jam’an, Sudar, Ubay) atas

   kebersamaan dan semangat kalian yang turut memotivasiku dalam

   menyelesaikan skripsi ini. Selamat berjuang untuk kehidupan selanjutnya dan

   teman-teman yang setia bersama (TIP 39 : Solihin, Sisca, Dizy).

13. Teman-teman Bogor Tengah, terus semangat perjuangan kita belum berakhir,

   karena harapan itu masih ada.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu

   penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... v

I.      PENDAHULUAN
        1.1 Latar Belakang ....................................................................................       1
        1.2 Perumusan Masalah ............................................................................            4
        1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................................         9
        1.4 Kegunaan Penelitian............................................................................           9
        1.5 Ruang LingkupPenelitian ...................................................................               9

II.    TINJAUAN PUSTAKA
       2.1 Kecap...................................................................................................   11
       2.2 Bahan Baku ..........................................................................................      13
       2.3 Persediaan ...........................................................................................     14
           2.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan ................................................                       14
           2.3.2 Jenis-jenis Persediaan fisik ........................................................                15
           2.3.3 Biaya-biaya Persediaan ............................................................                  16
           2.3.4 Pengendalian Persediaan............................................................                  19
       2.4 Perencanaan Kebutuhan Bahan (MRP) ...............................................                          19
           2.4.1 Lot For Lot ...............................................................................          22
           2.4.2 Economic Order Quantity.........................................................                     22
           2.4.3 Part Periode Balancing ...........................................................                   25
           2.4.4 Period Order Quantity ..............................................................                 27
       2.5 Persediaan Pengaman ..........................................................................             27
       2.6 Titik Pemesanan Kembali ....................................................................               28
       2.7 Hasil Penelitian Terdahulu...................................................................              28

III.   KERANGKA PEMIKIRAN
       3.1 Identifikasi Kebijakan Perusahaan Dalam Pegadaan bahan Baku....... 31
       3.2 Analisis Prosedur Pembelian Bahan Baku........................................... 31
       3.3 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan baku.................................... 33

IV. METODE PENELITIAN
    4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................                    36
    4.2 Jenis dan Sumber Data........................................................................                 36
    4.3 Metode Analisis Data..........................................................................                37
        4.3.1 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan .............................                                  37
        4.3.2 Penyesuaian dan Penentuan Volume Pemakaian Bahan Baku ..                                                38
        4.3.3 Penyesuaian dan Penentuan Waktu Tunggu ..............................                                   39
        4.3.4 Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku......                                           39
        4.3.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan........................                                     44
4.4Rekomendasi Model Alternatif Pengendalian Persediaan
            Berdasarkan Data Historis ................................................................. 44
        4.5 Definisi Operasional ............................................................................. 45

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
     5.1 Sejarah Perkembangan Perusahaan.....................................................                     46
     5.2 Lokasi Perusahaan ..............................................................................         47
     5.3 Aspek Pemasaran ................................................................................         48
     5.4 Aspek Teknis/Produksi .......................................................................            49
         5.4.1 Proses Produksi .........................................................................          49
     5.5 Aspek Sumberdaya Manusia ..............................................................                  53
     5.6 Fasilitas Pabrik dan Kantor ................................................................             53

VI. SISTEM PENANGANAN DAN PENGADAAN BAHAN BAKU
    KECAP PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA
      6.1 Jenis dan Asal Bahan Baku ................................................................ 55
          6.1.1 Kacang Kedelai ......................................................................... 56
          6.1.2 Gula Aren .................................................................................. 57
          6.1.3 Gula Kelapa ............................................................................... 57
          6.1.4 Garam ........................................................................................ 57
      6.2 Prosedur Pengadaan Bahan Baku....................................................... 58
      6.3 Waktu Tunggu Bahan Baku(Lead Time) Pada Perusahaan Segitiga.. 59
      6.4 Proses penanganan Bahan Baku......................................................... 60
      6.5 Volume Penanganan Bahan Baku ...................................................... 60
      6.6 Biaya-Biaya Persediaan...................................................................... 62
          6.6.1 Biaya Pemesanan....................................................................... 62
          6.6.2 Biaya Penyimpanan ................................................................... 64

VII.ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU
    PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA
     7.1 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan ............................ 66
     7.2 Metode Material Requirement Planning (MRP)................................ 70
         7.2.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL) ................................... 71
         7.2.2 Metode MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) .......... 73
         7.2.3 Metode MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) ................ 75
     7.3 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan.................. 77
     7.4 Rekomendasi Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan
         Baku Berdasarkan Data Historis perusahaan Periode
         Maret 2007-Februari 2008.................................................................. 80

 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
      8.1 Kesimpulan......................................................................................... 82
      8.2 Saran ................................................................................................... 83

 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 84

 LAMPIRAN ..................................................................................................... 86
DAFTAR TABEL



Nomor                                                Teks                                                          Hal
  1.     Produksi Tanaman Sekunder Indonesia Tahun 2003-2007 ..................                                     1

  2.    Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Seminggu untuk
        Komoditas Kecap di Indonesia..............................................................                  2
  3.    Susunan Aset Suatu Perusahaan Manufaktur (Tipikal) ........................                                 4
  4.    Daftar Industri Kecap Kabupaten Majalengka Tahun 2007 .................                                     5

  5.    Kuantitas Pesanan dan Persediaan Rata-rata Bahan BakuKacang
        Kedelai Berdasarkan kondisi Aktual Perusahaan Tahun 2007 .............                                       7

  6.    Komposisi Zat Gizi Kecap Kedelai (100gr) .........................................                         12

  7.    Penentuan Lot dengan Teknik PPB ......................................................                     26

  8.    Penelitian Terdahulu .............................................................................         30

  9.    Format Rencana MRP...........................................................................              40

  10. Komponen Bahan-bahan Pembentuk Keca pada Perusahaan Kecap
      Segitiga..................................................................................................   55

  11. Volume Pemakaian Bahan Baku Kecap Perusahaan Kecap Segitiga
      Periode Maret 2007-Februari 2008 .......................................................                     62

  12. Biaya Pemesanan Bahan Baku Perusahaan Segitiga Periode Maret
      2007-Februari 2008 (Rupiah/pesanan)                                                                          64

  13. Biaya Penyimpanan Bahan Baku PerusahaanKecap Segitiga ..............                                         65

  14. Persediaan Kacang Kedelai, Gula Aren, Gula Kelapa dan Garam
      Selama Periode Maret 2007-Februari 2008 (kg)...................................                              67

  15. Biaya Persediaan Bahan Baku per Tahun Periode Maret 2007-
      Februari 2008 Menggunakan Kondisi Aktual Perusahaan....................                                      68

  16. Biaya Pembelian Bahan Baku Periode Maret 2007-Februari 2008 ......                                           69

  17. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga dengan Teknik
      Lot For Lot Periode Maret 2007-Februari 2008 ...................................                             72

  18. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Lot For Lot Periode
      Maret 2007-Februari 2008 .....................................................................                73
19. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga dengan Teknik
    Economic Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008……. .… 74

20. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Economic Order Quantity
    Periode Maret 2007-Februari 2008 .......................................................... 75

21. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga Teknik Period
    Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008 ................................ 76

22. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Period Order Quantity
    Periode Maret 2007-Februari 2008 .......................................................... 77

23. Perbandingan Frekuensi Biaya Persediaan dan Biaya Pembelian Total
    Bahan Baku Periode Maret 2007-Februari 2008 ..................................... 78

24. Penghematan Biaya Persediaan dan Pembelian dengan MRP Teknik
    LFL, EOQ dan POQ................................................................................. 79
DAFTAR GAMBAR


Nomor                                                     Teks                                                         Hal

 1. Biaya Persediaan ...............................................................................................   23

 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................                                   35

 3. Prosedur Pembelian Bahan Baku........................................................                              59
I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

        Sektor perindustrian merupakan        sektor yang cukup diandalkan dalam

perekonomian Indonesia, terutama dari sektor industri pengolahan hasil pertanian.

Hal tersebut menjadikan industri pengolahan hasil produk pertanian sangat

berperan dalam pertumbuhan perekonomian, karena sektor pertanian masih

menjadi penghasilan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, sebagai

masyarakat agraris.

        Indonesia sebagai negara agraris, yang mempunyai luas lahan pertanian

yang cukup luas, masih mempunyai potensi yang besar dalam meningkatkan

produksi industri pengolahan hasil pertanian. Data produksi beberapa komoditas

pertanian di Indonesia menunjukkan produksi hasil pertanian yang tinggi, seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 1. Data menunjukkan bahwa produksi pada tahun

2007 untuk komoditas jagung           menduduki peringkat terbesar, yaitu   sebesar

11.609.463 ton; kedelai sebesar 808 353 ton pada tahun 2005; kacang tanah

sebesar 838 096 ton pada tahun 2006; singkong sebesar 19.986 640 ton pada

tahun 2006; ubi jalar sebesar 1 991 478 ton pada tahun 2003.

Tabel 1. Produksi Tanaman Sekunder Indonesia tahun 2003-2007 (Ton)
 Tahun        Jagung            Kedelai     Kacang       Singkong     Ubi jalar
                                             tanah
   2003      10 886 442          671 600      785 526    18 523 810     1 991 478
   2004      11 225 243          723 483      837 495    19 424 707     1 901 802
   2005      12 523 894          808 353      836 295    19 321 183     1 856 969
   2006      11 609 463          747 611      838 096    19 986 640     1 854 238
  2007*      13 279 794          608 263      789 327    18 950 274     1 874 036
Sumber: BPS. 2007
Keterangan : * Data sementara
Produksi produk pertanian untuk tahun 2007, pada Tabel 1 menunjukkan

penurunan dalam produksi yaitu untuk komoditas kedelai, kacang tanah dan

singkong. Hal ini menimbulkan kenaikan harga beberapa komoditas pertanian,

khususnya       yang terjadi pada tahun 2007 adalah kenaikan harga komoditas

kedelai, sehingga berdampak pada melambungnya harga produk-produk olahan

kedelai.     Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu

Krisnamurthi, menyatakan bahwa harga komoditas pangan naik sebesar 10%-35%

selama enam bulan terakhir. Peningkatan harga itu dipicu kenaikan harga minyak

mentah dunia. Komoditas pangan yang dimaksud seperti jagung, kedelai, daging,

dan terigu.1

          Salah satu industri     pengolahan     hasil   pertanian yang menggunakan

komoditas kedelai sebagai bahan baku utama dalam proses produksinya adalah

industri kecap.       Kecap sebagai salah satu hasil olahan kedelai, telah lama

dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Industri kecap sangat berperan dalam

meningkatkan nilai tambah          komoditas kedelai. Industri kecap juga berperan

dalam penyediaan tenaga kerja bagi masyarakat di sekitar lokasi pabrik dan

meningkatkan permintaan kedelai nasional.


Tabel 2. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata per Kapita Seminggu untuk
         Komoditas Kecap di Indonesia (Rp/14ml)
     Tahun           Konsumsi          Pertumbuhan           Nilai           Pertumbuhan
                      (Liter)               (%)              (Rp)                 (%)
         1996                 0.064                  -           37.00                   -
         1999                 0.063               -1.6           79.00               113.5
         2002                 0.083               31.8          124.00                57.0
         2003                 0.078               -6.0          127.00                 2.4
Sumber : BPS (1996, 1999, 2002, dan 2003)



1
    http://www.wartaekonomi.com/search_detail.asp?aid=9948&cid=2&x=kedelai
Apabila ditinjau dari aspek konsumsi, masyarakat Indonesia memiliki

tingkat konsumsi kecap yang cukup tinggi. Data pengeluaran dan konsumsi kecap

di Indonesia pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata–rata konsumsi dan

pengeluaran untuk kecap per kapita per minggu pada tahun 2002 mengalami

pertumbuhan yang signifikan yaitu sebesar 31.8 persen, dengan tingkat konsumsi

per kapita per minggu sebanyak 0.083 liter, nilai pengeluaran Rp 124.00 serta

pertumbuhan nilai pengeluaran sebesar 57 persen. Meskipun pada tahun 2003

dalam tingkat konsumsi mengalami penurunan menjadi 0,078 liter per kapita per

minggu, dengan tingkat pertumbuhannya sebesar – 6,0 persen, tetapi dengan nilai

pengeluaran yang    mengalami peningkatan menjadi Rp 127.00, tentunya ini

menjadi pendorong bagi pelaku bisnis kecap untuk meningkatkan produksinya.

Industri kecap berlomba-lomba menghasilkan kecap dengan berbagai rasa,

ukuran, dan kemasan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang beragam.

       Peningkatan tingkat konsumsi ini tentunya mendorong perusahaan untuk

meningkatkan jumlah produksi. Peningkatan produksi ini memerlukan perhatian

yang cukup serius dari pihak perusahaan, mulai dari manajemen sistem pengadaan

bahan baku baku kecap; manajemen sistem produksi; manajemen persediaan

bahan baku kecap. Masing-masing komponen tersebut menimbulkan biaya dari

setiap unit bahan baku kecap yang dibeli perusahaan.

       Manajemen persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan bahan baku

sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada

waktunya dan di lain pihak investasi persediaan bahan baku dapat ditekan secara

optimal. Pengendalian tingkat persediaan bertujuan mencapai efisiensi dan
efektivitas optimal dalam penyediaan bahan baku. Dalam pengadaan dan

penyimpanan bahan baku diperlukan biaya besar, baik itu untuk perusahaan besar

maupun perusahaan kecil. Biasanya biaya yang paling besar adalah nilai inventory

dan biaya penyimpanannya. Biaya penyimpanan ini setiap tahun pada umumnya

mencapai      sekitar      20   persen   sampai   40   persen   dari   harga   barang

(Indrajit, 2003). Oleh karena itu, perlu ditempuh strategi atau manajemen tertentu

yang bertujuan menjaga agar tingkat persediaan barang dapat ditekan seminimal

mungkin, namun di lain pihak harus diusahakan agar penjualan dan operasi

perusahaan tidak terganggu. Berikut ini dapat dilihat susunan aset tipikal dari

suatu perusahaan manufaktur pada Tabel 3.

Tabel 3. Susunan Aset Suatu Perusahaan Manufaktur (Tipikal)
 No                     Susunan Aset                        Persentase (%)
 1      Kas                                                        4
 2      Piutang                                                   26
 3      Aset cair lain                                             6
 4      Persediaan barang                                         31
 5      Aset tetap                                                27
 6      Aset lain                                                  6
Sumber : Indrajit, 2003.


         Berdasarkan Tabel di atas terlihat jelas bahwa aset berupa barang

merupakan kelompok yang paling besar dari seluruh aset perusahaan, sehingga

perlu mendapat perhatian yang besar dari manajemen perusahaan.


1.2. Perumusan Masalah

         Industri kecap merupakan salah satu subsistem agribisnis dalam bidang

industri pengolahan hasil pertanian. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kabupaten Majalengka (2007), tercatat sebanyak 24 perusahaan

yang bergerak dalam industri kecap.         Hal ini menyebabkan tingkat persaingan
yang cukup tinggi dalam aspek pemasaran dan harga, dimana sebagian besar

dipasarkan di wilayah Kabupaten Majalengka.

Tabel 4. Daftar Industri Kecap di Kabupaten Majalengka Tahun 2007
 No.              Nama                          Jumlah            Satuan           Jumlah
           Perusahaan/Pengrajin                Produksi                            Tenaga
                                                                                    Kerja
 1     Segi tiga                                     860 000       Botol             40
 2     Maja menjangan                                624 175       Botol             12
 3     Cap Sate                                      183 000       Botol              7
 4     Anton Yuliyanto                               108 000       Botol             15
 5     Potret Matahari Terbit dan                    180 000                         5
       Merak
 6     Ijoh                                              960       Botol              2
 7     Andon                                             750       Krat               2
 8     T3                                            180 000       Botol             13
 9     Roda Bersayap                                 144 000       Botol             10
 10    H. Santana                                    250 000       Botol              4
 11    Panggang Ayam                                  45 000       Botol              3
 12    Potret Matahari                                    15       Ton               5
 13    Kambing                                           100       Krat              4
 14    Ikan mas koki                                  20 000       Botol             11
 15    Ayam jago                                     225 000                         10
 16    Moh. Suherman                                    7000       Botol             3
 17    Tohri                                             240       Botol              2
 18    Iyah dasiyah                                      750       Botol             3
 19    Oman                                                5       Ton                2
 20    Sari                                             1000       Botol              2
 21    Sapyudin                                          950       Krat              2
 22    Saroni                                        240 000       Botol             4
 23    Dua bintang                                    84 000       Botol             4
 24    Cap Matahari                                       15       Ton                5
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka (2007), diolah


        Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha produksi kecap

adalah Perusahaan Kecap Segitiga, yang merupakan perusahaan kecap terbesar

di Kabupaten Majalengka yang telah dirintis sejak tahun 1958.

        Bahan baku utama kecap di Perusahaan Kecap Segitiga terdiri dari kacang

kedelai hitam, gula aren, gula kelapa, garam. Bahan baku tersebut diperoleh dari

distributor yang sudah menjadi pemasok perusahaan, yaitu berasal dari Bandung,
Banjar, Cianjur, Cirebon dan Majalengka.          Kondisi aktual yang terjadi di

perusahaan selama ini adalah perusahaan tidak melakukan perhitungan

berdasarkan metode pengendalian bahan baku tertentu dalam menentukan jumlah

bahan baku yang dipesan. Perusahaan hanya melakukan pemesanan berdasarkan

kondisi aktual persediaan bahan baku di gudang sehingga sering terjadi

pemesanan bahan baku yang tidak terjadwal dan jumlah pesanannya jauh lebih

besar dari rata-rata kebutuhan bahan baku. Hal ini mengakibatkan tingginya

persediaan bahan baku perusahaan yang menyebabkan besarnya biaya kesempatan

(opportunity cost) yang harus ditanggung perusahaan. Contohnya dapat dilihat

pada Tabel 5 yang menjelaskan perbandingan antara kuantitas pesanan dan

kebutuhan pemakaian bahan baku kacang kedelai, berdasarkan kondisi aktual

perusahaan.

       Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa tingkat persediaan bahan baku kacang

kedelai cukup besar. Bahkan pada bulan Mei sampai dengan bulan November

angkanya melebihi kebutuhan produksi. Hal ini menunjukan bahwa cadangan

persediaan bahan baku pada bulan tersebut melebihi rata-rata kebutuhan bahan

baku perbulannya. Besarnya tingkat persediaan ini terjadi karena pemesanan

bahan baku yang dilakukan perusahaan tidak teratur, dimana kuantitas pemesanan

perbulan sangat bervariasi. Besarnya kuantitas pemesanan yang dilakukan tidak

sesuai dengan kebutuhan produksi. Pada bulan-bulan tertentu pemesanan bahan

baku melebihi kebutuhan produksinya, tetapi kemudian kuantitas        pemesanan

dapat jauh lebih kecil dari kebutuhan produksi.

       Seiring dengan berkembangnya perusahaan pengolahan kecap di

Kabupaten Majalengka menyebabkan persaingan semakin meningkat sehingga
keunggulan kompetitif menjadi penting. Salah satu strategi yang dapat diterapkan

adalah pengembangan keragaan manajemen produksi dan operasi organisasi

melalui manajemen produksi dan persediaan.

Tabel 5.    Kuantitas Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Bahan Baku
            Kacang Kedelai Berdasarkan Kondisi Aktual Perusahaan Tahun
            2007
   Bulan        Kuantitas  Stok               Pemakaian       Stok      Persediaan
                Pesanan Awal (kg)                (kg)        Akhir      Rata-Rata
                  (kg)                                        (kg)         (kg)
 Januari            -      1800                   150         1650         1725
 Februari         840      1650                  305          2185         1917.5
 Maret            600      2185                  1160         1625         1905
 April            1000     1625                  1000         1625         1625
 Mei              8223     1625                  2185         7663         4644
 Juni             8337     7663                  5411        10589         9126
 Juli             3429    10589                  6281         7737         9163
 Agustus          6000     7737                  5329         8408         8072.5
 September          -      8408                  5724         2684         5546
 Oktober          6488     2684                  2166         7006         4845
 November           -      7006                  5409         1597         4301.5
 Desember         5010     1597                  3946         2661         2129
 Total             39 927   54 569                  39 066     55 430      55 059.5
 Rata-rata       3 327.25 4 547.42                 3 255.5   4 619.17      4 588.29
Sumber : Data perusahaan (2007), diolah


        Untuk        menghadapi           persaingan    dalam     industri    kecap,

Perusahaan Kecap Segitiga merasa perlu menciptakan keunggulan kompetitif.

Salah satunya melalui manajemen produksi dan persediaan yang optimal, yaitu

melalui pengendalian         persediaan bahan baku kecap. Hal ini didasari dari

beberapa permasalahan dalam manajemen produksi dan persediaan yang dihadapi

Perusahaan Kecap Segitiga, diantaranya: perubahan permintaan konsumen akan

produk kecap pada saat menjelang hari raya serta keterlambatan kedatangan bahan

baku dari pemasok. Selain itu dengan semakin banyaknya perusahaan kecap perlu

diperhatikan juga mengenai persaingan dalam mendapatkan vahan baku.
Perubahan permintaan konsumen terhadap kecap seringkali menuntut

pihak perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap rencana produksinya

(revisi rencana produksi). Selain itu kebijakan perusahaan menyangkut

perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku sering

dihadapkan pada kendala investasi yang terlalu banyak atau menekan persediaan.

Masing-masing akan memiliki konsekuensi terhadap biaya persediaan, kelancaran

produksi dan pelayanan kepada pelanggan. Untuk itu, diperlukan sistem

pengendalian    persediaan    yang   optimal    sehingga    perusahaan    mampu

meningkatkan efisiensi produksi dan meminimalkan biaya produksinya.

        Persediaan bahan baku merupakan salah satu faktor produksi yang sangat

penting karena menunjang kelancaran dan kesinambungan dalam proses produksi.

Persediaan bahan bahan baku yang melebihi maupun yang persediaan bahan

baku yang kurang akan merugikan perusahaan. Kekurangan persediaan akan

menyebabkan terganggunya proses produksi, yaitu tidak tercapainya target

produksi    sesuai   dengan   permintaan    konsumen.      Kelebihan   persediaan

mengakibatkan meningkatnya biaya penyimpanan, di samping dengan tingginya

resiko kerusakan bahan baku akibat proses penyimpanan bahan baku yang terlalu

lama, yang dapat merugikan perusahaan secara keseluruhan. Dengan melihat

kondisi tersebut perusahaan memerlukan sistem pengendalian persediaan bahan

baku yang dapat menjaga ketersediaan bahan baku, serta dapat meminimalkan

biaya persediaan. Oleh karena itu permasalahan yang akan dianalisis adalah :

   1.   Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan

        oleh perusahaan ?
2. Bagaimanakah model alternatif pengendalian persediaan bahan baku yang

       dapat meminimalkan biaya, sesuai dengan kondisi perusahaan?


1.3 Tujuan Penelitian

       Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah :

   1. Melakukan kajian terhadap sistem pengendalian persediaan bahan baku

       yang dilakukan perusahaan.

   2. Menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal

       dan menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan bahan baku

       yang dapat diterapkan pada perusahaan.


1.4. Kegunaan Penelitian

       Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

   1. Sebagai bahan pertimbangan perusahaan dalam         menentukan alternatif

       teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat meminimalkan

       biaya, serta sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam pengadaan

       dan pengendalian persediaan, yang sesuai       bagi pelaksanaan kegiatan

       produksi perusahaan.

   2. Sebagai media untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh, dan bagi

       masyarakat umum, penelitian ini dapat berguna sebagai informasi yang

       berkenaan dengan pengendalian persediaan bahan baku.


1.5 Ruang Lingkup

       Ruang lingkup penelitian ini meliputi gambaran umum, sistem pengadaan

dan penanganan bahan baku perusahaan, serta analisis pengendalian persediaan
bahan baku. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada

perusahaan mengenai teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat

meminimalkan biaya. Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Kecap Segitiga,

Kabupaten Majalengka.
II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1    Kecap

       Kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa

penambahan gula dan bumbu. Dilihat dari kandungan gizinya, kecap kedelai

ternyata masih memiliki protein dan kadar abu yang cukup tinggi. Sementara

komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar didukung oleh asam

glutamat, prolin, asam asportat dan lesitin (Santoso, 1994). Dengan demikian

mengkonsumsi kecap bukanlah sekedar menikmati rasa asin atau manis, akan

tetapi kecap kedelai memiliki zat gizi yang lengkap dengan asam aminonya.

       Pada umumya bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan kecap adalah

kacang kedelai (Glycine max merr). Hal ini didasarkan kandungan nilai gizi

kedelai yang cukup tinggi, terutama kandungan protein dan kandungan

karbohidratnya sehingga memungkinkan perkembangbiakan mikroorganisme

yang menghasilkan enzim pemecah substrat pada kedelai (Yokotsuka dalam

Ramdhan, 2002).     Kedelai atau kacang kedelai adalah salah satu tanaman

polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan Timur Jauh seperti

kecap, tahu dan tempe. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling

tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna

kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam).

G.max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Tiongkok dan

Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia

Tenggara.

       Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun

Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena
kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli

tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan

Tiongkok. Pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah

sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif

kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih

cocok bagi Indonesia.

        Jenis kedelai yang digunakan          untuk pembuatan kecap adalah kedelai

hitam dan kedelai kuning (Judoamidjojo, dalam Ramdhan, 2002). Komposisi

kimia antara kedelai hitam dengan kedelai kuning tidak begitu berbeda. Selain itu

perbedaan jenis kedelai tersebut tidak berpengaruh pada efektifitas fermentasi.

Kedelai hitam lebih banyak digunakan oleh kalangan industri dalam pembuatan

kecap, namun beberapa perusahaan             menggunakan kedelai kuning, dan hasil

samping dari pembuatan kecap tersebut dijadikan tauco (Judoamidjojo dalam

Ramdhan, 2002).

Tabel 6. Komposisi Zat Gizi Kecap Kedelai (100gr)
 No             Zat Gizi                          Kecap              Satuan
  1    Energi                                               86.00             kalori
 2     Air                                                  57.40              gram
 3     Protein                                               5.50              gram
 4     Lemak                                                 0.60              gram
 5     Karbohidrat                                          15.10              gram
 6     Serat                                                 0.60              gram
 7     Abu                                                  21.40              gram
 8     Kalsium                                              85.00                mg
 9     Besi                                                  4.40                mg
 10    Vitamin B1                                            0.04                mg
 11    Vitamin B2                                            0.17                mg
Sumber : Direktorat Gizi Dep. Kesehatan RI dalam Santoso, 1994
Secara umum kecap di Indonesia dikelompokan menjadi dua golongan,

yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap dapat diproduksi dengan tiga metode

produksi, yaitu fermentasi kedelai, hidrolisa asam, atau kombinasi keduanya.

Kecap hidrolisa kurang populer dibandingkan dengan kecap hasil fermentasi dari

segi rasa dan aroma yang kurang baik. Hal ini disebabkan selama proses hidrolisa,

beberapa asam amino dan gula rusak, serta timbul senyawa off flavour seperti

asam levulinat, H2S dan beberapa komponen lainnya yang ada pada kecap

fermentasi tidak terbentuk. Di Indonesia pembuatan kecap pada umumnya

dilakukan secara fermentasi.


2.2    Bahan Baku

       Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari

produk jadi. Tanpa bahan baku suatu industri tidak dapat menghasilkan output

produksinya. Masalah yang sering dihadapi produsen adalah ketersediaan bahan

baku, baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Masalah lainnya adalah

penanganan bahan baku yang berasal dari produk pertanian yang bersifat mudah

rusak dalam penyimpanannya.

       Menurut Assauri (1999) pengertian bahan baku meliputi semua bahan

yang dipergunakan dalam perusahaan pabrik, kecuali terdapat bahan-bahan yang

secara fisik akan digabungkan dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan

pabrik tersebut. Perusahaan yang memiliki penguasaan atas produksi bahan baku

sendiri lebih menjamin ketersediaan bahan baku dibandingkan bila pengadaan

bahan baku tersebut dilakukan melalui pembelian (Gaspersz, 2002). Menurut

Webster dan Wind dalam Kotler (1997), pembelian merupakan proses

pengambilan keputusan yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan akan
barang dan jasa, mengidentifikasikan, menilai, dan memilih berbagai alternatif

merek dan pemasok.


2.3      Persediaan

         Persediaan merupakan hal penting bagi suatu perusahaan manufaktur,

dalam menjaga keberlangsungan proses produksi. Karena persediaan dalam hal

ini adalah bahan baku, maka persediaan memiliki persentase terbesar dari modal

kerja.

         Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian

yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan dan

menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi,

dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan

dan menjamin tersedianya sumberdaya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan

pada waktu yang tepat. Istilah persediaan (iventory) adalah istilah umum yang

menunjukan segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam

antisipasinya dalam pemenuhan permintaan (Handoko, 1997).


2.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan

         Menurut Heizer dan Render (1999), persediaan memiliki beberapa fungsi

untuk dapat menciptakan fleksibilitas pada kegiatan operasi perusahaan.

Efisisensi operasional perusahaan dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi

penting persediaan (Handoko, 1997). Fungsi penting persediaan adalah sebagai

berikut :

      1. Fungsi Decoupling. Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan

         operasi-operasi perusahaan internal dan eksternal memiliki kebebasan.
Persediaan ”decouples” ini memungkinkan perusahaaan dapat memenuhi

        permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier.

   2. Fungsi Economic Lot Sizing adalah fungsi yang memungkinkan

        perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumberdaya-sumberdaya

        dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Fungsi Lot

        Size ini perlu mempertimbangkan penghematan biaya. Penghematan dari

        potongan pembelian, biaya pengangkutan, dan sebagainya. Penghematan

        ini timbul karena perusahaan membeli dalam kuantitas yang lebih besar.

   3. Fungsi Antisipasi merupakan persediaan untuk mengahadapi permintaan

        yang dapat diramalkan dan menjaga kemungkinan kesulitan memperoleh

        bahan baku. Fungsi ini untuk menanggulangi ketidakpastian jangka waktu

        pengiriman dan penerimaan bahan baku selama periode pemesanan

        kembali. Fungsi ini sangat penting untuk menjaga kelancaran proses

        produksi


2.3.2   Jenis-Jenis Persediaan Fisik

        Setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik tersendiri dan cara

pengelolaan yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan fisik dibedakan menjadi

(Handoko, 1977):

   1. Persediaan bahan mentah (raw material), yaitu persediaan persediaan

        barang-barang   berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen

        lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat

        diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari suplier dan atau dibuat

        sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi

        selanjutnya.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/component),

        yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen

        yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit

        menjadi suatu produk.

   3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan

        barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak

        merupakan bagian atau komponen barang jadi.

   4. Persediaan barang dalam proses (work in proses), yaitu persediaan

        barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses

        produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu

        diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

   5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang

        yang telah diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau

        dikirim ke pelanggan.


2.3.3   Biaya-Biaya Persediaan

        Dalam pembuatan setiap keputusan yang akan mempengaruhi besarnya

jumlah persediaan, biaya-biaya variabel berikut ini harus dipertimbangkan,

diantaranya (Handoko, 1997):

   a. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs)

         Merupakan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya

persediaan barang. Biaya ini terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara

langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan

semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata-
rata persediaan semakin tinggi. Biaya -biaya yang termasuk sebagai biaya

penyimpanan adalah:

       1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas

          atau pendingin)

       2. Biaya modal (oportunity cost of capital, yaitu alternatif pendapatan

          atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan)

       3. Biaya keusangan

       4. Biaya penghitungan fisik dan kondisi laporan

       5. Biaya asuransi persediaan

       6. Biaya pajak persediaan

       7. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan

   b. Biaya Pemesanan (Pembelian)

       Merupakan biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan

pemesanan bahan sejak       pemesanan bahan sampai bahan tersedia di gudang.

Setiap kali barang dipesan, perusahaan menanggung biaya pemesanan (ordercosts

atau procurement costs). Biaya-biaya pemesanan secara terperinci meliputi :

       1. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi

       2. Upah

       3. Biaya telepon

       4. Pengeluaran surat menyurat

       5. Biaya pengepakan dan penimbangan

       6. Biaya pemeriksaan penerimaan

       7. Biaya pengiriman kegudang

       8. Biaya hutang lancar dan sebagainya.
Secara normal biaya per pesanan (di luar biaya bahan dan potongan

kuantitas) tidak naik bila kuantitas pesanan bertambah besar. Apabila semakin

banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode

turun, maka biaya pemesanan total akan turun.

   c. Biaya penyiapan (manufacturing).

        Bila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri ”dalam pabrik”

perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (setup costs) untuk

memproduksi komponen tertentu.

Biaya- biaya ini terdiri dari :

        1. Biaya mesin-mesin menganggur

        2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung

        3. Biaya scheduling

        4. Biaya ekspedisi dan sebagainya.

   d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs)

        Merupakan biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedia bahan pada

waktu diperlukan, bukan biaya nyata melainkan biaya kehilangan kesempatan.

Biaya ini merupakan biaya yang sulit diperkirakan. Biaya ini timbul bilamana

persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang

termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut :

        1. Kehilangan penjualan

        2. Kehilangan langganan

        3. Biaya ekspedisi

        4. Selisih harga

        5. Biaya pemesanan khusus
6. Terganggunya operasi

         7. Tambahan pengeluaran manajerial dan sebagainya.


2.3.4    Pengendalian Persediaan

         Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat

dan komposisi persediaan komponen rakitan (part), bahan baku dan barang

hasil/produk, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan

penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelajaran perusahaan dengan efektif dan

efisien (Assauri, 1999). Tujuan dari pengendalian dinyatakan sebagai usaha

untuk:

   1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat

         mengakibatkan terhentinya proses produksi.

   2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar

         atau berlebihan, sehingga     biaya-biaya yang timbul akibat persediaan

         bahan baku tidak terlalu besar.

   3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena hal

         ini akan mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar

2.4 Perencanaan Kebutuhan Bahan (Material Requirement Planning/MRP)

        Material   Requirement    Planning   (MRP)        merupakan    suatu    sistem

perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi, yang

memerlukan beberapa tahapan/fase, atau dengan kata lain merupakan suatu

rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan

mentah (komponen), yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang.

Sehingga     dapat   ditentukan   kapan    dan   berapa    banyak     pesanan   untuk

masing-masing komponen suatu produk yang akan dibuat.
Sistem    ini     memainkan       peranan     penting     dalam    menjawab

pertanyaan-pertanyaan tentang bahan-bahan dan komponen-komponen apa yang

harus dibuat atau dibeli, berapa jumlah yang dibutuhkan, dan kapan dibutuhkan.

Menurut Heizer dan Render (1999), untuk mengetahui model persediaan terikat,

maka manajer harus mengetahui :

 1. Jadwal produksi master (master production schedule)

     Master production schedule (MPS) menjabarkan apa yang harus dibuat dan

     penjadwalan yang harus sesuai dengan jadwal produksi. Rencana produksi

     diturunkan dari teknik perencanaan agregat (agregat planning techniques).

     Rencana agregat ini mencakup perencanaan jenis-jenis input, keuangan,

     permintaan pelanggan, kemampuan teknik, ketersediaan tenaga kerja,

     fluktuasi persediaan, keragaan pemasok, dan pertimbangan-pertimbangan

     lainnya. Dari rencana produksi inilah jadwal dibangun MPS yang memberi

     informasi apa yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan dan memenuhi

     rencana permintaan.

 2. Spesifikasi dari daftar bahan (bill of material)

     Spesifikasi dari bahan material merupakan daftar kualitas komponen,

     kandungan,      dan   kebutuhan   bahan     untuk    membuat   produk   yang

     menggambarkan struktur produk. Bill of materials ini tidak hanya

     menjabarkan kebutuhan tetapi juga pertimbangan dalam pembiayaannya dan

     dapat memberikan daftar barang-barang yang harus diproduksi atau dirakit.

 3. Ketersediaan barang persediaan (inventory avaibilty)

     Catatan persediaan ini menjadi landasan untuk memberikan informasi

     tentang jumlah persediaan bahan baku.             Catatan ini juga mendukung
penyusunan MRP yang tepat untuk merencanakan jumlah dan waktu

       pesanan bahan baku yang tepat agar proses produksi tidak terhambat.

 4. Posisi pesanan, pembelian (purchase order outstanding)

       Pengetahuan atas perjanjian pesanan pembelian harus dimiliki bagian

       pengendalian persediaan. Ketika pemesan terjadi, catatan tentang persediaan

       tersebut dan jadwal pengantaran harus tersedia, sehingga manajer dapat

       menyiapkan rencana produksi dan melakukan sistem MRP dengan baik.

 5. Waktu ancang-ancang (lead time)

       Pengetahuan atas waktu ancang-ancang untuk masing-masing komponen

       diperlukan dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan

       pembelian, produksi, atau perakitan yang sesuai dengan waktu produk

       tersebut dibutuhkan.

        Langkah selanjutnya adalah membuat rencana kotor kebutuhan bahan

(gross material requirement planning). Langkah ini mengkombinasikan jadwal

produksi master dan jadwal tingkatan waktu (time phased schedule). Rencana

kebutuhan kotor memperkirakan jadwal yang menunjukkan kapan suatu barang

harus dipesan dari pemasok, jika tidak ada persediaan di tangan atau ketika

produksi barang harus dimulai untuk masing-masing produksi, manejemen harus

menyiapkan sebuah jadwal induk produksi.

        Menurut Heizer dan Render (1999) metode MRP dalam pengelolaannya

akan    lebih   komplek,      tetapi   dapat   menghasilkan   banyak   keuntungan.

Keuntungannya antara lain dapat mengurangi persediaan dan biaya gabungan

(inventory holding cost) karena biaya itu hanya sebesar materi dan komponen
yang dibutuhkan dan kalau bias tidak ada biaya sama sekali. Kelebihan MRP

lainnya dalam menangani barang-barang, yaitu :

 1) Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan

 2) Meningkatkan kegiatan, fasilitas, dan tenaga kerja

 3) Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik

 4) Respon yang cepat terhadap perubahan pasar

 5) Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan terhadap

        pelanggan


2.4.1    MRP Teknik Lot for lot

         Teknik Lot for lot merupakan teknik penentuan ukuran lot, dengan

memesan kuantitas bahan baku tepat sebesar yang dibutuhkan, tanpa persediaan

pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut, prosedur semacam ini

konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu

rendah, dan permintaan terikat (Buffa dan Sarin,1999).

         Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan atas persediaan

bahan yang disimpan. Tetapi teknik ini tidak dapat mengambil keuntungan

ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan tepat, teknik ini juga tidak

dapat digunakan apabila bahan baku yang digunakan jumlahnya sedikit di pasaran

sehingga permintaan tepat pada waktunya tidak dapat dilakukan.


2.4.2     MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

          Teknik EOQ merupakan teknik persediaan yang tertua dan paling umum

dikenal. Model ini mengidentifikasi kuantitas pemesanan atau pembelian optimal
dengan tujuan meminimalkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan

dan biaya penyimpanan.

       Tujuan dari sebagian model persediaan adalah meminimalkan biaya total.

Dengan asumsi-asumsi yang diberikan, biaya-biaya yang signifikan adalah biaya

pemesanan (set up cost) dan biaya penyimpanan (holding cost/ carrying cost).

Biaya- biaya lain seperti biaya satuan ini sendiri adalah konstan. Sehingga dengan

meminimalkan jumlah pemesanan dan penyimpanan dapat berarti meminimalkan

biaya total. Penjelasan mengenai biaya-biaya tersebut dapat dilihat dalam

Gambar 1.

       Pada Gambar 1 menunjukkan hubungan antara biaya penyimpanan

(holding/carrying cost) dan biaya pemesanan (ordering atau set up cost), dalam

bentuk grafik. Kuantitas pesanan tetap yang meminimumkan biaya tersebut terjadi

pada saat kurva biaya pemesanan dan kurva biaya penyimpanan berpotongan,

yaitu pada saat total biaya pemesanan sama dengan total biaya penyimpanan.

Ukuran lot dengan biaya minimum diperoleh pada saat turunan pertama dari biaya

total terhadap kuantitas (Q) tahunan sama dengan nol (Buffa, 1996; Herjanto,

1999; Rangkuti, 2004).

                                       Biaya Total
     Biaya
     Total

                                                           Biaya Penyimpanan


                                                     Biaya Pemesanan




                            EOQ                       Q (kuantitas)
                         Gambar 1. Biaya Persediaan
                          Sumber: Rangkuti, 2004
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penentuan kuantitas yang optimal

dengan menggunakan model EOQ dapat dirumuskan sebagai berikut :

       Total biaya per tahun (TC) = Biaya Penyimpanan + Biaya Pemesanan

                            TC =     HQ       +     SD
                                      2             Q
Dimana:

   TC     = Total biaya tahunan

   H      = Biaya penyimpanan (carrying cost) per unit per tahun

   S      = Biaya pemesanan (ordering cost)

        Ukuran lot dengan biaya minimum diperoleh pada saat turunan pertama

dari biaya total terhadap kuantitas (Q) tahunan sama dengan 0.

   TC min :    dTC
                   =0
                dQ
               dTC H SD
                   =  −
                dQ   2 Q2
                        H SD
                   0=    −
                        2 Q2
                   H SD
                    =
                   2 Q2
                        2 SD
                   Q2 =
                         H
                                                                 2SD
   Sehingga rumus dasar dari EOQ adalah:          EOQ =
                                                                 H
   Dimana :

   D = Penggunaan dan Permintaan yang diperkirakan per periode waktu (kg)

   S = Biaya pemesanan per pesanan (Rp)

   H = Biaya penyimpanan per unit per tahun (Rp)

        Model EOQ dapat diterapkan jika asumsi-asumsi ini dapat dipenuhi

(Handoko,2000) :
1.   Permintaan akan produk adalah konstan, seragam, dan diketahui

             (deterministik).

        2.   Harga per unit adalah konstan

        3.   Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan

        4.   Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan

        5.   Waktu antara pesanan pesanan dilakukan dan barang-barang diterima

             (lead time) adalah konstan

        6.   Tidak terjadi kekurangan barang atau back order.

        Keuntungan penggunaan teknik EOQ adalah pemesanan dilakukan lebih

besar dari kebutuhan bersihnya, sehingga apabila terjadi perubahan kualitas

produksi menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Kekurangan

teknik ini adalah memberikan biaya penyimpanan yang lebih besar dibandingkan

dengan teknik Lot for lot.


2.4.3   MRP Teknik Part Periode Balancing (PPB)

        Teknik penyeimbangan bagian periode merupakan pendekatan yang lebih

dinamis, yaitu menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

Menurut Herjanto (1999), metode PPB secara sederhana menambahkan

kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai Economic Part Period (EPP),

yang merupakan rasio antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan.

        EPP dihitung dengan rumus :

                             Cp
                    EPP =
                             Ch

        Keterangan :

        EPP : Economic Part Period
Cp : Biaya pemesanan Per pesanan

         Ch : Biaya penyimpanan per periode

          Prinsip dari teknik ini adalah mencoba menggabungkan suatu periode

dengan periode berikutnya kemudian menghitung kumulatif bersih dari periode

gabungan tersebut serta kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode

diperoleh dengan mengakumulasikan perkalian kebutuhan suatu periode dengan

periode tambahan yang ditanggung. Tabel 7 menunjukkan penentuan ukuran lot

dengan menggunakan PPB.

         Bagian periode yang paling mendekati nilai EPP merupakan gabungan

periode yang dipilih (Herjanto, 1999). Besar pesanan adalah sebesar kebutuhan

bersih kumulatif yang dilakukan sebelum kebutuhan tersebut terjadi, dengan

harapan akan diterima tepat pada awal periode gabungan tersebut dan akan

digunakan selama periode gabungan.

         Kelemahan teknik       PPB apabila diterapkan perusahaan, yaitu adanya

kemungkinan kerusakan persediaan bahan baku akibat penyimpanan bahan baku

di gudang. Teknik PPB tidak dapat dilakukan apabila nilai EPP-nya lebih kecil

dibandingkan dengan kebutuhan kotornya.

Tabel 7. Penentuan Lot dengan Teknik PPB

     Periode yang          Kebutuhan bersih kumulatif   Kumulatif bagian periode
     digabungkan

 1                     a                                a x (1-1)

 1,2                   a+b                              b X (2-1)

 1,2,3                 a+b+c                            b X (2-1) + c x (3-1)
Sumber: Buffa dan Sarin, 1999
2.4.4    MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)

         Ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah

periode yang telah ditetapkan sebelumnya, dalam teknik POQ ini. Dengan

demikian jumlah sediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ

dihilangkan. Keunggulan teknik POQ adalah dibandingkan dengan teknik EOQ

adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan sediaan kebutuhan tidak uniform

(seragam) karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan. Untuk menghitung

jumlah periode kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan

perhitungan sebagai berikut :

                  Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata


2.5     Persediaan Pengaman (Safety Stock)

         Dalam kondisi aktual, perusahaan sering dihadapkan dengan fluktuasi

permintaan. Persediaan penyangga merupakan tindakan penanggulangan yang

logis dalam mengatasi permintaan yang flluktuatif. Ada beberapa pendekatan

dalam menentukan persediaan pengaman :

      1) Pendekatan kemungkinan kehabisan bahan baku. Asumsi yang digunakan

         adalah waktu tunggu yang terjadi konstan, dan seluruh barang yang

         dipesan diserahkan kepada pemasok pada waktu yang sama.

      2) Pendekatan tingkat pelayanan. Hal ini ditentukan dan diukur dengan

         tingkat pelayanan yang dapat diberikan oleh adanya persediaan pengaman.

         Persediaan pengaman merupakan persediaan minimum yaitu batas jumlah

persediaan yang paling rendah yang harus ada untuk suatu jenis bahan baku.

Persediaan minimum ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan

kekurangan bahan baku. Sedangkan persediaan maksimum dimaksudkan untuk
menghindari kerugian, karena kelebihan bahan baku yang akan menimbulkan

pemborosan biaya.


2.6    Titik Pemesanan Kembali

       Titik pemesanan kembali merupakan suatu titik atau batas dari jumlah

persediaan yang ada pada suatu saat dimana pesanan harus diadakan kembali.

Titik ini menunjukkan kepada bagian pembelian untuk mengadakan pesanan

kembali bahan-bahan pesanan untuk menggantikan persediaan yang telah

digunakan. Dalam penentuan titik ini harus memperhatikan besarnya penggunaan

bahan baku selama bahan-bahan yang dipesan belum datang dan persediaan

minimum. Besarnya penggunaan bahan selama bahan-bahan yang dipesan belum

diterima, ditentukan oleh dua faktor yaitu lead time dan tingkat penggunaan rata-

rata. Jadi besarnya penggunaan bahan baku selama bahan baku dipesan belum

diterima adalah hasil perkalian antara waktu yang dibutuhkan untuk memesan

(lead time) dan jumlah penggunaan rata-rata bahan tersebut (Assauri,1999).


2.7    Hasil Penelitian Terdahulu

       Sofyan (2004) menganalisis persediaan bahan baku Roti di PT. Maja Sary

bakery, Majalengka. Bahan baku yang dianalisis yaitu tepung terigu, mentega,

telur, gula pasir, dan ragi. Teknik pengendalian persediaan bahan baku yang

digunakan dalam penelitian adalah teknik MRP. Hasil analisis menunjukkan

bahwa biaya persediaan bahan baku metode perusahaan tidak menghasilkan biaya

yang efisien dibanding empat metode alternatif lainnya (metode MRP teknik Lot

for lot, teknik EOQ teknik POQ, dan teknik PPB). Hasil penghematan dari

analisis yang dilakukan, Metode MRP teknik POQ menghasilkan penghematan
biaya tertinggi untuk pengendalian persediaan bahan baku gula pasir. Untuk

keempat bahan baku lainnya yaitu bahan baku terigu, mentega, ragi, dan kelapa

metode MRP teknik PPB menghasilkan penghematan biaya terbesar. Berdasarkan

analisis perbandingan metode perusahaan dengan metode alternatif lainnya,

metode MRP teknik PPB adalah teknik yang mampu menghasilkan penghematan

biaya persediaan tertinggi untuk kumulatif kelima bahan baku.

       Widyastuti (2001) melakukan penelitian dengan judul sistem pengandalian

persediaan bahan baku susu kental manis, studi kasus PT. Indolakto, Sukabumi.

pada penelitiannya menggunakan analisis dengan teknik EOQ, persediaan

pengaman (safety stock), dan titik pemesanan kembali (reorder point). Bahan

baku yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah susu segar, gula, skimmed

milk powder (SMP). Hasil penelitian menyatakan bahwa kebijakan perusahaan

terhadap pengendalian persediaan belum optimal dan perusahaan perlu

mengurangi persediaan pengaman untuk ketiga bahan tersebut.

       Okristian (1999) menganalisis persediaan bahan baku dengan teknik ABC

yang mengelompokkan bahan baku berdasarkan urutan nilai pembelanjaan

tahunan. Urutannya adalah tepung terigu cakra, tepung terigu segitiga, shortening,

telur ayam kampung, ragi roti, susu bubuk full cream, dan gula pasir. Alat analisis

yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode MRP. Hasil penelitianya

menunjukkan bahwa biaya persediaan bahan baku dengan metode MRP lebih

tinggi dibandingkan dengan metode perusahaan. Walaupun dari aspek biaya

persediaan bahan baku dengan metode MRP lebih tinggi, namun metode ini

lebih tepat digunakan, karena metode yang diterapkan pada perusahaan,

menyebabkan terjadinya kekurangan bahan baku relatif lebih besar yang
menyebabkan timbulnya biaya kekurangan bahan baku berupa biaya pemesanan

mendadak, dan berupa biaya imbangan (opportunity cost).

       Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai perencanaan

kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku, dapat disimpulkan bahwa

umumnya model analisis untuk persediaan bahan baku adalah metode MRP.

Metode MRP teknik Lot For Lot cocok digunakan pada perusahaan yang

melakukan pemesanan hanya sejumlah kebutuhan bersih tanpa adanya persediaan.

Metode MRP teknik POQ cocok untuk perusahaan yang memilki kebutuhan

bahan baku yang tiap periodenya tidak seragam.

Tabel 8. Penelitian Terdahulu
 No Peneliti      Tahun   Komoditas           Topik                 Alat Analisis
 1  Sofyan M      2004    Tepung terigu,      Analisis              MRP       (Teknik
                          mentega, telur,     Pengendalian          LFL,        EOQ,
                          gula pasir, dan     Persediaan Bahan      POQ,PPB)
                          ragi                Baku di Perusahaan
                                              Majasari    bakery
                                              Majalengka
 2   Widyastuti   2001    Susu segar,         Sistem                Teknik     EOQ,
                          gula, skimmed       Pengandalian          Persediaan
                          milk powder         Persediaan Bahan      pengaman (safety
                          (SMP)               Baku Susu kental      stock), dan Titik
                                              manis, Studi Kasus    pemesanan
                                              PT.      Indolakto,   kembali (reorder
                                              Sukabumi.             point).
 3   Okristian    1999    Tepung terigu       Analisis               Metode MRP.
                          cakra, epung        Pengendalian
                          terigu segitiga,    Persediaan Bahan
                          shortening, telur   Baku     di    PT.
                          ayam kampung,       Purnama Bakery,
                          ragi roti, susu     Jakarta.
                          bubuk full
                          cream, dan gula
                          pasir.
III. KERANGKA PEMIKIRAN


       Penelitian ini dilakukan dengan dilatarbelakangi oleh upaya perusahaan

dalam meningkatkan keuntungannya. Dalam upayanya tersebut sering kali

perusahaan terkendala dengan tingginya persediaan bahan baku, ini dikarenakan

biaya pengendalian bahan baku yang dikeluarkan belum efisien. Hal ini dapat

diketahui dari besarnya penyimpanan bahan baku yang dibebankan pada

perusahaan, sebagai konsekuensi dari tingginya tingkat persediaan bahan baku.

Dari permasalahan perusahaan ini dapat dianalisis, yang diawali dengan

mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam pengadaan bahan baku, kemudiaan

dilakukan analisis prosedur pembelian, dan terakhir dengan menganalisis

pengendalian persediaan bahan baku.


3.1    Identifkasi Kebijakan Perusahaan dalam Pengadaan Bahan Baku

       Dalam mengidentifikasi kebijakan yang diterapkan perusahaan untuk

pengadaan bahan baku, maka sebelumnya perlu diketahui jenis dan asal bahan

baku, prosedur pembelian, dan proses penanganan bahan baku. Selain itu perlu

juga diketahui sistem pesanan yang dilakukan antara perusahaan dengan pemasok,

fasilitas perusahaan dalam penyimpanan, dan proses pencatatan bahan baku yang

dilakukan. Hal terpenting yang perlu diketahui juga adalah perlu dipelajari sejarah

kekurangan bahan baku yang mungkin pernah dialami oleh perusahaan.


3.2    Analisis Prosedur Pembelian Bahan Baku

       Aspek-aspek yang akan dianalisis dalam prosedur pembelian bahan baku

mencakup kebutuhan bahan baku pada tiap periode produksi, waktu tunggu yang

diperlukan dalam setiap pengadaan persediaan bahan baku, biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam pengadaan persediaan bahan baku, harga bahan baku, dan

kebijakan bahan baku yang diterapkan perusahaan. Contoh dari kebijakan bahan

baku misalnya stok minimum dan maksimum persediaan bahan baku untuk

persediaan pengaman.

       Dalam analisis ini akan banyak digunakan data volume pemakaian bahan

baku, sebab volume pemakaian bahan baku akan menentukan besarnya

permintaan bahan baku, yang merupakan salah satu variabel dalam penentuan

kuantitas optimal. Volume pemakaian bahan baku ini didasarkan pada catatan

historis perusahaan.

       Waktu tunggu digunakan dalam menentukan waktu pelaksanaan pesanan

sampai bahan baku diterima perusahaan. Waktu tunggu diperoleh berdasarkan

catatan-catatan historis perusahaan.

       Biaya persediaan bahan baku meliputi biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan bahan baku utama.          Biaya ini meliputi seluruh biaya yang

menyangkut penyimpanan barang di tempat penyimpanan akhir di perusahaan.

Perhitungan biaya-biaya ini akan menentukan kuantitas pesanan optimal pada

analisis pengendalian persediaan.

        Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan yang berkaitan dengan

pengeluaran surat pesanan atau kontrak pembelian, biaya ini tidak tergantung dari

jumlah barang yang dipesan, tetapi tergantung dari jumlah surat pesanan yang

dikeluarkan. Komponen biaya pemesanan ini terdiri dari biaya administrai

penerimaan dan penempatan order, dan biaya penempatan pesanan (biaya telepon,

surat menyurat, faximile), biaya pengangkutan dan bongkar muat (yang

ditanggung perusahaan).
Biaya penyimpanan merupakan biaya yang timbul karena adanya bahan

baku yang disimpan perusahaan. Biaya penyimpanan meliputi biaya gudang,

biaya upah dan gaji pengawas, biaya peralatan penanganan bahan baku di gudang

(listrik, air, dan lain-lain), dan bunga atas modal yang ditanamkan ke dalam

investasi tersebut sebagai komponen opportunity cost. Dalam keadaan aktual di

lapangan biaya-biaya ini didasarkan pada catatan-catatan historis perusahaan atas

biaya tersebut.

       Harga dari bahan baku sangat diperlukan dalam menentukan besarnya

beban bunga atas modal (opportunity cost) dalam penentuan biaya penyimpanan.

Harga bahan baku ini merupakan harga rata-rata pembelian bahan baku oleh

perusahaan selama periode pencatatan. Selain itu pengetahuan atas besarnya suku

bunga bank sangat diperlukan dalam menentukan bunga atas modal ini. Suku

bunga yang dipakai adalah suku bunga rata-rata tabungan deposito pada bank

umum (komersial).


3.3    Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku

       Langkah selanjutnya setelah dilakukan analisis prosedur pembelian bahan

baku, maka perlu dicari tingkat persediaan bahan baku yang optimal, baik dari

segi tingkat pesanan ataupun kuantitas pembeliannya dengan menggunakan

metode Material Requirement Planning (MRP). Metode MRP yang digunakan

sebagai perbandingan dengan metode yang digunakan perusahaan adalah metode

MRP teknik Lot for Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), Period Order

Quantity (POQ). Komponen yang dibandingkan dalam analisis model

pengendalian persediaan bahan baku tersebut meliputi : frekuensi pemesanan,

biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya total persediaan, dan biaya
pembelian total bahan baku. Hasil yang diperoleh dari ketiga teknik tersebut

kemudian akan dibandingkan dengan metode pengendalian yang dijalankan

perusahaan, untuk mengetahui besarnya penghematan biaya yang dihasilkan

masing-masing teknik. Dari analisis ini akan menentukan kebijakan bahan baku

yang optimal sehingga perusahaan dapat merumuskan suatu strategi alternatif

dalam pengendalian persediaan bahan bakunya. Kerangka penelitian operasional

peneltian dapat dilihat pada Gambar 2.
Visi Perusahaan:                          Masalah Perusahaan:
     Meningkatkan                   Biaya pengendalian persediaan bahan baku
 Keuntungan Perusahaan                           belum efisien.




       Identifikasi kebijakan Perusahaan dalam Pengadaan Bahan Baku



   Volume              Biaya Persediaan       Harga Bahan            Waktu
Pemakaian Bahan          Bahan Baku              Baku                Tunggu
     Baku                                                          Bahan Baku




             Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku



Kondisi Aktual                                 Metode MRP teknik LFL
 Perusahaan
                                               Metode MRP teknik EOQ
                                               Metode MRP teknik POQ




Analisis Perbandingan dan Penghematan Antar Metode Pengendalian Persediaan



Tingkat Persediaan dan Kebijakan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Optimal



Rekomendasi model Alternnatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku


             Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
IV.    METODE PENELITIAN


4.1    Lokasi dan Waktu Penelitian

       Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Kecap Segitiga, Jalan Raya

Tonjong No 54. Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Kabupaten Majalengka

terdapat banyak industri kecap dimana dengan banyaknya industri tersebut

menyebabkan persaingan dalam mendapatkan bahan baku. Adapun waktu

pengambilan data ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan

Maret 2008.


4.2    Jenis dan Sumber Data

       Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif

dan kuantitatif yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh secara langsung dari Perusahaan Kecap Segitiga, yang terdiri

atas: gambaran umum perusahaan, data produksi dan penjualan produk kecap,

kebijakan pengadaan dan penanganan bahan baku di perusahaan yang mencakup

jenis bahan baku yang digunakan, jumlah kebutuhan bahan baku, waktu tunggu

(lead time) pembelian bahan baku, pemasok, sistem pemesanan dan

penyimpanannya.

       Data primer dikumpulkan melalui hasil pengamatan, pencatatan langsung

di lapang dan wawancara dengan pihak perusahaan. Wawancara langsung

dilakukan kepada karyawan, manajer produksi, dan pihak perusahaan yang

berkaitan. Pemilihan responden ini dilakukan dengan sengaja (porposive) dengan

pertimbangan bahwa responden mengetahui dan dapat memberikan informasi
mengenai kondisi perusahaan dengan baik, khususnya mengenai kebijakan

pengendalian persediaan bahan baku dan pelaksanaan pengendalian persediaan

bahan baku di perusahaan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari (bahan

pustaka) buku, hasil laporan penelitian terkait, catatan-catatan yang dimiliki

perusahaan, literatur perusahaan dan instansi terkait serta internet.


4.3     Metode Analisis Data

        Hasil perolehan data kuantitatif diolah dengan menggunakan program

Microsoft Excel. Output data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel dan

diuraikan secara narasi. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk

deskriptif dengan gambar dan tabel agar mudah dipahami.


4.3.1   Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan

        Perhitungan-pehitungan yang dilakukan dalam          menentukan kuantitas

optimal pesanan pada analisis pengendalian persediaan merupakan perhitungan

yang melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung dalam persediaan. Oleh

sebab itu dalam perhitungannya perlu ditentukan terlebih dahulu komponen-

komponen biaya-biaya persediaan yang terjadi. Biaya-biaya ini meliputi biaya

pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Biaya pemesanan merupakan

semua biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan dan

penerimaan bahan baku. Biaya ini meliputi biaya administrasi penempatan dan

penerimaan order, biaya penempatan pesanan (biaya telepon, faximile, surat

menyurat). Biaya pemesanan setahun diperoleh dengan cara :

               Tc =f x C
Dimana : Tc = Biaya pemesanan setahun

                 f = Frekuensi pemesanan selama setahun

                C = Biaya pemesanan per pesanan

          Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang diperlukan berkenaan

dengan diadakannya persediaan. Biaya ini berhubungan dengan jumlah persediaan

yang ada di gudang. Termasuk didalamnya biaya gudang, upah dan gaji pegawai

gudang, biaya administrasi gudang, dan bunga atas modal yang ditanamkan ke

dalam investasi.

Biaya penyimpanan dihitung dengan cara:

                TH = ∑ tHi

                tHi = Qi x h

                Maka : TH = ∑ { Qi x h}

        Dimana : TH = biaya penyimpanan setahun (Rp/kg)

                 tHi = biaya penyimpanan harian (Rp/kg)

                   h = biaya penyimpanan perunit per hari (Rp/kg)

                   Qi = tingkat persediaan ditangan harian (kg)


4.3.2    Penyesuaian dan Penentuan Volume Pemakaian Bahan Baku

         Jumlah pemakaian bahan baku akan banyak digunakan dalam analisis ini.

Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian bahan baku menunjukkan jumlah

permintaan akan bahan baku.
4.3.3   Penyesuaian dan Penentuan Waktu Tunggu Pengendalian Persediaan

        Waktu tunggu berguna dalam menentukan waktu pelaksanaan pesanan,

sehingga pesanan dapat diterima pada saat tepat waktu tunggu bahan baku utama

didasarkan atas catatan-catatan historis perusahaan.


4.3.4   Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku

        Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan atas beberapa model

tersebut sehingga akan didapat alternatif pilihan model yang tepat bagi

perusahaan. Tujuan dari analisis kuantitatif ini adalah untuk menentukan waktu

pesanan yang tepat dan kuantitas pesanan yang optimal. Dengan demikian

diharapkan tingkat persediaan di tangan menjadi lebih optimal dan biaya

persediaan bahan baku dapat ditekan. Model yang digunakan dalam penelitian ini

digunakan untuk menganalisis pengendalian persediaan bahan baku adalah model

perencanaan kebutuhan bahan (Material Requirement Planning system = MRP).

        MRP adalah sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material

untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses atau dengan kata lain

adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke

bahan mentah yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang. Masalah

yang dihadapi perusahaan adalah inefisiensi dalam menentukan ukuran lot yang

akan dipesan. Metode MRP akan membantu perusahaan dalam menentukan waktu

pemesanan dan ukuran lot yang akan dipesan, sekaligus dapat memberikan model

yang dapat menurunkan biaya persediaan minimum bagi perusahaan. Format

perhitungan dengan sistem MRP adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Format Rencana MRP
            Uraian                                 Periode
                                  1   2   3    4   5 6         7   8   9      10
 Kebutuhan kotor (kg)
 Sediaan di tangan (kg)
 Penerimaan terjadwal (kg)
 Kebutuhan bersih (kg)
 Pesanan yang direncanakan (kg)
Sumber : Elwood, 1996

       Langkah-langkah pengisian tabel MRP (Tabel 9) yaitu sebagai berikut:

   6) Menentukan kebutuhan kotor

       Kebutuhan kotor adalah rencana pemakaian bahan baku yang telah

       ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan produksi.

   7) Menghitung persediaan di tangan

       Persediaan di tangan adalah persediaan awal yang ada di tangan pada

       suatu periode. Apabila tidak terdapat kebutuhan bersih dan tidak terdapat

       rencana penerimaan pada periode sebelumnya, maka besarnya proyeksi

       persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor

       periode sebelumnya. Apabila terdapat penerimaan terjadwal pada periode

       sebelumnya, tetapi tidak terdapat kebutuhan bersih dan rencana

       penerimaan terjadwal pesanan pada periode sebelumnya, maka proyeksi

       persediaan di tangan untuk suatu periode adalah sebesar penerimaan

       terjadwal periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode

       sebelumnya. Apabila terdapat kebutuhan bersih dan penerimaan pesanan

       pada periode sebelumnya, maka proyeksi persediaan di tangan untuk suatu

       periode adalah sebesar rencana penerimaan pesanan periode sebelumnya

       dikurangi dengan kebutuhan bersih periode sebelumnya.
3) Kebutuhan bersih

   Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat dipenuhi

   oleh persediaan perusahaan. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan

   proyeksi persediaan ditangan untuk suatu periode lebih besar dari

   kebutuhan kotor periode tersebut, maka tidak terdapat kebutuhan bersih

   untuk periode tersebut. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi

   persediaan di tangan untuk suatu periode lebih kecil daripada kebutuhan

   kotor periode tersebut, maka kebutuhan bersih untuk periode tersebut

   adalah kebutuhan kotor dikurangi dengan jumlah penerimaan terjadwal

   dan proyeksi persediaan periode tersebut.

4) Rencana penerimaan pesanan

   Rencana penerimaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan

   akan diterima untuk suatu periode. Besar rencana penerimaan pesanan

   ditentukan berdasarkan teknik penentuan ukuran lot (lot sizing technique)

   yang digunakan.

5) Rencana pelaksanaan pesanan

   Rencana pelaksanaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan

   akan dipesan pada suatu periode dengan harapan akan diterima oleh

   perusahaan pada saat yang tepat. Rencana pesanan sama dengan rencana

   penerimaan pesanan, hanya saja periode pelaksanaannya adalah lebih

   besar waktu tunggu (lead time) pesanan.
Ukuran lot adalah jumlah kuantitas yang akan dipesan untuk memenuhi

kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang minimum. Beberapa

teknik yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran lot pada sistem MRP,

diantaranya Lot for lot, Teknik EOQ, teknik POQ.

       Berikut ini beberapa teknik yang digunakan dalam penentuan lot (lot

sizing technique), yaitu:

a. Teknik Lot for lot (LFL)

       Hal yang pertama kali dilakukan dalam metode MRP teknik Lot For Lot

adalah menentukan kebutuhan kotor, apabila pada awal periode pengamatan

terdapat persediaan yang cukup besar, maka perusahaan akan menghabiskan

persediaan awal tersebut terlebih dahulu, sehingga tidak perlu dilakukan

pemesanan bahan baku sampai diperkirakan persediaan awal tersebut hanya

cukup memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selama waktu tunggu dan

tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selanjutnya.

       Pada saat persediaan bahan baku suatu periode tidak lagi dapat memenuhi

kebutuhan kotor, maka dilakukan perencanaan penerimaan pesanan tepat sebesar

kebutuhan bersih, sehingga proyeksi persediaan di tangan dapat ditekan sampai

sebesar nol. Besar dan waktu pemakaian bahan baku dalam menjalankan teknik

ini perlu diketahui secara akurat, serta didasarkan pada jadwal produksi master

dan waktu tunggu bahan baku.

b. Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

       Teknik EOQ yang sering digunakan dalam persediaan barang-barang

bebas, dapat juga digunakan dalam teknik penentuan ukuran lot sistem MRP.

Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan teknik EOQ, maka
dilakukan metode MRP seperti yang dilakukan dengan teknik Lot for lot, besar

pesanan adalah sebesar kelipatan EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan

kebutuhan bersih. Biaya-biaya yang signifikan dalam penentuan optimal dengan

teknik EOQ adalah biaya pemesanan (ordering) dan biaya penyimpanan (holding

atau carrying), sehingga dengan meminimalkan kuantitas pesanan dan

penyimpanan dapat berarti meminimalkan biaya total.

       Apabila terdapat persediaan awal yang cukup besar, maka perusahaan

tidak perlu melakukan rencana permintaan bahan baku sampai persediaan tersebut

tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Pesanan yang

direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah dan jumlah yang mencukupi dan

mendekati kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ yang telah dihitung

sebelumnya.

c. Teknik Period Order Quantity (POQ)

       Dalam teknik POQ ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual

dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya.      Dengan demikian

jumlah persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan.

Keunggulan kebijakan POQ dibandingkan kebijakan EOQ adalah dalam

mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak uniform (seragam)

karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan untuk menghitung jumlah periode

kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan

sebagai berikut :

       Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata
e. Metode Perusahaan

       Metode ini disesuaikan dengan kondisi yang dijalankan perusahaan. Biaya

persediaan dihitung berdasarkan biaya aktual yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Biaya tersebut meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku.


4.3.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan

       Dari hasil analisis biaya persediaan bahan baku untuk setiap model yang

digunakan, akan dibandingkan besarnya pesanan, banyaknya pesanan, dan biaya

persediaan yang timbul. Selain melakukan perbandingan antar teknik juga

dilakukan perbandingan antar teknik-teknik tersebut dengan sistem pengendalian

persediaan yang selama ini dilakukan perusahaan, kemudian dilakukan

perhitungan penghematan biaya bahan baku. Dari hasil analisis perbandingan dan

perhitungan penghematan tersebut dapat dilakukan pemilihan alternatif sistem

pengendalian yang tepat bagi perusahaan. Metode yang menghasilkan persentase

penghematan terbesar dengan biaya persediaan yang paling minimum akan

direkomendasikan untuk digunakan perusahaan sebagai alat metode pengendalian

persediaan bahan bakunya.


4.4    Rekomendasi Model Alternatif Pengendalian Persediaan Berdasarkan
       Data Historis

       Berdasarkan analisis perbandingan biaya dan penghematan akan dipilih

suatu model alternatif yang memberikan tingkat biaya persediaan yang paling

rendah dan tepat bagi perusahaan. Model alternatif ini tentunya harus disesuaikan

dengan kondisi perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang ada dalam perusahaan

mengenai pengendalian persediaan bahan baku.
4.5 Definisi Operasional

  1.   Waktu tunggu (lead time) adalah selang antara pemesanan bahan baku

       dengan saat datang dan diterimanya bahan baku di gudang persediaan.

       Waktu tunggu ini diukur dalam satuan hari, minggu atau bulan, tergantung

       dari sifat dan kebutuhan bahan yang diperlukan perusahaan. Untuk bahan

       baku SMP dan gula dihitung dalam satuan bulan.

  2.   Frekuensi pembelian adalah banyaknya (kali) pembelian yang dilakukan

       perusahaan selama satu tahun produksi.

  3.   Biaya pemesanan bahan baku yaitu biaya yang dikeluarkan setiap kali

       melakukan pemesanan dan penerimaan pesanan. Biaya pemesanan diukur

       dalam rupiah per pesanan (Rp/pesanan). Besarnya biaya yang dikeluarkan

       tidak tergantung pada besarnya atau banyaknya barang yang dipesan.

  4.   Biaya penyimpanan bahan baku yaitu semua biaya yang dikeluarkan

       perusahaan selama satu tahun produksi karena penyimpanan persediaan

       bahan baku. Biaya penyimpanan bahan baku diukur dalam satuan rupiah

       per kilogram per tahun (Rp/kg/th).
V.     GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN


5.1.     Sejarah Perkembangan Perusahaan

         Perusahaan Kecap Segitiga merupakan perusahaan perseorangan yang

bergerak di bidang usaha industri kecap. Perusahaan ini mulai dirintis sejak tahun

1958 oleh Bapak H. Lukman. Pada awal beroperasinya perusahaan hanya

menggunakan peralatan-peralatan sederhana atau hanya diproduksi dalam skala

rumah tangga.     Pemberian Lambang atau nama SEGITIGA ini diilhami karena

pada awal pendirian perusahaan ini terdapat kesepakatan diantara tiga orang

bersaudara, yaitu Bapak H. Lukman sebagai penanam modal, Bapak Endek

sebagai tanaga ahli dalam bagian produksi kecap, dan Bapak Aman sebagai

tenaga ahli dalam bidang pemasaran produk.

            Pada awal produksinya, sarana dan peralatan yang digunakan adalah

  sebuah dapur pemasakan yang kecil, dan cara penjualannya dilakukan dengan

   cara berjalan kaki serta memakai sepeda. Produk ditawarkan dari rumah ke

rumah atau dari toko ke toko yang terletak di sekitar lokasi perusahaan. Pada saat

  itu produk yang dijual hanya kecap rasa asin dan manis sedang yang dikemas

                     dalam botol kecil yang berukuran 250 ml.

         Mulai tahun 1964, proses legalitas perusahaanpun dilakukan, yaitu dengan

       melakukan pendaftaran perusahaan, sesuai SK Menteri Perindustrian dan

  Perdagangan tanggal 28 Juli tahun 1964 No. 207/SK/VII/64. Pada tahun 1978

perusahaan memperoleh Surat Izin Usaha (SIU) No. 503. U/Perek/I-TU/SK/1978

                 dari Pemerintah Tingkat II Kabupaten Majalengka.

         Berbekal semangat dan kerja keras pengelola perusahaan, perusahaan ini

mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Mulai tahun 1980 kelengkapan
administrasi perizinan dilengkapi oleh perusahaan, yaitu dengan diterbitkannya

Surat     Tanda   Pendaftaran   Industri   Kecil   No.50/Kandep.1.207/I/VII/1980.

berdasarkan SK Menteri Perindustrian No. 157/M/SK/4/1980. Pada tahun 1987

ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Surat Standar Industri Indonesia (SII)

No. 0032-74.1089/M/9/1987. Kelengkapan perizinan usaha yang terakhir

dilakukan adalah dengan diterimanya surat izin yang diperbaharui dan berlaku

selama perusahaan itu berdiri yaitu SIUP Nomor : 517/0025/PK-P/KPP/XI/2001;

Tanda Daftar Perusahaan         Nomor : 102351500113; Tanda Daftar Industri

Nomor:       530/047/TDI/KOPERINDAG/IX/2002;            Surat   Ijin   Gangguan

Nomor: 536/61.SK.KPP/VIII/IG/02; Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah

Tangga Nomor : P-IRT NO.115321007012; Sertifikat Penggunaan Tanda SNI

Nomor : 0729/Bd/SNI/IV/1995.

            Mutu dan kualitas produk juga sangat diperhatikan oleh perusahaan,

       langkah yang ditempuh dalam menjaga kualitas mutu dari aspek higienis

produknya adalah dengan mengikuti penyuluhan dari Departemen Kesehatan, dan

       diperoleh Sertifikat Penyuluhan (SP) No. SP 005/10.15/1988 berdasarkan

  Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 02192/B/SK/IX/1986. Pada tahun 2002

      perusahaan telah mengantongi sertifikat halal dari LPPOM MUI Jawa Barat

                                No. MUI-JB 100250.


5.2      Lokasi Perusahaan

         Penentuan Lokasi Perusahaan Kecap Segitiga dipengaruhi oleh beberapa

faktor, diantaranya ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, sarana dan prasarana

transportasi, serta daerah pemasaran. Perusahaan Kecap Segitiga berlokasi di

Jalan Raya Tonjong No. 54. Kecamatan Cigasong,            Kabupaten Majalengka,
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1
A08wku1

More Related Content

Similar to A08wku1

Analisis manajemen persediaan__7350406583
Analisis manajemen persediaan__7350406583Analisis manajemen persediaan__7350406583
Analisis manajemen persediaan__7350406583
dede921
 
211829 karakteristik susu pasteurisasi dengan penambahan ekstrak daun aileru ...
211829 karakteristik susu pasteurisasi dengan penambahan ekstrak daun aileru ...211829 karakteristik susu pasteurisasi dengan penambahan ekstrak daun aileru ...
211829 karakteristik susu pasteurisasi dengan penambahan ekstrak daun aileru ...
Tiwy Mohamad
 
PPTMBKMAGANGmbkmperusahaanlampungselatan.pdf
PPTMBKMAGANGmbkmperusahaanlampungselatan.pdfPPTMBKMAGANGmbkmperusahaanlampungselatan.pdf
PPTMBKMAGANGmbkmperusahaanlampungselatan.pdf
Wiwin34
 
TKPI_Mahmud dkk_2017_TKPI_Kemenkes RI.pdf
TKPI_Mahmud dkk_2017_TKPI_Kemenkes RI.pdfTKPI_Mahmud dkk_2017_TKPI_Kemenkes RI.pdf
TKPI_Mahmud dkk_2017_TKPI_Kemenkes RI.pdf
hasna37
 
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatik
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatikAnalisis kelayakan usaha produk minyak aromatik
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatik
Hermanto Munthe
 
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...
Dewi Purwati
 
PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM SUPLEMEN MAKANAN SECARA KCKT
PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM SUPLEMEN MAKANAN SECARA KCKTPENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM SUPLEMEN MAKANAN SECARA KCKT
PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM SUPLEMEN MAKANAN SECARA KCKT
Mifta Finanti
 
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Uswatun Khasanah
 

Similar to A08wku1 (20)

Analisis manajemen persediaan__7350406583
Analisis manajemen persediaan__7350406583Analisis manajemen persediaan__7350406583
Analisis manajemen persediaan__7350406583
 
Formulasi produk pangan darurat
Formulasi produk pangan daruratFormulasi produk pangan darurat
Formulasi produk pangan darurat
 
C08aew
C08aewC08aew
C08aew
 
211829 karakteristik susu pasteurisasi dengan penambahan ekstrak daun aileru ...
211829 karakteristik susu pasteurisasi dengan penambahan ekstrak daun aileru ...211829 karakteristik susu pasteurisasi dengan penambahan ekstrak daun aileru ...
211829 karakteristik susu pasteurisasi dengan penambahan ekstrak daun aileru ...
 
PPTMBKMAGANGmbkmperusahaanlampungselatan.pdf
PPTMBKMAGANGmbkmperusahaanlampungselatan.pdfPPTMBKMAGANGmbkmperusahaanlampungselatan.pdf
PPTMBKMAGANGmbkmperusahaanlampungselatan.pdf
 
Ppt ppb prof bambang jatmiko kelas f
Ppt ppb prof bambang jatmiko kelas fPpt ppb prof bambang jatmiko kelas f
Ppt ppb prof bambang jatmiko kelas f
 
4. LAPORAN MAGANG TASSYA AURIA ZAHRA (05011281823085).pdf
4. LAPORAN MAGANG TASSYA AURIA ZAHRA (05011281823085).pdf4. LAPORAN MAGANG TASSYA AURIA ZAHRA (05011281823085).pdf
4. LAPORAN MAGANG TASSYA AURIA ZAHRA (05011281823085).pdf
 
TKPI_Mahmud dkk_2017_TKPI_Kemenkes RI.pdf
TKPI_Mahmud dkk_2017_TKPI_Kemenkes RI.pdfTKPI_Mahmud dkk_2017_TKPI_Kemenkes RI.pdf
TKPI_Mahmud dkk_2017_TKPI_Kemenkes RI.pdf
 
komp Pangan Indonesia.pdf
komp Pangan Indonesia.pdfkomp Pangan Indonesia.pdf
komp Pangan Indonesia.pdf
 
rangkuman
rangkumanrangkuman
rangkuman
 
RPS Analisis Makanan dan Minuman.docx
RPS Analisis Makanan dan Minuman.docxRPS Analisis Makanan dan Minuman.docx
RPS Analisis Makanan dan Minuman.docx
 
Danes Suhendra.pdf
Danes Suhendra.pdfDanes Suhendra.pdf
Danes Suhendra.pdf
 
PPT.PBL_SKO[1].pptx
PPT.PBL_SKO[1].pptxPPT.PBL_SKO[1].pptx
PPT.PBL_SKO[1].pptx
 
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatik
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatikAnalisis kelayakan usaha produk minyak aromatik
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatik
 
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI F...
 
02. Blueprint-UKAI_OSCE-2017.pdf
02. Blueprint-UKAI_OSCE-2017.pdf02. Blueprint-UKAI_OSCE-2017.pdf
02. Blueprint-UKAI_OSCE-2017.pdf
 
PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM SUPLEMEN MAKANAN SECARA KCKT
PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM SUPLEMEN MAKANAN SECARA KCKTPENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM SUPLEMEN MAKANAN SECARA KCKT
PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM SUPLEMEN MAKANAN SECARA KCKT
 
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
Penerapan HACCP pada pengalengan rajungan di PT. PAN PUTRA SAMUDARA Rembang, ...
 
Publikasi1 05006 97
Publikasi1 05006 97Publikasi1 05006 97
Publikasi1 05006 97
 
konservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfahkonservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfah
 

A08wku1

  • 1. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA MAJALENGKA Oleh : WAWAN KURNIAWAN A14105620 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
  • 2. RINGKASAN WAWAN KURNIAWAN. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka. (Di bawah bimbingan JOKO PURWONO) Kecap merupakan hasil dari perkembangan teknologi pengolahan kedelai, yaitu melalui proses fermentasi 1 sampai 2 minggu. Dilihat dari kandungan gizinya kecap kedelai ternyata masih memilki protein dan kadar abu yang cukup tinggi. Sementara komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar didukung oleh asam glutamat, prolin, asam asportat dan lesitin (Santoso, 1994). Seiring dengan berkembangnya perusahaan pengolahan kecap menyebabkan persaingan semakin meningkat di antara perusahaan kecap, terutama dampak persaingan ini dirasakan sekali bagi perusahaan kecap yang masih kecil, sehingga keunggulan kompetitif menjadi penting. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah pengembangan keragaan manajemen produksi dan operasi organisasi melalui manajemen produksi dan persediaan. Perusahaan Kecap Segitiga merupakan salah satu produsen kecap yang sedang berkembang. Adanya perubahan permintaan konsumen terhadap kecap seringkali menuntut pihak perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap rencana produksinya (revisi rencana produksi). Selain itu, kebijakan perusahaan menyangkut perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku sering dihadapkan pada kendala investasi yang terlalu banyak atau menekan persediaan. Masing-masing akan memiliki konsekuensi terhadap biaya persediaan, kelancaran produksi dan pelayanan kepada pelanggan. Untuk itu, diperlukan sistem pengendalian persediaan yang optimal sehingga perusahaan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meminimalkan biaya produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk (1) melakukan kajian terhadap sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan. (2) menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat diterapkan pada perusahaan. Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari Perusahaan Kecap Segitiga yang berlokasi di Jalan Raya Tonjong No 54. Kabupaten Majalengka, pada bulan februari 2007– Maret 2008 melalui hasil pengamatan dan wawancara dengan karyawan, manajer, dan kepala divisi yang berkaitan. Data sekunder diperoleh dari buku-buku, hasil laporan penelitian terkait, catatan perusahaan, literatur perusahaan dan instansi terkait serta literatur lainnya. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel . Untuk menganalisis metode pengendalian persediaan bahan baku perusahaan periode Maret 2007-Februari 2008 akan digunakan model MRP teknik LFL, EOQ, dan POQ. dipilih kemudian akan dipilih satu model alternatif untuk dijadikan sebagai bahan rekomendasi dalam pengendalian persediaan bahan baku perusahaan Segitiga. Data pembelian bahan baku perusahaan seringkali berfluktuasi, dengan tingkat persediaan yan cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan tingkat pembelian yang melebihi dari kebutuhan bahan baku untuk produksi kecap untuk setiap periodenya.
  • 3. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu Biaya yang ditanggung perusahaan untuk biaya persediaan bahan baku sebesar Rp 14 106 009.43 dengan biaya pembelian bahan baku selama periode Maret 2007-Februari 2008 sebesar Rp 1 340 203 482.00. Sedangkan dengan teknik LFL, EOQ dan POQ biaya persediaan perusahaan masing-masing Rp 27 659 748.70 , Rp 9 365 809.48, Rp 8 278 409.65. Sistem pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku kecap belum optimal dari segi biaya persediaan bahan baku. Hal ini ditunjukkan dari tingginya biaya persediaan yang dihasilkan perusahaan, dibandingkan dengan biaya persediaan menggunakan metode MRP teknik EOQ dan teknik POQ. Sedangkan dari hasil analisis dengan Metode MRP teknik POQ yang menghasilkan penghematan biaya paling besar di antara teknik yang lainnya, yaitu menghasilkan biaya persediaan sebesar Rp 8 278 409.65 atau perusahaan dapat menghemat biaya persediaan sebesar 41.3 persen. Biaya pembelian bahan baku dengan teknik POQ sebesar Rp 1 228 478 728.50 atau perusahaan mengalami penghematan biaya pembelian bahan baku sebesar 8.3 persen. Oleh karena itu metode MRP teknik POQ direkomendasikan sebagai model alternatif dalam sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dilihat dari biaya persediaan bahan bakunya. Penggunaan metode MRP teknik POQ dapat dijadikan alternatif bagi pengendalian persediaan perusahaan karena metode ini menghasilkan periode gabungan yang akan meminimumkan biaya persediaan (biaya pemesanan dan biaya penyimpanan) serta biaya pembelian bahan baku.
  • 4. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA MAJALENGKA SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : WAWAN KURNIAWAN A14105620 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
  • 5. Judul Skripsi : Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka Nama : Wawan Kurniawan NRP : A14105620 Menyetujui, Dosen Pembimbing Ir. Joko Purwono, MS NIP:131 578 844 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr, NIP. 131 124 019 Tanggal lulus : 3 Mei 2008
  • 6. PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DI PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA MAJALENGKA ” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN- BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, April 2008 Wawan Kurniawan A14105620
  • 7. RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Mei 1982 di Majalengka, Jawa Barat. Penulis yang bernama lengkap Wawan Kurniawan adalah anak ketujuh dari enam bersaudara pasangan ayahanda Abu sufyan dan ibunda Yayah Khususiah. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 1 Maja tahun 1990 hingga tahun 1996. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan pada sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 1 Maja hingga tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 1 Majalengka, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Diploma III Program Studi Teknologi dan Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan hingga tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan ke program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) periode 2004-2005 sebagai staf Departemen Pertanian. Sebagai pengurus Keluarga Muslim Ekstensi (KAMUS X10C) dan terakhir menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Majalengka 2002-2007.
  • 8. KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku di Perusahaan Kecap Segitiga Majalengka. Penelitian ini membahas tentang pengendalian persediaan bahan baku kecap khususnya bahan baku Kedelai, Gula Aren, Gula kelapa dan garam. Penelitian ini bertujuan untuk mencari metode alternatif bagi perusahaan dalam pengadaan bahan baku, dengan memberikan tingkat persediaan dan biaya persediaan yang optimal, serta dapat menghemat biaya pembelian bahan baku. Model pengendalian persediaan yang digunakan adalah model Material Requirement Planning (MRP) teknik Lot For Lot (LFL), Teknik Economic Order Quantity (EOQ) dan Teknik Period Order Quantity (POQ). Model pengendalian persediaan tersebut dibandingkan dengan metode pengendalian persediaan perusahaan untuk mendapatkan alternatif dalam pengendalian persediaan bahan baku yang menghasilkan biaya persediaan minimum. Besar harapan penulis agar hasil penelitian ini mendapatkan berkah dari Allah SWT dan dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Terima kasih. Bogor, April 2008 Wawan Kurniawan
  • 9. UCAPAN TERIMA KASIH Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang selalu memberikan Rahmat, Berkah dan Ridho kepada penulis sepanjang hayat ini. 2. Bapak dan ibu tercinta, Teteh-tetehku dan Aa-Aaku atas daya upaya selalu mendoakan, member kasih sayang, dorongan dan kesabarannya dalam membimbing penulis dari kecil hingga sekarang. 3. Ir.Joko Purwono, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah begitu banyak memberi bimbingan, saran, dan masukannya selama proses penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Ir. Yayah K. Wagiono, Mec sebagai dosen evaluator, atas masukannya berupa saran dan kritik dalam kolokium proposal penelitian. 5. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. 6. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan koreksi dan saran demi perbaikan skripsi ini. 7. Pak Dhany sebagai pembimbing lapang penulis, terima kasih atas bantuan data-datanya, serta Bapak Deden Herdian selaku Pimpinan perusahaan dan seluruh staf Perusahaan Kecap Segitiga yang telah banyak memberi bimbingan dan motivasi selama penelitian di Perusahaan
  • 10. 8. Daeng Iksal atas segala bantuannya dan kebersamaannya yang memberikan semangat kepada penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan Bu Mia atas pinjaman buku-bukunya, selamat atas kelahiran buah hatinya. 9. Dr. Arisman Adnan dan Mas Yuri atas dorongan semangat dan Do’anya. 10. Teman-teman seperjuangan (Asep, Hery, Hayya, Guna, Usman, Erfan, Iyan) atas keceriaan dan kebersamaan kita dalam perjuangan tidak lupa juga untuk mas Way. Sungguh suatu nikmat yang indah bisa mengenal kalian semua saudaraku ;-) 11. Semua teman-teman ekstensi 13(esp :Pengurus KAMUS,dan Tim Pelopor : Husni, Rudy, Husen, dan Abdul, Sol, dan Akhwatnya) atas kebersamaan kita, semoga silaturahim kita tidak terputus. 12. Teman-teman satu atap (Arif, Aris, Fajar, Jam’an, Sudar, Ubay) atas kebersamaan dan semangat kalian yang turut memotivasiku dalam menyelesaikan skripsi ini. Selamat berjuang untuk kehidupan selanjutnya dan teman-teman yang setia bersama (TIP 39 : Solihin, Sisca, Dizy). 13. Teman-teman Bogor Tengah, terus semangat perjuangan kita belum berakhir, karena harapan itu masih ada. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
  • 11. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................ i UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................. ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR......................................................................................... v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 9 1.4 Kegunaan Penelitian............................................................................ 9 1.5 Ruang LingkupPenelitian ................................................................... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecap................................................................................................... 11 2.2 Bahan Baku .......................................................................................... 13 2.3 Persediaan ........................................................................................... 14 2.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan ................................................ 14 2.3.2 Jenis-jenis Persediaan fisik ........................................................ 15 2.3.3 Biaya-biaya Persediaan ............................................................ 16 2.3.4 Pengendalian Persediaan............................................................ 19 2.4 Perencanaan Kebutuhan Bahan (MRP) ............................................... 19 2.4.1 Lot For Lot ............................................................................... 22 2.4.2 Economic Order Quantity......................................................... 22 2.4.3 Part Periode Balancing ........................................................... 25 2.4.4 Period Order Quantity .............................................................. 27 2.5 Persediaan Pengaman .......................................................................... 27 2.6 Titik Pemesanan Kembali .................................................................... 28 2.7 Hasil Penelitian Terdahulu................................................................... 28 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Identifikasi Kebijakan Perusahaan Dalam Pegadaan bahan Baku....... 31 3.2 Analisis Prosedur Pembelian Bahan Baku........................................... 31 3.3 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan baku.................................... 33 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 36 4.2 Jenis dan Sumber Data........................................................................ 36 4.3 Metode Analisis Data.......................................................................... 37 4.3.1 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan ............................. 37 4.3.2 Penyesuaian dan Penentuan Volume Pemakaian Bahan Baku .. 38 4.3.3 Penyesuaian dan Penentuan Waktu Tunggu .............................. 39 4.3.4 Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku...... 39 4.3.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan........................ 44
  • 12. 4.4Rekomendasi Model Alternatif Pengendalian Persediaan Berdasarkan Data Historis ................................................................. 44 4.5 Definisi Operasional ............................................................................. 45 V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Perkembangan Perusahaan..................................................... 46 5.2 Lokasi Perusahaan .............................................................................. 47 5.3 Aspek Pemasaran ................................................................................ 48 5.4 Aspek Teknis/Produksi ....................................................................... 49 5.4.1 Proses Produksi ......................................................................... 49 5.5 Aspek Sumberdaya Manusia .............................................................. 53 5.6 Fasilitas Pabrik dan Kantor ................................................................ 53 VI. SISTEM PENANGANAN DAN PENGADAAN BAHAN BAKU KECAP PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA 6.1 Jenis dan Asal Bahan Baku ................................................................ 55 6.1.1 Kacang Kedelai ......................................................................... 56 6.1.2 Gula Aren .................................................................................. 57 6.1.3 Gula Kelapa ............................................................................... 57 6.1.4 Garam ........................................................................................ 57 6.2 Prosedur Pengadaan Bahan Baku....................................................... 58 6.3 Waktu Tunggu Bahan Baku(Lead Time) Pada Perusahaan Segitiga.. 59 6.4 Proses penanganan Bahan Baku......................................................... 60 6.5 Volume Penanganan Bahan Baku ...................................................... 60 6.6 Biaya-Biaya Persediaan...................................................................... 62 6.6.1 Biaya Pemesanan....................................................................... 62 6.6.2 Biaya Penyimpanan ................................................................... 64 VII.ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PERUSAHAAN KECAP SEGITIGA 7.1 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan ............................ 66 7.2 Metode Material Requirement Planning (MRP)................................ 70 7.2.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL) ................................... 71 7.2.2 Metode MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) .......... 73 7.2.3 Metode MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) ................ 75 7.3 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan.................. 77 7.4 Rekomendasi Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Data Historis perusahaan Periode Maret 2007-Februari 2008.................................................................. 80 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan......................................................................................... 82 8.2 Saran ................................................................................................... 83 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 84 LAMPIRAN ..................................................................................................... 86
  • 13. DAFTAR TABEL Nomor Teks Hal 1. Produksi Tanaman Sekunder Indonesia Tahun 2003-2007 .................. 1 2. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Seminggu untuk Komoditas Kecap di Indonesia.............................................................. 2 3. Susunan Aset Suatu Perusahaan Manufaktur (Tipikal) ........................ 4 4. Daftar Industri Kecap Kabupaten Majalengka Tahun 2007 ................. 5 5. Kuantitas Pesanan dan Persediaan Rata-rata Bahan BakuKacang Kedelai Berdasarkan kondisi Aktual Perusahaan Tahun 2007 ............. 7 6. Komposisi Zat Gizi Kecap Kedelai (100gr) ......................................... 12 7. Penentuan Lot dengan Teknik PPB ...................................................... 26 8. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 30 9. Format Rencana MRP........................................................................... 40 10. Komponen Bahan-bahan Pembentuk Keca pada Perusahaan Kecap Segitiga.................................................................................................. 55 11. Volume Pemakaian Bahan Baku Kecap Perusahaan Kecap Segitiga Periode Maret 2007-Februari 2008 ....................................................... 62 12. Biaya Pemesanan Bahan Baku Perusahaan Segitiga Periode Maret 2007-Februari 2008 (Rupiah/pesanan) 64 13. Biaya Penyimpanan Bahan Baku PerusahaanKecap Segitiga .............. 65 14. Persediaan Kacang Kedelai, Gula Aren, Gula Kelapa dan Garam Selama Periode Maret 2007-Februari 2008 (kg)................................... 67 15. Biaya Persediaan Bahan Baku per Tahun Periode Maret 2007- Februari 2008 Menggunakan Kondisi Aktual Perusahaan.................... 68 16. Biaya Pembelian Bahan Baku Periode Maret 2007-Februari 2008 ...... 69 17. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga dengan Teknik Lot For Lot Periode Maret 2007-Februari 2008 ................................... 72 18. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Lot For Lot Periode Maret 2007-Februari 2008 ..................................................................... 73
  • 14. 19. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga dengan Teknik Economic Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008……. .… 74 20. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Economic Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008 .......................................................... 75 21. Biaya Persediaan Bahan Baku Perusahaan Segitiga Teknik Period Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008 ................................ 76 22. Kuantitas Pembelian Bahan Baku Teknik Period Order Quantity Periode Maret 2007-Februari 2008 .......................................................... 77 23. Perbandingan Frekuensi Biaya Persediaan dan Biaya Pembelian Total Bahan Baku Periode Maret 2007-Februari 2008 ..................................... 78 24. Penghematan Biaya Persediaan dan Pembelian dengan MRP Teknik LFL, EOQ dan POQ................................................................................. 79
  • 15. DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Hal 1. Biaya Persediaan ............................................................................................... 23 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ........................................... 35 3. Prosedur Pembelian Bahan Baku........................................................ 59
  • 16. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perindustrian merupakan sektor yang cukup diandalkan dalam perekonomian Indonesia, terutama dari sektor industri pengolahan hasil pertanian. Hal tersebut menjadikan industri pengolahan hasil produk pertanian sangat berperan dalam pertumbuhan perekonomian, karena sektor pertanian masih menjadi penghasilan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, sebagai masyarakat agraris. Indonesia sebagai negara agraris, yang mempunyai luas lahan pertanian yang cukup luas, masih mempunyai potensi yang besar dalam meningkatkan produksi industri pengolahan hasil pertanian. Data produksi beberapa komoditas pertanian di Indonesia menunjukkan produksi hasil pertanian yang tinggi, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Data menunjukkan bahwa produksi pada tahun 2007 untuk komoditas jagung menduduki peringkat terbesar, yaitu sebesar 11.609.463 ton; kedelai sebesar 808 353 ton pada tahun 2005; kacang tanah sebesar 838 096 ton pada tahun 2006; singkong sebesar 19.986 640 ton pada tahun 2006; ubi jalar sebesar 1 991 478 ton pada tahun 2003. Tabel 1. Produksi Tanaman Sekunder Indonesia tahun 2003-2007 (Ton) Tahun Jagung Kedelai Kacang Singkong Ubi jalar tanah 2003 10 886 442 671 600 785 526 18 523 810 1 991 478 2004 11 225 243 723 483 837 495 19 424 707 1 901 802 2005 12 523 894 808 353 836 295 19 321 183 1 856 969 2006 11 609 463 747 611 838 096 19 986 640 1 854 238 2007* 13 279 794 608 263 789 327 18 950 274 1 874 036 Sumber: BPS. 2007 Keterangan : * Data sementara
  • 17. Produksi produk pertanian untuk tahun 2007, pada Tabel 1 menunjukkan penurunan dalam produksi yaitu untuk komoditas kedelai, kacang tanah dan singkong. Hal ini menimbulkan kenaikan harga beberapa komoditas pertanian, khususnya yang terjadi pada tahun 2007 adalah kenaikan harga komoditas kedelai, sehingga berdampak pada melambungnya harga produk-produk olahan kedelai. Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi, menyatakan bahwa harga komoditas pangan naik sebesar 10%-35% selama enam bulan terakhir. Peningkatan harga itu dipicu kenaikan harga minyak mentah dunia. Komoditas pangan yang dimaksud seperti jagung, kedelai, daging, dan terigu.1 Salah satu industri pengolahan hasil pertanian yang menggunakan komoditas kedelai sebagai bahan baku utama dalam proses produksinya adalah industri kecap. Kecap sebagai salah satu hasil olahan kedelai, telah lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Industri kecap sangat berperan dalam meningkatkan nilai tambah komoditas kedelai. Industri kecap juga berperan dalam penyediaan tenaga kerja bagi masyarakat di sekitar lokasi pabrik dan meningkatkan permintaan kedelai nasional. Tabel 2. Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata per Kapita Seminggu untuk Komoditas Kecap di Indonesia (Rp/14ml) Tahun Konsumsi Pertumbuhan Nilai Pertumbuhan (Liter) (%) (Rp) (%) 1996 0.064 - 37.00 - 1999 0.063 -1.6 79.00 113.5 2002 0.083 31.8 124.00 57.0 2003 0.078 -6.0 127.00 2.4 Sumber : BPS (1996, 1999, 2002, dan 2003) 1 http://www.wartaekonomi.com/search_detail.asp?aid=9948&cid=2&x=kedelai
  • 18. Apabila ditinjau dari aspek konsumsi, masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi kecap yang cukup tinggi. Data pengeluaran dan konsumsi kecap di Indonesia pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata–rata konsumsi dan pengeluaran untuk kecap per kapita per minggu pada tahun 2002 mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu sebesar 31.8 persen, dengan tingkat konsumsi per kapita per minggu sebanyak 0.083 liter, nilai pengeluaran Rp 124.00 serta pertumbuhan nilai pengeluaran sebesar 57 persen. Meskipun pada tahun 2003 dalam tingkat konsumsi mengalami penurunan menjadi 0,078 liter per kapita per minggu, dengan tingkat pertumbuhannya sebesar – 6,0 persen, tetapi dengan nilai pengeluaran yang mengalami peningkatan menjadi Rp 127.00, tentunya ini menjadi pendorong bagi pelaku bisnis kecap untuk meningkatkan produksinya. Industri kecap berlomba-lomba menghasilkan kecap dengan berbagai rasa, ukuran, dan kemasan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang beragam. Peningkatan tingkat konsumsi ini tentunya mendorong perusahaan untuk meningkatkan jumlah produksi. Peningkatan produksi ini memerlukan perhatian yang cukup serius dari pihak perusahaan, mulai dari manajemen sistem pengadaan bahan baku baku kecap; manajemen sistem produksi; manajemen persediaan bahan baku kecap. Masing-masing komponen tersebut menimbulkan biaya dari setiap unit bahan baku kecap yang dibeli perusahaan. Manajemen persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan bahan baku sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan bahan baku dapat ditekan secara optimal. Pengendalian tingkat persediaan bertujuan mencapai efisiensi dan
  • 19. efektivitas optimal dalam penyediaan bahan baku. Dalam pengadaan dan penyimpanan bahan baku diperlukan biaya besar, baik itu untuk perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Biasanya biaya yang paling besar adalah nilai inventory dan biaya penyimpanannya. Biaya penyimpanan ini setiap tahun pada umumnya mencapai sekitar 20 persen sampai 40 persen dari harga barang (Indrajit, 2003). Oleh karena itu, perlu ditempuh strategi atau manajemen tertentu yang bertujuan menjaga agar tingkat persediaan barang dapat ditekan seminimal mungkin, namun di lain pihak harus diusahakan agar penjualan dan operasi perusahaan tidak terganggu. Berikut ini dapat dilihat susunan aset tipikal dari suatu perusahaan manufaktur pada Tabel 3. Tabel 3. Susunan Aset Suatu Perusahaan Manufaktur (Tipikal) No Susunan Aset Persentase (%) 1 Kas 4 2 Piutang 26 3 Aset cair lain 6 4 Persediaan barang 31 5 Aset tetap 27 6 Aset lain 6 Sumber : Indrajit, 2003. Berdasarkan Tabel di atas terlihat jelas bahwa aset berupa barang merupakan kelompok yang paling besar dari seluruh aset perusahaan, sehingga perlu mendapat perhatian yang besar dari manajemen perusahaan. 1.2. Perumusan Masalah Industri kecap merupakan salah satu subsistem agribisnis dalam bidang industri pengolahan hasil pertanian. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka (2007), tercatat sebanyak 24 perusahaan yang bergerak dalam industri kecap. Hal ini menyebabkan tingkat persaingan
  • 20. yang cukup tinggi dalam aspek pemasaran dan harga, dimana sebagian besar dipasarkan di wilayah Kabupaten Majalengka. Tabel 4. Daftar Industri Kecap di Kabupaten Majalengka Tahun 2007 No. Nama Jumlah Satuan Jumlah Perusahaan/Pengrajin Produksi Tenaga Kerja 1 Segi tiga 860 000 Botol 40 2 Maja menjangan 624 175 Botol 12 3 Cap Sate 183 000 Botol 7 4 Anton Yuliyanto 108 000 Botol 15 5 Potret Matahari Terbit dan 180 000 5 Merak 6 Ijoh 960 Botol 2 7 Andon 750 Krat 2 8 T3 180 000 Botol 13 9 Roda Bersayap 144 000 Botol 10 10 H. Santana 250 000 Botol 4 11 Panggang Ayam 45 000 Botol 3 12 Potret Matahari 15 Ton 5 13 Kambing 100 Krat 4 14 Ikan mas koki 20 000 Botol 11 15 Ayam jago 225 000 10 16 Moh. Suherman 7000 Botol 3 17 Tohri 240 Botol 2 18 Iyah dasiyah 750 Botol 3 19 Oman 5 Ton 2 20 Sari 1000 Botol 2 21 Sapyudin 950 Krat 2 22 Saroni 240 000 Botol 4 23 Dua bintang 84 000 Botol 4 24 Cap Matahari 15 Ton 5 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka (2007), diolah Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha produksi kecap adalah Perusahaan Kecap Segitiga, yang merupakan perusahaan kecap terbesar di Kabupaten Majalengka yang telah dirintis sejak tahun 1958. Bahan baku utama kecap di Perusahaan Kecap Segitiga terdiri dari kacang kedelai hitam, gula aren, gula kelapa, garam. Bahan baku tersebut diperoleh dari distributor yang sudah menjadi pemasok perusahaan, yaitu berasal dari Bandung,
  • 21. Banjar, Cianjur, Cirebon dan Majalengka. Kondisi aktual yang terjadi di perusahaan selama ini adalah perusahaan tidak melakukan perhitungan berdasarkan metode pengendalian bahan baku tertentu dalam menentukan jumlah bahan baku yang dipesan. Perusahaan hanya melakukan pemesanan berdasarkan kondisi aktual persediaan bahan baku di gudang sehingga sering terjadi pemesanan bahan baku yang tidak terjadwal dan jumlah pesanannya jauh lebih besar dari rata-rata kebutuhan bahan baku. Hal ini mengakibatkan tingginya persediaan bahan baku perusahaan yang menyebabkan besarnya biaya kesempatan (opportunity cost) yang harus ditanggung perusahaan. Contohnya dapat dilihat pada Tabel 5 yang menjelaskan perbandingan antara kuantitas pesanan dan kebutuhan pemakaian bahan baku kacang kedelai, berdasarkan kondisi aktual perusahaan. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa tingkat persediaan bahan baku kacang kedelai cukup besar. Bahkan pada bulan Mei sampai dengan bulan November angkanya melebihi kebutuhan produksi. Hal ini menunjukan bahwa cadangan persediaan bahan baku pada bulan tersebut melebihi rata-rata kebutuhan bahan baku perbulannya. Besarnya tingkat persediaan ini terjadi karena pemesanan bahan baku yang dilakukan perusahaan tidak teratur, dimana kuantitas pemesanan perbulan sangat bervariasi. Besarnya kuantitas pemesanan yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan produksi. Pada bulan-bulan tertentu pemesanan bahan baku melebihi kebutuhan produksinya, tetapi kemudian kuantitas pemesanan dapat jauh lebih kecil dari kebutuhan produksi. Seiring dengan berkembangnya perusahaan pengolahan kecap di Kabupaten Majalengka menyebabkan persaingan semakin meningkat sehingga
  • 22. keunggulan kompetitif menjadi penting. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah pengembangan keragaan manajemen produksi dan operasi organisasi melalui manajemen produksi dan persediaan. Tabel 5. Kuantitas Pesanan dan Persediaan Rata-Rata Bahan Baku Kacang Kedelai Berdasarkan Kondisi Aktual Perusahaan Tahun 2007 Bulan Kuantitas Stok Pemakaian Stok Persediaan Pesanan Awal (kg) (kg) Akhir Rata-Rata (kg) (kg) (kg) Januari - 1800 150 1650 1725 Februari 840 1650 305 2185 1917.5 Maret 600 2185 1160 1625 1905 April 1000 1625 1000 1625 1625 Mei 8223 1625 2185 7663 4644 Juni 8337 7663 5411 10589 9126 Juli 3429 10589 6281 7737 9163 Agustus 6000 7737 5329 8408 8072.5 September - 8408 5724 2684 5546 Oktober 6488 2684 2166 7006 4845 November - 7006 5409 1597 4301.5 Desember 5010 1597 3946 2661 2129 Total 39 927 54 569 39 066 55 430 55 059.5 Rata-rata 3 327.25 4 547.42 3 255.5 4 619.17 4 588.29 Sumber : Data perusahaan (2007), diolah Untuk menghadapi persaingan dalam industri kecap, Perusahaan Kecap Segitiga merasa perlu menciptakan keunggulan kompetitif. Salah satunya melalui manajemen produksi dan persediaan yang optimal, yaitu melalui pengendalian persediaan bahan baku kecap. Hal ini didasari dari beberapa permasalahan dalam manajemen produksi dan persediaan yang dihadapi Perusahaan Kecap Segitiga, diantaranya: perubahan permintaan konsumen akan produk kecap pada saat menjelang hari raya serta keterlambatan kedatangan bahan baku dari pemasok. Selain itu dengan semakin banyaknya perusahaan kecap perlu diperhatikan juga mengenai persaingan dalam mendapatkan vahan baku.
  • 23. Perubahan permintaan konsumen terhadap kecap seringkali menuntut pihak perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap rencana produksinya (revisi rencana produksi). Selain itu kebijakan perusahaan menyangkut perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku sering dihadapkan pada kendala investasi yang terlalu banyak atau menekan persediaan. Masing-masing akan memiliki konsekuensi terhadap biaya persediaan, kelancaran produksi dan pelayanan kepada pelanggan. Untuk itu, diperlukan sistem pengendalian persediaan yang optimal sehingga perusahaan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meminimalkan biaya produksinya. Persediaan bahan baku merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting karena menunjang kelancaran dan kesinambungan dalam proses produksi. Persediaan bahan bahan baku yang melebihi maupun yang persediaan bahan baku yang kurang akan merugikan perusahaan. Kekurangan persediaan akan menyebabkan terganggunya proses produksi, yaitu tidak tercapainya target produksi sesuai dengan permintaan konsumen. Kelebihan persediaan mengakibatkan meningkatnya biaya penyimpanan, di samping dengan tingginya resiko kerusakan bahan baku akibat proses penyimpanan bahan baku yang terlalu lama, yang dapat merugikan perusahaan secara keseluruhan. Dengan melihat kondisi tersebut perusahaan memerlukan sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dapat menjaga ketersediaan bahan baku, serta dapat meminimalkan biaya persediaan. Oleh karena itu permasalahan yang akan dianalisis adalah : 1. Bagaimana sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan ?
  • 24. 2. Bagaimanakah model alternatif pengendalian persediaan bahan baku yang dapat meminimalkan biaya, sesuai dengan kondisi perusahaan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Melakukan kajian terhadap sistem pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan. 2. Menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat diterapkan pada perusahaan. 1.4. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan pertimbangan perusahaan dalam menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat meminimalkan biaya, serta sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam pengadaan dan pengendalian persediaan, yang sesuai bagi pelaksanaan kegiatan produksi perusahaan. 2. Sebagai media untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh, dan bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat berguna sebagai informasi yang berkenaan dengan pengendalian persediaan bahan baku. 1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini meliputi gambaran umum, sistem pengadaan dan penanganan bahan baku perusahaan, serta analisis pengendalian persediaan
  • 25. bahan baku. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada perusahaan mengenai teknik pengendalian persediaan bahan baku yang dapat meminimalkan biaya. Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Kecap Segitiga, Kabupaten Majalengka.
  • 26. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecap Kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa penambahan gula dan bumbu. Dilihat dari kandungan gizinya, kecap kedelai ternyata masih memiliki protein dan kadar abu yang cukup tinggi. Sementara komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar didukung oleh asam glutamat, prolin, asam asportat dan lesitin (Santoso, 1994). Dengan demikian mengkonsumsi kecap bukanlah sekedar menikmati rasa asin atau manis, akan tetapi kecap kedelai memiliki zat gizi yang lengkap dengan asam aminonya. Pada umumya bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan kecap adalah kacang kedelai (Glycine max merr). Hal ini didasarkan kandungan nilai gizi kedelai yang cukup tinggi, terutama kandungan protein dan kandungan karbohidratnya sehingga memungkinkan perkembangbiakan mikroorganisme yang menghasilkan enzim pemecah substrat pada kedelai (Yokotsuka dalam Ramdhan, 2002). Kedelai atau kacang kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan Timur Jauh seperti kecap, tahu dan tempe. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G.max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Tiongkok dan Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena
  • 27. kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan Tiongkok. Pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia. Jenis kedelai yang digunakan untuk pembuatan kecap adalah kedelai hitam dan kedelai kuning (Judoamidjojo, dalam Ramdhan, 2002). Komposisi kimia antara kedelai hitam dengan kedelai kuning tidak begitu berbeda. Selain itu perbedaan jenis kedelai tersebut tidak berpengaruh pada efektifitas fermentasi. Kedelai hitam lebih banyak digunakan oleh kalangan industri dalam pembuatan kecap, namun beberapa perusahaan menggunakan kedelai kuning, dan hasil samping dari pembuatan kecap tersebut dijadikan tauco (Judoamidjojo dalam Ramdhan, 2002). Tabel 6. Komposisi Zat Gizi Kecap Kedelai (100gr) No Zat Gizi Kecap Satuan 1 Energi 86.00 kalori 2 Air 57.40 gram 3 Protein 5.50 gram 4 Lemak 0.60 gram 5 Karbohidrat 15.10 gram 6 Serat 0.60 gram 7 Abu 21.40 gram 8 Kalsium 85.00 mg 9 Besi 4.40 mg 10 Vitamin B1 0.04 mg 11 Vitamin B2 0.17 mg Sumber : Direktorat Gizi Dep. Kesehatan RI dalam Santoso, 1994
  • 28. Secara umum kecap di Indonesia dikelompokan menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap dapat diproduksi dengan tiga metode produksi, yaitu fermentasi kedelai, hidrolisa asam, atau kombinasi keduanya. Kecap hidrolisa kurang populer dibandingkan dengan kecap hasil fermentasi dari segi rasa dan aroma yang kurang baik. Hal ini disebabkan selama proses hidrolisa, beberapa asam amino dan gula rusak, serta timbul senyawa off flavour seperti asam levulinat, H2S dan beberapa komponen lainnya yang ada pada kecap fermentasi tidak terbentuk. Di Indonesia pembuatan kecap pada umumnya dilakukan secara fermentasi. 2.2 Bahan Baku Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari produk jadi. Tanpa bahan baku suatu industri tidak dapat menghasilkan output produksinya. Masalah yang sering dihadapi produsen adalah ketersediaan bahan baku, baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Masalah lainnya adalah penanganan bahan baku yang berasal dari produk pertanian yang bersifat mudah rusak dalam penyimpanannya. Menurut Assauri (1999) pengertian bahan baku meliputi semua bahan yang dipergunakan dalam perusahaan pabrik, kecuali terdapat bahan-bahan yang secara fisik akan digabungkan dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan pabrik tersebut. Perusahaan yang memiliki penguasaan atas produksi bahan baku sendiri lebih menjamin ketersediaan bahan baku dibandingkan bila pengadaan bahan baku tersebut dilakukan melalui pembelian (Gaspersz, 2002). Menurut Webster dan Wind dalam Kotler (1997), pembelian merupakan proses pengambilan keputusan yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan akan
  • 29. barang dan jasa, mengidentifikasikan, menilai, dan memilih berbagai alternatif merek dan pemasok. 2.3 Persediaan Persediaan merupakan hal penting bagi suatu perusahaan manufaktur, dalam menjaga keberlangsungan proses produksi. Karena persediaan dalam hal ini adalah bahan baku, maka persediaan memiliki persentase terbesar dari modal kerja. Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya sumberdaya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan pada waktu yang tepat. Istilah persediaan (iventory) adalah istilah umum yang menunjukan segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya dalam pemenuhan permintaan (Handoko, 1997). 2.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan Menurut Heizer dan Render (1999), persediaan memiliki beberapa fungsi untuk dapat menciptakan fleksibilitas pada kegiatan operasi perusahaan. Efisisensi operasional perusahaan dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting persediaan (Handoko, 1997). Fungsi penting persediaan adalah sebagai berikut : 1. Fungsi Decoupling. Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi perusahaan internal dan eksternal memiliki kebebasan.
  • 30. Persediaan ”decouples” ini memungkinkan perusahaaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier. 2. Fungsi Economic Lot Sizing adalah fungsi yang memungkinkan perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumberdaya-sumberdaya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Fungsi Lot Size ini perlu mempertimbangkan penghematan biaya. Penghematan dari potongan pembelian, biaya pengangkutan, dan sebagainya. Penghematan ini timbul karena perusahaan membeli dalam kuantitas yang lebih besar. 3. Fungsi Antisipasi merupakan persediaan untuk mengahadapi permintaan yang dapat diramalkan dan menjaga kemungkinan kesulitan memperoleh bahan baku. Fungsi ini untuk menanggulangi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan penerimaan bahan baku selama periode pemesanan kembali. Fungsi ini sangat penting untuk menjaga kelancaran proses produksi 2.3.2 Jenis-Jenis Persediaan Fisik Setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan fisik dibedakan menjadi (Handoko, 1977): 1. Persediaan bahan mentah (raw material), yaitu persediaan persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari suplier dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.
  • 31. 2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/component), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. 3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. 4. Persediaan barang dalam proses (work in proses), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim ke pelanggan. 2.3.3 Biaya-Biaya Persediaan Dalam pembuatan setiap keputusan yang akan mempengaruhi besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel berikut ini harus dipertimbangkan, diantaranya (Handoko, 1997): a. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs) Merupakan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Biaya ini terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata-
  • 32. rata persediaan semakin tinggi. Biaya -biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah: 1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas atau pendingin) 2. Biaya modal (oportunity cost of capital, yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan) 3. Biaya keusangan 4. Biaya penghitungan fisik dan kondisi laporan 5. Biaya asuransi persediaan 6. Biaya pajak persediaan 7. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan b. Biaya Pemesanan (Pembelian) Merupakan biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan sejak pemesanan bahan sampai bahan tersedia di gudang. Setiap kali barang dipesan, perusahaan menanggung biaya pemesanan (ordercosts atau procurement costs). Biaya-biaya pemesanan secara terperinci meliputi : 1. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi 2. Upah 3. Biaya telepon 4. Pengeluaran surat menyurat 5. Biaya pengepakan dan penimbangan 6. Biaya pemeriksaan penerimaan 7. Biaya pengiriman kegudang 8. Biaya hutang lancar dan sebagainya.
  • 33. Secara normal biaya per pesanan (di luar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik bila kuantitas pesanan bertambah besar. Apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. c. Biaya penyiapan (manufacturing). Bila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri ”dalam pabrik” perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyiapan (setup costs) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya- biaya ini terdiri dari : 1. Biaya mesin-mesin menganggur 2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung 3. Biaya scheduling 4. Biaya ekspedisi dan sebagainya. d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) Merupakan biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedia bahan pada waktu diperlukan, bukan biaya nyata melainkan biaya kehilangan kesempatan. Biaya ini merupakan biaya yang sulit diperkirakan. Biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut : 1. Kehilangan penjualan 2. Kehilangan langganan 3. Biaya ekspedisi 4. Selisih harga 5. Biaya pemesanan khusus
  • 34. 6. Terganggunya operasi 7. Tambahan pengeluaran manajerial dan sebagainya. 2.3.4 Pengendalian Persediaan Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi persediaan komponen rakitan (part), bahan baku dan barang hasil/produk, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelajaran perusahaan dengan efektif dan efisien (Assauri, 1999). Tujuan dari pengendalian dinyatakan sebagai usaha untuk: 1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya proses produksi. 2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul akibat persediaan bahan baku tidak terlalu besar. 3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena hal ini akan mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar 2.4 Perencanaan Kebutuhan Bahan (Material Requirement Planning/MRP) Material Requirement Planning (MRP) merupakan suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi, yang memerlukan beberapa tahapan/fase, atau dengan kata lain merupakan suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen), yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang. Sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak pesanan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan dibuat.
  • 35. Sistem ini memainkan peranan penting dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang bahan-bahan dan komponen-komponen apa yang harus dibuat atau dibeli, berapa jumlah yang dibutuhkan, dan kapan dibutuhkan. Menurut Heizer dan Render (1999), untuk mengetahui model persediaan terikat, maka manajer harus mengetahui : 1. Jadwal produksi master (master production schedule) Master production schedule (MPS) menjabarkan apa yang harus dibuat dan penjadwalan yang harus sesuai dengan jadwal produksi. Rencana produksi diturunkan dari teknik perencanaan agregat (agregat planning techniques). Rencana agregat ini mencakup perencanaan jenis-jenis input, keuangan, permintaan pelanggan, kemampuan teknik, ketersediaan tenaga kerja, fluktuasi persediaan, keragaan pemasok, dan pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dari rencana produksi inilah jadwal dibangun MPS yang memberi informasi apa yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan dan memenuhi rencana permintaan. 2. Spesifikasi dari daftar bahan (bill of material) Spesifikasi dari bahan material merupakan daftar kualitas komponen, kandungan, dan kebutuhan bahan untuk membuat produk yang menggambarkan struktur produk. Bill of materials ini tidak hanya menjabarkan kebutuhan tetapi juga pertimbangan dalam pembiayaannya dan dapat memberikan daftar barang-barang yang harus diproduksi atau dirakit. 3. Ketersediaan barang persediaan (inventory avaibilty) Catatan persediaan ini menjadi landasan untuk memberikan informasi tentang jumlah persediaan bahan baku. Catatan ini juga mendukung
  • 36. penyusunan MRP yang tepat untuk merencanakan jumlah dan waktu pesanan bahan baku yang tepat agar proses produksi tidak terhambat. 4. Posisi pesanan, pembelian (purchase order outstanding) Pengetahuan atas perjanjian pesanan pembelian harus dimiliki bagian pengendalian persediaan. Ketika pemesan terjadi, catatan tentang persediaan tersebut dan jadwal pengantaran harus tersedia, sehingga manajer dapat menyiapkan rencana produksi dan melakukan sistem MRP dengan baik. 5. Waktu ancang-ancang (lead time) Pengetahuan atas waktu ancang-ancang untuk masing-masing komponen diperlukan dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pembelian, produksi, atau perakitan yang sesuai dengan waktu produk tersebut dibutuhkan. Langkah selanjutnya adalah membuat rencana kotor kebutuhan bahan (gross material requirement planning). Langkah ini mengkombinasikan jadwal produksi master dan jadwal tingkatan waktu (time phased schedule). Rencana kebutuhan kotor memperkirakan jadwal yang menunjukkan kapan suatu barang harus dipesan dari pemasok, jika tidak ada persediaan di tangan atau ketika produksi barang harus dimulai untuk masing-masing produksi, manejemen harus menyiapkan sebuah jadwal induk produksi. Menurut Heizer dan Render (1999) metode MRP dalam pengelolaannya akan lebih komplek, tetapi dapat menghasilkan banyak keuntungan. Keuntungannya antara lain dapat mengurangi persediaan dan biaya gabungan (inventory holding cost) karena biaya itu hanya sebesar materi dan komponen
  • 37. yang dibutuhkan dan kalau bias tidak ada biaya sama sekali. Kelebihan MRP lainnya dalam menangani barang-barang, yaitu : 1) Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan 2) Meningkatkan kegiatan, fasilitas, dan tenaga kerja 3) Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik 4) Respon yang cepat terhadap perubahan pasar 5) Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan terhadap pelanggan 2.4.1 MRP Teknik Lot for lot Teknik Lot for lot merupakan teknik penentuan ukuran lot, dengan memesan kuantitas bahan baku tepat sebesar yang dibutuhkan, tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut, prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu rendah, dan permintaan terikat (Buffa dan Sarin,1999). Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan atas persediaan bahan yang disimpan. Tetapi teknik ini tidak dapat mengambil keuntungan ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan tepat, teknik ini juga tidak dapat digunakan apabila bahan baku yang digunakan jumlahnya sedikit di pasaran sehingga permintaan tepat pada waktunya tidak dapat dilakukan. 2.4.2 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) Teknik EOQ merupakan teknik persediaan yang tertua dan paling umum dikenal. Model ini mengidentifikasi kuantitas pemesanan atau pembelian optimal
  • 38. dengan tujuan meminimalkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Tujuan dari sebagian model persediaan adalah meminimalkan biaya total. Dengan asumsi-asumsi yang diberikan, biaya-biaya yang signifikan adalah biaya pemesanan (set up cost) dan biaya penyimpanan (holding cost/ carrying cost). Biaya- biaya lain seperti biaya satuan ini sendiri adalah konstan. Sehingga dengan meminimalkan jumlah pemesanan dan penyimpanan dapat berarti meminimalkan biaya total. Penjelasan mengenai biaya-biaya tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1. Pada Gambar 1 menunjukkan hubungan antara biaya penyimpanan (holding/carrying cost) dan biaya pemesanan (ordering atau set up cost), dalam bentuk grafik. Kuantitas pesanan tetap yang meminimumkan biaya tersebut terjadi pada saat kurva biaya pemesanan dan kurva biaya penyimpanan berpotongan, yaitu pada saat total biaya pemesanan sama dengan total biaya penyimpanan. Ukuran lot dengan biaya minimum diperoleh pada saat turunan pertama dari biaya total terhadap kuantitas (Q) tahunan sama dengan nol (Buffa, 1996; Herjanto, 1999; Rangkuti, 2004). Biaya Total Biaya Total Biaya Penyimpanan Biaya Pemesanan EOQ Q (kuantitas) Gambar 1. Biaya Persediaan Sumber: Rangkuti, 2004
  • 39. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penentuan kuantitas yang optimal dengan menggunakan model EOQ dapat dirumuskan sebagai berikut : Total biaya per tahun (TC) = Biaya Penyimpanan + Biaya Pemesanan TC = HQ + SD 2 Q Dimana: TC = Total biaya tahunan H = Biaya penyimpanan (carrying cost) per unit per tahun S = Biaya pemesanan (ordering cost) Ukuran lot dengan biaya minimum diperoleh pada saat turunan pertama dari biaya total terhadap kuantitas (Q) tahunan sama dengan 0. TC min : dTC =0 dQ dTC H SD = − dQ 2 Q2 H SD 0= − 2 Q2 H SD = 2 Q2 2 SD Q2 = H 2SD Sehingga rumus dasar dari EOQ adalah: EOQ = H Dimana : D = Penggunaan dan Permintaan yang diperkirakan per periode waktu (kg) S = Biaya pemesanan per pesanan (Rp) H = Biaya penyimpanan per unit per tahun (Rp) Model EOQ dapat diterapkan jika asumsi-asumsi ini dapat dipenuhi (Handoko,2000) :
  • 40. 1. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam, dan diketahui (deterministik). 2. Harga per unit adalah konstan 3. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan 4. Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan 5. Waktu antara pesanan pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (lead time) adalah konstan 6. Tidak terjadi kekurangan barang atau back order. Keuntungan penggunaan teknik EOQ adalah pemesanan dilakukan lebih besar dari kebutuhan bersihnya, sehingga apabila terjadi perubahan kualitas produksi menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Kekurangan teknik ini adalah memberikan biaya penyimpanan yang lebih besar dibandingkan dengan teknik Lot for lot. 2.4.3 MRP Teknik Part Periode Balancing (PPB) Teknik penyeimbangan bagian periode merupakan pendekatan yang lebih dinamis, yaitu menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Menurut Herjanto (1999), metode PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai Economic Part Period (EPP), yang merupakan rasio antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan. EPP dihitung dengan rumus : Cp EPP = Ch Keterangan : EPP : Economic Part Period
  • 41. Cp : Biaya pemesanan Per pesanan Ch : Biaya penyimpanan per periode Prinsip dari teknik ini adalah mencoba menggabungkan suatu periode dengan periode berikutnya kemudian menghitung kumulatif bersih dari periode gabungan tersebut serta kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode diperoleh dengan mengakumulasikan perkalian kebutuhan suatu periode dengan periode tambahan yang ditanggung. Tabel 7 menunjukkan penentuan ukuran lot dengan menggunakan PPB. Bagian periode yang paling mendekati nilai EPP merupakan gabungan periode yang dipilih (Herjanto, 1999). Besar pesanan adalah sebesar kebutuhan bersih kumulatif yang dilakukan sebelum kebutuhan tersebut terjadi, dengan harapan akan diterima tepat pada awal periode gabungan tersebut dan akan digunakan selama periode gabungan. Kelemahan teknik PPB apabila diterapkan perusahaan, yaitu adanya kemungkinan kerusakan persediaan bahan baku akibat penyimpanan bahan baku di gudang. Teknik PPB tidak dapat dilakukan apabila nilai EPP-nya lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan kotornya. Tabel 7. Penentuan Lot dengan Teknik PPB Periode yang Kebutuhan bersih kumulatif Kumulatif bagian periode digabungkan 1 a a x (1-1) 1,2 a+b b X (2-1) 1,2,3 a+b+c b X (2-1) + c x (3-1) Sumber: Buffa dan Sarin, 1999
  • 42. 2.4.4 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) Ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya, dalam teknik POQ ini. Dengan demikian jumlah sediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan. Keunggulan teknik POQ adalah dibandingkan dengan teknik EOQ adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan sediaan kebutuhan tidak uniform (seragam) karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan. Untuk menghitung jumlah periode kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan sebagai berikut : Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata 2.5 Persediaan Pengaman (Safety Stock) Dalam kondisi aktual, perusahaan sering dihadapkan dengan fluktuasi permintaan. Persediaan penyangga merupakan tindakan penanggulangan yang logis dalam mengatasi permintaan yang flluktuatif. Ada beberapa pendekatan dalam menentukan persediaan pengaman : 1) Pendekatan kemungkinan kehabisan bahan baku. Asumsi yang digunakan adalah waktu tunggu yang terjadi konstan, dan seluruh barang yang dipesan diserahkan kepada pemasok pada waktu yang sama. 2) Pendekatan tingkat pelayanan. Hal ini ditentukan dan diukur dengan tingkat pelayanan yang dapat diberikan oleh adanya persediaan pengaman. Persediaan pengaman merupakan persediaan minimum yaitu batas jumlah persediaan yang paling rendah yang harus ada untuk suatu jenis bahan baku. Persediaan minimum ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan kekurangan bahan baku. Sedangkan persediaan maksimum dimaksudkan untuk
  • 43. menghindari kerugian, karena kelebihan bahan baku yang akan menimbulkan pemborosan biaya. 2.6 Titik Pemesanan Kembali Titik pemesanan kembali merupakan suatu titik atau batas dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pesanan harus diadakan kembali. Titik ini menunjukkan kepada bagian pembelian untuk mengadakan pesanan kembali bahan-bahan pesanan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan. Dalam penentuan titik ini harus memperhatikan besarnya penggunaan bahan baku selama bahan-bahan yang dipesan belum datang dan persediaan minimum. Besarnya penggunaan bahan selama bahan-bahan yang dipesan belum diterima, ditentukan oleh dua faktor yaitu lead time dan tingkat penggunaan rata- rata. Jadi besarnya penggunaan bahan baku selama bahan baku dipesan belum diterima adalah hasil perkalian antara waktu yang dibutuhkan untuk memesan (lead time) dan jumlah penggunaan rata-rata bahan tersebut (Assauri,1999). 2.7 Hasil Penelitian Terdahulu Sofyan (2004) menganalisis persediaan bahan baku Roti di PT. Maja Sary bakery, Majalengka. Bahan baku yang dianalisis yaitu tepung terigu, mentega, telur, gula pasir, dan ragi. Teknik pengendalian persediaan bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah teknik MRP. Hasil analisis menunjukkan bahwa biaya persediaan bahan baku metode perusahaan tidak menghasilkan biaya yang efisien dibanding empat metode alternatif lainnya (metode MRP teknik Lot for lot, teknik EOQ teknik POQ, dan teknik PPB). Hasil penghematan dari analisis yang dilakukan, Metode MRP teknik POQ menghasilkan penghematan
  • 44. biaya tertinggi untuk pengendalian persediaan bahan baku gula pasir. Untuk keempat bahan baku lainnya yaitu bahan baku terigu, mentega, ragi, dan kelapa metode MRP teknik PPB menghasilkan penghematan biaya terbesar. Berdasarkan analisis perbandingan metode perusahaan dengan metode alternatif lainnya, metode MRP teknik PPB adalah teknik yang mampu menghasilkan penghematan biaya persediaan tertinggi untuk kumulatif kelima bahan baku. Widyastuti (2001) melakukan penelitian dengan judul sistem pengandalian persediaan bahan baku susu kental manis, studi kasus PT. Indolakto, Sukabumi. pada penelitiannya menggunakan analisis dengan teknik EOQ, persediaan pengaman (safety stock), dan titik pemesanan kembali (reorder point). Bahan baku yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah susu segar, gula, skimmed milk powder (SMP). Hasil penelitian menyatakan bahwa kebijakan perusahaan terhadap pengendalian persediaan belum optimal dan perusahaan perlu mengurangi persediaan pengaman untuk ketiga bahan tersebut. Okristian (1999) menganalisis persediaan bahan baku dengan teknik ABC yang mengelompokkan bahan baku berdasarkan urutan nilai pembelanjaan tahunan. Urutannya adalah tepung terigu cakra, tepung terigu segitiga, shortening, telur ayam kampung, ragi roti, susu bubuk full cream, dan gula pasir. Alat analisis yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode MRP. Hasil penelitianya menunjukkan bahwa biaya persediaan bahan baku dengan metode MRP lebih tinggi dibandingkan dengan metode perusahaan. Walaupun dari aspek biaya persediaan bahan baku dengan metode MRP lebih tinggi, namun metode ini lebih tepat digunakan, karena metode yang diterapkan pada perusahaan, menyebabkan terjadinya kekurangan bahan baku relatif lebih besar yang
  • 45. menyebabkan timbulnya biaya kekurangan bahan baku berupa biaya pemesanan mendadak, dan berupa biaya imbangan (opportunity cost). Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku, dapat disimpulkan bahwa umumnya model analisis untuk persediaan bahan baku adalah metode MRP. Metode MRP teknik Lot For Lot cocok digunakan pada perusahaan yang melakukan pemesanan hanya sejumlah kebutuhan bersih tanpa adanya persediaan. Metode MRP teknik POQ cocok untuk perusahaan yang memilki kebutuhan bahan baku yang tiap periodenya tidak seragam. Tabel 8. Penelitian Terdahulu No Peneliti Tahun Komoditas Topik Alat Analisis 1 Sofyan M 2004 Tepung terigu, Analisis MRP (Teknik mentega, telur, Pengendalian LFL, EOQ, gula pasir, dan Persediaan Bahan POQ,PPB) ragi Baku di Perusahaan Majasari bakery Majalengka 2 Widyastuti 2001 Susu segar, Sistem Teknik EOQ, gula, skimmed Pengandalian Persediaan milk powder Persediaan Bahan pengaman (safety (SMP) Baku Susu kental stock), dan Titik manis, Studi Kasus pemesanan PT. Indolakto, kembali (reorder Sukabumi. point). 3 Okristian 1999 Tepung terigu Analisis Metode MRP. cakra, epung Pengendalian terigu segitiga, Persediaan Bahan shortening, telur Baku di PT. ayam kampung, Purnama Bakery, ragi roti, susu Jakarta. bubuk full cream, dan gula pasir.
  • 46. III. KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini dilakukan dengan dilatarbelakangi oleh upaya perusahaan dalam meningkatkan keuntungannya. Dalam upayanya tersebut sering kali perusahaan terkendala dengan tingginya persediaan bahan baku, ini dikarenakan biaya pengendalian bahan baku yang dikeluarkan belum efisien. Hal ini dapat diketahui dari besarnya penyimpanan bahan baku yang dibebankan pada perusahaan, sebagai konsekuensi dari tingginya tingkat persediaan bahan baku. Dari permasalahan perusahaan ini dapat dianalisis, yang diawali dengan mengidentifikasi kebijakan perusahaan dalam pengadaan bahan baku, kemudiaan dilakukan analisis prosedur pembelian, dan terakhir dengan menganalisis pengendalian persediaan bahan baku. 3.1 Identifkasi Kebijakan Perusahaan dalam Pengadaan Bahan Baku Dalam mengidentifikasi kebijakan yang diterapkan perusahaan untuk pengadaan bahan baku, maka sebelumnya perlu diketahui jenis dan asal bahan baku, prosedur pembelian, dan proses penanganan bahan baku. Selain itu perlu juga diketahui sistem pesanan yang dilakukan antara perusahaan dengan pemasok, fasilitas perusahaan dalam penyimpanan, dan proses pencatatan bahan baku yang dilakukan. Hal terpenting yang perlu diketahui juga adalah perlu dipelajari sejarah kekurangan bahan baku yang mungkin pernah dialami oleh perusahaan. 3.2 Analisis Prosedur Pembelian Bahan Baku Aspek-aspek yang akan dianalisis dalam prosedur pembelian bahan baku mencakup kebutuhan bahan baku pada tiap periode produksi, waktu tunggu yang diperlukan dalam setiap pengadaan persediaan bahan baku, biaya-biaya yang
  • 47. dikeluarkan dalam pengadaan persediaan bahan baku, harga bahan baku, dan kebijakan bahan baku yang diterapkan perusahaan. Contoh dari kebijakan bahan baku misalnya stok minimum dan maksimum persediaan bahan baku untuk persediaan pengaman. Dalam analisis ini akan banyak digunakan data volume pemakaian bahan baku, sebab volume pemakaian bahan baku akan menentukan besarnya permintaan bahan baku, yang merupakan salah satu variabel dalam penentuan kuantitas optimal. Volume pemakaian bahan baku ini didasarkan pada catatan historis perusahaan. Waktu tunggu digunakan dalam menentukan waktu pelaksanaan pesanan sampai bahan baku diterima perusahaan. Waktu tunggu diperoleh berdasarkan catatan-catatan historis perusahaan. Biaya persediaan bahan baku meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku utama. Biaya ini meliputi seluruh biaya yang menyangkut penyimpanan barang di tempat penyimpanan akhir di perusahaan. Perhitungan biaya-biaya ini akan menentukan kuantitas pesanan optimal pada analisis pengendalian persediaan. Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan yang berkaitan dengan pengeluaran surat pesanan atau kontrak pembelian, biaya ini tidak tergantung dari jumlah barang yang dipesan, tetapi tergantung dari jumlah surat pesanan yang dikeluarkan. Komponen biaya pemesanan ini terdiri dari biaya administrai penerimaan dan penempatan order, dan biaya penempatan pesanan (biaya telepon, surat menyurat, faximile), biaya pengangkutan dan bongkar muat (yang ditanggung perusahaan).
  • 48. Biaya penyimpanan merupakan biaya yang timbul karena adanya bahan baku yang disimpan perusahaan. Biaya penyimpanan meliputi biaya gudang, biaya upah dan gaji pengawas, biaya peralatan penanganan bahan baku di gudang (listrik, air, dan lain-lain), dan bunga atas modal yang ditanamkan ke dalam investasi tersebut sebagai komponen opportunity cost. Dalam keadaan aktual di lapangan biaya-biaya ini didasarkan pada catatan-catatan historis perusahaan atas biaya tersebut. Harga dari bahan baku sangat diperlukan dalam menentukan besarnya beban bunga atas modal (opportunity cost) dalam penentuan biaya penyimpanan. Harga bahan baku ini merupakan harga rata-rata pembelian bahan baku oleh perusahaan selama periode pencatatan. Selain itu pengetahuan atas besarnya suku bunga bank sangat diperlukan dalam menentukan bunga atas modal ini. Suku bunga yang dipakai adalah suku bunga rata-rata tabungan deposito pada bank umum (komersial). 3.3 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Langkah selanjutnya setelah dilakukan analisis prosedur pembelian bahan baku, maka perlu dicari tingkat persediaan bahan baku yang optimal, baik dari segi tingkat pesanan ataupun kuantitas pembeliannya dengan menggunakan metode Material Requirement Planning (MRP). Metode MRP yang digunakan sebagai perbandingan dengan metode yang digunakan perusahaan adalah metode MRP teknik Lot for Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), Period Order Quantity (POQ). Komponen yang dibandingkan dalam analisis model pengendalian persediaan bahan baku tersebut meliputi : frekuensi pemesanan, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya total persediaan, dan biaya
  • 49. pembelian total bahan baku. Hasil yang diperoleh dari ketiga teknik tersebut kemudian akan dibandingkan dengan metode pengendalian yang dijalankan perusahaan, untuk mengetahui besarnya penghematan biaya yang dihasilkan masing-masing teknik. Dari analisis ini akan menentukan kebijakan bahan baku yang optimal sehingga perusahaan dapat merumuskan suatu strategi alternatif dalam pengendalian persediaan bahan bakunya. Kerangka penelitian operasional peneltian dapat dilihat pada Gambar 2.
  • 50. Visi Perusahaan: Masalah Perusahaan: Meningkatkan Biaya pengendalian persediaan bahan baku Keuntungan Perusahaan belum efisien. Identifikasi kebijakan Perusahaan dalam Pengadaan Bahan Baku Volume Biaya Persediaan Harga Bahan Waktu Pemakaian Bahan Bahan Baku Baku Tunggu Baku Bahan Baku Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kondisi Aktual Metode MRP teknik LFL Perusahaan Metode MRP teknik EOQ Metode MRP teknik POQ Analisis Perbandingan dan Penghematan Antar Metode Pengendalian Persediaan Tingkat Persediaan dan Kebijakan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Optimal Rekomendasi model Alternnatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
  • 51. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Kecap Segitiga, Jalan Raya Tonjong No 54. Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Kabupaten Majalengka terdapat banyak industri kecap dimana dengan banyaknya industri tersebut menyebabkan persaingan dalam mendapatkan bahan baku. Adapun waktu pengambilan data ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2008. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari Perusahaan Kecap Segitiga, yang terdiri atas: gambaran umum perusahaan, data produksi dan penjualan produk kecap, kebijakan pengadaan dan penanganan bahan baku di perusahaan yang mencakup jenis bahan baku yang digunakan, jumlah kebutuhan bahan baku, waktu tunggu (lead time) pembelian bahan baku, pemasok, sistem pemesanan dan penyimpanannya. Data primer dikumpulkan melalui hasil pengamatan, pencatatan langsung di lapang dan wawancara dengan pihak perusahaan. Wawancara langsung dilakukan kepada karyawan, manajer produksi, dan pihak perusahaan yang berkaitan. Pemilihan responden ini dilakukan dengan sengaja (porposive) dengan pertimbangan bahwa responden mengetahui dan dapat memberikan informasi
  • 52. mengenai kondisi perusahaan dengan baik, khususnya mengenai kebijakan pengendalian persediaan bahan baku dan pelaksanaan pengendalian persediaan bahan baku di perusahaan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari (bahan pustaka) buku, hasil laporan penelitian terkait, catatan-catatan yang dimiliki perusahaan, literatur perusahaan dan instansi terkait serta internet. 4.3 Metode Analisis Data Hasil perolehan data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel. Output data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel dan diuraikan secara narasi. Sedangkan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif dengan gambar dan tabel agar mudah dipahami. 4.3.1 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan Perhitungan-pehitungan yang dilakukan dalam menentukan kuantitas optimal pesanan pada analisis pengendalian persediaan merupakan perhitungan yang melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung dalam persediaan. Oleh sebab itu dalam perhitungannya perlu ditentukan terlebih dahulu komponen- komponen biaya-biaya persediaan yang terjadi. Biaya-biaya ini meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Biaya pemesanan merupakan semua biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan dan penerimaan bahan baku. Biaya ini meliputi biaya administrasi penempatan dan penerimaan order, biaya penempatan pesanan (biaya telepon, faximile, surat menyurat). Biaya pemesanan setahun diperoleh dengan cara : Tc =f x C
  • 53. Dimana : Tc = Biaya pemesanan setahun f = Frekuensi pemesanan selama setahun C = Biaya pemesanan per pesanan Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang diperlukan berkenaan dengan diadakannya persediaan. Biaya ini berhubungan dengan jumlah persediaan yang ada di gudang. Termasuk didalamnya biaya gudang, upah dan gaji pegawai gudang, biaya administrasi gudang, dan bunga atas modal yang ditanamkan ke dalam investasi. Biaya penyimpanan dihitung dengan cara: TH = ∑ tHi tHi = Qi x h Maka : TH = ∑ { Qi x h} Dimana : TH = biaya penyimpanan setahun (Rp/kg) tHi = biaya penyimpanan harian (Rp/kg) h = biaya penyimpanan perunit per hari (Rp/kg) Qi = tingkat persediaan ditangan harian (kg) 4.3.2 Penyesuaian dan Penentuan Volume Pemakaian Bahan Baku Jumlah pemakaian bahan baku akan banyak digunakan dalam analisis ini. Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian bahan baku menunjukkan jumlah permintaan akan bahan baku.
  • 54. 4.3.3 Penyesuaian dan Penentuan Waktu Tunggu Pengendalian Persediaan Waktu tunggu berguna dalam menentukan waktu pelaksanaan pesanan, sehingga pesanan dapat diterima pada saat tepat waktu tunggu bahan baku utama didasarkan atas catatan-catatan historis perusahaan. 4.3.4 Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan atas beberapa model tersebut sehingga akan didapat alternatif pilihan model yang tepat bagi perusahaan. Tujuan dari analisis kuantitatif ini adalah untuk menentukan waktu pesanan yang tepat dan kuantitas pesanan yang optimal. Dengan demikian diharapkan tingkat persediaan di tangan menjadi lebih optimal dan biaya persediaan bahan baku dapat ditekan. Model yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis pengendalian persediaan bahan baku adalah model perencanaan kebutuhan bahan (Material Requirement Planning system = MRP). MRP adalah sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang. Masalah yang dihadapi perusahaan adalah inefisiensi dalam menentukan ukuran lot yang akan dipesan. Metode MRP akan membantu perusahaan dalam menentukan waktu pemesanan dan ukuran lot yang akan dipesan, sekaligus dapat memberikan model yang dapat menurunkan biaya persediaan minimum bagi perusahaan. Format perhitungan dengan sistem MRP adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 9.
  • 55. Tabel 9. Format Rencana MRP Uraian Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kebutuhan kotor (kg) Sediaan di tangan (kg) Penerimaan terjadwal (kg) Kebutuhan bersih (kg) Pesanan yang direncanakan (kg) Sumber : Elwood, 1996 Langkah-langkah pengisian tabel MRP (Tabel 9) yaitu sebagai berikut: 6) Menentukan kebutuhan kotor Kebutuhan kotor adalah rencana pemakaian bahan baku yang telah ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan produksi. 7) Menghitung persediaan di tangan Persediaan di tangan adalah persediaan awal yang ada di tangan pada suatu periode. Apabila tidak terdapat kebutuhan bersih dan tidak terdapat rencana penerimaan pada periode sebelumnya, maka besarnya proyeksi persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode sebelumnya. Apabila terdapat penerimaan terjadwal pada periode sebelumnya, tetapi tidak terdapat kebutuhan bersih dan rencana penerimaan terjadwal pesanan pada periode sebelumnya, maka proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode adalah sebesar penerimaan terjadwal periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode sebelumnya. Apabila terdapat kebutuhan bersih dan penerimaan pesanan pada periode sebelumnya, maka proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode adalah sebesar rencana penerimaan pesanan periode sebelumnya dikurangi dengan kebutuhan bersih periode sebelumnya.
  • 56. 3) Kebutuhan bersih Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat dipenuhi oleh persediaan perusahaan. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan ditangan untuk suatu periode lebih besar dari kebutuhan kotor periode tersebut, maka tidak terdapat kebutuhan bersih untuk periode tersebut. Apabila jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan di tangan untuk suatu periode lebih kecil daripada kebutuhan kotor periode tersebut, maka kebutuhan bersih untuk periode tersebut adalah kebutuhan kotor dikurangi dengan jumlah penerimaan terjadwal dan proyeksi persediaan periode tersebut. 4) Rencana penerimaan pesanan Rencana penerimaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan akan diterima untuk suatu periode. Besar rencana penerimaan pesanan ditentukan berdasarkan teknik penentuan ukuran lot (lot sizing technique) yang digunakan. 5) Rencana pelaksanaan pesanan Rencana pelaksanaan pesanan adalah besar pesanan yang direncanakan akan dipesan pada suatu periode dengan harapan akan diterima oleh perusahaan pada saat yang tepat. Rencana pesanan sama dengan rencana penerimaan pesanan, hanya saja periode pelaksanaannya adalah lebih besar waktu tunggu (lead time) pesanan.
  • 57. Ukuran lot adalah jumlah kuantitas yang akan dipesan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang minimum. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran lot pada sistem MRP, diantaranya Lot for lot, Teknik EOQ, teknik POQ. Berikut ini beberapa teknik yang digunakan dalam penentuan lot (lot sizing technique), yaitu: a. Teknik Lot for lot (LFL) Hal yang pertama kali dilakukan dalam metode MRP teknik Lot For Lot adalah menentukan kebutuhan kotor, apabila pada awal periode pengamatan terdapat persediaan yang cukup besar, maka perusahaan akan menghabiskan persediaan awal tersebut terlebih dahulu, sehingga tidak perlu dilakukan pemesanan bahan baku sampai diperkirakan persediaan awal tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selama waktu tunggu dan tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan selanjutnya. Pada saat persediaan bahan baku suatu periode tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan kotor, maka dilakukan perencanaan penerimaan pesanan tepat sebesar kebutuhan bersih, sehingga proyeksi persediaan di tangan dapat ditekan sampai sebesar nol. Besar dan waktu pemakaian bahan baku dalam menjalankan teknik ini perlu diketahui secara akurat, serta didasarkan pada jadwal produksi master dan waktu tunggu bahan baku. b. Teknik Economic Order Quantity (EOQ) Teknik EOQ yang sering digunakan dalam persediaan barang-barang bebas, dapat juga digunakan dalam teknik penentuan ukuran lot sistem MRP. Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan teknik EOQ, maka
  • 58. dilakukan metode MRP seperti yang dilakukan dengan teknik Lot for lot, besar pesanan adalah sebesar kelipatan EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan kebutuhan bersih. Biaya-biaya yang signifikan dalam penentuan optimal dengan teknik EOQ adalah biaya pemesanan (ordering) dan biaya penyimpanan (holding atau carrying), sehingga dengan meminimalkan kuantitas pesanan dan penyimpanan dapat berarti meminimalkan biaya total. Apabila terdapat persediaan awal yang cukup besar, maka perusahaan tidak perlu melakukan rencana permintaan bahan baku sampai persediaan tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Pesanan yang direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah dan jumlah yang mencukupi dan mendekati kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ yang telah dihitung sebelumnya. c. Teknik Period Order Quantity (POQ) Dalam teknik POQ ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian jumlah persediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan. Keunggulan kebijakan POQ dibandingkan kebijakan EOQ adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak uniform (seragam) karena sediaan yang berlebih dapat dihindarkan untuk menghitung jumlah periode kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan sebagai berikut : Jumlah pesanan = EOQ / permintaan rata-rata
  • 59. e. Metode Perusahaan Metode ini disesuaikan dengan kondisi yang dijalankan perusahaan. Biaya persediaan dihitung berdasarkan biaya aktual yang dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya tersebut meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. 4.3.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan Dari hasil analisis biaya persediaan bahan baku untuk setiap model yang digunakan, akan dibandingkan besarnya pesanan, banyaknya pesanan, dan biaya persediaan yang timbul. Selain melakukan perbandingan antar teknik juga dilakukan perbandingan antar teknik-teknik tersebut dengan sistem pengendalian persediaan yang selama ini dilakukan perusahaan, kemudian dilakukan perhitungan penghematan biaya bahan baku. Dari hasil analisis perbandingan dan perhitungan penghematan tersebut dapat dilakukan pemilihan alternatif sistem pengendalian yang tepat bagi perusahaan. Metode yang menghasilkan persentase penghematan terbesar dengan biaya persediaan yang paling minimum akan direkomendasikan untuk digunakan perusahaan sebagai alat metode pengendalian persediaan bahan bakunya. 4.4 Rekomendasi Model Alternatif Pengendalian Persediaan Berdasarkan Data Historis Berdasarkan analisis perbandingan biaya dan penghematan akan dipilih suatu model alternatif yang memberikan tingkat biaya persediaan yang paling rendah dan tepat bagi perusahaan. Model alternatif ini tentunya harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang ada dalam perusahaan mengenai pengendalian persediaan bahan baku.
  • 60. 4.5 Definisi Operasional 1. Waktu tunggu (lead time) adalah selang antara pemesanan bahan baku dengan saat datang dan diterimanya bahan baku di gudang persediaan. Waktu tunggu ini diukur dalam satuan hari, minggu atau bulan, tergantung dari sifat dan kebutuhan bahan yang diperlukan perusahaan. Untuk bahan baku SMP dan gula dihitung dalam satuan bulan. 2. Frekuensi pembelian adalah banyaknya (kali) pembelian yang dilakukan perusahaan selama satu tahun produksi. 3. Biaya pemesanan bahan baku yaitu biaya yang dikeluarkan setiap kali melakukan pemesanan dan penerimaan pesanan. Biaya pemesanan diukur dalam rupiah per pesanan (Rp/pesanan). Besarnya biaya yang dikeluarkan tidak tergantung pada besarnya atau banyaknya barang yang dipesan. 4. Biaya penyimpanan bahan baku yaitu semua biaya yang dikeluarkan perusahaan selama satu tahun produksi karena penyimpanan persediaan bahan baku. Biaya penyimpanan bahan baku diukur dalam satuan rupiah per kilogram per tahun (Rp/kg/th).
  • 61. V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah Perkembangan Perusahaan Perusahaan Kecap Segitiga merupakan perusahaan perseorangan yang bergerak di bidang usaha industri kecap. Perusahaan ini mulai dirintis sejak tahun 1958 oleh Bapak H. Lukman. Pada awal beroperasinya perusahaan hanya menggunakan peralatan-peralatan sederhana atau hanya diproduksi dalam skala rumah tangga. Pemberian Lambang atau nama SEGITIGA ini diilhami karena pada awal pendirian perusahaan ini terdapat kesepakatan diantara tiga orang bersaudara, yaitu Bapak H. Lukman sebagai penanam modal, Bapak Endek sebagai tanaga ahli dalam bagian produksi kecap, dan Bapak Aman sebagai tenaga ahli dalam bidang pemasaran produk. Pada awal produksinya, sarana dan peralatan yang digunakan adalah sebuah dapur pemasakan yang kecil, dan cara penjualannya dilakukan dengan cara berjalan kaki serta memakai sepeda. Produk ditawarkan dari rumah ke rumah atau dari toko ke toko yang terletak di sekitar lokasi perusahaan. Pada saat itu produk yang dijual hanya kecap rasa asin dan manis sedang yang dikemas dalam botol kecil yang berukuran 250 ml. Mulai tahun 1964, proses legalitas perusahaanpun dilakukan, yaitu dengan melakukan pendaftaran perusahaan, sesuai SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan tanggal 28 Juli tahun 1964 No. 207/SK/VII/64. Pada tahun 1978 perusahaan memperoleh Surat Izin Usaha (SIU) No. 503. U/Perek/I-TU/SK/1978 dari Pemerintah Tingkat II Kabupaten Majalengka. Berbekal semangat dan kerja keras pengelola perusahaan, perusahaan ini mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Mulai tahun 1980 kelengkapan
  • 62. administrasi perizinan dilengkapi oleh perusahaan, yaitu dengan diterbitkannya Surat Tanda Pendaftaran Industri Kecil No.50/Kandep.1.207/I/VII/1980. berdasarkan SK Menteri Perindustrian No. 157/M/SK/4/1980. Pada tahun 1987 ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Surat Standar Industri Indonesia (SII) No. 0032-74.1089/M/9/1987. Kelengkapan perizinan usaha yang terakhir dilakukan adalah dengan diterimanya surat izin yang diperbaharui dan berlaku selama perusahaan itu berdiri yaitu SIUP Nomor : 517/0025/PK-P/KPP/XI/2001; Tanda Daftar Perusahaan Nomor : 102351500113; Tanda Daftar Industri Nomor: 530/047/TDI/KOPERINDAG/IX/2002; Surat Ijin Gangguan Nomor: 536/61.SK.KPP/VIII/IG/02; Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Nomor : P-IRT NO.115321007012; Sertifikat Penggunaan Tanda SNI Nomor : 0729/Bd/SNI/IV/1995. Mutu dan kualitas produk juga sangat diperhatikan oleh perusahaan, langkah yang ditempuh dalam menjaga kualitas mutu dari aspek higienis produknya adalah dengan mengikuti penyuluhan dari Departemen Kesehatan, dan diperoleh Sertifikat Penyuluhan (SP) No. SP 005/10.15/1988 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 02192/B/SK/IX/1986. Pada tahun 2002 perusahaan telah mengantongi sertifikat halal dari LPPOM MUI Jawa Barat No. MUI-JB 100250. 5.2 Lokasi Perusahaan Penentuan Lokasi Perusahaan Kecap Segitiga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, sarana dan prasarana transportasi, serta daerah pemasaran. Perusahaan Kecap Segitiga berlokasi di Jalan Raya Tonjong No. 54. Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka,