Triple Burden of Malnutrition
“an incongruous situation in which large shares of their populations are either hungry, suffering from micronutrient
deficiencies (hidden hunger), or dealing with the consequences of overweight and obesity or more than one of these conditions simultaneously
Triple Burden of Malnutrition
“an incongruous situation in which large shares of their populations are either hungry, suffering from micronutrient
deficiencies (hidden hunger), or dealing with the consequences of overweight and obesity or more than one of these conditions simultaneously
aksi nyata TRANSISI PAUD-SD 1 BU HJ. EUIS SRININGRUM, S.Pd.pptx
85-Article Text-306-1-10-20201003.pdf
1. 332
HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA SMP YLPI
PEKANBARU
Dian Hafiza1
, Agnita Utami2
, Sekani Niriyah1
1
Program Studi Keperawatan, STIKes Hang Tuah Pekanbaru
Corresponding Author: Dian Hafiza, Program Studi Keperawatan, STIKes Hang Tuah, Pekanbaru
E-mail: dianhafiza@yahoo.co.id
Received: September 05, 2020; Accepted: September 14, 2020; Online Published: October 04, 2020
Abstrak
Masa remaja sangat membutuhkan zat gizi lebih tinggi karena pertumbuhan fisik dan perkembangan yang terjadi saat
peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja mempengaruhi asupan
maupun kebutuhan gizi. Kebiasaan makan pada remaja berkaitan dengan mengkonsumsi makanan yang mencakup jenis
makanan, jumlah makanan, frekuensi makanan, distribusi makanan dan cara memilih makanan. Kebiasaan makan yang
tidak sehat terbentuk karena seringnya anak sekolah jajan diluar rumah yang akan mempengaruhi status gizi remaja.Tujuan
penelitian ini untuk mengetahi hubungan kebiasaan makan dengan status gizi pada remaja SMP. Penelitian menggunakan
desain deskriptif korelatif dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 76 responden.
Pengambilan sampel dengan teknik Quota Sampling.Instrumen penelitian menggunakan kuesioner Adolescent Food Habits
Checklist (AFHC), pengukuran berat badan menggunakan bathroom schale dan tinggi badan menggunakan microtoise.
Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat, menggunakan uji statistik non-parametrik dengan uji
alternatif yaitu kolmogorovsmirnov. Hasil penelitian didapatkan Pvalue 1 >a (0.05). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan kebiasaan makan dengan status gizi pada remaja SMP YLPI Pekanbaru. Diharapkan bagi remaja untuk
memperluas pengetahuan tentang kebiasaan makan yang baik.
Keywords: Kebiasaan makan, status gizi
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan peralihan dari
anak-anak menuju kedewasaan dengan rentang usia
antara 13 tahun sampai 20 tahun (Perry & Potter,
2009). Masatransisi perkembangan menuju dunia
dewasa dengan melibatkan perubahan-perubahan
biologis seperti perkembangan fisik, kognitifseperti
perkembangan pola pikir, dan sosial emosional
seperti perkembangan psikososial (Santrock, 2007).
Perubahandari masa anak-anak kemasa
remaja melewati proses dari ketergantungan dengan
orang tua menuju keadaan lebih mandiri.
Penyesuaian diri bagi remaja dibutuhkan untuk
menghadapi perubahan dan mencoba untuk
memperoleh identitas diri yang matang
(Perry&Potter, 2009).
Masa remaja memiliki perubahan yang
sangat cepat yaitu perubahan fisik, kognitif dan
psikososial. Fokus utama perubahan fisik yang
terjadi pada remaja seperti peningkatan
pertumbuhan tulang rangka, otot dan organ
dalam.Untuk perubahan spesifik setiap jenis
kelamin berbeda-beda seperti perubahan lebar bahu,
pinggul, perubahan distribusi otot, lemak,
perkembangan sistem reproduksi dan karakteristik
seks sekunder (Perry&Potter, 2009). Masa remaja
2. 333
sangat membutuhkan zat gizi lebih tinggi karena
pertumbuhan fisik dan perkembangan yang terjadi
saat peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja.
Perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja
mempengaruhi asupan maupun kebutuhan gizi.
Pemenuhan nutrisi pada remaja harus sangat
diperhatikan, banyak remaja membutuhkan gizi
khusus seperti remaja yang aktif dalam berolah
raga, serta untuk melakukan aktifitas fisik lainnya
(Almatsier, Soetardjo & Soekatri, 2011).
Status gizi merupakan ukuran keberhasilan
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi untuk anak dan
penggunaan zat-zat gizi yang diindikasikan dengan
berat badan dan tinggi badan anak. Kebutuhan gizi
untuk remaja sangat besar dikarenakan masih
mengalami pertumbuhan. Remaja membutuhkan
energi/kalori, protein, kalsium, zat besi, zinc dan
vitamin untuk memenuhi aktifitas fisik seperti
kegiatan-kegiatan disekolah dan kegiatan sehari-
hari. Setiap remaja menginginkan kondisi tubuh
yang sehat agar bisa memenuhi aktifitas fisik.
Konsumsi energi berasal dari makanan, energi yang
didapatkan akan menutupi asupan energi yang
sudah dikeluarkan oleh tubuh seseorang (Winarsih,
2018). Banyak remaja tidak mementingkan antara
asupan energi yang dikeluarkan dengan asupan
energi yang masuk, hal ini akan mengakibatkan
permasalahan gizi seperti pertambahan berat badan
atau sebaliknya jika energi terlalu banyak keluar
akan mengakibatkan kekurangan gizi (Mardalena,
2017).
Masalah gizi remaja banyak terjadi karena
perilaku gizi yang salah seperti ketidak seimbangan
antara gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan.
Kekurangan energi dan protein berdampak
terhadap tubuh yang mengakibatkan obesitas,
kurang energi kronik (gizi buruk) dan anemia.
Obesitas merupakan kegemukan atau kelebihan
berat badan. Terjadinya kegemukan pada remaja
dapat menurunkan rasa percaya diri dan
menyebabkan gangguan psikologis yang serius.
Kurang energi kronik (gizi buruk) disebabkan oleh
makan yang terlalu sedikit akibat dari kurang nafsu
makan atau minder terhadap bentuk tubuh teman
sehingga melakukan diet. Anemia merupakan
keadaan kadar hemoglobin dan eritrosit lebih
rendah dari normal. Anemia sering terjadi pada
remaja putri disebabkan karena mengalami
menstruasi setiap bulan. 23% remaja perempuan
mengalami anemia disebabkan kekurangan zat besi
yang berdampak buruk bagi konsentrasi, prestasi
belajar dan kebugaran remaja serta masalah gizi
lain yaitu mikronutrien sekitar 12% remaja lali-laki
(Winarsih, 2018; Depkes RI, 2018).
Berdasarkan data Riskesdas RI (2013)
prevalensi status gizi remaja awal berusia 13-17
tahun berdasarkan Indeks Massa Tubuh/Usia
(IMT/U) yaitu status gizi dengan berat badan kurus
sebanyak 11,1% (3,3% sangat kurus dan 7,8%
kurus). Status gizi remaja yang sangat kurus paling
rendah di kota Bangka Belitung sebanyak 1.4% dan
status gizi sangat kurus yang paling tinggi di kota
Nusa Tenggara Timur sebanyak 9,2%. Pada
prevalansi status gizi remaja dengan umur 13-15
tahun mengalami berat badan gemuk sebanyak
10.8% (8,3% mengalami kegemukan dan 2,5%
mengalami obesitas). Status gizi remaja dengan
berat badan gemuk yang paling rendah terdapat di
kota Nusa Tenggara Timur sebanyak 2,8%.
Sedangkan untuk status gizi remaja dengan berat
badan gemuk yang paling tinggi berada di kota
papua sebanyak 16%.
Prevalansi gizi lebih pada remaja di
Provinsi Riau sebanyak 12% (Riskesdas RI, 2013).
3. 334
Penelitian yang dilakukan oleh Arneliwati, Pujiati
danRahmalia di kota Pekanbaru pada tahun 2015
untuk melihat perilaku makan dengan status gizi
pada remaja putri diperoleh data yang menunjukkan
status gizi kurus dengan perilaku makan yang buruk
sebanyak 22% dan status gizi normal yang perilaku
makan buruk sebanyak 78%.Penelitian yang
dilakukan oleh Emalia, Restuastuti
danSyahfitritahun 2017 dikota Pekanbaru pada
siswa-siswi SMP Negeri 13 diperoleh data status
gizi dengan pengukuran Indeks Massa
Tubuh(IMT)berada pada status gizi gemuk
sebanyak 23% dan obesitas sebanyak 10%. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan status gizi pada
remaja mengalami permasalahan berupa kelebihan
lemak tubuh yang dapat mengakibatkan dampak
merugikan bagi kesehatan tubuh.
Menurut data Dinas Kesehatan Kota
Pekanbaru (2017) dari 146 sekolahSMP/ MTS
dengantotal siswa/siswi yang melakukan penilaian
status gizi sebanyak 14.932 (83,8%). Didapatkan
hasil yaitu sangat kurus sebanyak 41orang, kurus
sebanyak 209 orang, gemuk sebanyak 190 orang
dan obesitas sebanyak 3 orang, penilaian dengan
permasalahan status gizi terbanyak berada pada
wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya sebanyak
262 siswa/siswi. Berdasarkan data dari Puskesmas
Harapan Raya (2018), dari 8 sekolah tingkat
SMP/MTS terdapat 5 sekolah yang penilaian status
gizi mengalami permasalahan dengan 86
siswa/siswi yang bermasalah.Total keseluruhan
dari 5 SMP/MTS dengan permasalahan status gizi
didapatkan siswa/siswi dengan status gizi sangat
kurus sebanyak 1 orang, kurus sebanyak 34 orang,
gemuk sebanyak 40 orang dan obesitas sebanyak 11
orang.
Penilaian status gizi siswa/siswi yang bermasalah
dapat disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Faktor
penyebab langsung masalah gizi seperti makanan
tidak sehat, pemahaman gizi yang keliru dan
penyakit infeksi yang mungkin diderita. Faktor
penyebab tidak langsung dalam permasalahan gizi
seperti pola pengasihan orang tua, kesukaan
berlebihan terhadap makanan, produk-produk dari
negara yang lain yang lebih menarik dan kebiasaan
makan yang buruk. Kebiasaan makan yang buruk
sering terjadi pada usia remaja karena meraka
makan dengan seadanya tanpa mengetahui
kebutuhan akan zat gizi terhadap kesehatan
(Winarsih, 2018).
Kebiasaan makan merupakan cara atau hal
yang sering dilakukan oleh seseorang sebagai
karakteristik dari individu dalam memenuhi
kebutuhan fisiologis, sosial dan emosional dengan
berulang terhadap makanan untuk memenuhi
kebutuhan gizi bagi tubuh (Aritonang, 2011).
Pembentukkan kebiasaan makan dimulai dari orang
tua khususnya sewaktu anak masih balita. Pada
waktu anak menginjak usia remaja kebiasaan
makan dipengaruhi oleh lingkungan, teman sebaya,
kehidupan sosial, dan kegiatan diluar rumah.
Kebiasaan makan pada remaja berkaitan dengan
mengkonsumsi makanan yang mencakup jenis
makanan, jumlah makanan, frekuensi makanan,
distribusi makanan dan cara memilih makanan
(Aritonang, 2011; Almatsier, Soetardjo & Soekatri,
2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Fadhilah, Shaluliyah dan Widjanarko tahun 2018
pada siswa SMP di Semarang didapatkan sebanyak
72,8% anak gizi lebih memiliki kebiasaan makan
yang buruk. Kebiasan makan yang tidak sehat
berawal dari kebiasaan dari keluarga yang akan
4. 335
terbawa ke masa remaja. Remaja makan
berdasarkan kesukaan yang berlebihan terhadap
makanan tertentu saja akan menyebabkan
kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi oleh tubuh.
Remaja tidak mementingkan pengetahuan
kebutuhan akan zat gizi serta tidak mementingkan
dampak yang bisa terjadi terhadap tubuh (Winarsih,
2018).
Kebiasaan makan yang ditunjukkan remaja
adalah salah satunya mengkonsumsi makanan
jajanan seperti makan gorengan, minum minuman
yang berwarna, soft drink dan konsumsi fast food.
Sebuah produk makanan olahan mengandung
banyak vitamin dan mineral, namun kerap pula
ditemukan mengandung banyak lemak, gula bahkan
zat aditif. Remaja biasanya telah mempunyai
pilihan makanan yang disukainya. Banyak remaja
menganggap dengan memakan banyak makanan
dan perut kenyang kebutuhan gizi sudah terpenuhi.
Pada masa remaja ini terkadang terbentuk kebiasaan
makan yang tidak sehat, seringnya anak sekolah
jajan diluar rumah,terkadang remaja tidak sarapan
pagi saat berangkat kesekolah (Mardalena, 2017).
Pola makan remaja yang disebutkan dari data
Global Shcool Health Surveytahun 2015 dalam
artikel Depkes RI (2018); Riskesdas (2018)
didapatkan data remaja tidak sarapan sebanyak
(62,2 %), sebagian besar remaja tidak
mengkonsumsi sayur dan buah sebanyak (95,5%),
remaja yang sering makan makanan penyedap
sebanyak (75,7 %) dan remaja kurang melakukan
aktifitas fisik sebanyak (42,5%).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di
SMP Juara dari 8 siswa/siswi hanya 3 siswa/siswi
yang sering sarapan pagi, 3 diantaranya mengatakan
kadang-kadang sarapan pagi, 2 bahkan tidak
sarapan pagi dan untuk makan siang dari 8
siswa/siswi, 2 orang menyatakan bahwa makan
siang membawa bekal dari rumah, 5 orang
siswa/siswi lainnya mengatakan bahwa mereka
membeli makan didikantin sekolah untuk makan
siang, terkadang juga siswa/siswi ini hanya makan
jajanan yang mengenyangkan seperti gorengan,
bakso bakar, kue-kue yang dijual dikantin sekolah.
Saat ditanya tentang kandungan gizi yang dimakan
dari 8 siswa menjawab tau misalnya seperti
gorengan siswa/siswi menjawab banyak
mengandung lemak dan jika terlalu sering
mengkonsumsinya bisa gendut. Dari 8 siswa/siswi
terdapat 2 siswa/siswi yang gemuk, 1 siswi kurus
dan 5 siswa/siswi normal dihitung dari Indeks
Massa Tubuh/Umur.
Berdasarkan masalah yang ditemukan
diatas, didapatkan bahwa kebiasaan makan pada
remaja masih kurang baik dan tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Berdasarkan fenomena tersebut
peneliti tertarik melakukan penelitian terkait
“Hubungan Kebiasaan Makan dengan Status Gizi
Pada Remaja Sekolah Menengah Pertama (SMP)”
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif
korelasi dan pendekatan cross sectional. Sampel
pada penelitian ini adalah siswa/siswi SMP YLPI
Pekanbaru dengan sebanyak 76responden.Teknik
sampling yang digunakan adalah quota sempling
dengan alat pengumpulan data menggunakan
kuesioner Adolescent Food Habits Checklist
AFHC() dan timbangan berat badan (Bathroom
scale), microtoise. Analisis yang digunakan adalah
analisis univariat, dan bivariat.Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan kebiasaan
5. 336
makan dengan status gizi pada remaja SMP YLPI
Pekanbaru.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian yang dilakukan dari bulan
februari sampai bulan juli 2019 pada76 responden
dengan data yang diperoleh sebagai berikut.
A. Karakteristik Responden
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Usia dan jenis kelamin di Kelas VII
dan VIII SMP YLPI PekanbaruTahun 2019
Karakteristik
Total (n=76)
Frekuensi %
Usia
Remaja awal usia
11-14 tahun
Remaja pertengahan usia
15-17 tahun
71
5
93,3%
6,7%
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
30
46
39,5%
60,5%
Total 76 100%
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat hasil dari 76
responden dengan mayoritas remaja awal dengan
rentang usia 12-14 tahun dengan jumlah 71
responden (93,3 %).Dapat dilihat bahwa sebagian
besar responden berjenis kelamin perempuan
dengan jumlah 46 orang (60,5 %) responden.
B. Kebiasaan Makan Remaja SMP
Tabel 2 Distribusi frekuensi respon den berdasarkan
kebiasaan makan remaja SMP YLPI Pekanbaru Tahun
2019.
No Kebiasaan
makan
Frekuensi (%)
1 Baik 11 14,5 %
2 Kurang baik 65 85,5 %
Jumlah 45 100
Berdasarkan table 2 dapat dilihat bahwa kebiasaan
makan pada remaja SMP YLPI Pekanbaru sebagia
besar memiliki kebiasaan makan kuang baik sebesar
65 (85,5 %) responden.
C. Status Gizi Remaja SMP
Tabel 3Distribusi frekuensi responden berdasarkan status
giziremaja SMP YLPI PekanbaruTahun 2019
No Satus Gizi Frekuensi (%)
1 Sangat Kurus 3 3,9 %
2 Kurus 4 5,3 %
3
4
5
Normal
Gemuk
Obesitas
58
7
4
76,3%
9,2 %
5,3 %
Jumlah 76 100%
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa status gizi
pada remaja SMP YLPI Pekanbaru sebagian besar
memiliki status gizi normal sebesar 58 ( 76.3 % )
responden.
D. Analisis Bivariat
1) Hubungan kebiasaan makan dengan status gizi
pada remaja SMP
Tabel 4 Hubungan kebiasaan makan dengan status gizi
pada remaja SMP YLPI Pekanbaru Tahun 2019
Satus Gizi
SK K N G O TOTAL P
Kebiasaan
Makan
Baik
Kurang baik
0
3
0
4
10
48
1
6
0
4
11(11,5%)
65 (85,5%)
1
Jumlah 3 4 58 7 4 76
6. 337
Ket: 1. SK = Sangat Kurus
2. K = Kurus
3. N = Normal
4. G = Gemuk
5. O = Obesitas
Berdasarkan tabel 4.5 diatas, dapat diketahui dari
76 responden mayoritas remaja memiliki kebiasaan
makan yang kurang baik sebanyak 65 responen
(85,5%). Dari 65 responden dengan kebiasaam
makan kurang baik terapat 48 responden memiliki
status gizi normal, terdapat 3 orang memiliki status
gizi sangat kurus, 4 orang dengan status gizi kurus,
6 orang dengan status gizi gemuk dan 4 orang
dengan status gizi obesitas. Hasil uji statistik
diperoleh P_value = 1 > α (0,05), hal ini
menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan
makan dengan status gizi pada remaja SMP YLPI
Pekanbaru.
PEMBAHASAN
A. Karakteristikresponden
1) Umur dan Jenis kelamin
Karakteristik responden terdiri dari jenis
kelamin dan usia. Remaja yang menjadi responden
penelitian berjumlah 76 siswa/siswi dari kelas VII
dan kelas VIII SMP YLPI Pekanbaru. Mayoritas
usia responden dalam penelitian ini adalah remaja
awal yang berusia 12-14 tahun sebanyak 71
responen (93,3%). Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggreny
(2014) di Bogor bahwa sebagian responden berusia
sekitar remaja pertengahan yaitu 15 tahun .Usia
remaja merupakan priode transisi masa anak-anak
menuju masa dewasa antara usia 11-20 tahun.
Penyesuian dan adaptasi sangat dibutuhkan agar
bisa menghadapi perubahan dan mencoba
memperoleh identitas diri yang matang (Santrock,
2007).
Jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan,
mayoritas jenis kelamin pada penelitian ini adalah
perempuan sebanyak 46 responden (60,5%). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Anggreny (2014) di Bogor bahwa
mayoritas responden bejenis kelamin perempuan.
Bagi remaja perempuan untuk memiliki bentuk fisik
yang kurus menyebabkan kebiasaan makan yang
kurang baik. Tidak teraturnya makan, mengurangi
makan nasi dan mungkin makan hanya pada pagi
dan siang saja sedangkan makan malam diabaikan
agar tidak mengakibatkan tubuh gemuk (Winarsih,
2018). Bedasarkan hasil penelitian, peneliti
berasumsi bahwa masa remaja awal merupakan
masa peralihan dari masa anak-anak menuju
dewasa. Remaja mulai tertarik engan lawan jenis
sehingga lebih memperhatikan penampilan. Pada
remaja putri biasanya bukan hanya terjadi pada
penampilan fisik tapi juga pada bentuk tubuh.
Remaja juga sering menghabiskan waktu diluar
berkumpul bersama teman dan untuk mencoba jajan
makanan yang baru.
2) Kebiasaan Makan
Berdasarkan hasil penelitian di SMP YLPI
Pekanbaru menunjukkan sebagian anak memiliki
kebiasaan makan yang kurang baik. Berdasarkan
dari hasil persentase penelitian yang menunjukkan
sebanyak 65 (85,5%). Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggreny
(2014) di Bogor bahwa kebiasaan makan pada
remaja menunjukkan kebiasaan makan yang buruk.
Kebiasaan makan merupakan kebiasaan dalam
memilih makanan yang mencakup jenis makanan,
jumlah makanan yang masuk ketubuh, frekuensi
7. 338
mengkonsumsi makanan, distribusi makanan dalam
keluarga, dan cara memilih makanan yang
diperoleh. Remaja lebih suka jajan dan mencoba hal
baru, semakin banyaknya jenis jajanan baru maka
semakin tinggi untuk mencoba jajanan.
Masa remaja sangat rentan tehadap
pengaruh dari luar karena remaja tidak
mementingkan antara asupan energi yang masuk
dan energi yang dikeluarkan. Kebiasaan makan
yang ditunjukkan remaja biasanya makan jajanan
gorengan, minum minuman berwarna dan makan
makanan berlemak. Orang tua mempunyai peranan
penting dalam membentuk kebiasaan makan
khususnya diwaktu balita. Pada saat anak
menginjak usia remaja kebiasaan makan akan
berubah disebabkan karena beberapa faktor yaitu
pengaruh lingkungan, teman sebaya, kehidupan
sosial dan kegiatan yang dilakukan diluar rumah.
Banyak kebiasaan makan pada remaja yang kurang
baik didapatkan dari banyak faktor seperti faktor
lingkungan sekitar dan teman-teman disekolah yang
akhirnya berpengaruh terhadap kebiasaan makan
yang kurang baik (Atmatsier, Soetardjo & Soekatri
2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
peneliti berasumsi bahwa kebisaan makan pada
setiap remaja berbeda. Banyak remaja memiliki
kebiasaan makan yang kurang baik karena jajan
sembarangan dan makan makanan yang
mengandung banyak lemak. Banyak remaja yang
makan hanya mementingkan perut kenyang dan
makanannya enak saja. Kebiasaan makan
dipengauhi beberapa faktor seperti lingkungan
seperti dibukanya restoran, makanan cepat saji
sehingga remaja ingin mencoba. Teman sebaya juga
mempengaruhi kebiasaan makan yang buruk seperti
mengajak teman mencoba makan direstoran dan
ditempat-tempat yang baru.
3). Status Gizi
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di SMP YLPI Pekanbaru, dari 76
responden mayoritas remaja memiliki status gizi
normal yaitu sebanyak 58 responden (76,3%). Hasil
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Anggreny (2014) di Bogor bahwa status gizi
berdasarkan IMT/U menunjukkan sebagian
responden dalam kategori normal. Status gizi
merupakan keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi
untuk individu yang di indikasikan berdasarkan
berat badan dan tinggi badan. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi status gizi, secara
langsung yaitu asupan makanan dan infeksi
sedangkan secara tidak langsung yaitu ketahanan
pangan keluarga, pola pengasuhan anak dan
lingkungan kesehatan (Bakri, B., Fajar, I., &
Supariasa, D. N. 2013).
Berdasakan hasil penelitian dari
Arneliawati, Pujiati dan Siti Rahmalia (2015) di
kota Pekanbaru kategori status gizi pada remaja
putri dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu
kurang dan normal. Bersadarkan hasil penelitian ini
didapatkan sebagian besar sampel memiliki status
gizi normal yaitu sebanyak 51 (82,3%). Hasil
penelitian ini dilihat masih banyak responen
memiliki status gizi nomal hal ini mungkin
kebutuhan gizi sesuai dengan pengeluaan maupun
kebutuhan gizi yang masuk kedalam tubuh.
Mengkonsumsi makanan sesuai dengan
pedoman gizi seimbang setiap hari akan memenuhi
kebutuhan gizi dalam tubuh. Pedoman gizi
seimbang merupakan susunan makanan sehari-hari
yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah
8. 339
yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan
memperhatikan prinsip bermacam makanan,
aktifitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal
(Winarsih, 2018). Status gizi setiap individu
ditentukan bedasakan konsumsi gizi dan
kemampuan tubuh untuk memproses zat-zat gizi
tesebut. Status gizi normal menunjukkan kualitas
dan kuantitas yang telah memenuhi kebutuhan
tubuh sesuai dengan pedoman gizi seimbang.
B. AnalisisBivariat
1) Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Status
Gizi SMP YLPI Pekanbaru.
Berdasarkan hasil penelitian dengan
menggunakan uji altenatif yaitu kolmogorov
smirnov untuk mengetahui hubungan kebiasaan
makan dengan status gizi pada remaja SMP
diperoleh nilai Pvalue 1 > a (0,05) bahwa tidak
terdapat hubungan kebiasaan makan dengan status
gizi pada remaja SMP YLPI Pekanbaru. Hal ini
dilihat dari responden pada kelompok yang
memiliki kebiasaan makan kurang baik namun
sebagian besar mempunyai status gizi nomal. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Arneliawati,
Pujiati dan Siti Rahmalia (2015) dikota Pekanbaru
tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan
status gizi pada remaja putri. Penelitian tersebut
menjelaskan bahwa sebagian besar remaja putri
memiliki perilaku makan tidak baik namun status
gizi dari remaja putri masih sebagian besar normal.
Hal ini bisa dikarenakan faktor tetentu seperti
aktifitas fisik yang dilakukan remaja SMP misalnya
olahraga walaupun masukan zat gizi berlebih
namun bisa diimbangi oleh aktivias yang dilakukan
remaja sehingga sesuai dengan pengeluarannya.
Dapat diketahui kebiasaan makan tidak
mempengaruhi status gizi bagi remaja.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Irdiana dan
Nindya (2017) menunjukkan hasil tidak ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan
dengan status gizi namun siswa yang tidak sarapan
cenderung memiliki gizi lebih. Hal ini
membuktikan bahwa secara tidak langsung
kebiasaan mengkonsumsi sarapan pagi setiap hari
dapat menekan resiko gizi lebih. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Fadhilah, Shaluhiyah.,
dan Widjanarko (2018) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi pada remaja yaitu
perilaku makan anak, pengetahuan, sikap,
ketersediaan sarana, aktifitas fisik, uang jajan, peran
guru dan peran orang tua. Hal ini bisa dilihat bahwa
status gizi bukan hanya dipengaruhi oleh
kebiasaaan makan saja.
Pada masa remaja ini tandai dengan
pertumbuhan yang cepat baik itu tinggi badan
maupun berat badan. Kebutuhan zat gizi sangat
tinggi karena berhubungan dengan besarnya tubuh.
Pertumbuhan yang cepat biasanya diiringi oleh
pertumbuhan dan aktifitas fisik sehingga kebutuhan
zat gizi akan naik. Mengkonsumsi energi berasal
dari makanan yang dipelukan untuk menutupi
pengeluaran energi setiap inividu. Jika individu
memiliki ukuran dan komposisi tubuh dengan
tingkat aktifitas sesuai dengan kesehatan dan
memiliki pemeliharaan aktifitas fisik yang sesuai
dengan kebutuhan sehari-hari maka bisa dikatakan
memiliki status gizi normal. Membedakan aktifitas
fisik remaja berat badan gemuk dengan berat badan
nomal adalah durasi dan fekukuensi karena anak
dengan berat badan gemuk suka menghabiskan
waktunya untuk beaktifitas didalam ruangan.
Sedangkan anak dengan berat badan normal lebih
aktif dalam kesehariannya Kekurangan energi akan
menjadikan tubuh mengalami keseimbangan
9. 340
negatif. Akibatnya mengalami kekurangan berat
badan dari berat badan yang seharusnya.
Sebaliknya jika kelebihan energi akan diubah
menjadi lemak tubuh misalnya kegemukkan bahkan
obesitas. Kegemukkan dan obesitas biasanya
disebabkan oleh kebanyakkan makan karbohidrat,
lemak maupun protein dan kurang gerak. Kurang
nya aktifitas fisik atau kurang gerak juga menjadi
salah satu faktor penyebab kegemukkan (Winasih.
2018).
Berdasarkan hasil penelitian dari analisis
kuesioner diperoleh sebagian besar remaja memiliki
kebiasaan makan dengan membeli cemilan sejenis
makanan ringan, keripik kentang, makanan manis
dan minuman yang banyak mengandung krim
sebagai makanan dan minuman selingan. Menurut
penelitian Anggreny (2014) di Bogor hal ini
dikarenakan responden memiliki kebiasaan makan
kurang baik yaitu suka jajan. Jajanan yang biasa
dikonsumsi remaja cenderung mengandung lemak,
cemilan seperti makanan-makanan manis, minuman
soft drink, dan junk food. Salah satu faktor yang
memiliki pengaruh besar terhadap perubahan
kebiasaan makan remaja adalah semakin banyaknya
jenis jajanan baru sehingga cenderung ingin
mencoba. Beberapa faktor yang mempengaruhi
status gizi pada remaja yaitu secara langsung yaitu
(makanan, penyakit infeksi) dan secara tidak
langsung yaitu (ketahanan pangan keluarga, pola
pengasuhan, pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan sekitar). Status gizi pada remaja tidak
hanya dipengaruhi oleh kebiasaan makan.
Walaupun kebiasaan makan pada anak remaja
kurang baik namun status gizi masih normal
(Winarsih, 2018).
Berdasarkan asumsi peneliti, penelitian ini
didapatkan hasil tidak ada hubungan kebiasaan
makan dengan status gizi pada remaja SMP YLPI
Pekanbaru. Hal ini bisa dilihat, walaupun kebiasan
makan remaja kurang baik namun sebagian besar
status gizi pada remaja normal karena status gizi
tidak hanya dipengaruhi oleh kebiasaan makan
pada remaja ada kemungkinan beberapa faktor
tertentu seperti aktifitas fisik, peran orang tua,
ketersediaan pangan dirumah, uang jajan, ekonomi.
Kebiasaan makan yang dilakukan setiap remaja
juga berbeda, banyak remaja memiliki kebiasaan
makan yang kurang baik namun tidak menutupi
kemungkinan remaja lebih giat dalam melakukan
aktifitas fisik seperti berolah raga sehingga
pemasukkan dan pengeluaran zat gizi seimbang.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang
hubungan kebiasaan makan dengan status gizi
pada 76 remaja di SMP YLPI Pekanbaru, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut yaitu:
remaja memiliki kebiasaan makan yang baik
sebanyak 11 (14,5%) responden dan remaja yang
memiliki kebiasaan makan yang kurang baik
sebanyak 65 (85,5 %) responden.Remaja yang
memiliki status gizi sangat kurus sebanyak 3 (3,9
%) responden, kurus sebanyak 4 (5,3%) responen,
normal sebanyak 58 (76,3%) responden, gemuk
sebanyak 7 (9,2%) responden dan obesitas
sebanyak 4 (5,3%) responden.Tidak terdapat
hubungan kebiasaan makan dengan status gizi pada
remaja SMP YLPI Pekanbaru dengan P value 1> a(
0.05).Berdasarkan hasil penelitian tidak terdapat
hubungan kebiasaan makan dengan status gizi di
SMP YLPI Pekanbaru, hal ini disebabkan faktor
lain yang bisa mempengaruhi status gizi terhadap
remaja sepeti aktifitas fisik, ekonomi, ketersediaan
10. 341
bahan pangan dirumah, lingkungan, teman sebaya
dan keluarga
SARAN
a. Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan kepada kepala sekolah dan guru-guru
untuk mamantau makanan yang dijual dikantin
sekolah
b. Bagi orang tua
Diharapkan orangtua atau wali untuk lebih
memperhatikan asupan makanan yang diberikan
kepada remaja khususnya dirumah.
c. BagiInstitusiPendidikan
Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat
dijadikan salah satu sumber bacaan dan referensi
mengenai hubungan kebiasaan makan dengan status
gizi pada remaja SMP YLPI Pekanbaru.
d. Bagi Institusi Keperawatan
Diharapkan peran perawat untuk mampu
memberikan pendidikan kesehatan dan penyuluhan
terkait gizi yang baik berdasakan standar angka
kecukupan gizi.
e. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan penelitian ini memberikan acuan bagi
penelitian selanjutnya.Terutama bagi peneliti
selanjutnya diharapkan meneliti tentang fakto lain
yang bisa mempengauhi status gizi.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S., Soetardjo, S., & Soekatri, M. (2011).
Gizi seimbang dalam daur kehidupan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Anggreny, N., Weny. (2014). Hubungan antara
kebiasaan makan dan aktivitas fisik dengan
status gizi pada remaja di perkotaan dan di
perdesaan.Skripsi Tidak Dipublikasikan.
Aritonang, I. (2011). Kebiasaan makan dan gizi
seimbang. Yogyakarta: Leutika.
Arneliwati, Pujiati., & Rahmalia. (2015). Hubungan
antara perilaku makan dengan status gizi
remaja putri.JOM Vol 2 No 2, Oktober
2015.https://jom.unri.ac.id/indekx.php/JOMP
SIK/article/view/8302/7971
Bakri, B., Fajar, I., &Supariasa, D. N. (2013).
Penilaian status gizi. Jakarta: EGC.
Depkes, RI. (2018). Kenali masalah gizi yang
mengancam remaja indonesia.Jakarta:
Dipublikasikan pada selasa, 15 mei
2018.www.depkes.go.id/article/view/180516
00005/kenali-masalah-gizi -yang-ancam-
remaja-indonesia.htm.
Dienasari, Hanundyah., & Rily. (2016). Persepsi
body image, kebiasaan makan dan status gizi
pada penari remaja wanita.Skripsi Tidak
Dipublikasikan.
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. (2017). Data
satus gizi remaja sekolah menengah pertama.
Pekanbaru.
Dinkes. (2016). Profil kesehatan kota pekanbaru
tahun 2016. Pekanbaru: Dinas Kesehatan
Kota Pekanbaru.
Emalia, Restuastuti., & Syahfitri. (2017).
Gambaran status gizi remaja smp negeri 13
Pekanbaru tahun 2016. Jurnal JOM FK Vol
4. No 2 Oktober
2017.https://jom.unri.ac.id/indekx.php/JOMF
DOK/article/view/15511
Fadhilah, Shaluhiyah., & Widjanarko. (2018).
Faktor – faktor yang berhubungan dengan
prilaku makan pada anak gizi lebih di sekolah
menengah pertama wilayah kerja puskesmas
poncol kota semarang. Jurnal Volume 6,
11. 342
Nomor 1 Januari 2018 (ISSN: 2356-3346).
http://ejournal3.undip.ac.id/indeks.php/jkm
Griffith, J, Johnson, F., &Wardle, J. (2002). The
adolescent food habits checklist: reliability
and validity of a measure of healthy eating
behaviour in adolescents.University College
London. European Journal of Clinical
Nutrition (2002) 56, 644–
649.https://www.ncbi.nlm.gov/m/pubmed/120
80404/
Hastono, P. S., & Sabri, L. (2014). Statistik
kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Irdiani, W., & Nindya, T. S. (2017). Hubungan
kebiasaan sarapan dan asupan zat gizi dengan
status gizi siswa SMA N 3 Suabaya. DOI:
10.2473/amnt.v1i3.2017.227-235
Juliani, D. (2017). Gambaran kebiasaan makan dan
status gizi remaja di sma harapan mandiri
medan tahun 2017. Skripsi Tidak
Dipublikasikan.
Kartika, I. (2017). Buku ajar dasar-dasar riset
keperawatan dan pengolahan data statistik.
Jakarta: Trans Info Media.
Keputusan Menteri Kesehatan, RI. (2010). Standar
antropometri penilaian status gizi anak
nomor: 1995/MENKES/SK/XII/2010.Jakarta:
Kemenkes RI
Kementerian Kesehatan, RI. (2014). Pedoman gizi
seimbang. Jakarta: Bakti Husada.
Mardalena, I. (2017). Dasar-dasar ilmu gizi dalam
keperawatan: Konsep dan penerapan pada
asuhan keperawatan. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.
Maryam, S. (2016). Gizi dalam kesehatan
reproduksi. Jakarta: Selemba Mediaka.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Perry, G. A. &Potter, A. P. (2009). Fundamentals
of nursing buku 1 edisi 7. Jakarta: Selemba
Medika.
Puskesmas Harapan Raya. (2018). Laporan
kegiatan kesehatan anak di sekolah. status
gizi remaja SMP/MTS. Pekanbaru.
Kementrian Kesehatan, RI. (2013). Hasil
utamariset kesehatan dasar 2013. Jakarta:
Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan, RI. (2018). Hasil utama
riset kesehatan dasar 2018. Jakarta:
Kemenkes RI.
Santrock, W. J. (2007). Remaja edisi 11. Jakarta:
Erlangga.
Saryono. (2010). Metodologi penelitian kesehatan.
Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
Satyawati, V. A., & Hartini, E. (2018). Buku ajar
dasar ilmu gizi kesehatan masyarakat.
Yogyakarta: Budi Utama.
Soetjiningsih. (2010). Tumbuh kembang remaja dan
permasalahnya. Jakarta:Sagung Seto.
Winarsih. (2018). Pengantar ilmu gizi dalam
kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Baru.
.