Bab-bab dalam kitab ini membahas tentang shalat istisqa' (shalat memohon hujan), termasuk cara melaksanakannya, doa-doa yang diucapkan, serta hadits-hadits yang menjelaskan tata cara dan makna ritual memohon hujan tersebut.
1. Kitab Istisqa'
Bab Ke-1: Shalat Istisqa' (Yakni Shalat Mohon Turunnya Hujan) dan
Keluarnya Nabi untuk Mengerjakannya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Abdullah bin Zaid al-Anshari yang akan disebutkan pada nomor 537.")
Bab Ke-2: Doa Nabi, "Jadikanlah Tahun-Tahun Ini Membawa Bencana
kepada Mereka Seperti Tahun-Tahun Paceklik di Zaman Nabi Yusuf."
Bab Ke-3: Orang-Orang Meminta kepada Imam Supaya Berdoa Memohon
Turunnya Hujan di Saat Mereka dalam Keadaan Terputus dan Turunnya
Hujan
535. Abdullah bin Dinar berkata, "Saya mendengar Ibnu Umar mempresentasikan
syair Abu Thalib, 'Semoga awan putih disiramkan dengan pertolongan (Zat)-Nya.
Untuk menolong anak-anak yatim dan melindungi janda janda.'"
Dari jalan yang mu'allaq[1] dari Ibnu Umar, ia berkata, "Barangkali saya ingat
perkataan seorang penyair ketika saya melihat wajah Rasulullah memohon hujan,
dan beliau tidak turun sehingga tiap-tiap saluran (selokan) mengalir, 'Semoga awan
putih disiramkan (dijadikan hujan dengan pertolongan) Zat-Nya, untuk menolong
anak-anak yatim dan melindungi para janda.' Syair itu adalah perkataan Abu Thalib."
536. Anas bin Malik mengatakan bahwa Umar ibnul-Khaththab r.a. apabila terjadi
kemarau panjang, dia memohon hujan dengan wasilah (perantaraan) Abbas bin
Abdul Muthalib, lalu Umar berkata, "Ya Allah, sesungguhnya kami dahulu membuat
wasilah (perantaraan) dengan (doa) Nabi-Mu, kemudian Engkau turunkan hujan.
2. Sesungguhnya kami (sekarang) berperantaraan dengan (doa) paman Nabi-Mu, maka
berilah kami hujan." Anas berkata, "Lalu mereka diberi hujan."[2]
Bab Ke-4: Memindahkan atau Membalikkan Selendang di Waktu
Mengerjakan Shalat Istisqa'
537. Abdullah bin Zaid (salah seorang sahabat Nabi saw. 2/20) mengatakan bahwa
Nabi mengajak masyarakat pergi ke al-Mushalla (tanah lapang tempat shalat) untuk
melakukan shalat istisqa'. Lalu, beliau berdoa kepada Allah sambil berdiri dan
meminta hujan. Kemudian beliau menghadap kiblat dan memalingkan punggungnya
kepada orang banyak. Beliau membalikkan selendangnya (menjadikan yang kanan di
atas yang kiri), dan shalat mengimami kami dua rakaat dengan mengeraskan
bacaannya dalam kedua rakaat itu. Lalu, mereka dituruni hujan." Abu Abdillah
berkata, "Ibnu Uyainah berkata, 'Dia adalah seorang juru azan, tetapi anggapan ini
keliru. Karena, dia ini adalah Abdullah bin Zaid bin Ashim al-Mazini, yang berlagak
seperti kaum Anshar. (Dan yang pertama itu adalah orang Kufi, yaitu Ibnu Yazid).'"
Bab Ke-5: Istisqa' di Masjid Jami'
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Anas yang tertera pada nomor 497 di muka.")
Bab Ke-6: Istisqa' di dalam Khotbah Jumat Tanpa Menghadap ke Arah
Kiblat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Anas tadi.")
3. Bab Ke-7: Istisqa' di Mimbar
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
sebagian dari hadits Anas tadi.")
Bab Ke-8: Orang yang Merasa Cukup Memohon Turunnya Hujan dengan
Shalat Jumat
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
sebagian dari hadits Anas tadi.")
Bab Ke-9: Berdoa Jika Jalan-Jalan Terputus karena Banyaknya Hujan yang
Turun
(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
sebagian dari hadits Anas tadi.")
Bab Ke-10: Apa yang Dikatakan bahwa Nabi Tidak Mengubah Posisi
Selendangnya Sewaktu Memohon Hujan pada Hari Jumat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
sebagian dari hadits Anas tadi.")
Bab Ke-11: Apabila Masyarakat Meminta Pertolongan kepada Imam
Supaya Meminta Diturunkan Hujan buat Mereka, Maka Imam Jangan
Sampai Menolak Permintaan Mereka Itu
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits
Anas tadi.")
4. Bab Ke-12: Apabila Orang-Orang Musyrik Meminta Pertolongan kepada
Kaum Muslimin Ketika Terjadi Paceklik atau Kekurangan Makanan
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Mas'ud yang tercantum pada '65 AT-TAFSIR/20 - SURAH'.")
Bab Ke-13: Berdoa Apabila Hujan Terlampau Banyak, Supaya
Mengucapkan "Hawaalaina Wa Laa 'Alainaa"
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Anas tadi.")
Bab Ke-14: Berdoa untuk Turunnya Hujan dengan Berdiri
537. Abu Ishaq berkata, "Abdullah bin Yazid al-Anshari keluar bersama Barra' bin
Azib dan Zaid bin Arqam r.a. untuk mengerjakan shalat istisqa'. Abdullah bin Yazid
berdiri bersama dengan kawan-kawannya itu di atas kedua kakinya tanpa mimbar.
Lalu ia beristigfar. Kemudian mengerjakan shalat dua rakat dengan mengeraskan
bacaannya, tanpa didahului azan dan iqamah." Abu Ishak berkata, "Abdullah bin
Yazid mengetahui cara shalat istisqa' itu ketika shalat bersama Nabi."
Bab Ke-15: Mengeraskan Bacaan dalam Shalat Istisqa'
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Abdullah bin Zaid yang tertera pada nomor 537.")
Bab Ke-16: Bagaimana Nabi Membalikkan Punggungnya dan
Membelakangi Orang Banyak
5. (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Abdullah bin Zaid di atas.")
Bab Ke-17: Shalat Istisqa' Dua Rakaat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Abdullah bin Zaid tadi.")
Bab Ke-18: Memohon Hujan di Mushalla
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan hadits Abdullah bin Zaid
tadi.")
Bab Ke-19: Menghadap Kiblat dalam Shalat Istisqa'
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Abdullah bin Zaid tadi.")
Bab Ke-20: Orang-Orang Mengangkat Tangan Bersama Imam Ketika
Berdoa di Dalam Shalat Istisqa'
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Anas yang akan disebutkan di bawah ini.")
Bab Ke-21: Imam Mengangkat Tangannya dalam Shalat Istisqa'
539. Anas bin Malik berkata, "Nabi tidak mengangkat kedua tangan beliau sedikit
pun dalam berdoa kecuali pada shalat istisqa'. Sesungguhnya beliau mengangkat
kedua tangannya sehingga tampak putih kedua ketiak beliau."
6. Bab Ke-22: Apa yang Diucapkan Apabila Hujan Turun
Ibnu Abbas berkata, "Lafal shayyib pada kashayyibin berarti hujan."[3] Dan yang lain
berkata, "Kata itu berasal dari kata shaaba wa ashaaba yashuubu."
540. Aisyah mengatakan bahwa Nabi saw. apabila melihat hujan, beliau berdoa:
"Ya Allah, jadikanlah hujan yang bermanfaat"
Bab Ke-23: Orang yang Berhujan-Hujan Sehingga Airnya Menetes Ke
Janggutnya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Anas yang tercantum pada nomor 497 di muka.")
Bab Ke-24: Apabila Angin Bertiup Kencang
541. Anas bin Malik berkata, "Apabila angin berembus kencang, maka hal itu
diketahui pada wajah Nabi."
Bab Ke-25: Sabda Nabi, "Aku Diberi Pertolongan dengan Adanya Angin
Timur"
542. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Saya ditolong dengan
angin timur, dan (kaum) Ad dibinasakan dengan angin barat."
7. Bab Ke-26: Apa yang Diucapkan Jika Terjadi Gempa Bumi dan Ayat-Ayat
(Tanda Kekuasan) Allah
543. Abu Hurairah berkata, "Nabi bersabda, 'Tidak akan tiba hari kiamat sehingga
ilmu pengetahuan (agama) dilenyapkan, banyak gempa bumi, masa saling
berdekatan (semakin singkat), banyak timbul fitnah, banyak huru-hara yaitu
pembunuhan, hingga harta benda melimpah ruah di antara kamu.'"
544. Ibnu Umar berkata, "Nabi berdoa, 'Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam
dan Yaman kami.' Mereka berkata, Terhadap Najd kami.'[4] Beliau berdoa, 'Ya Allah,
berkahilah Syam dan Yaman kami.' Mereka berkata, 'Dan Najd kami.' Beliau berdoa,
'Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam. Ya Allah, berkahilah kami pada negeri
Yaman.' Maka, saya mengira beliau bersabda pada kali yang ketiga, 'Di sana
terdapat kegoncangan-kegoncangan (gempa bumi), fitnah-fitnah, dan di sana pula
munculnya tanduk setan.'"
545. Zaid bin Khalid al Juhani berkata, "Kami keluar bersama Rasulullah pada tahun
Hudaibiah, lalu kami ditimpa hujan pada suatu malam. Kemudian (5/62) Rasulullah
menunaikan shalat subuh bersama kami di Hudaibiah pada bekas hujan yang turun
semalam. Ketika selesai, beliau menghadap orang banyak dengan wajahnya seraya
bersabda, 'Apakah kalian tahu apa yang difirmankan Tuhan kalian?' Mereka berkata,
'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.' Beliau bersabda, 'Allah berfirman, 'Di antara
hamba-hamba Ku ada orang yang beriman kepada Ku dan ada yang orang kafir
kepada-Ku. Adapun orang yang berkata, 'Telah diturunkan hujan kepada kami sebab
anugerah dan rezeki Allah serta rahmat Nya,' maka orang yang berkata demikian
adalah orang yang beriman kepada-Ku dan mengkufuri bintang. Ada pun orang yang
mengatakan, 'Telah diturunkan hujan kepada kami karena bintang ini dan ini,' maka
orang yang berkata begini adalah kafir terhadap Aku, dan beriman kepada bintang.'"
8. Bab Ke-27: Firman Allah, "Kamu (mengganti) rezeki yang Allah berikan
dengan mendustakan (Allah)." (al-Waa'qiah: 82)
Ibnu Abbas berkata, "Yakni kamu mengganti syukurmu dengan mendustakan
Allah."[5]
Bab Ke-28: Tiada Seorang Pun yang Mengetahui Kapan Datangnya Hujan
Kecuali Allah
Abu Hurairah mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Ada lima perkara yang tidak
ada yang mengetahuinya kecuali Allah."[6]
546. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah bersabda, 'Kunci-kunci gaib ada lima, yang
hanya diketahui oleh Allah. Yaitu, tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang
akan terjadi besok (kecuali Allah 5/219). Tidak ada seorang pun yang mengetahui
apa yang ada di dalam kandungan kecuali Allah. Tidak ada seorang pun yang
mengetahui apa yang akan ia lakukan besok. Tidak ada seorang pun yang
mengetahui kapan turunnya hujan.'" (Dan tidak ada yang mengetahui kapan
terjadinya hari kiamat kecuali Allah)[7] Dalam jalan (riwayat) lain: kemudian beliau
membaca ayat, 'Sesungguhnya Allah, pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang
Hari Kiamat; dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada
dalam rahim. Tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang
akan diusahakannya besok. Dan, tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi
mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
(5/193)
Catatan Kaki:
[1] Di-mu'allaq-kan oleh penyusun pada Umar bin Hamzah, dan di-maushul-kan oleh
Ahmad (2/93) dan lainnya, tetapi di dalamnya terdapat kelemahan. Al-Hafizh
berkata, "Dia diperselisihkan tentang kekuatannya untuk dijadikan hujjah. Demikian
juga Abdur Rahman bin Abdullah bin Dinar yang tersebut pada jalan yang maushul.
9. Maka, saya menguatkan salah satu dari kedua jalan itu dengan jalan lain, dan ini
termasuk contoh salah satu dari dua jalan yang sahih sebagaimana ditetapkan
dalam ilmu hadits."
[2] Pada permulaan hadits terdapat tambahan yang penting pada riwayat al-Ismaili
dengan isnad Bukhari hingga Anas, katanya, "Orang-orang ditimpa kekeringan pada
masa Nabi, meminta hujan dengan doa beliau. Lalu, beliau memintakan mereka agar
diturunkan hujan. Kemudian diturunkan hujan buat mereka. Maka, pada waktu
pemerintahan Umar." Lalu Anas melanjutkan hadits itu. Yang dimaksud dengan
permohonan hujan mereka kepada Nabi saw. ialah meminta kepada beliau agar
mendoakan kepada Allah buat mereka agar Dia menurunkan hujan kepada mereka.
Dengan alasan, lafal "Fayastasqii lahum", yakni memohonkan hujan kepada Allah
untuk mereka, lalu Allah menurunkan hujan kepada mereka. Kisah Anas pada bab
al-Jum'ah di muka merupakan contoh tindakan paling jelas yang menggambarkan
hakikat permohonan hujan dan tawasul mereka kepada Nabi saw. untuk
memintakan hujan. Demikian pula istisqa' Umar kepada Abbas, bukanlah
berperantara minta hujan dengan zat Abbas, melainkan dengan doanya. Hal ini
diperkuat oleh hadits Ibnu Abbas, "Umar meminta hujan di mushalla (tanah lapang
tempat shalat), lalu ia berkata kepada Abbas, 'Berdirilah dan mintakan hujan. ' Lalu
Abbas berdiri seraya mengucapkan, 'Ya Allah, sesungguhnya di sisi-Mu ada awan."
Hingga akhir doa. Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq (4913) dengan isnad yang lemah,
tetapi al-Hafizh diam saja, barangkali karena banyak syahid 'pendukungnya'. Kalau
sudah jelas demikian, maka hadits ini tidak dapat dijadikan dalil untuk
memperbolehkan bertawasul (berperantara) dengan orang yang sudah meninggal
dunia (mayit). Karena, semua peristiwa di atas adalah merupakan tawasul dengan
doa orang yang masih hidup, dan yang demikian ini tidak mungkin terjadi sesudah
yang bersangkutan meninggal dunia. Inilah yang menyebabkan Umar bertawasul
dengan Abbas (yang masih hidup), bukan dengan Nabi saw. (vang sudah wafat). Ini
tidak termasuk bab bertawasul dengan orang yang kurang utama dengan adanya
orang yang utama sebagaimana anggapan mereka. Dan yang memperkuat pendapat
ini lagi ialah bahwa tidak ada seorang salaf pun yang bertawasul meminta hujan
dengan zat Nabi saw. sesudah wafat beliau. Mereka hanya bertawasul meminta
10. hujan dengan doa orang yang hidup, sebagaimana yang dilakukan oleh adh-
Dhahhak bin Qais r.a. ketika ia meminta hujan dengan perantaraan Yazid bin Aswad
al-Jarasyi pada zaman pemerintahan Muawiyah r.a.. Adapun apa yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa ada seorang laki-laki datang ke kubur Nabi saw, pada
zaman pemerintahan Umar, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, mintakanlah hujan
untuk umatmu karena mereka telah binasa." Kemudian orang itu bermimpi, dan ia
mendengar perkataan dalam mimpinya, "Datanglah kepada Umar." "Hingga akhir
hadits, maka hadits ini tidak sah sanadnya. Berbeda dengan pemahaman sebagian
mereka terhadap perkataan al-Hadits dalam al-Fath, "dengan isnad sahih dari
riwayat Abu Shalih as-Samman dari Malikud-Dar", karena isnad yang sahih itu hanya
sampai pada Abu Shalih. Sedangkan, sesudah itu tidak demikian. Karena, Malik ini
sepengetahuan saya tidak ada seorang pun ahli hadits yang menganggapnya dapat
dipercaya, dan Ibnu Abi Hatim memutihkannya (4/1/213). Dan orang yang meminta
hujan itu pun tidak diketahui namanya, sehingga dia adalah majhul. Dan penyebutan
Saif di dalam kitabnya al-Futuh bahwa orang itu bernama Bilal bin al-Harits al-
Muzani salah seorang sahabat, sama sekali tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Karena Saif ini adalah Ibnu Umar at-Tamimi al-Asadi, dan adz-Dzahabi berkata,
"Para ulama hadits meninggalkannya dan menuduhnya sebagai zinddiq."
[3] Di-maushul-kan oleh ath-Tbabari dengan sanad munqathi 'terputus' dari Ibnu
Abbas.
[4] Yakni dengan diturunkan hujan di sana. Saya (al-Albani) berkata, "Lafal Najdina
di situ maksudnya adalah negeri Irak kami, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa
riwayat yang sahih. Demikian pulalah penafsiran al-Khaththabi dan al-Asqalani
sebagaimana telah saya jelaskan di dalam risalah saya Fadhaailusy Syam (halaman
9-10, hadits nomor 8). Berbeda dengan pendapat kebanyakan orang sekarang yang
karena ketidaktahuannya, menganggap bahwa yang dimaksud dengan Najd adalah
Najd yang terkenal itu. Juga menganggap bahwa hadits itu menunjuk kepada Syekh
Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. Semoga Allah menyucikan
mereka, karena merekalah yang mengibarkan bendera tauhid di negeri Najd dan
lain-lainnya. Mudah-mudahan Allah membalas mereka dengan balasan yang sebaik-
11. baiknya atas usahanya memperjuangkan Islam."
[5] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad sahih dari Ibnu Abbas
bahwa dia membaca, "Wa taj'aluuna syukrakum annakum tukadzdzibuun".
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas secara marfu, tetapi redaksinya menunjukkan
penafsiran, bukan membaca ayat. Silakan periksa al-Fath.
[6] Di-maushul-kan oleh penyusun di muka dalam hadits pertanyaan Jibril tentang
iman dan Islam (48).
[7] Dengan tambahan ini, maka urusan tersebut menjadi enam macam. Hal ini
merupakan sesuatu yang rumit, dan bukan kerumitan pada asal-usulnya, karena
pokok yang ketiga tidak disebutkan. Akan tetapi, keenam urusan ini dikompromikan
dalam riwayat Ahmad (2/52) untuk menegaskan kemusykilannya. Karena itu, ada
kemungkinan urusan atau pokok masalah yang pertama ini merupakan sesuatu yang
syadz 'ganjil' karena tidak disebutkan di dalam ayat tersebut, dan tidak disebutkan
dalam kebanyakan riwayat hadits pada penyusun (Imam Bukhari) dan Imam Ahmad
(2/24,58,122). Wallahu a'lam.