1. Nama : Rauza Tinur
Nim : 2105279
Tugas : Analisi Pangan dan Obat
A. METODE KOLORIMETRI
Menurut J. Bassett (1991) Kolorimetri adalah metode perbandingan
menggunakan perbedaan warna. Metode kolorimetri mengukur warna
suatu zat sebagai perbandingan. Kelebihan metode kolorimetri adalah
kemudahannya dalam menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.
Metode kolorimetri biasa digunakan dalam analisis kimia, metode
kolorimetri memiliki batas pada penetapan konstituen yang ada dalam kuantitas
yang kurang dari satu atau dua persen. Alat kolorimetri yang menggunakan sensor
atau sel fotolistrik disebut kolorimetri fotolistrik.
Menurut Firdaus (2014) Prinsip kerja kolorimetri adalah
ketika cahaya melewati sebuah benda, maka sebagian dari cahaya diserap, dan
akibatnya terjadi penurunan dalam berapa banyak cahaya yang dipantulkan oleh
mediumnya. Kolorimeter akan berubah sehingga pengguna dapat menganalisis
konsentrasi zat tertentu dalam medium tersebut. Perangkat ini bekerja atas
dasar hukum Beer-Lambert, yang menyatakan bahwa penyerapan cahaya yang
ditransmisikan melalui medium berbanding lurus dengan konsentrasi medium.
Kolorimetri melewati panjang gelombang cahaya tertentu melalui larutan,
dan kemudian mengukur cahaya yang datang melalui di sisi lain. Dalam
kebanyakan kasus, lebih terkonsentrasi larutannya yaitu cahaya lampu akan lebih
banyak diserap, dan dapat dilihat pada perbedaan antara cahaya pada sumber
asalnya dan setelah itu melewati solusi.
Untuk mengetahui konsentrasi suatu sampel, maka sampel dilihat dari
konsentrasi diketahui yang pertama disiapkan dan diuji. Ini kemudian diplot
pada grafik dengan konsentrasi pada satu sumbu dan absorbansi di sisi lain untuk
membuat kurva kalibrasi, ketika sampel tidak diketahui diuji hasilnya
dibandingkan dengan sampel yang dikenal pada kurva untuk menentukan
konsentrasi. Beberapa jenis kolorimetri otomatis akan membuat kurva kalibrasi
didasarkan pada kalibrasi awal.
2. Alat pada Metode Kalorimetri
Keterangan gambar:
(1) Pemilih panjang gelombang,
(2) Tombol pencetak,
(3) Penyesuaian faktor konsentrasi,
(4) Pemilih mode UV (lampu Deuterium),
(5) Pembacaan,
(6) Kompartemen sampel,
(7) Kontrol nol (100% T ),
(8) Tombol sensitivitas,
(9) Tombol ON/OFF
B. METODE KJELDAHL
Jelaskan fungsi dari setiap tahapan, reaksi yang terjadi dan bagaimana
perhitungan penetapan kadar protein nya?
Metode Kjeldahl atau digesti Kjeldahl dalam kimia analitik adalah metode
untuk penentuan kadar nitrogen organik dalam zat kimia seperti amonia.
Metode ini dikembangkan oleh Johan Kjeldahl (1883), Tujuan metode
kjeldahl adalah untuk menentukan kadar protein dalam suatu bahan.
Metode ini dapat diterapkan pada senyawa-senyawa organik maupun anorganik
meliputi makanan, daging, biji-bijian, air limbah, tanah dan banyak sampel yang
lainnya.
Prinsip metode Kjeldahl adalah berdasarkan perubahan nitrogen organik
menjadi garam amonia dengan cara destruksi dengan asam sulfat pekat dan
pemnambahan suatu katalisator yang sesuai, hasil destruksi didestilasi dalam
suasana basa kuat.
Metode ini terdiri dari pemanasan zat dengan asam sulfat, yang menguraikan
zat organik melalui oksidasi untuk membebaskan nitrogen menjadi amonium sulfat.
Pada langkah ini, kalium sulfat ditambahkan untuk meningkatkan titik
didih medium (dari 337 °C - 373 °C).
Reaksi penguraian sampel dinyatakan selesai saat warna pelarut berubah dari
gelap menjadi cerah dan tidak berwarna. Larutan kemudian disuling dengan sejumlah
kecil natrium hidroksida, yang mengubah garam amonium menjadi amonia. Gas
amonia terbentuk dan jumlah nitrogen yang terdapat dalam sampel dapat ditentukan
melalui titrasi kembali.
3. Ujung kondensor dicelupkan ke dalam larutan penampung asam borat.
Amonia bereaksi dengan asam dan sisa asam kemudian dititrasi dengan
larutan natrium karbonat dan indikator metil jingga.
Penguraian: Sampel + H2SO4 → (NH4)2SO4(aq) + CO2(g) + SO2(g) + H2O(g)
Pelepasan amonia: (NH4)2SO4(aq) + 2NaOH → Na2SO4(aq)+2H2O(l)+ 2NH3(g)
Penangkapan amonia: B(OH)3 + H2O + NH3 → NH4
+ + B(OH)4
−
Titrasi kembali: B(OH)3 + H2O + Na2CO3 → NaHCO3(aq) + NaB(OH)4(aq) +
CO2(g) + H2O
Alat dari Metode Kjedahl:
Menurut Julian McClements (2007), Keunikan, ketepatan dan kemampuan
reproduktifitas metode Kjeldahl menjadikannya metode yang diakui secara
internasional untuk mengukur kandungan protein dalam makanan dan ini
merupakan metode standar yang dengannya semua metode lain dinilai.
Namun, metode ini tidak menunjukkan kadar protein yang tepat, karena
nitrogen nonprotein juga ikut terukur bersama nitrogen protein. Hal ini dibuktikan
dengan insiden makanan hewan peliharaan 2007 dan skandal susu Tiongkok tahun
2008, ketika melamin, bahan kimia kaya nitrogen, ditambahkan dalam bahan baku
agar kandungan protein menjadi tinggi. Selain itu, faktor koreksi yang berbeda
diperlukan untuk protein yang berbeda guna memperhitungkan urutan asam amino
yang berbeda pula.
Kelemahan lainnya, seperti perlunya pemakaian asam sulfat pekat pada suhu
tinggi dan waktu pengujian yang relatif lama (satu jam atau lebih), membuatnya
tidak seefektif metode Dumas dalam penetapan kadar protein kasar.
Metode Kjeldahl atau digesti Kjeldahl ini terbagi menjadi 3 yaitu:
4. 1. Tahap Destruksi
Destruksi merupakan suatu perlakuan untuk melarutkan atau mengubah
sampel menjadi bentuk materi yang dapat diukur sehingga kandungan unsur-unsur
didalamnya dapat dianalisis.
Pada tahap ini sampel dipanaskan dengan asam sulfat pekat sehingga terjadi
dekstruksi menjadi unsur-unsurnya, dimana seluruh N organik dirubah menjadi N
anorganik yaitu elemen karbon (C) teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan
hidrogen (H) teroksidasi menjadi air (H2O), sedangkan elemen nitrogennya akan
berubah menjadi ammonium sulfat (NH4)2SO4. Asam sulfat yang dipergunakan
untuk dekstruksi harus dalam jumlah yang cukup dan diperhitungkan untuk dapat
menguraikan bahan protein, lemak, dan karbohidrat didalam sampel.
Untuk mempercepat dekstruksi maka ditambahkan katalisator,menggunakan
kalium sulfat (K2SO4) dan tembaga (II) sulfat (CuSO4). Dengan penambahan
katalisator ini, maka titik didih asam sulfat akan ditinggikan sehingga proses
dekstruksi akan berjalan dengan cepat. Tiap 1 gram kalium sulfat akan mampu
meningkatkan titik didih asam sulfat 3ºC. Suhu dekstruksi berkisar antara 370ºC-
410ºC. Proses dekstruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna hijau jernih.
Reaksi yang terjadi pada proses dekstruksi adalah:
Protein + H2SO4 Katalisator → (NH4)2SO4 + CO2 + SO2 + H2O
N organik/anorganik + H2SO4 → (NH4)2SO4 + H2O + CO2
2. Tahap Destilasi
Destilasi adalah suatu metode pemisahan analit dari komponennya dengan
menggunakan prinsip dasar perbedaan titik didih. Tahap desitilasi amonium sulfat
(NH4)2SO4 yang terbentuk pada tahap dekstruksi dipecah menjadi amonia (NH3)
dengan penambahan NaOH sampai kalis dan dipanaskan.
Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan baku asam.
Larutan baku asam yang dipakai adalah asam sulfat (H2SO4), supaya kontak antara
asam dan amonia berjalan sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus
tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiri bila semua amonia terdestilasi
sempurna yang ditandai dengan destilat tidak bereaksi basa.
Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi yaitu:
(NH4)2SO4 + 2 NaOH →Na2SO4 + 2 H2O + 2 NH3
5. 3. Tahap Tritrasi
Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif untuk
menentukan konsentrasi suatu reaktan. Oleh karena pengukuran volum berperan
penting dalam titrasi, maka teknik ini juga disebut dengan analisis volumetrik.
Penampung destilat yang digunakan adalah asam sulfat berlebih, maka sisa
asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH 0,02 N
menggunakan indikator mengsel. Titik akhir titrasi dapat ditandai dengan
perubahan warna dari warna ungu menjadi hijau,
Indikator Mengsel dibuat dengan mencampurkan 100 mg metilen
merah dan 30 mg metilen biru dalam 60 ml alkohol 96 kemudian diencerkan
dengan aquadestilata yang telah didihkan hingga 100 ml Sudarmadji, dkk.,
1989.
Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi yaitu:
NH3 + H2SO4 → (NH4)2SO4
Kelebihan H2SO4 + 2 NaOH → Na2SO4 + 2 H2O
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut ini:
Kadar Protein (%) =(Vb-Vt)/Berat sampel (mg)×N NaOH ×14,007×FK ×100%
Fk = Faktor konversi atau perkalian = 6,25
Besarnya faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang
menyusun protein dalam bahan pangan yang dianalisa tersebut.
Perhitungan:
% N =
(𝑉𝑏 − 𝑉𝑠) 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝛷 𝑥 𝐵𝐸 𝑁
𝑊𝑠 𝑥 1000
𝑥100%
% P = % N 𝑥 Faktor Konversi
Keterangan :
Vb = Volume blanko (ml),
Vs = Volume titrasi sampel (ml),
N NaOH = Normalitas NaOH baku,
BE Nitrogen = 14,008 ,
Ws = Berat sampel (gram)
6. Referensi:
1. Bintang Maria (2010). BiokimiaTeknik Penelitian. jakarta: Erlangga.
2. Budianto, A.K (2009). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Pers.
3. D. Julian McClements (2007), "Analysis of Proteins". University of
Massachusetts Amherst.
4. Firdaus, M. Alwi, Trinoveldi, Rahayu, Rahmidar, Warsito (2014).
"Determination of Chromium and Iron Using Digital Image-based
Colorimetry". Procedia Environmental Sciences. 20: 298–304.
5. J. Bassett, R.C. Denney, G.H. Jeffery, dan J. Mendham (1991). “Buku Ajar
Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik terjemahan dari Vogel’s
Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary
Instrumental Analysis” penerjemah: A. Hadyana P. dan Ir. L. Setiono.
Penerbit Buku Kedokteran.
6. Kjeldahl, J. (1883), “New method for the determination of nitrogen in
organic substances”. Zeitschrift für analytische Chemie, 22 (1): 366-383.
7. Siti komariyah (2018). “Penetapan Kadar Protein Pada Jamur Grigit
(Schizophyllum Commune) Dengan Metode Kjeldahl”. Jurnal Analis
Farmasi, Vol 3, No 4
8. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi (1984). Prosedur Analisa Untuk
Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi ketiga. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
9. Yazid, E & Nursanti, L. (2006). Penuntun Praktikum Biokimia untuk
Mahasiswa. Analis. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta.